Asuhan Keperawatan Anak (Pengambilan Keputusan Dan Advokasi Pasien)
Asuhan Keperawatan Anak (Pengambilan Keputusan Dan Advokasi Pasien)
KELOMPOK 5
KELAS AJ 2 B21
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Keperawatan Anak dengan judul
“PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN ADVOKASI PASIEN : PADA ANAK DENGAN PENYAKIT
KRONIS SISTEM RESPIRASI”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul........................................................................................................ i
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
Daftar Isi....................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 3
1.3 Tujuan........................................................................................................... 3
1.4 Manfaat......................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bronkopneumonia........................................................................................ 4
2.2 Asuhan Keperawatan ...................................................................................11
2.3 Konsep Advokasi..........................................................................................17
2.4 Konsep Pengambilan Keputusan................................................................. 23
2.5 Informed Consent........................................................................................ 27
BAB 3 KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Contoh Kasus.............................................................................................. 30
3.2 Penyelesaian Kasus..................................................................................... 30
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................. 33
4.2 Saran........................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit kronis merupakan salah satu beban ganda dalam bidang kesehatan selain
penyakit infeksi yang merajalela. Diprediksikan pada tahun 2020 penyakit tidak menular
akan mencapai 73% dari penyebab kematian dan 60% dari beban penyakit dunia. Penyakit
kronis tidak hanya mengakibatkan kesakitan, kematian, dan ketidakmampuan fisik dari
penderita, namun juga prosedur pengobatan yang panjang dan menghabiskan banyak biaya
(Hartholt et al, 2010).
Penyakit kronis banyak menyerang sistem pada tubuh manusia. Salah satunya yaitu pada
sistem respirasi (Saluran nafas) Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau didalam rumah
sakit/pusat perawatan (Hamzah, 2016). Namun yang disayangkan kewaspadaan warga
Indonesia terhadap gangguan ini masih relatif rendah. Mungkin hal ini dikarenakan gejala
yang timbul sering dianggap sepele oleh masyrakat, seperti batuk dan sesak nafas. Penyakit
saluran pernafasan memilki prevalensi yang cukup tinggi, di Amerika sendiri kira kira 35 juta
warganya mengalami gangguan respirasi obstruktif. Gangguan ini menyebabkan angka
morbitas yang tinggi, kira kira ia menghabiskan uang 154 juta dolar Amerika untuk
mengatasi efeknya. Selain itu gangguan ini merupakan penyebab kematian ke-tiga tersering
di dunia, setelah gangguan jantung dan kanker dan angka ini terus naik. Pada tahun 2008
insiden mortalitasnya hingga 135,5/100.000 kematian (Tryanni & Syariffudin, 2013).
Bronkopneumonia penyakit saluran pernfasan yang biasanya ditemukan pada anak
merupakan salah satu merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di bawah 5
tahun (Balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2
juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian terjadi di Afrika dan Asia
Tenggara. Insiden pneumonia di negara berkembang yaitu 30,45% per 1000 anak di bawah
usia 5 tahun, 16,22% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 7,16% per 1000 anak pada yang
lebih tua (Alexander & Anggraeni, 2017).
Pada kasus bronkopneumonia masalah utama yang sering terjadi adalah sesak nafas.
Sesak nafas dapat disebabkan oleh aliran udara dalam saluran pernafasan karena
1
2
penyempitan. Penyempitan ini terjadi karena saluran pernafasan menguncup, oedema, atau
karena sekret yang menghalangi arus pertukaran O2 denganC O2. Pada kasus anak
bronkopneumonia dengan retensi sputum berlebihan dan ataupun terjadinya gagal nafas.
Diagnosis gagal nafas akut ditegakkan berdasaran anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan penunjang, termasuk pulse oksimetri dan analisa gas darah. Pengenalan dini dan
tatalaksana yang tepat merupakan hal yang harus diperhatikan karena prognosinya buruk bila
telah mengalami henti jantung. Tatalaksana tersebut meliputi perbaikan ventilasi dan
pemberian oksigen, terapi terhadap penyakit primer penyebab gagal nafas, tatalaksana
terhadap komplikasi yang terjadi. Analisi gas darah arteri masih merupakan baku emas dan
merupakan indikator definitif dari pertukaran gas untuk menilai gagal napas. Gas darah arteri
memberikan informasi status asam-basa (dengan ukuran pH dan menghitung bikarbonat)
sama seperti kadar PaO2 dan PaCO2. PaO2 merupakan faktor yang menentukan dalam
pengangkutan oksigen ke jaringan, dan PaCO2 merupakan pengukur yang sensitive untuk
ventilasi. Prinsip tatalaksana darurat gagal nafas adalah mempertahankan jalan nafas tetap
terbuka, salah satunya adalah pemasangan pipa endotracheal tube. Jika saluran benar-benar
terjamin terbuka, maka selanjutnya dilakukan pemberian oksigen untuk meniadakan
hipoksemia (Bachtiar, 2013).
Kemampuan pengambilan keputusan yang tepat dan akurat sangat diperlukan bagi tenaga
paramedis untuk dapat menyelamatkan pasien yang dihadapi terutama dengan pasien
penyakit kronis seperti gangguan pada sistem respirasi. Pola-pola perilaku pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh tenaga paramedis ini melibatkan aspek-aspek fisik maupun
psikis yang sangat besar, mengandung resiko yang cukup tinggi antara keselamatan dan
kematian dari pasien yang sedang dihadapi. Perawat sebagai salah satu tenaga paramedis
memiliki tanggung jawab dan kewenangan untuk mengambil langkah- langkah keperawatan
yang diperlukan sesuai dengan standar keperawatan (Husin, 1995).
Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan tindakan advokasi terutama pada pasien
dengan penyakit kronis pada sistem respirasi yang dapat berakibat fatal apabila tidak dapat
diidentifikasi dengan baik serta dikomunikasi dengan efektif agar terciptanya komunikasi
terapeutik yang dapat dilakukan untuk mempercepat kesembuhan dan membantu dapat
melindungi kesejahteraan pasien serta membantu pasien dalam pengambilan keputusan dalam
menentukan tindakan penyembuhan yang perlu dilakukan.
3
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui proses pengambilan keputusan dan advokasi pasien pada kasus
berkaitan dengan penyakit kronis pada anak sistem respirasi.
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami konsep dan proses pengambilan keputusan dan
advokasi pasien pada kasus berkaitan dengan penyakit kronis pada anak sistem respirasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BRONKOPNEUMONIA
2.1.1. PENGERTIAN
1. Community Acquired Pneunomia dimulai juga sebagai penyakit pernafasan umum &
dapat berkembang menjadi sebuah pneumonia. Pneumonia Streptococal ialah suatu
organisme penyebab umum. Type pneumonia ini umumnya menimpa kalangan anak-
anak atau kalangan orang lanjut usia
4
5
2.1.3. ETIOLOGI
2.1.4. PATOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan
oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan
minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masuk ke saluran pernafasan
bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi
6
masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai
berikut. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh
darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli. Ekspansi kuman
melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya
mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat
usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. (Soeparman, 1991)
2.1.5. WOC
7
(Sumber: dityanurse.blogspot.co.id/2012/02/laporan-pendahuluan-bronchopneumonia.html?
m=1).
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi
(pengisian rongga udara oleh eksudat). (Sandra M. Nettina, 2001 : 683)
Pnemonia bakteri
Gejala :
a. Anoreksia
b. Rinitis ringan
c. GelisahBerlanjut sampai:
Nafas cepat dan dangkal.
Demam
Malaise (tidak nyaman)
Ekspirasi berbunyi.
Leukositosis
Foto thorak pneumonia lebar
Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
Pnemonia Virus
Gejala awal :
a. Rhinitis
b. Batuk berkembang sampai
Ronkhi basah.
8
Emfisema obstruktif
Demam ringan, batuk ringan dan malaise sampai demam tinggi batuk hebat
dan lesu.
Pneumonia mikroplasma
Gejala :
a. Anoreksia
b. Menggigil
c. Sakit kepala
d. Demam berkembang sampai
Rhinitis alergi
Sakit tenggorokan batuk kering berdarah
Area konsolidasi pada penatalaksanaan pemeriksa thorak.
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya
jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk
mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra M.
Nettina, 2001 : 684)
Kultur darah untuk mendeteksi bakterem
Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba.
(Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
b. Pemeriksaan Radiologi
Rontgenogram Thoraks
9
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau
klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.
(Barbara C, Long, 1996 : 435)
Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda
padat. (Sandra M, Nettina, 2001)
2.1.8. PENATALAKSANAAN
1. Otitis media akut (OMA) terjadi jika tidak diobati maka sputum yang berlebihan akan
masuk kedalam tuba eusthacii sehingga menghalangi masuknya udara ketelinga tengah
dan mengakibatkan hampa udara kemudian gendang telinga akan tertarik kedalam
timfusefusi (Asih, 2006).
2. Atelectasis terjadi akibat penyumbatan saluran udara pada bronkus atau bronkiolus
sehingga menyebabkan alveolus kurang berkembang atau bahkan tidak berkembang dan
akhirnya kolaps (Asih, 2006).
3. Meningitis disebabkan oleh baakteri yang sama dengan pneumonia. Pada pneumonia
bakteri masuk kesaluran nafas bagian bawah dan dapat menyerang pembuluh darah dan
masuk ke otak sehingga menyebabkan radang selaput otak (Prijanto, 2009).
4. Abses paru, pada pneumonia yang memberatakan menjadi abses paru dan sering nya pada
pneumonia aspirasi yang disebabkan oleh mikoroorganisme anaerob (Prijanto, 2009).
5. Gagal nafas terjadi karena berkurangnya valume paru secara fungsional karena proses
inflamasi akan mengganggu proses difusi dan akan menyebabkan gangguanp ertukaran
gas yang akan menyebabkan hipoksia. Pada keadaan berat bisa terjadi gagal nafas
(Prijanto, 2009).
10
d) Pola fungsional
Manajemen kesehatan
Eliminasi (BAB/BAK)
Nutrisi dan cairan
Istirahat dan pola tidur
Mobilisasi dan latihan
Persepsi sensori dan kognitif
Pola seksual dan reproduksi
11
bernapas
2 Hipertermi NOC NIC Rasional
berhubungan Setelah dilakukan 1. Monitor TTV 1. Mengetahui
dengan tindakan perkembangan
penyakit keperawatan selama klien
3 x 24 jam, pasien 2. Kompres hangat 2. Kompres
tidak mengalami pada dahi, aksila, hangat dapat
hipertermi dengan dan lipatan paha menurunkan
kriteria hasil: suhu badan
Suhu tubuh dalam rentang
dalam rentang 36,5 - 37 0C
normal (36,5- 3. Kolaborasi 3. Pemberian
370C) pemberian cairan cairan IV
Nadi dan RR intravena dan digunakan
dalam rentang antipiretik untuk
normal mengganti
Nadi (80-90 x / cairan yang
menit) hilang akibat
RR (20-30 x / penguapan
menit ) berlebih
akibat suhu
yang tinggi
3 Intoleransi NOC NIC
aktivitas Setelah dilakukan 1. Ciptakan lingkungan 1. Lingkungan
berhubungan tindakan 3 x 24 jam yang tenang tanpa yang tenang
dengan pasien dapat stress dapat
ketidakseimba beraktivitas tanpa memberikan
ngan antara hambatan dengan rasa nyaman
pemasukan dan kriteria hasil: pada klien
pengeluaran Berpartisipasi 2. Ubah posisi secara 2. Membantu
oksigen dalam aktivitas bertahap dan mobilisasi
fisik tanpa tingkatkan aktivitas secara
disertai
14
370C) demam
pemberian
3. Tidak ada
antipiretik
tanda
dehidrasi
4. Turgor kulit
baik,
membran
mukosa
lembab, tidak
ada rasa haus
yang
berlebihan
5 Ketidakseimba NOC NIC Rasional
ngan nutrisi Setelah dilakukan
1. Mengetahui
kurang dari tindakan 3x24 jam, 1. Kolaborasi
jumlah kalori
kebutuhan kebutuhan nutrisi dengan ahli gizi
yang
tubuh pasien tercukupi untuk
dibutuhkan
berhubungan dengan kriteria hasil: menentukan
pasien secara
dengan kurang 1. Adanya jumlah kalori
tepat
asupan makan peningkatan dan nutrisi yang
berat badan dibutuhkan
2. Berat badan pasien
ideal sesuai 2. Monitor kalori 2. Mengetahui
tinggi badan dan intake ada atau
3. Mampu nutrisi tidak
mengidentifi abnormalitas
kasi pada intake
kebutuhan nutrisi pasien
nutrisi
4. Tidak ada 3. Berikan makan 3. Meningkatka
4. Monitor mual
dan muntah 4. Mengetahui
intake dan
output
makan
pasien
Istilah advokasi di bidang kesehatan mulai digunakan pertama kali oleh WHO pada
tahun 1984 sebagai salah satustrategi global pendidikan atau promosi kesehatan. WHO
merumuskan bahwa dalam mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan secara efektif
menggunakan 3 starategi pokok yaitu,advocacy, social support, empowerment
(Supartini,2012).
Advokasi merupakan peran profesional perawat untuk melakukan pembelaan dan
perlindungan kepada klien. Dalam pelaksanaannya terdapat faktor yang menghambat dan
mendukung peran advokat perawat. Peran advokasi perawat yaiu tindakan perawat untuk
memberikan informasi dan bertindak atas nama klien. Pelaksanaan tindakan peran advokasi
meliputi memberi informasi, menjadi mediator dan melindungi klien (Supartini, 2012).
Advokasi adalah tindakan membela hak-hak pasien dan bertindak atas nama pasien.
Perawat mempunyai kewajiban untuk menjamin diterimanya hak-hak pasien. Perawat harus
membela pasien apabila haknya terabaikan. Advokasi juga mempunyai arti tindakan
melindungi, berbicara atau bertindak untuk kepentingan klien dan perlindungan kesejahteraan
(Vaartio, 2005). Advokasi adalah tindakan membela hak-hak pasien dan bertindak atas nama
17
pasien. Perawat mempunyai kewajiban untuk menjamin diterimanya hak-hak pasien. Perawat
harus membela pasien apabila haknya terabaikan (Blais, 2007).
f. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai
dengan kompetensi Perawat; dan
g. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Hak dan Kewajiban klien dalam praktik keperawatan menurut UU No.38 tahun 2014 yaitu :
1. Dalam Praktik Keperawatan, Klien berhak (pasal 38):
a. mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan Keperawatan
yang akan dilakukan;
b. meminta pendapat Perawat lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya;
c. mendapatkan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan
Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan;
d. memberi persetujuan atau penolakan tindakan Keperawatan yang akan diterimanya;
dan
e. memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya.
2. Dalam Praktik Keperawatan, Klien berkewajiban (pasal 40) :
a. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk Perawat;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima
Berikut ini akan dijelaskan bagaimana peran perawat sebagi advokat klien pada berbagai
tingkat usia, antara lain :
1. Usia Bayi dan Neonatus
Suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai kebutuhan psikologis berupa dukungan
/dorongan mental. Sebagai konsoler , perawat dapat menberi konseling keperawatan ketika
anak dan orang tuanya membutuhkan. Hal inilah yang membedakan layanan konseling
dengan pendidikan kesehatan, dengan cara mendengarkan segala keluhan, melakukan
sentuhan, dan hadir secara fisik perawat dapat bertukar pikir dengan dan pendapat dengan
20
orang tua tentang masalah anak dengan orang tuanya, membantu mencarikan alternatif
pemecahannya (Supartini,2012).
2. Usia Remaja
a. Advokasi diri
Perawat harus mampu mengajarkan kepada remaja bagaimana cara dan langkah untuk
dapat memberikan advokasi kepada dirinya sendiri.
b. Perilaku perawatan kesehatan yang independen
Perawat membimbing remaja untuk mampu melakukan perawatan kesehatan secara
mandiri.
c. Kesehatan seksual
Perawat memberikan gambaran dan pendidikan kesehatan dalam bidang kesehatan
reproduksi dan seksual.
d. Dukungan psikosial
Perawat harus mendukun klien remaja dalam hal perkembangan psikologi dan sosial
remaja
e. Perencanaan pendidikan
f. Kesehatan dan gaya hidup (Sousa, 2015).
3. Usia Dewasa Dan Lanjut Usia
Peran perawat sebagi advocator disini adalah mencegah ketidakmampuan sebagai akibat
proses penuaan, perawatn untuk pemenuhan kebutuhan lansia dan pemulihan untuk
mengatasi kebutuhan lansia. Perawat memiliki tanggung jawab untuk membantu klien dalam
memperoleh kesehatan yang optimal, memelihara kesehatan, menerima kondisinya, serta
persiapan dalam menghadapi ajal (Buchanan, 2010).
Ada beberapa standar yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat yang berperan sebagai
advokat dalam merawat pasien lanjut usia, anatara lain:
a. Perawat mampu bertanggung jawab untuk menilai klien dan lingkungan yang dapat
membahayakan atau mengancam keselamatan serta perencanaan dan intervensi yang
tepat untuk menjaga lingkungan yang aman.
b. Perawat membantu klien untuk mempertahankan regulasi homeostasis melalui peilaian
dan manajemen perawatan fisiologis untuk meminimalkan efek samping dari
penggunaan obat, prosedur diagnostik, infeksi nosokomial atau stress lingkungan.
21
Tujuan dari peran advokat berhubungan dengan pemberdayaan kemampuan pasien dan
keluarga dalam mengambil keputusan.Saat berperan sebagai advokat bagi pasien, perawat
perlu meninjau kembali tujuan peran tersebut untuk menentukan hasil yang diharapkan bagi
pasien. Menurut Ellis & Hartley (2000), tujuan peran advokat adalah :
1. Menjamin bahwa pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain adalah partner dalam
perawatan pasien. Sebagai partner, pasien diharapkan akan bekerja sama dengan perawat
dalam perawatannya.
2. Melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan.
Pasien adalah makhluk yang memiliki otonomi dan berhak untuk menentukan pilihan
dalam pengobatannya. Namun, perawat berkewajiban untuk menjelaskan semua kerugian
dan keuntungan dari pilihan-pilihan pasien.
3. Memiliki saran untuk alternatif pilihan.
Saat pasien tidak memiliki pilihan, perawat perlu untuk memberikan alternatif pilihan pada
pasien dan tetap memberi kesempatan pada pasien untuk memilih sesuai keinginannya.
4. Menerima keputusan pasien walaupun keputusan tersebut bertentangan dengan
pengobatannya.
5. Membantu pasien melakukan yang mereka ingin lakukan.
Saat berada di rumah sakit, pasien memiliki banyak keterbatasan dalam melakukan berbagai
hal. Perawat berperan sebagai advokat untuk membantu dan memenuhi kebutuhan pasien
selama dirawat di rumah sakit.
yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan (Ilya Krisnana,dkk, 2016)
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip Fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap
orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia
klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seorang perawat untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya kepada pasien (Krisnana,dkk, 2016)
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasinya. Segala sesuatu
yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika
diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan (Krisnana,dkk, 2016).
2.4.1. Dilema Etik
Dilema Etik adalah situasi yang dihadapi seseorang untuk membuat suatu keputusan
mengenai perilaku yang layak harus di buat (Krisnana,dkk, 2016).
Dilema etik adalah kondisi yang mengharuskan perawat untuk melakukan analisa,
menepis, melakukan sintesa dan menentukan keputusan terbaik bagi pasien. Dilema etik
menempatkan perawat pada kondisi dimana dia harus menimbang, memilah dan menapis
pilihan keputusan yang menjadi sulit diputuskan jika kedua piihan tidak ada yang benar benar
baik ataupun keduanya sama sama baik berdasarkan prinsip etis. Prinsip prinsip etis yang
menjadi bahan pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan etis diantaranya adalah
otonomi, nonmaleficience, beneficience, justice, fidelity dan veracity.(Masruroh H,
2014).Untuk itu diperlukan pengambilan keputusan untuk menghadapi dilema etik tersebut.
Enam pendekatan dapat dilakukan orang yang sedang menghadapi dilema tersebut, yaitu :
1. Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
2. Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta
3. Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi dilema
4. Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilemma
5. Menentukan konsekuensi yang mungkin dari setiap alternatif
6. Menetapkan tindakan yang tepat (Krisnana,dkk, 2016).
Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat, setelah mendapat penjelasan
secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien (Peraturan Menteri Kesehatan No.290 Tahun 2008).
30
31
4.1 Kesimpulan
Etik merupakan kesadaran yang sistematis terhadap prilaku yang dapat
dipertanggung jawabkan. Etik berbicara tentang hal yang benar dan hal yang salah dan
didalam etik terdapat nilai-nilai moral yang merupakan dasar dari prilaku manusia .
Pasien sebagai penerima asuhan keperawatan mempunyai hak yang sama walaupun
sedang dalam kondisi sakit. Dilema etik merupakan bentuk konflik yang terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal dan faktor eksternal. Selain itu,
dilema etik terjadi karena adanya interaksi atau hubungan yang saling membutuhkan.
Penyelesaian dilema etik harus mempunyai kerangka berfikir yang jelas sehingga
keputusan yang diambil dapat memberi kepuasan terhadap semua pihak baik pemberi
dan penerima asuhan keperawatan. Perawat berperan sebagai advokat dan konselor
pasien bila terjadi dilema etik. Sehingga dengan bantuan konseling dan advokasi dari
perawat, pasien dapat memilih pilihan yang terbaik bagi dirinya ketika terjadi dilema.
4.2 Saran
Dalam setiap putusan tindakan keperawatan perawat harus melibatkan pasien atau
keluarga. Putusan yang diambil harus melalui proses analisa dan berdasarkan prinsip etik
yang berlaku. Keputusan etik yang diambil adalah bersifat situasional, dalam arti hal ini
berkenaan dengan tujuan dan kondisi dari kasus itu sendiri. Keputusan etik dibuat
berdasarkan kesepakatan antara pasien dan perawat. Kesepakatan persetujuan antara
pasien dan perawat tentang keputusan tindakan tersebut dapat berupa informed consent,
sehingga terdapat bukti yang kuat bahwa keputusan etik tersebut diambil berdasarkan
kesepakatan bersama. Sebagai konselor dan advocator, perawat harus memberikan
informasi tentang kondisi dan situasi yang terjadi, dan melibatkan pasien dan keluarga
dalam proses pengambilan keputusan dan melindungi hak pasien untuk mendapatkan
perawatan yang menguntungkan dan tidak merugikan pasiennya.
33
DAFTAR PUSTAKA
Anne Dreyer, Reidun Forde, Per Nortvedt. (2011). Ethical decision-making in nursing
homes: Influence of organizational factors. Nursing Ethics.
Bakhtiar. 2013. Aspek Klinis Dan Tatalaksana Gagal Nafas Akut Pada Anak. JKS Volume 3:
173-178
Blais, Kathleen Koenig. (2007). Praktik keperawatan profesional : Konsep dan perspektif (4
ed.). Jakarta: Penerbit buku kedokteran : EGC.
Cahyono. 2008. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran. Jakarta:
Kanisius.
Hamzah. 2016. Rancang Bangun Sistem Informasi Asuhan Keperawatan Bagi Penderita
Pneumonia. Jurnal Sistem Informasi (JSI), Vol. 8, No. 1
Hartholt, K.A., Van der Velde, N., Looman, C.W., Van Lieshout, E.M., Panneman, M.J., et
al., 2010, Trends in fall-related hospital admissions in older persons in the
Netherlands, Arch Intern Med, 170: 905–911
Kartika et al. 2015. Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Penderita Sakit Kronis. Jurnal
Keperawatan Indonesia, Volume 18 No.1.
Kim, Y. (2012). Moral sensitivity relating to the application of the code ethucs. Nejsagepub .
20 (4). 471- 472.
Linasari, Desy. 2017. Bronkopneumonia Anak Pada Program Pendampingan 1000 Hari
Pertama Kehidupan, Studi Kasus. medikakartika.unjani.ac.id
Leuter, C. (2012). Ethical difficulties in nursing, educational needs and attitudes about using
ethics resources. Nedsagepub. 20 (3). 348
Masruroh H, Joko P, Abdul G. (2014). Buku pedoman keperawatan. Yogyakarta: Indoliterasi.
Persatuan perawat indonesia. (2000). Kode etik keperawatan, lambang dan panji PPNI dan
ikrar perawat indonesia. Jakarta : PPNI