Anda di halaman 1dari 8

MANAJEMEN STERILISASI

D. PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN MANUSIA PADA PASIEN

1. Pengaruh Faktor Lingkungan Pada Keselamatan Pasien


 Penerangan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan
ruang. Ruang yang telah dirancang tidak dapat memenuhi fungsinya
dengan baik apabila tidak disediakan akses pencahayaan. Pencahayaan
di dalam ruang memungkinkan orang yang menempatinya dapat
melihat benda-benda. Tanpa dapat melihat benda-benda dengan jelas
maka aktivitas di dalam ruang akan terganggu. Sebaliknya, cahaya
yang terlalu terang juga dapat mengganggu penglihatan (Santosa,
2006).
 Kebisingan
Salah satu bentuk polusi adalah kebisingan (noise) yang tidak
dikehendaki oleh telinga kita. Kebisingan tidak dikehendaki karena
dalam jangka panjang dapat mengganggu ketenangan. Ada 3 aspek
yang menentukan kualitas bunyi yang dapat menentukan tingkat
gangguan terhadap manusia, yaitu :
1. Lama bunyi itu terdengar. Bila terlalu lama dapat menyebabkan
ketulian (deafness).
2. Intensitas biasanya diukur dengan satuan desibel (dB),
menunjukkan besarnya arus energi per satuan luar.
3. Frekuensi suara (Hz), menunjukkan jumlah gelombang suara yang
sampai ke telinga kita per detiknya.
 Suhu Udara
Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan kondisi normal
sistem tubuh dengan menyesuaikan diri terhadap perubahanperubahan
yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan temperatur ruang adalah jika perubahan temperatur luar tubuh
tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi
dingin. Tubuh manusia bisa menyesuaikan diri karena kemampuannya
untuk melakukan proses konveksi, radiasi dan penguapan jika terjadi
kekurangan atau kelebihan panas yang membebaninya.
 Siklus Udara (Ventilation)
Udara disekitar kita mengandung sekitar 21% oksigen, 0,03%
karbondioksida, dan 0,9% campuran gas-gas lain. Kotornya udara
disekitar kita dapat mempengaruhi kesehatan tubuh dan mempercepat
proses kelelahan. Sirkulasi udara akan menggantikan udara kotor
dengan udara yang bersih. Agar sirkulasi terjaga dengan baik, dapat
ditempuh dengan memberi ventilasi yang cukup (lewat jendela), dapat
juga dengan meletakkan tanaman untuk menyediakan kebutuhan akan
oksigen yang cukup (Wignjosoebroto,1995,hal.85).
 Bau-Bauan
Adanya bau-bauan yang dipertimbangkan sebagai “polusi” akan dapat
mengganggu konsentrasi pekerja. Temperatur dan kelembaban adalah
dua faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepekaan
penciuman. Pemakaian air conditioning yang tepat adalah salah satu
cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang
mengganggu sekitar tempat kerja. (Wignjosoebroto, 1995)
 Getaran Mekanis
Getaran mekanis merupakan getaran–getaran yang ditimbulkan oleh
peralatan mekanis yang sebagian dari getaran tersebut sampai ke tubuh
dan dapat menimbulkan akibat– akibat yang tidak diinginkan pada
tubuh kita. Besarnya getaran ini ditentukan oleh intensitas, frekuensi
getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota
tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami apabila frekuensi ini
beresonansi dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan.
Gangguan–gangguan tersebut diantaranya, mempengaruhi konsentrasi,
mempercepat kelelahan, gangguan pada anggota tubuh.
(Wignjosoebroto,1995, hal 87)
2. Pengaruh Faktor Manusia Pada Keselamatan Pasien
 Pentingnya Faktor Manusia pada Keselamatan Pasien Human factor
memeriksa hubungan antara manusia dan sistem dan bagaimana
mereka berinteraksi dengan berfokus pada peningkatan efisiensi,
kreativitas, produktivitas dan kepuasan pekerjaan, dengan tujuan
meminimalkan kesalahan.
 Pengetahuan yang Diperlukan
Istilah human factor atau ergonomik umumnya digunakan
mendeskripsikan interaksi antara tiga aspek saling berhubungan:
individu di tempat kerja, tugas yang dibebankan untuk individu
tersebut, dan tempat kerjanya.
 Hubungan Antara Human Factor Dengan Keslamatan Pasien
Dua factor dengan dampak paling banyak adalah kelelahan dan stress.
Ada bukti ilmiah kuat yang menghubungkan kelelahan dan penurunan
kinerja sehingga menjadikan factor resiko dalam keselamatan pasien.

E. CARA UNTUK MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN

Standar keselamatan pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat
(2) meliputi :

1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

Selanjutnya Pasal 8 Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas mewajibkan setiap


Rumah Sakit untuk mengupayakan pemenuhanSasaran Keselamatan Pasien yang
meliputi tercapainya 6 (enam) hal sebagai berikut:

1. Ketepatan identifikasi pasien


2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-allert)
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi tekait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh

Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, menurut Pasal 9 Peraturan


Menteri Kesehatan tersebut diatas, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari:

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien


2. Memimpin dan mendukung staf
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

F. EBP UNTUK MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN

Evidence Based Practice sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas


pelayanan, keselamatan pasien, keefektifan managemen dalam pengelolaan pelayanan
keperawatan, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya bukti empiris dalam
melaksanakan pelayanan. Evidence Based Practic (EBP) menjadi sangat penting
akhir-akhir ini karena isu patient centered care yang semakin banyak digunakan di
dunia kesehatan dan keperawatan. proses keperawatan yang dimiliki oleh perawat dan
juga petugas kesehatan lainnya di titik beratkan dan berfokus hanya pada kesembuhan
pasien dan semua keputusan yang berhubungan dengan kesehatan dan perawatan
pasien hanya di letakan pada tangan pasien. Artinya, pasien memiliki hak penuh
untuk menentukan nasib perawatan kesehatannya sendiri berdasarkan hasil diskusi
dengan tenaga kesehatan yang professional

G.MENERAPKAN BUDAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT

Dugaan malpraktek yang dilakukan petugas pelayanan kesehatan yang


mengakibatkan pasien mengalami kerugian mulai dari materi, cacat fisik bahkan
sampai meninggal dunia memperlihatkan masih rendahnya mutu pelayanan kesehatan
di rumah sakit. patient safety (keselamatan pasien) belum menjadi budaya yang harus
diperhatikan oleh rumah sakit di Indonesia. Undang-undang Kesehatan no 36 tahun
2009 sudah dengan jelas bahwa rumah sakit saat ini harus mengutamakan
keselamatan pasien diatas kepentingan yang lain sehingga sudah seharusnya rumah
sakit berkewajiban menerapkan budaya keselamatan pasien.

Tidak ada lagi alasan bagi setiap rumah sakit untuk tidak menerapkan budaya
keselamatan pasien karena bukan hanya kerugian secara materi yang didapat tetapi
juga ancaman terhadap hilangnya nyawa pasien. Apabila masih ada rumah sakit yang
mengabaikan keselamatan pasien sudah seharusnya diberi sanksi yang berat baik
untuk rumah sakit maupun petugas pelayanan kesehatan. Beberapa kasus yang terjadi
di Indonesia, pihak rumah sakit bahkan petugas pelayanan kesehatan tidak mendapat
sanksi apapun sehingga menjadikan penegakan hukum kesehatan di Indonesia masih
sangat lemah. Sudah seharusnya apabila terjadi kelalaian bahkan kesengajaan dari
pihak rumah sakit yang mengakibatkan terancamnya keselamatan pasien maka tidak
hanya sanksi internal tetapi juga sudah masuk ke ranah pidana. Inilah yang sampai
saat ini belum berjalan sehingga masyarakat yang dirugikan karena lemahnya
penegakan hukum yang pada akhirnya kasusnya menguap begitu saja.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kenapa budaya keselamatan
pasien belum benar-benar diterapkan di berbagai rumah sakit. Pertama, rendahnya
tingkat kepedulian petugas kesehatan terhadap pasien, hal ini bisa dilihat dengan
masih ditemukannya kejadian diskriminasi yang dialami oleh pasien terutama dari
masyarakat yang tidak mampu. Kedua, beban kerja petugas kesehatan yang masih
terlampaui berat terutama perawat. Perawatlah yang bertanggung jawab terkait
asuhan keperawatan kepada pasien sedangkan disisi lain masih ada rumah sakit yang
memiliki keterbatasan jumlah perawat yang menjadikan beban kerja mereka
meningkat. Selain perawat, saat ini di Indonesia juga masih kekurangan dokter
terutama dokter spesialis serta distribusi yang tidak merata. Ini berdampak pada mutu
pelayanan yang tidak sama di setiap rumah sakit. ketiga, orientasi pragmatisme para
petugas kesehatan yang saat ini masih melekat disebagian petugas kesehatan. Masih
ditemukan para petugas kesehatan yang hanya berorientasi untuk mencari
materi/keuntungan semata tanpa mempedulikan keselamatan pasien. Keempat,
lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap para petugas
kesehatan. Lemahnya pengawasan sendiri dikarenakan beberapa faktor mulai dari
terbatasnya personel yang dimiliki dinas kesehatan sampai rendahnya bargaining
position dinas kesehatan.

Keempat hal tersebut diatas yang setidaknya menjadi penghalang terwujudnya


budaya keselamatan pasien di setiap rumah sakit. jika hal ini tidak segera diselesaikan
maka kasuskasus yang mengancam keselamatan pasien akan terus terjadi sehingga
perlu upaya yang maksimal untuk mewujudkan budaya keselamatan pasien. Mulai
diterapkannya aturan baru terkait akreditasi rumah sakit versi 2012 menjadi sebuah
harapan baru agar budaya keselamatan pasien bisa diterapkan diseluruh rumah sakit
di Indonesia. Selain itu, harus ada upaya untuk meningkatkan kesadaran para pemberi
pelayanan kesehatan tentang pentingnya menerapkan budaya keselamatan pasien
dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan. Dan juga diperlukan sosialisasi yang
masif kepada masyarakat terutama yang akan menggunakan jasa pelayanan kesehatan
untuk meningkatkan pengetahuan serta memperbaiki perilaku mereka dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Upaya-upaya ini harus segera dilakukan agar tidak ada lagi kasus dugaan
malpraktik yang dapat merugikan masyarakat sehingga mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit bisa meningkat. Dengan meningkatkan kepedulian terhadap pasien maka
dengan mudah budaya keselamatan pasien bisa dijalankan. Jangan sampai hanya
karena kesalahan sedikit yang dilakukan oleh rumah sakit bisa berakibat pada
rusaknya citra dunia perumah sakitan di Indonesia dimata internasional.

H. PENYEBAB TERJADINYA ADVERSE EVENTS TERKAIT PROSEDUR


INVASIF

Penyebab Adverse Event Berhubungan Dengan Diagnosa, Pemeriksaan,


Pemberiaan Obat :

1. Diagnosa
 tidak menerapkan pemeriksaan yang tidak sesuai
2. Pemeriksaan
 menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau bertindak
atas hasil pemeriksaan atau observasi
3. pemberiaan obat
 kesalahan sdpada procedure pengobatan
 pelakasanaan terapi yang salah
 metode penggunaan obat yang salah
 keterlambatan dalam merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak
4. kesalahan komunikasi

Anda mungkin juga menyukai