Anda di halaman 1dari 24

PENGENALAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH

Sumber : http://www.muridsufi.web.id/2010/01/pengenalan‐tarekat‐naqsyabandiyah.html

KENAPA PERLU MEMPELAJARI TASAWUF –TAREKAT ?


‫ﻦ‬
ْ‫ﻋ‬ َ ‫ﻋ َﻤ َﺮ‬ ُ ‫ﻲ‬ َ‫ﺿ‬ ِ ‫ﷲ َر‬ ُ ‫ﻋ ْﻨ ُﻪ ا‬
َ ‫ل َأﻳْﻀًﺎ‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬: ‫ﻦ َﺑ ْﻴ َﻨﻤَﺎ‬ ُ‫ﺤ‬ ْ ‫س َﻧ‬ ٌ ‫ﺟُﻠ ْﻮ‬ُ ‫ﻋ ْﻨ َﺪ‬ ِ ‫ل‬ ِ ‫ﺳ ْﻮ‬ ُ ‫ﷲ َر‬ ِ ‫ﺻَﻠّﻰ ا‬ َ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ا‬ َ ‫ﺳَّﻠ َﻢ‬ َ ‫ت َو‬ َ ‫َﻳ ْﻮ ٍم ذَا‬
‫ﻃَﻠ َﻊ ِإ ْذ‬
َ ‫ﻋَﻠ ْﻴﻨَﺎ‬ َ ‫ﻞ‬ ٌ‫ﺟ‬ ُ ‫ﺷ ِﺪ ْﻳ ُﺪ َر‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ب َﺑﻴَﺎ‬ ِ ‫ﺷ ِﺪ ْﻳ ُﺪ اﻟ ِّﺜﻴَﺎ‬َ ‫ﺳﻮَا ِد‬ َ ،ِ‫ﺸ ْﻌﺮ‬ َّ ‫ﻻ اﻟ‬ َ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ُﻳﺮَى‬ َ ‫ َأ َﺛ ُﺮ‬،ِ‫ﺴ َﻔﺮ‬ َّ ‫ﻻ اﻟ‬ َ ‫ِﻣ َﻨّﺎ َﻳ ْﻌ ِﺮ ُﻓ ُﻪ َو‬
،ٌ‫ﺣﺪ‬ َ ‫ﺣ َﺘّﻰ َأ‬ َ ‫ﺲ‬ َ ‫ﺟَﻠ‬ َ ‫ﻲ ِإﻟَﻰ‬ ِّ ‫ﺳ َﻨ َﺪ ملسو ﻩيلع ﻩللا ىلص اﻟ َّﻨ ِﺒ‬ ْ ‫ﺿ َﻊ ُر ْآ َﺒ َﺘ ْﻴ ِﻪ ِإﻟَﻰ ُر ْآ َﺒ َﺘ ْﻴ ِﻪ َﻓَﺄ‬ َ ‫ﻋﻠَﻰ َآ َّﻔ ْﻴ ِﻪ َو َو‬ َ
‫ﺨ َﺬ ْﻳ ِﻪ‬
ِ ‫ل َﻓ‬ َ ‫ َوﻗَﺎ‬: ‫ي‬ َ ‫ﺤ َﻤّﺪ ا‬ َ ‫ﺧ ِﺒ ْﺮﻧِﻲ ُﻣ‬ ْ ‫ﻦ َأ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ،ِ‫ﻼم‬ َ‫ﺳ‬ْ‫ﻹ‬ ِ ‫ل ْا‬ َ ‫ل َﻓﻘَﺎ‬ُ ‫ﺳ ْﻮ‬
ُ ‫ﷲ َر‬ ِ ‫ ملسو ﻩيلع ﻩللا ىلص ا‬: ‫ﻼ ُم‬ َ‫ﺳ‬ ِ‫ﻹ‬ِ ‫ْا‬
‫ن‬
ْ ‫ﺸ َﻬ َﺪ َأ‬
ْ ‫ن َﺗ‬ ْ ‫ﻻ َأ‬َ ‫ﻻ ِإَﻟ َﻪ‬ َّ ‫ﷲ ِإ‬ ُ ‫نا‬ َّ ‫ﺤ َّﻤﺪًا َوَأ‬َ ‫ل ُﻣ‬ ُ ‫ﺳ ْﻮ‬ ُ ‫ﷲ َر‬ ِ ‫ﻼ َة َو ُﺗ ِﻘ ْﻴ َﻢ ا‬َ‫ﺼ‬ َّ ‫ﻲ اﻟ‬ َ ‫ﺼ ْﻮ َم اﻟ َﺰّآَﺎ َة َو ُﺗ ْﺆ ِﺗ‬ ُ ‫ن َو َﺗ‬ َ ‫َر َﻣﻀَﺎ‬
‫ﺞ‬
َّ ‫ﺤ‬ُ ‫ن َﺒ ْﻴﺖَا ْﻟ َو َﺗ‬ِ ‫ﺖ ِإ‬َ ‫ﻄ ْﻌ‬ َ ‫ﺳ َﺘ‬ ْ ‫ﻼ ِإَﻟ ْﻴ ِﻪ ا‬ً ‫ﺳ ِﺒ ْﻴ‬
َ ‫ل‬َ ‫ ﻗَﺎ‬: ،َ‫ﺻ َﺪ ْﻗﺖ‬ َ ‫ﺠ ْﺒﻨَﺎ‬ ِ ‫ﺴَﺄُﻟ ُﻪ َﻟ ُﻪ َﻓ َﻌ‬ ْ ‫ َﻳ‬،ُ‫ﺼ ِّﺪ ُﻗﻪ‬ َ ‫ل َو ُﻳ‬ َ ‫ﻗَﺎ‬: ‫ﺧ ِﺒ ْﺮﻧِﻲ‬ ْ ‫ﻦ َﻓَﺄ‬
ِ‫ﻋ‬ َ
‫ن‬
ِ ‫ﻹ ْﻳﻤَﺎ‬ ِ ‫ل ْا‬ َ ‫ ﻗَﺎ‬: ‫ن‬ ْ ‫ﻦ َأ‬َ ‫ﷲ ُﺗ ْﺆ ِﻣ‬ ِ ‫ﻼ ِﺋ َﻜ ِﺘ ِﻪ ﺑِﺎ‬
َ ‫ﺳِﻠ ِﻪ َو ُآ ُﺘ ِﺒ ِﻪ َو َﻣ‬
ُ ‫ﺧ ِﺮ وَا ْﻟ َﻴ ْﻮ ِم َو ُر‬ ِ ‫ﻦ اﻵ‬ َ ‫ﺧ ﺑِﺎ ْﻟ َﻘ َﺪ ِر َو ُﺗ ْﺆ ِﻣ‬ َ ‫ َو‬. ‫ل‬
َ ‫ﺷ ِّﺮ ِﻩ ْﻴ ِﺮ ِﻩ‬ َ ‫ﻗَﺎ‬
،َ‫ﺻ َﺪ ْﻗﺖ‬ َ ‫ل‬ َ ‫ﺧ ِﺒ ْﺮﻧِﻲ ﻗَﺎ‬ ْ ‫ﻦ َﻓَﺄ‬ِ‫ﻋ‬ َ ،ِ‫ﺣﺴَﺎن‬ ْ‫ﻹ‬ ِ ‫ل ْا‬ َ ‫ﻗَﺎ‬: ‫ن‬ ْ ‫ﷲ َﺗ ْﻌ ُﺒ َﺪ َأ‬ َ ‫ﻚا‬ َ ‫ن َﺗﺮَا ُﻩ َآَﺄ َّﻧ‬ ْ ‫ﻦ َﻟ ْﻢ َﻓِﺈ‬
ْ ‫ك َﻓِﺈ َﻧّ ُﻪ َﺗﺮَا ُﻩ َﺗ ُﻜ‬َ ‫َﻳﺮَا‬
Artinya : Dari Saidina Umar bin Khathab r.a., beliau berkata,”Pada
suatu hari ketika kami bersama-sama Rasulullah SAW, datang
seorang laki-laki berpakaian putih dan rambut hitam, tetapi tidak
nampak tanda-tanda bahwa dia orang musafir dan kami tidak
seorang pun yang kenal dengan orang itu. Dia duduk berhadapan
dengan Nabi dengan mengadu lututnya dengan lutut Nabi dan
meletakkan tangannya di atas pahanya, lalu dia bertanya, "Wahai
Muhammad, coba ceritakan kepadaku tentang Islam. Nabi
menjawab, "Islam ialah engkau mengakui bahwa tiada Tuhan selain
Allah dan Muhammad itu Rasulullah, engkau kerjakan shalat, engkau
kerjakan zakat,engkau lakukan puasa Ramadhan, engkau naik Haji
kalau kuasa.Laki-laki itu menjawab, "Benar"."Kami heran", kata Umar
bin Khathab. Dia bertanya dan dia pula yang membenarkan.
Lalu dia bertanya lagi, "Coba ceritakan tentang Iman !" Nabi
menjawab, "Iman ialah supaya engkau percaya kepada Allah,
malaikatNya, RasulNya, hari akhirat dan percaya dengan takdir baik
dan buruknya”Dia menjawab, "Benar !"
Dia bertanya lagi, "Apa Ihsan itu ?" Nabi menjawab, "Bahwa engkau
menyembah Tuhan seolah-olah engkau melihat-Nya, tetapi kalau
engkau tidak dapat melihat-Nya maka dia melihat akan engkau. "
…(HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dari Hadis tersebut jelaslah terlihat ada 3 (tiga) hal pokok di dalam
Agama Islam, yaitu ISLAM, IMAN dan IHSAN.
Islam yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah yang kita sebut
rukun Islam yang lima, sasarannya adalah syari’at lahir. Ilmu dalam
Agama Islam yang membahas kaidah-kaidah dan ketentuan syariat
ibadah secara lahiriah, baik secara hablum minallah maupun hablum
minannas adalah ilmu fikih.
Iman yang dimaksud dalam hadis di atas adalah yang kita sebut
rukun Iman yang enam, sasarannya adalah I’tikad, keyakinan. Ilmu
yang membahas tentang itu adalah Ushuluddin atau ilmu kalam, bila
khusus membahas tentang Ketuhanan disebut pula dengan Ilmu
Tauhid.
Ihsan yang dimaksud di atas itu sasarannya adalah batin rohaniyah.
Untuk menjalankan rukun Islam serta meningkatkan keimanan itulah
diperlukan Ihsan, agar Allah senantiasa hadir di dalam hidup dan
kehidupan, baik di dalam beribadah secara umum apalagi beribadah
secara khusus seperti menjalankan kelima rukun Islam tersebut.
Untuk mendalami Ihsan itulah dipelajari lewat Ilmu Tasawuf. Untuk
mengamalkan Tasawuf itulah diperlukan adanya Tarekat.
Banyak orang yang belum begitu paham tentang apa itu Tasawuf dan
apa itu Tarekat. Konsekuensinya, kalau anda ingin mempelajari
Tasawuf, pasti anda mengambil Tarekat. Sebab, pengamalan
Tasawuf ada di dalam berbagi Tarekat- kalau bukan Tarekat yang
sudah mapan, maka Tarekat anda sendiri. Bila Tasawuf hanya
diartikan sebagai banyak berpuasa, tidak mau diajak korupsi, atau
hanya diartikan sebagai suatu sikap keilmuan, orang memang tidak
usah ikut Tarekat atau tidak perlu mengambil salah salah satu
bentuk Tarekat. Akan tetapi, bila Tasawuf sudah mencapai
pengertian Riyaadhah (latihan dengan menempuh berbagai tingkatan
tertentu), orang harus mengambil tarekat. Harus ada bentuknya, apa
pun namanya –Naqsyabandiyah, Qadiriyah dan sebagainya.
Keterangan ini penting bila anda menghadapi anggapan orang bahwa
Tarekat atau Tasawuf bukan ajaran Islam. Misalnya, bila ada orang
yang menganggap bahwa Tarekat atau Tasawuf itu adalah bid’ah,
anda dapat mengatakan bahwa sebelum menjadi rasul pun, Nabi
Muhammad sudah menjadi seorang Sufi. Para sahabat yang tinggal di
shuffah pun ternyata tidak diusir oleh Nabi saw. Bahkan, Nabi saw
meminta para sahabat lain untuk membantu memberi makan
mereka.
Ada sebuah riwayat riwayat yang menuturkan bahwa Imam Al-
Ghazali mula-mula adalah seorang fakih (ahli fikih) sekaligus filosof
yang tidak tertarik pada Tasawuf. Pada suatu waktu ia menjadi
Imam di mesjid. Al-Ghazali mempunyai adik yang bernama Ahmad.
Ahmad hampir tidak pernah berjema’ah di belakang Al-Ghazali.
Suatu hari, Ahmad shalat juga menjadi makmum di belakang Al-
Ghazali. Akan tetapi, di pertengahan shalat Ahmad kemudian
munfarid-melepaskan diri dari shalat shalat berjemaah yang diimami
Al-Ghazali. Sesudah selesai shalat, orang-orang menduga ada konflik
antara dua saudara ini. Ketika Al-Ghazali bertanya, “Mengapa
engkau tadi munfarid?” Ahmad menjawab,”Pada rakaat kedua tadi,
aku melihat badanmu penuh darah. Oleh sebab itu, aku
menghentikan shalatku, dan aku shalat sendirian. Aku tidak tahan
melihat darah”. Al-Ghazali tersentak, sebab tepat pada rakaat
kedua, ia tiba-tiba teringat pada buku fikih yang sedang ditulisnya
dan kebetulan, sampai pada bab tentang Haid dan Nifas. Anda boleh
percaya atau tidak. Akan tetapi,”melihat darah” adalah sebuah
fenomena batiniyah. Untuk mengetahui yang batiniah itu ada
methodenya itulah disebut Tasawuf, khususnya lagi adalah tarekat.
Jadi Tasawuf adalah suatu ilmu untuk mengetahui atau memperoleh
pengetahuan yang tidak diperoleh melalui pengamatan empiris atau
penalaran akal, tetapi diperoleh melalui latihan-latihan ruhani.
TAREKAT NAQSYABANDIYAH PIMPINAN PROF.DR.H. SAIDI SYEKH
KADIRUN YAHYA
TAREKAT NAQSYABANDIYAH
Tarekat ini dimasyhurkan oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin
Al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi q.s. (silsilah ke-15). Beliau
dilahirkan di Qashrul ‘Arifan, Bukhara, Uzbekistan tahun 717 - 791 H
/ 1318 - 1389 M, yang kemudian terkenal dengan nama Bahauddin
Naqsyabandi. Beliau mendapat sebutan Naqysabandi yang berarti
lukisan, disebabkan Saidi Syekh Naqsyabandi sangat pandai
melukiskan kehidupan yang ghaib-ghaib kepada muridnya. Syekh
Naqsyabandi lahir dari lingkungan keluarga sosial yang baik dan
kelahirannya disertai oleh kejadian yang aneh. Menurut satu riwayat,
jauh sebelum tiba waktu kelahirannya sudah ada tanda-tanda aneh
yaitu bau harum semerbak di desa kelahirannya itu. Bau harum itu
tercium ketika rombongan Syekh Muhammad Baba As Samasi q.s.
(silsilah ke-13), seorang wali besar dari Sammas (sekitar4 km dan
Bukhara), bersama pengikutnya melewati dasa tersebut. Ketika itu
As Samasi berkata, "Bau harum yang kita cium sekarang ini datang
dari seorang laki-laki yang akan lahir di desa ini".Sekitar tiga hari
sebelum Naqsyabandi lahir, wali besar ini kembali menegaskan
bahwa bau harum itu semakin semerbak.
Setelah Naqsyabandi lahir, dia segera dibawa oleh ayahnya kepada
Syekh Muhammad Baba As Samasi yang menerimanya dengan
gembira.As Samasi berkata, "Ini adalah anakku, dan menjadi saksilah
kamu bahwa aku menerimanya". Naqsyabandi rajin menuntut ilmu
dan dengan senang hati menekuni tasawuf. Dia belajar tasawuf
kepada Muhammad Baba Assamasi ketika beliau berusia 18 tahun.
Untuk itu beliau bermukim di Sammas dan belajar di situ sampai
gurunya (Syekh As Samasi) wafat. Sebelum Syekh As Samasi wafat,
beliau mengangkat Naqsyabandi sebagai khalifahnya. Setelah
gurunya wafat, dia pergi ke Samarkand, kemudian pulang ke
Bukhara, setelah itu pulang ke desa tempat kelahirannya.
Setelah belajar dengan Syekh Baba As Samasi, Naqsyabandi belajar
ilmu Tarikat kepada seorang wali quthub di Nasyaf, yaitu Syekh As
Sayyid Amir Kulal q.s. (silsilah ke-14).
Syekh Amir Kulal q.s. (772 H/ 1371 M) adalah salah seorang khalifah
Muhammad Baba As Samasi. Dari Syekh Amir Kulal inilah Naqsyabandi
menerima statuta sebagai Ahli Silsilah, sebagai Syekh Mursyid
tarekat yang dikembangkannya.
Meskipun Naqsyabandi belajar tasawuf dari Syakh Muhammad BabaAs
Samasi, dan tarekat yang diperolehnya dari Syekh Amir Kulal juga
berasal dari Syekh As Samasi, namun Tarekat Naqsyabandiyah tidak
persis sama dengan tarekat As Samasi. Zikir Syekh Muhammad Baba
AsSamasi diucapkan dengan suara keras bila dilaksanakan pada
waktu zikir berjamaah, namun bila sendiri-sendiri tetap zikir qalbi,
sedangkan zikir Tarekat Naqsyabandiyah adalah zikir qalbi, yaitu
diucapkan tanpa suara, baik sendiri-sendiri maupun berjamaah. Zikir
Syekh Naqsyabandi sama dengan zikir Syekh Abdul Khalik Fajduani
q.s. (Silsilah ke-9), salah seorang khalifah Syekh Abu Yaqub Yusuf al
Hamadani (silsilah ke-8). Menurut salah satu riwayat, Syekh Abdul
Khalik Fajduani mengamalkan pendidikan Uwais Al Qarni yang
melaksanakan zikir qalbi tanpa suara.
Sesungguhnya zikir Tarekat Naqsyabandiyah ini pada awalnya
dikembangkan oleh Syekh Abu Yaqub Yusuf Al-Hamadani q.s.( silsilah
ke-8), wafat 353 h / 1140 M. Al Hamadani adalah seorang sufi yang
hidup sezaman dengan Syekh Abdul Qadir Jaelani q.s. (470 H – 561 H
/ 1077 M - 1166 M), seorang tokoh sufi dan wali besar. Syekh Al
Hamadani mempunyai dua orang khalifah utama yaitu Syekh Abdul
Khalik Fajduani q.s. (silsilah ke-9) wafat 1220 M dan Syekh Ahmad
Al-Yasawi (wafat 562 H / 1169 M). Syekh Abdul Khalik Fajduani q.s
inilah yang meneruskan silsilah tarekat ini sampai dengan Syekh
Bahauddin Naqsyabandi. Adapun Syekh Ahmad Al Yasawi kemudian
mendirikan Tarekat Yasawiyah di Asia Tengah yang kemudian
menyebar ke daerah Turki dan di daerah Anatolia Asia Kecil.
Abdul Khalik Fajduani q.s. menyebar luaskan ajaran tarekat ini ke
daerah Transoksania di Asia Tengah. Abdul Khalik Fajduani yang
taraketnya bernama Tarekat Khwajakhan menetapkan 8 (delapan)
ajaran dasar tarekatnya, yang kemudian ditambah 3 (tiga) ajaran
dasar lagi oleh Syekh Bahauddin Naqsyabandi.
Dalam perjalanan hidupnya, Syekh Naqsyabandi pernah bekerja
untuk Sultan Khalil, penguasa Samarkand dan memberikan andil yang
besar sekali dalam membina masyarakat menjadi makmur sehingga
pemerintahan Sultan Khalil menjadi terkenal. Setelah Sultan Khalil
wafat (1347 M), AnNaqsyabandi pergi ke Zerwatun (Khurasan) dan
hidup sebagai sufi yang zuhud, sambil melakukan amal kebaikan
untuk umat manusia dan binatang selama 7 tahun.
Pencatatan segala perbuatan dan amalnya dilakukan dengan baik
oleh Saleh bin al-Mubarak, salah seorang muridnya yang setia.
Himpunan catatan tersebut dimuat dalam sebuah karya berjudul
“Maqamaat Sayyidina Syah Naqsyaband".
Pusat perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah ini pertama kali
berada di daerah Asia Tengah. Ketika tarekat ini dipimpin oleh Syekh
Ubaidullah AlAhrar q.s. (silsilah ke-18) hampir seluruh wilayah Asia
Tengah mengikuti Tarekat Naqsyabandiyah. Atas hasil usaha keras
dari Syekh Al Ahrar, tarekat ini berkembang meluas sampai ke Turki
dan India, sehingga pusat-pusat tarekat ini berdiri di kota maupun
daerah, seperti di Samarkand, Merv, Chiva, Tashkent, Harrat,
Bukhara, Cina, Turkestan, Khokand, Afghanistan, Iran, Baluchistan
dan India.
Syekh Muhammad Baqi Billah q.s. (silsilah ke-22) yang bermukim di
Delhi India, sangat berjasa dalam mengembangkan dan membina
tarekat ini. Sejumlah murid Syekh Baqi Billah seperti Syekh Murad
bin Ali Bukhari mengembangkan tarekat ini ke wilayah Suria dan
Anatolia pada abad ke-17. Muridnya yang lain yaitu Syekh Tajuddin
bin Zakaria menyebarkan tarekat ini ke Makkatul Mukarramah,
sedangkan Syekh Ahmad Abu AlWafah bin Ujail ke daerah Yaman dan
Syekh Ahmad bin Muhammad Dimyati ke daerah Mesir.
Sekitar tahun 1837, Tarekat Naqsyabandiyah pun berkembang di
Saudi Arabia dan berpusat di Jabal Qubays Mekkah. Dari Jabal
Qubays inilah mulai dari Saidi Syekh Sulaiman Zuhdi q.s. (silsilah ke-
32), dilanjutkan Saidi Syekh Ali Ridla q.s. (silsilah ke-33), kemudian
ketika sampai pada Saidi Syekh Muhammad Hasyim al Khalidi q.s.
(silsilah ke-34) masuk ke Indonesia. Dari Saidi Syekh Muhammad
Hasyim turun statuta Ahli Silsilah Syekh Mursyid kepada Saidi Syekh
Kadirun Yahya MuhammadAmin Al Khalidi q.s. (silsilah ke-35).
SILSILAH DAN PERUBAHAN NAMA TAREKAT NAQSYANDIYAH
SILSILAH
Seorang murid atau salik hendaklah mengambil seorang Syekh
Mursyid sebagai guru dan pembimbing rohaninya, baik secara syariat
maupun hakikat. Seorang Syekh Mursyid menerima ijazah dari Syekh
Mursyidnya terus sambung menyambung sampai kepada junjungan
Kita Muhammad SAW yang menerima ajaran ini dari malaikat Jibril
a.s yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Di dalam Tarekat Naqsyabandiyah, urutan silsilah ini harus jelas jelas
sambung menyambung Syekh Mursyidnya, dan ini adalah amat
penting dan menentukan. Seorang Syekh Mursyid menerima ijazah
dari Mursyid sebelumnya dan demikian pula Syekh Mursyid
pendahulunya menerimanya dari Syekh Mursyid sebelumnya. Ijazah
inilah yang menentukan sehingga dia berhak menerima statuta
Waliyam Mursyida, Syekh Mursyid yang kamil mukammil.
Pada Tarekat Naqsyabandiyah, silsilah Prof. Dr. H. S.S.Kadirun Yahya
adalah Syekh Mursyid yang ke-35. Allah SWT mengutus malaikat Jibril
a.s. untuk menyampaikan rahasia yang amat halus kemudian
menempatkannya pada tempat yang amat suci, yang kemudian
menjadi hamba-Nya yang sempurna dan kekasih-Nya yang utama,
yaitu Nabi Muhammad SAW. Pada usia 40 (empatpuluh) tahun,
Muhammad diangkat menjadi Rasul dan dinyatakan sepenuhnya
bahwa Muhammad itu adalah abduhu wa rasuluhu menjadi hamba
dan Rasul-Nya.
Pada waktu menerima wahyu yang pertama di Gua Hira’ Jabal Nur,
selain menerima wahyu pertama, yaitu surat Al ‘Alaq ayat 1 sampai
dengan ayat 5, bersamaan dengan itu pula ditalqinkan ke dalam
batin Rasulullah lafzul jalalah, rahasia yang amat sangat halus dan
merupakan inti Al Qur’an seluruhnya. Rahasia yang amat sangat
halus inilah yang merupakan jalan untuk berhubungan langsung
kepada Allah Azzawajala yang diamalkan oleh Rasulullah SAW. Pada
masa Rasulullah amalan ini dinamakan Tarikatus Sirriyah. Tarikatus
Sirriyah inilah yang diturunkan oleh Rasulullah kepada para
sahabatnya, termasuk kepada sahabat utamanya Sayyidina Abu Bakar
Siddiq r.a. Inilah cikal bakal ajaran dan amal Tarekat
Naqsyabandiyah.
Silsilah lengkap Tarekat Naqsyabandiyah yang dipimpin oleh Prof. Dr.
H. S. S.Kadirun Yahya bermula dari Allah SWT mengutus Malaikat
Jibril Alaihis Salam untuk mentalqinkan rahasia yang amat sangat
halus kepada hamba-Nya yang amat suci, kekasih-Nya yang utama,
yaitu Nabi Muhammad SAW, dan dari Nabi Muhammad SAW turun
kepada :
1) Sayyidina Abu Bakar Siddiq radiyallahu ta’ala anhu (r.a.). GelarAs-
Siddik yang berarti benar dan membenarkan kebenaran, dan
melaksanakan kebenaran itu dalam perkataan dan perbuatan, lahir
maupun batin. Beliau adalah khalifah pertama dari Khulafaur -
Rasyidin. Dari beliau turun kepada,
2) Sayyidina Salman Al-Farisi r.a. Beliau adalah murid utama
Sayyidina Abu Bakar dan terkenal sebagal tokoh sufi dan tokoh Ilmu
Alam, Ilmu Falak yang kenamaan. Dari beliau turun kepada,
3) Al Imam Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar As Siddiq
r.a. Dari beliau turun kepada,
4) Al Imam Sayyidina Ja’far As Shadiq r.a. Imam Ja’far adalah anak
cucu Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Siddik ra. Beliau
terkenal sebagai ahli kesusasteraan dan ahli hukum dan karena
keahliannya itu, serta kebenaran dan kesuciannya, menyebabkan dia
sangat dihormati. Dari beliau turun kepada,
5) Al ‘Arif Billah Sultanul Arifin Asy Syekh Thaifur bin Isa bin Adam
bin Sarusyan, yang dimashurkan namanya dengan AsySyekh Abu Yazid
Al—Busthami quddusa sirruhu (q.s.). Gelar Sultanul Arifin berarti
imam besar, orang yang mengatahui, imam tasawuf, pemimpin besar
yang pertama dalam tarekat keturunan Sayyidina Abu Bakar Siddiq
r.a. Dari beliau turun kepada,
6) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abul Hasan Ali bin Abu Ja’far AlKharqani
q.s. Keistimewaannya dia sangat kasih kepada Allah dan Rasul-Nya,
dan dari beliau turun kepada penghulu sekalian quthub. Dari beliau
turun kepada,
7) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abu Ali Al-Fadhal bin Muhammad Aththusi
AlFarimadi q.s. Dari beliau turun kepada wali Allah,
8) Al ‘Arif billah Asy Syekh Abu Yakub Yusuf AI-Hamadani bin Ayyub
bin Yusuf bin AI-Husain q.s. Nama lain beliau adalah Abu Ali As
Samadani. Dari beliau turun kepada wali Allah, yaitu:
9) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abdul Khaliq AI-Fajduwani Ibnu Al-Imam
Abdul Jamil q.s. Beliau itu nasabnya sampai kepada Al-Imam Malik
bin Anas ra. Dari beliau turun kepada quthub penghulu sekalian wali
Allah, yaitu,
10) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Ar Riwikari q.s. Dari beliau turun kepada
hamba Allah, kepala daripada sekalian guru-guru, yaitu,
11) Al ‘Arif Billah Asy Syekh MahmudAl-Anjir Faghnawi q.s. Beliau
adalah aulia Allah yang mempunyai sifat dan perangai sempurna
dalam menuntut ridla Allah dan sempurna abdinya kepada Allah azza
wajalla. Dari beliau turun kepada wali yang sangat kasih akan
Tuhannya yang ghani, yaitu,
12) Al ‘Arif Billah Asy Syekh AliAr Ramitani, yang dimasyhurkan
namanya dengan AsySyekh Azizan q.s. Dari beliau turun kepada
murid yang sangat tinggi ilmu tarikat dan makrifatnya. Dari beliau
turun kepada penghulu sekalian wali Allah, yaitu,
13) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Baba As Samasi q.s.Beliau
adalah seorang aulia Allah dari keturunan Tionghoa. Beliau
senantiasa mujahadah dan musyahadah kepada Tuhan dan beliau
adalah penghulu dari sekalian wali-wali Allah. Syakh Muhammad
Baba As Samasi q.s hidup dalam satu zaman dengan Asy Syakh Ali Ar
Ramitani dan dengan Syekh Abdul Qadir Jaelani q.s. Dari beliau
turun kepada raja yang besar lagi sayyid, kepala sekalian guru-guru,
yaitu,
14) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Sayyid Amir Kulal bin Sayyid Hamzah q.s.
Syekh Sayyid Amir Kulal adalah raja di tanah Arab yang besar dan dia
bergelar sayyid mempunyai keturunan bangsawan, dan beliau adalah
guru hakikat dan makrifat. Dari beliau turun kepada wali Allah yang
masyhur keramatnya dan makmur, ialah imam Tarikat
Naqsyabandiyah yang terkenal namanya dengan Syah Naqsyabandy,
yaitu,
15) Al ‘Arif Billah Asy Syekh As Sayyid Bahauddin Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad Asy Syarif Al Husaini Al Hasani Al Uwaisi
Al Bukhari q.s. Beliau meletakkan dasar-dasar zikir qalbi yang sirri,
zikir batin qalbi yang tidak berbunyi dan tidak bergerak, dan beliau
meletakkan kemurnian ibadat semata-mata lillaahi ta’ala, tergambar
dalam do’a beliau yang diajarkan kepada murid-muridnya "Ilahii anta
makshuudii waridhaaka mathluubii". Secara murni meneruskan
ibadat Thariqatus Sirriyah zaman Rasulullah, Thariqatul Ubudiyah
zaman Abu Bakar Siddiq dan Thariqatus Siddiqiyah zaman Salman al
Farisi. Beliau amat masyhur dengan keramat-keramatnya dan
makmur dengan kekayaannya, lagi terkenal sebagai wali akbar dan
wali quthub yang afdhal, yang amat tinggi hakikat dan makrifatnya.
Dari murid-muridnya dahulu sampai dengan sekarang, banyak
melahirkan wali-wali besar di Timur maupun di Barat, sehingga
ajarannya meluas ke seluruh pelosok dunia. Beliau pulalah yang
mengatur pelaksanaan iktikaf atau suluk dari 40 (empat puluh) hari
menjadi 10 (sepuluh) hari, yang dilaksanakan secara efisien dan
efektif, dengan disiplin dan adab suluk yang teguh. Dan dari beliau
turun kepada,
16) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Al-Bukhari Al-Khawarizumi
yang dimashurkan dengan namanya Asy Syekh Alaudin AI-Aththar q.s.
Dari beliau turun kepada waliullah, yaitu :
17) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Ya’qub Al-Jarkhiq.s. Dari beliau turun
kepada wali yang agung, yaitu :
18) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al-Ahrar
AsSamarqandi bin Mahmud bin Sihabuddin q.s. Dari beliau turun
kepada raja yang saleh, ialah kepala sekalian guru-guru, yaitu :
19) Al ‘Arif Billah Asy Syekh MuhammadAz Zahid q.s. Dari beliau
turun kepada anak saudara perempuannya yang mempunyai kerajaan
yang besar dan martabat yang tinggi, yaitu :
20) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Darwis Muhammad Samarqandi q.s. Dari
beliau turun kepada anaknya ialah seorang raja yang besar, yang adil
lagi pemurah, lagi lemah lembut perkataannya, yaitu :
21) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Al-Khawajaki Al-Amkani As
Samarqandi q.s. Dari beliau turun kepada wali Allah yang quthub,
yaitu ;
22) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muayyiddin Muhammad Al-Baqi Billah
q.s. Dari beliau turun kepada anak cucu Amirul Mukminin Sayyidina
Umar Al Faruq r.a, yaitu ;
23) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Akhmad Al-Faruqi As Sirhindi q.s.,yang
mashur namanya, yang terkenal denganAl Imam ArRabbani Al-
Mujaddid Alf Fassami. Dari beliau turun kepada anaknya yang tempat
kepercayaannya, yang menaruh rahasianya, yang masyhur namanya,
yaitu;
24) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Ma ’sum q.s. Dari beliau
turun kepada anaknya, yaitu Sultanul Aulia, yaitu :
25) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Muhammad Saifuddin q.s. yang
bercahaya zahiriah dan batiniahnya. Dari beliau turun kepada Sayyid
Syarif yang gilang gemilang cahayanya, sebab nyata zat dan sifat,
yaitu ;
26) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Asy Syarif Nur Muhammad Al-Badwani
q.s. Dari beliau turun kepada wali Allah yang tinggi pangkatnya,
nyata keramatnya, yaitu :
27) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Syamsuddin Habibullah Jani Janani
MuzhirAl-‘Alawi q.s. Dari beliau turun kepada kepala sekalian guru-
guru, kepala sekalian khalifah dan penghulu sekalian wali Allah,
yaitu;
28) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Abdullah Ad Dahlawi q.s. dan adalah
Syekh Abdullah itu nasabnya sampai kepada Amirul Mukminin
Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhahu. Dari beliau turun
kepada;
29) Al ‘Arif Billah Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al-UtsmaniAl-
Kurdi q.s. Beliau adalah anak cucu amirul mukminin Sayyidina Usman
bin Affan r.a. Beliau adalah Syekh yang mashur, ahli Tarekat
Naqsyabandiyah yang fana fillah, lagi baqa billah, yang pada masa
suluk menjadi penghulu sekalian khalifah. Dari beliau turun kepada
wali Allah yang zuhud akan dunia dan sangat kasih akan zat Allah
ta'ala, ialah kepala sekalian guru-guru di dalam negeri Makkah al
Musyarrafah, yaitu hamba Allah,
30) Al ‘Arif Billah Sirajul Millah Waddin Asy Syekh Abdullah Al Afandi
q.s. Dari beliau turun kepada penghulu sekalian khalifah yang
mempunyai keramat yang nyata, yaitu ;
31) Al ‘Arif Billah Asy Syekh Sulaiman Al Qarimi q.s. Dari beliau turun
kepada menantunya yang alim lagi Saleh, yang Senantiasa tafakkur
dan muraqabah, baqa billah siang dan malam kepada Tuhan khaliqul
‘alam, dan dari beliau nyata kebesarannya serta kemuliaannya, dan
adalah penghulu sekalian khalifah dan ikutan sekalian orang yang
suluk, yaitu;
32) Mursyiduna, warabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi
Syekh Sulaiman Az Zuhdi q.s. Dari beliau turun kepada anaknya yang
alim lagi Saleh, yang senantiasa tafakkur dan muraqabah, baqa
billah siang dan malam dan ikutan Sekalian orang yang Suluk, yaitu ;
33) Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi
Syekh Ali Ridha q.s. Ketika meletus perang dunia ke-II di Eropa di
sekitar tahun 1937 Ali Ridha q.s. meninggalkan Mekkah menuju
Baghdad dan kemudian ke India dan di sana dia meninggal dunia. Ali
Ridha q.s. adalah ahli tasawuf dan Syekh Tarekat Naqsyabandiyah
yang sangat pintar dan alim, seorang sufi yang masyhur. Kasih
sayangnya penuh ditumpahkan kepada muridnya yang kemudian
menjadi khalifah Rasul yang ke-34 Seorang berkebangsaan Indonesia.
Dari beliau turun kepada muridnya yang menambahi Allah Ta’ala
akan sucinya, dan meninggikan Allah Ta’ala akan derajatnya, dan
kuat melalui jalan kepada Allah Ta’ala, maka melapangkan dan
melebihi Allah Ta’ala baginya, karena menambahi Salam berkhidmat
akan Allah Ta’ala, dan memberi bekas barang siapa menuntut jalan
kepada Allah ta’ala kepadanya. Kemudian meninggikan Allah Ta’ala
atas orang yang hidup akan menambahi yakin zikir yang batin dan
mengesakan yang dikenal bagi yang kaya dan miskin dan menjadikan
Allah Ta’ala bagi orang yang suluk dengan Tarikatul Ubudiyah dan
Naqsyabandiyah, amanat suci Allah Ta’ala dan menyembunyikan dia
sebagai walinya yang pilihan, yaitu :
34) Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi
Syekh Muhammad Hasyim Al Khalidi q.s. Guru pertama beliau adalah
Saidi Syekh Sulaiman Hutapungkut di kota Nopan, Tapanuli Selatan.
Sebagai kelanjutan dari pendidikannya, Syekh Muhammad Hasyim
berguru dan menerima Ijazah syekh dari Syekh Ali Ar Ridha q.s di
Jabal Qubis Mekkah. Setelah kembali ke Indonesia, beliau menetap
di Buayan, Sumatera Barat. Selama di Jabal Qubis Mekkah dengan
tekun menuntut dan mengamalkan Tarekat Naqsyabandiyah,
mendalami syariat dan hakikat serta memperoleh makrifat. Pada
kesempatan itu pula beliau berpuluh-puluh kali berziarah ke makam
Rasulullah SAW dan melaksanakan ibadat haji.Sebagai seorang
perintis kemerdekaan, beliau juga pernah dibuang ke Boven Digul
dan menjadi penasehat beberapa pembesar Indonesia dalam perang
kemerdekaan. Beliau meninggal dalam usia lanjut, yaitu 90 tahun.
Beliau lahir pada tahun 1864 dan maninggal tahun 1954.Dari beliau
turun kepada muridnya yang pilihan yang sangat kasih akan gurunya,
akan Allah SWT dan Rasul-Nya, yang kuat menjalani jalan hakikat
dan kuat mengarjakan jalan berkhidmat, yang dikenal oleh orang
banyak sebagal seorang tabib besar, yang mengobati orang banyak,
dari penyakit batin dan zahir dengan kekuatan zikrullah, dan
menjadi ikutan dari segala orang yang terpelajar yang suluk, yang
bertarikat dengan Tarekat Naqsyabandiyah Mujaddidiyah Khalidiyah,
yaitu :
35) Mursyiduna, wa rabiituna, wa maulana, Al ‘Arif Billah Sayyidi
Syekh Kadirun Yahya Muhammad Amin Al Khalidi q.s.
PERUBAHAN NAMA TAREKAT NAQSYABANDIYAH
Sebagaimana telah diterangkan bahwa silsilah Tarekat
Naqsyabandiyah bersambung mulai dari Rasulullah kepada Sayyidlna
Abu Bakar Siddiq ra., kepada Sayyidina Salman Al Farisi ra., dan
seterusnya sampai dengan ahli silsilah yang terakhir. Walaupun inti
ajaran pokoknya adalah sama, yaitu zikrullah, namun nama-nama
tarekatnya berbeda antara pada satu periode ke periode
selanjutnya. Nama-nama itu adalah sebagai berikut:
1) Pada masa periode Rasulullah SAW dinamakan dengan Thariqatus
Sirriyah, karena halus dan tingginya peramalan ini.
2) Pada masa periode Abu Bakar Siddiq r.a. dinamakan dengan
Thariqatul Ubudiyah, karena beliau melihat kesempurnaan
pengabdian Nabi Muhammad SAW sepenuhnya kepada Allah SWT dan
untuk-Nya baik lahir maupun batin.
3) Pada masa periode Salman al Farisi r.a. sampai dengan periode
Syekh Thaifur Abu Yazid Al Busthami q.s. dinamakan dengan
Thariqatus Shiddiqiyah, karena kebenarannya dan kesempurnaan
Saidina Abu Bakar Siddiq ra., mengikuti jejak Rasulullah SAW lahir
maupun batin.
4) Pada masa periode Abu Yazid AI Busthami sampai dengan periode
Syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s. dinamakan dengan Thariqatuth
Thaifuriyah, memgambil nama asli dari Syekh Thahifur bin Isa bin
Adam bin Sarusyam.
5) Pada masa periode Syekh Abdul Khaliq Al Fajduwani q.s. sampai
dengan periode Syekh Bahauddin Naqsyabandi q.s dinamakan dengan
Thariqatul Khawajakaniyah, memgambil nama khawajah Syekh Abdul
Khaliq Al Fajduwani q.s.
6) Pada masa periode Syekh Bahauddin Naqsyabandi q.s. sampai
dengan perioda Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s.
dinamakan dengan Thariqatun Naqsyabandiyah memgambil nama
dari Syekh Bahauddin Naqsyabandy.
7) Pada masa periode Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s
sampai dengan periode Syekh Ahmad Al Faruqi q.s. dinamakan
dengan Thariqatun Naqsyabandiyah Al Ahrariyah. Mengambil nama
dari Nashiruddin Ubaidullah Al Ahrar q.s.
8) Pada masa periode Syekh Akhmad Al Faruqi q.s. sampai dengan
periode Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al Ustmani Al Kurdi
q.s. dinamakan dengan periode Thariqatun Naqsyabandiyah Al
Mujaddidiyah.
9) Pada masa periode Maulana Asy Syekh Dhiyauddin Khalid Al
Ustmani Al Kurdi q.s sampai dengan sekarang dinamakan dengan
Thariqatun Naqsyabandiyah Al Mujaddidiyah Al Khalidiyah.
Nama-nama itu diberikan oleh murid-murid setelah masa hidup
Syekh Mursyidnya.Umpamanya nama Thariqatul Ubudiyah diberikan
oleh Abu Bakar Siddiq ra, karena beliau melihat kesempurnaan
pengabdian Nabi Muhammad SAW. Nama Thariqatus Siddiqiyah
diberikan oleh Saidina Salman Al Farisi ra, karena kebenarannya dan
kesempurnaan Sayyidina Abu Bakar Siddiq ra. Demikianlah
seterusnya.
BEBERAPA BAHASAN POKOK TAREKAT NAQSYABANDIYAH
MURSYID
Kedudukan mursyid atau pemimpin peramalan dalam suatu tarekat
menempati posisi penting dan menentukan. Seorang mursyid bukan
hanya memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya dalam
kehidupan lahiriah dan pergaulan sehari-hari supaya tidak
menyimpang dari ajaran-ajaran Islam dan terjerumus ke dalam
maksiat seperti berbuat dosa besar atau dosa kecil, tetapi juga
memimpin, membimbing dan membina murid-muridnya
melaksanakan kewajiban yang ditetapkan olah syara' dan
melaksanakan amal-amal Sunnah untuk bertaqarrub mendakatkan
diri kepada Allah SWT.
Disamping memimpin yang bersifat lahiriah tersebut, seorang
mursyid adalah juga pemimpin kerohanian bagi murid-muridnya,
menuntun dan membawa murid-muridnya kepada tujuan tarekat
guna mendapatkan ridha Allah SWT. Oleh sebab itu seorang mursyid
pada hakikatnya adalah sahabat rohani yang sangat akrab sekali
dengan rohani muridnya yang bersama-sama tak bercerai-cerai,
beriring-iringan, berimam-imam melaksanakan zikrullah dan ibadat
lainnya menuju ke hadirat Allah SWT.
Persahabatan itu tidak saja semasa hidup di dunia, tetapi
persahabatan rohaniah ini tetap berlanjut sampai ke akhirat,
walaupun salah seorang telah mendahului berpulang kerahmatullah,
dan telah sederetan duduknya dengan para wali Allah yang saleh.
As Syekh Muhammad Amin Al Kurdi dalam bukunya yang terkenal
"Tanwirul Qulub" menjelaskan bahwa seorang murid/salik dalam
usahanya menuju ke hadirat Allah SWT yang didahului dengan tobat,
membersihkan diri rohani, kemudian mengisinya dengan amal-amal
saleh haruslah mempunyai syekh yang sempurna pada zamannya,
yang melaksanakan ketentuan syariat berdasarkan Al Qur’an dan Al
Hadits, dan mengikuti peramalan yang dicontohkan oleh Rasulullah
SAW secara berkesinambungan yang diteruskan oleh para ahli silsilah
sampai pada zamannya.
Seorang mursyid yang silsilahnya berkesinambungan sampai dengan
Nabi Muhammad SAW, haruslah mendapatkan izin atau statuta dari
mursyid sebelumnya. Dengan demikian seorang mursyid haruslah
telah mendapatkan pendidikan yang sempurna, sudah arif billah,
seorang wali yang mendapat izin atau statuta dari mursyid
sebelumnya. Seorang murid/salik yang bertarekat tanpa syekh maka
mursyidnya adalah setan.(Amin Al Kurdi, 1994 : 353).
Sama dengan ajaran dasar Tarekat Naqsyabandiyah ini, Syekh Abu
Yazid Al Busthami menyebutkan:
‫ﻦ‬
ْ ‫ﻦ َﻟ ْﻢ َﻣ‬
ْ ‫ﺦ َﻟ ُﻪ َﻳ ُﻜ‬
ٌُ ‫ﺷ ْﻴ‬
َ ‫ﺨ ُﻪ‬
ُ ‫ﺸ ْﻴ‬
َ ‫ن َﻓ‬
ٌُ ‫ﺷ ْﻴﻄَﺎ‬
َ
Artinya : Orang yang tidak mempunyai Syekh Mursyid, maka syekh
mursyidnya adalah syetan.
Pengertian Mursyid dijelaskan oleh Prof.Dr.H.S.S.Kadirun Yahya
dalam beberapa buku dan ceramahnya bahwa Mursyid itu bukan
wasilah, tetapi mursyid itu adalah pembawa wasilah atau hamilul
wasilah, atau wasilah carrier, menggabungkan wasilah itu kepada
wasilah yang telah ada pada ronaniah Rasulullah SAW.
Sebagai pemimpin rohani, mursyid mempunyai sifat-sifat kerohanian
yang sempurna, bersih dan kehidupan batin yang murni. Mursyid
adalah yang kuat sekali jiwanya, memiliki segala keutamaan, dan
mempunyai kemampuan makrifat. Mursyid merupakan kekasih
Tuhan. Secara khusus mendapat berkah daripada-Nya, dan sekaligus
menjadi pembawa wasilah dari hambanya kepada Tuhannya. Pada
dirinya terkumpul makrifat sempurna tentang syariat Tuhan,
mengetahui berbagai penyakit rohani dan tahu cara pengobatannya.
Sebagai kekasih Allah, mursyid mendapat anugerah kemampuan
untuk mendatangkan maunah-maunah atau karamah-karamah.
Syekh Mursyid dalam melaksanakan tugasnya mempunyai predikat-
predikat sesuai dengan tingkat dan bentuk pengajaran yang
diberikan kepada murid-muridnya. Predikat-predikat itu dapat saja
terkumpul dalam satu orang atau ada pada beberapa orang. Predikat
itu antara lain (1) Syekh al-Iradah, yaitu tingkat tertinggi dalam
tarekat yang iradahnya (kehendaknya) telah bercampur dan
bergabung dengan hukum Tuhan, sehingga dari syekh itu atau atas
pengaruhnya orang yang meminta petunjuk menyerahkan jiwa dan
raganya secara total. (2) Syekh al-Iqtida‘, yaltu guru yang tindak
tanduknya sebaiknya ditiru oleh murid, demikian pula perkataan dan
perbuatannya seyogyanya diikuti. (3) Syekh at-Tabarruk, yaitu guru
yang selalu dikunjungi oleh orang-orang yang meminta petunjuk,
sehingga berkahnya melimpah kepada mereka. (4) Syekh al-Intisab,
ialah guru yang atas campur tangan dan sifat kebapakannya, maka
orang yang meminta petunjuknya akan beruntung, lantaran
bergantung kepadanya. Dalam hubungan ini orang itu akan menjadi
khadamnya (pembantunya) yang setia, serta rela menerima berbagai
perintahnya yang berkaitan dengan tugas-tugas keduniaan. (5) Syekh
at-Talqin, adalah guru kerohanian yang membantu setiap individu
anggota tarikat dengan berbagai do’a atau wirid yang selalu harus
diulang-ulang. (6) Syekh at-Tarbiyah, adalah guru yang yang
melaksanakan urusan-urusan para pemula dalam suatu lembaga
tarekat.
Dalil-dalil
Banyak dalil naqli Al Qur’an maupun AI Hadits, yang menjelaskan
tentang fungsi dan kedudukan mursyid. Menjelaskan dalil naqli
tersebut kita temui pula Qaulul Arifin yaitu kata-kata mutiara sufi
yang telah arif billah menjelaskan fungsi dan kedudukan mursyid
tersebut dalam suatu thariqatullah.
Firman Allah SWT :

‫ﻦ‬
ْ ‫ﷲ َﻳ ْﻬ ِﺪ َﻣ‬
ِ ‫ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻬ َﺘ ِﺪ َﻓ ُﻬ َﻮ ا‬
ْ ‫ﻞ َو َﻣ‬
ْ ‫ﻀِﻠ‬
ْ ‫ﻦ ُﻳ‬
ْ ‫ﺠ َﺪ َﻓَﻠ‬
ِ ‫ﺷ ْﻴﺪًا َوِﻟ ًﻴّﺎ َﻟ ُﻪ َﺗ‬
ِ ‫ُﻣ ْﺮ‬

Artinya : Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah orang
yang mendapat petunjuk dan siapa yang dibiarkan-Nya sesat, maka
tidak ada seorang pemimpin (Waliyam Mursyida) pun yang
memberinya petunjuk (Q.S. Al Kahfi 18: 17).
Firman Allah SWT:

‫ﻦ َو‬
ْ ‫ﻄ ِﻊ َﻣ‬
ِ ‫ﷲ ُﻳ‬
َ ‫ل َو ا‬
َ ‫ﺳ ْﻮ‬
ُ ‫ﻚ اﻟ َّﺮ‬
َ ‫ﻦ َﻣ َﻊ ﻓَﺄوﻟٰ ِﺌ‬
َ ‫ﷲ َا ْﻧ َﻌ َﻢ اَّﻟ ِﺬ ْﻳ‬
ُ ‫ﻦ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ا‬ َ ‫ﻦ ِﻣ‬ َ ‫ﻦ اﻟ َّﻨ ِﺒ ِّﻴ ْﻴ‬
َ ‫ﺼ ِّﺪ ْﻳ ِﻘ ْﻴ‬
ِّ ‫ﺸﻬَﺪَا ِء وَاﻟ‬ُّ ‫وَاﻟ‬
‫ﻦ‬
َ ‫ﺤ ْﻴ‬ِ ‫ﺼِﻠ‬
َّٰ ‫ﻦ وَاﻟ‬ َ‫ﺴ‬ ُ‫ﺣ‬َ ‫َر ِﻓ ْﻴﻘًﺎ َو‬
Artinya : Barang siapa mentaati Allah dan Rasul, maka mereka itu
bersama-sama dalam deretan orang-orang yang diberikan Allah
kurnia pada mereka yaitu para Nabi, para shidiqin, orang-orang
syahid dan orang-orang yang Saleh. Adalah sebaik-baiknya
bersahabat dengan mereka. (Q.S. An Nisa’ 4: 69).
Firman Allah SWT :
‫ﻦ َا ُّﻳﻬَﺎ ﻳَﺎ‬َ ‫ﷲ ا َّﺗﻘُﻮ اٰ َﻣﻨُﻮا اَّﻟ ِﺬ ْﻳ‬ َ ‫ﻦ َﻣ َﻊ َو ُآ ْﻮ ُﻧﻮْا ا‬ َ ‫ﺼﺪِﻗ ْﻴ‬ َّٰ ‫اﻟ‬
Artinya : Hai orang-orang beriman bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang benar (Q.S.
At Taubah 9: 119).
Dari Q.S. Al Kahfi 18: 17 tersebut dapat disimpulkan bahwa Mursyid
itu adalah seorang wali yang berfungsi sebagai pembimbing rohani
dari seorang yang mendapat hidayah dari Allah SWT.
Dari Q.S. An Nisa’ 4: 69 juga Q.S. At Taubah 9: 119 Mursyid itu
termasuk kelompok orang-orang yang benar dan orang-orang yang
saleh.
TafsirAl Maraghi V: 128, menjelaskan tentang tafsir Q.S. Al Kahfi 18:
17 bahwa Ashabul Kahfi adalah contoh orang yang mendapat
petunjuk, memperoleh jalan yang benar dan mendapat kemenangan
dunia akhirat. Mereka itu adalah orang yang mendapat
irsyad/petunjuk dari Allah SWT, sedangkan orang yang sesat adalah
orang yang tidak mendapatkan hidayah irsyad/petunjuk itu dan tidak
pula mendapatkan seseorang yang menunjukinya (mursyid) maka
larutlah dia dalam keadaan sesat itu.
Sabda Rasulullah SAW :
‫موي عفشي معلص ﻩللا لوسر لاق لاق امﻩنع ﻩللا يضر نافع نب نامثع نع‬
‫ءادﻩشلا مث ءاملعلا مثءايبنألاةمايقلا‬
Artinya : Dari Usman bin Affan r.a. ia berkata, Rasulullah
bersabda,"Di hari kiamat, yang memberi syafaat ada tiga golongan
yaitu para nabi, para ulama, dan para syuhada." (H.R. Ibnu Majah).
Sabda Rasulullah SAW:
‫عفشي نم يتمأ نم نإ لاق معلص ﻩللا لوسر نأ ﻩنع ﻩللا يضر ديعس يبأ نع‬
‫نم مﻩنمو ةبصعلل عفشي نم مﻩنمو ةليبقلل عفشي نم مﻩنمو سانلا نم مائفلل‬
‫ةنجلاولخدي ىتح لجرلل عفشي‬
Artinya : Dari Abu Sa’id, sesungguhnya Rasulullah bersabda,
"Sesungguhnya Sebagian dari umatku ada yang memberi syafa’at
kepada golongan besar dari manusia, sebagian dari mereka ada yang
memberi syafaat kepada satu suku, sebagian dari mereka ada yang
memberi syafaat kepada satu kelompok, sebagian dari mereka ada
yang memberi syafaat kepada satu orang, sehingga mereka masuk
surga semuanya." (HR.Tarmizi).
Rasulullah SAW bersabda :
‫ﻩللا ىلا كليصي ﻩنإف ﻩللا عم نم عم نك ﻩللا عم نكت مل نإف ﻩللا عم نك‬
Adakanlah! (jadikanlah) dirimu (Rohanimu) beserta Allah, jika
Engkau belum bisa menjadikan dirimu (Rohanimu) beserta Allah,
maka adakanlah (jadikanlah) dirimu (Rohanimu) beserta dengan
orang yang beserta Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang
menghubungkan engkau kepada Allah (yaitu Rohaninya) (HR. Abu
Daud).
Yang dimaksud dengan ulama dalam hadits riwayat Ibnu Majah dan
orang yang memberi syafaat dalam hadits riwayat Tarmizi termasuk
para mursyid. Dalam sabda Rasulullah orang yang telah beserta
dengan Allah itu termasuk para wali mursyid.
Syarat-syarat Mursyid
Berdasarkan pengertian tentang mursyid dan dalil-dalilnya, maka
tidak semua orang bisa menjadi mursyid. Walaupun fungsi Mursyid
itu sama dengan fungsi guru yaitu memimpin, membimbing dan
membina murid-muridnya, tetapi bidangnya adalah rohani yang
sangat halus yang berpusat pada lubuk hati sanubari. Jadi sifatnya
tidak kelihatan, ghaib atau metafisika.
Pelajaran yang diberikan mursyid kepada muridnya merupakan
transfer of spiritual yaitu Iman dan Takwa (Imtak). Adapun fungsi
guru yang kita kenal adalah transfer of knowledge. Dia mengajarkan
masalah-masalah ilmu pengetahuan dan teknologl (Iptek).
Menurut Al Mukarram Prof. Dr. H. S. S. Kadirun Yahya ada delapan
syarat utama bagi seorang mursyid itu, yaitu :
1) Pilihlah guru yang mursyid, yang dicerdikkan Allah SWT dengan
izin dan ridha-Nya bukan dicerdikkan oleh yang lain-lain.
2) Kamil lagi Mukammil (sempurna dan menyempurnakan), yang
diberi kurnia oleh Allah, karena Allah.
3) Memberi bekas pengajarannya (kalau ia mengajar atau mendo’a
berbekas pada si murid, si murid berubah ke arah kebaikan),
berbekas pengajarannya itu, dengan izin dan ridla Allah, Biiznillaahi.
4) Masyhur ke sana ke mari, kawan dan lawan mengakui, ia seorang
guru besar.
5) Tidak dapat dicela pengajarannya oleh orang yang berakal, karena
tidak bertentangan dengan Al Qur’an, Al Hadits dan akal/llmu
pengetahuan.
6) Tidak mengerjakan hal yang sia-sia, umpamanya membuat hal-hal
yang tidak murni halalnya.
7) Tidak setengah kasih kepada dunia, karena hatinya telah bulat
penuh kasih kepada Allah. Dia ada giat bergelora dalam dunia,
bekerja hebat dalam dunia, tetapi tidak karena kasih kepada dunia
itu, tetapi karena prestasinya itu adalah sebagai wujud
pengabdiannya kepada Allah SWT.
8) Mengambil ilmu dari "Polan" yang tertentu; Gurunya harus
mempunyai tali ruhaniah yang nyata kepada Allah dan Rasul dengan
silsilah yang nyata.
Di kalangan sufi atau tarekat, berguru itu yang penting tidak hanya
mendapatkan pelajaran atau ilmu pengajaran, tetapi yang lebih
penting lagi dalam belajar dengan Syekh Mursyid itu adalah beramal
intensif dan berkesinambungan, serta memelihara adab dengan
Syekh Mursyid sebaik-baiknya. Dengan cara ini seseorang murid
antara lain akan mendapatkan ilmu laduni langsung dari Allah SWT
yang berbentuk makrifah karena terbukanya hijab. Inilah yang
dimaksud dengan syarat nomor satu tersebut.
Syarat yang terpenting lainnya bahwa seseorang mursyid itu harus
mempunyai silsilah dan statuta yang jelas dari gurunya, seperti yang
tersebut pada syarat nomor delapan.
Asy Syekh Muhammad Amin Al Kurdi dalam buku Tanwirul Qulubnya
ada 24 (dua puluh empat) syarat yang harus dipenuhi oleh seorang
Mursyid yaitu :
1. Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Syariah dan Akidah
yang dapat menjawab, dan memberikan penjelasan bila mereka
bertanya tentang itu.
2. Mengenal dan arif tentang seluk beluk kesempurnaan dan peranan
hati serta mengetahui pula penyakit-penyakit, kegelisahan-
kegelisahannya dan mengetahui pula cara-cara mengobatinya.
3. Bersifat kasih sayang sesama muslim terutama kepada muridnya,
apabila seorang mursyid melihat muridnya tidak sanggup
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan jeleknya maka ia harus bersabar
dan tidak mencemarkan nama baiknya. Dia juga harus terus menerus
memberi nasihat, memberi petunjuk sampai muridnya itu kembali
menjadi orang baik.
4. Mursyid harus menyembunyikan atau merahasiakan aib dari murid-
muridnya.
5. Tidak tersangkut hatinya kepada harta muridnya dan tidak pula
bermaksud untuk memilikinya.
6. Memerintahkan kepada murid apa yang harus dilaksanakan dan
melarang apa yang harus ditinggalkan. Untuk itu mursyid harus
memberi contoh sehingga ucapannya menjadi berwibawa.
7. Tidak duduk terus menerus bersama dengan muridnya kecuali
sekadar hajat yang diperlukan. Kalau dia bermuzakarah memberi
pelajaran kepada murid-muridnya haruslah memakai kitab-kitab
yang muktabar supaya mereka bersih dari kotoran yang terlintas
dalam hati, dan supaya mereka dapat melaksanakan ibadat yang sah
dan sempurna.
8. Ucapannya hendaklah bersih dari senda gurau dan olok-olok, tidak
mengucapkan sesuatu yang tidak perlu.
9. Hendaklah selalu bijaksana dan lapang dada terhadap haknya.
Tidak boleh minta dihormati, dipuji atau disanjung-sanjung dan
tidak membebani murid dengan sesuatu yang tidak sanggup
dilaksanakannya dan tidak menyusahkan mereka.
10. Apabila dia melihat seorang murid yang kalau banyak duduk
semajelis dengannya, bisa mengurangi kewibawaan dan
kebesarannya, hendaklah si murid itu segera disuruh berkhalwat
yang tidak begitu jauh darinya.
11. Apabila ia melihat kehormatan terhadap dirinya sudah berkurang
dalam anggapan hati murid-muridnya, hendaklah ia segera
mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk mencegahnya,
sebab yang demikian ini adalah musuh yang terbesar.
12. Tidak lalai untuk memberi petunjuk kepada mereka, tentang hal-
hal untuk kebaikan murid-muridnya.
13. Apabila murid menyampaikan sesuatu yang dilihatnya dalam
mukasyafah maka hendaklah ia tidak memperpanjang percakapan
tentang itu. Karena kalau mursyid memperpanjang pembicaraannya
tentang penglihatan murid tadi, mungkin murid itu akan merasa
martabatnya sudah tinggi dan ini akan merusak citranya.
14. Mursyid wajib melarang murid-muridnya membicarakan rahasia
tarikat kepada orang yang bukan ikhwannya kecuali terpaksa.
Mursyid juga mencegah pembicaraan tentang sesuatu yang luar biasa
yang dialaminya walaupun dengan sesama ikhwan, sebab yang
demikian ini akan menimbulkan rasa sombong dan takabur atau
menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain.
15. Mursyid hendaklah berkhalwat pada tempat yang khusus dan
tidak memperkenankan orang lain masuk kecuali orang-orang yang
telah ditentukan.
16. Mursyid hendaklah menjaga agar muridnya tidak melihat segala
gerak-geriknya, tidurnya, makan dan minumnya, sebab yang
demikian bisa mengurangi penghormatan murid terhadap syekh yang
bercerita dan mempergunjingkannya yang merusak kemaslahatan
murid itu sendiri.
17. Tidak membiarkan murid terlalu banyak makan, karena banyak
makan itu memperlambat tercapainya latihan yang diberikan oleh
mursyid, dan banyak makan itu menjadikan murid itu budak perut.
18. Melarang murid-muridnya semajelis dengan mursyid lain, sebab
yang demikian membahayakan keadaan murid itu sendiri. Tetapi
apabila dia melihat pergaulan itu tidak akan mengurangi kecintaan
dan tidak pula akan menggoyahkan pendirian muridnya, maka boleh
saja mursyid membiarkan muridnya semajelis dengan syekh lain.
19. Harus mencegah muridnya sering mengunjungi pejabat-pejabat
atau para hakim, supaya murid jangan terpengaruh, dan bisa
menghambat tujuannya untuk menuju akhirat.
20. Tutur kata dan tegur sapa hendaklah dilaksanakan dengan sopan
santun dan lemah lembut dan tidak boleh berbicara kasar atau
memaki-maki.
21. Apabila seorang murid mengundangnya maka hendaklah dia
menerima undangan itu dengan penuh penghormatan dan
penghargaan.
22. Apabila mursyid duduk bersama muridnya, hendaklah dia duduk
dengan tenang, sopan, tertib dan tidak gelisah dan tidak banyak
menoleh kepada mereka. Tidak tidur bersama mereka, tidak
melunjurkan kaki. Para murid harus percaya bahwa mursyid itu
mempunyai sifat-sifat terpuji yang menjadi ikutan dan panutan
mereka.
23. Apabila mursyid menerima kedatangan murid, hendaklah dia
menerimanya dengan senang hati, tidak dengan muka yang masam
dan apabila murid meninggalkannya hendaklah mursyid
mendo’akannya tanpa diminta. Apabila mursyid datang kepada
muridnya, hendaklah ia berpakaian rapi, bersih dan bersikap yang
sebaik-baiknya.
24. Apabila seorang murid tidak hadir di majelis zikir, hendaklah ia
bertanya dan meneliti apa sebabnya. Kalau dia sakit, hendaklah dia
jenguk atau ada keperluan hendaklah ia bantu atau karena ada suatu
halangan hendaklah dia mendo’akannya.
As Syekh Amin Al Kurdi berkesimpulan bahwa sifat mursyid harus
meneladani sifat-sifat Rasulullah menghadapi sahabat-sahabatnya
sesuai dengan kemampuannya (Amin Al Kurdi, 1994 : 453 - 455).
Imam Al Ghazali menyatakan bahwa murid tak boleh tidak harus
mempunyai syekh yang memimpinnya, sebab jalan iman adalah
samar, sedangkan jalan iblis itu banyak dan terang. Barang siapa
yang tak mempunyai syekh sebagai petunjuk jalan dia pasti akan
dituntun oleh Iblis dalam perjalanannya itu.
Menghadirkan Mursyid
Prof. Dr. H.S. S. Kadirun Yahya dalam fatwanya pada peringatan hari
Guru dan Hari Silsilah tanggal 20 Juni 1996, menegaskan tentang
menghadirkan mursyid. Dalam fatwa itu beliau mengatakan salah
satu metode berzikir dan beramal dalam thariqatullah
Naqsyabandiyah adalah menghadirkan Syekh Mursyid sebagai imam
rohani. Dengan hal ini akan mendapatkan konsentrasi penuh dalam
berzikir dan beribadat. Sesungguhnya menghadirkan (menyertakan)
Syekh Mursyid dalam berzikir dan beribadat tidak hanya terdapat
dalam Tarekatullah Naqsyabandiyah, tetapi juga terdapat pada
seluruh lembaga tarekat-tarekat muktabarah.
Sabda Rasulullah saw :

‫ﺣ َّﺪ َﺛﻨَﺎ‬
َ ‫ن‬
ُ ‫ﺳ ْﻔﻴَﺎ‬
ُ ‫ﻦ‬ ُ ‫ﺧ َﺒ َﺮﻧَﺎ َو ِآ ْﻴ ٍﻊ ْﺑ‬
ْ‫ﻲأ‬ ْ ‫ﻦ أ ِﺑ‬ ْ‫ﻋ‬
َ ‫ن‬
َ ‫ﺳ ْﻔﻴَﺎ‬
ُ ‫ﻦ‬
ْ‫ﻋ‬
َ ‫ﺻ ِﻢ‬
ِ ‫ﻦ ﻋَﺎ‬ ِ ‫ﻋ َﺒ ْﻴ ِﺪ ْﺑ‬
ُ ‫ﷲ‬ ِ ‫ﻦا‬ ْ‫ﻋ‬ َ ‫ﻦ ﺳَﺎِﻟ ٍﻢ‬ْ‫ﻋ‬َ ‫ﻦ‬ ِ ‫ﻋ َﻤ َﺮ ا ْﺑ‬
ُ ‫ﻦ‬
ْ‫ﻋ‬َ
‫ﻋ َﻤ َﺮ‬
ُ ‫ﺳﺘَﺄ أ َﻧّ ُﻪ‬ْ ‫ن ِا‬َ ‫ﻲ ْ َذ‬
َّ ‫ل ا ْﻟ ُﻌ ْﻤ َﺮ ِة ﻓِﻰ معلص اﻟ َّﻨ ِﺒ‬
َ ‫يَأ َﻓﻘَﺎ‬
ْ ‫ﻲ‬ َّ ‫ﺧ‬
َ ‫ﺷ ِﺮ ْآﻨَﺎ ُأ‬
ْ ‫ﻚ ﻓِﻰ َا‬
َ ‫ﻻ ُدﻋَﺎ ِﺋ‬ َ ‫ﺴﻨَﺎ َو‬
َ ‫َﺗ ْﻨ‬
Artinya : Menceritakan kepada kami Sofian bin Waki’, mengabarkan
kepada kami Bapakku dari Sofian, dari `Ashim bin Ubaidillah, dari
Salim, dari Ibnu Umar, dari Umar bin Khattab, bahwa sesungguhnya
Umar bin Khattab pada waktu minta ljin kepada Nabi SAW untuk
melaksanakan ibadat Umrah, maka Nabi bersabda : "Wahai
saudaraku Umar, ikut sertakan aku/hadirkan aku,pada waktu engkau
berdo’a nanti, dan jangan engkau lupakan aku". (Hadits ini adalah
hadits Hasan Sahih). (HR. Abu Daud dan Turmuzi).
Demikian pula menurut riwayat Saidina Abu Bakar r.a. dan Saidina
Ali r.a. menyampaikan kepada Rasulullah SAW bahwa mereka tidak
pernah lupa, tetapi selalu teringat kepada Rasulullah pada setiap
melaksanakan ibadat bahkan sampai pada waktu di kamar kecil.
Rasulullah membenarkan apa yang telah mereka alami itu.
Para pakar Tarekat Naqsyabandiah sepakat membolehkan dan
membenarkan untuk menghadirkan Syekh Mursyid karena fungsinya
sebagai ulama pewaris Nabi, sebagai Imam/pembimbing rohani,
dengan tujuan agar orang yang berzikir dan beribadat itu terhindar
dari segala was-was, rupa-rupa/pandangan-pandangan lain, bisikan-
bisikan lain, perasaan-perasaan lain, yang diciptakan oleh iblis dan
setan yang selalu mengganggu orang-orang yang berzikir dan
beribadat itu, padahal yang bersangkutan belum tinggi kualitas iman
dan takwanya.
Rasulullah SAW bersabda :
‫ﻩللا ىلا كليصي ﻩنإف ﻩللا عم نم عم نك ﻩللا عم نكت مل نإف ﻩللا عم نك‬
"Jadikanlah dirimu beserta dengan Allah, jika kamu belum bisa
menjadikan dirimu beserta dengan Allah maka jadikanlah dirimu
beserta dengan orang yang telah beserta dengan Allah, maka
sesungguhnya orang itulah yang menghubungkan engkau (rohanimu)
kepada Allah" (H.R. Abu Daud).
WASILAH dan RABITAH
Pengertian Wasilah
Sebagaimana halnya masalah mursyid, masalah wasilah dan rabitah
dalam suatu tarekat pada waktu melaksanakan zikir dan ibadah
menempati posisi penting dan menentukan. Seluruh sufi yang
bertarekat pasti bermursyid, berwasilah dan merabitahkan
rohaniahnya dalam beramal dan beribadah :
Artinya :Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah
pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan (sukses).
(QS.Al Maidah :35).
Dalam Kamus al Munjid dikatakan :
‫ﺳ ْﻴَﻠ ُﺔ‬
ِ ‫ب ﻣَﺎ َا ْﻟ َﻮ‬
ُ ّ‫ﻰ َﻳ َﺘ َﻘ َﺮ‬
َ ‫ا ْﻟ َﻐ ْﻴ ِﺮ إﻟ‬
“Wasilah adalah sesuatu yang mendekatkan kepada yang lain.”
Ibnu Abbas menegaskan :
‫ﺳ ْﻴَﻠ ُﺔ‬
ِ ‫ﻲ َا ْﻟ َﻮ‬
َ ‫ا ْﻟ َﻘﺮَا َﺑ ُﺔ ِه‬
“Wasilah adalah suatu pendekatan “
Dalam Tafsir Ibnu Katsir II :52-53 pada waktu menafsirkan QS Al
Maidah :35 , menyatakan :
‫ﺳ ْﻴﻠَﺔ‬
ِ ‫ﻲ َا ْﻟ َﻮ‬ َ ‫ﻞ اَّﻟﺘِﻰ ِه‬ ُ‫ﺻ‬َّ ‫ﻞ إﻟَﻰ ِﺑﻬَﺎ ُﻳ َﺘ َﻮ‬ ِ ‫ﺼ ْﻴ‬
ِ ‫ﺤ‬ ْ ‫ﺼ ْﻮ ِد َﺗ‬ُ ‫ا ْﻟ َﻤ ْﻘ‬
“Wasilah itu ialah sesuatu yang menyampaikan kepada maksud”
Syekh Sulaiman Zuhdi pada waktu menafsirkan QS.Al Maidah:35
menyatakan :
‫ﺳ ْﻴَﻠ ُﺔ‬
ِ ‫ﻋ َا ْﻟ َﻮ‬
َ ‫ﻞ ﺎ ٌم‬
ِّ ‫ﻞ ﻣَﺎ ِﻟ ُﻜ‬
ُ‫ﺻ‬
َ ‫ل ِﺑ ِﻪ َﻳ َﺘ َﻮ‬
َ ‫ﺼ ْﻮ ِد إ‬
ُ ‫ﻲ ا ْﻟ َﻤ ْﻘ‬
ُّ ‫ب معلص وَاﻟ َّﻨ ِﺒ‬ ُ ‫ﻞ ا ْﻟ َﻮﺳَﺎ َا ْﻗ َﺮ‬ ِ ‫ﻰ ِﺋ‬َ ‫ﷲ إﻟ‬ ِ ‫ﻰا‬ َ ‫َﺗﻮَا ِﺋ ُﺒ ُﻪ ُﺛ َّﻢ َﺗﻌَﺎﻟ‬
‫ﻦ معلص‬ َ ‫ﻦ ِﻣ‬ َ ‫ﺴ َﺘ ْﻜ ِﻤِﻠ ْﻴ‬
ْ ‫ﻦ ا ْﻟ ُﻤ‬َ ‫ﺻِﻠ ْﻴ‬
ِ ‫ﻰ ا ْﻟﻮَا‬ َ ‫ﷲ إﻟ‬ ِ ‫ﻰا‬ َ ‫ﻲ َﺗﻌَﺎﻟ‬ ْ ‫ﻞ ِﻓ‬ِّ ‫ن ُآ‬
ٍ ‫َﻗ ْﺮ‬
“Pengertian umum dari wasilah adalah sesuatu yang dapat
menyampaikan kita kepada suatu maksud atau tujuan. Nabi
Muhammad SAW adalah wasilah yang paling dekat untuk sampai
kepada Allah SWT, kemudian kepada penerusnya-penerusnya yang
Kamil Mukammil yang telah sampai kepada Allah SWT yang ada pada
tiap-tiap abad atau tiap-tiap masa”
Dalam ilmu balaghah dikenal istilah “Majaz Mursal :
‫ﻦ‬
ْ ‫ق ِﻣ‬ ِ‫ﻼ‬َ‫ﻃ‬ ْ ‫ﻞإ‬ ِّ ‫ﺤ‬َ ‫ا ْﻟﺤَﺎل وَإرَا َد ِة ا ْﻟ َﻤ‬
artinya menyebut wadah, sedangkan sebenarnya yang dimaksud
adalah isinya. Disebutkan pula Nabi Muhammad sebagai wasilah,
tetapi yang dimaksud sebenarnya adalah Nuurun ala nuurin yang ada
pada rohani Rasulullah SAW.
Prof.DR.H.S.S Kadirun Yahya menyatakan bahwa wasilah itu adalah
suatu channel, saluran atau frekuensi yang tak terhingga yang
langsung membawa kita kehaderat Allah SWT.
Wasilah itu ialah :
‫ﻰ ُﻧ ْﻮ ٌر‬ َ ‫ﷲ ُﻧ ْﻮ ٍر ﻋَﻠ‬ُ ‫ﻦ ِﻟ ُﻨ ْﻮ ِر ِﻩ َﻳ ْﻬﺪِا‬
ْ ‫َﻳﺸَﺂ ُء َﻣ‬
“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki “(QS An-Nur :35).
Wasilah itu telah ditanamkan ke dalam diri rohani Arwahul
Muqaddasah Rasulullah SAW yang merupakan sentral penghubung
antara Rasulullah SAW dan ummatnya menuju kehaderat Allah SWT.
Para Sahabat dan ummat Rasulllah SAW harus mendapatkan wasilah
ini di samping menerima Alquran dan As-Sunah (lihat kembali Capita
Selecta III )
 

Anda mungkin juga menyukai