Dokumen - Tips - Pengenalan Tarekat Naqsyabandiyah
Dokumen - Tips - Pengenalan Tarekat Naqsyabandiyah
Sumber : http://www.muridsufi.web.id/2010/01/pengenalan‐tarekat‐naqsyabandiyah.html
ﻦ
ْ ﷲ َﻳ ْﻬ ِﺪ َﻣ
ِ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻬ َﺘ ِﺪ َﻓ ُﻬ َﻮ ا
ْ ﻞ َو َﻣ
ْ ﻀِﻠ
ْ ﻦ ُﻳ
ْ ﺠ َﺪ َﻓَﻠ
ِ ﺷ ْﻴﺪًا َوِﻟ ًﻴّﺎ َﻟ ُﻪ َﺗ
ِ ُﻣ ْﺮ
Artinya : Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah orang
yang mendapat petunjuk dan siapa yang dibiarkan-Nya sesat, maka
tidak ada seorang pemimpin (Waliyam Mursyida) pun yang
memberinya petunjuk (Q.S. Al Kahfi 18: 17).
Firman Allah SWT:
ﻦ َو
ْ ﻄ ِﻊ َﻣ
ِ ﷲ ُﻳ
َ ل َو ا
َ ﺳ ْﻮ
ُ ﻚ اﻟ َّﺮ
َ ﻦ َﻣ َﻊ ﻓَﺄوﻟٰ ِﺌ
َ ﷲ َا ْﻧ َﻌ َﻢ اَّﻟ ِﺬ ْﻳ
ُ ﻦ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ا َ ﻦ ِﻣ َ ﻦ اﻟ َّﻨ ِﺒ ِّﻴ ْﻴ
َ ﺼ ِّﺪ ْﻳ ِﻘ ْﻴ
ِّ ﺸﻬَﺪَا ِء وَاﻟُّ وَاﻟ
ﻦ
َ ﺤ ْﻴِ ﺼِﻠ
َّٰ ﻦ وَاﻟ َﺴ ُﺣَ َر ِﻓ ْﻴﻘًﺎ َو
Artinya : Barang siapa mentaati Allah dan Rasul, maka mereka itu
bersama-sama dalam deretan orang-orang yang diberikan Allah
kurnia pada mereka yaitu para Nabi, para shidiqin, orang-orang
syahid dan orang-orang yang Saleh. Adalah sebaik-baiknya
bersahabat dengan mereka. (Q.S. An Nisa’ 4: 69).
Firman Allah SWT :
ﻦ َا ُّﻳﻬَﺎ ﻳَﺎَ ﷲ ا َّﺗﻘُﻮ اٰ َﻣﻨُﻮا اَّﻟ ِﺬ ْﻳ َ ﻦ َﻣ َﻊ َو ُآ ْﻮ ُﻧﻮْا ا َ ﺼﺪِﻗ ْﻴ َّٰ اﻟ
Artinya : Hai orang-orang beriman bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang benar (Q.S.
At Taubah 9: 119).
Dari Q.S. Al Kahfi 18: 17 tersebut dapat disimpulkan bahwa Mursyid
itu adalah seorang wali yang berfungsi sebagai pembimbing rohani
dari seorang yang mendapat hidayah dari Allah SWT.
Dari Q.S. An Nisa’ 4: 69 juga Q.S. At Taubah 9: 119 Mursyid itu
termasuk kelompok orang-orang yang benar dan orang-orang yang
saleh.
TafsirAl Maraghi V: 128, menjelaskan tentang tafsir Q.S. Al Kahfi 18:
17 bahwa Ashabul Kahfi adalah contoh orang yang mendapat
petunjuk, memperoleh jalan yang benar dan mendapat kemenangan
dunia akhirat. Mereka itu adalah orang yang mendapat
irsyad/petunjuk dari Allah SWT, sedangkan orang yang sesat adalah
orang yang tidak mendapatkan hidayah irsyad/petunjuk itu dan tidak
pula mendapatkan seseorang yang menunjukinya (mursyid) maka
larutlah dia dalam keadaan sesat itu.
Sabda Rasulullah SAW :
موي عفشي معلص ﻩللا لوسر لاق لاق امﻩنع ﻩللا يضر نافع نب نامثع نع
ءادﻩشلا مث ءاملعلا مثءايبنألاةمايقلا
Artinya : Dari Usman bin Affan r.a. ia berkata, Rasulullah
bersabda,"Di hari kiamat, yang memberi syafaat ada tiga golongan
yaitu para nabi, para ulama, dan para syuhada." (H.R. Ibnu Majah).
Sabda Rasulullah SAW:
عفشي نم يتمأ نم نإ لاق معلص ﻩللا لوسر نأ ﻩنع ﻩللا يضر ديعس يبأ نع
نم مﻩنمو ةبصعلل عفشي نم مﻩنمو ةليبقلل عفشي نم مﻩنمو سانلا نم مائفلل
ةنجلاولخدي ىتح لجرلل عفشي
Artinya : Dari Abu Sa’id, sesungguhnya Rasulullah bersabda,
"Sesungguhnya Sebagian dari umatku ada yang memberi syafa’at
kepada golongan besar dari manusia, sebagian dari mereka ada yang
memberi syafaat kepada satu suku, sebagian dari mereka ada yang
memberi syafaat kepada satu kelompok, sebagian dari mereka ada
yang memberi syafaat kepada satu orang, sehingga mereka masuk
surga semuanya." (HR.Tarmizi).
Rasulullah SAW bersabda :
ﻩللا ىلا كليصي ﻩنإف ﻩللا عم نم عم نك ﻩللا عم نكت مل نإف ﻩللا عم نك
Adakanlah! (jadikanlah) dirimu (Rohanimu) beserta Allah, jika
Engkau belum bisa menjadikan dirimu (Rohanimu) beserta Allah,
maka adakanlah (jadikanlah) dirimu (Rohanimu) beserta dengan
orang yang beserta Allah, maka sesungguhnya orang itulah yang
menghubungkan engkau kepada Allah (yaitu Rohaninya) (HR. Abu
Daud).
Yang dimaksud dengan ulama dalam hadits riwayat Ibnu Majah dan
orang yang memberi syafaat dalam hadits riwayat Tarmizi termasuk
para mursyid. Dalam sabda Rasulullah orang yang telah beserta
dengan Allah itu termasuk para wali mursyid.
Syarat-syarat Mursyid
Berdasarkan pengertian tentang mursyid dan dalil-dalilnya, maka
tidak semua orang bisa menjadi mursyid. Walaupun fungsi Mursyid
itu sama dengan fungsi guru yaitu memimpin, membimbing dan
membina murid-muridnya, tetapi bidangnya adalah rohani yang
sangat halus yang berpusat pada lubuk hati sanubari. Jadi sifatnya
tidak kelihatan, ghaib atau metafisika.
Pelajaran yang diberikan mursyid kepada muridnya merupakan
transfer of spiritual yaitu Iman dan Takwa (Imtak). Adapun fungsi
guru yang kita kenal adalah transfer of knowledge. Dia mengajarkan
masalah-masalah ilmu pengetahuan dan teknologl (Iptek).
Menurut Al Mukarram Prof. Dr. H. S. S. Kadirun Yahya ada delapan
syarat utama bagi seorang mursyid itu, yaitu :
1) Pilihlah guru yang mursyid, yang dicerdikkan Allah SWT dengan
izin dan ridha-Nya bukan dicerdikkan oleh yang lain-lain.
2) Kamil lagi Mukammil (sempurna dan menyempurnakan), yang
diberi kurnia oleh Allah, karena Allah.
3) Memberi bekas pengajarannya (kalau ia mengajar atau mendo’a
berbekas pada si murid, si murid berubah ke arah kebaikan),
berbekas pengajarannya itu, dengan izin dan ridla Allah, Biiznillaahi.
4) Masyhur ke sana ke mari, kawan dan lawan mengakui, ia seorang
guru besar.
5) Tidak dapat dicela pengajarannya oleh orang yang berakal, karena
tidak bertentangan dengan Al Qur’an, Al Hadits dan akal/llmu
pengetahuan.
6) Tidak mengerjakan hal yang sia-sia, umpamanya membuat hal-hal
yang tidak murni halalnya.
7) Tidak setengah kasih kepada dunia, karena hatinya telah bulat
penuh kasih kepada Allah. Dia ada giat bergelora dalam dunia,
bekerja hebat dalam dunia, tetapi tidak karena kasih kepada dunia
itu, tetapi karena prestasinya itu adalah sebagai wujud
pengabdiannya kepada Allah SWT.
8) Mengambil ilmu dari "Polan" yang tertentu; Gurunya harus
mempunyai tali ruhaniah yang nyata kepada Allah dan Rasul dengan
silsilah yang nyata.
Di kalangan sufi atau tarekat, berguru itu yang penting tidak hanya
mendapatkan pelajaran atau ilmu pengajaran, tetapi yang lebih
penting lagi dalam belajar dengan Syekh Mursyid itu adalah beramal
intensif dan berkesinambungan, serta memelihara adab dengan
Syekh Mursyid sebaik-baiknya. Dengan cara ini seseorang murid
antara lain akan mendapatkan ilmu laduni langsung dari Allah SWT
yang berbentuk makrifah karena terbukanya hijab. Inilah yang
dimaksud dengan syarat nomor satu tersebut.
Syarat yang terpenting lainnya bahwa seseorang mursyid itu harus
mempunyai silsilah dan statuta yang jelas dari gurunya, seperti yang
tersebut pada syarat nomor delapan.
Asy Syekh Muhammad Amin Al Kurdi dalam buku Tanwirul Qulubnya
ada 24 (dua puluh empat) syarat yang harus dipenuhi oleh seorang
Mursyid yaitu :
1. Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Syariah dan Akidah
yang dapat menjawab, dan memberikan penjelasan bila mereka
bertanya tentang itu.
2. Mengenal dan arif tentang seluk beluk kesempurnaan dan peranan
hati serta mengetahui pula penyakit-penyakit, kegelisahan-
kegelisahannya dan mengetahui pula cara-cara mengobatinya.
3. Bersifat kasih sayang sesama muslim terutama kepada muridnya,
apabila seorang mursyid melihat muridnya tidak sanggup
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan jeleknya maka ia harus bersabar
dan tidak mencemarkan nama baiknya. Dia juga harus terus menerus
memberi nasihat, memberi petunjuk sampai muridnya itu kembali
menjadi orang baik.
4. Mursyid harus menyembunyikan atau merahasiakan aib dari murid-
muridnya.
5. Tidak tersangkut hatinya kepada harta muridnya dan tidak pula
bermaksud untuk memilikinya.
6. Memerintahkan kepada murid apa yang harus dilaksanakan dan
melarang apa yang harus ditinggalkan. Untuk itu mursyid harus
memberi contoh sehingga ucapannya menjadi berwibawa.
7. Tidak duduk terus menerus bersama dengan muridnya kecuali
sekadar hajat yang diperlukan. Kalau dia bermuzakarah memberi
pelajaran kepada murid-muridnya haruslah memakai kitab-kitab
yang muktabar supaya mereka bersih dari kotoran yang terlintas
dalam hati, dan supaya mereka dapat melaksanakan ibadat yang sah
dan sempurna.
8. Ucapannya hendaklah bersih dari senda gurau dan olok-olok, tidak
mengucapkan sesuatu yang tidak perlu.
9. Hendaklah selalu bijaksana dan lapang dada terhadap haknya.
Tidak boleh minta dihormati, dipuji atau disanjung-sanjung dan
tidak membebani murid dengan sesuatu yang tidak sanggup
dilaksanakannya dan tidak menyusahkan mereka.
10. Apabila dia melihat seorang murid yang kalau banyak duduk
semajelis dengannya, bisa mengurangi kewibawaan dan
kebesarannya, hendaklah si murid itu segera disuruh berkhalwat
yang tidak begitu jauh darinya.
11. Apabila ia melihat kehormatan terhadap dirinya sudah berkurang
dalam anggapan hati murid-muridnya, hendaklah ia segera
mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk mencegahnya,
sebab yang demikian ini adalah musuh yang terbesar.
12. Tidak lalai untuk memberi petunjuk kepada mereka, tentang hal-
hal untuk kebaikan murid-muridnya.
13. Apabila murid menyampaikan sesuatu yang dilihatnya dalam
mukasyafah maka hendaklah ia tidak memperpanjang percakapan
tentang itu. Karena kalau mursyid memperpanjang pembicaraannya
tentang penglihatan murid tadi, mungkin murid itu akan merasa
martabatnya sudah tinggi dan ini akan merusak citranya.
14. Mursyid wajib melarang murid-muridnya membicarakan rahasia
tarikat kepada orang yang bukan ikhwannya kecuali terpaksa.
Mursyid juga mencegah pembicaraan tentang sesuatu yang luar biasa
yang dialaminya walaupun dengan sesama ikhwan, sebab yang
demikian ini akan menimbulkan rasa sombong dan takabur atau
menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain.
15. Mursyid hendaklah berkhalwat pada tempat yang khusus dan
tidak memperkenankan orang lain masuk kecuali orang-orang yang
telah ditentukan.
16. Mursyid hendaklah menjaga agar muridnya tidak melihat segala
gerak-geriknya, tidurnya, makan dan minumnya, sebab yang
demikian bisa mengurangi penghormatan murid terhadap syekh yang
bercerita dan mempergunjingkannya yang merusak kemaslahatan
murid itu sendiri.
17. Tidak membiarkan murid terlalu banyak makan, karena banyak
makan itu memperlambat tercapainya latihan yang diberikan oleh
mursyid, dan banyak makan itu menjadikan murid itu budak perut.
18. Melarang murid-muridnya semajelis dengan mursyid lain, sebab
yang demikian membahayakan keadaan murid itu sendiri. Tetapi
apabila dia melihat pergaulan itu tidak akan mengurangi kecintaan
dan tidak pula akan menggoyahkan pendirian muridnya, maka boleh
saja mursyid membiarkan muridnya semajelis dengan syekh lain.
19. Harus mencegah muridnya sering mengunjungi pejabat-pejabat
atau para hakim, supaya murid jangan terpengaruh, dan bisa
menghambat tujuannya untuk menuju akhirat.
20. Tutur kata dan tegur sapa hendaklah dilaksanakan dengan sopan
santun dan lemah lembut dan tidak boleh berbicara kasar atau
memaki-maki.
21. Apabila seorang murid mengundangnya maka hendaklah dia
menerima undangan itu dengan penuh penghormatan dan
penghargaan.
22. Apabila mursyid duduk bersama muridnya, hendaklah dia duduk
dengan tenang, sopan, tertib dan tidak gelisah dan tidak banyak
menoleh kepada mereka. Tidak tidur bersama mereka, tidak
melunjurkan kaki. Para murid harus percaya bahwa mursyid itu
mempunyai sifat-sifat terpuji yang menjadi ikutan dan panutan
mereka.
23. Apabila mursyid menerima kedatangan murid, hendaklah dia
menerimanya dengan senang hati, tidak dengan muka yang masam
dan apabila murid meninggalkannya hendaklah mursyid
mendo’akannya tanpa diminta. Apabila mursyid datang kepada
muridnya, hendaklah ia berpakaian rapi, bersih dan bersikap yang
sebaik-baiknya.
24. Apabila seorang murid tidak hadir di majelis zikir, hendaklah ia
bertanya dan meneliti apa sebabnya. Kalau dia sakit, hendaklah dia
jenguk atau ada keperluan hendaklah ia bantu atau karena ada suatu
halangan hendaklah dia mendo’akannya.
As Syekh Amin Al Kurdi berkesimpulan bahwa sifat mursyid harus
meneladani sifat-sifat Rasulullah menghadapi sahabat-sahabatnya
sesuai dengan kemampuannya (Amin Al Kurdi, 1994 : 453 - 455).
Imam Al Ghazali menyatakan bahwa murid tak boleh tidak harus
mempunyai syekh yang memimpinnya, sebab jalan iman adalah
samar, sedangkan jalan iblis itu banyak dan terang. Barang siapa
yang tak mempunyai syekh sebagai petunjuk jalan dia pasti akan
dituntun oleh Iblis dalam perjalanannya itu.
Menghadirkan Mursyid
Prof. Dr. H.S. S. Kadirun Yahya dalam fatwanya pada peringatan hari
Guru dan Hari Silsilah tanggal 20 Juni 1996, menegaskan tentang
menghadirkan mursyid. Dalam fatwa itu beliau mengatakan salah
satu metode berzikir dan beramal dalam thariqatullah
Naqsyabandiyah adalah menghadirkan Syekh Mursyid sebagai imam
rohani. Dengan hal ini akan mendapatkan konsentrasi penuh dalam
berzikir dan beribadat. Sesungguhnya menghadirkan (menyertakan)
Syekh Mursyid dalam berzikir dan beribadat tidak hanya terdapat
dalam Tarekatullah Naqsyabandiyah, tetapi juga terdapat pada
seluruh lembaga tarekat-tarekat muktabarah.
Sabda Rasulullah saw :
ﺣ َّﺪ َﺛﻨَﺎ
َ ن
ُ ﺳ ْﻔﻴَﺎ
ُ ﻦ ُ ﺧ َﺒ َﺮﻧَﺎ َو ِآ ْﻴ ٍﻊ ْﺑ
ْﻲأ ْ ﻦ أ ِﺑ ْﻋ
َ ن
َ ﺳ ْﻔﻴَﺎ
ُ ﻦ
ْﻋ
َ ﺻ ِﻢ
ِ ﻦ ﻋَﺎ ِ ﻋ َﺒ ْﻴ ِﺪ ْﺑ
ُ ﷲ ِ ﻦا ْﻋ َ ﻦ ﺳَﺎِﻟ ٍﻢْﻋَ ﻦ ِ ﻋ َﻤ َﺮ ا ْﺑ
ُ ﻦ
ْﻋَ
ﻋ َﻤ َﺮ
ُ ﺳﺘَﺄ أ َﻧّ ُﻪْ ن ِاَ ﻲ ْ َذ
َّ ل ا ْﻟ ُﻌ ْﻤ َﺮ ِة ﻓِﻰ معلص اﻟ َّﻨ ِﺒ
َ يَأ َﻓﻘَﺎ
ْ ﻲ َّ ﺧ
َ ﺷ ِﺮ ْآﻨَﺎ ُأ
ْ ﻚ ﻓِﻰ َا
َ ﻻ ُدﻋَﺎ ِﺋ َ ﺴﻨَﺎ َو
َ َﺗ ْﻨ
Artinya : Menceritakan kepada kami Sofian bin Waki’, mengabarkan
kepada kami Bapakku dari Sofian, dari `Ashim bin Ubaidillah, dari
Salim, dari Ibnu Umar, dari Umar bin Khattab, bahwa sesungguhnya
Umar bin Khattab pada waktu minta ljin kepada Nabi SAW untuk
melaksanakan ibadat Umrah, maka Nabi bersabda : "Wahai
saudaraku Umar, ikut sertakan aku/hadirkan aku,pada waktu engkau
berdo’a nanti, dan jangan engkau lupakan aku". (Hadits ini adalah
hadits Hasan Sahih). (HR. Abu Daud dan Turmuzi).
Demikian pula menurut riwayat Saidina Abu Bakar r.a. dan Saidina
Ali r.a. menyampaikan kepada Rasulullah SAW bahwa mereka tidak
pernah lupa, tetapi selalu teringat kepada Rasulullah pada setiap
melaksanakan ibadat bahkan sampai pada waktu di kamar kecil.
Rasulullah membenarkan apa yang telah mereka alami itu.
Para pakar Tarekat Naqsyabandiah sepakat membolehkan dan
membenarkan untuk menghadirkan Syekh Mursyid karena fungsinya
sebagai ulama pewaris Nabi, sebagai Imam/pembimbing rohani,
dengan tujuan agar orang yang berzikir dan beribadat itu terhindar
dari segala was-was, rupa-rupa/pandangan-pandangan lain, bisikan-
bisikan lain, perasaan-perasaan lain, yang diciptakan oleh iblis dan
setan yang selalu mengganggu orang-orang yang berzikir dan
beribadat itu, padahal yang bersangkutan belum tinggi kualitas iman
dan takwanya.
Rasulullah SAW bersabda :
ﻩللا ىلا كليصي ﻩنإف ﻩللا عم نم عم نك ﻩللا عم نكت مل نإف ﻩللا عم نك
"Jadikanlah dirimu beserta dengan Allah, jika kamu belum bisa
menjadikan dirimu beserta dengan Allah maka jadikanlah dirimu
beserta dengan orang yang telah beserta dengan Allah, maka
sesungguhnya orang itulah yang menghubungkan engkau (rohanimu)
kepada Allah" (H.R. Abu Daud).
WASILAH dan RABITAH
Pengertian Wasilah
Sebagaimana halnya masalah mursyid, masalah wasilah dan rabitah
dalam suatu tarekat pada waktu melaksanakan zikir dan ibadah
menempati posisi penting dan menentukan. Seluruh sufi yang
bertarekat pasti bermursyid, berwasilah dan merabitahkan
rohaniahnya dalam beramal dan beribadah :
Artinya :Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah
pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan (sukses).
(QS.Al Maidah :35).
Dalam Kamus al Munjid dikatakan :
ﺳ ْﻴَﻠ ُﺔ
ِ ب ﻣَﺎ َا ْﻟ َﻮ
ُ ّﻰ َﻳ َﺘ َﻘ َﺮ
َ ا ْﻟ َﻐ ْﻴ ِﺮ إﻟ
“Wasilah adalah sesuatu yang mendekatkan kepada yang lain.”
Ibnu Abbas menegaskan :
ﺳ ْﻴَﻠ ُﺔ
ِ ﻲ َا ْﻟ َﻮ
َ ا ْﻟ َﻘﺮَا َﺑ ُﺔ ِه
“Wasilah adalah suatu pendekatan “
Dalam Tafsir Ibnu Katsir II :52-53 pada waktu menafsirkan QS Al
Maidah :35 , menyatakan :
ﺳ ْﻴﻠَﺔ
ِ ﻲ َا ْﻟ َﻮ َ ﻞ اَّﻟﺘِﻰ ِه ُﺻَّ ﻞ إﻟَﻰ ِﺑﻬَﺎ ُﻳ َﺘ َﻮ ِ ﺼ ْﻴ
ِ ﺤ ْ ﺼ ْﻮ ِد َﺗُ ا ْﻟ َﻤ ْﻘ
“Wasilah itu ialah sesuatu yang menyampaikan kepada maksud”
Syekh Sulaiman Zuhdi pada waktu menafsirkan QS.Al Maidah:35
menyatakan :
ﺳ ْﻴَﻠ ُﺔ
ِ ﻋ َا ْﻟ َﻮ
َ ﻞ ﺎ ٌم
ِّ ﻞ ﻣَﺎ ِﻟ ُﻜ
ُﺻ
َ ل ِﺑ ِﻪ َﻳ َﺘ َﻮ
َ ﺼ ْﻮ ِد إ
ُ ﻲ ا ْﻟ َﻤ ْﻘ
ُّ ب معلص وَاﻟ َّﻨ ِﺒ ُ ﻞ ا ْﻟ َﻮﺳَﺎ َا ْﻗ َﺮ ِ ﻰ ِﺋَ ﷲ إﻟ ِ ﻰا َ َﺗﻮَا ِﺋ ُﺒ ُﻪ ُﺛ َّﻢ َﺗﻌَﺎﻟ
ﻦ معلص َ ﻦ ِﻣ َ ﺴ َﺘ ْﻜ ِﻤِﻠ ْﻴ
ْ ﻦ ا ْﻟ ُﻤَ ﺻِﻠ ْﻴ
ِ ﻰ ا ْﻟﻮَا َ ﷲ إﻟ ِ ﻰا َ ﻲ َﺗﻌَﺎﻟ ْ ﻞ ِﻓِّ ن ُآ
ٍ َﻗ ْﺮ
“Pengertian umum dari wasilah adalah sesuatu yang dapat
menyampaikan kita kepada suatu maksud atau tujuan. Nabi
Muhammad SAW adalah wasilah yang paling dekat untuk sampai
kepada Allah SWT, kemudian kepada penerusnya-penerusnya yang
Kamil Mukammil yang telah sampai kepada Allah SWT yang ada pada
tiap-tiap abad atau tiap-tiap masa”
Dalam ilmu balaghah dikenal istilah “Majaz Mursal :
ﻦ
ْ ق ِﻣ ِﻼَﻃ ْ ﻞإ ِّ ﺤَ ا ْﻟﺤَﺎل وَإرَا َد ِة ا ْﻟ َﻤ
artinya menyebut wadah, sedangkan sebenarnya yang dimaksud
adalah isinya. Disebutkan pula Nabi Muhammad sebagai wasilah,
tetapi yang dimaksud sebenarnya adalah Nuurun ala nuurin yang ada
pada rohani Rasulullah SAW.
Prof.DR.H.S.S Kadirun Yahya menyatakan bahwa wasilah itu adalah
suatu channel, saluran atau frekuensi yang tak terhingga yang
langsung membawa kita kehaderat Allah SWT.
Wasilah itu ialah :
ﻰ ُﻧ ْﻮ ٌر َ ﷲ ُﻧ ْﻮ ٍر ﻋَﻠُ ﻦ ِﻟ ُﻨ ْﻮ ِر ِﻩ َﻳ ْﻬﺪِا
ْ َﻳﺸَﺂ ُء َﻣ
“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki “(QS An-Nur :35).
Wasilah itu telah ditanamkan ke dalam diri rohani Arwahul
Muqaddasah Rasulullah SAW yang merupakan sentral penghubung
antara Rasulullah SAW dan ummatnya menuju kehaderat Allah SWT.
Para Sahabat dan ummat Rasulllah SAW harus mendapatkan wasilah
ini di samping menerima Alquran dan As-Sunah (lihat kembali Capita
Selecta III )