Makalah Takhrij Hadis Mahar TGK, M. Ansarin Dan Tgk.m. Al-Fazil
Makalah Takhrij Hadis Mahar TGK, M. Ansarin Dan Tgk.m. Al-Fazil
MUHAMMAD ANSARI ( )
MUHAMMAD AL-FAZIL (5022022052)
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt, karena atas berkat
rahmat dan kemurahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
yang berjudul “TAKHRIJ HADIS TENTANG MAHAR NIKAH”. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hadis Hukum Keluarga”
Penulis menyadari bahwa materi yang telah disajikan jauh dari kesempurnaan,
kami yakin bahwa materi ini akan sangat bermanfaat bagi teman-teman guna
membantu kelancaran dan kemudahan dalam memahami materi yang disajikan.
Penulis senantiasa akan berupaya memperbaiki makalah ini sehingga kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat penulis butuhkan.
Demikian yang dapat kami sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aturan tentang mahar tidak hanya berasal dari agama Islam, tapi juga dari
agama dan peradaban lain sebelum atau setelah Islam. Mahar dalam ajaran Islam
adalah pemberian dari mempelai laki-laki kepada calon istrinya. Mahar dalam
perkawinan terkadang menjadi masalah. Jika terlalu murah, dianggap tidak
menghormati calon istri dan keluarganya. Jika terlalu mahal, dapat mempersulit calon
suami dan menghalangi pernikahan.
Islam terkadang disalah pahami dan dianggap tidak memuliakan kaum
perempuan di antaranya karena membolehkan lelaki menikahi perempuan dengan
memberikan mahar yang murah. Sejumlah hadis tentang Islam membolehkan mahar
murah telah populer di masyarakat.
Di antaranya, hadis yang menerangkan bahwa perempuan yang paling baik
adalah yang mudah atau murah maharnya, hadis bolehnya mahar dengan
mengajarkan hafalan satu surah yang paling pendek di dalam Al-Qur’an, bahkan
bolehnya mahar berupa cincin dari besi. Karena itu, ketika berita pernikahan dengan
mahar sandal viral di masyarakat, pihak penuduh tersebut kembali mengangkat
tuduhan mereka dan menjadikan kasus ini sebagai argumen yang menguatkannya,
sedangkan pihak lain menganggap bahwa mahar murah, termasuk hanya sepasang
sandal, dibolehkan oleh syariat.
Oleh karena permasalahan demikian yang terjadi dalam masyarakat maka
dalam makalah ini penulis akan membahas takhrij hadis tentang mahar dari sandal
jepit tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman takhrij hadis Ahmad tentang permasalahan mahar nikah dengan sandal
jepit?
1
2. Bagaiman korelasi hadis mahar dengan ayat al-quran?
3. Bagaimana istinbath hukum fiqh tentang mahar?
2
BAB II
TAKHRIJ HADIS TENTANG MAHAR NIKAH
3
maskawin dua sandal?, wanita itu menjawab. 'Saya pikir tidak masalah.' Maka ('Amir
radhiallahu'anhu) berkata, 'Saya pikir juga tidak masalah.'1
B. Hadis Pendukung
2. Hadis Tarmizi
1
Ahmad bin hanbal, Musnad Ahmad, (muassasa Ar-Risalah,Bairut) nomor hadis 15679 juz
24 hal 450
4
merupakan hadits hasan shahih. Para ulama berselisih pendapat mengenai mahar.
Sebagian ulama berkata, jumlah mahar sesuai dengan yang disepakati kedua belah
pihak. ini merupakan pendapat Sufyan Ats Tsauri, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Adapun
Malik bin Anas berpendapat: Mahar tidak boleh kurang dari seperempat dinar.
Sebagian ahlul Kufah berpendapat: Mahar tidak boleh kurang dari sepuluh dinar."
(H.R. Tirmizi No.1113)2
C. Kandungan Hadis
Adapun kandungan kedua hadis tersebut yaitu berisi tentang kisah seorang
laki-laki yang ingin menikahi seorang perempuan yang hanya memiliki mahar 2
sandal. Yang mana dalam hadis tersebut dapat diketahui bahwa mahar tidak perlu
banyak namun selama ada keridhaan si wanita terhadap mahar meskipun sedikit maka
dibolehkan.
D. Sanad Hadis Dan Skema Hadis Utama
1. Sanad hadis riwayat Ahmad
Jalur pertama:
Muhammad bin Ja’far dari syu’bah bin Al-Hajjaj bin Al-Warad dari Ashim bin
Ubaidillah bin Ashim dari Abdulla bin Amir bin Rabi’ah dari amir bin Rabiah bin
Ka’ab
Jalur kedua:
Hajjaj bin Muhammad dari Syu’bah bin Al-Hajjaj bin Al-Warad dari Ashim bin
Ubaidillah bin Ashim dari abdullah bin Amir bin Rabiah dari amir bin Rabiah bin
Ka’ab
2
Tirmizi, sunan At-Tirmizi, (maktaba Al-Maarif), hal 263
5
Skema Sanad Hadis Ahmad Tentang Mahar
3
Al-Hafiz Al-Mutqin Jamaluddin Abu Al-Hajjaj Yusuf Al-Mizzi, Tahzib Al-Kamal Wa
Ismail Ar-Rijal, (Muassas Ar-Risalah, Juzu’ 1) Hal 437
6
muslim, dan Abu daud. Beliau wafat pada 12 rabiul awwal tahun 241 H.4 dan
komentar para ulama tentang beliau yaitu Abdurrahman bin mahdi mengatakan
ahmad bin hanbal adalah yang paling alim tentang hadis sofyan atsauri,yahya bin said
al-qatan mengatakan tidak ada yang dapat mendahuluiku seperti ahmad bin hanbal,
dan Aba Ja’far An-Nufaili dia berkata: Ahmad bin Hambal adalah yang paling
mengetahui dalam bidang agama.
4
Ibid, Hal 465
5
Ibid, juz 25 hal 5
6
Ibid, juz 5 hal 451
7
4. Syu’bah bin Al-Hajjaj7
Nama lengkapnya Syu’bah bin Al-Hajjaj bin As-Sawardi Al-Ataki Al-Uzdi,
memiliki kuniyah Abu Bistam Al-Wasitiy. Diantar guru-gurunya yaitu Ashim bin
Ubaidillah, Ib rahin bin Amir dan Ibrahim bin Muhammad. Beliau juga memiliki
banyak murid, diantaranya yaitu: Hajjaj bin Muhammad Al-Aura, Muhammad bin
Ja’far Gundar, dan Muhammad bin Sawa’ As-Sudusi. Beliau wafat pada tahun 190 H.
Komentar para ulama tentang beliau yaitu: Yahya nbin Muin berkata syu’bah adalah
pemimpin orang-orang yang bertaqwa, Yazid bin Zura’ berkata: Syu’bah adalah
orang yang paling benar dalam hadis dan As-Syafii berkata kalau bukan karena
Syu’bah negeri Irak tidak akan mengenal hadis.
7
Ibid, Juz 12 hal 479
8
Ibid, Juz 13 hal 500
9
Ibid, Juz 15 Hal 140
8
wafat pada tahun 85 H. Komentar para ulama tentang beliau tidak tercantum, Cuma
menybutkan tahun wafat.
10
Ibid, juz 14 hal 17
9
Hadis riwayat Ahmad nomor 15679, sebagaimana telah saya terangkan,
mengindikasikan ada dua pertemuan antara Syu’bah dan ‘Ashim. Pada pertemuan
pertama, ‘Ashim menyebutkan sabda Nabi Saw berupa pertanyaan kepada perempuan
ْ َِك َو َما ِل ِك ِبنَ ْعلَي ِْن قَال
yang dinikahi dengan mahar sandal, ت ِ ت ِم ْن نَ ْفس ِ أ َ َر, dan jawaban
ِ ضي
perempuan itu, نَ َع ْم.“Syu’bah memotongnya dengan mengatakan, “Seolah-olah Nabi
Saw membolehkannya,” dan dijawab oleh ‘Ashim, “Seolah-olah beliau
membolehkannya.” Pada pertemuan kedua, ‘Ashim mengulang kembali frasa sabda
Nabi saw tersebut, tapi jawaban dari perempuan itu berubah menjadi, “Saya pikir
demikian,” lalu Nabi saw bersabda lagi, “Saya pikir demikian.”
Hadis yang diriwatkan oleh tirmizi tentang mahar memiliki dua kualitas yang
pertama adalah dhaif dari jalur Ashim, dan Hasan dari jalur Umar, Abi Hurairah,
Aisyah dan Abi Hadrah.
Hadis dha’if dapat ditingkatkan derajatnya ke tingkat hasan dengan dua
ketentuan,yaitu:
1. hadis tersebut diriwayatkan oleh perawi yang lain melalui jalan lain, dengan
syarat bahwa perawi (jalan) yang lain tersebut sama kualitasnya atau lebih baik
dari padanya.
2. bahwa sebab kedha’ifannya karena keburukan hafalan perawinya, putusnya
sanad. serta adanya periwayat yang tak dikenal.11
11
Sayyidi ,Taufiq Umar, Manhaj ad-Dirayah wa Mizan ar-Riwayah, [t.d], hal 7
10
hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.”
(QS. An Nisa: 4).
Berdasarkan ayat di atas, Islam tidak pernah menetapkan berapa besar
jumlah mahar yang harus diberikan, namun semua tergantung dari calon istri
apakah dia ingin menerimanya atau tidak. Maka dari itu, jika calon suami
belum dapat memberikannya ketika pernikahan, boleh diupayakan dengan
jalan mengutang.
Korelasi ayat diatas dengan hadis adalah dari segi sama-sama tidak
menentukan kadar mahar yang diberikan laki-laki kepada wanita yang ingin
dinikahi. Namun, jika suami telah menceraikan istrinya sebelum berjima'
(berhubungan intim) dengan istrinya, maka suami wajib membayar ½ dari
mahar yang telah ditetapkan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam ayatnya
yang lain:
11
berapa saja yang disepakati oleh calon suami dengan calon istri. Ini pendapat Sufyan
al-Tsawri, al-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq.
Malik bin Anas berkata bahwa jumlah mahar tidak boleh kurang dari 0,25
dinar. Beberapa ulama Kufah berpendapat bahwa mahar tidak boleh kurang dari 10
dirham.”
Selanjutnya, al-Mubarakfuri, pensyarah Sunan al-Tirmidzi menerangkan
pengertian katakata al-Tirmidzi ini sebagai berikut:12 Para ulama berbeda pendapat
tentang mahar. Ada yang berpendapat mahar adalah berapa saja yang disepakati oleh
calon suami dengan calon istri. Ini pendapat Sufyan alTsawri, al-Syafi’i, Ahmad, dan
Ishaq.
Ibnu Hajar al-‘Asqalani di dalam Fath al-Bari mengatakan bahwa semua
ulama membolehkan akad dengan mahar berupa apa saja yang disepakati oleh suami-
istri. Demikian yang terdapat dalam naskah asli, tapi boleh jadi yang benar adalah:
berupa apa saja yang memiliki manfa‘ah (manfaat, nilai, atau harga), seperti cemeti
dan sandal meskipun harganya kurang dari satu dirham. Pendapat ini dipegang juga
oleh Yahya bin Sa’id al-Anshari, Abu al-Zannad, Rabi’ah, Ibnu Abu Dzi’b, dan
ulama Madinah lain selain Malik dan pengikutnya, dan (dipegang juga oleh) Ibnu
Juraij, Muslim bin Khalid, para ulama Mekkah, al-Awza’i di Syam, al-Laits di Mesir,
juga oleh al-Tsawri, Ibnu Abu Ya’la, dan ulama Irak lainnya selain Abu Hanifah dan
pengikutnya; juga oleh al-Syafi’i, Dawud, fukaha ahli hadis, dan Ibnu Wahab dari
Mazhab Maliki. Argumentasi mereka adalah hadis-hadis yang terdapat di dalam bab
mahar ini.
Malik bin Anas berkata bahwa mahar tidak boleh kurang dari 0,25 dinar.
AlQurthubi berkata orang-orang yang mengqiyaskan mahar dengan nishab pencurian
berdalil dengan menyatakan bahwa ia (kemaluan) adalah organ tubuh manusia yang
sakral sehingga tidak dapat diperbolehkan dengan kurang dari jumlah tersebut
sebagai qiyas terhadap tangan pencuri. Tapi, jumhur menyanggah dengan
Abu al-‘Ala’ Muhammad ‘Abd al-Rahman bin ‘Abd al-Rahim al-Mubarakfuri, Tuhfah al-
12
Ahwadzi Bi Syarh Jami‘ al-Tirmidzi, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah), hal. 211-214
12
menyatakan bahwa ini adalah qiyas yang bertentangan dengan nash sehingga tidak
valid. Selain itu, tangan pencuri yang dipotong akan terpisah, sedangkan kemaluan
tidak, dan harta yang dicuri itu harus dikembalikan. Beberapa ulama Kufah
berpendapat bahwa mahar tidak boleh kurang dari 10 dirham. Ini adalah pendapat
Abu Hanifah dan murid-muridnya. Mereka berargumentasi dengan hadis Jabir
“Janganlah kalian menikahi perempuan kecuali yang sekufu. Janganlah seseorang
menikahkan mereka kecuali para wali. Dan tidak boleh ada mahar yang lebih sedikit
daripada 10 dirham.” Di dalam sanad hadis ini terdapat Mubasysyir bin ‘Ubaid yang
dinilai matruk (ditinggalkan periwayatannya) oleh Daruquthni.
Al-Baihaqi juga meriwayatkan hadis ini selain di dalam Sunannya di dalam
al-Ma’rifah dari Ahmad, lalu mengatakan bahwa hadis-hadis Mubasysyir bin ‘Ubaid
itu mawdhu’ (palsu). Hadis ini diriwayatkan juga oleh Abu Ya’la al-Mushili di dalam
Musnadnya dan Ibnu Hibban di dalam Kitab Ad-Dhu’afa’ dan mengatakan bahwa
Mubasysyir bin ‘Ubaid meriwayatkan hadis-hadis mawdhu’ dari orang-orang yang
terpercaya. Kitab hadisnya tidak dapat diterima kecuali dengan taajub. Hadis ini
diriwayatkan juga oleh Ibnu ‘Adi dan al-‘Aqili, dan meninggikan sanadnya dengan
Mubasysyir. Daruquthni dan al-Baihaqi meriwayatkan hadis di dalam Sunan mereka
dari al-Sya’bi.
Penulis al-Manhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj mengatakan bahwa satu
uqiyah sebanding dengan 40 dirham. Jadi, 12 uqiyah sama dengan 480 dirham,
ditambah satu nasy atau setengah uqiyah atau 20 dirham sama dengan 500 dirham. Ini
adalah dalil bahwa mahar disunnahkan berjumlah 500 dirham bagi orang yang
sanggup. Jika ada yang mengatakan bahwa mahar Nabi Saw bagi Ummu Habibah
4000 dirham atau 400 dinar, maka jawabannya jumlah itu merupakan sumbangan dari
Najasyi sebagai penghormatan bagi Nabi Saw, bukan karena Nabi Saw sendiri
membayarnya atau berakad dengan jumlah itu.13
13
Diakses dari https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/holistic/article/download/5311/3381/16211 pada
tanggal 16 Desember 2022
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadis riwayat Ahmad dengan nomor 15125 adalah hadis dha’if karena dalam
sanadnya terdapat Ashim bin ‘Ubaidullah
Hadis al-Tirmidzi tersebut adalah hadis dha’if karena di antara rawinya
terdapat ‘Ashim bin ‘Ubaidullah yang disepakati ke-dha’if-annya orang para ahli
hadis, tapi penilaian al-Tirmidzi bahwa sanad hadis ini hasan shahih memiliki dasar.
Tapi, Penggunaan hadis-hadis dha’if ini sebagai satu-satunya argumen penetapan
hukum bolehnya suami membayar mahar berupa sandal secara khusus atau mahar
yang nilainya murah secara umum tidak sesuai dengan sikap para ulama hadis tentang
penggunaan hadis dha’if dalam penetapan hukum.
Fiqh dan instinbath hukum dari hadis ini menunjukkan bahwa matan hadis ini
mengarahkan agar perempuan yang menerima mahar yang murah dikonfirmasikan
keridaannya, dan agar suami berupaya sungguh-sungguh untuk membayar mahar
kepada istri, sehingga dalam keadaan tidak mampu sekalipun dia harus tetap
memberikan mahar kepada istrinya.
Mahar adalah hak istri dan baik mahal atau murah harus dibayarkan sesuai
dengan kerelaannya. Analisa terhadap mahar yang diberikan Nabi Saw kepada
istrinya menunjukkan bahwa nominalnya cenderung cukup mahal.
B. Saran
Sebagai penutup dari makalah ini, tak luput pula kami ucapkan ribuan terima
kasih pada semua rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam pembuatan
makalah ini. Di samping itu, masih banyak kekurangan serta jauh dari kata
kesempurnaan, tetapi kami semua telah berusaha semaksimal munkin dalam
pembutan makalah yang amat sederhana ini. Maka, dari pada itu . kami semua sangat
berharap kepada semua rekan-rekan untuk memberi kritik atau sarannya, sehingga
dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa menjadi yang lebih baik.
14
Daftar Pustaka
web
https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/holistic/article/download/5311/3381/16211
15