Makalah TTK Kel 7
Makalah TTK Kel 7
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, yang telah memberi
rahmat serta Hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak
lupa sholawat serta salam tetap terlimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sang
pemilik ukhwah.
Kami membuat makalah ini berdasarkan pembagian dari salah satu tugas mata kuliah
Teknik-Teknik Konseling . Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen
Pengampuh Tika Febriyani M.Pd , yang telah membantu memberikan referensi dan pendapat
dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan karena
kami masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, kami dengan terbuka akan menerima kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan dan adanya perbaikan. Kami
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi teman-teman pembaca.
DAFTAR ISI
B. Tujuan
Penulisan ................................................................................. ...........................2
A. Latar Belakang
Pendekatan behavior berawal pada tahun 1950-an dan awal 1960-an, dan
merupakan perubahan radikal dari perspektif psikoanalisis yang dominan.
Gerakan terapi behavior berbeda dengan pendekatan terapi lainnya dalam
penerapan prinsip-prinsip pengkondisian klasik dan operan (yang akan
dijelaskan segera) pada pengobatan berbagai perilaku bermasalah. Saat ini,
sulit untuk menemukan konsensus tentang definisi terapi behavior karena
bidang ini telah berkembang, menjadi lebih kompleks, dan ditandai oleh
keragaman pandangan. Memang, seiring dengan berkembangnya terapi
perilaku, terapi ini semakin tumpang tindih dalam beberapa hal dengan
pendekatan psikoterapi lainnya (Wilson, 2008). Pembahasan yang disajikan
di sini didasarkan pada sketsa historis terapi behavior dari Spiegler dan
Guevremont (2003).
Terapi Behavior tradisional muncul secara bersamaan di Amerika Serikat,
Afrika Selatan, dan Inggris pada tahun 1950-an. Meskipun mendapat kritik
keras dan perlawanan dari psikoterapis psikoanalisis, pendekatan ini tetap
bertahan. Fokusnya adalah untuk menunjukkan bahwa teknik-teknik
pengkondisian perilaku efektif dan merupakan alternatif yang layak untuk
terapi psikoanalisis. Pada tahun 1960-an, Albert Bandura mengembangkan
teori pembelajaran sosial, yang menggabungkan pengkondisian klasik dan
operan dengan pembelajaran observasional. Bandura menjadikan kognisi
sebagai fokus yang sah untuk terapi Behavior. Selama tahun 1960-an,
sejumlah pendekatan perilaku kognitif bermunculan, dan mereka masih
memiliki dampak yang signifikan pada praktik terapi (lihat Bab 10).
Terapi Behavior kontemporer muncul sebagai kekuatan utama dalam
psikologi selama tahun 1970-an, dan memiliki dampak yang signifikan
terhadap pendidikan, psikologi, psikoterapi, psikiatri, dan pekerjaan sosial.
Teknik-teknik perilaku diperluas untuk memberikan solusi bagi masalah-
1
masalah bisnis, industri, dan pengasuhan anak. Dikenal sebagai "gelombang
pertama" dalam bidang perilaku, teknik terapi Behavior dipandang sebagai
pengobatan pilihan untuk banyak masalah psikologis. Tahun 1980-an
ditandai dengan pencarian cakrawala baru dalam konsep dan metode yang
melampaui teori belajar tradisional. Para ahli terapi Behavior terus menguji
metode mereka dengan penelitian empiris dan mempertimbangkan dampak
dari praktik terapi terhadap klien dan masyarakat luas. Perhatian yang lebih
besar diberikan pada peran emosi dalam perubahan terapeutik, serta peran
faktor biologis dalam gangguan psikologis.
Dua perkembangan yang paling penting dalam bidang ini adalah (1)
kemunculan terapi behavior kognitif yang terus berlanjut sebagai kekuatan
utama dan (2) penerapan teknikteknik perilaku dalam pencegahan dan
pengobatan gangguan yang berhubungan dengan kesehatan. Pada akhir
tahun 1990-an, Asosiasi untuk Terapi Behavior dan Kognitif (ABCT)
(sebelumnya dikenal sebagai Asosiasi untuk Kemajuan Terapi Perilaku)
mengklaim keanggotaannya sekitar 4.300 orang.
Deskripsi ABCT saat ini adalah "organisasi keanggotaan yang terdiri dari
lebih dari 4.500 profesional kesehatan mental dan mahasiswa yang tertarik
dengan terapi Behavior berbasis empiris atau terapi Behavior kognitif."
Perubahan nama dan deskripsi ini menunjukkan pemikiran saat ini untuk
mengintegrasikan terapi perilaku dan kognitif. Terapi kognitif dianggap
sebagai "gelombang kedua" dari tradisi perilaku. Pada awal tahun 2000-an,
"gelombang ketiga" dari tradisi perilaku muncul, memperluas cakupan
penelitian dan praktik. Perkembangan terbaru ini meliputi terapi Behavior
dialektis, pengurangan stres berbasis kesadaran, terapi kognitif berbasis
kesadaran, dan terapi penerimaan dan komitmen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pandangan tentang manusia?
2. Apa itu konsep dasar?
2
3. Apa sajakah tujuan konseling?
4. Bagaimana peran dan fungsi konselor?
5. Apa peran fungsi dan konselor?
6. Apa saja tahap-tahap konseling?
7. Apa saja teknik-teknik konseling?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian pandangan tentang manusia
2. Untuk mengetahui apa itu konsep dasar
3. Untuk mengetahui apa saja tujuan behavioral dalam konseling
4. Untuk mengetahui bagaimana peran dan fungsi konselor
5. Untuk mengetahui apa saja peran fungsi konselor
6. Untuk mengetahui ada berapa tahap-tahap konseling
3
BAB II
PEMBAHASAN
B. Konsep Dasar
Salah satu studi yang paling penting dalam perkembangan pendekatan
behavioral adalah studi yang dilakukan oleh Watson dan Rayner (1920)
yang menggunakan anak sebagai subyek tentang rasa takut yang dipelajari
(conditioned). Saran-saran penelitian ini menjadi teknik-teknik inti dalam
konseling behavioral (Rosjidan, 1994, p. 4). Penggunaan istilah behavioral
counseling pertama kali dikemukakan oleh Krumboltz dari the Standford
University pada tahun 1964. Pada dekade 1950an pengalaman konseling
merupakan filsafat hidup yang menekankan pada segi hubungan dan setting
wawancara. Dapat dikatakan bahwa konseling kurang memperhatikan
metodologi ilmiah seperti observasi dan eksperimen. Hubungan konselor
dan konseli dipandang sebagai metode konseling atau jantungnya konseling
(Rosjidan, 1994, p. 4). Pada kenyataannya, konseling membutuhkan
4
penguasaan metode dan teknik-teknik ilmiah yang melandasi konselor
dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses konseling.
• Proses pendidikan.
Konseling merupakan proses pendidikan. Dengan kata lain, konseling
membantu konseli mempelajari tingkah laku baru untuk memecahkan
masalahnya. Konseling menggunakan prinsip-prinsip belajar dan
prosedur belajar yang efektif untuk membentuk dasar-dasar pemberian
bantuan kepada konseli (Rosjidan, 1994, p. 5-6).
• Teknik dirakit secara individual.
Teknik konseling yang digunakan pada setiap konseli berbeda-beda ter-
Gantung pada masalah dan karakteristik konseli. Dalam proses
konseling,Penentuan tujuan konseling, proses asesmen, dan teknik-
teknik dibangun
• Metodologi ilmiah.
Tematis, kuantifikasi data dan kontrol yang tepat (Rosjidan, 1994, p. 6).
Oleh konseli dengan bantuan konselor (Rosjidan, 1994, p. 6). Konseling
behavioral dilandasi oleh metode ilmiah dalam melakukan asesmen dan
evaluasi konseling. Konseling ini menggunakan observasi Sis
5
pendapat ini dikembangkan lebih lanjut yang mulai menerima fenomena
kejiwaan yang abstrak seperti id, ego, dan ilusi (methodological
behaviorism). Pendekatan ini memandang perilaku yang malasuai
(malajusted) sebagai hasil belajar dari lingkungan secara keliru.
6
• Perincian pelaksanaan dapat diubah selama treatmen doesuaikan dengan
keburuhan konseli
• Bila berdasarkan evaluasi sebuah teknik gagal memberikan perubahan
pada konseli, teknik tersebut dapat diganti dengan teknik lain.
• Teknik-teknik konseling dapat dijalaskan dan diatur secara rasional serta
dapat diprediksi dan dievaluasi secara objektif.
• Waktu yang dibutuhkan lebih singkat (Sukadji, 1983, p. 10-11).
• Model psikodinamika
Yaitu, tingkah laku manusia ditentukan kehidupan dinamika intra-psikis
individu (id, ego, superego). Contohnya: id: aku mau makan sekarang,
superego: jangan lakukan itu, menurut peraturan, tidak boleh makan
ketika jam pelajaran, dan ego: sekarang harus realistis tentang ini dan
melakukan pengujian realita tentang kemungkinan pemenuhan id.
• Model biofisik
Yaitu, tingkah laku ditentukan oleh organisasi neurologi, belajar
perseptual motor, kesiapan fisiologi, integrasi dan perkembangan
sensori.
• Model lingkungan
Yaitu, tingkah laku ditentukan oleh interaksi antara individu dan
lingkungan. Menurut pandangan sosiologi: tingkah laku ditentukan oleh
pengaruh ling- kungan, sedangkan pandangan ekologi: tingkah laku
ditentukan oleh hu- bungan antara organisme dengan lingkungan.
• Model tingkah laku
Yaitu, tingkah laku dapat diobservasi dan diukur. Tingkah laku
disebabkan oleh tekanan tekanan lingkungan, asumsi: tingkah laku
adalah konsekuensi dari prinsipprinsip penguatan (reinforcement)
(Walker & Shea, 1984).
7
C. Tujuan Konseling
Tujuan konseling behavioral berorientasi pada pengubahan atau
modifikasi perilaku konseli, yang di antaranya untuk:
8
individu. Konselor behavioral biasanya berfungsi sebagai guru, pengarah
dan ahli yang mendiagnosa tingkah laku yang maladaptif dan menentukan
prosedur yang mengatasi persoalan tingkah laku individu. Dalam proses
konseling, konseli yang menentukan tingkah laku apa (what) yang akan
diubah, sedangkan konselor menentukan cara yang digunakan untuk
mengubahnya (bow) (Corey, 1986, p. 180).
E. Tahap-Tahap Konseling
Tingkah laku yang bermasalah dalam konseling behavioral adalah
tingkah laku yang berlebihan (excessive) dan tingkah laku yang kurang
(deficit). Tingkah laku yang berlebihan seperti: merokok, terlalu banyak
main games, dan sering memberi komentar di kelas. Adapun tingkah laku
yang deficit adalah terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas dan
bolos sekolah. Tingkah laku excessive dirawat dengan menggunakan teknik
konseling untuk menghilangkan atau mengurangi tingkah laku, sedangkan
tingkah laku deficit diterapi dengan menggunakan teknik meningkatkan
tingkah laku.
9
1. Melakukan Asesmen (Assessment)
Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan oleh konseli
pada saat ini. Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata, perasaan dan
pikiran kon seli. Kanfer dan Saslow (1969) mengatakan terdapat tujuh
informasi yang digal dalam asesmen, yaitu:
• Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini.
Tingkah laku yang dianalisis adalah tingkah laku yang khusus.
• Analisis situasi yang di dalamnya masalah konseli terjadi. Analisis ini
mencoba untuk mengidentifikasi peristiwa yang mengawali tingkah laku
dan mengikutinya (antecedent dan consequence) sehubungan dengan
masalah konseli.
• Analisis motivasional.
• Analisis self control, yaitu tingkatan kontrol diri konseli terhadap
tingkah laku bermasalah ditelusuri atas dasar bagaimana kontrol itu
dilatih dan atas dasar kejadiankejadian yang menentukan keberhasilan
self-control.
• Analisis hubungan sosial, yaitu orang lain yang dekat dengan kehidupan
konseli diidentifikasi juga hubungannya orang tersebut dengan konseli
Metode yang digunakan untuk mempertahankan hubungan ini dianalisis
juga
• Analisis lingkungan fisik-sosial budaya. Analisis ini atas dasar norma-
norma dan keterbatasan lingkungan (Rosjidan, 1994, p. 25).
10
Intensitas tingkah laku
Data tingkah laku ini menjadi data awal (baseline data) yang akan
diban- dingkan dengan data tingkah laku setelah intervensi
Contoh
11
4. Evaluasi dan Pengakhiran (Evaluation – Termination)
F. Teknik-Teknik Konseling
Teknik konseling behavioral terdiri dari dua jenis, yaitu teknik untuk
meningkatkan tingkah laku dan untuk menurunkan tingkah laku. Teknik
untuk meningkatkan tingkah laku antara lain: penguatan positif, token
economy, pem- bentukan tingkah laku (shaping), pembuatan kontrak
(contingency contrac- ting), Sedangkan teknik konseling untuk menurunkan
tingkah laku adalah: penghapusan (extinction), time-out, pembanjiran
(flooding), penjenuhan (satia- tion), hukuman (punishment), terapi aversi
(aversive therapy), dan disensitisasi sistematis.
12
akan diulang, meningkat dan menetap di masa akan datang (Walker &
Shea, 1984). Reinforcement positif, yaitu peristiwa atau sesuatu yang
membuat tingkah laku yang dikehendaki berpeluang diulang karena
bersifat disenangi. Dalam memahami penguatan positif, perlu dibedakan
dengan penguatan negatif (negative reinforcement) yaitu menghilangkan
aversive stimulus (negative reinforcement) yang biasa dilakukan agar
tingkah laku yang tidak diinginkan berkurang dan tingkah laku yang
diinginkan meningkat.
Reinforcement negatif, yaitu peristiwa atau sesuatu yang membuat
tingkah laku yang dikehendaki kecil peluang untuk diulang.
Reinforcement dapat bersifat tidak menyenangkan atau tidak memberi
dampak pada perubahan tingkah laku tujuan
13
1.b Prinsip-Prinsip Penerapan Penguatan Positif (Reinforcement Positive)
14
• Secondary reinforcer atau conditioned reinforcer. Pada umumnya
tingkah laku manusia berhubungan dengan ini, misalnya uang,
senyuman, pujian, medali, pin, hadiah, dan kehormatan.
• Contingency remforcement, yaitu tingkah laku tidak menyenangkan
dipakai sebagai syarat agar anak melakukan tingkah laku
menyenangkan, misalnya kerjakan dulu PR baru nonton TV.
Reinforcement ini sangat efektif dalam modifikasi tingkah laku.
1.e Penerapan Penguatan Positif Yang Efektif
15
Behavior (perilaku yang dipermasalahkan; frekuensi, intensitas,
dan durasi)
Consequence (akibat yang diperoleh dari perilaku tersebut)
2. Memilih perilaku target yang ingin ditingkatkan
3. Menetapkan data awal (baseline) perilaku awal
4. Menentukan reinforcement yang bermakna
5. Menetapkan jadwal pemberian reinforcement
6. Penerapan reinforcement positif
1.g Ilustrasi Kasus
• Rika sering terlambat masuk sekolah
• Ibu tidak berhasil mendorong Rika untuk siap lebih cepat
16
• Penguat berselang seling (intermittent Reinforcement), yaitu
diberikan selang-seling yaitu:
Interval tetap (fixed interval): reinforcement diberi berselang
teratur, misalnya setiap 5 menit. Lama-lama merpati enggan
mematuk/mematuk setelah 5 menit.
Interval berubah (variable interval): reinforcement diberikan
dalam Waktu tidak tentu, misalnya berselang 3, 4, 5, 6, dan 7
menit. Peng- hapusan lebih lambat dibanding interval tetap.
Perbandingan tetap (fixed ratio): reinforcement sesudah respons
yang Dikehendaki muncul kesekian kalinya, misalnya setelah
patukan ke 10 Atau ke 12, dan seterusnya.
Perbandingan berubah (variable ratio): reinforcement diberi secara
acak sesudah 8, 9, 10, 11, 12 kali patukan dengan rata-rata sama
dengan fixed ratio.
Penghapusan pada rasio variabel paling lambat terjadi.
17
barang yang diinginkan oleh Konseli. Kartu berharga (roken economy)
dapat diterapkan di berbagai seting dan populasi seperti dalam seting
individual, kelompok dan kelas, juga pada berbagai populasi mulai dari
anak-anak hingga orang dewasa (Corey, 1986, p. 185). Token economy
bertujuan untuk mengembangkan prilaku adaptif melalui pemberian
reinforcement dengan token. Ketika tingkah laku yang diinginkan telah
cenderung menetap, pemberian token dikurangi secara bertahap (Corey,
1986, p. 185).
18
• Sistem token dapat memungkinkan untuk mengukur penguatan sosial.
• Token menjadi jembatan antara institusi dan kehidupan di luar
sekolah (Corey, 1986, p. 185).
19
• Penetapan besaran harga atau poin token yang sesuai dengan perilaku
target.
• Penetapan saat kapan token diberikan kepada konseli.
• Menetapkan perilaku awal program.
• Memilih reinforcement yang sesuai bersama konseli.
• Memilih tipe token yang akan digunakan, misalnya: bintang, stempel,
dan Kartu.
• Mengidentifikasi pihak yang terlibat dalam program seperti staf
sekolah, Guru, relawan, siswa, anggota token economy.
• Menetapkan jumlah dan frekuensi penukaran token, misal 25-75
token per Orang, dan menurun sampai 15-30 token perhari.
• Membuat pedoman pelaksanaan token economy (perilaku mana yang
akan diberi penguatan, bagaimana cara memberi penguatan dengan
token, kapan waktu pemberian, berapa jumlah token yang bisa
diperoleh, data apa yang harus di catat, kapan dan bagaimana data
dicatat, siapa administratornya, dan bagaimana prosedur evaluasinya).
• Pedoman diberikan kepada konseli dan staf.
• Lakukan monitoring.
Reward Waktu Poin
20
membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberi
reinforcement primer maupun sekunder
21
• Bila untuk melanjutkan konseli mendapat kesulitan, maka dilatih
ulang Pada tahap yang dirasa sulit.
3.d Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Shaping
22
4.a Pembuatan Kontrak (Contingency Contracting)
Tidak
terlambat
Contoh kontrak 2
Kontrak tingkah laku
Tingkah laku yang bermasalah
....................................................................................................................
................
...
23
....................................................................................................................................
...
Tingkah laku yang diinginkan
....................................................................................................................................
...
....................................................................................................................................
...
Sangsi
....................................................................................................................................
...
....................................................................................................................................
...
Hadiah
....................................................................................................................................
...
....................................................................................................................................
...
Tanda tangan Siswa
:
.........................................................................................................................
Guru :
.........................................................................................................................
Pihak lain yang terlibat :
...............................................................................................
Contoh kontrak 3
Saya, .......... pada tanggal..........menyatakan bahwa saya setuju
melakukan hal-hal dibawah ini:
....................................................................................................................
................ ...
....................................................................................................................
................
24
...
........................................
........................................
Tanda tangan siswa Tanda tangan guru
Usaha saya dianggap berhasil bila:
....................................................................................................................
................
...
....................................................................................................................
................
...
Bila saya telah berhasil melakukan hal diatas, maka saya akan
mendapatkan
....................................................................................................................
................
...
....................................................................................................................
................
...
Tanggal berakhitnya kontrak, ........................................
........................................
........................................
Tanda tangan siswa Tanda tangan guru
25
5.a Penokohan (Modeling)
26
5.b Proses Penting Modeling
• Perhatian, harus fokus pada model. Proses ini dipengaruhi asosiasi
pengamat dengan model, sifat model yang atraktif, arti penting
tingkah laku yang diamati bagi si pengamat.
• Representasi, yaitu tingkah laku yang akan ditiru harus disimbolisasi
dalam ingatan. Baik bentuk verbal maupun gambar dan imajinasi.
Verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal tingkah
laku yang diamati, mana yang dibuang dan mana yang dicoba
lakukan. Imajinasi memungkinkan dilakukan latihan simbolik dalam
pikiran.
• Peniruan tingkah laku model, yaitu bagaimana melakukannya? Apa
yang harus dikerjakan? Apakah sudah benar? Hasil lebih pada
pencapaian tujuan belajar dan efikasi pembelajar.
• Motivasi dan penguatan. Motivasi tinggi untuk melakukan tingkah
laku Model membuat belajar menjadi efektif. Imitasi lebih kuat pada
ttingka Laku yang diberi penguatan daripada dihukum.
5.c Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan penokohan
(modeling)
• Ciri model seperti; usia, status sosial, jenis kelamin, puan, penting
dalam meningkatkan imitasi. Keramahan, dan kemampuan, penting
dalam meningkatkan imitasi.
• Anak lebih senang meniru model seusianya daripada model dewasa.
• Anak cenderung meniru model yang standar prestasinya dalam
jangkauannya.
• Anak cenderung mengimitasi orang tuanya yang hangat dan terbuka.
Gadis lebih mengimitasi ibunya.
5.d Prinsip-Prinsip Modeling
• Belajar bisa diperoleh melalui pengalaman langsung dan bisa tidak
llangsun Dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut
konsekuensinya.
• Kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan
mmenconto Tingkah laku model yang ada.
27
• Reaksi-reaksi emosional yang terganggu bisa dihapus dengan
mengamati orang lain yang mendekati obyek atau situasi yang
ditakuti tanpa mengalami akibat menakutkan dengan tindakan yang
dilakukannya.
• Pengendalian diri dipelajari melalui pengamatan atas model yang
ddikena Hukuman.
• Status kehormatan model sangat berarti.
• Individu mengamati seorang model dan dikuatkan untuk mencontoh
tingkah Laku model.
• Modeling dapat dilakukan dengan model simbol melalui film dan alat
visual lain.
• Pada konseling kelompok terjadi model ganda karena peserta bebas
meniru Perilaku pemimpin kelompok atau peserta lain.
• Prosedur modeling dapat menggunakan berbagai teknik dasar
modifikasi perilaku.
Kasus yang diterapi dengan modeling antara lain: penderita fobia,
keter- gantungan atau kecanduan obat-obatan, ketergantungan atau
kecanduan alko- hol, gangguan kepribadian berat psikosis, kesulitan anak
adaptasi di sekolah, dan takut sekolah.
28
• Penokohan simbolik (symbolic model) seperti: tokoh yang dilihat
melalui film, video atau media lain.
• Penokohan ganda (multiple model) seperti: terjadi dalam kelompok,
seorang anggota mengubah sikap dan mempelajari sikap baru setelah
mengamati anggota lain bersikap.
5.g Langkah-Langkah
• Menetapkan bentuk penokohan (live model, symbolic model, multiple
model).
• Pada live model, pilih model yang bersahabat atau teman sebaya
konsell yang memiliki kesamaan seperti: usia, status ekonomi, dan
penampilan fsik. Hal inı penting terutama bagi anak-anak.
• Bila mungkin gunakan lebih dari satu model.
• Kompleksitas perilaku yang dimodelkan harus sesuai dengan tingkat
perilaku konseli. Kombinasikan modelıng dengan aturan, instruksı,
behavioral rehearsal, dan penguatan.
• Pada saat konseli memperhatikan pcnampilan tOKOn berikan
penguata alamiah.
• Bila mungkin buat desain pelatihan untuk Konseli menirukan model
secara tepat, sehingga akan mengarahkan konseli pada penguatan
alamiah. Bila tidak maka buat perencanaan pemberian penguatan
untuk setiap peniruan tingkah laku yang tepat.
• Bila perilaku bersifat kompleks, maka episode modeling dilakukan
mulai dari yang paling mudah ke yang lebih sukar.
• Skenario modeling harus dibuat realistik.
• Mclakukan pemodelan di mana tokoh menunjukkan perilaku yang
menim bulkan rasa takut bagi konselı (dengan sikap manis, perhatian,
bahasa yang lembut dan perilaku yang menyenangkan konseli).
29
6.a Pengelolaan Diri (Self Management)
30
• Mengubah lingkungan hsik sehingga perilaku yang tidak dikehendaki
sulit dan tidak mungkin dilaksanakan. Misalnya orang yang suka
“ngemil” mengatur lingkungan agar tidak tersedia makanan yang
memancing keinginan untuk “ngemil”.
• Mengubah lingkungan sosial sehingga lingkungan sosial ikut
mengontrol tingkah laku konseli.
• Mengubah lingkungan atau kebiasaan sehingga menjadi perilaku yang
tidak dikehendaki hanya dapat dilakukan pada waktu dan tempat
tertentu saja (Sukadi, 1983, p. 97-98).
6.b Tahap-Tahap Pengelolaan Diri
31
Tahap ini merupakan tahap yang paling sulit karena membutuhkan
kemauan yang kuat dari konseli untuk melaksanakan program yang
telah dibuat secara kontinyu (Sukadji, 1983, p. 99-101).
temantemannya
7.a Langkah-Langkah
• Tentukan tingkah laku yang akan dihentikan dengan analisis ABC.
• Bila tingkah laku itu ditampilkan, guru atau orangtua diam dan tidak
memberikan indikasi bahwa guru atau orangtua melihat tingkah laku
tersebut.
• Extincition akan lebih kuat bila dikombinasikan dengan teknik
penguatan positif.
7.b Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penghapusan
• Kontrol terhadap pemberi penguatan bagi perilaku yang akan
diturunkan/ dihapuskan. Saat perilaku diabaikan jangan sampai ada
orang lain yang memberi perhatian/penguatan pada perilaku yang
tidak diharapkan.
• Penurunan perilaku dikombinasi dengan penguatan positif bagi
perilaku altrnatif. Penguatan diberi secara gradual. Misalnya saat anak
menangis menjerit-jerit diabaikan, kemudian setelah anak diam
32
menangis selama 15 detik 25 detik I menit kemudian diberi penguatan
positif.
• Lakukan pada situasi yang memaksimalkan program extinction dan
me minimalkan situasi yang memungkinkan pihak lain memperkuat
perilaku yang tidak diharapkan. Misalnya anak temper tantrum di
super marker akan sulit ditenangkan dibandingkan dilakukan di
rumah.
• Memberi instruksi dengan membuat aturan. Contoh suami setiap
pulang kantor selalu mengeluh kemacetan lalu lintas. Istri
mengatakan “Tono, Kemacetan terjadi setiap hari dan tidak ada yang
bisa dilakukan dengan mengeluh. Saya lebih suka bicara dengan
kamu tentang hal lain. Tapi kalau Satu saat nanti kamu pulang dan
komplain lagi tentang lalu lintas, saya akan mengabaikannya”. Ini
perlu dilakukan beberapa kali agar benar-benar 1ar menurun.
• Extinction akan berlangsung cepat setelah diikuti continuoHS
reinforcement pemberian penguatan setiap kali perilaku diharapkan
muncul. Contohnya anak meminta perhatian saat ibu sedang bicara di
telepon, ibu mengabaikan. Begitu anak diam dan tenang, ibu langsung
memperhatikan dan memberikan apa yang dibutuhkan anak.
• Pemberian continuous reinforcement pada extinction akan lebih cepat
menurunkan perilaku yang tidak diharapkan dibandingkan
intermittent reinforcement
• Extinction bisa menghasilkan perilaku agresi. Hal ini dapat
diminimalisir apabila mengkombinasi antara penghapusan
(extinction) dengan penguatan positif (positive reinforcement) bagi
perilaku alternatif yang muncul.
• Perilaku yang sudah hilang dapat muncul kembali setelah beberapa
waktu. Ini disebut spontaneous recovery. Bila hal ini terjadi maka
perlu dilakukan kembali atau dilanjutkan program penghapusan
(extinction).
33
• Prinsip penting dalanm modihkasi tingkah laku adalah: bila ingin
perilaku muncul lebih sering maka beri dia penguatan. Bila ingin
perilaku menurun atau hilang, maka abaikanlah.
• Imajeri
34
Yaitu, stimulus yang menakutkan bisa dihadirkan juga dengan
memba- yangkan, konselor akan membuat gambaran situasi yang
semakin me ningkatkan rasa takut dan semakin mencemaskan.
Pengalaman konseli membayangkan tanpa disertai akibat yang
dahsyat dapat menurunkan ting kat rasa takutnya, dan ia akan siap
menghadapi situasi sebenarnya. Teta pi berdasarkan pendapat ahli,
proses mengalami langsung lebih efektif. Tekn ik ini biasa digunakan
untuk kasus-kasus fobia, obsesif, psikotik. Tekn ik looding
dikembangkan oleh Stampfl 1975 dengan nama terapi implosif.
8.c Prosedur terapi implosif
35
Janji nonton kalau prestasi belajar baik. Self punishment yaitu
menghukum diri sendiri bisa hukuman fisik atau mengurangi hak-haknya
seperti menonton TV atau membeli makanan atau barang yang
diinginkannya.
Contoh:
• Ani suka sekali makan permen, untuk menurunkan kebiasaan
tersebut, ia diberi permen sebanyak-banyaknya sampai ia tidak ingin
lagi permern, karena nilai permen sudah berkurang.
• Agus selalu meminjam alat tulis temannya tanpa izin. Pada hari
penerapan satiation, guru mempersiapkan alat tulis di meja Agus.
Setelah jam pertama guru memberi lagi tiga alat tulis, hal ini
berlangsung sampai jam sekolah berakhir. Pada batas tertentu, Agus
tidak memburuhkan alat rulis lagi, karena nilai dari alat rulis tersebut
sudah berkurang
36
Klasifikasi Tingkah laku Konsekuensi Kemungkinan efek
awal
Punishement Gina duduk Gina dicubit ibu Gina tidak lagi
(Hukuman) setiap kali duduk duduk ditangan
ditangan kursi
ditangan kursi kursi
37
dihukum karena terlambat, jadi tidak suka sekolah, semua pelajaran,
semua guru dsb.
Terdapat tiga metode operan yang digunakan untuk mengurangi
perilaku, yaitu time-0ut, overcorrection dan response cost.
1. Hukuman fisik
2. Timeout
3. Reprimands
4. Response cost
38
11.a Time-Out
• Nonexclusionary
39
Contoh format time-out
Siswa : ..............................................................................................
Guru : ..............................................................................................
Tanggal : ..............................................................................................
40
• Penerapan hukuman dilakukan dengan aturan yang jelas; beritahu
konseli semua program yang akan dilakukan, dan katakan ia akan
diberi hukuman segera setiap kali perilaku tidak diharapkan
muncul, dan akan mendapat penguatan. Hindari hukuman diberi
bersamaan dengan reinforcement, administrasikan dengan baik
pemberian hukuman.
• Program dilakukan dengan langkah dan aturan main yang jelas,
lakukan pencatatan data, dan lakukan pemantauan.
Pada kontrol diri aversi dilakukan sendiri oleh konseli, tetapi pada
terapi pengaturan kondisi aversi dilakukan terapis. Misalnya remaja
senang berkelahi, ditunjukkan foto teman yang kesakitan, saat yang
sama diberi kejutan listrik yang menimbulkan rasa sakit. Dengan terapi
aversi diharapkan terjadi proses pembalikan reinforcement dari
perasaan senang atau bangga menyakiti orang Lain, menjadi
reinforcement seperti iba, takut, rasa berdosa melihat orang lain terluka
dan merasa sakit karena listrik. Stimuli yang tidak disukai (aversive
stimuli) akan menciptakan stimulus yang tidak menyenangkan
bersamaan dengan stimulus yang ingin dikontrol.
Terapi aversi merupakan teknik yang bertujuan untuk meredakan
gangguan gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan
pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang
menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat
kemunculannya. Stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan
kejutan listrik atau ramuan yang membuat mual. Kendali aversi bisa
melibatkan penarikan penguatan positit atau penggunaan hukuman.
41
pedofilia. Merupakan teknik utama untuk alkoholik, melalui pemberian
ramuan yang menimbulkan mual ke dalam alkohol yang diminum.
Prosedur aversif menyajikan cara-cara menahan respons maladaptif
pada satu periode, sehingga ada kesempatan untuk memperoleh
tingkah laku alternatif yang adaptif.
42
13.a Disensitisasi Sistematis
13.b Langkah-langkah
• Analisis tingkah laku yang membangkitkan kecemasan. Menyusun
tingkat kecemasan.
• Membuat daftar situasi yang memunculkan/meningkatkan taraf
kecemas asan mulai dari yang paling rendah paling tinggi.
• Melatih relaksasi konseli yang digariskan Yacobsen dan dituraikan
rinci oleh Wolpe yaitu dengan berlatih pengenduran orot dan bagian
tubuh dengan titik berat wajah, tangan, kepala, leher, pundak,
punggung, perut, dada, dan anggota badan bagian bawah.
• Konseli mempraktikkan 30 menit setiap hari, hingga terbiasa untuk
santai ntai dengan cepat.
• Pelaksanaan desensitisasi konseli dalam santai dan mata tertutup.
• Meminta konseli membayangkan dirinya berada pada satu situasi
yang netral, menyenangkan, santai, nyaman, tenang. Saat konseli
santai diminta membayangkan situasi yang menimbulkan
kecemasan pada tingkat yang paling rendah.
• Dilakukan terus secara bertahap sampai tingkat yang memunculkan
rasa cemas, dan dihentikan.
43
• Kemudian dilakukan relaksasi lagi sampai konseli santai, diminta
mem- bayangkan lagi pada situasi dengan tingkat kecemasan yang
lebih tinggi dari sebelumnya.
• Terapi selesai apabila konseli mampu tetap santai ketika
membayangkan situasi yang sebelumnya paling menggelisahkan
dan mencemaskan.
• Cocok untuk kasus fobia, takut ujian, impotensi, frigiditas,
kecemasan neurotik, ketakutan yang digeneralisasi.
13.c Penyebab kegagalan disensitisasi sistematis
• Namun, disensitisasi sistematis mungkin saja tidak berhasil
dilakukan pada beberapa konseli yang disebabkan oleh:
• Konseli yang mengalami kesulitan dalam melakukan relaksasi
• Tingkatan kecemasan yang tidak relevan atau tidak tepat saat
disstun bersama konseli
• Ketidak memadaian dalam membayangkan (Wolpe 1969)
44
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perkembangan pendekatan behavior diawali pada tahun 1950-an dan
awal 1960-an sebagai reaksi menentang perspektif psikoanalisis yang
dominan. Pendekatan behavioral terdiri dari tiga trend utama, yaitu: trend l:
kondisio- ning klasikal (classical conditioning), trend I1: kondisioning
operan (operant conditioning), dan trend Il: terapi kognitif (cognitive
therapy). Terdapat tiga proses yang dipakai untuk regulasi diri yaitu:
memanipulasi eksternal, memonitor, dan mengevaluasi tingkah laku
internal. Tingkah laku merupakan hasil pengaruh resiprokal faktor
eksternal dan internal.
45
Penggunaan istilah bebavioral counseling pertama kali dikemukakan
oleh Krumboltz pada tahun 1964. Pendekatan behavioral berpandangan
bahwa setiap tingkah laku dapat dipelajari. Model-model tingkah laku
adalah model psikodinamika, model biofisik Ik, model lingkungan, dan
model tingkah laku. Peran konselor dalam konseling behavioral adalah
aktif, direktif dan menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan
solusi dari persoalan individu. Konseling behavioral memiliki empat tahap
yaitu: assessment, goal setting, technique implementation, dan evaluation-
termination.
Teknik konseling behavioral terdiri dari dua jenis, yaitu teknik untuk
meningkatkan tingkah laku dan untuk menurunkan tingkah laku. Teknik
untuk meningkatkan tingkah laku antara lain: penguatan positif, token
economy, pembentukan tingkah laku (shaping), pembuatan kontrak
(contingency contracting), Sedangkan teknik konseling untuk menurunkan
tingkah laku adalah: penghapusan (extinction), time-ou, pembanjiran
(flooding), penjenuhan (satiation), hukuman (punishment), terapi aversi
(aversif therapy), dan disensitisasi sistematis.
46
DAFTAR PUSTAKA
Gantian Komalasari, Eka Wahyuni, & Karsih. (2016). Teori dan Teknik
Konseling. Jakarta Barat: Indeks
47