Referat Radiologi Winda Fix
Referat Radiologi Winda Fix
POLI RADIOLOGI
RSUD JEND AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
HIPERTENSI PULMONAL
Disusun Oleh :
21360230
Preseptor :
dr. Enid Sola Gratia Ireschka Pattiwael, MSc, Sp. Rad (K) MSK
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung
Mengetahui :
dr. Enid Sola Gratia Ireschka Pattiwael, MSc, Sp. Rad, (K) MSK
TAHUN 2023
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas referat ini dalam rangka memenuhi
Saya menyadari bahwa penulisan referat ini tidak akan selesai tanpa adanya
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati saya menyampaikan ucapan
1. dr. Enid Sola Gratia Ireschka Pattiwael, MSc, Sp. Rad, (K) MSK selaku Ka SMF
sekaligus pembimbing dalam stase radiologi yang telah memberikan bekal ilmu
2. Segenap staf radiologi RSUD Ahmad Yani yang senantiasa memberikan masukan
Metro.
Saya menyadari bahwa dalam referat ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena
itu kritik dan saran membangun tentunya sangat saya harapkan. Semoga segala
bantuan berupa nasehat, motivasi dan masukan semua pihak akan bermanfaat untuk
ii
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi arteri pulmonalis (HAP) merupakan penyakit serius yang terjadi pada
arteri pulmonalis kecil dan ditandai oleh peningkatan tahanan vaskuler pulmonal yang
berlangsung progresif yang dapat berakhir pada kegagalan ventrikel kanan dan kematian.
Secara mikroskopis HAP ditandai oleh hyperplasia intima, hipertrofi tunika media
penebalan tunika adventitia dan proliferasi endotel. Penyakit tersebut untuk pertama kali
Arteri pulmonalis membawa darah dari jantung ke paru, kemudian darah kembali ke
jantung dan dialirkan keseluruh tubuh dengan membawa oksigen. Pada hipertensi arteri
pulmonalis aliran darah dari ventrikel jantung ke paru mengalami hambatan karena tekanan
di ventrikel kanan meningkat. Hal tersebut mengakibatkan jantung bekerja lebih keras
dengan mempercepat denyut jantung. Gejala yang timbul adalah rasa terikat didada, berat,
sulit bernapas, pusing, aktifitas menjadi terbatas bahkan pingsan dan mudah lelah.
Hipertensi arteri pulmonalis dapat menjadi berat, ditandai oleh penurunan toleransi dalam
resonance imaging (MRI), dan foto toraks konvensional, dapat menunjukan pelebaran dari
arteri pulmonalis serta gambaran lainnya seperti perubahan vaskular yang berada di hilus
pulmonalis. Pada pemeriksaan foto thoraks konvensional untuk menilai dilatasi arteri dan
vena pulmonalis dapat diketahui dengan mengukur hilus pulmonalis4 . American College
arteri pulmonalis descenden lebih dari 16 mm pada posisi postero-anterior dan diameter
arteri desendens paru kiri lebih dari 18 mm pada poyeksi lateral untuk mendiagnosis pasien
ii
yang diduga hipertensi pulmonal. Kriteria ini tidak dapat dilakukan pada semua pasien
karena ada pasien yang arteri desendensnya tidak dapat divisualisasikan dalam foto toraks.
Untuk alasan ini kita perlu metode lain untuk menentukan pasien yang diduga menderita
ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Warna paru yang sehat bervariasi antara abu-abu dan biru-merah muda. Partikel
berwarna abu-abu-hitam, yang—seperti di sini—sering dapat dilihat di bawah Pleura, juga
ditemukan pada orang yang tidak merokok. Partikel tersebut adalah partikel arang atau debu
kecil, yang setelah terhidup tertimbun di dalam paru dan tidak selalu menimbulkan penyakit
Paru yang tidak difiksasi secara kimiawi lunak seperti spons dan kolaps ketika dikeluarkan dari
dalam Thorax. Gambar yang ditampilkan di sini adalah hasil dari ekspansi dinamis di dalam
Thorax paru kanan dengan volume sekitar 1500 cm3 sedikit lebih besar daripada paru kiri
dengan volume sekitar 1400 cm3 (karena Jetak jantung di kiri dan asimetris). Lobus dan
Fissura antar-fobus (Lobi pulmonales dan Fissurae interlobulares) dibedakan sbb.:
*Psw kiri Dus lobus (Lobi superior dan inferior pulmonis sinistri), yang diprsahkan pieh
sebuah Fissura obliqua,
•Paru kanan: Tiga lobus (Lobi superior, medius, dan inferior pulmonis dextri), yang dipisahkan
oleh Fissura obliqua dan Fissura horizontalis pulmonis dextri.
Pleura visceralis berjalan masuk ke dalam fissura sampai ke dalam.
Perhatikan: Karena Fissura obliqua pulmonis sinistri berjalan miring curam, Lingula pulmonis
lobi superioris pada paru kiri menjadi bagian basis paru. Satuan struktural paru yang terkecil
dan dapat dilihat secara morfologis adalah Lobulus pulmonis, yang dialiri udara oleh sebuah
Bronchiolus. Lobulus pulmonis dibatasi satu sama lain—seringkali tidak sempurna— oleh
septum-septum jaringan ikat (Septa interloburaria), yang dapat memberikan tampilan berpetak-
ii
petak pada permukaan paru. Bila perbedaan-perbedaan yang diuraikan tadi diabaikan, kedua
paru di-bangun identik, dengan:
• Ujung paru (Apex pulmonis): menonjol sampai ke Apertura thoracis superior.
• Basis paru (Basis pulmonis): bagian paru yang menghadap ke Diaphragma
2.2 DEFINISI
Hipertensi pulmonal terbagi atas hipertensi pulmonal primer dan hipertensi sekunder
paru. Hipertensi Pulmonal Primer (HPP) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah pada pembuluh arteri paru-paru jauh diatas normal yaitu
>25mmHg saat istirahat atau >30mmHg saat melakukan aktivitas yang dapat
menyebabkan sesak sampai pingsan. HPP saat ini diganti menjadi Hipertensi Arteri
Pulmonal Idiopatik.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Hipertensi Pulmonal primer banyak mengenai usia 20-40 tahun, walaupun dapat
mengenai usia lain. Pada anak perbandingannya seimbang antara pria dan wanita,
setelah pubertas lebih sering pada wanita dibandingkan pria (1,7:1). Hipertensi
Pulmonal sekunder berhubungan dengan penyakit yang mendasari. Sehingga prevalesi
sulit ditentukan.4
ii
2.4 KLASIFIKASI
Klasifikasi hipertensi pulmonal berdasarkan kelas fungsional menurut WHO adalah :
- Kelas 1 : pasien dengan hipertensi pulmonal tanpa keterbatasan dalam melakukan
aktifitas sehari-hari
- Kelas II : Pasien dengan hipertensi pulmonal dengan sedikit keterbatasan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari
- Kelas III : Pasien dengan hipertensi pulmonal yang bila melakukan aktifitas ringan
akan terasa sesak dan rasa lelah yang hilang bila saat istirahat.
- Kelas IV: Pasien dengan hipertensi pulmonal yang tidak mampu melakukan
aktifitas apapun (aktifitas ringan akan terasa sesak), dengan tanda dan gejala gagal
jantung kanan.
2.5 PATOFISIOLOGI
Pada HAP terjadi peningkatan resistensi vaskular pulmonal sehingga
menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan oleh karena afterload.2,4 Penyebab
utama peningkatan resistensi vaskular adalah remodeling akibat proliferasi sel yang
berlebihan dan penurunan apoptosis. Selain itu vasokonstriksi berperan penting pada
sekitar 20% pasien.2,5
Hipertensi arteri pulmonal juga berakibat peningkatan tekanan pada pembuluh
darah pulmonal kecil yang disebut sebagai tahanan arteri. Hal itu sangat berpengaruh
terhadap aliran darah regional paru. 8 Pada HAP secara mikroskopis dapat ditemukan
abnormalitas arteri, seperti hiperplasia intima, hipertrofi medial, proliferasi adventisia,
trombosis insitu dan berbagai tingkatan peradangan. Peningkatan tahanan arteri akibat
kondisi di atas akan mempengaruhi tekanan dalam ventrikel kanan sehingga kapasitas
fungsi pompa jantung sangat terganggu.9
Pada HAP terjadi disfungsi endotel, penurunan rasio apoptosis/proliferasi sel otot
polos arteri pulmonalis (PASMCs), penebalan intima media, kelainan tunika adventisia
dan aktifasi adventisia metaloprotease yang berlebihan mirip seperti pada kanker dan
aterosklerosis. Produksi vasokonstriktor seperti endotelin dan tromboksan oleh endotel
meningkat, namun disisi lain terjadi penurunan produksi vasodilator seperti
prostasiklin. 10-13 Prostasklin dan tromboksan A2 merupakan metabolit asam
arahidonat mayor. Prostasiklin merupakan vasodilator poten, dan berfungsi
menghambat aktivasi platelet, sedangkan tromboksan A2 merupakan vasokonstriktor
poten yang membantu proliferasi dan aktifasi platelet. Pada kondisi normal aktivitas
ii
keduanya seimbang, namun pada HAP keseimbangan kedua molekul tersebut bergeser
kearah tromboksan A2, yang berakibat trombosis, proliferasi dan vasokonstriksi.11
Selain itu terjadi penurunan sintesis prostasiklin pada arteri pulmonal kecil dan
medium.14 Plasma endotelin-1(ET-1) adalah vasokonstriktor poten yang merangsang
pembentukan PAMCs. Kadarnya juga meningkat dan berkorelasi dengan prognosis dan
beratringan penyakit.14,15 Selain itu pada lumen pembuluh darah orang dengan HAP
ditemukan peningkatan kadar serotonin plasma. Serotonin dapat merangsang proliferasi
sel otot polos jantung dan hal itu merupakan pertanda penting dalam patogenesis
HAP.10
Nitric oxide (NO) yang diproduksi di endotel adalah vasodilator yang
menghambat aktivasi platelet dan proliferasi sel otot polos vaskuler yang dibentuk dari
tiga isoform nitrik oksid (NOs/S/NOS3) namun perannya pada HAP belum jelas
diketahui. 13 Diduga reaksi inflamasi berperan dalam terjadinya HAP. 16 Autoantibodi
sitokin proinflamasi dan infiltrasi inflamasi telah di observasi pada beberapa kasus
HAP. Pada HAP, ditemukan kelainan pada PASMCs yang berakibat menurunnya rasio
apoptosis/proliferasi. Kelainan tersebut meliputi perubahan aktivitas faktor trasnkripsi
seperti factor HIF-1 alpha dan NFAT, menurunnya ekspresi beberapa kanal K+
(Kv1.5dan Kv2.1) dan perubahan ekspresi protein antiapoptoticsurvivin. Kelainan
tersebut dapat dilihat pada hewancoba (tikus) dan penderita HAP berupa hilangnya
Kv1.5, aktivasi survivin dan translokasi HIF-1 alpha. 17,18
Pada HAP terjadi proliferasi PASMCs yang berlebihan akibat respons sel
terhadap faktor pertumbuhan beta yang sedang bertranformasi. Hal itu berkaitan dengan
akumulasi sel yang berlebihan akibat kerusakan pada sistem apoptosis sel otot polos.
Apoptosis yang tidak berfungsi baik merupakan salah satu faktor penting yang
berhubungan dengan hiperpolarisasi mitokondria, aktifasi faktor transkripsi seperti
HIF-1 alpha dan NFAT, dan ekspresi denovo anti-apoptotic protein survivin. 17,19
Selain terjadi pada PASMCs, kondisi tersebut juga terjadi pada sel endotel yang
berakibat disfungsi endotel. 19 Selain itu ekpresi berlebihan pada sistem kanal Kalium
juga berperan dalam proses terjadinya HAP yang berujung pada vaso konstriksi.20
WHO juga mengusulkan klasifikasi fungsional HAP dengan memodifikasi
klasifikasi fungsional New York Heart Association (NYHA) system (Tabel 2).
Hipertensi arteri pulmonalis mempunyai prognosis buruk dan angka kematian tinggi,
walaupun telah mendapat pengobatan yang memadai.21
ii
2.6 ETIOLOGI
Hipertensi pulmonal berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 kategori yaitu
hipertensi pulmonal primer (idiopatik) dan sekunder.
Tipe Keterangan Etiologi
Tipe 1a Hipertensi arteri pulmonalis Idiopatik, genetik, induksi obat dan
( Hipertensi Arteri Pulmonal racun, penyakit jaringan ikat, infeksi
Idiopatik/Primer) HIV, portal hipertensi, penyakit
jantung kongenital, autoimun.
Tipe 1b Penyakit hipertensi veno-paru Obstruksi vena besar paru oleh
karena penyakit fibrosis (fibrosis
mediastinum. Tumor, sarkoidosis)
Tipe 2 Hipertensi pulmonal dengan fitur Disfungsi sistolik, disfungsi
jantung kiri diastolik, penyakit katup
Tipe 3 Hipertensi pulmonal dengan PPOK, penyakit paru interstitial,
kelainan paru-paru/hipoksia penyakit paru dengan gabungan dari
kelainan restriktif dan obstruktif,
penyakit apneu tidur, gangguan
hipoventilasi alveolar.
Tipe 4 Hipertensi pulmonal dengan Oklusi trombotik proksimal, oklusi
tromboemboli kronis trombotik distal oleh karena benda
asing
Tipe 5 Hipertensi sarang gan Gangguan mieloproliferasi dan
multifaktorial splenektomi, vaskulitis, gangguan
tiroid, tumor, dan gagal ginjal kronis.
2.7 DIAGNOSIS
Pada taraf awal penyakit, biasanya tanpa gejala. Gejala akan muncul bila
penyakit sudah dalam taraf lanjut. Penyakit biasanya berlangsung progresif namun
gejala yang timbul sangat bervariasi mulai dari ringan atau tanpa gejala sampai berat.
Umumnya ditemukan sesak nafas yang makin lama makin berat, malaise, batuk tidak
produktif, pingsan atau sinkop, edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama
ii
tumit dan kaki) dan gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis. Biasanya tidak
ditemukan gejala orthopnea (sesak nafas akibat perubahan posisi) dan paroxysmal
nocturnal dyspnea (sesak nafas pada saat tidur).2
Untuk mencari penyebab, dokter biasanya akan menanyakan riwayat penyakit. Riwayat
penyakit keluarga yang rinci diperlukan untuk menentukan apakah ada faktor
keturunan. Juga ditanyakan riwayat penggunaan obat seperti kokain, metamfetamin dan
alkohol. Perlu juga diketahui kebiasaan merokok yang dapat menyebabkan emfisema
karena dapat mencetuskan HAP. Pemeriksaan fisik juga mutlak dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik relatif tidak sensitif untuk menegakkan diagnosis PAH,
namun dapat membantu untuk menyingkirkan diagnosis banding. Bila pada
pemeriksaan paru ditemukan mengi dan ronki, harus dipikirkan kemungkinan asma
bronkial, bronkitis atau fibrosis. Mengi basah seperti pada gagal jantung kongestif
menunjukkan gagal jantung kiri. Bunyi jantung II pada daerah pulmonal dapat
ditemukan pada hampir 90% pasien dengan HAP lanjut yaitu ketika telah terjadi gagal
jantung kanan. Selain itu, dapat ditemukan gejala dan tanda seperti gallop ventrikel
kanan, distensi vena jugularis, pembesaran hepar atau limpa atau keduanya, asites atau
edema perifer.2
Jika pasien dicurigai menderita HAP harus diusahakan untuk menyingkirkan penyakit
lain. Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain dan
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
Elektrokardiografi
Elektrokardiogram (EKG) mungkin memperlihatkan deviasi aksis ke kanan,
hipertrofi atrium kanan ( RV) namun seringkali hal itu tidak signifikan. Emfisema paru
kronis dapat mengurangi voltase elektrik EKG dan menutupi tandatanda hipertrofi
ii
Gambar 2.1 EKG pasien Hipertensi Pulmonal
2.8 PENATALAKSANAAN
Pada kasus tertentu, kombinasi transplantasi jantung dan paru dapat dilakukan 5 . Pada
pasien dengan tekanan jantung kanan yang sangat tinggi, septostomi atrium juga telah
dilakukan tetapi berhubungan dengan mortalitas langsung yang tinggi dan mengurangi
oksigenasi akibat terbentuknya shunt kanan-kiri.
Dalam kasus di mana hipertensi arteri pulmonal disebabkan oleh emboli pulmonal
proksimal, tromboendarterektomi pulmonal adalah pilihan pembedahan.
2.9 PROGNOSIS
Prognosis HAP biasanya kurang baik, karena umumnya disebabkan oleh penyakit
lain. Biasanya pasien mengetahui bahwa ia menderita HAP, setelah ada gejala klinik
dan hal itu berarti pasien sudah berada pada stadium lanjut. Bila ditemukan lebih awal
maka prognosis akan lebih baik, paling tidak dalam hal mengurangi gejala.
ii
BAB III
GAMBARAN RADIOLOGI
1.
2.
3.
3.1. Definisi Radiologi
3.1.1. Jenis-jenis Pemeriksaan Radiologi
Radiografi
Pada saat diagnosis hipertensi arteri pulmonal ditegakkan, 90% pasien memiliki
gambaran rontgen dada yang abnormal 3,
meskipun sensitivitas dan spesifisitasnya
rendah 12 . Fitur termasuk 11 :
ii
\
(A) (B)
Gambar 3.1 Rontgen Thorax Hipertensi Pulmonal (A) Posisi PA (B) Posisi Lateral
Ekokardiografi
ii
Pengukuran pertama adalah kecepatan maksimum jet regurgitasi trikuspid seperti yang
diamati dari empat ruang apikal, saluran aliran masuk ventrikel kanan, atau pandangan
sumbu pendek parasternal (pada tingkat katup aorta). Kecepatan yang diukur
menginformasikan satu sebagai berikut:
kecepatan >3,4 m/s pasti abnormal, dan kecurigaan hipertensi pulmonal tinggi
kecepatan di bawah 2,8 m/s (atau tidak terukur) dan antara 2,8 dan 3,4 m/s memerlukan
pengukuran lebih lanjut
o kecepatan <2,8 m/s (atau tidak terukur) dikelompokkan sebagai kecurigaan rendah jika
ada <2 kategori positif, dan menengah jika ada 2 atau lebih
o kecepatan antara 2,8 dan 3,4 m/s merupakan dugaan sedang (<2 kategori positif)
Ventrikel (kategori A), arteri pulmonalis (kategori B), dan atrium kanan dan vena cava
inferior (kategori C) dapat mengungkapkan temuan sugestif dari peningkatan
tekanan/volume (kategori "positif" ketika satu atau lebih dari temuan berikut adalah
hadiah).
ventrikel kanan: rasio diameter basal ventrikel kiri melebihi 1,0 (rasio RV/LV >1)
indeks eksentrisitas ventrikel kiri >1,1
o manifestasi dari perataan septum interventrikular, dinilai dengan membagi diameter
sumbu pendek paralel LV dan kemudian tegak lurus ke septum dan membagi nilai-nilai
ini untuk menghasilkan indeks eksentrisitas
o ini sering disebut sebagai " tanda D " (mengacu pada bentuk ventrikel kiri)
Diameter arteri pulmonalis dan indeks pulsed/continuous wave Doppler dinilai dalam
kategori B untuk temuan berikut
waktu akselerasi (AT) saluran keluar ventrikel kanan <105 ms dan/atau notching mid-
systolic dari amplop Doppler
o yang terakhir menunjukkan hipertensi arteri pulmonal kelompok 1 (prakapiler).
kecepatan regurgitasi paru diastolik awal lebih dari 2,2 m/s
ii
Diameter PA >25 mm
Akhirnya, vena cava inferior dan atrium kanan dinilai untuk fitur berikut
vena kava inferior yang lebih dari 2,1 cm pada akhir ekspirasi dengan <50% kolaps
(bila dilakukan pernapasan inspirasi)
o Varians <20% dengan pernapasan tenang juga merupakan temuan positif
area atrium kanan >18 cm 2 abnormal
o diukur pada akhir sistolik
Tindakan lain seperti curah jantung dan resistensi pembuluh darah paru juga dinilai
ketika informasi hemodinamik lebih diperlukan. Pada akhirnya, diagnosis tidak dapat
dibuat dengan ekokardiografi, dan kateterisasi jantung kanan diperlukan jika akan
menginformasikan pengobatan.
CT Scan
CT resolusi tinggi (HRCT) dada , tentu saja, sangat diperlukan dalam menilai parenkim
paru dan mengidentifikasi kemungkinan proses penyebab (misalnya penyakit paru
interstisial , COPD , dll.).
Pada hemangiomatosis kapiler paru , nodul sentrilobular kecil yang tidak jelas dan
penebalan septum interlobular mungkin terlihat 3 .
Selain itu, CT dada rutin dan CT angiografi paru (CTPA) juga dapat mengidentifikasi
perubahan pada pembuluh darah paru dan jantung. Fitur termasuk:
ii
Gambar 3.2 CT Scan Hipertensi Pulmonal
batang paru yang membesar (diukur pada percabangan arteri pulmonal pada irisan
aksial vertikal ke sumbu panjangnya)
o Diameter >29 mm sering digunakan sebagai batas prediktif umum 6,10,11,19
namun,
penelitian terbaru menunjukkan 7 :
31,6 mm mungkin merupakan batas yang lebih kuat secara statistik pada pasien tanpa
penyakit paru interstisial (spesifisitas 93%)
pembesaran batang paru adalah prediktor yang buruk dari hipertensi paru pada pasien
dengan penyakit paru interstitial (spesifisitas ~ 40%)
diameter <29 mm tidak serta merta menyingkirkan hipertensi pulmonal
batang paru yang melebar dianggap sebagai tanda yang paling spesifik pada
pemeriksaan CT
o nilai referensi spesifik jenis kelamin yang diperoleh dari Framingham Heart Study
menyarankan nilai cut-off 27 mm untuk wanita dan 29 mm untuk pria (pada CT non-
kontras berpagar EKG) 14
arteri pulmonalis utama (batang pulmonal) dengan rasio aorta asenden
o rasio yang lebih tinggi berkorelasi dengan tekanan PA yang lebih tinggi
o rasio yang diperoleh pada gambar aksial pada percabangan arteri pulmonalis kanan 14
o dewasa: rasio normal kurang dari 1,0
o anak-anak: normal hingga rasio ~1,09 15
arteri pulmonalis membesar
o arteri pulmonalis utama yang membesar
o arteri lobar yang membesar
kalsifikasi mural di arteri pulmonalis sentral6
o paling sering terlihat pada pasien dengan fenomena Eisenmenger
bukti emboli paru sebelumnya
rasio diameter arteri-ke-bronkial segmental 1:1 11
-1,25 13
atau lebih dalam tiga atau
empat lobus dengan adanya dilatasi (≥29 mm) arteri pulmonalis utama dan tidak
adanya penyakit struktural paru yang signifikan memiliki spesifisitas 100 % untuk
adanya hipertensi pulmonal 11,13
tanda persilangan karina
ii
Tanda-tanda jantung
Tanda parenkim
Tanda-tanda mediastinum
MRI
MRI dan MR angiografi memiliki peran yang semakin meningkat dalam penatalaksanaan
hipertensi arteri pulmonal, karena pencitraan dinamis jantung dan sirkulasi pulmonal dapat
dicapai.
1.
ii
2.
3.
BAB IV
KESIMPULAN
ii
DAFTAR PUSTAKA
1. Reeder MM, Felson B. Reeder and Felson's gamuts in radiology, comprehensive lists
of roentgen differential diagnosis. Springer Verlag. (2003) ISBN:0387955887. Read it
at Google Books - Find it at Amazon
2. 2. Randall PA, Heitzman ER, Bull MJ et-al. Pulmonary arterial hypertension: a
contemporary review. Radiographics. 1989;9 (5): 905-27. Radiographics (abstract) -
Pubmed citation
3. 3. Galiè N, Torbicki A, Barst R et-al. Guidelines on diagnosis and treatment of
pulmonary arterial hypertension. The Task Force on Diagnosis and Treatment of
Pulmonary Arterial Hypertension of the European Society of Cardiology. Eur. Heart
J. 2004;25 (24): 2243-78. doi:10.1016/j.ehj.2004.09.014 - Pubmed citation
4. 4. Badesch DB, Abman SH, Simonneau G et-al. Medical therapy for pulmonary
arterial hypertension: updated ACCP evidence-based clinical practice guidelines.
Chest. 2007;131 (6): 1917-28. doi:10.1378/chest.06-2674 - Pubmed citation
5. 5. Irwin RS, Rippe JM. Manual of Intensive Care Medicine. Lippincott Williams &
Wilkins. (2009) ISBN:0781799929. Read it at Google Books - Find it at Amazon
6. 6. Collins J, Stern EJ. Chest radiology, the essentials. Lippincott Williams & Wilkins.
(2007) ISBN:0781763142. Read it at Google Books - Find it at Amazon
7. 7. Alhamad EH, Al-boukai AA, Al-kassimi FA et-al. Prediction of pulmonary
hypertension in patients with or without interstitial lung disease: reliability of CT
findings. Radiology. 2011;260 (3): 875-83. doi:10.1148/radiol.11103532 - Pubmed
citation
ii
8. 8. Edwards PD, Bull RK, Coulden R. CT measurement of main pulmonary artery
diameter. Br J Radiol. 1998;71 (850): 1018-20. Br J Radiol (abstract) - Pubmed
citation
9. 9. Grosse C, Grosse A. CT findings in diseases associated with pulmonary
hypertension: a current review. Radiographics. 2010;30 (7): 1753-77. Radiographics
(full text) - doi:10.1148/rg.307105710 - Pubmed citation
10. 10. Frazier AA, Galvin JR, Franks TJ et-al. From the archives of the AFIP: pulmonary
vasculature: hypertension and infarction. Radiographics. 2000;20 (2): 491-524.
Radiographics (full text) - Pubmed citation
11. 11. Peña E, Dennie C, Veinot J et-al. Pulmonary hypertension: how the radiologist
can help. Radiographics. 2012;32 (1): 9-32. Radiographics (full text) -
doi:10.1148/rg.321105232 - Pubmed citation
12. 12. Lang IM, Plank C, Sadushi-Kolici R et-al. Imaging in pulmonary hypertension.
JACC Cardiovasc Imaging. 2010;3 (12): 1287-95. doi:10.1016/j.jcmg.2010.09.013 -
Pubmed citation
13. 13. Lewis G, Hoey ET, Reynolds JH et-al. Multi-detector CT assessment in
pulmonary hypertension: techniques, systematic approach to interpretation and key
findings. Quant Imaging Med Surg. 2015;5 (3): 423-32. doi:10.3978/j.issn.2223-
4292.2015.01.05 - Free text at pubmed - Pubmed citation
14. 14. Truong QA, Massaro JM, Rogers IS et-al. Reference values for normal pulmonary
artery dimensions by noncontrast cardiac computed tomography: the Framingham
Heart Study. Circ Cardiovasc Imaging. 2012;5 (1): 147-54.
doi:10.1161/CIRCIMAGING.111.968610 - Free text at pubmed - Pubmed citation
15. 15. Compton G, Florence J, MacDonald C et-al. American Journal of Roentgenology.
2015;205 (6): . doi:10.2214/AJR.15.14301
16. 16. Devaraj A, Wells AU, Meister MG, Corte TJ, Hansell DM. The effect of diffuse
pulmonary fibrosis on the reliability of CT signs of pulmonary hypertension.
Radiology. 249 (3): 1042-9. doi:10.1148/radiol.2492080269 - Pubmed
17. 17. Naeije R. Pulmonary hypertension in hypoventilation syndromes. The European
respiratory journal. 43 (1): 12-5. doi:10.1183/09031936.00185213 - Pubmed
18. 18. Simonneau G, Gatzoulis MA, Adatia I, Celermajer D, Denton C, Ghofrani A,
Gomez Sanchez MA, Krishna Kumar R, Landzberg M, Machado RF, Olschewski H,
Robbins IM, Souza R. Updated clinical classification of pulmonary hypertension.
ii
(2013) Journal of the American College of Cardiology. 62 (25 Suppl): D34-41.
doi:10.1016/j.jacc.2013.10.029 - Pubmed
19. 19. Aluja Jaramillo F, Gutierrez FR, Díaz Telli FG, Yevenes Aravena S, Javidan-
Nejad C, Bhalla S. Approach to Pulmonary Hypertension: From CT to Clinical
Diagnosis. (2018) Radiographics : a review publication of the Radiological Society of
North America, Inc. 38 (2): 357-373. doi:10.1148/rg.2018170046 - Pubmed
20. 20. Augustine DX, Coates-Bradshaw LD, Willis J, Harkness A, Ring L, Grapsa J,
Coghlan G, Kaye N, Oxborough D, Robinson S, Sandoval J, Rana BS, Siva A,
Nihoyannopoulos P, Howard LS, Fox K, Bhattacharyya S, Sharma V, Steeds RP,
Mathew T. Echocardiographic assessment of pulmonary hypertension: a guideline
protocol from the British Society of Echocardiography. (2018) Echo research and
practice. 5 (3): G11-G24. doi:10.1530/ERP-17-0071 - Pubmed
21. 21. Berger M, Haimowitz A, Van Tosh A, Berdoff RL, Goldberg E. Quantitative
assessment of pulmonary hypertension in patients with tricuspid regurgitation using
continuous wave Doppler ultrasound. (1985) Journal of the American College of
Cardiology. 6 (2): 359-65. Pubmed
22. 22. Galiè N, Humbert M, Vachiery JL, Gibbs S, Lang I, Torbicki A, Simonneau G,
Peacock A, Vonk Noordegraaf A, Beghetti M, Ghofrani A, Gomez Sanchez MA,
Hansmann G, Klepetko W, Lancellotti P, Matucci M, McDonagh T, Pierard LA,
Trindade PT, Zompatori M, Hoeper M. 2015 ESC/ERS Guidelines for the diagnosis
and treatment of pulmonary hypertension: The Joint Task Force for the Diagnosis and
Treatment of Pulmonary Hypertension of the European Society of Cardiology (ESC)
and the European Respiratory Society (ERS): Endorsed by: Association for European
Paediatric and Congenital Cardiology (AEPC), International Society for Heart and
Lung Transplantation (ISHLT). (2016) European heart journal. 37 (1): 67-119.
doi:10.1093/eurheartj/ehv317 - Pubmed
23. 23. Rajaram S, Swift AJ, Condliffe R, Johns C, Elliot CA, Hill C, Davies C, Hurdman
J, Sabroe I, Wild JM, Kiely DG. CT features of pulmonary arterial hypertension and
its major subtypes: a systematic CT evaluation of 292 patients from the ASPIRE
Registry. (2015) Thorax. 70 (4): 382-7. doi:10.1136/thoraxjnl-2014-206088 - Pubmed
24. 24. Raptis D, Short R, Robb C et al. CT Appearance of Pulmonary Arteriovenous
Malformations and Mimics. Radiographics. 2022;42(1):56-68. doi:10.1148/rg.210076
- Pubmed
ii
ii