Anda di halaman 1dari 35

Pertemuan 11

Dasar Hukum
▪ UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN
01 ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1985 TENTANG PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN
▪ PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 139/PMK.03/2014
TENTANG KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK
02 SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
▪ PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2015
TENTANG TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINERAL DAN
03 BATUBARA
▪ PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 42/PJ/2015
TENTANG TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SEKTOR PERHUTANAN
04 ▪ PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2014
TENTANG TATA CARA PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SEKTOR PERKEBUNAN
SUBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)

ORANG ATAU BADAN

Memperoleh Memperoleh
manfaat manfaat
atas bangunan atas bumi

Memiliki, Mempunyai
menguasai suatu hak
bangunan atas bumi

Pasal 4 ayat (2)

Dikenakan
SUBJEK kewajiban WAJIB
PAJAK membayar PAJAK
pajak
OBJEK PBB

Objek PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan

BUMI : Permukaan bumi dan tubuh bumi yang


ada dibawahnya

Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan


pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
Contoh : sawah, ladang, kebun, tanah,
perkarangan, tambang, dll

BANGUNAN : Konstruksi teknik yang ditanam


atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau
perairan
OBJEK PBB YANG DIKECUALIKAN
1. Digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan
pemerintahan
2. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksudkan memperoleh keuntungan.
3. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan
itu seperti musium
4. merupakan cagar budaya yang tidak dimanfaatkan sebagai tempat
hunian/tempat tinggal, dan kegiatan usaha atau sejenisnya,tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
5. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak
6. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik
7. Digunakan oleh badan/perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh Menkeu
DASAR PENGENAAN PAJAK

Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

NJOP ditetapkan setiap 3 tahun oleh Menkeu, kecuali untuk daerah


tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan
daerahnya, dengan memperhatikan :

1. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang


terjadi secara wajar
2. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang
letaknya berdekatan dan telah diketahui harga jualnya
3. Nilai perolehan baru
4. Penentuan Nilai Jual Objek Pengganti

PBB 6
NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK
(NJOPTKP)

NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak
kena pajak

Besarnya NJOPTKP dengan ketentuan sbb:


1. Setiap WP memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali
dalam satu tahun pajak
2. Apabila WP mempunyai beberapa objek pajak, maka yang
mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang
nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak
lainnya

PBB 7
DASAR PENGHITUNGAN
Pasal 6 ayat (3) dan (4)

NILAI JUAL KENA PAJAK

SERENDAH-RENDAHNYA 20 %
DAN
SETINGGI-TINGGINYA 100 %

PERSENTASE NJKP
DITETAPKAN DENGAN
PERATURAN PEMERINTAH
PENETAPAN BESARNYA
NILAI JUAL KENA PAJAK
(PP No. 25 TAHUN 2002)

NILAI JUAL KENA PAJAK

1. OBJEK PAJAK PERKEBUNAN,


KEHUTANAN, DAN PERTAMBANGAN;
NILAI JUAL OBJEK PAJAK
2. OBJEK PAJAK LAINNYA BILA NJOP Rp. 1 KURANG DARI Rp. 1 MILYAR
MILYAR ATAU LEBIH

40% X NJOP 20% X NJOP


Tarif
Perhitungan PBB
SAAT TERUTANGNYA SERTA TEMPAT
YANG MENENTUKAN PAJAK TERUTANG

1. Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwin


2. Saat yang menentukan pajak yang terhutang
adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal
1 Januari

PBB 12
FORMULIR
• SPOP = Surat Pemberitahuan Objek Pajak
• SPPT = Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
• SKP = Surat Ketetapan Pajak
SKP dikeluarkan apabila :
1. SPOP tidak disampaikan dan telah ditegur secara tertulis
2. Berdasarkan pemeriksaan / keteranga lain, jumlah pajak lebih besar daripada
hitungan SPOP yg disampaikan WP
•SPPT
•SURAT DARI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK TENTANG
•BESARNYA PAJAK TERHUTANG KEPADA WAJIB PAJAK
•STTS

PBB-P3

PBB-Perkebunan
bumi dan/atau bangunan yang berada di
01 dalam kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan

PBB-Perhutanan
bumi dan/atau bangunan yang berada di
02 dalam kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perhutanan

PBB-Pertambangan
bumi dan/atau bangunan yang berada di
03 dalam kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha pertambangan
PBB SEKTOR PERKEBUNAN
Sektor Perkebunan adalah objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan
yang digunakan untuk pengusahaan tanaman perkebunan dengan
luasan paling sedikit 2 (dua) hektar, termasuk emplasemen.
PENGENAAN PBB PERKEBUNAN
• Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
Sektor Perkebunan adalah hasil penjumlahan
antara perkalian luas areal perkebunan dengan
NJOP bumi per meter persegi dan perkalian luas
bangunan dengan NJOP bangunan per meter
persegi.
• Nilai tanah merupakan penjumlahan nilai dasar
tanah dan SIT.
STANDAR INVESTASI TANAMAN (SIT) PERKEBUNAN
KEP DJP NO.16/PJ.6/1998

Standar Investasi adalah jumlah biaya yang diinvestasikan untuk suatu


pembangunan dan/atau penanaman dan/atau penggalian jenis
sumber daya alam atau budidaya tertentu, yang dihitung berdasarkan
komponen tenaga kerja, bahan dan alat, mulai dari awal pelaksanaan
pekerjaan hingga tahap produksi atau menghasilkan
SIT adalah jumlah biaya yang diinvestasikan untuk satu jenis tanaman
budidaya perkebunan per hektar yang dihitung berdasarkan :
- koomponen tenaga kerja;
- bahan dan alat;
mulai dari pengolahan tanah hingga tanaman menghasilkan
Catatan :
Penentuan SIT perkebunan diatur sebagai berikut :
a. Besarnya SIT perkebunan dihitung berdasarkan jumlah biaya yang
diinvestasikan untuk suatu jenis tanaman budidaya perkebunan per hektar
dalam satu tahun.
b. Apabila suatu jenis tanaman budidaya perkebunan dalam satu tahun
mengalami lebih dari satu kali periode tanam, maka besarnya SIT perkebunan
dalam satu tahun dihitung sebesar standar investasi untuk sekali periode
tanam dikalikan jumlah periode tanam dalam satu tahun.
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERKEBUNAN
KMK 523/KMK.04/1998 J.O PMK 150/PMK.04/2010

 Areal kebun :
Pasal 3

NJOP = NJOP tanah + Jumlah Investasi Tanaman


Perkebunan sesuai dengan SIT menurut umur tanaman

 Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan perkebunan

NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian


seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan

NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap


jenis bangunan - penyusutan fisik
ISTILAH - ISTILAH
• Areal Produktif adalah suatu areal di dalam wilayah
suatu perkebunan yang telah ditanami dengan
monoditas perkebunan baik telah menghasilkan
ataupun belum menghasilkan.
• Areal Belum Produktif merupakan suatu areeal di
dalam wilayah suatu perkebunan yang terdiri dari
arel yang sudah diolah tetapi belum ditanami dan
areal yang belum diolah.
• Areal Emplasemen adalah suatu areal didalam
wilayah suatu perkebunan yang diatasnya terdapat
bangunan-bangunan dan sarana pelengkap lainnya
➔(mess, kantor dll)
• Areal lainnya terdiri dari areal yang tidak produktif
(cadas, rawa dll) dan areal Jalan untuk kepentingan
perusahaan
Contoh
PT DEF memiliki perkebunan produktif dengan rincian sebagai berikut:
1. Area Kebun
➢Usia tanaman 2 tahun: 10Ha, klas 178 (Rp5.000/m2 ), SIT : Rp5.500.000/Ha
➢Tanaman sudah menghasilkan: 50Ha, klas 178 (Rp5.000/m2 ), SIT:
Rp.5.500.000/Ha
2. Bangunan
➢Kantor: 100m2 , klas 072 ( Rp750.000/m2 )
➢Gudang : 500m2, klas 078 ( Rp550.000/m2 )
➢NJOPTKP Rp.12.000.000
Berapa Pajak Bumi dan Bangunan yang harus dibayar oleh PT DEF?
Jawaban
NJOP:
1. Area Kebun
a. Tanaman yang belum menghasilkan
Nilai Tanaman: 100.000m2 (10ha) x Rp5.000 = Rp500.000.000
SIT: 10Ha x Rp5.500.000 = Rp 55.000.000
b. Tanaman yang sudah menghasilkan
Nilai Tanaman: 500.000m2 (50Ha) x Rp5.000 = Rp2.500.000.000
SIT: 50Ha x Rp5.500.000 = Rp 275.000.000
2. Bangunan
a. Kantor: 100m2 x Rp750.000 = Rp 75.000.000
b. Gudang : 500m2 x Rp550.000 = Rp 275.000.000+
NJOP = Rp 3.680.000.000
NJOPTKP = Rp. 12.000.000-
NJOPKP = Rp 3.668.000.000
NJKP 40% (karena NJOP lebih dari 1 milyar) = Rp1.467.200.000
PBB 0,5% = Rp7.336.000
PBB SEKTOR PERHUTANAN
Ada 2 macam jenis pengelolaan perhutanan :
1. Sektor Kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan
Hutan Tanaman Industri ( HPHTI )
2. Sektor Kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan
Hutan (HPH), Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), Izin
Pemanfaatan Kayu (IPK) dan Izin Sah lainnya selain Hak
Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI )
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR KEHUTANAN
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

A. Untuk HPHTI
 Areal hutan :
NJOP = NJOP tanah + jumlah biaya pembangunan
hutan tanaman industri menurut umur tanaman

 Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan hutan tanaman


industri

NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian


seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan

NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap


jenis bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR KEHUTANAN
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

B. Untuk HPH, HPHH, IPK, serta ijin sah lain selain HPHTI
 Areal produktif :

NJOP = 8,5 x Hasil bersih setahun sebelum tahun pajak


berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya

NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian


seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap
jenis bangunan - penyusutan fisik
AREAL DALAM SEKTOR KEHUTANAN
• Areal Produktif yang disebut juga Areal Blok Tebangan yaitu areal hutan
dimana kayu-kayu pada areal tersebut mempunyai umur ataupun diameter
yang cukup untuk ditebang dan bernilai ekonomis. Luas areal ini biasanya
dinyatakan didalam Rencana Karya Tahunan (RKT) yang diterbitkan oleh
Dinas Kehutanan kepada para pengusaha hutan..
• Areal Belum/Tidak Produktif yang disebut juga Areal
Non Blok Tebangan yaitu areal hutan dimana kayu-
kayunya belum layak ditebang karena belum cukup
umur dan tidak ekonomis untuk ditebang.
• Areal Lainnya yaitu areal yang tidak ada tegakannya
(tidak ada pepohonannya) seperti rawa, payau,
waduk/danau, atau yang digunakan oleh pihak ketiga
secara tidak sah.
• Log Ponds yaitu areal perairan didalam hutan yang
digunakan untuk tempat penimbunan kayu.
• Log Yards yaitu areal daratan didalam hutan yang
digunakan untuk penimbunan kayu.
Contoh
1.Kapitalisasi
➢Selama tahun 2018 memperoleh hasil senilai Rp.1.200.000.000
➢Log Pond 1ha, klas 150 (Rp1500/m2)
2. Area emplasemen (areal yang digunakan untuk berdirinya bangunan dan sarana
pelengkap lainnya dalam perkebunan)
➢Kantor : 0,5 Ha , kelas 140 (Rp13.000/m2 ), Gudang : 1 Ha , klas 147
(Rp11.000/m2 ), Pabrik: 2 Ha, klas 147 (Rp11.000/m2)
3. Bangunan
➢Kantor: 500m2 , klas 072 ( Rp750.000/m2 )
➢Gudang : 1.000m2, klas 078 ( Rp550.000/m2 )
➢Pabrik : 4.000m2 , klas 084 ( Rp370.000/m2 )
➢NJOPTKP Rp.10.000.000
PBB SEKTOR PERTAMBANGAN
Ada 4 macam jenis pertambangan :
1. Sektor Pertambangan Minyak Gas dan Bumi
2. Sektor Energi Panas Bumi
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 6
 Areal produktif :

NJOP = 9,5 x Hasil penjualan minyak dan gas bumi dalam satu
tahun sebelum tahun pajak berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya didalam atau


diluar wilayah kuasa pertambangan

NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 7
 Areal produktif :
NJOP = 9,5 x Hasil penjualan energi panas bumi/ listrik dalam satu
tahun sebelum tahun pajak berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya didalam atau


diluar wilayah kuasa pertambangan

NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS SELAIN PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI
DAN GALIAN C ( LOGAM DAN BATUAN )
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 8
 Areal produktif :
NJOP = 9,5 x Hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum
tahun pajak berjalan

 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya didalam atau


diluar wilayah kuasa pertambangan

NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik
PENENTUAN BESARNYA NJOP
SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS GALIAN C ( NON LOGAM NON BATUAN )
KMK 523/KMK.04/1998 jo KEP DJP 16/PJ.6/1998

Pasal 9
 Areal produktif :
NJOP = Angka kapitalisasi tertentu X hasil bersih galian
tambang dalam setahun sebelum tahun pajak berjalan
 Areal belum/tidak produktif, emplasemen dan areal lainnya didalam atau
diluar wilayah kuasa pertambangan
NJOP = NJOP tanah sekitar dengan penyesuaian seperlunya

 Objek Pajak berupa bangunan


NJOP = Nilai konversi biaya pembangunan baru setiap jenis
bangunan - penyusutan fisik

Catatan : NJOP atas Objek Pajak sektor pertambangan yang dikelola


berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama ditetapkan
sesuai dengan yang diatur dalam kontrak yang berlaku
(Pasal 10)
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai