Anda di halaman 1dari 8

BAB VI

STUDI PEJALAN KAKI

A. UMUM

Pejalan kaki adalah suatu bentuk transportasi yang penting di daerah


perkotaan. Pejalan kaki terdiri dari :

1. Mereka yang keluar dari tempat parkir mobil/motor menuju ke tempat


tujuannya.
2. Mereka yang menuju atau turun dari angkutan umum, sebagian besar masih
memerlukan berjalan kaki.
3. Mereka yang melakukan perjalanan kurang dari 1 km sebagian besar dilakukan
dengan berjalan kaki

Oleh karena itu, kebutuhan para pejalan kaki merupakan suatu bagian yang
integral dalam sistem transportasi jalan.

Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur
dengan kendaraan. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama manajemen lalu lintas
adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor,
tanpa menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas.

B. TINGKAT PELAYANAN PEJALAN KAKI

Di Indonesia, belum terdapat kriteria yang jelas mengenai struktur tingkat


pelayanan pejalan kaki seperti di negara-negara lain (misalnya American HCM di
negara Amerika atau Deutsches HCM di Jerman)

Di Deutsches HCM (Jerman) terdapat tingkat pelayanan pejalan kaki (baik yang
bergerak/berjalan maupun yang diam) Tngkat pelayanan diklasifikasikan dari A
(sangat baik) sampai F (terjelek), yang dapat dijelaskan pada tabel berikut ini.

Tabel 8.1. Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki (untuk Posisi Pejalan Kaki yang Bergerak)

Tingkat Kerapatan Kecepatan Arus yang


Pelayanan (orang/ (m/detik) Diperbolehkan
(orang/meter.dt)
A ≤ 0,10 > 1,34 ≤ 0,13
B ≤ 0,30 ≤ 1,34 ≤ 0,39

1
C ≤ 0,50 ≤ 1,28 ≤ 0,64
D ≤ 0,70 ≤ 1,22 ≤ 0,85
E ≤ 1,80 ≤ 0,68 ≤ 1,23
F > 1,80 --- ---
Sumber : Deutsches HCM, 1993

Tabel 8.2. Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki (untuk Posisi Pejalan Kaki yang Diam )

Tingkat Pelayanan Kerapatan


(orang/
A 0,0-1,0
B 1,0-2,0
C 2,0-3,0
D 3,0-4,0
E 4,0-6,0
F > 6,0
Sumber : Deutsches HCM, 1993

Posisi pejalan kaki yang diam/tidak bergerak misalnya adalah pada saat
menunggu angkutan umum di halte dan pada saat akan menyeberang.

C. FASILITAS PEJALAN KAKI

Fasilitas pejalan kaki dibutuhkan di :

1) Daerah-daerah perkotaan secara umum yang jumlah penduduknya tinggi.


2) Pada jalan-jalan yang memiliki rute angkutan umum tetap.
3) Pada daerah-daerah yang memiliki aktifitas kontinyu yang tinggi, seperti
misalnya jalan-jalan pasar dan perkotaan.
4) Pada lokasi-lokasi yang memiliki kebutuhan permintaan yang tinggi dengan
periode pendek, seperti misalnya distasiun-stasiun bus dan kereta api, sekolah,
rumah sakit dan lapangan olah raga.
5) Pada lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu,
misalnya lapangan/gelanggang olah raga, masjid.

Permasalahan pergerakan pejalan kaki dapat dibagi menjadi pergerakan-


pergerakan :

1. Menyusuri jalan

Sebagian besar dari jalan-jalan di daerah perkotaan mempunyai volume pejalan


kaki yang besar dan harus mempunyai trotoar, kecuali apabila alternatif-alternatif

2
sistem pengaturan yang lain telah dilakukan untuk mengalihkan pejalan kaki agar
jauh dari sisi jalan, seperti pada jalan tol

Pada beberapa daerah yang mempunyai aktivitas tinggi seperti pada jalan-jalan
pusat perkotaan dan pasar, maka suatu pertimbangan harus diberikan untuk
melarang kendaraan-kendaraan memasuki daerah tersebut dan membuat suatu
daerah khusus pejalan kaki.

Perlu tidaknya trotoar dapat diidentifikasikan oleh :

1) Volume para pejalan kaki yang berjalan


2) Volume arus lalu lintas pada ruas jalan
3) Tingkat kecelakaan
4) Pengaduan/permintaan masyarakat

a) Standar perencanaan trotoar

Lebar trotoar berdasarkan kelas jalan menurut Standar Perencanaan Geometrik


Untuk Jalan Perkotaan 1992 adalah sebagai berikut :

Tabel 8.3. Lebar Minimum Trotoar

Standar Minimum Lebar Minimum Pengecualian


Klasifikasi Rencana
(m) (m)
Tipe II Kelas 1 3,0 1,5
Kelas 2 3,0 1,5
Kelas 3 1,5 1,0
Catatan : Menurut Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan 1992

Lebar minimum digunakan hanya pada jembatan dengan bentang 50 meter


atau lebih atau pada daerah terowongan dengan volume lalu lintas pejalan kaki
300-500 orang per 12 jam.

Sedangkan lebar trotoar berdasarkan lokasi menurut Keputusan Menteri


Perhubungan No. KM 65 Tahun 1993 adalah sebagai berikut ini.

Tabel 8.4. Lebar Trotoar Minimum menurut Lokasi

No. Lokasi Lebar Minimum (m)


1 Jalan di wilayah perkotaan atau kaki lima 4 meter
Wilayah perkantoran utama 3 meter
2 Wilayah industri
a. Pada jalan primer 3 meter
b. Pada jalan akses 2 meter

3
3 Wilayah permukiman
a. Pada jalan primer 2,75 meter
b. Pada jalan akses 2 meter
Sumber : Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 1993

Bila jumlah pejalan kaki yang melalui suatu jalan tinggi, maka lebar trotoar yang
dianjurkan menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 1993
adalah sebagai berikut ini.

Tabel 8.5. Lebar Trotoar Minimum menurut Jumlah Pejalan kaki

No. Jumlah Pejalan Kaki/detik/meter Lebar Minimum (meter)


1 6 orang 2,3-5,0
2 3 orang 1,5-2,3
3 2 orang 0,9-1,5
4 1 orang 0,6-0,9
Sumber : Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 1993

Trotoar seharusnya didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi


penderita cacat yang memakai kursi roda untuk dapat menggunakannya, yaitu
dengan memberikan kelandaian pada setiap akses maupun di persimpangan.

b) Jalur pejalan kaki

Menurut Pedoman Perencanaan Fasilitas Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum
yang disusun Dirjen Bina Marga (1999), lebar efektif minimum ruang pejalan kaki
adalah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga
kebutuhan total minimum untuk 2 orang pejalan kaki yang bergandengan atau 2
orang pejalan kaki yang berpapasan tanpa bersinggungan adalah 150 cm. Dalam
pedoman tersebut juga disyaratkan untuk mendapatkan lebar minimum jalur
pejalan kaki pada kondisi ideal maka dapat dipakai rumus di bawah ini :

Dengan :

4
Permukaan jalur pejalan kaki harus rata dan memiliki kemiringan melintang 2%-
3 % supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang dapat disesuaikan
dengan kemiringan memanjang jalan, yakni maksimal 7 %.

2. Memotong jalan pada ruas jalan (Menyeberang Jalan)

Kriteria yang terpenting dalam merencanakan fasilitas penyeberangan adalah


tingkat kecelakaan. Menyeberangi jalan kecil biasanya hanya merupakan
permasalahan yang kecil, dan para pejalan kaki hanya perlu menunggu beberapa
detik saja untuk memperoleh kesempatan.

Dari sudut pandang keselamatan saja, maka penyeberangan sebidang


sebaiknya dihindari pada jalan-jalan arteri primer kecepatan tinggi, yaitu bila
kecepatan pendekatan pada daerah penyeberangan lebih dari 60 km/jam.

Jembatan dan terowongan merupakan pemisahan yang terbaik, tapi biayanya


juga tinggi. Selanjutnya perlu untuk membiasakan masyarakat agar mau
menggunakan fasilitas pejalan kaki untuk menaiki dan menuruni tangga.

Jika fasilitas pejalan kaki diperlukan, maka pertimbangan ranking/hirarki


fasilitas yang diberikan adalah sebagai berikut :

1) Pulau pelindung
2) Zebra Cross
3) Penyeberangan dengan lampu pengatur (pelican crossing)
4) Jembatan penyeberangan atau terowongan bawah tanah (jika arus lalu lintas
menerus sangat tinggi atau pada jalan bebas hambatan )

Metode umum untuk mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan yang


mungkin terjadi adalah melalui pengukuran konflik kendaraan/pejalan kaki, yaitu
seperti yang digunakan di Inggris dengan menghitung :

Dengan :

volume pejalan kaki yang menyeberang pada 100-150 meter

volume kendaraan setiap jam, 2 arah pada jalan 2 arah yang tidak dibagi (tidak
ada median)

5
Survei-survei harus dilakukan minimum untuk 6 jam pada periode jam sibuk,
dihitung untuk masing-masing jalan, dan 4 nilai tertinggi
rata-rata.

Kriteria untuk zebra cross, pelican crossing dan penyeberangan sebidang dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 8.6. Kriteria Jenis Penyeberangan

P V
Rekomendasi Awal
(orang/jam) (kendaraan/jam)
≤ Tidak perlu penyeberangan
> 50-1100 300-500 Zebra Cross
> 2× 50-1100 400-750 Zebra Cross dengan pemisah
> 50-1100 > 500 Pelican Crossing
> > 1100 > 300 Pelican Crossing
> 2× 50-1100 > 750 Pelican Crossing dengan
pemisah
> 2× 50-1100 > 400 Pelican Crossing dengan
pemisah

3. Memotong jalan di persimpangan.

Pada saat merencanakan suatu simpang, terutama simpang bersinyal, harus


dipertimbangkan fasilitas untuk pejalan kaki yang memotong simpang.

Suatu fase sinyal tersendiri untuk pejalan kaki dapat diterapkan pada simpang
bersinyal, jika :

1) Arus pejalan kaki yang menyeberang lebih besar dari 500 orang/jam.
2) Lalu lintas yang membelok ke setiap kaki simpang mempunyai waktu antara
(headway) rata-rata kurang dari 5 detik dan terjadi konflik dengan arus pejalan
kaki yang besarnya lebih besar dari 150 orang /jam.

D. CONTOH-CONTOH FASILITAS PEJALAN KAKI

Contoh-contoh fasilitas pejalan kaki dapat dilihat pada gambar-gambar berikut :

6
Gambar 8.1 : garis stop dan penyeberangan pada simpang

7
Gambar 8.2 : standar garis stop dan penyeberangan (zebra cross)

Gambar 8.3 : standar pelican crossing

Anda mungkin juga menyukai