Bab Vi Studi Pejalan Kaki
Bab Vi Studi Pejalan Kaki
A. UMUM
Oleh karena itu, kebutuhan para pejalan kaki merupakan suatu bagian yang
integral dalam sistem transportasi jalan.
Para pejalan kaki berada pada posisi yang lemah jika mereka bercampur
dengan kendaraan. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama manajemen lalu lintas
adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor,
tanpa menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas.
Di Deutsches HCM (Jerman) terdapat tingkat pelayanan pejalan kaki (baik yang
bergerak/berjalan maupun yang diam) Tngkat pelayanan diklasifikasikan dari A
(sangat baik) sampai F (terjelek), yang dapat dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel 8.1. Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki (untuk Posisi Pejalan Kaki yang Bergerak)
1
C ≤ 0,50 ≤ 1,28 ≤ 0,64
D ≤ 0,70 ≤ 1,22 ≤ 0,85
E ≤ 1,80 ≤ 0,68 ≤ 1,23
F > 1,80 --- ---
Sumber : Deutsches HCM, 1993
Tabel 8.2. Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki (untuk Posisi Pejalan Kaki yang Diam )
Posisi pejalan kaki yang diam/tidak bergerak misalnya adalah pada saat
menunggu angkutan umum di halte dan pada saat akan menyeberang.
1. Menyusuri jalan
2
sistem pengaturan yang lain telah dilakukan untuk mengalihkan pejalan kaki agar
jauh dari sisi jalan, seperti pada jalan tol
Pada beberapa daerah yang mempunyai aktivitas tinggi seperti pada jalan-jalan
pusat perkotaan dan pasar, maka suatu pertimbangan harus diberikan untuk
melarang kendaraan-kendaraan memasuki daerah tersebut dan membuat suatu
daerah khusus pejalan kaki.
3
3 Wilayah permukiman
a. Pada jalan primer 2,75 meter
b. Pada jalan akses 2 meter
Sumber : Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 1993
Bila jumlah pejalan kaki yang melalui suatu jalan tinggi, maka lebar trotoar yang
dianjurkan menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 65 Tahun 1993
adalah sebagai berikut ini.
Menurut Pedoman Perencanaan Fasilitas Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum
yang disusun Dirjen Bina Marga (1999), lebar efektif minimum ruang pejalan kaki
adalah 60 cm ditambah 15 cm untuk bergoyang tanpa membawa barang, sehingga
kebutuhan total minimum untuk 2 orang pejalan kaki yang bergandengan atau 2
orang pejalan kaki yang berpapasan tanpa bersinggungan adalah 150 cm. Dalam
pedoman tersebut juga disyaratkan untuk mendapatkan lebar minimum jalur
pejalan kaki pada kondisi ideal maka dapat dipakai rumus di bawah ini :
Dengan :
4
Permukaan jalur pejalan kaki harus rata dan memiliki kemiringan melintang 2%-
3 % supaya tidak terjadi genangan air. Kemiringan memanjang dapat disesuaikan
dengan kemiringan memanjang jalan, yakni maksimal 7 %.
1) Pulau pelindung
2) Zebra Cross
3) Penyeberangan dengan lampu pengatur (pelican crossing)
4) Jembatan penyeberangan atau terowongan bawah tanah (jika arus lalu lintas
menerus sangat tinggi atau pada jalan bebas hambatan )
Dengan :
volume kendaraan setiap jam, 2 arah pada jalan 2 arah yang tidak dibagi (tidak
ada median)
5
Survei-survei harus dilakukan minimum untuk 6 jam pada periode jam sibuk,
dihitung untuk masing-masing jalan, dan 4 nilai tertinggi
rata-rata.
Kriteria untuk zebra cross, pelican crossing dan penyeberangan sebidang dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
P V
Rekomendasi Awal
(orang/jam) (kendaraan/jam)
≤ Tidak perlu penyeberangan
> 50-1100 300-500 Zebra Cross
> 2× 50-1100 400-750 Zebra Cross dengan pemisah
> 50-1100 > 500 Pelican Crossing
> > 1100 > 300 Pelican Crossing
> 2× 50-1100 > 750 Pelican Crossing dengan
pemisah
> 2× 50-1100 > 400 Pelican Crossing dengan
pemisah
Suatu fase sinyal tersendiri untuk pejalan kaki dapat diterapkan pada simpang
bersinyal, jika :
1) Arus pejalan kaki yang menyeberang lebih besar dari 500 orang/jam.
2) Lalu lintas yang membelok ke setiap kaki simpang mempunyai waktu antara
(headway) rata-rata kurang dari 5 detik dan terjadi konflik dengan arus pejalan
kaki yang besarnya lebih besar dari 150 orang /jam.
6
Gambar 8.1 : garis stop dan penyeberangan pada simpang
7
Gambar 8.2 : standar garis stop dan penyeberangan (zebra cross)