Kel. 04 HAP (Penipuan Online)
Kel. 04 HAP (Penipuan Online)
MAKALAH
Makalah ini diajukan untuk memenuhi mata kuliah Hukum Acara Pidana
Dosen Pengampu :
Nama Kelompok:
SURABAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada Era Milineal saat ini tentu identik dengan kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Informasi yang berkembang dengan pesat.
Adanya Teknologi Informasi yang canggih saat ini mempermudah segala
aktivitas manusia sebagai mahkluk pencipta dan pengembang suatu hal.
Salah satu media yang sering digunakan manusia untuk membantu
melakukan aktivitasnya ialah internet.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari Jual Beli Online?
2. Bagaimana definisi dari Penipuan?
3. Bagaimana definisi dari Penipuan Online?
4. Apa saja sumber hukum dalam Penipuan Online?
1
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2005, Kejahatan Mayantara, Refika Aditama, Bandung,
hlm 36.
2
Siti Rahmawati, Salamiah, dan Muthia Septarina, 2020, Tindak Pidana Penipuan Melalui
Transaksi Online Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Universitas
Islam Kalimantan, hlm 2.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Definisi Penipuan
Dalam Kamus Bahas Indonesia dijelaskan bahwa tipu adalah
perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya),
dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung.
Penipuan berarti proses, perbuatan, cara menipu, perkara menipu
(mengecoh). Dengan kata lain penipuan adalah dua pihak yakni orang
yang menipu disebut dengan penipu dan orang yang ditipu. Jadi penipuan
dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau perkataan seseorang yang
tidak jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesatkan atau
mengakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau kelompok.5
3
Della Ravista, 2017, Studi Kecenderungan Tentang Penyebab Terjadinya Penipuan Pada Jual Beli
Online, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara,
Medan, hlm 22.
4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, hlm 2.
5
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/tipu, diakses pada tanggal 22 Oktober 2021
Tindak Pidana Penipuan diatur dalam Pasal 378 sampai dengan
Pasal 394 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebagaimana
yang dirumuskan dalam Pasal 378 KUHP, yang dimaksud dengan
Penipuan adalah perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama
palsu, martabat palsu, tipu muslihat, ataupun kebohongan yang dapat
menyebabkan orang lain dengan mudah menyerahkan suatu barang, uang,
atau kekayaannya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan
piutang diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. 6
Penipuan merupakan suatu tindak kejahatan yang termasuk dalam
golongan yang mana ditujukan terhadap hak milik dan lain-lain dan hak
yang timbul dari hak milik. Dalam bahasa Belanda disebut dengan
"misdrijven tegen de eigendom en de daaruit voortloeiende zakelijk
rechten".7
Pengertian Penipuan ada dua macam:
1. Dalam arti luas, Penipuan adalah kebohongan yang dibuat
untuk keuntungan pribadi, meskipun ia memiliki.arti
hukum yang lebih dalam, detail jelasnya bervariasi di
berbagai wilayah hukum. Perbuatan memanipulasi
keterangan untuk mencari keuntungan melalui media
internet dapat.“ditafsirkan” sebagai perbuatan menyesatkan
yang ada dalam delik penipuan seperti yang.tertuang dalam
Pasal 378 KUHP dan Pasal 379a KUHP.
2. Kemudian Penipuan dalam arti sempit, yakni bentuk
penipuan yang dirumuskan dalam Pasal 378 (bentuk pokok)
dan Pasal 379 (bentuk khusus), atau biasa dengan sebutan
oplichting.
Ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 378 ini, merumuskan
tentang pengertian penipuan (oplichting) itu sendiri. Dan rumusan ini
adalah bentuk pokoknya, dan ada penipuan dalam arti sempit dalam
6
Pemerintah Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
7
http://www.lnassociates.com/articles-fraud-in-criminal-law-indonesia.html ,diakses pada
21/10/2021 Pkl 20:00
bentuk khusus yang bersifat meringankan, dikarenakan adanya unsur
khusus yang bersifat meringankan sehingga diancam pidana sebagai
penipuan ringan yakni masuk dalam Pasal 379. Namun penipuan dalam
arti sempit ini, tidak ada dalam bentuk diperberat.
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwasannya
Penipuan adalah tipu muslihat atau serangkaian perkataan bohong
sehingga seseorang merasa terpedaya karena omongannya yang seakan-
akan benar. Biasanya seseorang yang melakukan penipuan, adalah
menerangkan sesuatu yang seolah-olah benar atau terjadi, tapi
sesungguhnya perkataannya itu adalah bohong atau tidak sesuai dengan
kenyataannya, karena tujuannya hanya untuk meyakinkan orang yang
menjadi sasaran agar diakui keinginannya. Penipuan sendiri dikalangan
masyarakat merupakan perbuatan yang sangat tercela namun jarang dari
pelaku tindak kejahatan tersebut tidak dilaporkan kepihak kepolisian.
Penipuan yang bersifat kecil-kecilan dimana korban tidak melaporkannya
menurut pelaku penipuan terus mengembangkan aksinya yang pada
akhirnya pelaku penipuan tersebut menjadi pelaku yang berskala besar.8
Berdasarkan Pasal 378 KUHP 9 dapat diuraikan unsur-unsur dari
Delik Penipuan (delicts bestanddelen) sebagai berikut:
1) Barang siapa
2) Dengan maksud
3) Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
4) Secara melawan hukum
5) Dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat , ataupun dengan rangkaian kebohongan
6) Menggerakan orang lain
7) Untuk menyerahkan suatu barang kepadanya atau untuk
memberi utang ataupun menghapus piutang.
Rumusan unsur-unsur penipuan tersebut terdiri dari Unsur Objektif
yang meliputi poin ke 1, 5, 6, dan 7. Selanjutnya adalah Unsur Subjektif
8
Kristoper Ade Putra Napitupulu, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penipuan (Studi
Putusan No. 49/Pid.B/2014/PN.Mdn), (Skripsi Universitas Medan Area, Medan, 2016), h-13
9
Pemerintah Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 378.
yang meliputi poin ke 2 yakni “dengan maksud”, poin ke 3 yakni “untuk
menguntungkan diri sendiri maupun orang lain” dan poin ke 4 yakni
“maksud melawan hukum”.10
10
Anonymous, 2014, Kajian Hukum Tentang Delik Penipuan, Universitas Medan Area, hlm 23.
atau memindahkan dana korban, aset, atau barang lainnya tanpa
sepengetahuan korban ke dalam penguasaan pelaku. Makna di atas,
mengartikan penipuan melalui media elektronik yang terhubung ke
jaringan internet memiliki pengertian yang hampir sama dengan penipuan
biasa namun penipuan dalam transaksi eletronik ini menggunakan salah
satu atau lebih komponen media dan komponen yang ada dalam internet
seperti situs, ruang obrolan dan email. Undang-undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Undang- Undang ITE
belum mengatur secara khusus tentang tindak penipuan melalui media
eletronik maka pasal yang secara khusus yang bisa digunakan ialah pasal
378 KUHP dimana bisa disimpulkan bahwa siapapun dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau pihak lain dengan melawan hukum, dan
juga mejerumuskan orang lain untuk menyerahkan segala aset yang
dimilikinya, dan menghilangkan piutang akan dipidana penjara paling
lama 4 tahun.
Walaupun UU ITE belum secara khusus mengatur tentang
penipuan yang dilakukan di media elektronik, namun ada timbulnya
kerugian konsumen dalam bertransaksi di media eletronik seperti yang
disimpulkan dari pasal 28 ayat 1 UU ITE dimana setiap orang yang
menyebarkan berita yang tidak valid dan menjerumuskan orang lain pada
kerugian. Maka pelaku yang melanggar aturan pasal 28 ayat 1 UU ITE
dapat diancam pidana seperti yang ada di pasal 45A ayat 1 UU No 19
Tahun 201611 yaitu, pihak yang dengan sengaja menyebarkan berita yang
tidak valid seperti yang dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 UU ITE dapat
dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak 1 miliar
rupiah. Bisa disimpulkan bahwa pasal 378 KUHP dan Pasal 28 ayat 1 UU
ITE mengatur hal yang berbeda, yakni, pasal 378 KUHP tentang penipuan
dan pasal 28 ayat 1 UU ITE mengatur tentang berita tidak valid/ bohong
yang mengakibatkan kerugian pada konsumen dalam bertransaksi di dalam
media elektronik.
11
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, hlm 11.
Terpaut dengan rumusan Pasal 28 ayat 1 UU ITE yang
menggunakan kalimat menyebarkan berita yang tidak valid/ bohong, yang
juga sebenarnya terdapat kemiripan dengan ketentuan pada pasal 390
KUHP, walaupun dengan rumusan yang agak sedikit berbeda bisa
disimpulkan bahwa pihak yang bertujuan untuk menguntungkan diri
sendiri atau pihak lain dengan melawan hukum yang berlaku, dengan
menyiarkan berita bohong, serta menyebabkan harga barang dan jasa
menjadi tidak jelas maka akan dipenjara paling lama dua tahun delapan
bulan. Dalam hal tersebut kalimat menyiarkan kabar bohong dan juga
kerugian yang ditimbulkan lebih diatur secara spesifik. Jika dibandingkan
aturan tersebut mempunyai kesamaan yaitu dapat menimbulkan kerugian
terhadap konsumen. Namun, rumusan Pasal 28 ayat 1 UU ITE tidak
mensyaratkan adanya unsur menguntungkan diri sendiri atau pihak lain
sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP tentang penipuan. Sesuai
dengan adanya unsur-unsur yang sudah terpenuhi dari aturan Pasal 28 ayat
1 UU ITE dan Pasal 378 KUHP maka pihak penegak hukum dapat
menjatuhi pasal berlapis kepada pelaku tindak pidana penipuan yang telah
memenuhi syarat-syarat dari kedua pasal tersebut.12
I Gusti Made Jaya Kesuma, dkk, “Penegakan Hukum Terhadap Penipuan Melalui
12
Media Elektronik”, Jurnal Preferensi Hukum, Vol.1 No. 2 (September, 2020), hlm 74-75.
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya,
atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam
karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."
Sedangkan, dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), walaupun tidak secara khusus mengatur
mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28
ayat (1) UU ITE yang menyatakan:“Setiap Orang dengan sengaja, dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”Terhadap
pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama
enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan
Pasal 45 ayat (2) UU ITE. Kata “berita bohong” dan “menyesatkan” dan
dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE menurut pendapat kami dapat disetarakan
dengan kata “tipu muslihat atau rangkaian kebohongan” sebagaimana
unsur dalam Pasal 378 KUHP. Sehingga dapat kami simpulkan bahwa
Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan perluasan dari delik tentang
penipuan secara konvensional.
Mengenai masalah pelaporan, Pasal 378 KUHP pada dasarnya
merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Berbeda dengan Pasal 28 ayat
(1) UU ITE yang merupakan “delik aduan” karena konsumen yang
membuat perikatan dengan penjual produk, sehingga untuk proses
penyidikan Pasal 28 ayat (1) UU ITE harus ada pengaduan dari korban.
Sedangkan, untuk Pasal 378 KUHP meski bukan delik aduan, tapi pada
praktiknya berdasarkan pengamatan kami, tetap harus ada laporan agar
dilakukan penyidikan lebih lanjut.13
13
Della Ravista, 2017, Studi Kecenderungan Tentang Penyebab Terjadinya Penipuan Pada Jual
Beli Online, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara,
Medan, hlm 16-17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Darmayanti, Desak Made Prilia dan Ketut Suardita. 2017. Kajian Terhadap
Tindak Pidana Penipuan Melalui Jual-Beli Online. Fakultas Hukum
Universitas Udayana. Bali.
http://www.lnassociates.com/articles-fraud-in-criminal-law-
indonesia.html ,diakses pada 21/10/2021
https://misaelandpartners.com/perlindungan-hukum-bagi-pembeli-dalam-hal-
terjadi-penipuan-jual-beli-online/diakses pada 24 Oktober 2021
Kastro, Edi. 2019. Proses Pembuktian Tindak Pidana Bisnis Online. Dalam Jurnal
Kepastian Hukum dan Keadilan, Vol. 1 Nomor. 1, Desember 2019.
Palembang.
Kesuma, I Gusti Made Jaya, dkk. 2020. “Penegakan Hukum Terhadap Penipuan
Melalui Media Elektronik”. Dalam Jurnal Preferensi Hukum, Vol. 1 No.
2.
Rahmawati, Siti, Salamiah, dan Muthia Septarina. 2020. Tindak Pidana Penipuan
Melalui Transaksi Online Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Universitas Islam
Kalimantan.
Suryani, Nilma, dkk. 2014. Dictum. Dalam Jurnal Kajian Putusan Pengadilan
Edisi 7 – Mei 2014. LeIP. Jakarta.