Journal Reading SNHL Among Diabetes Mellitus
Journal Reading SNHL Among Diabetes Mellitus
Oleh :
Melati Rahadianingsih
(H1A321004)
Pembimbing :
dr. Eka Arie Yuliyani, Sp.THT-KL, M.Biomed
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan petunjuk,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Naskah Journal Reading dengan judul “Clinical
Assessment of Sensorineural Hearing Loss among Diabetes Mellitus Patients” sebagai salah
satu penugasan dalam rangka mengikuti kepanitraan klinik madya di bagian Ilmu Penyakit
Telinga Hidung dan Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada dr. Eka Arie Yuliyani, Sp.THT-KL, M.Biomed selaku pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi masukan selama proses
pembuatan tugas ini. Demikian tugas ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis maupun
pembaca, khususnya di bidang ilmu kedokteran.
Penulis
IDENTITAS JURNAL
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular, penyakit metabolik dan
kronis, yang ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi karena defisiensi hormon insulin
baik absolut maupun relatif. Menurut Federasi Diabetes Internasional, 7,5 miliar orang
menderita DM di seluruh dunia pada tahun 2017 dengan prevalensi 8,8% pada populasi orang
dewasa. Pada populasi India, sekitar 72,9 juta individu telah didiagnosis dengan DM.
Komplikasi yang sering ditemui pada pasien DM, yaitu gangguan pendengaran,
tinnitus, penyakit kardiovaskular, neuropati dan retinopati. Di antaranya, gangguan
pendengaran merupakan penyakit yang paling utama mempengaruhi kualitas hidup pasien
dengan DM dengan mempengaruhi kehidupan pribadi dan sosial mereka. Namun, gangguan
pendengaran juga sering dikaitkan dengan perubahan degeneratif terkait usia organ
pendengaran pada orang tua.
Para peneliti telah melaporkan gangguan pendengaran pada frekuensi rendah, sedang,
dan tinggi yang dapat disebabkan oleh salah satu dari neuropati atau komplikasi mikro
vascular. Komplikasi gangguan pendengaran pada DM dapat bersifat bilateral (B/L) dan
sensorineural (SN) serta dapat progresif secara bertahap. Sensorineural hearing loss (SNHL)
adalah gangguan pada telinga bagian dalam, gangguan saraf vestibulocochlear atau central
brain processor unit yang dapat bersifat kongenital atau didapat. Perubahan pada koklea,
seperti peningkatan ketebalan membran basiler, dinding pembuluh darah stria vaskularis,
sklerosis arteri auditori internal, dan degenerasi sistem saraf telinga bagian dalam
bertanggung jawab atas gangguan pendengaran pada pasien DM. Gangguan pendengaran
dapat disebabkan oleh efek gabungan dari gangguan sistem saraf dan pembuluh darah atau
secara independen dapat menyebabkan gangguan pendengaran di antara pasien DM. Namun,
ada ketidaksepakatan yang terus-menerus di antara para peneliti tentang DM yang mungkin
menjadi penyebab SNHL.
Para peneliti mempelajari hubungan SNHL dengan usia, durasi DM, HbA1c, jenis
kelamin, hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan status sosial ekonomi, serta kebiasaan
minum dan merokok. Hawang dkk. melaporkan bahwa obesitas sentral, asupan alkohol
hipertensi dan jenis kelamin laki-laki berhubungan positif dengan SNHL frekuensi tinggi.
Namun, Parmar et al. menunjukkan bahwa pasien dengan DM dan hiperlipidemia memiliki
ambang pendengaran yang secara signifikan lebih tinggi pada frekuensi menengah dan tinggi
dibandingkan dengan subjek normal. Namun, sedikit penelitian yang mengeksplorasi
hubungan riwayat keluarga DM dengan SNHL. Oleh karena itu, penelitian ini diproyeksikan
untuk menilai SNHL dan polanya pada pasien DM dengan riwayat keluarga DM.
Penelitian ini dilakukan dari Januari 2012 hingga Desember 2012 di Departemen
Otorhinolaryngology setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Komite Etik
Institusional. Sebanyak 140 pasien dengan DM diikutkan dalam penelitian ini. Pasien dari
kedua jenis kelamin dengan gejala DM dilibatkan dalam penelitian ini. Namun, pasien
dengan riwayat paparan kebisingan, asupan obat ototoksik, kesulitan mendengar yang
disebabkan oleh penyakit lain, dan pasien dengan keadaan umum tampak lemah dieksklusi.
Status diabetes pasien dikonfirmasi dengan menganalisis kadar gula darah. Pasien dengan
kadar Glukosa Darah Puasa (FBG) >100 mg/dL, kadar glukosa Darah Pasca Prandial (PPBG)
jam pertama > 200 mg/dL dan kadar glukosa darah acak (RBG) >200 mg/dL dimasukkan
dalam penelitian ini. Anamnesis yang berkaitan dengan DM, seperti durasi, jenis dan riwayat
keluarga, serta riwayat komorbiditas lain bersama dengan demografi (usia dan jenis kelamin)
dilakukan melalui wawancara. Dilakukan cek kadar FBS dan PPBS diikuti oleh pemeriksaan
telinga serta temuan hidung dan tenggorokan (THT) dan dicatat. Pemeriksaan glukosa darah
dilakukan dengan metode rutin.
Penilaian gangguan pendengaran dilakukan dengan tes garputala dan tes audiometri
untuk menganalisis status pendengaran pasien. Tes garputala terdiri dari tiga tes, yaitu Rinne
Weber, dan tes Absolute Bone Conduction atau Swabach untuk skrining awal, diikuti dengan
tes audiometri. Tes Rinne, Weber, dan Swabach biasanya dikombinasikan untuk
mengidentifikasi jenis gangguan pendengaran. Namun, audiometri nada murni digunakan
untuk mengukur ambang pendengaran pada frekuensi yang berbeda, dan untuk
mengkonfirmasi jenis gangguan pendengaran. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
garputala 256 Hz, 512 Hz dan 1024 Hz. Tes audiometri terdiri dari audiometri nada murni,
audiometri ambang konduksi udara (AC), konduksi tulang nada murni (BC).
Audiometri nada murni dilakukan dengan alat ALPS Pure Tone Audiometer (Model
AD 2000) pada frekuensi 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz dan 8000 Hz
untuk masing-masing telinga. Termasuk dalam kategori rendah (125 dan 250 Hz), frekuensi
menengah (500-2000 Hz) dan frekuensi tinggi (4000 dan 8000 Hz). Skala gangguan
pendengaran yang ditentukan oleh American Speech-Language Hearing Association
(ASHA), digunakan untuk mengkategorikan pasien DM sebagai normal ( -10 hingga 15 dB)
dan SNHL dengan berbagai tingkat gangguan pendengaran (16 hingga 91+).
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak R v 3.6.0 untuk
mengevaluasi distribusi frekuensi, persentase, uji-t independen, chi-kuadrat, ANOVA dan uji
korelasi Pearson's dan nilai p < 0,05, dianggap sebagai signifikan secara statistik. Hasil data
berkelanjutan disajikan sebagai mean ± standar deviasi sementara mean perbedaan antara
kelompok yang berbeda dibandingkan menggunakan uji-t independen. Korelasi berbagai
faktor dengan SNHL dinilai menggunakan uji korelasi Pearson's.
HASIL
140 pasien DM yang terdaftar untuk penelitian berusia antara 20 hingga 50 tahun
dengan usia rata-rata 40±9,2 tahun dan durasi DM 4,87 ± 3,64 tahun. Rerata kadar FBS dan
PPBS adalah 124,71±37,79 mg/dL dan 188,98±53,47 mg/dL (Tabel I Fig I).
Dari 140 subjek, 60 pasien didiagnosis dengan SNHL, sisanya 80 pasien memiliki
tingkat pendengaran normal. Sebanyak 88 subjek laki-laki di antara populasi subjek yang
diamati, 35 orang di antaranya menderita SNHL. Di antara pasien wanita, 25 orang menderita
SNHL. Distribusi pasien berdasarkan usia dengan mayoritas pasien termasuk dalam
kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 78 orang, 48 orang di antaranya menderita SNHL.
Jumlah kasus SNHL tertinggi yaitu sebanyak 24 subjek ada pada kelompok yang memiliki
riwayat diabetes 4-7 tahun. Namun sebagian besar kasus SNHL yaitu sebanyak 32 subjek
adalah kelompok yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat DM.
Dari 60 kasus dengan SNHL, sebanyak 26 kasus B/L minimum (16–25 dB), 19 kasus
B/L ringan (26–40 dB), 5 kasus B/L sedang (41–55 dB) dan 4 kasus B/L sedang berat (56-70
dB). Namun, tidak ada pasien yang menderita sakit parah gangguan pendengaran (71-90 dB)
atau gangguan pendengaran berat (91+). Prevalensi kasus B/L min ditemukan lebih tinggi di
antara semua kategori lainnya. Kelompok usia 41-50 tahun memiliki jumlah gangguan
pendengaran minimum B/L yang tertinggi yaitu sebanyak 20 kasus. Demikian pula, pasien
yang memiliki durasi penyakit DM selama 4-7 tahun sebanyak 12 orang atau pasien dengan
keluarga dengan riwayat DM yaitu sebanyak 14 orang juga paling sering menderita gangguan
pendengaran minimum B/L (Tabel II).
Hubungan SNHL dengan berbagai variable seperti usia, durasi penyakit, jenis
kelamin, riwayat keluarga, FBG dan PPBG disajikan pada Tabel I dan III. Usia, durasi
penyakit, PPBG dan riwayat keluarga ditemukan hubungan yang signifikan dengan SNHL
(nilai P 1,79E-08,4.41E-06, 0.02 dan 0.004) yaitu menggunakan uji t independen dan uji chi
square. Dalam kasus pasien dengan riwayat DM positif, 28 pasien memiliki SNHL sementara
19 pasien tidak. Pasien yang memiliki SNHL termasuk kelompok usia yang lebih tinggi
(44,57±6,05 tahun) dibandingkan dengan pasien tanpa SNHL (36,56±9,69).
Nilai rata-rata durasi penyakit dan PPBG di antara pasien SNHL ditemukan 6,57 ±
4,15 dan 201,08±50,68 masing-masing. Selanjutnya, SNHL juga berhubungan dengan durasi
penyakit diabetes, FBG dan PPBG (korelasi Pearson). Korelasi positif juga ditemukan antara
SNHL dan FBG (nilai r = 0,14). Hasil serupa diamati saat menghubungkan PPBG dengan
SNHL (nilai r=0.2). Namun, korelasi positif sedang ditemukan antara durasi diabetes dan
SNHL (nilai r=0,41). Selanjutnya, hasil penilaian frekuensi SNHL dengan puasa kadar
glukosa ditabulasikan pada Tabel IV. Peningkatan ambang pendengaran juga didapatkan
pada pasien dengan berbagai konsentrasi FBS di telinga kiri maupun kanan atau tepat
melintasi frekuensi rendah, sedang dan tinggi (P nilai: 0,02–0,002), kecuali 1000–8000Hz
untuk telinga kiri dan 125 Hz untuk telinga kanan, berdasarkan analisis ANOVA. Namun,
SNHL untuk kedua telinga diamati pada frekuensi rendah (250 Hz) dan frekuensi menengah
(500 Hz) dengan nilai P 0,02–0,002. (Tabel IV)
DISKUSI
Pendahuluan
Metodologi penelitian
Hasil
Pembahasan
Kelebihan
1. Judul jurnal mampu memberi gambaran umum mengenai penelitian.
2. Abstrak jurnal sudah menjelaskan tujuan, metode dan hasil penelitian secara singkat
dan juga sudah memberikan ringkasan yang informatif terkait hubungan
Sensorineural Hearing Loss terhadap penyakit Diabetes Mellitus.
3. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi dan menambah wawasan
terutama bagi tenaga kesehatan terkait.
Kekurangan
1. Dalam jurnal ini tidak dijelaskan secara rinci mengenai cara menentukan populasi
penelitian dan penghitungan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Gadag, R. P., Nayak, P. S., & J, T. (2020). Clinical Asssessment of Sensorineural Hearing
Loss among Diabetes Mellitus Patients. Bengal Journal of Otolaryngology and Head
Neck Surgery, 28(2), 112–119. https://doi.org/10.47210/bjohns.2020.v28i2.297