Etika Profesi Hukum Notaris
Etika Profesi Hukum Notaris
Irfan Hadi Syahbana, Khalif Abdilbarr, Ekasogi Cantika Dewi, Maulina Wulan
Santika, Thoyyibah
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, IAIN Madura, Pamekasan-Indonesia
email: irfanhadisyahbana@gmail.com khalifqbdilbar@gmail.com ekasogicantika@gmail.com
maulinawulansantika26@gmail.com thoyyibah@gmail.com
Abstrak
Salah satu aspek yang disoroti etika dan moral berkenaan dengan perilaku perbuatan
seseorang adalah pada bidang kerja keahlian yang disebut profesi. Salah satu proferi hukum
di Indonesia adalah notaris. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang dalam hal
pembuatan akta otentik merupakan tujuan negara dalam menciptakan kepastian hukum
bagi masyarakat. Notaris wajib memberikan pelayanan jasa terhadap masyarakat yang
membutuhkan jasanya. Keseluruhan hal tersebut merupakan bagian dari aktivitas penuh
notaris dalam menjalankan profesinya. Dalam menjalankan profesinya, tentu notaris harus
mengikuti kode etik notaris. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai efektivitas
penerapan etika profesi oleh notaris dan akibat hukum terhadap notaris yang tidak
melaksanakan etika profesi hukum. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris
dengan sumber data primer dan data sekunder, yang dikumpulkan melalui teknik observasi,
studi kepustakaan dan wawancara, serta dianalisis dengan teknik analisis data kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang notaris harus memperhatikan etika profesi
jabatan yang diembannya. Etika profesi notaris mengacu dan taat pada ketentuan UUJN
(Undang-undang Jabatan Notaris) serta Kode Etik Notaris. Acuan dan ketaatan ini
bertujuan agar pelaksanaan profesi notaris dalam mengabdi pada masyarakat tidak
menurunkan harkat dan martabat, serta keluhuran profesi notaris.
Kata Kunci
Etika Profesi; Hukum; Notaris;
Pendahuluan
Notaris merupakan suatu profesi yang juga menempati posisi sebagai pejabat umum.
Dalam posisinya sebagai profesional di bidang hukum, notaris berperan dalam menciptakan
kepastian hukum bagi masyarakat dalam rangka penegakan hukum. Profesi ini tercipta secara
tidak langsung dari hasil interaksi antar masyarakat yang kemudian berkembang dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat itu sendiri.1 Peran notaris sebagai ranah pencegahan
(preventif) agar tidak terjadi permasalahan hukum dilakukan dengan menerbitkan akta otentik
sebagai alat bukti tertulis dengan kekuatan pembuktian sempurna, yang dapat memberikan
1 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik terhadap Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris), ed. oleh Aep Gunarsa, Cet. 5 (Bandung: Refika Aditama, 2018), hal. 8.
kontribusi nyata dalam penyelesaian sengketa apabila terjadi sengeketa di kemudian hari. 2
Jabatan notaris di Indonesia diatur dalam undang-undang khusus, yakni Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut dengan UUJN).
Pejabat umum merupakan seseorang yang mengemban suatu jabatan, yang kemudian
diangkat dan diberhentikan oleh negara, yang diberikan kewenangan dan kewajiban untuk
dapat memenuhi kepentingan anggota masyarakat di bidang hukum keperdataan. Maka dari
itu, notaris merupakan suatu organ negara yang dimana negara memberikan wewenang
kepada notaris melalui ketentuan dalam UUJN, untuk membuat suatu akta yang otentik.
Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang dalam melaksanakan sebagian tugas
kenegaraan, ia tidak hanya bekerja untuk kepentingannya sendiri, melainkan ia juga dituntut
untuk dapat bertanggung jawab memenuhi kebutuhan akan pelayanan dan jasa kepada
masyarakat terkait dengan perbuatan hukum perdata.3 Sehingga, notaris dalam menjalankan
tugas dan jabatannya dituntut wajib bersifat mandiri, tidak bergantung kepada siapapun, tidak
memihak memandang status sosial atau derajat seseorang dan memiliki kebebasan karena ia
berdiri sendiri (unpartiality and Independency).4
Notaris di berikan kewenangan secara atributif oleh negara, maka dari itu ia wajib
melayani masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam mengatur
hubunganhubungan hukum antara yang satu dengan yang lainnya, yang kemudian dituangkan
secara tertulis ke dalam bentuk akta dan dapat digunakan sebagai alat bukti yang berupa
dokumen resmi dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna. 5 Dengan adanya kewenangan
yang diberikan kepada notaris tersebut, ia harus dapat memberikan jaminan akan kepastian
hukum kepada masyarakat yang mebutuhkan jasanya.6
Notaris selain mempunyai kewenangan juga mempunyai kewajiban dan larangan yang
wajib ia taati dan patuhi. Kewenangan notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya diatur
2 M. Ilham Arisaputra, “Kewajiban Notaris dalam Menjaga Kerahasiaan Akta dalam Kaitannya dengan Hak
Ingkar Notaris,” Perspektif, 17 (2012), hal. 2.
3 dkk Rositawati, “Penyimpanan Protokol Notaris secara Elektronik dalam Kaitan Cyber Notary,” Hukum
Kenotariatan, 2 (2017), hal. 8.
4 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2007), hal. 22.
5 I. Made Punarbawa, P. Aris dan Sarjana, “Kedudukan Hukum Akta Notaris dalam Pembebanan Hak
Tanggungan Atas Nama Warga Negara Asing,” Kertha Semaya, 02 (2014), hal. 20.
6 Salim & Abdullah, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU), ed. oleh A. Hairul
Rachman, Cet. Ketuj (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), hal. 101–2.
dalam Pasal 15 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUJN. Sedangkan, mengenai kewajiban
notaris
diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUJN. Kemudian, mengenai larangan notaris diatur dalam
Pasal 17 ayat (1) UUJN. Dalam pasal 16 ayat (1) tersebut notaris wajib bertindak secara adil,
mandiri, jujur, bertanggung jawab dan bekerja secara profesional dengan tidak memihak dan
terpengaruh oleh siapapun. Dengan adanya peraturan tersebut, notaris dapat lebih dipercaya
oleh masyarakat dan kepercayaan itu dapat diperkuat karena masyarakat mengetahui akan
adanya suatu kepastian yang terjamin untuk kepentingannya, yang dimana peraturan tersebut
juga bertujuan untuk sarana kontrol sosial dalam kehidupan masyarakat.7
Dalam menjalankan tugas dan jabatannya notaris wajib tanggap, peka dan mempunyai
ketajaman dalam berfikir, serta dapat memberikan analisis yang baik terhadap fenomena
hukum yang ada pada masyarakat. Hal tersebut agar nantinya seorang notaris memiliki
keberanian untuk mengambil tindakan dan keputusan yang tepat dalam melakukan
pekerjannya sesuai dengan peraturan-perundang-undangan yang berlaku melalui produk yang
dibuatnya, yaitu akta otentik. Notaris juga harus memiliki keberanian untuk menolak dengan
tegas apabila dalam pembuatan aktanya mengandung unsur yang bertentangan dengan
hukum, etika, dan moral.
Metode Penelitian
Pada penelitian etika pada profesi notaris menggunakan pendekatan kualitatif dengan
jenis penelitian field research atau penelitian lapangan (hukum empiris). Sumber data dalam
penelitian dapat berupa sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer diperoleh
secara langsung oleh peneliti dari sumber pertama yakni Ibu Churiah Laylia, S.H., M.Kn.
Sedangkan, data sekunder diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan, arsip-arsip,
dokumendokumen yang terdiri dari bahan hukum primer yaitu Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (Burgerlijk Wetboek), Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undangundang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dan Kode Etik Notaris.
Sedangkan bahan hukum sekunder yaitu buku-buku, karya ilmiah, hasil penelitian terdahulu,
hasil karya dari praktisi hukum dan sejenisnya yang terkait dengan penelitian. Pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi terlebih dahulu ke kantor notaris
7 Dwi Andika Prayojana, “Pelaksanaan Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Notaris tentang Pemasangan Papan
Nama Notaris di Kota Denpasar,” Ilmiah, Kenotariatan, 2018, 213–18 (hal. 2).
Ibu Churiah Laylia. Dilanjut studi kepustakaan tehadap bahan-bahan hukum dan teknik
wawancara
(interview) secara langsung dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada notaris untuk
Kantor Notaris dan PPAT Churiah Laylia merupakan kantor milik notaris Churiah
Laylia, S.H., M.Kn yang terletak di Barat Desa Ceguk, Kec. Tlanakan, Kab. Pamekasan, Jawa
Timur. Kantor Notaris Churiah Laylia ini terlibat dalam manajemen korporat.
“Saya asli dari Surabaya, lulusan S1 Hukum Brawijaya dan S2 Kenotariaatan UNAIR.
Saya menjadi seorang notaris sekitar 13 tahun yang lau (sejak tahun 2010). Untuk SK
PPAT saya keluar pada tahun 2012 tapi diangkatnya tahun 2013”.
Ibu Churia juga menceritakan perasaannya sebagai notaris:
“Menjadi seorang notaris itu merupakan hal yang sangat saya syukuri dan senangi
karena memang cita-cita saya dari dulu, sesuai dengan jurusan kuliah dan bisa
membantu orang yang membutuhkan jasa notaris. Tapi, tidak hanya suka yang saya
dapatkan, ada juga dukanya menjadi seorang notaris, seperti sering dimarahi orang
dan ditipu yang tida lain adalah klien saya sendiri”.
Dalam perjalanan karirinya, Ibu Churia memiliki satu pengalaman menarik seperti
yang beliau sampaikan:
“Pengalaman menarik selama menjadi notaris itu pada saat masih bekerja di Kota
Surabaya itu kan kami bekerja di ota nya saja tidak sampai masuk ke pelosok desa, tapi
semenjak bekerja di Pamekasan ini kami masuk ke pelosok desa, sampai pernah naik turun
gunung seperti mendaki. Jadi menurut saya itu pengalaman menarik selama menjadi notaris”.
Pengertian Notaris
Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah untuk membantu
melakukan tugas-tugas negara dalam memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat guna
tercapainya kepastian hukum sebagai pejabat pembuat akta otentik dalam hal keperdataan.
Pengertian notaris dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan
Notaris, yang menyatakan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.
Kewenangan Notaris
1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse,
salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undangundang.
2. Notaris juga berwenang untuk:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat akta risalah lelang
3. Selain kewenangan di atas, notaris juga mempunyai kewenangan lain yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Kode etik adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu
profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang
disusun oleh anggota profesi itu sendiri dan mengikat mereka dalam mempraktikkannya.
Kode etik profesi bagi seorang notaris bersifat penting sebagai aturan etis yang harus
dipenuhi terkait profesinya, dan juga karena pada hakikatnya pekerjaan notaris lebih condong
berorientasi pada kepentingan hukum. Dasar hukum seorang notaris terletak pada
aktifitasnya, yakni dalam hal pembuatan akta otentik yang menyangkut status harta benda,
hak-hak, dan kewajiban klien atau para pihak yang datang menghadap dirinya dan
membutuhkan jasa notaris tersebut. Kode etik profesi berfungsi sebagai kendali, batasan dan
aturan untuk menghindari terjadinya tindakan tidak adil sebagai akibat dari perbuatan-
perbuatan hukum yang bertentangan dengan norma-norma dan prinsip-prinsip hukum yang
berlaku.
Berdasarkan pasal 1 Kode Etik Notaris, kode etik notaris merupakan kode moral yang
ditetapkan oleh asosiasi-asosiasi notaris Indonesia berdasarkan keputusan kongres asosiasi .
Menurut Bab II pasal 2 Kode Etik Notaris, kode etik ini mengatur tentang perilaku anggota
asosiasi dan orang lain yang menjalankan jabatan sebagai notaris dalam menjalankan
jabatannya atau dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum, kode etik notaris memuat
ketentuan mengenai etika notaris dalam menjalankan tugas, kewajiban profesional notaris,
Pendapat terkait kode etik notaris juga disampaikan oleh ibu Churia Laylia:
“Kode etik notaris itu merupakan sebuah pedoman bagi kita (notaris) sebagai pejabat
umum yang harus kita ikuti, karna jika melanggar pasti akan mendapatkan sanksi.”
Dengan demikian, kode etik notaris adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau
kesusilaan notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah
dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam bidang
pembuatan akta.
Dalam hal ini, etika notaris yang dimaksud adalah kode etik yang dimaksudkan untuk
menjalankan suatu profesi supaya betul-betul mencerminkan pekerjaan profesional, bermoral,
dengan motivasi dan bertoleransi pada keterampilan intelektual dengan argumentasi rasional
dan kritis. Seperti yang diejlaskan oleh Ibu Churia, bahwa:
“Profesional dalam bekerja itu, maksudnya bagaimana kita bersikap dengan baik,
tidak mencampurkan masalah pribadi maupun golongan. Misal yang bermasalah
adalah orang lain atau orang yang pernah bermasalah dengan kita tidak kita layani
dengan baik, sedangkan orang lain yang masih memiliki hubungan keluarga atau
teman kita sendiri baru kita melayani mereka dengan baik. Itu tidak boleh, namanya
kita tidak bekerja secara profesional. Intinya kita sebagai notaris harus menjunjung
tinggi keprofesionalan kita dalam menjalankan profesi ini tanpa memandang bulu”
Maksud profesional disini adalah suatu paham yang menciptakan dilakukan
kegiatankegiatan tertentu dalam masyarakat dengan berbekal keahlian yang tinggi dan
berdasarkan keterpanggilan, serta ikrar untuk menerima panggilan tersebut, untuk dengan
semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah
dirundung kesulitan ditengah kehidupan.
Sebagai notaris, dalam menjalankan profesinya harus menggunakan etika. Ada banyak etika
notaris, diantaranya:
Akibat hukum terhadap notaris yang tidak melaksanakan etika profesi dapat berakibat
fatal, baik merugikan pihak notaris maupun kliennya tersebut, serta pihak-pihak terkait
lainnya, terutama dalam hal pembuatan akta otentik.
Notaris yang melanggar kode etik akan mendapatkan sanksi sesuai perbuatannya.
Sanksi dalam Kode Etik tercantum dalam pasal 6:
1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik
dapat berupa:
a. Teguran
b. Peringatan
c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan
d. Onzetfing (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan
2. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang
melanggar kode etik disesuaikan dengan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota
Penjatuhan sanksi terhadap anggota yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik
Notaris dilakukan oleh Dewan Kehormatan yang merupakan alat perlengkapan perkumpulan
yang berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran kode etik termasuk didalamnya
juga menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing
(termuat dalam Pasal B).
Ibu Churiah juga menjelaskan terkait sanksi yang akan diterima oleh notaris apabila
melanggar kode etik:
“Seorang notaris dapat dituntut dan dihukum apabila melanggar ketentuan pidana,
misal notaris dalam membuat akta memuat keterangan palsu yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal tersebut tentu dapat
mengakibatkan kerugian yang akan diderita oleh klien atau para pihak yang terkait
dalam pembuatan akta tersebut”.
Seorang notaris dalam membuat suatu akta wajib memuat keterangan berdasarkan atas
keinginan atau kehendak dari para pihak yang datang menghadap dirinya. Apabila terjadi
suatu permasalahan hukum terkait dengan akta yang dibuat oleh notaris di kemudian hari,
maka dalam hal ini notaris secara moril wajib untuk bertanggung jawab dan para pihak yang
merasa dirugikan juga dapat menuntut pertanggungjawaban kepada notaris tersebut.
Kesimpulan
Kode etik notaris adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan notaris
baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka
memberikan pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam bidang pembuatan akta.
Akibat hukum terhadap notaris yang tidak melaksanakan etika profesi dalam
memberikan tugasnya dapat berakibat fatal, baik merugikan pihak notaris maupun kliennya,
serta pihak-pihak terkait lainnya, terutama dalam hal pembuatan akta otentik.
Daftar Pustaka
Adjie, Habib, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik terhadap Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), ed. oleh Aep Gunarsa, Cet. 5 (Bandung: Refika
Aditama, 2018)
Budiono, Herlien, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2007)
Prayojana, Dwi Andika, “Pelaksanaan Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Notaris tentang
Pemasangan Papan Nama Notaris di Kota Denpasar,” Ilmiah, Kenotariatan, 2018, 213–
18
Punarbawa, P. Aris dan Sarjana, I. Made, “Kedudukan Hukum Akta Notaris dalam
Pembebanan Hak Tanggungan Atas Nama Warga Negara Asing,” Kertha Semaya, 02
(2014)
Rositawati, dkk, “Penyimpanan Protokol Notaris secara Elektronik dalam Kaitan Cyber
Notary,” Hukum Kenotariatan, 2 (2017)
Salim & Abdullah, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU), ed. oleh
A. Hairul Rachman, Cet. Ketuj (Jakarta: Sinar Grafika, 2017)
Suwignyo, Hadi, “Keabsahan Cap Jempol Sebagai Pengganti Tanda Tangan Dalam
Pembuatan Akta Otentik.,” Notarius, Vol.1.No.1 (2012), pp.4
Lampiran