Anda di halaman 1dari 7

Skala Prioritas Permasalahan Remaja di Desa Sukamukti

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara
berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak
terjadi pada masyarakat terutama pada remaja (WHO, 2015).Data World Health Organization
(WHO) tahun 2011 menunjukkan bahwa lebih dari 25% remaja di Kawasan Asia Tenggara
(kecuali Thailand) dilaporkan mengalami anemia, bahkan di beberapa negara pevalensinya
mencapai 50% (Widyanthini & Widyanthari, 2021).

Menurut data hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 48,9%
dengan penderita anemia sebagian besar berusia 15-24 tahun. Prevalensi anemia pada remaja
putri di Indonesia pada tahun 2018, yaitu pada kelompok remaja usia 11-14 tahun sebesar
13,5% dan usia 15-21 tahun sebesar 29,5% (Kementerian Kesehatan RI, 2019). Terjadinya
peningkatan prevalensi anemia pada remaja di Indonesia (usia 15-24 tahun) yaitu dari 6,9%
menjadi 18,4% dan 32,0% menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
2013 dan 2018. Ditinaju dari jenis kelamin, pada tahun 2018 prevalensi anemia pada
perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (27,2% : 20,3%) (Widyanthini & Widyanthari,
2021). Khususnya angka kejadian anemia pada kelompok remaja di Provinsi Jawa Barat pada
tahun 2018 mencapai 41,8% (Dinas kesehatan provinsi jawa barat,2018).

Definisi anemia

Hasil pada penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 71 (58,4 %) responden telah
mengetahui definisi anemia merupakan suatu keadaan kelainan darah dengan kadar
hemoglobin yang lebih rendah dari nilai normal. Dan sebanyak 51 (41,6 %) responden
menjawab salah pada pertanyaan definisi dari anemia.

Karakteristik nilai kadar hemoglobin

Hasil pada penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 74 (60,5 %) responden telah
menjawab benar pada pernyataan batas normal kadar hemoglobin pada remaja putri. Dan
sebanyak 48 (39,5 %) responden belum mengetahui tentang batas normal kadar hemoglobin
pada remaja putri.
Tanda dan gejala anemia.

Hasil pada penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 74 (60,5 %) responden mengetahui
dan memahami tanda dan gejala anemia. Dan sebanyak 48 (39,5 %) responden belum
mengetahui tanda dan gejala yang terjadi pada penderita anemia.

Salah satu gejala utama dari anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan
kurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan terjadi vasokontriksi pada
pembuluh darah untuk memaksimalkan pengiriman oksigen. Takikardi dan bising jantung
juga merupakan gejala anemia yang menandai adanya peningkatan beban kerja jantung dan
curah jantung. Gejala lainnya yang timbul dari anemia yaitu lemah, letih, lesu, sakit kepala
pusing, dan mata berkunang-kunang. Pada anemia yang berat, dapat timbul letargi, konfusi,
serta komplikasi seperti gagal jantung, aritmia, infark miokard, dan angina (Kusnadi, 2021).

Kekurangan zat besi penyebab anemia

Hasil pada penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 79 (64,4 %) responden memahami
kekurangan zat besi merupakan penyebab utama anemia gizi dibanding kekurangan zat gizi
lain. Dan sebanyak 43 (35,6 %) responden tidak mengetahui bahwa zat besi merupakan
penyebab utama anemia gizi dibanding kekurangan zat gizi lain.

Alasan lain mengapa remaja putri lebih rawan terkena anemia adalah karena remaja berada
pada masa pertumbuhan yang memerlukan zat gizi yang lebih tinggi termasuk zat besi
(Apriyanti, 2019).

Faktor utama penyebab terjadinya anemia

Hasil pada penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 81 (66,1 %) responden mengetahui
bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan anemia adalah rusaknya sel darah merah.
Dan sebanyak 41 (33,9 %) responden tidak mengetahui salah satu faktor utama yang
menyebabkan anemia adalah rusaknya sel darah merah.

Kehilangan darah pada Wanita remaja dalam jumlah banyak bisa terjadi akibat dari
menstruasi.
Hasil pada penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 68 (55,8 %) responden mengetahui
bahwa kehilangan darah pada wanita remaja dalam jumlah banyak bisa terjadi akibat dari
menstruasi. Dan sebanyak 54 (44,2 %) responden tidak mengetahui bahwa kehilangan darah
pada wanita remaja dalam jumlah banyak bisa terjadi akibat menstruasi.

Remaja, khususnya remaja putri, berisiko lebih tinggi terjangkit anemia dibandingkan dengan
remaja laki- laki karena alasan pertama yaitu remaja perempuan setiap bulan mengalami
siklus menstruasi dan alasan kedua yaitu karena mempunayi kebiasaan yang salah (Kau et al.,
2022).

Remaja putri secara normal akan mengalami kehilangan darah melalui menstruasi setiap
bulan. Beriringan dengan menstruasi akan dikeluarkan sejumlah zat besi yang dibutuhkan
untuk proses pembentukan hemoglobin. Hal ini menjadi salah satu penyebab prevalensi
anemia cukup tinggi pada remaja wanita (Yuniarti & Zakiah, 2021).

Zat besi dapat mencegah terjadinya anemia

Hasil pada penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 78 (63,9 %) responden mengetahui
zat besi yang terdapat dalam pangan hewani dengan jumlah yang cukup dapat mencegah
terjadinya anemia gizi besi. Dan sebanyak 44 (36,1 %) responden tidak mengetahui bahwa
zat besi yang terdapat dalam pangan hewani dengan jumlah yang cukup dapat mencegah
terjadinya anemia gizi besi.

Faktor utama penyebab anemia yaitu asupan zat besi yang kurang dari kebutuhan. Rendahnya
asupan zat besi umum terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi bahan makanan yang
kurang beragam, seperti protein. Kurangnya asupan protein akan menyebabkan transportasi
zat besi terlambat, sehingga akan mengakibatkan defisiensi zat besi. Disamping itu, makanan
yang tinggi protein terutama berasal dari daging, ikan dan unggas yang juga banyak
mengandung protein (Maharani, 2020).

Tablet tambah darah

Hasil pada penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 82 (67,0 %) responden mengetahui
bahwa anemia hanya bisa diobati melalui pemberian tablet tambah darah (TTD). Dan
sebanyak 40 (33,0 %) responden tidak mengetahui bahwa anemia hanya bisa diobati oleh
pemberian tablet tambah darah.

Sumber protein hewani sebagai sumber zat besi.

Hasil pada penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 70 (57,1 %) responden mengetahui
bahwa daging, telur dan hati merupakan sumber zat besi. Dan sebanyak 52 (42,9 %)
responden tidak mengetahui bahwa daging, telur, dan hati merupakan sumber zat besi.

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara
berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak
terjadi pada masyarakat terutama pada remaja. Terjadinya peningkatan prevalensi anemia
pada remaja di Indonesia (usia 15-24 tahun) yaitu dari 6,9% menjadi 18,4% dan 32,0%
menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, 2013 dan 2018. Ditinaju dari
jenis kelamin, pada tahun 2018 prevalensi anemia pada perempuan lebih tinggi dibandingkan
laki-laki (27,2% : 20,3%).

Gambaran tingkat pemahaman remaja di desa Sukamukti setelah dilakukan pengisian


kuisioner didapatkan hasil yang berimbang dan menunjukkan perbedaan yang tidak
signifikan, sebagian besar mengetahui tentang anemia dan menjawab dengan benar. Seperti
hasil dari kuesioner mengenai definisi anemia didapatkan hasil sebanyak 71 (58,4 %)
responden telah mengetahui definisi anemia merupakan suatu keadaan kelainan darah dengan
kadar hemoglobin yang lebih rendah dari nilai normal. Sebanyak 74 (60,5 %) responden telah
menjawab benar pada pernyataan batas normal kadar hemoglobin pada remaja putri.

Masalah kesehatan umum : Anemia dan kebugaran yang rendah pada remaja
Indonesia. Masalah sosial budaya dan sekolah yang ditemukan adalah sulit belajar,
membolos, kenakalan remaja (“tawuran”), pergeseran nilai budaya. Masalah gangguan
emosional yang diidentifikasikan kurang percaya diri, stress, disamping itu terdapat pula
masalah penyalahgunaan obat dan rokok . Masalah keluarga kurangnya fungsi peranan orang
tua, konflik peran, perbedaan persepsi kasih sayang serta kesulitan komunikasi yang
menyebabkan disfungsi keluarga. Permasalahan kesehatan reproduksi remaja seperti masalah
ginekologi, kehamilan, dan kelainan kongenital.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Santoso Soeroso tentang kesehatan remaja,
masalah kesehatan umum yang ditemukan pada remaja Indonesia adalah anemia dan
kebugaran (physical fitness) yang rendah. Masalah sosial budaya dan sekolah yaitu sulit
belajar, membolos sekolah, kenakalan remaja (tawuran), dan pergeseran nilai budaya.
Masalah gangguan emosional yang diidentifikasikan kurang percaya diri, stress, disamping
itu terdapat pula masalah penyalahgunaan obat dan rokok. Masalah keluarga kurangnya
fungsi peranan orang tua, konflik peran, perbedaan persepsi kasih sayang serta kesulitan
komunikasi yang menyebabkan disfungsi keluarga. Serta terdapat pula permasalahan
kesehatan reproduksi remaja seperti masalah ginekologi, kehamilan, dan kelainan kongenital.

Upaya yang Dapat Menanggulangi Permasalahan Remaja yang Ada pada Desa
Sukamukti

Upaya dalam menanggulangi permasalahan yang ada pada remaja desa Sukamukti
diantaranya adalah pembentukan posyandu remaja yang memiliki tujuan mendekatkan akses
dan meningkatkan capaian pelayanan kesehatan bagi remaja, peran remaja dalam kesehatan
meningkat, pengetahuan dan ketrampilan tentang kesehatan reproduksi, napza, gizi
meningkat, mampu melakukan deteksi dini maupun pencegahan pada penyakit tidak menular
sehingga mampu mencetak generasi yang sehat dan mengurangi kenakalan remaja yang saat
ini semakin meningkat. (Mulyanti, 2022)

Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menjelaskan bahwa adanya
posyandu remaja sehingga mampu meningkatkan pengetahuan remaja terhadap anemia.
Anemia disebabkan antara lain karena asupan makanan yang rendah zat besi, sehingga saat
tubuh perlu memproduksi sel darah merah, zat besi yang diserap kurang mencukupi dan akan
mengalami penurunan hemoglobin, hal inilah yang akhirnya menyebabkan anemia gizi besi,
yang merupakan penyebab anemia yang paling sering terjadi. (Sandra dkk ,2017). Remaja
putri (10-19 tahun) merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia dari pada
remaja laki-laki. Karena setiap bulan remaja putri mengalami menstruasi selain itu remaja
putri seringkali menjaga penampilan ingin kurus sehingga melakukan diet dan mengurangi
makan. Diet yang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh akan menyebabkan tubuh
kekurangan zat-zat penting seperti zat besi. Dampak anemia gizi besi pada remaja adalah
menurunkan produktivitas kerja dan juga menurunkan kemampuan akademis di sekolah.
Oleh karena itu, sasaran program perbaikan gizi pada kelompok remaja wanita dianggap
strategis dalam upaya memutus simpul siklus masalah gizi (Briawan, 2008). Kurangnya
pengetahuan remaja tentang anemia menyebabkan remaja sangat rentan terhadap perilaku
makan yang negatif sehingga remaja merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita
anemia. (Subratha, 2020).

Berdasarkan data dari Survey Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)


tahun 2007, tentang pengetahuan remaja mengenai Anemia, didapatkan 87,3% remaja pernah
mendengar tentang anemia, sedangkan yang tidak pernah mendengar penyakit anemia
sebesar 12,7%. Diantara tanda penyakit anemia jawaban tertinggi menjawab muka pucat
sebesar 52,8% selanjutnya mata berkunang-kunang sebesar 46,5%. Sesuai hasil survey masih
perlu dilakukan sosialisasi mengenai pengetahuan remaja tentang anemia karena masih
banyak yang belum diketahui remaja tentang bagaimana cara pencegahan dan penanganan
anemia (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2007).

Keberadaan posyandu remaja ini memberikan manfaat kepada remaja khususnya


dalam hal kesehatan, remaja akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang
kesehatan. Dalam pencegahan anemia sendiri remaja akan memperoleh pengetahuan dan
edukasi mulai dari pengertian anemia sampai intervensi gizi yang dapat dilakukan, sehingga
hal ini menjadi upaya yang dapat menanggulangi tingkat anemia di desa Sukamukti. Hal ini
sesuai dengan Permenkes No. 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak yaitu setiap
anak memiliki kemampuan perilaku hidup bersih sehat, mampu bersosialisasi dengan baik,
tumbuh dan berkembang secara harmonis sehingga menjadi sumber daya manusia yang sehat
dan berkualitas. (Kemenkes RI, 2013)

Posyandu Remaja yang dibentuk di Desa Sukamukti. Sasaran dari kegiatan ini adalah
remaja di desa Sukamukti yang berusia 10-18 tahun sebanyak 106 orang. Pembentukan
Posyandu Remaja memiliki syarat kader kesehatan remaja di Desa Sukamukti adalah remaja
yang berusia 10-18 tahun, aktif dan kreatif, memiliki komitmen dan bersedia bekerja secara
sukarela, berdomisili di Desa Sukamukti. Berikut ini tahapan pembentukan Posyandu Remaja
Desa Sukamukti :

1. Tahap Persiapan

A. Menganalisis situasi Desa Sukamukti


B. Melakukan koordinasi dengan mitra seperti Puskesmas Pataruman 2 dan
Pemerintah Kota Banjar.
C. Melakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat Desa Sukamukti.

2. Tahap pelaksanaan

Setelah terjadi kesepakatan maka dilaksanakan beberapa kegiatan workshop antara


lain:

A. Workshop 1 : sosialisasi dan pengenalan posyanduremaja kepada remaja dan


tokoh masyarakat
B. Workshop 2 :pelatihan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) serta
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
C. Workshop 3 : pembekalan edukasi bagi kader kesehatan dengan materi
jumantik, anemia pada remaja, tanaman obat keluarga (TOGA), kesehatan
reproduksi, gizi remaja, bahaya merokok dan napza, penyakit tidak menular.

3. Tahap evaluasi

Tahap evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan


Posyandu remaja Desa Sukamukti. Pada tahap ini mengindentifikasi adanya kesulitan
ataupun kendala dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu Remaja.

Anda mungkin juga menyukai