2019
LAPORAN MODUL 1
Di susun oleh:
Kelompok 1
Assalamualaikum Wr.Wb,
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat yang telah Ia
berikan sehingga terbentuknya Laporan Hasil Tutorial ini dengan lancar.
Laporan ini kami buat dengan sebenar-benarnya, sesuai dengan hasil
diskusi kami. Kami sadar dalam pembuatan laporan ini, masih ada
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat membutuhkan kritik serta saran
dari pembaca atas laporan yang kami buat.
Ketua Kelompok,
2019730111
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR
ISI..................................................................................................ii
BAB 1
PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Penjelasan
blok...................................................................................1
1.2 Tujuan pembelajaran
blok..................................................................1
BAB 2
ISI.......................................................................................................2
2.1 Skenario..............................................................................................2
2.1.1 Sub Modul 1..........................................................2
2.1.2 Sub Modul 2..........................................................2
2.2 Kata sulit dan
Klarifikasinya...............................................................2
2.2.1 Sub Modul 1..........................................................2
2.2.2 Sub Modul
2 ..........................................................3
2.3 Identifikasi Masalah ...........................................................................3
2.3.1 Sub Modul 1..........................................................3
2.3.2 Sub Modul 2..........................................................3
2.4 Mind Map dan Peta Konsep Curah
Pendapat......................................4
2.4.1 Sub Modul 1..........................................................4
2.4.2 Sub Modul 2..........................................................4
2.5 Tujuan
Pembelajaran...........................................................................4
2.5.1 Sub Modul 1..........................................................4
2.5.2 Sub Modul 2..........................................................5
2.6 Hasil Sintesis
Informasi.......................................................................5
2.6.1 Sub Modul 1..........................................................5
2.6.2 Sub Modul 2........................................................18
2.7 Hasil Analisis....................................................................................28
2.7.1 Sub Modul 1........................................................28
2.7.2 Sub Modul 2........................................................28
II
BAB 3
PENUTUP........................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................30
I
BAB 1
PENDAHULUAN
II
BAB 2
ISI
2.1 Skenario
1
3. Isotonis : Menunjukkan larutan yang memiliki tonisitas
sama dengan larutan lain
4. Intravena : Dalam pembuluh darah
5. Elektrolit : Substansi yang berdisosiasi menjadi ion yang
yang mengalami fusi dalam larutan
1. Apa saja dinamika pada keseimbangan cairan tubuh dan eletrolit tubuh?
2. Apa saja gejala gangguan keseimbamgan cairan?
3. Apakah suhu bisa mempengaruhi cairan tubuh?
4. Bagaimana respon tubuh saat kelebihan cairan?
5. Bagaimana kontribusi lemak terhadap cairan dalam tubuh?
2
2.4 Mind Map dan Peta Konsep Curah Pendapat
Rehidrasi masif
Suhu panas
Dehidrasi Edema
3
2.5 Tujuan Pembelajaran
Mempelajari :
Mempelajari :
4
1. Dinamika keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Berbagai gangguan keseimbangan cairan
3. Patomekanisme gangguan keseimbangan elektrolit
4. Analisa patomekanisme gangguan cairan dan elektrolit
terhadap munculnya gejala klinis
1. Difusi
adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam
pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang
berkonsentrasi rendah. Ada beberapa faktor yang memengaruhi
kecepatan difusi, yaitu:
-Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat
partikel itu akan bergerak, sehingga kecepatan difusi semakin
tinggi.
-Ketebalan membran. Semakin tebal membran, semakin lambat
kecepatan difusi.
-Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat
kecepatan difusinya.
-Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin
lambat kecepatan difusinya.
-Suhu. Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk
bergerak dengan lebih cepat. Maka, semakin cepat pula
kecepatan difusinya.
2. Osmosis
adalah perpindahan molekul pelarut (misalnya air) melalui
selaput semipermiabel dari bagian yang lebih encer ke bagian
yang lebih pekat atau dari bagian yang konsentrasi pelarut
(misalnya air) rendah (hipotonis) ke konsentrasi pelarut
(misalnya air) tinggi (hipertonis).
3. Osmolalitas
adalah pengukuran konsentrasi cairan yang ditunjukkan oleh
jumlah zat terlarut per volume cairan. Osmolalitas darah dan
cairan tubuh kira-kira 290 mOsmol / L.
Solusi hipertonik memiliki osmolalitas yang lebih tinggi
dari pada tubuh (> 300 mOsmol / l)
Solusi isotonik memiliki osmolalitas yang serupa dengan
tubuh (= 290 mOsmol / l)
5
Solusi hipotonik memiliki osmolalitas yang lebih rendah
dari pada tubuh (<280 mOsmol / l) yang secara aktif
meningkatkan penyerapan cairan.
4. Osmolaritas
adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu
larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi
solute atau semakin rendah konsentrasi air dalam larutan
tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis dari area yang
konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke
area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih
rendah).
5. Tekanan Osmotik
adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan
kesetimbangan osmotik antara suatu larutan dan pelarut
murninya yang dipisahkan oleh suatu membran yang dapat
ditembus hanya oleh pelarut tersebut.
6. Membran Semipermeabel
merupakan suatu jenis membran polimerik biologis atau sintetik, yang
memungkinkan molekul atau ion tertentu untuk melewatinya dengan
difusi atau terkadang melalui proses khusus seperti difusi terfasilitasi,
transpor pasif atau transpor aktif.
7. Tekanan Hidrostatik
adalah tekanan yang diakibatkan oleh gaya yang ada pada zat
cair terhadap suatu luas bidang tekan pada kedalaman tertentu.
Besarnya tekanan ini bergantung kepada ketinggian zat cair,
massa jenis dan percepatan gravitasi. Tekanan Hidrostatika
hanya berlaku pada zat cair yang tidak bergerak.
Klasifikasi cairan
6
membentuk empat perlima kompartemen CES sisanya.
Cairan
5
c. interstisium menempati 80% dari cairan ekstrasel dan 16%
dari total berat badan.
d. Cairan transelular terdiri dari sejumlah kecil volume cairan
khusus, yang semuanya disekresikan oleh sel spesifik ke
dalam rongga tubuh tertentu untuk melakukan fungsi khusus.
Cairan transelular mencakup cairan serebrospinal
(mengelilingi, membentuk bantalan, dan memberi makan
otak dan medula spinalis); cairan intraokular
(mempertahankan bentuk dan memberi makan mata); cairan
sinovium (melumasi dan berfungsi sebagai peredam kejut
pada sendi); cairan perikardium, intrapleura, dan peritoneum
(masing-masing melumasi gerakan jantung, paru, dan usus);
dan getah pencernaan (mencerna makanan yang ditelan).
6
skeletal. Cairan intraselular menyumbang kurang lebih
sebanyak 40% dari berat badan manusia. Cairan ini berada
dalam 75 triliun sel. Cairan intraseluler berbeda nyata dari
cairan ekstraselular, khususnya, cairan intraselular
mengandung sejumlah besar ion kalium, magnesium, dan ion
fosfat dan sedikit ion natrium dan klorida yang ditemukan
sebagian besar dalam cairan ekstraselular.
1. Cairan Hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum,
dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari
dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
“mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis)
dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula
darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang
membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam
pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang.
Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian
cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh
darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
(kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya
pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya
adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan Hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan
produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl
45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl
0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
4. Kristaloid
7
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume
cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu
yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan
segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
5. Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak
akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh
darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar
pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
8
Elektrolit dalam tubuh dan manfaatnya
2. Kalsium
9
Manfaat kalium adalah untuk mengatur fungsi jantung dan
tekanan darah, membantu hantaran rangsang saraf, kontraksi otot,
kesehatan tulang, dan keseimbangan elektrolit; serta menjaga kesehatan
10
saraf dan otot. Dalam darah, jumlah kalium normal berada di kisaran
3,5-5 milimol/liter (mmol/L).
4. Klorida
5. Magnesium
6. Fosfat
7. Bikarbonat
11
dalam derajat yang lebih berat. Gejala-gejala yang dapat terjadi
gangguan elektrolit yaitu:
mual muntah
lemas
bengkak pada tubuh
detak jantung cepat (dada berdebar)
keram atau kelemahan otot
sakit kepala
kejang
penurunan kesadaran
Klasifikasi Elektrolit
Mineral Utama
Mineral penting bagi tubuh Anda untuk tetap sehat. Tubuh Anda
menggunakan mineral untuk berbagai pekerjaan, termasuk menjaga tulang,
otot, jantung, dan otak dapat bekerja dengan baik. Mineral juga penting
untuk membuat enzim dan hormon.
12
Ada dua jenis mineral yaitu, makromineral dan trace mineral. Anda
membutuhkan makromineral dalam jumlah yang lebih besar. Mereka
11
termasuk kalsium, natrium, kalium, dan sebagainya. Sedangkan tubuh
hanya memerlukan trace minerals dalam jumlah yang sedikit. Mereka
termasuk besi, mangan, tembaga, yodium, dan sebagainya.
A. Kalsium
13
• Fungsi sistem saraf
Natrium dapat ditemukan pada:
14
• Roti
• Keju
• Potongan daging dingin dan daging yang diawetkan (contohnya deli,
ham, atau kalkun dalam kemasan)
• Hidangan daging campuran (seperti sup daging sapi, cabai, dan roti
daging)
• Hidangan pasta campuran (seperti lasagna, salad pasta, dan spageti
dengan saus daging)
• Pizza
• Unggas (segar dan kemasan)
• Sandwich
• Makanan ringan gurih (seperti keripik, kerupuk, popcorn, dan
pretzel)
• Sup
• Garam dapur
C. Kalium
15
• Fungsi jantung
14
• Kontraksi otot
• Fungsi sistem saraf
• Pembentukan protein
Kalium dapat ditemukan pada:
• Pisang
• Bit hijau
• Jus (seperti wortel, delima)
• Susu
• Jeruk
• Kentang dan ubi
• Prune
• Bayam
• Tomat
• Kacang putih
• Yogurt
Homeostasis
Semua pertukaran air dan konstituen lain antara cairan intrasel (CIS) dan
dunia luar harus terjadi melalui cairan ekstrasel (CES) sehingga CES berperan
sebagai perantara antara sel dan lingkungan eksternal. Pengaturan
keseimbangan cairan melibatkan dua komponen terpisah, yaitu: kontrol
volume cairan ekstrasel (CES) dan kontrol osmolaritas CES. Meskipun
pengaturan kedua faktor ini berkaitan erat, keduanya bergantung pada
kandungan relatif NaCl (garam) dan H2O (air) di tubuh; inilah alasan
mengapa keduanya harus dikontrol dan mengapa mekanismenya sangat
berbeda:
15
1. Volume CES harus diatur secara ketat untuk membantu mempertahankan
tekanan darah. Pemeliharaan keseimbangan garam sangat penting dalam
regulasi volume CES jangka panjang.
a. Kontrol volume CES penting dalam regulasi jangka panjang tekanan darah
Kontrol jangka pendek dilakukan dengan cara: (1) curah jantung dan
resistensi perifer total meningkat untuk meningkatkan atau menurunkan
tekanan darah ketika tekanan turun terlalu rendah maupun sebaliknya. (2)
penurunan volume plasma dikompensasi secara parsial dengan pemindahan
cairan dari kompartemen interstisium ke pembuluh darah sehingga
memperbesar volume plasma.
16
menyebabkan (1) penurunan GFR secara refleks untuk mengurangi jumlah
natrium yang difiltrasi
17
dan (2) peningkatan jumlah natrium yang diabsorpsi yang disesuaikan secara
hormonal.
1) Keseimbangan Donnan
18
kedua sisi membran. Pergerakan muatan pada ion akan menyebabkan
perbedaan
17
konsentrasi ion yang secara langsung mempengaruhi pergerakan cairan
melalui membran ke dalam dan keluar dari sel tersebut.
18
volume sel bisa menyebabkan impak yang serius seperti kehilangan
fungsi pada
19
sel, terutama ada otak. Bentuk gangguan yang paling sering terjadi
adalah kelebihan atau kekurangan cairan yang mengakibatkan perubahan
volume.
1. Overhidrasi
2. Dehidrasi
20
A. Gangguan Keseimbangan Natrium
19
Seseorang dapat dikatakan hiponatremia, bila konsentrasi natrium
plasma dalam tubuhnya turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah
nilai normal (135-145 mEq?L0 dan hipernatremia bila konsentrasi
natrium plasma meningkat diatas normal. Hiponatremia biasanya
berkaitan dengan hipo-osmolalitas dan hipernatremia berkaitan dengan
hiper-osmolalitas.
Bila kadar kalium kurag dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia
dan kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia.
Kekurangan ion kalium dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung
melambat. Peningkatan kalium plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan
aritma jantung, konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan
henti jantung atau fibrilasi jantung.
Penyebab Hipokalemia
Penyebab Hiperkalemia
20
1. Keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel
21
2. Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal
Penyebab Hipoklorinemia
Penyebab Hiperklorinemia
22
anak-anak dan wanita karena di dalam tubuhnya banyak
mengandung
21
lemak yang hanya mengandung 20% air. Menurut Wilmore JH.
(2007: 216) ada sepuluh tanda tubuh saat mengalami dehidrasi,
adalah sebagai berikut:
22
9. Air mata kering. Air mata digunakan untuk membersihkan dan
melumasi mata. Jika cairan di tubuh kurang, bisa membuat produksi
air mata terhenti.
10. Badan selalu merasa kepanasan. Air memainkan peran kunci
dalam mengatur suhu tubuh. Ketika tubuh mulai panas kulit akan
berkeringat. Dengan berkeringat, maka suhu tubuh akan turun lagi.
Karena keringat sebagian besar terdiri dari air, maka saat mengalami
dehidrasi, tubuh akan berhenti mengeluarkan keringat yang membuat
badan akan merasa kepanasan.
23
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi sehingga
menimbulkan
24
komplikasi lain yakni Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang
selanjutnya terjadi gagal multi organ (Irianto Koes, 2014).
• Hipervolemia
1. Pengertian hipervolemia
Hipervolemia adalah peningkatan volume cairan intravaskular,
interstisial, dan intraseluler (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017a).
Kelebihan volume cairan ekstraselular (ECF) dapat terjadi jika
natrium dan air kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang lebih
kurang sama. Seiring dengan terkumpulnya cairan isotonic
berlebihan di ECF, maka cairan akan berpindah ke kompartemen
cairan interstisial sehingga menyebabkan terjadinya edema.
Kelebihan volume cairan selalu terjadi sekunder akibat peningkatan
kadar natrium tubuh total yang akan menyebabkan terjadinya retensi
air (Price & Wilson, 2008).
2. Etiologi
Karena air dan natrium ditahan dalam tubuh, konsentrasi natrium
serum pada intinya tetap normal, hypervolemia selalu menjadi akibat
sekunder dari peningkatan kandungan natrium tubuh total. Menurut
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Penyebab hipervolemia adalah
gangguan mekanisme regulasi yaitu gagal ginjal kronik. Penyebab
hipervolemia pada gagal ginjal kronik antara lain:
a. Retensi natrium dan air yang disebab pada gagal ginjal kronik
karena penurunan jumlah nefron yang membuat laju filtrasi
glomerulus (GFR) menurun (Price & Wilson, 2008).
b. Hypoalbuminemia terjadi pada gagal ginjal kronik yang
disebabkan oleh sindrom nefrotik (Price & Wilson, 2008).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hipervolemia
a. Usia
Bayi dan anak yang sedang tumbuh memiliki perpindahan
cairan yang jauh lebih besar dibandingkan orang dewasa karena
laju metabolisme mereka lebih tinggi meningkatkan kehilangan
cairan. Bayi kehilangan banyak cairan melalui ginjal karena
ginjal yang belum matang kurang mampu menyimpan air
dibandingkan ginjal orang dewasa. Pada usia paruh baya (40-65
tahun) perubahan fisik individu yang terjadi pada system
perkemihan yaitu unit nefron berkurang selama periode ini dan
laju filtrasi glomerulus menurun. Pada lansia (lebih dari 65
tahun) perubahan fisik normal akibat penuaan pada perkemihan
yaitu penurunan kemampuan filtrasi ginjal dan gangguan fungsi
ginjal, konsentrasi urine menjadi kurang efektif, urgensi
berkemih dan sering berkemih (Kozier & Erb, 2010).
b. Jenis kelamin dan ukuran tubuh
25
Air tubuh total dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ukuran
tubuh. Kerna sel lemak mengandung lebih sedikit atau sama
sekali tidak mengandung air dan jaringan tanpa lemak memiliki
kandungan air yang tinggi, individu yang memiliki persentase
lemak tubuh lebih tinggi memiliki cairan tubuh yang lebih
sedikit. Wanita secara proporsional memiliki lemak tubuh yang
lebih banyak dan lebih sedikit cairan tubuh dibandingkan pria.
Air menyusun sekitar sekitar 60% berat 12 badan pria dewasa,
tetapi hanya 52% untuk wanita dewasa. Pada individu gemuk,
kandungan air tubuh mungkin lebih sedikit, dengan hanya 30%
sampai 40% dari berat badan individu tersebut (Kozier & Erb,
2010).
c. Suhu lingkungan
Individu yang sakit dan mereka yang berpartisipasi dalam
aktrivitas berat berisiko mengalami ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit apabila suhu lingkungan tinggi. Kehilangan cairan
melalui keringat meningkat di lingkungan yang panas karena
tubuh berupaya untuk menghilangkan panas (Kozier & Erb,
2010).
d. Gaya hidup
Faktor lain seperti diet, latihan, dan stress memengaruhi
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa. Individu yang
mengalami malnutrisi berat mengalami penurunan kadar albumin
serum dan dapat mengalami edema karena aliran osmotic cairan
ke kompartemen pembuluh darah menjadi berkurang. Stress
dapat meningkatkan metabolisme selular, kadar konsentrasi
glukosa darah, dan kadar katekolamin. Selain itu, stress dapat
meningkatkan produksi ADH, yang pada gilirannya menurunkan
produksi urine. Seluruh respons tubuh terhadap stress adalah
meningkatkan volume darah (Kozier & Erb, 2010).
e. Diet
Diet dapat mempengaruhi asupan cairan. Asupan nutrisi yang
tidak adekuat dapat mempengaruhi terhadap kadar albumin
serum. Jika albumin serum menurun, cairan interstitial tidak bisa
masuk ke pembuluh darah sehingga terjadi edema. (Mubarak,
2015).
4. Patofisiologi
26
90% dari massa nefron telah hancur mengakibatkan laju filtrasi
glomelurus (GFR) menurun. Menurunnya GFR menyebabkan
25
retensi natrium. Adanya perbedaan tekanan osmotic karena
natrium tertahan menyebabkan terjadi proses osmosis yaitu air
berdifusi menembus membrane sel hingga tercapai
keseimbangan osmotic. Hal ini menyebabkan cairan ekstraselular
(ECF) meningkat hingga terjadi edema (Price & Wilson, 2008).
Pada gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh perkembangan
penyakit sindrom nefrotik, tubuh mengalami hypoalbuminemia
menyebabkan tekanan osmotic plasma rendah, kemudian akan
diikuti peningkatan transudasi cairan kapiler atau vaskular ke
ruang interstitial, mekanisme ini hampir secara langsung
menyebabkan edema (Price & Wilson, 2008). Edema dapat
terlokalisir atau generalisata (seluruh tubuh). Edema terlokalisir
terjadi seperti pada inflamasi setempat dan obstruktif. Edema
generalisata atau anasarka menimbulkan pembengkaan yang
berat jaringan bawah kulit. Anasarca disebabkan oleh penurunan
sistemik tekanan osmotik kapiler. Edema anasarka terjadi pada
pengidap hypoalbuminemia akibat sindrom nefrotik. Proses
terbentuknya edema ansarka terjadi akibat tekanan osmotic di
plasma menurun, menyebabkan cairan berpindah dari vaskuler
ke ruang interstitial. Berpindahnya cairan menyebabkan
penurunan sirkulasi volume darah yang mengaktifkan sistem
imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih
lanjut keseluruh tubuh (Price & Wilson, 2008).
5. Manifestasi klinis
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), gejala dan
tanda hipervolemia adalah :
1) Edema anasarka dan atau edema perifer
Pembengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruang
interstisial. Jelas terlihat di daerah yang menggantung akibat
pengaruh gravitasi dan didahului oleh bertambahnya berat badan.
(Price & Wilson, 2008). Edema anasarka adalah edema yang
terdapat di seluruh tubuh. Edema perifer adalah edema pitting
yang muncul di daerah perifer, edema sering muncul di daerah
mata, jari, dan pergelangan kaki (Mubarak, 2015).
2) Berat badan meningkat dalam waktu singkat
Kenaikan dan penurunan berat badan perhari dengan cepat
biasanya berhubungan dengan perubahan volume cairan.
Peningkatan berat badan lebih dari 2,2 kg/hari (1lb/hari) diduga
ada retensi cairan. Secara umum pedoman yang dipakai adalah
473 ml (1 pt) cairan menggambarkan 0,5 kg (1,1 lb) dari
peningkatan berat badan (Hudak & Gallo, 2012).
3) Jugular venous pressure (JVP) dan atau central venous pressure
(CVP) meningkat
26
Central venous pressure atau tekanan vena sentral merupakan
tekanan di dalam antrium kanan, CVP normal sekitar 0 mm hg,
tekanan ini dapat naik menjadi 20-30 mm Hg pada keadaan
abnormal. Jugular venous pressure atau tekanan vena jugularis
merupakan tekanan vena perifer, saat CVP melebihi nilai normal
akan membuat vena menjadi lebar bahkan titik-titikm rawan
kolaps akan terbuka bila CVP meningkat (Guyton & Hall, 2011)
4) Refleks hepatojugular positif
Refleks hepatojugular positif merupakan respon vena
jugularis yang terjadi saat jantung menerima beban sehingga
peregangan vena jugularis meningkat dan frekuensi denyut vena
di leher juga meningkat (Price & Wilson, 2008).
6. Komplikasi
27
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
29