Anda di halaman 1dari 48

MEKANISME DASAR PENYAKIT

2019

LAPORAN MODUL 1

Di susun oleh:

Kelompok 1

1. Brillia Yulasutu (2019730017)


2. Achmad Arifin (2019730001)
3. Annisa Nurul Aprha (2019730012)
4. Farah Hawariyati Haniyah (2019730026)
5. Firda Aginas Ibrahim (2019730034)
6. Himmatul Aliyah (2019730046)
7. Lathifatul Afifah Tarqo (2019730056)
8. Nada Nisrina (2019730080)
9. Novan Haikal Saifulsidiq (2019730089)
10. Syavira Amelia Risanty (2019730105)
11. Yusuf Asyri Muchtar (2019730111)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVARSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb,

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat yang telah Ia
berikan sehingga terbentuknya Laporan Hasil Tutorial ini dengan lancar.
Laporan ini kami buat dengan sebenar-benarnya, sesuai dengan hasil
diskusi kami. Kami sadar dalam pembuatan laporan ini, masih ada
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat membutuhkan kritik serta saran
dari pembaca atas laporan yang kami buat.

Jakarta, 6 November 2019

Ketua Kelompok,

Yusuf Asyri Muchtar

2019730111

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR
ISI..................................................................................................ii

BAB 1
PENDAHULUAN..............................................................................1

1.1 Penjelasan
blok...................................................................................1
1.2 Tujuan pembelajaran
blok..................................................................1

BAB 2
ISI.......................................................................................................2

2.1 Skenario..............................................................................................2
2.1.1 Sub Modul 1..........................................................2
2.1.2 Sub Modul 2..........................................................2
2.2 Kata sulit dan
Klarifikasinya...............................................................2
2.2.1 Sub Modul 1..........................................................2
2.2.2 Sub Modul
2 ..........................................................3
2.3 Identifikasi Masalah ...........................................................................3
2.3.1 Sub Modul 1..........................................................3
2.3.2 Sub Modul 2..........................................................3
2.4 Mind Map dan Peta Konsep Curah
Pendapat......................................4
2.4.1 Sub Modul 1..........................................................4
2.4.2 Sub Modul 2..........................................................4
2.5 Tujuan
Pembelajaran...........................................................................4
2.5.1 Sub Modul 1..........................................................4
2.5.2 Sub Modul 2..........................................................5
2.6 Hasil Sintesis
Informasi.......................................................................5
2.6.1 Sub Modul 1..........................................................5
2.6.2 Sub Modul 2........................................................18
2.7 Hasil Analisis....................................................................................28
2.7.1 Sub Modul 1........................................................28
2.7.2 Sub Modul 2........................................................28

II
BAB 3
PENUTUP........................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................30

I
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Penjelasan Blok


Tema blok ini adalah mekanisme dasar penyakit. blok ini akan
menjembatani pengetahuan yang didapat dalam tahap pendidikan
sebelumnya dengan pengetahuan kedokteran nantinya. Topic dalam
blok ini adalah mengenal penyusun tubuh manusia, mekanisme menjaga
keseimbangan lingkungannya untuk tetap hidup, serta beberapa dasar
penyakit seperti infeksi, agen penyebab infeksi, dan dasar sistem
kekebalan tubuh.
Tubuh manusia tersusun atas sistem organ yang merupakan
gabungan dari beberapa organ dengan fungsinya masing-masing. Organ
tersebut tersusun atas jaringan yang merupakan kumpulan sel dengan
kekhususannya tersendiri. Sel, jaringa, dan organ bekerja secara sinergis
untuk menjaga tubuh agar tetap terpenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Bahkan sel sebagai unit terkecil penyusun tubuh manusia merupakan
penopang kebutuhan hidup, antara lain kebutuhan oksigen, nutrisi,
cairan, dan sebagainya. Untuk itu, tubuh memiliki sistem control yang
selalu berusaha mencapai keseimbangan. Jika keseimbangan tersebut
tidak tercapai, maka akan muncul gangguan. Untuk itu, sel dan
pemenuhan kebutuhan sel menjadi starting point topic dalam blok ini
yang kemudian diikuti dengan perubahan-perubahan yang dialaminya.

1.2 Tujuan Pembelajaran Blok


1. Menjelaskan sistem organ tubuh manusia
2. Menjelaskan histologi sel dan jaringan
3. Menjelaskan biologi sel tubuh manusia
4. Menjelaskan metabolism sel
5. Menjelaskan perubahan pada sel
6. Menjelaskan mekanisme radang dan mediatornya

II
BAB 2
ISI

2.1 Skenario

2.1.1 Sub Modul 1

Seorang perempuan usia 63 tahun mengalami diare sejak


3 hari yang lalu. Pasien menceritakan bahwa satu hari terakhir
sering haus, jarang kencing. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, frekuensi nadi
120x/menit, frekuensi napas 28x/menit. Setelah rehidrasi oral,
pasien kembali tampak lebih segar, rasa haus berkurang, kencing
kembali normal, frekuensi nadi menjadi 100x/menit.
Seorang anak perempuan 2 th dibawa ke UGD karena
kejang. Menurut ibunya, pasien mengalami muntah setiap makan
dan minum sejak 2 hari yang lalu disertai mencret-mencret.
Setelah kejang tertangani, dokter melanjutkan resusitasi cairan
dengan cairan isotonis secara intravena. Dokter mencurigai
kejang yang terjadi pada pasien disebabkan oleh
ketidakseimbangan elektrolit karena muntah dan diare.

2.1.2 Sub Modul 2

Seorang dokter diminta menjadi peer-reviewer untuk


mengkaji suatu kasus yang sudah ditangani sejawatnya di tanah
suci. Kasus tersebut sebagai berikut: Seorang wanita 65 tahun
yang sedang menjalani ibadah haji tiba-tiba mengeluh pusing dan
lemas. Setelah diperiksa oleh dokter tekanan darah pasien rendah
(80/60mmHg), nadi 100x/menit dan pasien menunjukkan gejala
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Suhu udara saat itu
40•C. Kasus ini ditatalaksana dengan rehidrasi cairan yang masif.
Satu jam setelah rehidrasi, pasien mengeluh sesak, kencing
banyak, dalam rontgen thorax didapatkan gambaran edema paru
yang merupakan salah satu tanda kelebihan cairan dalam tubuh.

2.2 Kata Sulit dan Klarifikasinya

2.2.1 Sub Modul 1

1. Rehidrasi oral : Pengembalian cairan yang terkandung


dalam tubuh
2. Resusitasi : Pemulihan kembali

1
3. Isotonis : Menunjukkan larutan yang memiliki tonisitas
sama dengan larutan lain
4. Intravena : Dalam pembuluh darah
5. Elektrolit : Substansi yang berdisosiasi menjadi ion yang
yang mengalami fusi dalam larutan

2.2.2 Sub Modul 2

1. Rehidrasi massif : Pengembalian cairan tubuh secara


berlebih
2. Rontgen thorax : Foto dada dengan sinar X-Rays
3. Edema : Pengumpulan cairan secara abnormal

2.3 Identifikasi Masalah

2.3.1 Sub Modul 1

1. Bagaimana proses pergerakan cairan yang terjadi dalam tubuh?


2. Mengapa seseorang yang kekurangan cairan tubuh dapat mengalami
kejang?
3. Bagaimana mekanisme resusitasi cairan?
4. Bagaimana cara mencegah gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit?
5. Apa saja dinamika pada keseimbangan cairan tubuh dan eletrolit tubuh?
6. Apa faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit?

2.3.2 Sub Modul 2

1. Apa saja dinamika pada keseimbangan cairan tubuh dan eletrolit tubuh?
2. Apa saja gejala gangguan keseimbamgan cairan?
3. Apakah suhu bisa mempengaruhi cairan tubuh?
4. Bagaimana respon tubuh saat kelebihan cairan?
5. Bagaimana kontribusi lemak terhadap cairan dalam tubuh?

2
2.4 Mind Map dan Peta Konsep Curah Pendapat

2.4.1 Sub Modul 1

Diare Kekurangan cairan

Rehidrasi Dehidrasi Muntah dan diare

Tekanan darah turun Keseimbangan elektrolit

Frekuensi nadi dan


nafas melambat Resusitasi cairan isotonis

Keseimbangan cairan dan elektrolit

Rehidrasi masif
Suhu panas

Dehidrasi Edema

2.4.2 Sub Modul 2

3
2.5 Tujuan Pembelajaran

2.5.1 Sub Modul 1

Mempelajari :

1. Klasifikasi dinamika dan cairan tubuh


2. Komposisi cairan tubuh, elektrolit dan fungsinya
3. Klasifikasi elektrolit
4. Mineral utama
5. Konse keseimbangan cairan tubuh (homeostasis)

2.5.2 Sub Modul 2

Mempelajari :

4
1. Dinamika keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Berbagai gangguan keseimbangan cairan
3. Patomekanisme gangguan keseimbangan elektrolit
4. Analisa patomekanisme gangguan cairan dan elektrolit
terhadap munculnya gejala klinis

2. 6 Hasil Sintesis Informasi

2.6.1 Sub Modul 1

Klasifikasi dinamika dibagi 7 yaitu :

1. Difusi
adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam
pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang
berkonsentrasi rendah. Ada beberapa faktor yang memengaruhi
kecepatan difusi, yaitu:
-Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat
partikel itu akan bergerak, sehingga kecepatan difusi semakin
tinggi.
-Ketebalan membran. Semakin tebal membran, semakin lambat
kecepatan difusi.
-Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat
kecepatan difusinya.
-Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin
lambat kecepatan difusinya.
-Suhu. Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk
bergerak dengan lebih cepat. Maka, semakin cepat pula
kecepatan difusinya.
2. Osmosis
adalah perpindahan molekul pelarut (misalnya air) melalui
selaput semipermiabel dari bagian yang lebih encer ke bagian
yang lebih pekat atau dari bagian yang konsentrasi pelarut
(misalnya air) rendah (hipotonis) ke konsentrasi pelarut
(misalnya air) tinggi (hipertonis).
3. Osmolalitas
adalah pengukuran konsentrasi cairan yang ditunjukkan oleh
jumlah zat terlarut per volume cairan. Osmolalitas darah dan
cairan tubuh kira-kira 290 mOsmol / L.
 Solusi hipertonik memiliki osmolalitas yang lebih tinggi
dari pada tubuh (> 300 mOsmol / l)
 Solusi isotonik memiliki osmolalitas yang serupa dengan
tubuh (= 290 mOsmol / l)

5
 Solusi hipotonik memiliki osmolalitas yang lebih rendah
dari pada tubuh (<280 mOsmol / l) yang secara aktif
meningkatkan penyerapan cairan.
4. Osmolaritas
adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu
larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi
solute atau semakin rendah konsentrasi air dalam larutan
tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis dari area yang
konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke
area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih
rendah).
5. Tekanan Osmotik
adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan
kesetimbangan osmotik antara suatu larutan dan pelarut
murninya yang dipisahkan oleh suatu membran yang dapat
ditembus hanya oleh pelarut tersebut.
6. Membran Semipermeabel
merupakan suatu jenis membran polimerik biologis atau sintetik, yang
memungkinkan molekul atau ion tertentu untuk melewatinya dengan
difusi atau terkadang melalui proses khusus seperti difusi terfasilitasi,
transpor pasif atau transpor aktif.
7. Tekanan Hidrostatik
adalah tekanan yang diakibatkan oleh gaya yang ada pada zat
cair terhadap suatu luas bidang tekan pada kedalaman tertentu.
Besarnya tekanan ini bergantung kepada ketinggian zat cair,
massa jenis dan percepatan gravitasi. Tekanan Hidrostatika
hanya berlaku pada zat cair yang tidak bergerak.

Klasifikasi cairan

Air tubuh terdistribusi antara kompartemen CIS dan CES H2O


(Hidrogen Dioksida) tubuh tersebar di dua kompartemen, CIS (cairan
intrasel) yaitu cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh. Dan
CES (cairan ekstrasel) yaitu cairan yang berada di luar sel dan
mengelilingi sel.

1. Cairan Ektrasel (CES)


Sepertiga H2O tubuh merupakan cairan ekstrasel yang berada diluar
sel. Sepertiga H2O tubuh sisanya yang terdapat di kompartemen
CES dapat dibagi lagi menjadi :
a. Cairan intravaskuler (plasma), adalah cairan di dalam sistem
vaskuler. Cairan ini meliputi 20% dari cairan ekstrasel atau
6,6 % dari seluruh cairan dalam tubuh.
b. Cairan interstisium, adalah cairan yang terletak di ruang
antarsel dan melakukan pertukaran-pertukaran dengan sel,

6
membentuk empat perlima kompartemen CES sisanya.
Cairan

5
c. interstisium menempati 80% dari cairan ekstrasel dan 16%
dari total berat badan.
d. Cairan transelular terdiri dari sejumlah kecil volume cairan
khusus, yang semuanya disekresikan oleh sel spesifik ke
dalam rongga tubuh tertentu untuk melakukan fungsi khusus.
Cairan transelular mencakup cairan serebrospinal
(mengelilingi, membentuk bantalan, dan memberi makan
otak dan medula spinalis); cairan intraokular
(mempertahankan bentuk dan memberi makan mata); cairan
sinovium (melumasi dan berfungsi sebagai peredam kejut
pada sendi); cairan perikardium, intrapleura, dan peritoneum
(masing-masing melumasi gerakan jantung, paru, dan usus);
dan getah pencernaan (mencerna makanan yang ditelan).

Meskipun secara fungsional sangat penting, cairan- cairan ini


merupakan fraksi yang tak bermakna untuk H2O tubuh total. Selain itu,
kompartemen transeluler sebagai suatu kesatuan biasanya tidak
memengaruhi perubahan dalam keseimbangan cairan tubuh Sebagai
contoh, cairan serebrospinal tidak berkurang volumenya ketika tubuh
secara keseluruhan mengalami keseimbangan H2O negatif. Tidak berarti
bahwa volume cairan-cairan ini tidak pernah berubah. Perubahan lokal
pada kompartemen cairan transeluler tertentu dapat terjadi dalam
keadaan patologis (misalnya, terjadi penimbunan berlebihan cairan
intraokulus di mata pasien glaukoma), tetapi gangguan cairan lokal
seperti ini tidak memengaruhi keseimbangan cairan tubuh. Karena itu,
kompartemen transeluler biasanya dapat diabaikan ketika membahas
masalah keseimbangan cairan, kecuali getah pencernaan keluar dari
tubuh secara abnormal pada waktu muntah atau diare hebat, yang dapat
menimbulkan ketidakseimbangan cairan.

a. Cairan Intrasel (CIS)


Kurang lebih 2/3 cairan tubuh berada dalam kompartemen
cairan intrasel, dan kebanyakan terdapat pada massa otot

6
skeletal. Cairan intraselular menyumbang kurang lebih
sebanyak 40% dari berat badan manusia. Cairan ini berada
dalam 75 triliun sel. Cairan intraseluler berbeda nyata dari
cairan ekstraselular, khususnya, cairan intraselular
mengandung sejumlah besar ion kalium, magnesium, dan ion
fosfat dan sedikit ion natrium dan klorida yang ditemukan
sebagian besar dalam cairan ekstraselular.

Jenis cairan berdasarkan sifat cairan dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Cairan Hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum,
dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari
dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
“mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis)
dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula
darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang
membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam
pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang.
Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian
cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh
darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
(kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya
pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya
adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan Hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan
produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl
45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl
0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
4. Kristaloid

7
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume
cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu
yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan
segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
5. Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak
akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh
darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar
pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.

Komposisi Cairan dan elektrolit

Air merupakan komponen terbanyak dalam tubuh manusia, rata-


rata air tersebut adalah 60% dari berat tubuh, berkisar 40-80%.
Kandungan presentase H2O tidak berubah dalam tubuh, hanya saja
setiap individu berbeda kadanya tergantung pada umur dan jenis
kelamin. Ginjal adalah organ yang mengatur keseimbangan pada tubuh.

Jaringan lemak memiliki kandungan lemak paling rendah


dibanding organ lainnya. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa yang
memiliki presentase H2O terbanyak adalah plasma darah, yaitu 90%
H2O. Jaringan lunak seperti kulit, otot, dan organ internal memiliki
kandungan H2O yang termasuk tinggi yaitu berkisar 70-80%. Pada
tulang relatif kering yaitu terdapat 22% H2O. Yang terakhir adalah
lemak yang kering, memiliki presentase paling rendah yaitu memiliki
kandungan H2O 10%.

Cairan dalam tubuh (H2O) tersebar dalam tubuh dan terbagi


menjadi du yaitu cairan di dalam sel (cairan intraselular/CIS) dan cairan
yang mengelilingi sel (cairan ekstraselular/CES). Pada CIS terdapat
sekira dua pertiga dari seluruh cairan dalam tubuh dan sisanya terdapat
pada CES yaitu sekitar sepertiga dari total cairan tubuh. Pada cairan
ekstraselular terdapat pada plasma dan cairan interstisium (cairan yang
mengelilingi diantara sel-sel). Pada plasma mengandung seperlima dari
seluruh CES yang berupa darah sedangkan pada cairan interstisium
terdapat empat perlima dari CES.

8
Elektrolit dalam tubuh dan manfaatnya

Tiap elektrolit tersebut memainkan peran penting dan spesifik


dalam tubuh kita. Namun terkadang, jumlah elektrolit dalam tubuh kita
bisa berkurang atau berlebih. Hal tersebut terjadi karena jumlah air
dalam tubuh kita berubah, bisa disebabkan salah satunya oleh
kekurangan cairan.

1. Sodium atau natrium

Sodium dibutuhkan tubuh untuk menjaga keseimbangan


elektrolit, mengendalikan cairan dalam tubuh, memengaruhi tekanan
darah, dan mengatur kontraksi otot dan fungsi saraf. Normalnya, kadar
sodium dalam darah adalah 135-145 milimol/liter (mmol/L). Kelebihan
sodium, atau disebut juga hipernatremia sedangkan kekurangan sodium,
atau disebut juga hiponatremia, dapat terjadi karena tubuh kehilangan
banyak cairan melalui keringat.

2. Kalsium

Kalsium merupakan mineral penting yang digunakan oleh tubuh


untuk menstabilkan tekanan darah, mengendalikan kontraksi otot
rangka, membangun tulang dan gigi yang kuat, berperan dalam
penghantaran impuls saraf dan gerakan otot, serta membantu proses
pembekuan darah.

Kelebihan kalsium disebut hiperkalsemia sedangkan kekurangan


kalsium yaitu hipokalsemia dapat disebabkan oleh gagal ginjal,
hipoparatiroidisme.

3. Kalium atau potasium

9
Manfaat kalium adalah untuk mengatur fungsi jantung dan
tekanan darah, membantu hantaran rangsang saraf, kontraksi otot,
kesehatan tulang, dan keseimbangan elektrolit; serta menjaga kesehatan

10
saraf dan otot. Dalam darah, jumlah kalium normal berada di kisaran
3,5-5 milimol/liter (mmol/L).

Kekurangan kalium disebut hipokalemia dapat terjadi pada orang


yang memiliki gangguan makan sedangkan hiperkalemia adalah kondisi
di mana jumlah kalium dalam darah berlebih, biasanya disebabkan oleh
dehidrasi parah.

4. Klorida

Klorida dibutuhkan untuk membantu keseimbangan elektrolit


atau cairan tubuh, menjaga asam/basa (pH) tubuh, dan penting untuk
pencernaan. Tubuh dapat mengalami hipokloremia (kekurangan klorida)
dan hiperkloremia (kelebihan klorida) terjadi akibat dehidrasi parah,
gangguan kelenjar paratiroid, gagal ginjal, atau menjalani cuci darah.
Berapakah kadar klorida yang normal itu? Kadar klorida yang normal
adalah 98-108 mmol/L.

5. Magnesium

Magnesium merupakan mineral elektrolit penting untuk produksi


DNA dan RNA, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengatur kadar
glukosa darah, menjaga irama atau ritme jantung, serta berkontribusi
pada fungsi saraf dan kontraksi otot. Magnesium juga dapat
memperbaiki kualitas tidur pada penderita insomnia. Kelebihan
magnesium atau hipermagnesemia biasanya terjadi pada pasien penyakit
Addison atau penderita penyakit ginjal stadium akhir. Dan tubuh dapat
kekurangan magnesium (hipomagnesemia).

6. Fosfat

Bersama dengan kalsium, fosfat bertugas menguatkan tulang dan


gigi, serta membantu sel menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Kekurangan fosfat disebut
hipofosfatemia sementara kelebihan fosfat disebut hiperfosfatemia.

7. Bikarbonat

Mineral yang kadar normalnya 22-30 mmol/L ini berfungsi


membantu tubuh mempertahankan pH yang sehat, mengatur kadar
cairan tubuh dan mengatur fungsi jantung. Gangguan pada jumlah
bikarbonat dalam darah bisa disebabkan oleh gangguan pernapasan,
gagal ginjal, dan penyakit metabolik.

Gangguan elektrolit ringan bisa saja tidak menimbulkan gejala.


Gejala akibat gangguan elektrolit seringkali muncul ketika sudah masuk

11
dalam derajat yang lebih berat. Gejala-gejala yang dapat terjadi
gangguan elektrolit yaitu:

 mual muntah
 lemas
 bengkak pada tubuh
 detak jantung cepat (dada berdebar)
 keram atau kelemahan otot
 sakit kepala
 kejang
 penurunan kesadaran

Klasifikasi Elektrolit

Elektrolit adalah mineral mineral di dalam tubuh yang dapat


menghantarkan listrik. Mineral ini biasanya terdapat pada darah, urin,
jaringan, dan cairan tubuh lainya. --“US National Library of Medicine,
NIH. Medline plus ’16. Fluid and Electrolyte Balance”—

Elektrolit ini bias kita dapatkan dari makanan yg dimakan dan


caiaran yang diminum. Sodium, Calcium, Potassium, cholirde, dan
magnesium adalah elekrolit. --“US National Library of Medicine, NIH.
Medline plus ’16. Fluid and Electrolyte Balance”—

Elektrolit bekerja menghantarkan impuls sesuai dengan apa yang


diinginkan tubuh. Elektrolit yang berada dalam tubuh terbagi menjadi
dua tipe; kation “elektrolit positif”, anion “elektrolit negative”.

 Kation dalam tubuh : Na+, K+, Ca2+, Mg2+ “natrium,


potassium, kalsium, magnesium”
 Anion dalam tubuh : Cl-, HCO3-, HPO4-, SO4- “chloride,
bikarbonat, fosfat, sulfat”

Kedua tipe elektrolit ini dalam keaadaan homeostasis “normal”


jumlahnya akan sama besar sehinga potensial listrik cairan tubuh akan
netral. --“Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Artikel Ditjen
Yankes. Pentingnya pemeriksaan laboratorium ‘elektrolite darah’ pada
pasien stroke. 3 oct 18.”—

Mineral Utama

Mineral penting bagi tubuh Anda untuk tetap sehat. Tubuh Anda
menggunakan mineral untuk berbagai pekerjaan, termasuk menjaga tulang,
otot, jantung, dan otak dapat bekerja dengan baik. Mineral juga penting
untuk membuat enzim dan hormon.

12
Ada dua jenis mineral yaitu, makromineral dan trace mineral. Anda
membutuhkan makromineral dalam jumlah yang lebih besar. Mereka

11
termasuk kalsium, natrium, kalium, dan sebagainya. Sedangkan tubuh
hanya memerlukan trace minerals dalam jumlah yang sedikit. Mereka
termasuk besi, mangan, tembaga, yodium, dan sebagainya.

A. Kalsium

Kalsium adalah mineral paling melimpah di tubuh manusia. Sekitar


99% kalsium dalam tubuh ditemukan dalam tulang dan gigi, sedangkan
1% lainnya ditemukan dalam darah dan jaringan lunak. Konsentrasi
kalsium dalam darah dan cairan yang mengelilingi sel (cairan
ekstraseluler) harus dipertahankan dalam rentang konsentrasi yang sempit
untuk fungsi fisiologis normal. Fungsi fisiologis kalsium sangat penting
untuk bertahan hidup sehingga tubuh akan merangsang resorpsi tulang
(demineralisasi) untuk mempertahankan konsentrasi kalsium darah normal
ketika asupan kalsium tidak memadai. Dengan demikian, asupan kalsium
yang cukup merupakan faktor penting dalam menjaga kerangka yang
sehat.

Kalsium sangat penting untuk hal-hal berikut:


• Pembekuan darah
• Pembentukan tulang dan gigi
• Penyempitan dan relaksasi pembuluh darah
• Sekresi hormon
• Kontraksi otot
• Fungsi sistem saraf
Kalsium dapat ditemukan pada:
• Susu almond, beras, kelapa, dan rami
• Makanan laut kalengan dengan tulang (seperti salmon dan sarden)
• Produk susu
• Sereal dan jus
• Minuman yang kaya akan kedelai (seperti susu kedelai)
• Sayuran hijau (seperti bayam, kangkung, brokoli, lobak hijau)
• Tahu (dibuat dengan kalsium sulfat)

Tubuh secara tepat mengontrol jumlah kalsium dalam sel dan


darah. Tubuh memindahkan kalsium dari tulang ke dalam darah sesuai
kebutuhan untuk mempertahankan tingkat kalsium yang stabil dalam
darah. Jika orang tidak mengkonsumsi cukup kalsium, terlalu banyak
kalsium dimobilisasi dari tulang, melemahkan mereka. Osteoporosis dapat
terjadi. Untuk mempertahankan kadar kalsium normal dalam darah tanpa
melemahkan tulang, orang perlu mengonsumsi setidaknya 1.000 hingga
1.500 miligram kalsium sehari.

Tingkat kalsium dalam darah diatur terutama oleh dua hormon:


• Hormon paratiroid
• Kalsitonin
12
Hormon paratiroid diproduksi oleh empat kelenjar paratiroid, yang
terletak di sekitar kelenjar tiroid di leher. Ketika kadar kalsium dalam
darah menurun, kelenjar paratiroid menghasilkan lebih banyak hormon
paratiroid. Ketika kadar kalsium dalam darah meningkat, kelenjar
paratiroid menghasilkan lebih sedikit hormon. Hormon paratiroid
melakukan hal berikut:
• Merangsang tulang untuk melepaskan kalsium ke dalam darah
• Menyebabkan ginjal mengeluarkan lebih sedikit kalsium dalam urin
• Merangsang saluran pencernaan untuk menyerap lebih banyak
kalsium
• Menyebabkan ginjal mengaktifkan vitamin D, yang memungkinkan
saluran pencernaan menyerap lebih banyak kalsium

Kalsitonin diproduksi oleh sel-sel kelenjar tiroid. Ini menurunkan kadar


kalsium dalam darah dengan memperlambat kerusakan tulang, tetapi
hanya sedikit. Terlalu sedikit kalsium dalam darah disebut hipokalsemia.
Terlalu banyak kalsium dalam darah disebut hiperkalsemia.
B. Natrium
Sodium atau natrium adalah salah satu elektrolit tubuh, yang
merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang relatif
besar. Elektrolit membawa muatan listrik ketika larut dalam cairan tubuh
seperti darah.

Sebagian besar natrium tubuh terletak di dalam darah dan di dalam


cairan di sekitar sel. Sodium membantu tubuh menjaga cairan dalam
keseimbangan normal. Sodium juga memainkan peran penting dalam
fungsi saraf dan otot normal.

Tubuh memperoleh natrium melalui makanan dan minuman. Ginjal


yang sehat menjaga kadar natrium yang konsisten dalam tubuh dengan
menyesuaikan jumlah yang diekskresikan dalam urin.

Jumlah total natrium dalam tubuh mempengaruhi jumlah cairan dalam


darah (volume darah) dan di sekitar sel. Tubuh secara terus-menerus
memonitor volume darah dan konsentrasi natrium. Ketika keduanya
menjadi terlalu tinggi, sensor di jantung, pembuluh darah, dan ginjal
mendeteksi peningkatan dan merangsang ginjal untuk meningkatkan
ekskresi natrium, sehingga mengembalikan volume darah menjadi normal.

Natrium sangat penting untuk hal-hal berikut:


• Keseimbangan asam-basa
• Pengaturan tekanan darah
• Keseimbangan cairan
• Kontraksi otot

13
• Fungsi sistem saraf
Natrium dapat ditemukan pada:

14
• Roti
• Keju
• Potongan daging dingin dan daging yang diawetkan (contohnya deli,
ham, atau kalkun dalam kemasan)
• Hidangan daging campuran (seperti sup daging sapi, cabai, dan roti
daging)
• Hidangan pasta campuran (seperti lasagna, salad pasta, dan spageti
dengan saus daging)
• Pizza
• Unggas (segar dan kemasan)
• Sandwich
• Makanan ringan gurih (seperti keripik, kerupuk, popcorn, dan
pretzel)
• Sup
• Garam dapur
C. Kalium

Kalium atau Potassium adalah salah satu elektrolit tubuh, berupa


mineral yang membawa muatan listrik ketika dilarutkan dalam cairan
tubuh seperti darah.

Sebagian besar potasium tubuh terletak di dalam sel. Potasium


diperlukan untuk berfungsinya sel, saraf, dan otot secara normal. Tubuh
harus mempertahankan kadar kalium dalam darah dalam kisaran yang
sempit. Tingkat kalium darah yang terlalu tinggi (hiperkalemia) atau
terlalu rendah (hipokalemia) dapat memiliki konsekuensi serius, seperti
irama jantung yang abnormal atau bahkan berhenti jantung (henti jantung).
Tubuh dapat menggunakan cadangan kalium besar yang disimpan di
dalam sel untuk membantu mempertahankan tingkat kalium yang konstan
dalam darah.

Tubuh mempertahankan tingkat kalium yang tepat dengan


mencocokkan jumlah kalium yang dikonsumsi dengan jumlah yang hilang.
Kalium dikonsumsi dalam makanan dan minuman yang mengandung
elektrolit. Beberapa kalium juga keluar melalui saluran pencernaan dan
keringat. Ginjal yang sehat dapat menyesuaikan ekskresi kalium agar
sesuai dengan perubahan konsumsi. Beberapa obat dan kondisi tertentu
mempengaruhi pergerakan kalium masuk dan keluar sel, yang sangat
mempengaruhi tingkat kalium dalam darah.

Kalium sangat penting untuk hal-hal berikut:


• Pengaturan tekanan darah
• Metabolisme karbohidrat
• Keseimbangan cairan
• Pertumbuhan dan perkembangan

15
• Fungsi jantung

14
• Kontraksi otot
• Fungsi sistem saraf
• Pembentukan protein
Kalium dapat ditemukan pada:
• Pisang
• Bit hijau
• Jus (seperti wortel, delima)
• Susu
• Jeruk
• Kentang dan ubi
• Prune
• Bayam
• Tomat
• Kacang putih
• Yogurt

Homeostasis

Homeostasis merupakan upaya mempertahankan keseimbangan antara


masukan dan keluaran semua zat dalam lingkungan cairan internal. Untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh, maka cairan yang masuk dalam
tubuh harus sama dengan cairan yang dikeluarkan. Jika cairan yang masuk lebih besar
daripada cairan yang dikeluarkan, maka tercipta keseimbangan positif. Hasilnya
adalah peningkatan jumlah total zat tersebut di dalam tubuh. Sebaliknya, ketika cairan
yang keluar lebih besar daripada cairan yang diasukkan, maka tercipta keseimbangan
negatif dan jumlah total zat tersebut berkurang dalam tubuh.

Pengubahan jalur masukan dan keluaran suatu zat mempengaruhi konsentrasi


suatu zat tersebut dalam plasma. Untuk mempertahankan homeostasis, setiap
perubahan masukan harus diimbangi oleh perubahan pengeluaran. Contoh,
peningkatan asupan garam harus diimbangi dengan peningkatan pengeluaran garam di
urin. Namun, tidak semua jalur pemasukan atau pengeluaran diatur untuk
mempertahankan keseimbangan. Cotohnya, kita mengonsumsi garam dan air bukan
karena tubuh membutuhkannya melainkan karena kita menginginkannya sehingga
asupan garam dan air bervariasi.

Semua pertukaran air dan konstituen lain antara cairan intrasel (CIS) dan
dunia luar harus terjadi melalui cairan ekstrasel (CES) sehingga CES berperan
sebagai perantara antara sel dan lingkungan eksternal. Pengaturan
keseimbangan cairan melibatkan dua komponen terpisah, yaitu: kontrol
volume cairan ekstrasel (CES) dan kontrol osmolaritas CES. Meskipun
pengaturan kedua faktor ini berkaitan erat, keduanya bergantung pada
kandungan relatif NaCl (garam) dan H2O (air) di tubuh; inilah alasan
mengapa keduanya harus dikontrol dan mengapa mekanismenya sangat
berbeda:

15
1. Volume CES harus diatur secara ketat untuk membantu mempertahankan
tekanan darah. Pemeliharaan keseimbangan garam sangat penting dalam
regulasi volume CES jangka panjang.

a. Kontrol volume CES penting dalam regulasi jangka panjang tekanan darah

Penurunan volume CES menyebabkan penurunan tekanan darah arteri


karena volume plasma berkurang. Sebaliknya, peningkatan volume CES
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri karena volume plasma
bertambah. Ada dua mekanisme kompensasi yang berperan untuk
menyesuaikan sementara tekanan darah hingga volume CES dapat pulih ke
normal, yaitu kontrol jangka pendek dan kontrol jangka panjang.

Kontrol jangka pendek dilakukan dengan cara: (1) curah jantung dan
resistensi perifer total meningkat untuk meningkatkan atau menurunkan
tekanan darah ketika tekanan turun terlalu rendah maupun sebaliknya. (2)
penurunan volume plasma dikompensasi secara parsial dengan pemindahan
cairan dari kompartemen interstisium ke pembuluh darah sehingga
memperbesar volume plasma.

Regulasi jangka panjang tekanan darah berada di ginjal dan


mekanisme haus, yang masing-masing mengontrol jumlah urin dan asupan
cairan. Pengendalian pengeluaran urin dari ginjal merupakan hal yang
terpenting untuk mempertahankan tekanan darah.

b. Kontrol keseimbangan garam yang terpenting untuk mengatur volume CES

Karena menahan garam melalui reabsopsi aktif natrium, ginjal secara


otomatis menahan H2O karena H2O ikut bersama natrium secara osmotik.
Semakin banyak garam di CES, maka semakin banyak air di CES.
Berkurangnya jumlah garam di CES mengakibatkan menurunnya resistensi air
sehingga CES tetap isotonik, tetapi dengan volume yang lebih kecil. Kerana
itu, pengaturan volume CES bergantung pada pengendalian keseimbangan
garam.

Satu-satunya jalan masuk bagi garam yaitu dengan mengonsumsinya.


Apabila tubuh memiliki garam yang berlebih, maka akan dibuang melalui
keringat, tinja, dan urin. Pengeluaran garam melalui keringat juga dipengaruhi
oleh suhu tubuh. Untuk mempertahankan keseimbang garam dalam tubuh,
maka yang paling berperan adalah pengaturan pada ginjal. Ginjal dapat
mengatur jumlah pengeluaran garam melalui urin apabila tubuh kelebihan atau
kekurangan garam dengan mengontrol dua proses, yaitu laju filtrasi
glomerulus (GFR) dan reabsorpsi natrium di tubulus.

Kontrol GFR dan reabsorpsi natrium saling berkaitan erat dan


keduanya sangta berkaitan dengan regulasi jangka panjang volume CES yang
tercermin pada tekanan darah. Sebagai cntoh, penurunan darah arteri

16
menyebabkan (1) penurunan GFR secara refleks untuk mengurangi jumlah
natrium yang difiltrasi

17
dan (2) peningkatan jumlah natrium yang diabsorpsi yang disesuaikan secara
hormonal.

2. Osmolaritas CES harus diatur secara ketat untuk mencegah membengkak


atau menciutnya sel. Pemeliharaan keseimbangan cairan sangat penting
dalam mengatur osmolaritas CES.

Pengaturan osmolaritas CES penting untuk mencegah perubahan


volume sel. Osmolaritas suatu cairan adalah besaran konsentrasi masing-
masing partikel zat terlarut yang terdapat dalam cairan tersebut. Semakin
tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi zat terlarut, dan semakin rendah
konsentrasi air (air berpindah dari konsentrasi tinggi (encer) ke konsentrasi
rendah (pekat)).

Penambahan atau pengurangan H2O bebas menyebabkan perubahan


osmolaritas CES. Jika terjadi penurunan H2O bebas di CES, zat terlarut
menjadi sangat pekat dan osmolaritas CES meningkat (yaitu menjadi
hipertonik). Jika terjadi peningkatan H2O bebas di CES, zat terlarut menjadi
sangat encer dan osmolaritas di CES akan menurun (yaitu terjadi hipotonik).
Karena itu, osmolaritas CES harus diatur untuk menvegah perpindahan air.
Osmolaritas CES harus dipertahankan untuk mencegah sel menciut
(kehilangan air secara osmotik ke CES) atau membengkak (memperoleh air
secara osmotik dari CES) .

2.6.2 Sub Modul 2

Dinamika Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Cairan tubuh yang terbagi menjadi beberapa kompartemen cairan


relatif konstan pada keadaan yang normal. Antara satu kompartemen
dengan yang lainnya dibatasi oleh membran yang bersifat
semipermeabel. Masing-masing kompartemen mengandung elektrolit
yang sangat berperan dalam mempertahankan keseimbangan cairan pada
masing-masing kompartemen.1 Ada beberapa mekanisme pengaturan
keseimbangan cairan dan elektrolit yakni:

1) Keseimbangan Donnan

Keseimbangan Donnan merupakan keseimbangan antara caira


intraseluler dengan cairan ekstraseluler yang timbul akibat adanya peran
dari sel membran. Protein yang merupakan suatu molekul besar
bermuatan negatif, bukan hanya ukuran molekulnya yang besar namun
merupakan suatu partikel aktif yang berperan mempertahankan tekanan
osmotik. Protein ini tidak dapat berpindah, tetapi akan mempengaruhi
ion untuk mempertahankan netralitas elektron (keseimbangan muatan
positif dan negatif) sebanding dengan keseimbangan tekanan osmotik di

18
kedua sisi membran. Pergerakan muatan pada ion akan menyebabkan
perbedaan

17
konsentrasi ion yang secara langsung mempengaruhi pergerakan cairan
melalui membran ke dalam dan keluar dari sel tersebut.

2) Osmolalitas dan osmolaritas

Osmolalitas dan Osmolaritas hampir sering dikenakan jika


membahas tentang cairan tubuh manusia. Osmolalitas digunakan untuk
menampilkan konsentrasi larutan osmotik berdasarkan jumlah partikel,
sehubungan dengan berat pelarut. Lebih khusus, itu adalah jumlah osmol
disetiap kilogram pelarut. Sedangkan osmolaritas merupakan metode
yang digunakan untuk menggambarkan konsentrasi larutan osmotik. Hal
ini didefinisikan sebagai jumlah osmol zat terlarut dalam satu liter
larutan. Osmolaritas adalah properti koligatif, yang berarti bahwa
tergantung pada jumlah partikel terlarut dalam larutan. Selain itu
osmolaritas juga tergantung pada perubahan suhu.

3) Tekanan koloid osmotik

Tekanan yang dihasilkan oleh molekul koloid yang tidak dapat


berdifusi, misalnya protein, yang bersifat menarik air ke dalam kapiler
dan melawan tekanan filtrasi. Koloid merupakan molekul protein dengan
berat molekul lebih dari 20.000-30.000. Walaupun hanya merupakan
0,5% dari osmolalitas plasma total, namun mempunyai arti yang sangat
penting. Karena, hal ini menyebabkan permeabilitas kapiler terhadap
koloid sangat kecil sehingga mempunyai efek penahan air dalam
komponen plasma, serta mempertahankan air antar kompartemen cairan
di tubuh. Bila terjadi penurunan tekanan koloid osmotik, akan
menyebabkan timbulnya edema paru.

Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh

Tubuh manusia pada kelahiran mengandungi sekitar 75% berat


cairan. Di usia satu bulan, nilai ini menurun menjadi 65% dan pada saat
dewasa berat cairan dalam tubuh manusia bagi pria adalah 60% dan
wanita pula sekitar 50%. Selain itu, faktor kandungan lemak juga
mengkontribusi kepada kandungan cairan dalam tubuh. Semakin tinggi
jumlah lemak yang terdapat dalam tubuh, maka jumlah kandungan
cairan akan berkurang. Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah
sekitar 2500ml, termasuk 300ml hasil metabolism tenaga susbtrat. Rata-
rata kehilangan cairan adalah sebanyak 2500ml dimana ia terbagi
menjadi 1500ml hasil urin, 400ml terevaporasi lewat respiratori, 400ml
lewat evaporasi kulit, 100ml lewat peluh dan 100ml melalui tinja.
Kehilangan cairan lewat evaporasi adalah penting kerna ia memainkan
peranan sebagai thermoragulasi, dimana ia mengkontrol sekitar 20-25%
kehilangan haba tubuh. Perubahan pada kesimbanngan cairan dan

18
volume sel bisa menyebabkan impak yang serius seperti kehilangan
fungsi pada

19
sel, terutama ada otak. Bentuk gangguan yang paling sering terjadi
adalah kelebihan atau kekurangan cairan yang mengakibatkan perubahan
volume.

1. Overhidrasi

Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi


secara berlebihan dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering
terjadi bila cairan di konsumsi tubuh dalam kadar tinggi tanpa
mengambil sumber elektrolit yang menyeimbangi kemasukan cairan
tersebut. Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada
pengeluaran cairan. Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan
konsentrasi natrium dalam aliran darah menjadi sangat rendah. [3]
Penyebab overhidrasi meliputi, adanya gangguan ekskresi air lewat
ginjal (gagal ginjal akut), masukan air yang berlebihan pada terapi
cairan, masuknya cairan irigator pada tindakan reseksi prostat
transuretra, dan ketika korban tenggelam. Gejala overhidrasi
meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena jugular, edema
paru akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai hiponatremi
dalam plasma. Terapi terdiri dari pemberian diuretik(bila fungsi ginjal
baik), ultrafiltrasi atau dialisis (fungsi ginjal menurun), dan flebotomi
pada kondisi yang darurat.

2. Dehidrasi

Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat


masukan yang kurang atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi
bisa terdiri dari 3 bentuk, yaitu: isotonik (bila air hilang bersama garam,
contoh: GE akut, overdosis diuretik), hipotonik (Secara garis besar
terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang
hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen
intravaskular berpindah ke ekstravaskular, sehingga menyebabkan
penurunan volume intravaskular), hipertonik (Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang.
Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstravaskular
berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga penurunan volume
intravaskular minimal).

Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipernatremia dan


peningkatan hematokrit. Terapi dehidrasi adalah mengembalikan
kondisi air dan garam yang hilang. Jumlah dan jenis cairan yang
diberikan tergantung pada derajat dan jenis dehidrasi dan elektrolit yang
hilang. Pilihan cairan untuk koreksi dehidrasi adalah cairan jenis
kristaloid RL atau NaCl

Patomekanisme Gangguan Keseimbangan Elektrolit

20
A. Gangguan Keseimbangan Natrium

19
Seseorang dapat dikatakan hiponatremia, bila konsentrasi natrium
plasma dalam tubuhnya turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah
nilai normal (135-145 mEq?L0 dan hipernatremia bila konsentrasi
natrium plasma meningkat diatas normal. Hiponatremia biasanya
berkaitan dengan hipo-osmolalitas dan hipernatremia berkaitan dengan
hiper-osmolalitas.

Penyebab hiponatremia yaitu kehilangan natrium klorida pada cairan


ekstrasel atau penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstrasel
akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma. Kehilanagn
natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipo-osmotik
sepeeti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat yang
berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan
ekstrasel seperti diare, muntah-muntah dan penggunaan diuretik secara
berlebihan. Hiponatremia juga dapat disebabkan oleh beberapa penyakit
ginjal yang menyebabkan gangguan fungsi glomerulus dan tubulus pada
ginjal.

Penyebab hipernatremia yaitu peningkatan konsentrasi natrium


plasma karena kehilangan air dan larutan ekstrasel (dehidrasi
hiperosmotik pada diabetes insipidus) atau karena kelebihan natrium
ddalam cairan ekstrasel seperti pada overhidrasi osmotik da retensi air
oleh ginjal dapat menyebabkan peningkatan osmolaritas dan konsentrasi
natrium klorida dalam cairan ekstrasel. Hipernatremia juga dapat terjadi
apabila terdapat defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi
natrium atau asupan air yang kurang.

B. Gangguan Keseimbangan Kalium

Bila kadar kalium kurag dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia
dan kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia.
Kekurangan ion kalium dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung
melambat. Peningkatan kalium plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan
aritma jantung, konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan
henti jantung atau fibrilasi jantung.

Penyebab Hipokalemia

1. Asupan kalium kurang

2. Pengeluaran kalium berlebihan

3. Kalium masuk ke dalam sel

Penyebab Hiperkalemia

20
1. Keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel

21
2. Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal

C. Gangguan Keseimbangan Klorida

Penyebab Hipoklorinemia

Hipoklorinemia terjadi apabila pengeluaran klorida melebihi


pemasukan. Penyebab terjadi hipoklorinemia umumnya sama dengan
hiponatremia tetapi pada alkalosis metabolik dengan hipoklorinekia,
defisit klorida tidak disertai dengan defisit natrium. Hipoklorinemia juga
dapat terjadi dengan retensi bikarbonat, contohnya pada asidosis
respiratorik kronik dengan kompensasi ginjal.

Penyebab Hiperklorinemia

Hiperklorinemia terjadi apabila pemasukan melebihi pengeluaran


pada gangguan mekanisme homeostasis dari klorida. Umumnya
penyebab hiperklorinemia sama dengan hipernatremia. Hiperklorinemia
dapat dijumpai pada kasus dehidrasi, asidosis tubular ginjal, gagal ginjal
akut asidosis metabolik yang disebabkan karena diare yang lama dan
kehilangan natrium bikarbonat, diabetes insipidus dan lainnya.

Analisis patoekanisme gangguan cairan dan elektrolit

Hipertonik adalah larutan yang mempunyai konsentrasi terlarut


tinggi, sedangkan hipotonik adalah larutan dengan konsentrasi terlarut
rendah. Pada keseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan yang
berkaitan dengan hipertonik dan hipotonik terbagi menjadi:

• Overhidrasi adalah suatu keadaan di mana tubuh kelebihan air yang


dapat menyebabkan hiponatremia. Hiponatremia adalah kondisi
tubuh kekurangan natrium karena hilangnya NaCl pada cairan
ekstrasel, penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstrasel,
keringat berlebih karena kerja berat, diare, muntah-muntah, dan
gangguan pada funsi glomerulus dan tubulus ginjal. Gejala
overhidrasi antara lain: sesak napas, edema, meningkatnya tekanan
vena jugular, edema paru akut, dan gagal jantung. Penyebab
overhidrasi yaitu, gangguan ekskresi air melalui ginjal, masukan air
berlebih, korban tenggelam.

• Dehidrasi adalah gangguan keseimbangan cairan atau air pada tubuh.


Penyebabnya adalah pengeluaran air/cairan lebih banyak daripada
pemasukan (melalui minum). Dehidrasi lebih mudah terjadi pada

22
anak-anak dan wanita karena di dalam tubuhnya banyak
mengandung

21
lemak yang hanya mengandung 20% air. Menurut Wilmore JH.
(2007: 216) ada sepuluh tanda tubuh saat mengalami dehidrasi,
adalah sebagai berikut:

1. Mulut kering dan lidah bengkak adalah sinyal tubuh mengalami


dehidrasi. Cara terbaik untuk menghindari dehidrasi adalah minum
ketika haus. Tapi jika sudah minum masih ada tanda-tanda dehidrasi,
bisa jadi ada faktor lain yang menjadi masalahnya.
2. Urine berwarna kuning pekat, apabila tubuh mengalami
dehidrasi, ginjal akan mencoba menghemat air atau menghentikan
produksi urine. Akibatnya urine akan berwarna menjadi lebih gelap
atau kuning pekat.
3. Sembelit (sukar buang air besar), ketika tubuh cukup air,
makanan yang dimakan akan bergerak bebas. Usus besar (kolon)
akan menyerap air dari makanan yang dimakan dan kemudian
mengeluarkan limbah berupa feses. Ketika mengalami dehidrasi,
usus besar akan menghemat air yang menyebabkan feses menjadi
keras dan kering. Hasilnya adalah sembelit.
4. Kulit menjadi kurang elastis. Dokter dapat menggunakan
elastisitas kulit untuk mengetes dehidrasi dengan cara mencubitnya.
Jika kondisi normal, maka saat mencubit kulit di punggung tangan
lalu dilepaskan lagi akan kembali normal. Tapi ketika kulit
mengalami dehidrasi, saat dicubit lalu dilepaskan akan lambat
normalnya. Meskipun ini bukan tes terbaik dehidrasi tapi elastisitas
kulit masih merupakan tanda yang baik jika terjadi dehidrasi.
5. Jantung Berdebar-debar. Jantung membutuhkan tubuh yang sehat
dan normal agar berfungsi dengan benar. Jika terjadi penurunan
aliran darah dan perubahan kadar elektrolit karena dehidrasi,
biasanya jantung akan berdebar-debar.
6. Kram otot atau Kejang-kejang. Meski belum diketahui pasti
bagaimana dehidrasi mempengaruhi fungsi otot tapi diduga terkait
dengan ketidakseimbangan elektrolit. Elektrolit seperti natrium dan
kalium adalah ion yang bermuatan listrik yang membuat otot
bekerja. Jika mengalami dehidrasi kronis, maka terjadi
ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan kram otot
atau kejang yang terus menerus. Kondisi ini banyak terjadi setelah
orang selesai melakukan latihan atau olahraga.
7. Pusing, Dehidrasi juga bisa menyebabkan pusing atau pingsan.
Salah satu tanda-tanda dehidrasi adalah tubuh merasa melayang
ketika buru-buru berdiri dari posisi duduk atau tidur.
8. Lelah, Dehidrasi kronis akan membuat volume darah dan
tekanan darah ikut turun yang membuat pasokan oksigen ke darah
juga turun. Tanpa oksigen yang cukup, otot dan fungsi saraf akan
bekerja lambat sehingga orang menjadi lebih mudah lelah.

22
9. Air mata kering. Air mata digunakan untuk membersihkan dan
melumasi mata. Jika cairan di tubuh kurang, bisa membuat produksi
air mata terhenti.
10. Badan selalu merasa kepanasan. Air memainkan peran kunci
dalam mengatur suhu tubuh. Ketika tubuh mulai panas kulit akan
berkeringat. Dengan berkeringat, maka suhu tubuh akan turun lagi.
Karena keringat sebagian besar terdiri dari air, maka saat mengalami
dehidrasi, tubuh akan berhenti mengeluarkan keringat yang membuat
badan akan merasa kepanasan.

• Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume cairan


ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan
melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, perdarahan sehingga dapat
menimbulkan syok hipovolemia (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Hipovolemia merupakan penurunan volume cairan intravaskular,
interstisial, dan/ atau intraselular (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016).

Penyebab dari hipovolemia adalah sebagai berikut :


a. Kehilangan cairan aktif
b. Kegagalan mekanisme regulasi
c. Peningkatan permeabilitas kapiler
d. Kekurangan intake cairan
e. Evaporasi
Tanda dan gejala dari hipovolemia adalah sebagai berikut :
a. Frekuensi nadi meningkat
b. Nadi teraba lemah
c. Tekanan darah menurun
d. Tekanan nadi menyempit
e. Turgor kulit menurun
f. Membran mukosa kering
g. Volume urin menurun
h. Hematokrit meningkat
Dampak Hipovolemia
Balita-balita dengan diare yang berat dan tidak segera diobati,
biasanya meninggal bukan karena infeksi tetapi karena kehilangan
cairan dan elektolit yang sangat banyak (misalnya, sodium,
potassium, kalium, basa) dari buang air besarnya. Kehilangan cairan
dan kelainan elektrolit merupakan masalah penting, terutama pada
balita-balita. Pada diare akut, kehilangan cairan secara mendadak
dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik yang cepat.
Kehilangan 10 elektrolit melalui feses potensial mengarah ke
hipokalemia dan asidosis metabolik. Pada kasus-kasus yang
terlambat meminta pertolongan medis dapat mengakibatkan syok

23
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi sehingga
menimbulkan

24
komplikasi lain yakni Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang
selanjutnya terjadi gagal multi organ (Irianto Koes, 2014).

• Hipervolemia

1. Pengertian hipervolemia
Hipervolemia adalah peningkatan volume cairan intravaskular,
interstisial, dan intraseluler (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017a).
Kelebihan volume cairan ekstraselular (ECF) dapat terjadi jika
natrium dan air kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang lebih
kurang sama. Seiring dengan terkumpulnya cairan isotonic
berlebihan di ECF, maka cairan akan berpindah ke kompartemen
cairan interstisial sehingga menyebabkan terjadinya edema.
Kelebihan volume cairan selalu terjadi sekunder akibat peningkatan
kadar natrium tubuh total yang akan menyebabkan terjadinya retensi
air (Price & Wilson, 2008).
2. Etiologi
Karena air dan natrium ditahan dalam tubuh, konsentrasi natrium
serum pada intinya tetap normal, hypervolemia selalu menjadi akibat
sekunder dari peningkatan kandungan natrium tubuh total. Menurut
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Penyebab hipervolemia adalah
gangguan mekanisme regulasi yaitu gagal ginjal kronik. Penyebab
hipervolemia pada gagal ginjal kronik antara lain:
a. Retensi natrium dan air yang disebab pada gagal ginjal kronik
karena penurunan jumlah nefron yang membuat laju filtrasi
glomerulus (GFR) menurun (Price & Wilson, 2008).
b. Hypoalbuminemia terjadi pada gagal ginjal kronik yang
disebabkan oleh sindrom nefrotik (Price & Wilson, 2008).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hipervolemia
a. Usia
Bayi dan anak yang sedang tumbuh memiliki perpindahan
cairan yang jauh lebih besar dibandingkan orang dewasa karena
laju metabolisme mereka lebih tinggi meningkatkan kehilangan
cairan. Bayi kehilangan banyak cairan melalui ginjal karena
ginjal yang belum matang kurang mampu menyimpan air
dibandingkan ginjal orang dewasa. Pada usia paruh baya (40-65
tahun) perubahan fisik individu yang terjadi pada system
perkemihan yaitu unit nefron berkurang selama periode ini dan
laju filtrasi glomerulus menurun. Pada lansia (lebih dari 65
tahun) perubahan fisik normal akibat penuaan pada perkemihan
yaitu penurunan kemampuan filtrasi ginjal dan gangguan fungsi
ginjal, konsentrasi urine menjadi kurang efektif, urgensi
berkemih dan sering berkemih (Kozier & Erb, 2010).
b. Jenis kelamin dan ukuran tubuh

25
Air tubuh total dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ukuran
tubuh. Kerna sel lemak mengandung lebih sedikit atau sama
sekali tidak mengandung air dan jaringan tanpa lemak memiliki
kandungan air yang tinggi, individu yang memiliki persentase
lemak tubuh lebih tinggi memiliki cairan tubuh yang lebih
sedikit. Wanita secara proporsional memiliki lemak tubuh yang
lebih banyak dan lebih sedikit cairan tubuh dibandingkan pria.
Air menyusun sekitar sekitar 60% berat 12 badan pria dewasa,
tetapi hanya 52% untuk wanita dewasa. Pada individu gemuk,
kandungan air tubuh mungkin lebih sedikit, dengan hanya 30%
sampai 40% dari berat badan individu tersebut (Kozier & Erb,
2010).
c. Suhu lingkungan
Individu yang sakit dan mereka yang berpartisipasi dalam
aktrivitas berat berisiko mengalami ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit apabila suhu lingkungan tinggi. Kehilangan cairan
melalui keringat meningkat di lingkungan yang panas karena
tubuh berupaya untuk menghilangkan panas (Kozier & Erb,
2010).
d. Gaya hidup
Faktor lain seperti diet, latihan, dan stress memengaruhi
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa. Individu yang
mengalami malnutrisi berat mengalami penurunan kadar albumin
serum dan dapat mengalami edema karena aliran osmotic cairan
ke kompartemen pembuluh darah menjadi berkurang. Stress
dapat meningkatkan metabolisme selular, kadar konsentrasi
glukosa darah, dan kadar katekolamin. Selain itu, stress dapat
meningkatkan produksi ADH, yang pada gilirannya menurunkan
produksi urine. Seluruh respons tubuh terhadap stress adalah
meningkatkan volume darah (Kozier & Erb, 2010).
e. Diet
Diet dapat mempengaruhi asupan cairan. Asupan nutrisi yang
tidak adekuat dapat mempengaruhi terhadap kadar albumin
serum. Jika albumin serum menurun, cairan interstitial tidak bisa
masuk ke pembuluh darah sehingga terjadi edema. (Mubarak,
2015).

4. Patofisiologi

Pada kelebihan volume cairan atau hypervolemia, rongga


intravascular dan interstisial mengalami peningkatan kandungan
air dan natrium. Kelebihan cairan interstisial dikenal sebagai
edema. (Kozier & Erb, 2010). Pada gagal ginjal kronik sekitar

26
90% dari massa nefron telah hancur mengakibatkan laju filtrasi
glomelurus (GFR) menurun. Menurunnya GFR menyebabkan

25
retensi natrium. Adanya perbedaan tekanan osmotic karena
natrium tertahan menyebabkan terjadi proses osmosis yaitu air
berdifusi menembus membrane sel hingga tercapai
keseimbangan osmotic. Hal ini menyebabkan cairan ekstraselular
(ECF) meningkat hingga terjadi edema (Price & Wilson, 2008).
Pada gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh perkembangan
penyakit sindrom nefrotik, tubuh mengalami hypoalbuminemia
menyebabkan tekanan osmotic plasma rendah, kemudian akan
diikuti peningkatan transudasi cairan kapiler atau vaskular ke
ruang interstitial, mekanisme ini hampir secara langsung
menyebabkan edema (Price & Wilson, 2008). Edema dapat
terlokalisir atau generalisata (seluruh tubuh). Edema terlokalisir
terjadi seperti pada inflamasi setempat dan obstruktif. Edema
generalisata atau anasarka menimbulkan pembengkaan yang
berat jaringan bawah kulit. Anasarca disebabkan oleh penurunan
sistemik tekanan osmotik kapiler. Edema anasarka terjadi pada
pengidap hypoalbuminemia akibat sindrom nefrotik. Proses
terbentuknya edema ansarka terjadi akibat tekanan osmotic di
plasma menurun, menyebabkan cairan berpindah dari vaskuler
ke ruang interstitial. Berpindahnya cairan menyebabkan
penurunan sirkulasi volume darah yang mengaktifkan sistem
imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih
lanjut keseluruh tubuh (Price & Wilson, 2008).
5. Manifestasi klinis
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), gejala dan
tanda hipervolemia adalah :
1) Edema anasarka dan atau edema perifer
Pembengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruang
interstisial. Jelas terlihat di daerah yang menggantung akibat
pengaruh gravitasi dan didahului oleh bertambahnya berat badan.
(Price & Wilson, 2008). Edema anasarka adalah edema yang
terdapat di seluruh tubuh. Edema perifer adalah edema pitting
yang muncul di daerah perifer, edema sering muncul di daerah
mata, jari, dan pergelangan kaki (Mubarak, 2015).
2) Berat badan meningkat dalam waktu singkat
Kenaikan dan penurunan berat badan perhari dengan cepat
biasanya berhubungan dengan perubahan volume cairan.
Peningkatan berat badan lebih dari 2,2 kg/hari (1lb/hari) diduga
ada retensi cairan. Secara umum pedoman yang dipakai adalah
473 ml (1 pt) cairan menggambarkan 0,5 kg (1,1 lb) dari
peningkatan berat badan (Hudak & Gallo, 2012).
3) Jugular venous pressure (JVP) dan atau central venous pressure
(CVP) meningkat

26
Central venous pressure atau tekanan vena sentral merupakan
tekanan di dalam antrium kanan, CVP normal sekitar 0 mm hg,
tekanan ini dapat naik menjadi 20-30 mm Hg pada keadaan
abnormal. Jugular venous pressure atau tekanan vena jugularis
merupakan tekanan vena perifer, saat CVP melebihi nilai normal
akan membuat vena menjadi lebar bahkan titik-titikm rawan
kolaps akan terbuka bila CVP meningkat (Guyton & Hall, 2011)
4) Refleks hepatojugular positif
Refleks hepatojugular positif merupakan respon vena
jugularis yang terjadi saat jantung menerima beban sehingga
peregangan vena jugularis meningkat dan frekuensi denyut vena
di leher juga meningkat (Price & Wilson, 2008).

6. Komplikasi

Akibat lanjut dari kelebihan volume cairan adalah gagal jantung


kongestif, edema paru, efusi pericardium, dan efusi pleura (Esther,
2009)

2.7 Hasil Analisis

2.7.1 Sub Modul 1

Dari skenario 1 dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami dehidrasi


dikarenakan kekurangan cairan dalam tubuh. Mual dan muntah serta diare
merupakan salah satu penyebab tubuh kekurangan cairan akibat pengeluaran
cairan secara berlebihan. Hal ini yang menyebabkan tekanan darah menurun,
frekuensi nadi dan nafas melambat. Pengobatan yang dapat dilakukan berupa
resusitasi atau rehidrasi.

2.7.2 Sub Modul 2

Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang sangat penting


untuk diperhatikan. Suhu adalah salah satu hal yang memengaruhi. Pada skenario
2, suhu yang terlalu panas menyebabkan pengeluaran cairan dalam tubuh
melebihi pemasukan. Hal ini dikarenakan pengeluaran keringat yang berlebih
sehingga cairan dan elektrolit tubuh tidak seimbang. Setelah rehidrasi, pasien
mengalami sesak karena edema pada paru yang disebabkan oleh rehidrasi yang
berlebihan. Pemasukan cairan yang berlebih ini membuat cairan dalam tubuh
menumpuk pada paru-paru.

27
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang sangat


penting untuk diperhatikan dalam tubuh manusia. Hal ini disebabkan
karena sesuatu yang berlebihan atau kekurangan itu tidak baik dan dapat
menyebabkan kerusakan serta gangguan. Tubuh kita mempunyai suatu
kadar untuk bekerja secara optimal dan sesuatu yang masuk ke dalam
tubuh kita pun harus seimbang dengan yang keluar. Oleh karena itu,
sangat penting bagi kita untuk memerhatikan kadar kebutuhan cairan
dalam tubuh kita.

B. Saran

Sebagai mahasiswa kedokteran, wajib bagi kita untuk mencari


tahu dan mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan.
Selain mengobati, kita juga harus bisa mencegah karena mencegah itu
lebih baik. Memberikan fasilitas dan sarana terbaik bagi masyarakat agar
terciptanya masyarakat yang sehat dan terbebas dari penyakit yang
menular.

28
DAFTAR PUSTAKA

 Guyton and Hall. Fisiologi Kedokteran.


 Lauree Sherwood. Introduction to Human Physiology 9th Ed.
 https://medlineplus.gov/minerals.html
 https://www.merckmanuals.com/home/hormonal-and-metabolic-
disorders/electrolyte-balance/overview-of-potassium-s-role-in-the-body
 https://www.merckmanuals.com/home/hormonal-and-metabolic-
disorders/electrolyte-balance/overview-of-sodium-s-role-in-the-body
 https://www.merckmanuals.com/home/hormonal-and-metabolic-
disorders/electrolyte-balance/overview-of-calcium-s-role-in-the-body
 https://lpi.oregonstate.edu/mic/minerals/calcium
 https://lpi.oregonstate.edu/mic/minerals/potassium
 https://lpi.oregonstate.edu/mic/minerals/sodium
 https://www.accessdata.fda.gov/scripts/interactivenutritionfactslabel/factsheets/vi
tamin_and_mineral_chart.pdf
 Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and
Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th ed.
New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40.
 Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Ajar
Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks; 2010. 6 (5) : h.272 – 98.

29

Anda mungkin juga menyukai