Anda di halaman 1dari 56

TUGAS AKHIR BIOMOLEKUL

RESUME MATERI BIOMOLEKUL

(Dosen Pengampu: Dr. rer. nat. Senam Kardiwiyono, M.Si)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020

1
PCR
A. Pengertian PCR

DNA memiliki gen target unggul yang tentunya ingin diperbanyak, salah satu cara
DNA tersebut adalah dengan melakukan metode PCR. Proses PCR di awali dengan
denatursi. Setiap tahapnya memiliki kriteria kondisi optimum yang berbeda. Selain itu,
terdapat proses pemotongan dengan enzim retriksi yang kemudian dilanjutkan dengan tahap
penyambungan dengan enzim ligase.

Reaksi berantai polymerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu


metode enzimatis untuk amplifikasi DNA dengan cara in vitro. PCR ini pertama kali
dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis. Amplifikas DNA pada PCR dapat
dicapai bila menggunakan primer oligonukleotida yang disebut amplimers. Primer DNA
suatu sekuens oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA. PCR
memungkinkan dilakukannya pelipatgandaan suatu fragmen DNA. Umumnya primer yang
digunakan pada PCR terdiri dari 20-30 nukleotida.

B. Prinsip dan mekanisme kerja PCR

Teknik PCR adalah teknik enzimatis yang digunakan untuk sintesis atau amplikasi
DNA secara in vitro sehingga fragmen DNA dapat dilipatgandakan menjadi ribuan atau
jutaan dari jumlah awal tetapi tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu
PCR perlu diikuti dengan suatu tahap akhir yang bertujuan memvisualisasikan produk PCR
serta sekaligus bertujuan untuk ukuran produk PCR dan mengetahui apakah produk yang
dihasilkan adalah benar seperti yang diinginkan. Salah satu metoda deteksi yang umum
dilakukan adalah eletroforesis gel agarosa.

Secara umum PCR dilakukan dengan bertahap hingga 20-40 kali siklus melalui tiga
tahap : denaturasi, anneling dan pemanjangan untai DNA. Untai ganda Dna dipisahkan
dengan menggunakan suhu tinggi yang kemudian didinginkan mencapai suhu optimal untuk
melanjutkan tahp penempelan primer menggunakan DNA polymerase dengan adanya
dNTPs (dATP, dCTP, dGTP, dTTP) dan buffer yang sesuai.

1. Denaturasi

Denaturasi adalah proses lepasnya untai gana DNA sehingga terjadi perubahan
struktur sekunder, tersier dan kuarterner molekul tanpa adanya pemecahan ikatan
peptida melainkan ikatan hidrogen antar basa yang terdapat dalam untaian ganda DNA

2
templat. DNA untai ganda dipisahkan menjadi Dna untai tunggal melalui proses
denaturasi yang digunakan terlalu rendah, maka untai ganda 92-94°C. Jika suhu
denaturasi yang digunakan terlalu rendah, maka untai ganda Dna akan gagal berpisah
sehingga tidak dapat melanjutkan amplikasi DNA

2. Anneling

Tahap ini merupakan penempelan primer pada DNA yang telah terdenaturasi dan
akan digunakan untuk amplikasi. Setelah proses denaturasi yang mengguanakan suhu
tinggi, DNA target didiamkan hingga mencapai suhu yang dibutuhkan untuk
memfasilitasi penempalan DNA polymerase secara spesifik pada untas tunggal DNA
yang sudah berkompetensi dengan primer spesifiknya. Dna menggunakan suhu
spesifiknya pada segmen tertentu yang didapatkan dari (Tm primer-5°C), namun
umumnya suhu yang digunakan ialah 37-60°C. Di alam, primer dibuat oleh enzim yang
dinamakan primase, ada dua jenis primer yang akan menempel maju dan primer
mundur.

3. Polimerisasi

Tahap ini adalah proses pemanjangan komplemen sampel Dna yang dibantu
DNA polymerase yang akan menggerakkan untai DNA baru sesuai kodon untuk
replika DNA. Sampe DNA yang terlalu panjang membutuhkan waktu elongasi
(polimerisasi) yang lebih lama agar sempurna. Polimerisasi ini juga dibantu dengan
adanya dNTP (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) serta buffer yang sesuai. Primer yang
telah menempel pada untai tunggal DNA template akan mengalami perpanjangan pada
sisi 3 dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template DNA polimerase.

C. Pelaksanaan PCR
Melakukan proses PCR diperlukan komponen-komponen seperti yang telah
disebutkan di atas. Pada bagian ini akan dijelaskan secara rinci kegunaan dari masing-masing
komponen tersebut.

1. Templat DNA
Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk pembentukan
molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid
ataupun fragmen DNA apapun asal di dalam DNA templat tersebut mengandung fragmen DNA
target yang dituju. Penyiapan DNA templat untuk proses PCR dapat dilakukan dengan

3
menggunakan metode lisis sel ataupun dengan cara melakukan isolasi DNA kromosom atau
DNA plasmid dengan menggunakan metode standar yang ada. Pemilihan metode yang
digunakan di dalam penyiapan DNA templat tergantung dari tujuan eksperimen. Pembuatan
DNA templat dengan menggunakan metode lisis dapat digunakan secara umum, dan metode
ini merupakan cara yang cepat dan sederhana untuk pendedahan DNA kromosom ataupun
DNA plasmid. Prinsip metode lisis adalah perusakan dinding sel tanpa harus merusak DNA
yang diinginkan. Oleh karena itu perusakan dinding sel umumnya dilakukan dengan cara
memecahkan dinding sel menggunakan buffer lisis. Komposisi buffer lisis yang digunakan
tergantung dari jenis sampel. Beberapa contoh buffer lisis yang biasa digunakan mempunyai
komposisi sebagai berikut: 5 mM Tri Buffer lisis ini umumnya digunakan untuk jenis sampel
yang berasal dari biakan, sel-sel epitel dan sel akar rambut. Contoh lain dari buffer lisis adalah
buffer lisis K yang mempunyai komposisi sebagai berikut: buffer PCR (50mM KCl, 10-20mM
Tris-Cl dan 2,5mM MgCl2); 0,5 % Tween-20 dan 100 ug/mL Proteinase-K (ditambahkan
dalam keadaan segar). Buffer lisis K ini biasanya digunakan untuk melisis sampel yang berasal
dari sel darah dan virus. Selain dengan cara lisis, penyiapan DNA templat dapat dilakukan
dengan cara mengisolasi DNA kromosom ataupun DNA plasmid menurut metode standar yang
tergantung dari jenis sampel asal DNA tersebut diisolasi. Metode isolasi DNA kromosom atau
DNA plasmid memerlukan tahapan yang lebih kompleks dibandingkan dengan penyiapan
DNA dengan menggunakan metode lisis. Prinsip isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid
adalah pemecahan dinding sel, yang diikuti dengan pemisahan DNA kromosom / DNA plasmid
s-Cl pH8,5; 0,1 mM EDTA pH 8,5; 0,5 % Tween-20 dan 100 ug/mL Proteinase-K
(ditambahkan dalam keadaan segar). dari komponen-komponen lain. Dengan demikian akan
diperoleh kualitas DNA yang lebih baik dan murni.

2. Primer
Keberhasilan suatu proses PCR sangat tergantung dari primer yang digunakan. Di
dalam proses PCR, primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan
diamplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’ yang diperlukan
untuk proses eksistensi DNA. Perancangan primer dapat dilakukan berdasarkan urutan DNA
yang telah diketahui ataupun dari urutan protein yang dituju. Data urutan DNA atau protein
bisa didapatkan dari database GenBank. Apabila urutan DNA maupun urutan protein yang
dituju belum diketahui maka perancangan primer dapat didasarkan pada hasil analisis homologi
dari urutan DNA atau protein yang telah diketahui mempunyai hubungan kekerabatan yang
terdekat.
4
3. dNTPs (deoxynucleotide triphosphates)
dNTPs merupakan suatu campuran yang terdiri atas dATP (deoksiadenosin trifosfat),
dTTP (deoksitimidin trifosfat) , dCTP (deoksisitidin trifosfat) dan dGTP (deoksiguanosin
trifosfat). Dalam proses PCR dNTPs bertindak sebagai building block DNA yang diperlukan
dalam proses ekstensi DNA. dNTP akan menempel pada gugus –OH pada ujung 3’ dari primer
membentuk untai baru yang komplementer dengan untai DNA templat. Konsentrasi optimal
dNTPs untuk proses PCR harus ditentukan.

4. Buffer PCR dan MgCl2


PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu. Oleh karena itu untuk
melakukan proses PCR diperlukan buffer PCR. Fungsi buffer di sini adalah untuk menjamin
pH medium. Selain buffer PCR diperlukan juga adanya ion Mg2+, ion tersebut berasal dari
berasal MgCl2. MgCl2 bertindak sebagai kofaktor yang berfungsi menstimulasi aktivitas DNA
polimerase. Dengan adanya MgCl2 ini akan meningkatkan interaksi primer dengan templat
yang membentuk komplek larut dengan dNTP (senyawa antara). Dalam proses PCR
konsentrasi MgCl2 berpengaruh pada spesifisitas dan perolehan proses. Umumnya buffer PCR
sudah mengandung senyawa MgCl2 yang diperlukan. Tetapi disarankan sebaiknya antara
MgCl2 dan buffer PCR dipisahkan supaya dapat dengan mudah dilakukan variasi konsentrasi
MgCl2 sesuai yang diperlukan.

5. Enzim Polimerase DNA


Enzim polimerase DNA berfungsi sebagai katalisis untuk reaksi polimerisasi DNA. Pada
proses PCR enzim ini diperlukan untuk tahap ekstensi DNA. Enzim polimerase DNA yang
digunakan untuk proses PCR diisolasi dari bakteri termofilik atau hipertermofilik oleh karena
itu enzim ini bersifat termostabil sampai temperatur 95 oC. Aktivitas polimerase DNA
bergantung dari jenisnya dan dari mana bakteri tersebut diisolasi . Sebagai contoh adalah enzim
Pfu polimerase (diisolasi dari bakteri Pyrococcus furiosus) mempunyai aktivitas spesifik 10x
lebih kuat dibandingkan aktivitas spesifik enzim Taq polimerase (diisolasi dari bakteri
Thermus aquaticus). Penggunaan jenis polimerase DNA berkaitan erat dengan buffer PCR
yang dipakai. Dengan menggunakan teknik PCR, panjang fragmen DNA yang dapat
diamplifikasi mencapai 35 kilo basa. Amplifikasi fragmen DNA pendek (kurang dari tiga kilo
basa) relatif lebih mudah dilakukan. Untuk mengamplifikasi fragmen DNA panjang (lebih
besar dari tiga kilo basa) memerlukan beberapa kondisi khusus, di antaranya adalah diperlukan
5
polimerase DNA dengan aktivitas yang kuat dan juga buffer PCR dengan pH dan kapasitas
tinggi (High-salt buffer).
D. Optimasi PCR

Untuk mendapatkan hasil PCR yang optimal perlu dilakukan optimasi proses PCR. Secara
umum optimasi proses PCR dapat dilakukan dengan cara memvariasikan kondisi yang
digunakan pada proses PCR tersebut. Optimasi kondisi berkaitan erat dengan faktor-faktor
seperti jenis polimerase DNA; suhu; konsentrasi, dalam hal ini berkaitan dengan dNTPs,
MgCl2 dan DNA polimerase; buffer PCR dan waktu.

1. Jenis polimerase DNA


Kemampuan mengkatalisis reaksi polimerasi DNA pada proses PCR yang terjadi pada
tahap ekstensi untuk DNA rantai panjang akan berbeda dengan untuk DNA rantai pendek.
Penggunaan jenis DNA polimerase tergantung pada panjang DNA target yang akan
diamplifikasi. Untuk panjang fragmen DNA lebih besar dari tiga kilobasa akan memerlukan
jenis polimerase dengan aktivitas tinggi.

2. Konsentrasi dNTPs, MgCl2; polimerase DNA


optimal dNTPs ditentukan oleh panjang target DNA yang diamplifikasi. Untuk
panjang target DNA kurang dari satu kilobasa biasanya digunakan konsentrasi dNTPs
sebanyak 100 uM, sedangkan untuk panjang target DNA lebih besar dari satu kilobasa
diperlukan konsentrasi dNTPs sebanyak 200 uM. Umumnya konsentrasi optimal MgCl2
berkisar antara 1,0 – 1,5 mM. Konsentrasi MgCl2 yang terlalu rendah akan menurunkan
perolehan PCR. Sedangkan konsentrasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan akumulasi
produk non target yang disebabkan oleh terjadinya mispriming. Jumlah polimerase DNA yang
digunakan tergantung pada panjang fragmen DNA yang akan diamplifikasi. Untuk panjang
fragmen DNA kurang dari dua kilobasa diperlukan 1,25 – 2 unit per 50 uL campuran reaksi,
sedangkan untuk panjang fragmen DNA lebih besar dari dua kilobasa diperlukan 3 – unit per
50 uL campuran reaksi.

3. Suhu
Pemilihan suhu pada proses PCR sangat penting karena suhu merupakan salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan suatu PCR. Dalam hal ini suhu berkaitan dengan proses
denaturasi DNA templat, annealing dan ekstensi primer. Suhu denaturasi DNA templat

6
berkisar antara 93 – 95oC, ini semua tergantung pada panjang DNA templat yang digunakan
dan juga pada panjang fragmen DNA target. Suhu denaturasi yang terlalu tinggi akan
menurunkan aktivitas polimerase DNA yang akan berdampak pada efisiensi PCR. Selain itu
juga dapat merusak DNA templat, sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan
proses denaturasi DNA templat tidak sempurna. Pada umumnya suhu denaturasi yang
digunakan adalah 94oC. Secara umum suhu annealing yang digunakan berkisar antara 37 -
60oC. Pemilihan suhu annealing berkaitan dengan Tm primer yang digunakan untuk proses
PCR. Suhu annealing yang digunakan dapat dihitung berdasarkan (Tm – 5)oC sampai dengan
(Tm + 5)oC. Dalam menentukan suhu annealing yang digunakan perlu diperhatikan adanya
mispriming pada daerah target dan nontarget, dan keberhasilan suatu proses PCR akan
ditentukan oleh eksperimen. Proses ekstensi primer pada proses PCR selalu dilakukan pada
suhu 72oC karena suhu tersebut merupakan suhu optimum polimerase DNA yang biasa
digunakan untuk proses PCR.

4. Buffer PCR
Buffer PCR yang digunakan berkaitan dengan pH dan kapasitas buffer nya. Dalam
perdagangan ada dua jenis buffer PCR yaitu “Low-salt buffer” (pH 8,75 dan kapasitas buffer
rendah) dan “High-salt buffer” (pH 9,2 dan kapasitas buffer tinggi). Umumnya buffer PCR
tersedia sesuai dengan jenis polimerase DNA nya. Penggunaan jenis buffer ini tergantung pada
DNA target yang akan diamplifikasi. Untuk panjang DNA target antara 0 – 5 kilobasa biasanya
diperlukan “low-salt buffer” sedangkan untuk panjang DNA target lebih besar dari lima
kilobasa digunakan “high-salt buffer”.

5. Waktu
Pemilihan waktu yang digunakan berkaitan dengan proses denaturasi DNA templat,
annealing dan ekstensi primer. Untuk denaturasi DNA templat umumnya dilakukan selama 30
– 90 detik, ini semua tergantung pada DNA templat yang digunakan. Waktu denaturasi yang
terlalu lama akan merusak templat DNA dan sekaligus dapat menurunkan aktivitas polimerase
DNA. Sedangkan waktu denaturasi yang terlalu pendek akan menyebabkan proses denaturasi
tidak sempurna. Penentuan waktu untuk proses annealing berkaitan dengan panjang primer.
Untuk panjang primer 18 – 22 basa cukup dengan 30 detik, sedangkan untuk panjang primer
lebih besar dari 22 basa diperlukan waktu annealing 60 detik. Pemilihan waktu ekstensi primer
tergantung pada panjang fragmen DNA yang akan diamplifikasi. Secara umum untuk
mengamplifikasi setiap satu kilo basa DNA diperlukan waktu 30 – 60 detik. Pada setiap
7
melakukan PCR harus dilakukan juga kontrol positif, ini diperlukan untuk memudahkan
pemecahan masalah apabila terjadi hal yang tidak diinginkan. Selain itu juga harus dilakukan
terhadap kontrol negatif untuk menghindari kesalahan positif semu.

8
KLONING

A. Pengertian.Kloning
Kloning berasal dari kata "Klon" dalam bahasa Yunani yang berarti ranting
yang dapat mereplikasi sendiri dan akhirnya tumbuh menjadi pohon. Kloning
terjadi secara alami dalam banyak jenis tanaman yaitu dengan cara vegetatif.kloning
adalah cara bereproduksi secara aseksual atau untuk membuat salinan atau satu set
salinan organisme mengikuti fusi atau memasukan inti diploid kedalam oosit (Seidel
,GE Jr., 2000 dalam Tong, W F., 2002). Americaan Medical Association
mendefinisikan kloning sebagai produksi dari organisme identik secara genetik melalui
sel somatik transfer nuklir, walaupun definisi yang lebih luas sering digunakan untuk
memasukkan produksi jaringan dan organ dari kultur sel atau
jaringan.menggunakan.sel.(Tong,.W.F.,2002).
Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan populasi serupa genetik individu
identik yang terjadi di alyam saat organisme seperti bakteri, serangga atau tanaman
bereproduksi secara aseksual Secara definisi, klon adalah sekelompok organisme
hewan maupun tumbuhan melalui proses reproduksi aseksual yang berasal dari satu
induk yang sama. Setiap anggota klon tersebut memiliki jumlah dan susunan gen yang
sama sehingga kemungkinan besar fenotifnya juga.sama.(Rusda,.M,.2003).
Kloning pada tanaman dalam arti melalui kultur sel mula-mula dilakukan pada
tanaman wortel. Dalam hal ini sel akar wortel dikultur, dan tiap selnya dapat tumbuh
menjadi tanaman lengkap. Teknik ini digunakan untuk membuat klon tanaman dalam
perkebunan. Dari sebuah sel yang mempunyai sifat unggul, kemudian dipacu untuk
membelah dalam kultur, sampai ribuan atau bahkan sampai jutaan sel. Tiap sel
mempunyai.susunan.gen.yang.sama,.sehingga.tiap.sel.merupakan.klon.dari.tanaman.t
ersebut.
Kloning pada hewan dilakukan mula-mula pada hewan amfibi (kodok), dengan
mengadakan transplantasi nukleus ke dalam telur kodok yang dienukleasi atau
dihilangkan inti selnya. Sebagai donor, digunakan nukleus sel somatik dari berbagai
stadium perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel somatik yang diambil dari sel
epitel usus kecebong pun masih dapat membentuk embrio normal.

9
B. Tehnik-Tehnik.Kloning
Pada tahun 1928, Hans Spemann, melakukan eksperimen dengan embrio
salamander dengan melakukan percobaan dengan tehnik transfer inti sel embrio
salamander ke sel tanpa inti atau tanpa nukleus. Transfer nukleus pada dasarnya
membutuhkan dua sel, yaitu suatu sel donor dan sel oosit atau sel telur. Telur matur
sebelum dibuahi dibuang intinya atau nukleusnya. Proses pembuangan nukleus tadi
dinamakan proses enukleasi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan informasi
genetisnya. Ke dalam telur yang telah dienukleasi tadi kemudian dimasukkan nukleus
(donor) dari sel somatik. Penelitian membuktikan bahwa sel telur akan berfungsi
terbaik bila berada dalam kondisi anfertilisasi, sebab hal ini akan mempermudah
penerimaan nukleus donor seperti dirinya sendiri. Di dalam telur, inti sel donor tadi
akan bertindak sebagai inti sel zigot dan membelah serta berkembang menjadi blastosit.
Blastosit selanjutnya ditransfer ke dalam uterus induk pengganti (surrogate mother).
Jika seluruh proses tadi berjalan baik, suatu replika yang sempurna dari donor akan
lahir. Jadi sebenarnya setelah terbentuk blastosit in vitro, proses selanjutnya sama
dengan proses bayi tabung yang tehnologinya telah dikuasai oleh para ahli obstetri
ginekologi.

Gambar 1. Transfer Nukleus

Ada beberapa tehnik kloning yang dikenal, antara lain tehnik Roslin dan Tehnik
Honolulu. Adapun penjelasan mengenai tehnik-tehnik kloning tersebut adalah sebagai
berikut.

10
C. Tehnik.Roslin
Kloning domba Dolly merupakan peristiwa penting dalam sejarah kloning.
Dengan kegiatan kloning yang dilakukan pada kambing tidak hanya membangkitkan
antusias terhadap kloning, melainkan kegiatan kloning tersebut membuktikan bahwa
kloning binatang dewasa dapat disempurnakan. Sebelumnya, tidak diketahui bahwa
suatu nukleus dewasa ternyata mampu memproduksi suatu hewan yang lengkap atau
komplit. Ian Wilmut dan Keith Cambell memperkenalkan tentang suatu metode yang
mampu melakukan singkronisasi siklus sel dari kedua sel, yakni sel donor dan sel telur.
Tanpa singkronosasi siklus sel, maka inti tidak akan berada pada suatu keadaan yang
optimum untuk dapat diterima oleh embrio. Bagaimanapun juga sel donor harus
diupayakan untuk dapat masuk ke Gap Zero, atau stadium sel G0, atau stadium sel
dorman.
Tahapan yang dilakukan oleh Ian Wilmut dan Keith Cambell adalah sebagai berikut
(Rusda, M., 2003). Pertama, suatu sel (yang dijadikan sebagai sel donor) diseleksi dari
sel kelenjar mammae domba betina berbulu putih (Finn Dorset) untuk menyediakan
informasi genetis bagi pengklonan. Untuk studi ini, peneliti membiarkan sel membelah
dan membentuk jaringan in vitro atau diluar tubuh hewan. Hal ini akan menghasilkan
duplikat yang banyak dari suatu inti yang.sama.
Kedua, Suatu sel donor diambil dari jaringan dan dimasukkan ke dalan
campuran, yang hanya memiliki nutrisi yang cukup untuk mempertahankan kehidupan
sel. Hal ini menyebabkan sel untuk menghentikan seluruh gen yang aktif dan memasuki
stadium G0 atau stadium dorman. Kemudian sel telur dari domba betina Blackface
dienokulasi dan diletakkan disebelah sel donor. Domba blackface adalah domba betina
yang mukanya tertutupi bulu hitam atau.sering.disebut.juga.Scottish.Blackface.
Satu sampai delapan jam setelah pengambilan sel telur, kejutan listrik
digunakan untuk menggabungkan dua sel tadi, pada saat yang sama pertumbuhan dari
suatu embrio mulai diaktifkan. Tehnik ini tidaklah sepenuhnya sama seperti aktivasi
yang dilakukan oleh sperma, karena hanya beberapa sel yang mampu bertahan cukup
lama untuk menghasilkan suatu embrio setelah diaktifkan oleh kejutan listrik (Rusda,
M., 2003).

11
Gambar 2. Domba Muda yang Diberi Nama Dolly (Kiri), dengan Induk Pengganti
yang Sudah Diciptakan Melalui kloning oleh Institut Roslin.

Jika embrio ini dapat bertahan, ia dibiarkan tumbuh selama sekitar enam hari,
diinkubasi di dalam oviduk domba. Apabila ternyata sel yang diletakkan di dalam
oviduk lebih awal, di dalam pertumbuhannya akan lebih mampu bertahan dibandingkan
dengan embrio yang diinkubasi di dalam laboratorium. Pada tahap terakhir, embrio
tersebut akan ditempatkan ke dalam uterus betina penerima (surrogate mother). Induk
betina tersebut selanjutnya akan mengandung hasil kloning tadi hingga hewan hasil
kloning siap untuk dilahirkan. Bila tidak terjadi kekeliruan atau kesalaha selama dalam
uterus domba, maka suatu duplikat yang persis sama.dari.donor.akan.lahir.
Domba yang baru lahir tersebut memiliki semua karakteristik yang sama dengan
domba yang lahir secara alamiah. Dan telah diamati bila ada efek yang merugikan,
seperti resiko yang tinggi terhadap kanker atau penyakit genetis lainnya yang terjadi
atas kerusakan bertahap DNA. Percobaan kloning domba Dolly, yang merupakan
mamalia pertama yang dikloning dari DNA sel dewasa, telah dibunuh dengan suntikan
mematikan pada tanggal 14 Februari 2003. Sebelum kematiannya, Dolly menderita
kanker paru-paru dan arthritis melumpuhkan, padahal sebagian besar domba Finn
Dorset hidup sampai 11 sampai 12 tahun. Setelah diperiksa, kambing Dolly tampaknya
menunjukkan bahwa, selain kanker dan arthritis, ia tampaknya cukup normal.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai proses kloning dengan tehnik Roslin yang
dilakukan pada domba, dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

12
D. Tehnik.Honolulu
Pada Juli 1998, sebuah tim ilmuwan dari Universitas Hawai mengumumkan
bahwa mereka telah menghasilkan tiga generasi tikus kloning yang secara genetik
identik. Tehnik ini diakreditasi atas nama Teruhiko Wakayama dan Ryuzo
Yanagimachi dari Universitas Hawai. Yanagimachi menciptakan tiga generasi berturut-
turut. Sebelum keberhasilan ini, diperkirakan bahwa tahap awal di mana embrio genom
hewan mengambil lebih (dua-sel pada tikus) menyulitkan nukleus pemrograman ulang
terjadi. Tikus adalah salah satu yang untuk melakukan kegiatan mengkloning tidak

13
seperti domba. Pada tikus, sel telur melai melakukan mitosis segera setelah proses
pembuahan terjadi, sehingga menyebabkan peneliti hanya memiliki sedikit waktu
untuk memprogram ulang inti baru.

Domba digunakan pada tehnik Roslin karena sel telurnya membutuhkan


beberapa jam sebelum membelah, memungkinkan adanya waktu bagi sel telur untuk
memprogram ulang nukleus barunya. Meskipun tidak mendapatkan keuntungan
tersebut ternyata Wakayama dan Yanagimachi mampu melakukan kloning dengan
angka keberhasilan yang jauh lebih tinggi yaitu menghasilkan 3 kloning dari sekitar
seratus proses kloning yang yang dilakukan, sedangkan dibandingkan percobaan yang
dilakukan oleh Ian Wilmut hanya menghasilkan satu klon dari 277 proses kloning yang
di lakukan. Apabila kita persentasikan, maka prosentase keberhasilan tehnik Honolulu
lebih besar dengan angka persentase 3%, sedangkan tingkat keberhasilan dengan tehnik
Roslin yang dilakukan oleh Ian Wilmut hanya sebesar 0,361%.
Wakayama dan Yanagimachi melakukan pendekatan terhadap masalah sinkronisasi
siklus sel yang berbeda dibandingkan Ian Wilmut. Ian Wilmut menggunakan sel dari
kelenjar mammae yang harus dipaksa untuk memasuki ke stadia G0, sedangkan
Wakayama dan Yanagimachi awalnya menggunakan beberapa tipe sel yakni, sel otak
dan sel kumulus. Sel otak berada dalam stadia G0 secara alamiah dan sel kumulus
hampir selalu hadir pada stadia G0 ataupun G1.

Sel telur tikus yang tidak dibuahi digunakan sebagai penerima atau resipien dari
inti donor. Setelah dienokulasi, sel telur memiliki inti donor yang dimasukkan ke
dalamnya. Nukleus donor diambil dari sel-sel dalam hitungan menit dari setiap ekstrak
sel dari tikus tersebut. Tidak seperti pada proses yang digunakan untuk mengkloning
Dolly, percobaan Wakayama tanpa melalui proses in vitro atau di luar dari tubuh
hewan, kultur dilakukan justru pada sel-sel tersebut. Setelah satu jam sel-sel telah
menerima nukleus-nukleus yang baru. Setelah penambahan waktu selama 5 jam sel
telur kemudian ditempatkan pada suatu kultur kimia untuk memberi kesempatan sel-
sel tersebut tumbuh, sebagaimana layaknya.fertilisasi.secara.alamiah.
Pada suatu kultur dengan suatu substansi yang mampu menghentikan
pembentukan suatu polar body, sel kedua yang secara alami terbentuk sebelum
fertilisasi. Setelah penyatuan, sel-sel berkembang menjadi embrio-embrio. Embrio-
embrio ini kemudian ditransplantasikan kepada induk betina donor (surrogate mother)
dan akan tetap berada di sana sampai siap untuk di lahirkan. Sel yang paling berhasil

14
dari proses ini adalah sel kumulus, maka penelitian dikonsentrasikan pada sel-sel dari
tipe sel kumulus. Setelah terbukti bahwa tehniknya dapat menghasilkan kloning yang
hidup, Wakayama juga membuat kloning dari kloning, dan membiarkan mahluk klon
yang asli untuk melahirkan secara alamiah untuk membuktikan bahwa mereka memiliki
kemampuan reproduksi secara sempurna. Pada saat dia mengumumkan
keberhasilannya, Wakayama telah menciptakan lima puluh kloning.

Tehnik baru ini memungkinkan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut


tentang bagaimana tepatnya sebuah telur memprogram ulang sebuah nukleus. Tikus
bereproduksi dalam kurun bulanan, jauh lebih cepat dibanding dengan domba. Hal ini
menguntungkan dalam hasil penelitian jangka panjang. Kloning juga sedang diterapkan
pada spesies lain. Sebagai contoh, pada awal tahun 2000, Akira Onishi dan koleganya
di Jepang, mencoba untuk mengkloning babi dengan menggunakan tehnik Honolulu.
Para pendukung teknologi kloning berpendapat bahwa teknologi kloning dan
penelitian akan meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan dan kehidupan dengan
menjawab permasalahn-permasalahn biologi secara kritis, dan memajukan dunia
peternakan, genetika dan ilmu medis. Alasan utama di balik kegunaan kloning adalah
bahwa dengan menghasilkan salinan genetik yang hampir identik dari suatu organisme,
hasil yang diperoleh lebih cepat dan lebih dapat diprediksi dibandingkan dengan teknik
reproduksi sebelumnya seperti inseminasi buatan, yang membutuhkan biaya yang
mahal (Tong, W F., 2002).

E..Manfaat.Kloning
Secara besar kloning memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1.Untuk.Pengembangan.Ilmu.Pengetahuan
Manfaat kloning terutama dalam rangka pengembangan ilmu biologi,
khususnya.reproduksi-embriologi.dan.diferensiasi.
2.Untuk.Mengembangkan.dan.Memperbanyak.Bibit.Unggul
Seperti telah kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal yang
serupa tentu saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti pada domba,
kambing dan lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel donornya diambil dari bibit
unggul, maka anggota klonnya pun akan mempunyai sifat-sifat unggul tersebut. Sifat
unggul tersebut dapat lebih meningkat lagi, jika dikombinasikan dengan tehnik
transgenik. Dalam hal ini ke dalam nukleus zigot dimasukkan gen yang dikehendaki,
sehingga anggota klonnya akan mempunyai gen tambahan yang.lebih.unggul.

15
Contoh lainnya yaitu untuk menghasilkan susu yang mengandung nutrisi ekstra atau
lebih banyak daging yang memiliki rasa dan kualitas lebih baik. Hal ini juga
memungkinkan genetik konservasi bibit lokal dengan kemampuan adaptasi
terhadap penyakit regional atau iklim setempat. Wells et al (1998) (dalam Tong, W F.,
2002), melaporkan dua anak sapi yang lahir dari kloning, disesuaikan dengan kondisi
sub-Antartika.

3.Untuk.Tujuan.Diagnostik.dan.Terapi
Sebagai contoh jika sepasang suami isteri diduga akan menurunkan penyakit
genetika thalasemia mayor. Dahulu pasangan tersebut dianjurkan untuk tidak
mempunyai anak. Sekarang mereka dapat dianjurkan menjalani terapi gen dengan
terlebih dahulu dibuat klon pada tingkat blastomer. Jika ternyata salah satu klon
blastomer tersebut mengandung kelainan gen yang menjurus ke thalasemia mayor,
maka dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada
blastomer.yang.lain,.sebelum.dikembangkan.menjadi.blastosit.
Penelitian Kloning dapat berkontribusi untuk pengobatan penyakit dengan
memungkinkan para ilmuwan untuk memprogram ulang sel. Melalui penelitian ini,
misalnya, sel-sel kulit bisa memprogram ke dalam sel-sel memproduksi insulin di
pankreas. Sel-sel kulit yang kemudian akan dimasukkan ke dalam pankreas pasien
diabetes, yang memungkinkan mereka untuk memproduksi insulin. Penyakit Parkinson
adalah penyakit degeneratif yang mempengaruhi neuron. Karena neuron tidak
regenerasi, kloning penelitian dapat memungkinkan pemrograman ulang sel ke neuron
untuk mengganti yang rusak oleh Parkinson.

16
STRUKTUR GEN

A. Pengertian Gen

Gen merupakan suatu unit pewarisan untuk organisme hidup. Bentuk fisiknya ialah
urutan DNA yang menjadi sebuah protein, polipeptida, atau seuntai RNA yang mempunyai
fungsi untuk organisme yang memilikinya. Batasan modern gen merupakan lokasi tertentu
pada genom yang berhubungan dengan pewarisan sifat serta bisa dihubungkan dengan
fungsi sebagai regulator (pengendali), peran-peran fungsional, atau sasaran transkripsi
lainnya.

Pemakaian gen dalam percakapan sehari-hari (contohnya “gen cerdasan” atau “gen
warna rambut”) yang dimaksudkan untuk alel: pilihan variasi yang ada oleh suatu gen.
Wwalaupun alel bisa serupa, orang lebih sering memakai istilah alel sebagai ekspresi gen
secara fenotitik berbeda. Gen diwariskan oleh suatu individu kepada keturunanna lewat
suatu proses reproduksi, bersamaan dengan DNA yang membawanya. Dengan demikian,
informasi yang menjaga keutuhan bentuk dan fungsi kehidupan organisme bisa berjaga.

B. Struktur gen

Dikemukakan oleh Fred (2005) bahwa struktur gen tersebut tersusun dari:

1. Daerah pengkode

Daerah yakni ekson dan intron yang mengkode RNA atau juga protein. Intron
(intervening sequences) sendiri adalah sekuens yg tidak mengkode asam amino sedangkan
untuk ekson itu merupakan bagian yang akan dikode menjadi asam amino.

2. Promotor

Promotor sendiri merupakan sebuah adalah DNA spesifik yang berperan didalam
mengendalaikan transkripsi gen struktural serta terletak di daerah upstream (hulu) dari
bagian struktural gen. Promotor tersebut berfungsi sebagai tempat awal pelekatan enzim
RNA polimerase yang dikemudiannya itu akan melakukan transkripsi pada bagian
structural.

3. Operator

Operator sendiri adalah urutan nukelotida yang terletak di antara promotor serta
bagian struktural dan juga merupakan tempat pelekatan protein represor (penekan atau

17
juga penghambat ekspresi gen). Apabial ada represor yang melekat di operator maka RNA
polimerase tersebut tidak bisa jalan trus ekspresi gen tidak dapat berlangsung.Selain dari
adanya supresor juga terdapat enhancer. Supresor tersebut digunakan untuk dapat
menghambat sedangkan enhancer sendiri digunakan untuk meningkatkan proses
transkripsi dengan cara meningkatkan jumlah RNA polimerase. Namun letaknya itu tidak
pada lokasi yang spesifik seperti misalnya operator, ada yang jauh di upstream atau juga
bahkan downstream dari titik awal transkripsi.

4. Terminator

Terminator ini dicirikan dengan struktur jepit rambut atau hairpin serta lengkungan
yang kaya akan urutan GC yang terbentuk pada molekul RNA hasil transkripsi

Pada sel eukariot, gen terdiri dari:

1. Domain regulasi inisiasi transkripsi, yang terdiri dari : deret GCCACACCC,


ATGCAAAT, kotak GC, kotak CCAAT dan kotak TATA.
2. Intron
3. Ekson merupakan area kondisi protein yang bisa ditranskripsi secara overlapping atau
nonoverlapping. Misalnya pada kode dengan tiga deret nukleotida (kodon triplet) AUU
GCU CAG, bisa secara dibaca nonoverlapping sebagai AUU GCU CAG atau dibaca
secara overlapping sebagai AUU UUG UGC GCU CUC CAG. Walaupun pada sekitar
tahun 1961, sudah diketahui bahwa asam amno dikondisi oleh kodon secara
nonoverlapping, sudah ditemukan protein berbeda hasil transkripsi dengan pergeseran
overlapping kodon.
4. Domain regulasi akhir transkripsi

18
C. Perbedaan Struktur Gen Pada Prokariotik dan Eukariotik

Pada umumnya struktur gen pada prokariotik dan eukariotik sama yaitu tersusun
dari bagian pengkode, promotor, operator, terminor. Perbedaannya terletak pada bagian
pengkode. Bagian pengkode pada prokariotik terdapat bagian intron yang tidak dapat
diekspresikan sehingga semuanya ekson, kecuali pada Archaebacteria dan bakteriofag ada
yang memiliki intron. Sedangkan bagian pengkode pada eukariotik terdiri dari ekson dan
intron (Fred, 2005).

D. Sejarah

Gregor Mandel telah berspekulasi terhadap adanya suatu bahan yang terkait dengan
suatu karakter atau sifat didalam tubuh suatu individu yang bisa diwariskan dari satu
generasi ke kenerasi selanjutnya. Ia menyebtnya ‘faktor’. Oleh Hugo de Vries, konsep yang
sama ia namakan pengen (pan-gen) pada buku yang ia karang Intracellular Pangenesis
(terbit 1889). Belum membaca tulisan model, de Vries mendefinisikan pangen sebagai
“partikel terkecil yang mewakili satu penciri terwariskan”. Wilhelm Johannsen lalu
menyingkat sebagai gen dua puluh tahun kemudian.

Pada 1910, Thomas Hunt Morgan menunjukan bahwa gen terletak di kromosom.
Dan selanjutnya, terjadi sebuah ‘perlombaan’ seru untuk menemukan subtansi yang
merupakan gen. Banyak penghargaan Nobel yang kemudian terjatuh pada penelitian yang
terlibat dalam subjek ini.

Pada saat itu DNA telah ditemukan serta diketahui hana berada pada kromosom
(1869), namun orang belum menyadari bahwa DNA terkait dengan gen. Lewat penelitian
Oswald Avery terhadap bakteri Pneumococcus (1943), dan Alfred Hershey dan Martha
Chase (publikasi 1953) dengan virus bakteriofag T2, setelah orang mengetahui bahwa
DNA merupakan bahan genetik.

Pada tahun 1940an, George Beadle dan Edward Tatum melakukan sebuah
percobaan dengan Neurospora crassa. Dari sebuah percobaan itu, Beadle dan tatum bisa
menarik hipotesis bahwa gen mengkode enzim, serta mereka menympulkan bahwa suatu
gen menyentesis satu enzim (one gene-one enzyme theory).

19
Setelah beberapa puluh tahun, ditemukan bahwa gen mengkode protein yang tidak
hanya berfungsi sebagai enzim saja, serta sejumlah protein tersusun dari dua atau lebih
polipeptida. Dengan adanya sebuah penemuan-penemuan itu, pendapat Beadle dan Tatum,
one gene-one enzyme theory, telah dimodifikasi menjadi teori satu gen-satu polipeptida
(one gene-one polypetide theory)

Ekspresi gen

Ekspresi gen merupakan proses dimana kode-kode informasi yang terdapat pada
gen diubah menjadi protein-protein yang beroperasi hanya di dalam sel. Ekspresi gen terdiri
dari dua tahap:

1. Translasi, proses sintesis polipeptida yang spesifik di dalam ribosom.


2. Transkripsi, proses pembuatan salinan RNA.

Proses transkripsi DNA menjadi mDNA serta translasi mDNA menjadi sebuah
polipeptida disebut dogma sentral (central dogma). Dogma sentral berlaku pada prokariot
dan eukariot. Tetapi pada eukariot terdapat tahapan tambahan yang menjadi di antara
transkripsi dan translasi yang disebut tahapa pre-mRNA.

Tahap pre-mRNA merupakan untuk menyeleksi mRNA yang akan dikirim keluar
nukleus untuk ditranslasikan di ribosom. Ekson adalah mRNA yang akan dikirim keluar
nukleus untuk ditranslaasikan, sedangkan nitron adalah mRNA yang akan tetap berada
didalam nukleus sebab kemungkinan mRNA itu akan membentuk protein yang tidak
fungsional (tidak berguna) bila ditranslasikan. Intron kemudian akan terurai kembali untuk
membentuk rantai mRNA baru.

Fungsi Gen
Gen ini memiliki beberapa fungsi, dibawah ini merupakan fungsi dari gen
diantaranya sebagai berikut :

1. Menyampaikan informasi tentang suatu genetika dari generasi ke generasi.


2. Menentukan juga sifat-sifat pada keturunannya. Contohnya seperti pada fakta di depan.
3. Sifat-sifat tersebut dapat berupa bentuk rambut, bentuk badan, warna kulit serta juga
lain sebagainya.
4. Mengontrol, juga mengatur metabolisme serta juga perkembangan tubuh.

20
Proses reaksi kimia di dalam tubuh tersebut dapat terjadi dengan secara berurutan.
Pada tiap-tiap tahap reaksinya dibutuhkan enzim. Pembentukan serta juga pengontrolan
kerja enzim itu dilakukan oleh gen. Pada proses perkembangan yang membutuhkan hormon
tersebut juga diatur oleh gen.

21
KONSTRUKSI VEKTOR

A. Pengertian
Vektor adalah alat pengangkut yang akan membawa suatu fragmen DNA
masuk kedalam sel inang hingga memungkinkan terjadinya replikasi dan ekspresi
fragmen DNA tersebut. Vektor merupakan DNA yang melingkar dan dapat digunakan
untuk proses kloning gen maupun perbanyakan fragmen DNA secara in vitro. Vektor
di sini diartikan sebagai alat pembawa DNA ke dalam sel induk barunya.

Syarat Vektor :
a. Mampu bereplikasi mandiri
b. Mengandung penanda/marker
c. Berat molekul kecil
d. Memiliki situs restriksi unik

B. Macam-macam Vektor
Ada beberapa macam vektor yang dapat digunakan yang sel inangnya
merupakan bakteri, misalnya E.Coli, yaitu:
1. Plasmid adalah molekul DNA dupleks kecil melingkar yang fungsi alaminya
memberikan resistensi antibiotik terha-dap sel inang.

22
Agar dapat digunakan sebagai vektor kloning, plasmid harus memenuhi
syarat-syarat berikut ini:
a. Mempunyai ukuran relative kecil bila dibandingkan dengan pori dinding sel
sebingga dapat dengan mudah melintasinya.
b. Mempunyai sekurang-kurangnya dua gen marker yang dapat menandai masuk
tidaknya plasmid ke dalam sel inang.
c. Mempunyai tempat pengenalan restriksi sekurang-kurangnya di dalam salah
satu marker yang dapat digunakan sebagai tempat penyisipan fragmen DNA.
d. Mempunyai titik awal replikasi (ori) sehingga dapat melakukan replikasi di
dalam sel inang.
2. Bakteriofag adalah virus kompleks yang menginfeksi bakteri. Bakteriofag
biasanya memiliki molekul DNA linier tempat DNA asing dapat dimasukkan ke
dalamnya di beberapa lokasi enzim restriksi. DNA gabungan (kimer) dikumpulkan
setelah bakteriofage menjalani siklus litiknya dan menghasilkan partikel-partikel
bakteriofage infektif yang matang. Keunggulan vektor ini yaitu dapat menerima
potongan DNA dengan panjang 10-20 kb.

23
Bakteriofag λ merupakan virus kompleks yang menginfeksi bakteri E.
Coli. Bakteriofag λ merupakan salah satu jenis vektor kloning. DNA λ yang
diisolasi dari partikel fage ini memiliki keistimewaan konformasi linier untai ganda
dengan panjang 48,5 kb.
Namun masing-masing ujung fosfatnya barupa untai tunggal sepanjang 12
pb yang komplementer satu sama lain, sehingga memungkinkan DNA λ untuk
berubah konforma-sinya menjadi sirkuler. Dalam bentuk sirkulet, tempat
bergabungnya kedua untai tunggal sepanjang 12 pb tersebut dinamakan kos.

3. Kosmid merupakan gabungan dari kos DNA λ dengan plasmid. Kemampuannya


untuk membawa fragmen DNA sepanjang 32 hingga 47 kb menjadi-kan kosmid
lebih menguntungkan daripada fag λ dan plasmid.
4. Vektor BAC mengandung sekuens dari plasmid F E.Coli dan mempu-nyai
kemampuan untuk mengkloning sampai dengan 75-200 kb fragmen.

C. Macam-macam Vektor Berdasarkan Fungsinya


1. Vektor ekpresi adalah vektor yang digunakan untuk mengekspresikan gen tertentu,
biasanya hanya memproduksi protein dari gen yang diklon. Syarat-syarat vektor
dapat digunakan untuk mengekspresikan gen, yaitu :
a. Mampu memasuki sel inang Mampu bereplikasi sendiri karena memiliki
ori (Origin of Replication)
b. Menghasilkan jumlah copy yang banyak
c. Mempunyai ukuran yang relatif kecil (<10 kb)

2. Vektor kloning Vektor ini hanya digunakan untuk mendapatkan DNA. Vektor
kloning hanya berfungsi untuk memperbanyak fragmen DNA yang disisipkan,

24
sehingga fragmen DNA tersebut hanya direplikasi, tidak di transkripsi. Biasanya
vektor ini digunakan untuk tujuan sekuensing atau untuk perbanyakan DNA yang
nantinya akan di sisipkan ke vektor ekspresi.

D. Komponen Vektor
1. Ori (Origin of Replication)
Ori merupakan tempat awal replikasi DNA di sel Prokariot (tempat pengenalan).
Pada daerah ini banyak terdapat basa adenin (A) dan timin (T), ikatan yang terjadi
antara basa A dan T terdiri dari dua buah ikatan hidrogen, sehingga kemungkinan
untuk memisahkan diri ketika replikasi DNA akan lebih mudah dari pada G-
C ikatan hydrogen

2. ARS (Autonomous Replication Sequence)


ARS merupakan tempat awal replikasi untuk DNA di sel eukariot. Pada daerah ini
banyak mengandung basa adenin dan timin.

25
3. Gen AmpR
Bakteri tidak mampu hidup dalam media pertumbuhan yang mengandung
antibiotik ampisilin karena kemampuan pembentukan dinding sel bakteri yang
tergantung adanya anti biotik ampisilin pada media tersebut. Oleh karena itu
diperlukan gen AmpR yang dapat mengkode enzim β-laktamase yang
dapat merusak cincin β-laktam pada molekul antibiotik ampisilin. Jika cincin pada
β-laktam mengalami kerusakan maka kinerja antibiotik ampisilin tidak berfungsi
lagi, sehingga sel bakteri tetap mampu membentuk dinding sel dan mampu hidup
dalam media yg mengandung antibiotik ampisilin.

4. Gen Marker
Gen marker ini bermanfaat untuk seleksi transforman mikroorganisme eukariot.

26
RESTRICTION SITE AND SEQUENCING

A. Pengertian

Sekuensing adalah teknik untuk menentukan urutan basa nukleotida dari urutan
suatu DNA seperti adenin, timin, guanosin, dan sitosin. Teknologi sekuensing DNA
mengalami perkembangan sejak dua dekade lalu hingga saat ini. Pada awal 1970-an
seseorang membutuhkan waktu sekitar satu tahun hanya untuk menyelesaikan 100
urutan basa DNA. Sebuah perjuangan panjang untuk mensekuensing urutan DNA pada
saat itu.

Selanjutnya pada tahun 1976 ditemukan teknik sekuensing DNA yang


dikembangkan oleh Allan Maxam dan Walter Gilbert di Amerika Serikat. Dengan
metode yang ditemukan Maxam-Gilbert ini memungkinkan seseorang dapat
mensekuensing ribuan urutan pasangan basa DNA dalam waktu setahun. Beberapa
tahun kemudian teknik sequencing DNA yang baru kembali diperkenalkan oleh Sanger.
Penghargaan terhadap usaha keras keduanya dianugerahi dengan hadiah nobel.
Penemuan teknik sekuensing DNA yang lebih cepat pada pertengahan 1970-an menjadi
landasan terjadinya ledakan jumlah sekuens DNA yang berhasil diungkapkan pada
1980-an dan 1990-an (Shendure & Ji, 2008).
Sekuensing DNA memungkinkan para ilmuwan untuk menentukan urutan
genom. Proyek genom manusia adalah contoh terbesar dari sekuensing DNA. Ketika
genom manusia disekuensing kembali pada tahun 2001, banyak kontradiksi yang
bermunculan tapi saat ini kita bisa melihat dampaknya terhadap penelitian medis dan

27
farmasi. Para ilmuwan sekarang dapat mengidentifikasi gen yang bertanggung jawab
untuk menyebabkan penyakit genetik seperti penyakit Alzheimer, distrofi myotonic dan
banyak penyakit lainnya yang disebabkan oleh ketidakmampuan gen untuk berfungsi
dengan baik. Banyak jenis penyakit yang diperoleh seperti kanker juga dapat dideteksi
dengan mengamati gen tertentu.

B. Teknik Sanger

Metode Sanger Memerlukan :

• DNA utas tunggal dalam jumlah cukup sebagai template DNA

• Primer yang sesuai (sepotong kecil DNA yang berpasangan dengan template DNA
dan berfungsi sebagai starting point untuk replikasi

• DNA polymerase (enzim yang mengkopi DNA, menambahkan nukleotida baru ke


ujung 3 dari template

• Sejumlah nukeotida normal

• Sejumlah kecil dideoxynucleotide yang dilabel (radioaktif atau dengan pewarna


fluorescent)

• Template DNA direplikasi melibatkan nukeotida normal tetapi secara random


dideoxy (DD) nukleotida diambil (dipasangkan).

• Penambahan dideoxy nukeotida menyebabkan reaksi berhenti

• Hasilnya DNA dengan panjang yang bervariasi , masing-masing berhenti pada


DDnukleotida tertentu yang dilabel.

• Karena tiap panjang yang berbeda bergerak dengan kecepatan yang berbeda selama
elektroforesis, maka urutannya dapat ditentukan.

Tahapan Sekuensing Metode Sanger :

1. Tahapan sekuensing yang pertama adalah menyediakan dsDNA (double strand DNA)

2. Memotong dsDNA (double strand DNA) menjadi ssDNA (single strand DNA)

28
3. Mengambil template (cetakan) DNA dari ssDNA hasil potongan dari dsDNA tadi

4. Menyediakan seluruh alat dan bahan untuk sekuensing DNA. Bahan untuk sekuensing
adalah template (cetakan) DNA, primer, dNTP, ddNTP dan enzym polymerase.

• Template DNA berfungsi sebagai cetakan.

• Primer berfungsi sebagai landasan/pijakan yang mengenal situs spesifik pada DNA
template untuk memulai prooses polymerase.

• dNTP (deoksi nukleotida tri phospat) berfungsi sebagai sumber nukleotida pada
proses polymerase sekuensing. dNTP ada 5 jenis, yaitu dATP (deoksi adenin tri
phospat), dGTP (deoksi guanin tri phospat), dUTP (deoksi urasil tri phospat), dCTP
(deoksi citosin tri phospat), dan dTTP (deoksi timin tri phospat).

• ddNTP (dideoksi nukleotida tri phospat) berfungsi untuk menghentikan/terminasi


proses enzim polymerase, sehingga proses perbanyakan nukleotida terhenti

5. Menyiapkan 4 tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi diberikan ddNTP, yaitu


ddGTP, ddCTP, ddATP, dan ddTTP. Masing-masing tabung reaksi diisi dengan ddNTP
yang berbeda. Tabung pertama diisi dengan ddGTP, tabung kedua diisi dengan ddCTP,
tabung ketiga diisi dengan ddATP, dan tabung keempat diisi dengan ddTTP

29
6. Setelah masing-masing tabung diisi dengan ddNTP, kemudian masing-masing tabung
diisi dengan dNTP, sebagai sumber nukleotida pada proses polimerasi. Yaitu dGTP,
dCTP, dATP, dan dTTP.

7. Memasukkan dNTP ke dalam tabung reaksi tadi.


8. Kemudian memasukkan primer ke dalam tabung reaksi. Primer berfungsi mengenali
situs spesifik pada DNA template, juga berfungsi sebagai landasan/pijakan untuk
memulai polimerisasi.
9. Setelah pemberian primer, juga dimasukkan enzim polimerase (taq-polymerase).
Enzim polimerase memulai proses polimerisasi. Enzim polymerase terus mengkatalisis
pembentukan polinukleotida dari nukleotida dNTP (deoksi nukleotida tri phospat)
10. Pada saat enzim taq-polymerase mengkatalisis pembentukan ikatan antara nukleotida,
deoksi-nukleotida (ddNTP) hadir berikatan dengan polimer nukleotida sebelumnya.
Kehadiran ddNTP (deoksinukleotida) mengakibatkan terhentinya/terminasi proses
polimerase, sehingga dihasilkan rantai polinukleotida yang berbeda panjangny
11. Kehadiran ddNTP menghasilkan beberapa rantai polinukleotida berbeda
12. Keempat tabung reaksi tersebut dipersiapkan untuk di alirkan pada gel agarosa

13. Perbedaan panjang polinukleotida tersebut, mengakibatkan perbedaan letak pada gel
agarosa. Polinukleotida yang paling pendek bermigrasi/pergerakannya apling cepat
pada gel agarosa.

30
14. Hasil pembacaan sekeuensing dari arah 5’ ke 3’ adalah rantai kompemen, yaitu 5’
AGCCGATCC 3’. Sehingga DNA templatenya adalah 5’ GGATCGGCT 3’

C. Aplikasi
Adapun Manfaat dalam sequencing DNA adalah sebagai berikut :
1. Bidang Forensik
Sekuensing DNA telah diterapkan dalam ilmu forensik untuk mengidentifikasi
individu tertentu karena setiap individu memiliki urutan yang unik pada DNA
nya.
2. Bidang Kedokteran
sekuensing DNA dapat digunakan untuk mendeteksi gen yang terkait dengan
beberapa faktor keturunan atau penyakit yang diperoleh.
3. Bidang Pertanian
Pemetaan dan sekuensing seluruh genom mikroorganisme telah
memungkinkan agriculturist memanfaatkan mereka dalam pengendalian hama/
penyakit tanaman secara hayati
4. Bidang Taksonomi
Salah satu kegiatan dibidang taksonomi adalah mengklasifikasikan makhluk
hidup kedalam kelompok-kelompok tertentu sehingga dari pengelompokkan
tersebut memudahkan kita untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup
di alam.

31
EKSPRESI GEN

A. Pengertian
Pada sel prokariot, pengaturan ekspresi gennya diatur oleh kelompok gen yg
disebut operon. Sedangkan pada sel eukariot tidak mengenal sistem operon karena
diatur oleh satu promoter tersendiri yang bersifat monocistronic dan menghasilkan
single product. Pada sel prokariot, pengendalian ekspresi genetik hanya terjadi pada
tahapan transkripsi, sedangkan pada sel eukariot ekspresi gennya terjadi mulai dari
tahapan transkripsi sampai pasca translasi. Tanpa sistem pengaturan (operon), sel akan
kehilangan banyak energi. Contohnya: jika medium pertumbuhan E. coli terdapat gula
sederhana (monosakarida à glukosa), maka sel tidak menjalankan sistem ekspresi gen
yg bertanggung jawab untuk metabolisme gula kompleks (disakarida à laktosa). Gen
untuk metabolisme laktosa akan diaktifkan setelah melalui regulasi gen tertentu.

Gen merupakan unit fungsional yang diturunkan berkaitan dengan ruas DNA
yang mengkode suatu polipeptida tertentu. Ekspresi gen merupakan proses di mana
informasi yang dikode di dalam gen diterjemahkan menjadi urutan asam amino selama
sintesis protein.
Ekspresi gen pada sel prokariot tidak sama dengan sel eukariot. Hal ini
dikarenakan pada sel prokariol transkripsi dan transalasi dilakukan di sitoplasma,
karena pada sel prokariot tidak memiliki inti. Sedangkan pada sel eukariot memiliki inti
sel sehingga proses transkripsi di nukleus sedangkan translasi di sitoplasma. Karena
pada sel eukariot memiliki inti sel maka sebelum mRNA dibentuk dari DNA template
terdapat tahapan pre-mRNA terlebih dahulu pada proses transkrips. Tahapan ini terjadi

32
di nukleus. Pre-mRNA terbentuk dari adanya segment-segment exon dan intron dimana
exon akan terus diterjemahkan sedangkan intron tidak diterjemahkan. Pada sel
prokariot tidak terdapat tahapan pre-mRNA, dimana RNA langsung dibentuk dari DNA
template pada proses transkripsi.

B. Tahapan Ekspresi Gen


Ekspresi gen merupakan pembentukan rantai popipeptida dari protein-protein
yang saling dihubungkan menggunakan ikatan peptida. Ekspresi gen merupakan proses
di mana informasi yang dikode di dalam gen diterjemahkan menjadi urutan asam amino
selama sintesis protein. Ekspresi gen terdapat dua tahapan yaitu transkripsi dan
translasi.
1. Transkripsi
Transkripsi merupakan tahapan pembentukan RNA dari DNA template, yaitu rantai
sense, sedangkan rantai komplemennya disebut rantai antisense. mRNA merupakan
pembawa informasi genetik pada proses ekspresi gen yang akan dibawa ke ribosom.
Pembentukan mRNA dengan bantuan enzim RNA polimerase. Adanya enzim
polimerasi dapat memecah ikatan hidrogen sehingga membuka pilinan kedua rantai
DNA hingga terpisah dan dibentuklah rantai nukleotida RNA. Sebelum mRNA
masuk pada tahapan translasi maka mRNA akan dikeluarkan dari nukleus menuju
sitoplasma melalui celah inti (nuclease pore).
2. Translasi
Dalam proses translasi, sel menginterpretasikan informasi genetik dan membentuk
protein yang sesuai dengan yang diterjemahkan. mRNA setelah dikeluarkan dari inti
sel maka setelah berada di sitoplasma sub unit kecil ribosom akan mengikat mRNA,
setelah mRNA diikat oleh sub unit kecil ribosom, kemudian sub unit besar ribosom
mengikat pada ribosom sub unit kecil beserta mRNA. Setelah mRNA menempel
pada ribosom, molekul tRNA membawa asam amino spesifik pada salah satu

33
ujungnya dan menerjemahkan molekul mRNA. tRNA mentransfer asam amino dari
sitoplasma ke ribosom.

Kodon dan antikodon harus didahului oleh pelekatan yang benar antara
tRNA dengan asam amino. tRNA yang telah membawa asam amino tertentu sesuai
dengan urutan antikodon yang dibawanya, baru tRNA menterjemahkan kodon
mRNA. Tiap asam amino digabungkan dengan tRNA yang sesuai oleh suatu enzim
spesifik yang disebut aminoacyl-tRNA synthetase. Ribosom memudahkan
pelekatan yang spesifik antara antikodon tRNA dengan kodon mRNA selama
sintesis protein. Sub unit ribosom dibangun oleh protein-protein dan molekul-
molekul RNA yang disebut RNA ribosomal. Kemudian dari asam-asam amino yang
terbentuk maka asam amino tersebut di ikat oleh ikatan peptida sehingga terbentuk
rantai polipeptida. Translasi dibagi menjadi tiga tahap yaitu inisiasi, elongasi, dan
terminasi. Pada proses inisiasi dan elongasi rantai polipeptida, membutuhkan
sejumlah energi. Energi ini disediakan oleh GTP (guanosin triphosphat).

a. Inisiasi
Tahap inisiasi dari translasi terjadi dengan adanya start mRNA dan tRNA yang
memuat asam amino pertama dari polipeptida, dan dua sub unit ribosom. Pertama,
sub unit ribosom kecil mengikatkan diri pada mRNA. Sub unit ribosom kecil
melekat pada tempat tertentu di ujung 5` dari mRNA. Pada tempat pelekatan
ribosom sub unit kecil pada mRNA terdapat kodon yang akan diterjemahkan oleh
tRNA inisiasi yang membawa anti kodon AUG dengan membawa asam amino
pertama yaitu metionin.

34
b. Elongasi
Pada tahap elongasi dari translasi, asam amino ditambahkan satu per satu pada asam
amino pertama (metionin). Kodon mRNA pada ribosom membentuk ikatan
hidrogen dengan antikodon molekul tRNA yang baru masuk yang membawa asam
amino yang tepat. Molekul rRNA dari sub unit ribosom besar berfungsi sebagai
enzim, yaitu mengkatalisis pembentukan ikatan peptida yang menggabungkan
polipeptida yang memanjang ke asam amino yang baru tiba.

c. Terminasi
Tahap akhir translasi adalah terminasi. Elongasi berlanjut hingga kodon stop
mencapai ribosom. Triplet basa kodon stop adalah UAA, UAG, dan UGA. Kodon
stop tidak mengkode suatu asam amino melainkan bertindak sebagai sinyal untuk
menghentikan translasi.

35
C. Sistem Pengaktivan Ekspresi Gen
1. Ekspresi gen secara konstitutif selalu diekspresikan dalam keadaan apapun.
Contohnya: metabolisme energi atau sintesis komponen-komponen sel,
gen penghasil protein ribosomal, rRNA, tRNA, RNA polimerase, dan enzim-
enzim pengkatalis reaksi metabolisme untuk pemeliharaan sel.
2. Ekspresi gen secara induktif hanya diekspresikan jika ada keadaan yang
memungkinkan atau ada proses induksi. Contohnya pada efisiensi selular.

D. Perbedaan Ekspresi Gen Sel Eukariot dan Sel Prokariot

Seluruh tahapan yang dilalui dalam ekspresi gen baik sel prokariot maupun sel
eukariot maka hasil akhir yang diperoleh adalah suatu rangkaian protein (polipeptida).

Pada sel prokariotik seluruh proses sintesis protein berada pada satu ruang yang
sama yaitu pada sitoplasma. Sedangkan pada sel eukariotik sintesis protein terjadi pada
inti sel dan sitoplasma. Hal ini dikarenakan pada sel prokariotik tidak memiliki inti sel.
Dalam proses ekspresi gen perlu adanya bantuan enzim yaitu enzim DNA polymerase
(pada tahap duplikasi DNA) dan RNA polymerase (pada tahap pembentukan mRNA).

36
SOUTHERN BLOTING

A. Sejarah

Blot Southern merupakan proses perpindahan fragmen DNA yang terpisah


secara elektroforesis dari gel ke membran. Metode ini diambil dari nama penemunya
yaitu Edward M. Southern. Prinsipnya adalah kapilaritas, dimana bufer yang
merupakan fase gerak diasumsikan akan membawa fragmen DNA dari gel ke
membran. Karena muatan DNA negatif sedangkan muatan membran positif maka
fragmen DNA akan menempel (blot) pada membran. Membran yang digunakan pada
proses blot southern adalah membran nitroselulosa. Niteoselulosa (NC) adalah bahan
kimia yang memiliki kadar nitrogen yang bersifat sensitif, dan merupakan bahan
baku bahan peledak yang banyak digunakan untuk keperluan militer dan sebagai
bahan baku atau bahan penolong untuk proses produksi industri tertentu maupun
untuk keperluan lainnya.

Blot Southern merupakan sebuah metode yang sering digunakan dalam


bidang biologi molekuler untuk menguji keberadaan dari suatu sekuen DNA dalam
suatu sampel DNA. Metode ini ditemukan oleh seorang ahli biologi dari Inggris yang
bernama Edward M. Southern, yang mengembangkan prosedur ini pada tahun 1975
di Universitas Edinburgh.

37
Metode ini mengkombinasikan elektroforesis gel agarosa untuk memisahkan
DNA berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer ke membran filter untuk
selanjutnya dilakukan hibridisasi dengan probe. Untuk mengidentifikasi ataupun
melacak suatu fragmen DNA spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA
dipisahkan terlebih dahulu dengan elektroforesis. Probe yang dilabel
akan hibridisasi pada pita-pita DNA untuk mengetahui apakah DNA tersebut
mengandung gen yang diinginkan. Blot Southern mendeteksi DNA rantai tunggal
dengan menggunakan DNA sebagai pelacak. Selain Blot Southern, metode lain yang
mirip dan dikembangkan dari Blot Southern adalah Blot Western, Blot Northern,
dan Blot Southwestern yang memiliki prinsip yang sama, namun molekul yang akan
dideteksi dan pelacak yang digunakan berbeda. Kegunaan dari Blot Southern adalah
untuk menganalisis keberadaan mutan yang ada pada suatu organisme dan dapat
diketahui ukuran dari gen yang menjadi mutan pada organisme tersebut

B. Komponen Utama Southern Blot

a. Membran Nitroselulosa yaitu Membran Nitroselulosa digunakan sebagai tempat


hasil jiplakan fragmen DNA dari gel agarosa
b. DNA probe merupakan sutau fragmen dna yang berfungsi sebagai pelacak target
gen. Harus bersifat spesifik dan komplemen terhadap DNA target

38
c. Larutan Buffer berfungsi untuk membawa DNA dari gel dan mengimobilisasi DNA
pada membran (Larutan akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah)
d. DNA Merupakan materi atau molekul yang akan diidentifikasi pada tekhnik
Southern Blotting
e. Enzim Retriksi Berfungsi untuk memotong DNA menjadi suatu fragmen tertentu
C. Tahapan Southern Blot
Adapun tahapannya sebagai berikut
1. Isolasi DNA dan Pemotongan DNA Tahap untuk memperoleh DNA yang akan
dideteksi. Pemotongan DNA yang ingin diperoleh dilakukan dengan menggunakan
enzim retriksi (endonuklease retriksi) yang bersifat spesifik terhadap DNA
2. Fragmentasi DNA dengan Elektroforesis gel Merupakan tahap dimana Fragmen-
fragmen dari DNA akan terpisah berdasarkan ukuran berat molekulnya.
Berdasarkan prinsip elektroforesis, Fragmen DNA yang ukuran berat molekulnya
lebih kecil akan lebih cepat bergerak dari kutub negatif kekutub positif
dibandingkan dengan fragmen DNA dengan berat molekul lebih besar.
3. Denaturasi DNA, Proses denaturasi DNA dilakukan dengan merendam gel dalam
larutan denaturan (NaOH). NaOH bersifat basa sehingga dapat menyebabkan
rusaknya ikatan hidrogen antar untai DNA. Ikatan hidrogen antar untai DNA yang
putus menyebabkan struktur DNA yang semula double heliks menjadi DNA single
strand
4. Transfer DNA ke Membran nitroselulosa DNA yang telah diperoleh kemudian
ditransfer ke membran nitroseluloasa, tahap inilah yang disebut dengan blotting.
5. Gel agarosa dijiplak pada membran nitroselulosa Merupakan salah satu metode
tahapan transfer DNA ke membran nitroselulosa yang berdasarkan pada prinsip
Kapilaritas. Kapilaritas adalah peristiwa naiknya zat cair pada pembuluh, celah atau
pori-pori kecil. Fragmen DNA yang telah terjiplak pada membran nitroselulosa
39
kemudian dipanaskan pada suhu 60oC kemudian membran diberi radiasi UV agar
terbentuk ikatan kovalen dan permanen antara pita-pita DNA dengan membran.
6. Hibridisasi DNA adalah proses pembentukan molekul double helix dari single
strand DNA probe dan single strand DNA target. Tahap ini terjadi ketika membran
nitroselulosa direndam dalam larutan yang berisi probe DNA Ss* (diberi
radioisotop)
7. Deteksi DNA Merupakan tahap lanjutan dari proses hibridisasi DNA yang
menggunakan pelacak/probe. Probe biasanya merupakan DNA yang dimurnikan
dan bisa ditandai dengan aktifitas spesifik radionukletida. Pada tahap deteksi DNA
digunakan Autoradiogram untuk melihat lokasi sinyal DNA.
D. Aplikasi
1. DNA finger print
2. Identifikasi kriminal
3. Identifikasi korban
4. Mengidentifikasi mutasi atau penyusunan ulang gen dalam urutan DNA
5. Diagnosis penyakit yang disebabkan oleh cacat genetik
6. Mengidentifikasi agen infeksi

40
WESTERN BLOTTING
A. Pengertian
Metode Western Blotting awalnya ditemukan oleh George Stark di Universitas
Stanford. Asal mula nama Western Blott diberikan oleh W. Neal Burnetto dan Sushant
Bhat. Metode Western Blotting merupakan proses pemindahan protein dari gel hasil
elektroforesis ke dalam membran. Adapun tujuan metode Western Blotting dalam suatu
penelitian yaitu untuk mengetahui keberadaan dan berat molekul protein sampel dalam
suatu campuran; mempelajari modifikasi suatu protein selama sintesis; memberikan
informasi ukuran dan ekspresi protein; serta membandingkan reaksi silang antar
protein. Selain tujuan, terdapat pula prinsip kerja dari Western Blotting yaitu pemisahan
menggunakan Polyacrylamide Gel Electroforesis (PAGE) berdasarkan ukuran protein
yang akan dipisahkan; Elektrotransfer protein ke membran pendukung. Pada Western
Blotting menggunakan sistem pendeteksi yaitu deteksi Chemiluminascence (deteksi
secara kimia dengan luminol).

B. Tahapan
Tahapan dalam proses Western Blotting di awali dengan preparasi sampel.
Sampel yang digunakan merupakan sampel yang mengandung protein. Tahap kedua,
yaitu melakukan elektroforesis sel dalam sampel yang mengandung protein.
Elektroforesis sel pada proses Western Blotting menggunakan Teknik PAGE
(Polyacrylamide Gel Elektroforesis) dengan bantuan SDS (Sodium Dodecyl Sulfate)
atau dikenal dengan nama SDS-PAGE. Sampel yang mengandung protein dicampur
dengan SDS, pencampuran dengan SDS ini berfungsi untuk mendenaturasi protein
karena awalnya protein belum berbentuk lurus, setelah dicampur dengan SDS, protein
yang dijadikan sampel akan berbentuk lurus. Selanjutnya, protein yang telah berbentuk
lurus dimasukkan ke dalam sel elektroforesis, yang menjadi ciri khas dari Western
Blotting adalah penggunaan elektroforesis dengan PAGE. Ketika protein telah
dimasukkan dalamsel elektroforesis, protein akan melewati suatu membran, membran
tersebut berisi polyacrylamide. Suatu SDS bermuatan negatif, akan menyatu dengan
kutub negatif yang ada pada PAGE, kemudian dari kutub negatif akan tertarik ke kutub
positif.

41
Tahap ketiga yaitu transfer protein dari gel polyacrylamide ke gel transfer
menggunakan arus listrik sebagai faktor pendorong. Gel transfer yang umum digunakan
yaitu nitroselulosa dan PVDF (polivinilidena difluoride) serta nilon. PVDF mempunyai
kapasitas pengikatan protein dan kekuatan mekanik yang lebih tinggi, membrane sangat
hidrofobik, harus dipreparasi baik dalam etanol maupun methanol, protein berikatan
dengan membrane PVDF melalui kombinasi interaksi dipol dan hidrofobik. Gel,
membran, dan elektroda disusun bertumpuk supaya protein berpindah dari gel ke
membran dimana protein ditangkap.

Ketika melakukan proses elektrotransfer, protein dari suatu gel polyacrylamid


akan berpindah ke suatu membran yang akan mengcopy hasil protein yang diperoleh.
Perpindahan ini melalui suatu kutub negatif ke kutub positif. Membran yang digunakan
saat elektrotransfer berbentuk lapisan-lapisan. Bagian atas dari membran terdapat kutub
negatif, kemudian diikuti dengan kertas yang berfungsi sebagai penyaring, selanjutnya

42
di bawah kertas terdapat gel polyacrylamid, di bawah polyacrylamid terdapat kertas dan
kutub positif.

Tahap keempat yaitu antibody probing. Setelah protein melewati tahap transfer,
protein kemudian dideteksi dengan menggunakan antibodi. Antibodi yang digunakan
dalam proses Western Blotting ada dua jenis, yaitu primer antibodi dan sekunder
antibody. Antibodi primer ini tidak diberi label, label di sini yaitu suatu enzim yang
dapat mengkatalisis reaksi. Namun, pada antibodi sekunder diberi label menggunakan
enzim HRP (Horseradish Peroxidase). Antibodi primer akan menempel terlebih dahulu
pada membran yang telah ditempeli protein hasil transfer, selanjutnya di atas antibodi
primer terdapat antibodi sekunder yang akan membawa enzim HRP dan menghasilkan
sinyal deteksi ketika menempel dengan antibodi primer.

43
Tahap kelima yaitu deteksi. Ketika melakukan deteksi, terdapat berbagai
macam jenis deteksi. Teknik chemiluminescence dan chemifluorescence berbasis
enzim seperti fluoresecence telah dikembangkan secara luas dan biasanya merupakan
metode pilihan untuk melakukan deteksi karena sensitivitas yang tinggi. Deteksi
berbasis fluoresensi tidak memerlukan reagen tambahan setelah mengikat antibodi
sekunder berlabel (dengan enzim HRP ataupun AP). Deteksi chemiluminescence
merupakan suatu deteksi kimia dengan menggunakan luminol. Caranya yaitu dengan
menambahkan reagen ECL (Chemiluminescence) pada suatu antibodi sekunder,
primer, dan sampel yang tersusun secara bertumpuk. Penambahan reagen ECL akan
mendeteksi adanya sinar emisi yang dihasilkan dengan bantuan enzim HRP. Deteksi
chemfluorescence prinsipnya sama dengan deteksi chemiluminoscence, perbedaannya
terletak pada penambahan substrat. Pada deteksi chemiluminoscence menggunakan
substrat yang akan menghasilkan produk fluorosence dan enzim AP (Alkaline
Phosphate), kemudian akan tereksitasi dan membentuk suatu sinar X. Sinar X tersebut
akan terbaca ketika proses analisis.

Tahap keenam yaitu imaging. Imaging atau pengambilan gambar dilakukan


sebelum pengambilan data. Chemiluminescent (ECL) didasarkan pada reaksi antara
penambahan substrat luminol dan Horseradish Peroxidase (HRP) antibodi berlabel.
Hidrogen peroksida mengkatalisasi oksidasi luminol, suatu reaksi yang menghasilkan
emisi cahaya. Sinyal cahaya kemudian dapat dideteksi pada film sinar-X atau digital
imaging. CCD (Charge Coupled Device) sensor untuk merekam gambar dan dapat
digunakan untuk mendokumentasikan membrane, gel bernoda, atau aplikasi UV.
Kamera CCD beroperasi dengan mengumpulkan foton pada sebuah chip dan muatan
yang terkumpul diterjemahkan ke dalam sinyal digital yang berkorelasi dengan
kekuatan sinyal. Sinyal dari bidang pencitraan dikumpulkan oleh unit lensa yang
memfokuskan gambar. Tahap ketujuh yaitu analisis. Analisis dalam Western Blotting
ada analisis kuantitatif, kualitatif, dan analisis menggunakan software. Analisis
kuantitatif: untuk menentukan kadar protein. Analisis kualitatif: untuk memverifikasi

44
ada atau tidaknya suatu spesifik protein. Analisis software: Software ImageQuant TL
adalah perangkat lunak analisis gambar berkinerja tinggi dan mudah digunakan untuk
analisis gambar kuantitatif dari berbagai sampel. Hasil dari ada atau tidaknya protein
dalam suatu sampel dapat dilihat dari bercak noda hasil analisis. Analisis kualitatif
dapat terbaca dengan adanya beberapa tanda noda yang merupakan suatu protein,
sedangkan analisis kuantitatif dapat dihitung dari tebal atau tipisnya suatu noda.
Namun, untuk analisis dengan software dapat langsung terbaca pada suatu computer
dengan ImageQuant TL.

C. Aplikasi
Aplikasi Western Blotting yang telah digunakan yaitu pada tes untuk
mengkonfirmasi ada atau tidaknya HIV dalam tubuh manusia. Tes HIV ini dilakukan
dengan variasi untuk mendiagnosis HIV. Nama tesnya yaitu tes ELISA (Enzyme
Linked Immunisorbent Assay). Tahapan dalam tes ELISA ini meliputi sampel darah
diambil dari permukaan kulit; dimasukkan ke dalam tabung khusus; sampel darah
dikirim ke laboratorium untuk dianalisis; sampel darah dimasukkan ke cawan petri
yang berisi antigen HIV; jika darah Anda mengandung antibodi terhadap HIV, darah
akan mengikat antigen; menambahkan enzim ke cawan petri tersebut, untuk membantu
mempercepat reaksi kimia; Jika isi cawan petri berubah warna, mungkin terinfeksi
HIV; ada kemungkinan kecil bahwa antibodi seseorang akan salah menempel pada

45
protein nonHIV selama tes berlangsung; diperlukan tes kedua yang lebih spesifik;
Western blott (spesifisitas 99%).
Western blot diaplikasikan dalam tes konfirmasi HIV untuk mendeteksi
antibodi anti HIV pada sampel serum manusia. Protein seperti gp41, gp120, dari sel
yang diketahui terinfeksi HIV dipisahkan dan diblotkan pada membran. Kemudian,
pada tahap inkubasi antibodi primer, serum diujikan dan antibodi sekunder
ditambahkan dengan enzim untuk memperkuat sinyal yang dihasilkan oleh antibody
primer. Kemudian pita bernoda akan menunjukkan apakah serum pasien mengandung
antibody anti-HIV atau tidak.

46
NORTHERN BLOTTING

A. Pengertian
Northern blot adalah suatu teknik untuk mendapatkan informasi mengenai
identitas, ukuran dan kelimpahan RNA. Prinsip northern blot adalah memisahkan RNA
berdasarkan ukuran dan terdekteksi pada memberan menggunakan probe hibridisasi
dengan urutan basa komplementer untuk semua atau sebagian dari urutan mRNA target.
Secara umum teknik ini mirip dengan Southern Blot, akan tetapi sampel yang
digunakan, yaitu RNA. Prinsip northern blot adalah memisahkan RNA berdasarkan
ukuran dan terdeteksi pada membran menggunakan probe hibridisasi dengan urutan
basa komplementer untuk semua, atau sebagian, dari urutan mRNA target. Northern
Blot atau RNA Blot dikenalkan pertama kali oleh Alwin pada tahun 1977.
B. Komponen Utama
1. Membran digunakan sebagai tempat hasil jiplakan fragmen RNA dari gel agarosa
formaldehid. Membran yang digunakan pada Northern blooting adalah nilon.

2. Probe atau RNA probe adalah fragmen yang digunakan untuk hibridisasi asam
nukleat. Probe dilengkapi semua, atau sebagian, urutan basa komplementer dari
urutan mRNA target.

C. Tahapan Northern Blot


1. Isolasi RNA. Isolasi RNA dapat dilakukan dengan beberapa tahap berikut, yaitu:
a. Penghancuran dinding sel. Lisis dilakukan Pemurnian RNA menggunakan
detergen. Pengotor akibat lisis sel dipisahkan dengan cara sentrifugasi.
Kemudian molekul nukleotida (DNA dan RNA) dipisahkan dari protein
menggunakan fenol.
b. Penghilangan protein dan DNA. Enzim DNAase digunakan untuk
menghancurkan DNA sehingga RNA diisolasi secara utuh
c. Pemurnian RNA. Purifikasi RNA dapat dilakukan dengan mencampur larutan
tersebut dengan PCl yang berfungsi memekatkan, memisahkan RNA dari
larutan, dan mengendapkan.

47
2. Elektroforesis Merupakan tahap dimana RNA dielektroforesis menggunakan gel
agarosa formaldehida.

Gel dapat diwarnai dengan ethidium bromide (EtBr) dan dilihat di bawah
sinar UV untuk mengamati kualitas dan kuantitas RNA sebelum blotting.
3. Transfer ke membran dan imobilisasi. Tahap dimana RNA yang sebelumnya telah
berhasil diisolasi kemudian ditransfer ke membran nilon. Membran nilon dengan

48
muatan positif paling efektif untuk digunakan dalam northern blot karena asam
nukleat bermuatan negatif sehingga memiliki afinitas tinggi. Transfer buffer yang
digunakan mengandung formamida karena menurunkan suhu dari interaksi probe-
RNA yang dapat menyebabkan degradasi RNA.

Setelah RNA ditransfer ke membran, maka membran harus segera disiapkan


untuk crosslink RNA dengan sinar UV Tujuan crosslink RNA adalah untuk
membuat RNA terikat kuat di membran

4. Prehibridisasi dan hibridisasi dengan probe. Tujuan dilakukannya prehibridisasi


sebelum hibridisasi adalah memblok bagian nonspecific untuk mencegah probe
yang single strand dari mengikat sembarang bagian pada membran. Hibridisasi
asam nukleat mensyaratkan bahwa probe ini melengkapi semua atau sebagian, dari
urutan mRNA target Probe harus diberi label baik dengan isotop radioaktif (32P)
atau dengan chemiluminescence di mana alkali fosfatase atau horseradish
peroxidase (HRP) memecah chemiluminescent substrat menghasilkan emisi
terdeteksi cahaya.

49
5. Pencucia. Tujuan dari pencucian membran adalah untuk memastikan bahwa probe
telah terikat secara khusus dan untuk mencegah sinyal balik yang timbul. Hal ini
juga dilakukan untuk menghilangkan unhibridisasi probe, dengan larutan buffer
misalnya dengan Sodium Citrate.

6. Deteksi. Jika probe radiolabeled selesai digunakan, blot disimpan dalam bungkus
pastik agar tidak kering kemudian membran di autoradiografi dengan X-ray.
Tahapan deteksi dalam Northern Blot dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
Radioaktivitas (Probe ditandai dengan 32P (atau 33p) dan Non-radioaktif (Deteksi
dilakukan dengan pewarnaan, misalnya dengan teknik chemiluminescence).

50
GENE EXPRESSION IN THE EUKARYOTIC ORGANISM

A. Pengertian
Gen pada sel eukariotik dibedakan menjadi 3 macam kelas, yaitu gen kelas I
yang merupakan gen pengkode 18SrRNA, 28SrRNA dan 5,8SrRNA (ditranskripsi oleh
RNA polimerase I). Pada gen kelas I terdapat dua macam promoter yaitu promoter
antara (spacer promoter) dan promoter utama; gen kelas II merupakan semua gen yang
mengkode protein dan beberapa RNA berukuran kecil yang terdapat di dalam nukleus
(ditranskripsi oleh RNA polimerase II). Promoter gen kelas II terdiri atas 4 elemen yaitu
sekuens pemulai (initiator) yang terletak pada daerah inisiasi transkripsi, elemen hilir
(downstream) yang terletak disebelah hilir dari titik awal transkripsi, TATA box dan
suatu elemen hulu (upstream); gen kelas II merupakan Gen-gen yang mengkode tRNA,
5SrRNA dan beberapa RNA kecil yang ada di dalam nukleus (ditranskripsi oleh RNA
polimerase III). Sebagian besar gen merupakan suatu cluster dan berulang. Berikut
disajikan gambar mengenai proses transkripsi dan translasi dalam sel eukariotik.

Mekanisme sel eukariotik lebih kompleks daripada mekanisme dalam sel


prokariotik. Pada eukariotik terdapat tiga gen kelas yang mempunyai peran dalam
proses transkripsi. Selain itu, dalam sel eukariotik mempunyai RNA polymerase yang
bermacam-macam sesuai dengan fungsinya. Terdapat RNA polymerase I, II, dan III
dengan masing-masing RNA polymerase mempunyai fungsi yang berbeda-beda.
Selanjutnya, sebelum RNA polymerase menempel pada promoter, terdapat faktor-
faktor transkripsi yang membantu RNA polymerase. RNA polimerase I dibantu SL1
dan UBF, kemudian RNA polimerase II dibantu dengan TFIIA, TFIIB, TFIID, TFIIE,
TFIIF, TFIIH dan TFIIJ, selanjutnya RNA polimerase III dipandu oleh TFIIIA, TFIIIB,
TFIIIC ama protein TBP. Faktor TBP merupakan protein yang diperlukan jika gen-gen

51
tidak mempunyai TATA box. Setelah RNA polimerase dibantu dengan faktor
transkripsi (TF) menuju ke TATA box kemudian terjadi proses elongasi dan berhenti
sampai bertemu terminator.

Proses transkripsi akan mengalami pembentukan molekul RNA dengan


menggunakan DNA sebagai cetakannya. Namun, tidak semua bagian DNA akan
ditranskripsikan, tetapi hanya bagian tertentu saja. Bagian tertentu tersebut disebut
dengan gen. Keseluruhan DNA baik gen maupun sekuensi DNA bukan penyandi (non-
coding) yang dikandung oleh suatu organism disebut genom. Proses transkripsi
menghasilkan tiga jenis RNA yaitu: RNA duta (mRNA= messenger RNA), RNA
transfer (tRNA = transfer RNA) dan RNA ribosomal (rRNA =ribosomal RNA).
Namun, hanya mRNA yang akan diterjemahkan menjadi protein.

Inisiasi terjadi ketika DNA yang akan mengalami proses transkripsi menempel
pada promoter. Kemudian RNA polimerase akan terikat pada suatu tempat di dekat
promoter, yang dinamakan tempat awal polimerisasi atau tapak inisiasi (initiation site).
Tempat ini sering dinyatakan sebagai posisi +1 untuk gen yang akan ditranskripsi.
Nukleosida trifosfat pertama akan diletakkan di tapak inisiasi dan sintesis RNA pun
segera dimulai. Elongasi merupakan pengikatan enzim RNA polimerase beserta
kofaktor-kofaktornya pada untai DNA cetakan membentuk kompleks transkripsi.
Terminasi yaitu berakhirnya polimerisasi RNA ditandai oleh disosiasi kompleks
transkripsi atau terlepasnya enzim RNA polimerase beserta kofaktor-kofaktornya dari
untai DNA cetakan.

B. Proses
Proses ekspresi gen dalam organisme sel eukariotik ada dua proses yaitu
transkripsi dan translasi. Masing-masing proses tersebut mempunyai tahapan yaitu
inisiasi, elongasi, dan terminasi. Tahap inisiasi terjadi ketika sekelompok protein pada
eukariot yang disebut faktor transkripsi memediasi pengikatan RNA polimerase dan
inisiasi transkripsi. RNA polimerase II dapat berikatan dengan promoter. Keseluruhan
kompleks faktor transkripsi dan RNA polimerase II yang terikat ke promoter disebut
kompleks inisiasi transkripsi. Peran faktor transkripsi dan suatu sekuens DNA promoter
disebut kotak TATA (TATA box) dalam pembentukan kompleks pada promotor
eukariotik. RNA ditranskripsikan dalam cetakan DNA, sebelumnya DNA double helix
akan terbuka. Kemudian dalam proses transkripsi RNA (pre-mRNA) pada sel

52
eukariotik diaplikasikan dan dimodifikasikan untuk menghasilkan mRNA yang akan
mengalami perpindahan posisi dari nucleus (inti sel) ke sitoplasma. Pre-MRNA
terdapat intron dan akson. Selanjutnya, terjadi aktivasi asam amino dari sintesis tRNA
yang akan membantu yaitu enzim dan ATP. Setelah intron terpotong, akan
menghasilkan mRNA yang siap ditranslasikan.
Translasi pada eukariot subunit ribosom kecil yang telah berikatan dengan
tRNA inisiator, berikatan dengan tudung 5’ mRNA dan kemudian bergerak, atau
memindai, ke arah hilir di sepanjang mRNA hingga mencapai kodon mulai, dan tRNA
inisiator membentuk ikatan hidrogen dengan kodon tersebut. Pada bakteri maupun
eukariota, kodon mulai memberi sinyal-sinyak agar translasi dimulai. Penggabungan
mRNA, tRNA inisiator, dan subunit ribosom kecil diikuti oleh pelekatan subunit
ribosom besar, sehingga kompleks inisiasi translasi pun lengkap.

C. Aplikasi
Aplikasi ekspresi gen dalam organisme eukariotik yaitu pada kasus infertilisasi
pria. Penyebab infertilisasi pada pria dapat diketahui melalui ekspresi gen. salah satu
53
penyebabnya yaitu adanya oligozoospermia yaitu jumlah spermatozoa yang kurang dari
normal. Hal ini terjadi karena gangguan pembelahan mitosis dan meiosis atau adanya
proses apoptosis yang berlebihan. Cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui
penyebab infertilisasi pria yaitu dengan uji pearson sehingga dapat diketahui tingkat
ekpresi gen pada oligozoospermia. Selain itu, terdapat pula aplikasi pada tanaman padi
untuk memperbaiki sifat genetiknya. status perkembangan perbaikan sifat genetik padi
menggunakan transformasi agrobacterium. Berfungsi untuk meningkatkan sifat genetic
pada tanaman padi agar menjadi lebih unggul. Hal ini dilakukan dengan transfer gen
yang memungkinkan penyisipan gen penting saja dengan haraoan gen sifat lain tidak
berubah.
Gen padi yang disisipkan pada genom tanaman harus dapat diekspresikan
sehingga menghasilkan protein yang diinginkan. Untuk dapat meningkatkan ekspresi
gen pada tanaman dilakukan dengan memodifikasi penggunaan kodon yang sesuai.
Aplikasi ini dapat memperbaiki mutu tanaman padi. Kemudian terdapat pula aplikasi
untuk mengetahui kualitas tanaman melon menggunakan metode skala greenhouse.
Tahapannya yaitu dengn isolasi RNA, isolasi RNA dilakukan sesuai protokol Mini KIT
Isolasi RNA Geneaid, kemudian Reverse Transcription-PCR (RT-PCR), selanjutnya
elektroforesis pada gel Agarosa 1,5%, dan terakhir yaitu Real Time PCR untuk deteksi
dan mengetahui ekspresi gen CmBG1. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan
software CFX, sedangkan ekspresi gen dapat dianalisis menggunakan relative
quantitation. Hasil yang diperoleh yaitu konsentrasi dan ekspresi gen CmBG1 melon
TACAPA yang ditanam pada medium tanah karst jauh lebih besar dibandingkan tanah
kontrol.
Aplikasi ekspresi gen berikutnya yaitu aplikasi teknologi RNA interference
(RNAi) pada ikan. RNAi merupakan suatu proses membloking ekspresi gen pada fase
post-transkripsi dengan cara menginduksi double stranded RNA (dRNA) ke dalam sel
target, sehingga menempel pada sekuen mRNA dan memicu degradasi. Percobaan
menggunakan antisense RNA untuk menghambat ekspresi gen. Pada tumbuhan dan
hewan, termasuk ikan, temuan dari beberapa kelas yang berbeda dari regulasi kecil
RNA dapat diambil sebagai bukti bahwa regulasi RNA mungkin memiliki banyak
fungsi yang berbeda. Hal ini merupakan alasan untuk mempelajari jalur regulasi RNA
pada ikan serta hewan lainnya. Respon non-spesifik terlihat ketika menyuntikkan
dsRNAs panjang ke embrio ikan zebra, sehingga RNAi awalnya dianggap sebagai
teknik praktis untuk knock-down gen spesifik pada ikan sebagaimana juga terjadi pada
54
studi pertama dalam sel mamalia. Berbeda pada sel mamalia, hal ini masih berlaku
ketika menyangkut ikan. Karena efek off-target, penggunaan morpholinos untuk
pencabutan ekspresi gen tertentu telah menjadi metode pilihan dalam embrio ikan. Tapi
dengan mempertimbangkan regulasi kecil RNA membentuk bagian alami dari sel yang
memiliki sistem regulasi gen, para peneliti mempelajari mekanisme RNAi serta desain
alami RNA kecil, dan akhirnya mampu menghasilkan siRNAs tersebut yang dapat
menghindari efek off-target dengan spesifisitas tinggi terhadap target.
Embrio yang berkembang akan bergantung pada durasi waktu yang tepat dari
perkembangan gen ekspresi, efek non-spesifik terlihat pada embrio ikan diobati dengan
regulasi RNA sintetik, apakah dsRNAs lebih kecil atau lebih, mungkin disebabkan oleh
kejenuhan dari mekanisme pengaturan RNA endogen yang bertanggung jawab untuk
regulasi gen endogen. Selain itu, dalam kebanyakan studi, dsRNA telah lama digunakan
sebagai mediator RNAi. Sebagai konsekuensinya, banyak efek non-spesifik dilihat
dalam studi ini, mungkin disebabkan oleh respons interferon yang merupakan respon
umum yang diamati pada ikan dan vertebrata lainnya yang disuntik dengan dsRNAs
panjang (> 30 pasangan basa). Penggunaan dsRNAs pendek dalam kultur sel dan ikan
remaja, masalah dengan respon interferon masih muncul tapi tampaknya tergantung
pada pilihan metode produksi siRNA dan reagen yang digunakan untuk transfeksi
regulasi RNA. Umumnya, masalah yang dihadapi sama dengan yang ditemui dalam
vertebrata yang lebih tinggi. Sebuah upaya besar telah dimasukkan ke dalam
karakterisasi RNAi dan penggunaannya dalam invertebrata dan mamalia, yang
mungkin adalah kunci keberhasilan dalam organisme tersebut. Masih banyak penelitian
yang jelas diperlukan untuk mengatasi kegunaan dari mekanisme RNAi untuk menutup
gen dalam embrio ikan, ikan dan sel ikan.

55
56

Anda mungkin juga menyukai