Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN III DI RUANG VK IGD KEBIDANAN

PARTUS PREMATURE IMMINENS

OLEH :

RIDA NURUL HASANAH


NIM : P031815401028

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN RIAU
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI DIII KEBIDANAN
PEKANBARU
2022
PARTUS PREMATURE IMMINENTS
A. Defenisi

Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus prematur adalah


persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37
minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) menyatakan bahwa bayi premature adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan 37 minggu atau kurang.

Menurut Wibowo (2007), persalinan prematur adalah kontraksi uterus yang


teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu , dengan interval
kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau lebih
tanda berikut: (1) perubahan serviks yang progresif (2) dilatasi serviks 1 sentimeter
atau lebih (3) penipisan serviks 80 persen atau lebih. Menurut Oxorn (2010), partus
prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi
uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya
bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu
(kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa Partus Prematurus
Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya
tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37
minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.

B. Etiologi dan Faktor Resiko

Adapun Penyebab Terjadinya Premature Kontraksi menurut,


(Wiknjosastro, 2012),yaiyu :

a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
b. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap
7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
c. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
d. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
e. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
f.Selaput amnion seringkali telah pecah,
g. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.

Menurut Nugroho (2010), faktor yang mempengaruhi prematuritas adalah


umur ibu, suku, bangsa, sosial dan ekonomi, bakterinuria, BB ibu sebelum hamil
dan sewaktu hamil, kawin dan tidak kawin (tidak sah 15% prematur, kawin sah
13% prematur), prenatal (antenatal) care, anemia, penyakit jantung, jarak
persalinan yang terlalu rapat, pekerjaan yang terlalu berat sewaktu hamil.
Namun menurut Rompas (2008) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan
partus prematurus yaitu :
a. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali
uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat
abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.
b. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan
pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih
dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada
trimester I lebih dari 2 kali.

C. Tanda dan gejala Partus Premature Imminesns

Tanda gejala Tanda utama dari persalinan prematur adalah adanya kontraksi,
kontraksi ini harus dibedakah antara kontraksi sebenarnya atau palsu, kontraksi
yang sebenarnya selalu disertai dengan adanya pembukaan dan penipisan serviks,
dan terjadi pada usia kehamilan < 37 minggu.10 Sering terjadi kesulitan dalam
menentukan adanya persalinan prematur mengancam, Tidak jarang kontraksi yang
timbul pada kehamilan tidak benarbenar merupakan proses persalinan prematur,
beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai diagnosa persalinan prematur adalah
a) Kontrakasi yang berulang sedikitnya 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali
dalam 10 menit
b) Andanya nyeri pada punggung sebelah bawah
c) Perdarahan bercak
d) . Perasaan menekan pada daerah serviks
e) . Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan
sedikitnya 2 cm
f) Penipisan 50 – 80 %
g) Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika
h) Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya
persalinan (kontraksi) atau sebaliknya
i) Terjadi pada usia kehamilan 22 - < 37 minggu. 9

D. Patofisiologi
Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan dalam
4 golongan yaitu :
1) Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
2) Inflamasi/infeksi
3) Perdarahan plasenta
4) Peregangan yang berlebihan pada uterus

Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa terjadi
pada primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik. Adanya stres fisik
maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis Hypothalamus-
Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya persalinan prematur.
Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan
mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan
mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon Corticotropin Releasing Hormone
(CRH), perubahan pada Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin,
reseptor oksitosin, matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8,
cyclooksigenase-2, dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta
dan pembesaran kelenjar adrenal.
Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi bakteri
yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab
potensial terjadinya persalinan prematur
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan
plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan
mengakibatkan kontraksi miometrium Perdarahan pada plasenta dan desidua
menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase
akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian
trombin mampu menstimulasi kontraksi miometrium.
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang bisa
disebabkan oleh kehamilan kembar, 10 polyhydramnion atau distensi berlebih
yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada serviks.
Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2

E. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang
terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan
infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya
penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko
infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal,
necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung
kongestif, perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia,
sepsis dan kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada
persalinan prematuritas adalah :
a) Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi premature
b) Gangguan respirasi
c) Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan
immaturitas jaringan otak
d) Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi
aterm
e) Cerebral palsy
f) Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi
prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum
aterm).

F. Penatalaksanaan Persalinan Prematur

Prinsip penatalaksanaan kehamilan prematur adalah menunda persalinan dan


mempersiapkan organ janin, terutama paru-paru, janin, sehingga janin dapat lahir
pada usia kehamilan dengan mendekati cukup bulan sehingga morbiditas dan
mortalitas janin dapat menurun.
10 Penatalaksanaan kehamilan prematur mengancam pada beberapa faktor
dimana persalinan tidak dapat dihambat bila kondisi selaput ketuban pecah,
pembukaan servik yang lebih dari 4 cm, usia kehamilan dengan tafsiran berat
janin > 2.000 gr atau kehamilan > 34 minggu, terjadi penyulit / komplikasi
persalinan prematur, terutama kurangnya fasilitas neonatal intensive care. oleh
karena itu perlu dilakukan mencegahan persalinan prematur dengan pemberian
tokolitik, pematangan surfaktan pada paru janin yaitu kortikosteroid serta
mencegah terjadinya infeksi.
Ada 2 prinsip penatalaksanaan persalinan prematur yaitu penundaan
persalinan dengan menghentikan kontraksi uterus atau persalinan berjalan terus
dan siap penanganan selanjutnya.
a. Tirai Baring Kepentingan istirahat rebah disesuaikan kebutuhan ibu, namun
secara statistik tidak terbukti dapat mengurangi kejadian persalinan prematur.
b. Hidrasi dan sedasi Hidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk
mencegah persalinan preterm, karena sering terjadi hipovalemik pada ibu dengan
kontraksi prematur, walaupun mekanisme biologisnya belum jelas. Preparat
morfin dapat digunakan untuk mendapatkan efek sedasi (tenang/mengurangi
ketegangan)
c. Pemberian tokolitik Adapun tokolitik yang digunakan pada kasus dengan
persalinan prematur adalah:
1) Nifedipine Nifedipine adalah antagonis kalsium, diberikan per oral. Dosis
insial 20 mg, dilanjutkan 10-20 mg, 3-4 kali perhari, disesuaikan dengan aktifitas
uterus sampai 48 jam. Dosis maksimal 60mg/hari, komplikasi yang dapat terjadi
adalah sakit kepala dan hipotensi. Cara pemberian nifedipin 10 mg/oral diulang 2
– 3 kali / jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang,
2) COX (cyclo-oxygenase)-2-inhibitors Indomethacine. Dosis awal 100 mg,
dilanjutkan 50 mg peroral setiap 6 jam untuk 8 kali pemberian. Jika pemberian
lebih dari 2 hari, dapat menimbulkan oligohidramnion akibat penurunan renal
blood flow janin. Indomethacine direkomendasikan pada kehamilan > 32 minggu
karena dapat mempercepat penutupan duktus arteriosus (PDA).
3) Magnesium sulfat Magnesium sulfat dipakai sebagai tokolitik
yangdiberikan secara parenteral. Dosis awal 4-6 gr IV diberikan dalam 20 menit,
diikuti 1-4 gram per jam tergantung dari produksi urine dan kontraksi uterus. Bila
terjadi efek toksik berikan kalsium glukonas 1 gram secara IV perlahanlahan.
4) Beta2-sympathomimetics Saat ini sudah banyak ditinggalkan. Preparat yang
biasa dipakai adalah ritodrine, terbutaline, salbutamol, isoxsuprine, fenoterol dan
hexoprenaline. Dosis : 50 mg dalam 500 ml larutan glukosa 5%. Dimulai dengan
10 tetes per menit dan dinaikkan 5 tetes setiap 10 menit sampai kontraksi hilang.
Infus harus dilanjutkan 12-48 jam setelah kontraksi hilang. Selanjutnya diberikan
dosis pemeliharaan 1 tablet (10 mg) setiap 8 jam setelah makan.
Nadi ibu, tekanan darah dan denyut jantung janin harus dimonitor selama
pengobatan. Kontraindikasi pemberian adalah penyakit jantung pada ibu,
hipertensi atau hipotensi, hipertiroid, DM gestasional dan perdarahan antepartum.
Efek samping yang dapat terjadi pada ibu adalah palpitasi, rasa panas pada muka
(flushing), mual, sakit kepala, nyeri dada, hipotensi, aritmia kordis, edema paru,
hiperglikemia dan hipoglikemia. Efek samping pada janin antara lain fetal
takikardi, hipoglikemia, hipokalemia, ileus dan hipotensi.
5) Progesterone progesterone dapat mencegah persalinan prematur. Injeksi 1-
alphahydroxprogesterone caproate menurunkan persalinan prematur berulang.
Dosis 250 mg (1 mL) IM tiap minggu sampai 37 minggu atau sampai persalinan.
Pemberian dimulai 16-21 minggu kemudian. (Cunningham, 2013)
Bila tokolitik tidak berhasil, lakukan persalinan dengan upaya optimal
(persalinan berlanjut). Jangan menghentikan kontraksi uterus bila :
a) Usia kehamilan > 35 tahun
b) Servik membuka > 3 cm
c) Perdarahan aktif
d) Janin mati dan adanya kelainan kongenital yang kemungkinan hidup kecil
e) Adanya korioamnionitis
f) Pre-eklampsia
6) Pemberian kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru
janin, menurunkan insiden RDS, mencegah perdarahan intra ventricular yang
akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana
usia kehamilan kurang dari 3 minggu.
Obat yang diberikan adalah dexametason atau betametason. Pemberian steroid
ini tidak diulang karena risiko terjadi pertumbuhan janin terhambat. Pemberian
siklus tunggal kortikosteroid adalah batametason 2 x12 mg/IM dengan jarak
pemberian 24 jam. Sedangkan dexametason 4x6 mg/IM dengan jarak pemberian
12 jam. 7) Pemberian antibiotik Antibiotik hanya diberikan bilamana kehamilan
mengandung risiko terjadinya infeksi. Obat yang diberikan eritromisin 3 x 500 mg
selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau
dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin.

Anda mungkin juga menyukai