Anda di halaman 1dari 7

NAMA : SYAFIQ SAHASIKA SOESETYO

NIM : 22141009

MATKUL : BIMBINGAN DAN KONSELING

JUDUL : PENDIDIKAN DAN PENENGANAN ANAK YANG MENGALAMI


KESULITAN BELAJAR DI SEKOLAH DASAR

1. Latar Belakang Bimbingan dan Konsuling di SD


UU Sisdiknas Nomor 3 Tahun 2003, pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan keterampilan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bernilai guna bersamaan dengan pembentukan kehidupan bangsa, dengan tujuan
untuk mengembangkan kesempatan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia. , sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, dirumuskan tujuan pendidikan dasar yaitu
membekali peserta didik dengan keterampilan dasar untuk mengembangkan
kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota
kemanusiaan, serta mempersiapkan peserta didik untuk menempuh pendidikan
menengah. . (Pasal 3 PP No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar). Pendidikan
dasar merupakan dasar pendidikan lanjutan dan pendidikan masyarakat. Oleh karena
itu, kekayaan suatu bangsa tidak hanya terdiri dari sumber daya alam yang melimpah,
tetapi juga sumber daya alam yang berkualitas tinggi. Sumber daya alam yang
berkualitas tinggi adalah sumber daya manusia, sehingga sumber daya manusia
Indonesia harus diperluas sebagai kekayaan nasional abadi dan investasi untuk
mencapai kemajuan nasional. Kepemimpinan dan bimbingan merupakan bagian
penting dari proses pendidikan sebagai suatu sistem. Menurut tim pengembang
MKDK IKIP Semarang, proses pelatihan merupakan proses interaktif input alat dan
input mentah. Raw inputnya adalah peserta didik, sedangkan tool inputnya adalah
tujuan pendidikan, kerangka kerja, tujuan dan materi kurikulum, lembaga dan media
pendidikan, sistem manajemen dan pengendalian pendidikan, sistem distribusi, tenaga
pengajar, sistem evaluasi dan pedoman penasehat (Pengembangan MKDK IKIP
Semarang). Tim, 1990:
58). 
2. Tujuan Bimbingan dan Konseling di SD
A. Untuk Mengetahui Perlunya Bimbingan dan Konseling Di SD
B. Untuk mengetahui kondisi belajar mengajar
C. Untuk Mengetahui Kriteria Masalah
D. Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Masalah Yang Sering Terjadi

3. Materi Bimbingan dan Konseling di SD


A. PERLUNYA BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD
Setelah melalui pertimbangan yang matang, perlunya bimbingan setidaknya
didasarkan pada tiga faktor utama, yaitu pertimbangan umum, aspek sosial budaya
dan aspek psikologis. Secara umum, latar belakang perlunya kepemimpinan sangat
erat kaitannya dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian dan disiplin, pekerja
keras, pekerja keras, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan profesional, serta sehat
jasmani dan rohani. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya diperlukan keterpaduan
seluruh komponen pelatihan yang ada, salah satunya adalah komponen penyuluhan.
Dari segi sosial budaya, perlunya proses pendampingan didasari oleh pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi segala bidang
kehidupan. Ditambah dengan pertumbuhan penduduk yang cepat, sementara tingkat
lapangan kerja relatif stabil. Menurut Tim MKDK IKIP Semarang (1990:5-9) ada
lima hal yang melatarbelakangi perlunya layanan bimbingan di sekolah yakni:
1. Masalah perkembangan individu,
2. Masalah perbedaan individual,
3. Masalah kebutuhan individu,
4. Masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku, dan
5. Masalah belajar

B. Masalah-masalah Belajar Internal dan Eksternal

Pada umumnya belajar dipengaruhi oleh kondisi belajar internal dan eksternal. Pertama-
tama, kondisi ini meliputi lingkungan fisik. Lingkungan fisik yang ada di dalam dan di
sekitar proses pembelajaran mempengaruhi pembelajaran. Kedua, iklim emosional siswa.
Suasana emosional siswa mempengaruhi proses belajar siswa. Hal ini dapat diamati ketika
keadaan emosi siswa tidak stabil, pembelajaran terganggu. Ketiga, lingkungan sosial.
Lingkungan sosial yang ada di sekitar siswa juga mempengaruhi cara belajar siswa.  Di
bawah ini adalah masalah-masalah belajar yang bersifat internal dan masalah-masalah
yang bersifat eksternal:

1. Masalah belajar internal adalah masalah yang timbul dari dalam diri siswa atau faktor-
faktor internal yang ditimbulkan ketidak beresan siswa dalam belajar. Faktor internal
berasal dari dalam diri anak itu sendiri, seperti:
a. Kesehatan
b. Rasa aman
c. Faktor kemampuan intelektual
d. Faktor afektif seperti perasaan dan percaya diri
e. Motivasi

Masalah belajar eksternal adalah masalah-masalah yang timbul dari luar diri siswa sendiri
atau faktor-faktor eksternal yang menyebabkan ketidak beresan siswa dalam belajar.
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa, seperti:

a. Kebersihan rumah
b. Udara yang panas
c. Ruang belajar yang tidak memenuhi syarat
d. Alat-alat pelajaran yang tidak memadai
e. Lingkungan sosial maupun lingkungan alamiah

C. KRITERIA MASALAH
Pada dasarnya, masalah dicirikan oleh kesenjangan antara aspirasi dan kenyataan.
Namun, tidak semua masalah perlu ditangani melalui konsultasi. Masalah tersebut
harus diatasi melalui konseling jika memenuhi kriteria tertentu. Pada dasarnya
masalah ini berasal dari masalah yang cukup serius, cukup mengguncang kepribadian
subjek, masalah selalu mentok sehingga pikiran dan perasaan subjek tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan mempengaruhi perubahan fisiologis tubuh.
Di sisi lain, masalahnya berada di luar jangkauan yang dapat dikelola untuk
mengurangi, menyebarkan, atau menyelesaikannya sendiri. Sementara jika masalah
tidak diselesaikan, merugikan diri sendiri dan orang lain, menimbulkan hambatan
perkembangan, penyimpangan sikap dan perilaku, perilaku buruk dan kekurangan
lainnya. Selain itu, mentee secara sadar membutuhkan bantuan orang lain untuk
menghadapi, mengatasi, dan memecahkan masalah yang berada di luar
kemampuannya. Jadi masalah ini harus ditangani dengan cara khusus dan cara yang
tepat. Dengan kata lain, masalah diselesaikan dengan bantuan orang lain yang
memiliki keahlian atau kompetensi tergantung pada sifat dan tingkat masalah yang
perlu ditangani secara profesional. Walaupun masalah tersebut cukup serius dan
spesifik sifatnya dan menimbulkan ketegangan, kecemasan, ketakutan, frustasi atau
konflik, namun masalah tersebut masih dalam jangkauan profesi konseling, masih
dalam kategori “normal”, belum pada “abnormal”. " Kategori. Ketika masalah klien
mencapai tingkat yang sangat penting, tidak perlu, di luar jangkauan konsultan, perlu
"merujuk" ke psikologi klinis. Terlebih-lebih bila diagnosa masalah mengidentifikasi
adanya simtoma abnormalitas atau psikosis, maka merupakan kewenangan psikiater
untuk menanganinya.Berikut ini adalah kriteria masalah dalam konseling secara
prinsip, antara lain:
1. Masalah sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang tergolong serius,
sifatnya khas dan cukup mengguncangkan kehidupan secara sosial maupum pribadi
dari konseli. Masalah yang dihadapi oleh konseli itu mempengaruhi kehidupan
pribadi maupun sosial dari konselinya.
2. Masalah yang cukup serius selalu mengganggu pikiran dan perasaan, dan masalah
tersebut tidak dapat diatasi atau diselesaikan oleh orang itu sendiri. Masalah ini
merupakan masalah dimana controllable tidak dapat menyelesaikan masalah dengan
sendirinya. Disini supervisor membutuhkan bantuan dosen untuk memecahkan
masalah tersebut. 

3. Apabila masalah tersebut tidak diselesaikan atau dibiarkan tidak terselesaikan maka
akan menimbulkan kerugian bagi subjek atau pihak lain yang dapat menimbulkan
masalah baru. Jika masalah yang dihadapi oleh mentee tidak diselesaikan atau tidak
segera diselesaikan, masalah ini dapat menimbulkan masalah baru dan mengganggu
kehidupan mentee. Oleh karena itu, masalah yang dihadapi oleh pihak yang
dikendalikan harus segera diselesaikan. 
4. Sebaliknya, mentee membutuhkan bantuan untuk memecahkan masalah secara
memadai sehingga ia dapat mengembangkan kepribadian yang "seimbang", produktif
dan sehat. Mentee selalu membutuhkan bantuan mentor untuk memecahkan masalah.
Diharapkan setelah mendapat bantuan dari Konselor, Konselor dapat mencapai
potensi penuhnya dan menjalani kehidupan yang seimbang, produktif dan sehat.
5.  Dengan kata lain, orang yang berkompeten dan berwenang harus menangani masalah
secara profesional. Dalam menangani masalah orang yang dibimbing hendaknya
ditangani oleh orang yang profesional yang berpengalaman dalam bidang bimbingan
dan konseling. Saat mengerjakan masalah yang belum ditangani oleh seorang
profesional, kecemasan muncul ketika solusinya tidak memenuhi harapan supervisor
atau tidak memenuhi tugas perkembangan supervisor. 
6. Akhirnya, kami mencatat bahwa hal yang dimaksud adalah kompetensi konsultan,
yaitu. Masalah yang mempengaruhi orang biasa. Konselor akan membantu
menyelesaikan masalah hanya Konselor yang masih dalam keadaan normal atau yang
tidak mengalami gangguan jiwa (abnormal). Jika mata pelajaran sudah dalam keadaan
tidak normal, bukan lagi menjadi tanggung jawab guru. Dengan kata lain, kasusnya
bisa diserahkan kepada orang yang lebih berpengalaman, seperti psikiater. 
D. JENIS-JENIS MASALAH YANG SERING TERJADI
Berikut ini ada beberapa masalah yang dialami oleh para remaja di sekolah
menengah, antara lain:
1. Masalah Emosi
Secara tradisional, masa remaja dipandang sebagai masa badai dan stres—masa ketika
ketegangan emosional meningkat akibat perubahan fisik dan kelenjar. Emosi remaja
seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan terkadang tampak kurang rasional. Ini
tercermin dalam gejalanya, misalnya kemarahan. Situasi demikian seringkali
menimbulkan berbagai masalah terutama dalam kaitannya dengan adaptasi terhadap
lingkungannya. 
2. Masalah Penyesuaian Diri
Salah satu tugas remaja yang paling sulit menyangkut penyesuaian sosial. Remaja
harus beradaptasi dengan lawan jenis dan dengan remaja lain serta dengan orang
dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Pada tahap ini, remaja lebih banyak
menghabiskan waktu di luar rumah bersama teman-temannya secara berkelompok,
sehingga dapat dipahami bahwa pengaruh teman sebaya terhadap segala perilaku,
sikap, minat, dan cara hidup lebih besar dibandingkan pengaruh keluarga. Perilaku
anak muda sangat bergantung pada pola perilaku kelompok. Masalahnya adalah
ketika mereka salah paham satu sama lain. 
3. Masalah Perilaku Seksual
Tugas perkembangan yang harus diselesaikan remaja akibat kematangan seksual
adalah hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis dan mempelajari peran
gender yang mereka ketahui. Pada masa ini, kaum muda tertarik pada lawan jenis,
mulai romantis, yang diikuti dengan keinginan kuat untuk mendapat dukungan dan
perhatian dari lawan jenis. Itulah mengapa kaum muda memiliki minat yang besar
terhadap seks. 
4. Masalah Perilaku Sosial
Tanda-tanda masalah perilaku sosial pada kaum muda dapat dilihat pada diskriminasi
terhadap orang-orang dari ras, agama, atau latar belakang sosial ekonomi yang
berbeda. Dengan perilaku sosial yang demikian dapat melahirkan geng-geng atau
kelompok remaja yang pendidikannya didasarkan pada kesamaan latar belakang,
agama, suku dan sosial ekonomi. Terbentuknya kelompok atau geng di kalangan
pemuda ini dapat memicu permusuhan antar kelompok atau geng. 
5. Masalah Moral
Masalah moral kaum muda ditandai dengan ketidakmampuan mereka untuk
membedakan antara yang benar dan yang salah. Ini mungkin karena inkonsistensi
dalam ide-ide tentang benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya antar
sekolah, keluarga atau kelompok pemuda. Ketidakmampuan membedakan yang benar
dan yang salah dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan generasi muda pada
khususnya dan semua orang pada umumnya. Untuk mencegah dan mengatasi masalah
tersebut, sekolah harus menyelenggarakan berbagai kegiatan keagamaan dan
meningkatkan karakter. Contoh dari dilema moral ini adalah menyontek saat ujian.  
4. Waktu dan Frekuensi Program
Sampai pertengahan tahun 60, lama sesi psikokonseling biasanya 50 menit bagi
individu dan 80-90 menit bagi sesi konseling kelompok, bahkan di dalam kelompok
yang kompak, sedikitnya 60 menit diperlukan untuk interval pemanasan.Frekuensi
pertemuan bervariasi antara 2 sampai 5 kali seminggu. Umumnya sulit untuk
menentukan frekuensi pertemuan yang lebih sering bagi konseli rawat jalan.

5. Evaluasi
Dalam pelaksanaannya, evaluasi program bimbingan dan konseling dapat ditempuh
dengan empat langkah, yaitu:

A. Merumuskan masalah
B. Mengembangkan atau menyusun instrumen pengumpulan data
C. Mengumpulkan dan menganalisis data untuk mengetahui program mana saja
yang sudah atau belum terlaksana dan program apa saja yang sudah atau belum
mencapai hasil.
D. Melakukan tindak lanjut baik dengan memperbaiki program yang kurang tepat
maupun dengan mengembangkan (menambah atau merubah) suatu hal yang dapat
menunjang keefektifan program.

6. Kesimpulan
Bimbingan dan konseling yang melibatkan lembaga konseling, konselor dan
konselee ini, tentu tidak lepas dari pengaruh dinamisasi ruang dan waktu kehidupan
yang senantiasa menawarkan perubahan. Oleh karenanya, agar bimbingan dan
konseling ini senantiasa efektif dan berkembang lebih baik, maka ke tiga unsur yang
ada dalam konseling tersebut harus senantiasa ditinjau ulang, baik secara teori
maupun praktik. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir kesalahpahaman
pemaknaan yang tentu saja akan berdampak pada praktiknya. Banyaknya problem
yang terjadi dalam konseling, problematika konselor dan konselee kebanyakan lahir
dari ketidakpahaman yang mendalam tentang konseling. Oleh karena itu, image ketiga
unsure konseling harus benar-benar dibangun kembali menjadi lembaga yang benar-
benar nyaman untuk sharing yang solutif berbagai macam masalah yang dihadapi
peserta didik. Ketiga unsur di atas bukanlah hal yang berjalan sendiri-sendiri,
melainkan saling terkait antara satu dan yang lain. Maka, semuanya harus dipahami
secara utuh agar pelaksanaanya bisa optimal.

Anda mungkin juga menyukai