Anda di halaman 1dari 30

DOMINASI PENJAJAH TERHADAP SUBALTERN DALAM NOVEL LARASATI

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER (SUATU PENDEKATAN


POSKOLONIAL GAYATRI C. SPIVAK)

Nur Fauziah Saputri S.


Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar
E-mail: nurfauziah.saputri27@gmail.com

ABSTRAK

NUR FAUZIAH SAPUTRI, 2019. “Dominasi Penjajah terhadap


subaltern dalam novel Larasati Karya Pramoedya Ananta Toer (Suatu Pendekatan
Poskolonial Gayatri C. Spivak)” Skripsi. Jurusan Bahasa dan sastra Indonesia,
Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makasssar. (Dibimbing oleh
Anshari dan Faisal).

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan adanya bentuk dominasi


penjajah terhadap subaltern, pengaruh yang di timbulkan dari dominasi penjajah
terhadap subaltern serta bentuk-brntuk perlawanan yang dilakukan oleh subaltern
kepada penjajah sebagai upaya pemertahanan hak nasionalisme bangsa Indonesia.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif.


Data penelitian berupa teks yang terdapat pada novel Larasati karya Pramodya
Ananta Toer. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik baca, dan catat.
Analisis data dengan menganalisis bentuk bentuk dari dominasi dan pengaruh
dominasi penajajah serta bentuk perlawanan subaltern yang terdapat dalam novel
sehingga diuraikan dalam bentuk narasi.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa, adanya dominasi


penjajah terhadap subaltern dalam bentuk penindasan dan kekuasaan, yang
dimiliki Bangsa Belanda yang memegang peran superior. Pengaruh dominasi
penjajah terhadap subaltern dalam bentuk segi fisik dan batin (mental) yang
mengakibatkan perubahan fisik dan melemahnya mental, menimbulkan ketakutan,
paranoid dan rasa dendam oleh subaltern. bentuk perlawanan subaltern terhadap
para penjajah dengan bentuk cacian, pemberontakan dan pertempuran.

Kata kunci: novel, subaltern Gayatri C. Spivak, Poskolonial

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


1
PENDAHULUAN Karya sastra disampaikan
Karya sastra lahir dari hasil secara objektif dan imajinatif
cipta kreatif seorang pengarang yang didukung oleh adanya data, fakta,
menuangkan ide-ide dan gagasan bukti, dan pengalaman pribadi serta
pemikirannya setelah melihat realitas daya bayang dari seorang pengarang,
sosial yang ada. Pada hakikatnya hal ini menjadikan karya sastra
karya sastra merupakan bentuk sebagai dokumen sosial maupun
sebuah kenyataan, baik kenyataan dokumen sejarah yang dapat
sosial mengenai manusia dan mengungkapkan kejadian-kejadian
kemanusiaan serta hidup dan yang terjadi dalam masyarakat pada
kehidupan yang dituangkan dalam masa karya sastra tersebut tercipta
bentuk media bahasa dengan sehingga mampu menjadi sumber
penyampaian secara objektif dan ilmu pengetahuan terhadap pembaca
imajinatif. Menurut Juanda dalam sama halnya budaya. Seperti yang di
jurnalnya, keberadaan bahasa pada katakan Spradley, Kebudayaan
pihak tertentu umumnya mengatakan adalah pengetahuan yang diperoleh
menjadi sebagai penghambat dan digunakan oleh manusia untuk
keberhasilan pengajaran Bahasa. menginterpretasi pengalaman dan
(Juanda, 2012: 28). tingkah laku sosial, (dalam M.
Juanda, 2018).
Menurut Hayadi, (dalam
jurnal Juanda, 2012) penulis karya Kajian kesusastraan indonesia
sastra akan memilih diksi, menguatkan bahwa ada beberapa
menggunakan gaya bahasa yang sastrawan dalam berkarya
tepat dan sebagainya. Sementara itu memperlihatkan hal yang
dalam benak pengarang tersirat bertemakan lingkungan (Juanda,
keinginan untuk menyampaikan 2016; 92).
amanat, menanamkan nilai-nilai
Novel dalam prosa fiksi
moral, baik melalui karakter tokoh,
memiliki kelebihan dalam
perilaku tokoh ataupun dialog.
mengungkapkan secara detail dan
kompleks isi cerita yang mampu

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


1
memberikan gambaran realitas kepenulisan Pram tak ubahnya
melalui usnsur-unsur pembangunnya bentuk-bentuk dari sejarah sosial
seperti peran tokoh, alur, dan latar Indonesia di masa lalu, Pram
yang tercipta dari sudut pandang menjadi saksi atas kekuasaan yang
pengarang dengan menggunkan dilakukan pemerintah secara semena-
bahasa sebagai media. mena kepada rakyat, serta kekuasaan
dari bentuk penjajahan.
Kemampuan tersebut bahkan
dapat mengisahkan seorang tokoh Seperti pada karya sastra
baik dari awal kelahirannya hingga yang akan dikaji dalam penelitian ini
kematiannya yang dibumbui konflik- adalah novel Larasati Karya
konflik sebagai nafas dalam cerita. Pramoedya Ananta Toer, sebuah
Seperti yang di sampaikan Abdul novel revolusioner yang berlatar
Rozak dkk (dalam Purba, 2012: 63). cerita pada masa perjuangan
bersenjata 1945-1950.
Nama Pramodya Ananta Toer
menjadi salah satu pengarang yang Dalam novel Larasati Karya
diagungkan dan disebut-sebut Pramodya Ananta Toer ini, Pram
sebagai penulis besar yang pernah mengungkapkan kisah dari sudut
ada dalam sejarah panjang karya padang perempuan bernama Larasati
sastra di Indonesia, khususnya prosa atau biasa disebut Ara. Ia adalah
fiksi (novel). Hal ini dikarenakan seorang aktris panggung dan bintang
karyanya yang kontroversi mengenai film di Yogyakarta. Awalnya apatis
realitas sosial. Selain itu dalam terhadap revolusi karena baginya
artikel Aghnia Adzakia (2018) hidup adalah uang. Namun di dalam
GoodReads mencatat karya-karya perjalanannya saat berangkat dari
Pram, sapaan dari Pramodya, telah Yogya ke Jakarta, di kereta api
diterbitkan kurang lebih sebanyak 40 banyak hal menarik yang dialami
buah, dengan 21 karya novel dan oleh Ara. Dia bertemu dengan
novelet, di antaranya; Bumi Manusia, banyak pejuang, hal itulah yang
Arus Balik, Gadis Pantai, Larasati membulatkan tekadnya untuk ikut
dan masih banyak lainnya, berjuang mempertahankan revolusi.

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


2
Poskolonial dipilih dan subordinasi, dalam hal ini pola
dianggap tepat karena pendekatannya hubungan tersebut kemudian muncul
yang memusatkan pada proses gambaran-gambaran yang tidak
penundukan atau penjajahan suatu menyenangkan mengenai pihak
bangsa atau negara terhadap bangsa terjajah, yang disebut sebagai
atau negara lain dan pengaruh masyarakat barbar, tidak beradab,
penjajahan terhadap masyarakat bodoh, aneh, mistis, dan tidak
jajahannya. Sesuai dengan novel rasional.
Larasati Karya Pramoedya Ananta
Tema kolonialisme dalam
Toer yang mengangkat kisah
alur cerita novel Larasati karya
mengenai sejarah sosial dari
Pramodya Ananta Toer sangat
Republik Indonesia yang dijajah oleh
menampilkan sisi dominasinya,
Belanda. Analisis ini akan membuat
dimana menggunakan para
pembaca lebih mudah untuk
pengkhianat bangsa untuk
mengetahui bagaimana proses
melakukan tindakan-tindakan
dominasi koloni atau proses
kekerasan dan eksploitasi. Termasuk
penundukan suatu bangsa terhadap
mendominasi sosok perempuan yang
bangsa jajahannya.
tetap memegang teguh prinsip
Wacana Poskolonial pertama perjuangan. Dengan kondisi
kali diperkenalkan di dunia sastra penceritaan pada novel Larasati
oleh Bill Ashcroft, dkk tahun 1989 Karya Pramoedya Ananta Toer
(dalam Leela Gandhi: 2007), yang memperlihatkan proses penjajahan
menyatakan bahwa dalam teori kolonial belanda dan perlawanan
Poskolonial, hubungan antara kaum reubliken dengan mengangkat
penjajah dan terjajah adalah tokoh utama seorang perempuan
hubungan yang bersifat hegemonik, bernama Larasati.
penjajah sebagai kelompok superior
Penekanan pada etnisitas
dan terjajah sebagai pihak inferior.
dalam literatur teori poskolonial
Dari hubungan itu, muncullah apa
dapat menutupi berbagai relasi
yang disebut dominasi dan
kekuasaan gender. Hal ini terlihat

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


3
dari image tentang perempuan yang kesukuan dan para petani. Kajian ini
menjadi pengembang tugas yang sesuai dengan objek kajian karena
signifikan menjaga kesucian dan lahir dari kritikan Gayatri C Spivak
reproduksi. Lebih jauh, perempuan yang melihat betapa didominasinya
menanggung beban ganda akibat kaum perempuan pada zaman
dijajah oleh kekuasaan-kekuasaan penjajahan. Dalam sebuah diskusi
kolonial dan disubordinasikan oleh mengenai kasus bunuh diri
kaum lelaki kolonial dan pribumi. perempuan India pada zaman
penjajahan, Spivak berpendapat
Menurut Sugihastuti dan
bahwa kelompok subaltern
Suharto, citra perempuan dibedakan
perempuan tak mampu bersuara.
menjadi dua, yaitu, citra diri
perempuan dan citra sosial Spivak yang terkenal karena
perempuan. Citra diri perempuan kontribusi besar dalam membangun
merupakan dunia yang typis, yang kajian poskolonial secara terus-
khas dengan segala macam tingkah menerus. Gayatri Spivak dalam
lakunya. Citra diri perempuan esainya (dapatkah Subaltern
merupakan keadaan dan pandangan berbicara?) menyatakan bahwa
perempuan yang berasal dari dalam subaltern tidak bisa berbicara, yang
dirinya sendiri, yang meliputi aspek dimaksudkan adalah kaum
fisik dan aspek psikis (dalam Juanda perempuan dalam berbagai konteks
& Azis, 2018: 72) kolonial tidak memiliki bahasa
konseptual untuk berbicara karena
Teori poskolonial yang
tidak ada telinga dari kaum lelaki
digunakan untuk mengkaji Novel
kolonial maupun pribumi untuk
Larasati karya Pramodya Ananta
mendengarkannya. Ini bukan berarti
Toer peneliti memilih Poskolonial
bahwa perempuan tidak bisa
subatern sebagai bahan kajian.
berkomunikasi secara literal, tetapi
Kajian ini dikemukakan oleh Gayatri
tidak ada posisi subjek dalam wacana
C Spivak dimana subaltern adalah
kolonialisme yang memungkinkan
kelompok yang tertindas, kaum
kaum perempuan untuk
perempuan yang tertindas, kelompok

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


4
mengartikulasikan diri mereka bahwa penjajahan Belanda maupun
sebagai pribadi. Jepang sama-sama menimbulkan
kesengsaraan bagi orang-orang yang
Novel Larasati Karya
terjajah, yaitu masyarakat Indonesia.
Pramoedya Ananta Toer
Kerugian yang didapatkan tidak
menceritakan tokoh utama dalam
hanya menyangkut materi semata.
novel tersebut merupakan kelompok
Namun juga dari segi yang lain yakni
subaltern, ditambah lagi dengan
dari segi mental, pola pikir, dan
sosok Larasati yang diperankan oleh
budaya.
seorang perempuan yang dalam
kajian Spivak menanggung beban Adapun penelitian oleh Utami
penindasan ganda, dari kacamata Widyaningsih, skripsi (2011) penulis
seorang Perempuan yang bernama menganalisis kondis tokoh Andri
Larasati inilah terlihat ketidakadilan, sebagai Subaltern dalam berbagai
kekerasan dan dominasi-dominasi bidang yakni pendidikan, ekonomi,
lainnya yang dilakukan Belanda dan sosial, mental hukum dan politik,
pengikutnya kepada kelompok dari penelitian tersebut didapatkan
subaltern lainnya dalam hal ini adanya diskriminasi dalam suatu
mereka yang termarginalkan demi kelompok masyarakat yakni
mempertahankan revolusi kelompok subaltern dan banyaknya
berdampak pada pengaruh yang tindakan yang sewenang-wenang
didapat kelompok subaltern tersebut, yang berdampak buruk bagi kaum
baik dari segi fisik maupun batin. subaltern.

Penelitian-penelitian yang Pada penelitian sebelumnya


relevan pada novel Larasati Karya terhadap novel Larasati karya
Pramoedya Ananta Toer, dan teori Pramodya Ananta Toer telah
poskolonial kajian Subaltern adalah dilakukan oleh Daratullah Nasri
penelitian yang dilakukan oleh (2014) dengan judul skripsi
Wiwik Hidayati, skripsi (2008) Ambivalensi Kehidupan Tokoh
penulis menganalisis pengaruh Larasati dalam Roman Larasati
penjajahan dengan menemukan data karya Pramodya Ananta Toer: Kajian

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


5
Pacakolonialisme. Pada penelitian yang mengakibatkan dikuasai dan
ditemukan adanya respon ambigu diaturnya kaum subaltern. Pengaruh
atau ambivalensi oleh bangsa terjajah dominasi penjajah terhadap subaltern
kepada penjajah, hal tersebut jelas yang menimbulkan dua pengaruh
diperlihatkan oleh tokoh Larasati, yaitu dari segi fisik dan dari segi
dimana di satu sisi ia menikmati batin (mental). Perlawanan subaltern
sesuatu dari penjajah. Menjadi terhadap penjajah yang dilakukan
seorang pelacur bagi penjajah dan Miyako dan para perempuan budak
mendapatkan sesuatu dari itu seks dilakukan dalam bentuk
merupakan bentuk penerimaannya, tuntutan sampai bentrok fisik karena
namun disisi lain Larasati mulai mereka mendapat perlakuan yang
menolak penjajahan karena tidak adil dari kekuasaa penjajah.
timbulnya rasa nasionalisme yang Dalam penelitian ini, menggunakan
ada dalam dirinya. kajian yang sama tetapi dengan
sumber data yang berbeda, penelitian
Lain halnya pada penelitian
ini dilakukan bukan hanya untuk
Iswadi Bahardur (2016) peneliti
memperkuat penelitian terdahulu
menemukan akibat dari berbagai
melainkan juga untuk menemukan
tindakan kolonial yang menyebabkan
karakteristik subaltern.
kaum perempuan menjadi Subaltern.
LANDASAN TEORI
Selain itu, penelitian relevan
Sastra dan Karya Sastra
juga dilakukan oleh Azhar Hamzah,
Menurut Teeuw (2003: 20-
(2017) Dalam penelitian tersebut
21), kata sastra dalam bahasa
ditemukan pengaruh penjajah dari
Indonesia berasal dari bahasa
segi dominasi penjajah terhadap
sansekerta, akar kata “sas” dalam
subaltern, pengaruh dominasi
kata kerja turunan berarti
penjajah terhadap subaltern, dan
mengarahkan, mengajar, memberi
perlawanan subaltern terhadap
petunjuk atau intruksi. Akhiran “tra”
penjajah. Dominasi penjajah yang
dapat berarti alat untuk mengajar,
terjadi berupa penindasan yang
buku petunjuk, buku intruksi atau
berujung penyiksaan, dan kekuasaan

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


6
pengajaran; misalnya silpa sastra, Dalam Priyatni (2012:12)
buku arsitektur, kamasastra, buku Sapardi Djoko Damono melengkapi
petunjuk, mengenai seni cinta. defenisi bahwa satra adalah lembaga
Ditambahkan oleh Antilan sosial yang menggunakan bahasa
Purba (2012: 2) Sastra dapat sebagai mediumnya, sementara
diartikan sebagai alat untuk bahasa itu sendiri merupakan ciptaan
mengajar, buku petunjuk, buku sosial.
instruksi atau pengajaran. Berdasarkan beberapa
Sehubungan dengan itu B. Rahmanto definisi sastra diatas, disimpulkan
mengungkapkan bahwa sastra, tidak bahwa sastra adalah bentuk kreatif
seperti halnya ilmu kimia atau yang dihasilkan melalui seni rasa dan
sejarah, tidaklah menyuguhkan ilmu perasaan pengarang yang
pengetahuan dalam bentuk jadi. menggunakan bahasa sebagai
Setiap karya sastra selalu perantaran dalam memberi
menghadirkan sesuatu yang kerap pemahaman lebih kepada orang lain
menyajikan banyak hal yang apabila agar menjadi petunjuk atas
dihayati benar-benar akan semakin pengetahuan sosial (dalam Juanda, J
menambah pengetahuan orang yang : 2013).
menghayatinya (1988: 13, dalam
Dalam sebuah lingkungan
Antilan Purba, 2012: 3).
pasti ada beberapa tanda yang
Selain dari pendapat diatas
menandakan suatu kejadian yang
sebelumnya Wellek dan Warren
terrjadi dalam sebuah lingkungan.
(2014: 10-12) juga mengemukakan
Untuk mengurangi perilaku dan
beberapa definisi sastra. Pertama,
masalah psikologis seperti motivasi
sastra adalah segala sesuatu yang
rendah, stres dan kecemasan dalam
tertulis atau tercetak. Kedua, sastra
proses pembelajaran bahasa, yang
dibatasi hanya pada “mahakarya”,
berpotensi berkontribusi pada
yaitu buku-buku yang dianggap
rendahnya prestasi. (Djumingin dan
menonjol karena bentuk dan ekspresi
Juanda 2019)
sastranya. Ketiga, sastra dipandang
sebagai karya imajinatif.

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


7
Prosa Fiksi kisahan atau cerita yang diemban
Menurut Wellek dan Werren, oleh pelaku-pelaku tertentu dengan
Fiksi menawarkan model-model pemeranan, latar serta tahapan dan
kehidupan sebagaimana yang rangkaian cerita tertentu yang
diidealkan oleh pengarang sekaligus bertolak dari hasil imajinasi
menunjukkan sosoknya sebagai pengarangnya sehingga menjalin
karya seni yang berunsur estetik suatu cerita (dalam Nurgiyantoro,
dominan. (dalam Melani Budiantoro, 2013: 2).
2014: 212). Lebih lanjut Endraswara juga
Hal tersebut diperkuat dalam mengatakan bahwa fiksi adalah
Yasid pada tahun 2012 yang bentuk karya sastra yang seakan-
menjelaskan bahwa, menurut Wellek akan melukiskan peristiwa atau kisah
dan Weren, sastra sebagai sebuah sesungguhnya. Ia tergolong karya
karya estetika yang dihasilkan lewat prosa yang bersifat imajinatif.
proses kreatif. Selain itu, karya sastra (Endraswara, 2005:173).
sebagai imajinatif yang memiliki Selanjutnya Aminuddin
pengertian yang lebih luas daripada memberi pendapat, karya fiksi
nonfiksi. (dalam Juanda, 2018:12) dibedakan dalam berbagai macam
Namun sebelumnya fiksi bentuk, baik itu roman, novel,
dikenal sebagai prosa seperti yang novelet, maupun cerpen.
telah di sampaikan Nurgiyantoro, (Aminuddin, 2015: 56).
dunia kesastraan mengenal prosa Novel
(Inggris: prose) sebagai salah satu Menurut Abrams istilah novel
genre sastra di samping genre-genre dalam bahasa Indonesia berasal dari
yang lain. Untuk mempertegas istilah novel dalam bahasa Inggris
keberadaan genre prosa, ia sering yang sebelumnya juga berasal dari
dibandingkan dengan genre yang bahasa Itali, yaitu novella . Secara
lain, misalnya puisi. (Nurgiyantoro, harfiah novella yang berarti sebuah
2013: 1). barang baru yang kecil dan kemudian
Abrams menambahkan, diartikan sebagai cerita pendek
Pengertian prosa fiksi tersebut adalah

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


8
dalam bentuk prosa (dalam Purba, semuanya tentu saja bersifat
2010: 62). imajiner.
Esten (7) juga beranggapan Kolonialisme
novel merupakan pengungkapan dari Iswadi Bahardur dalam
fragmen kehidupan manusia dimana jurnalnya (2017) mengatakan bahwa
terjadi konflik-konflik yang akhirnya sejarah kolonial di Indonesia disadari
menyebabkan terjadinya perubahan atau tidak, kekuasaan penjajah atas
jalan hidup antara para pelakunya. pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku
(8) ia juga menambahkan dalam masyarakat terjajah telah sangat kuat
novel diungkapkan suatu konsentrasi dan berlangsung lebih lama daripada
kehidupan pada suatu saat yang masa kekuasaan terhadap wilayah.
tegang, pemusatan kehidupan yang Era kolonial telah meninggalkan
tegas (Esten 2013: 7 dan 8). mentalitas penindas dan pembudak
Menurut Stanton (2007: 90), dalam masyarakat Indonesia
novel mampu menghadirkan Iswadi juga menambahkan
perkembangan satu karakter, situasi bahwa kolonial secara tidak langsung
sosial yang rumit, hubungan yang telah mengubah cara berpikir,
melibatkan banyak atau sedikit tatanan kemasyarakatan, serta pola-
karakter, dan berbagai peristiwa pola kehidupan masyarakat pribumi.
ruwet yang terjadi beberapa tahun Satu diantara kaum pribumi yang
silam secara mendetail. Ciri khas menjadi korban penjajahan kolonial
novel adalah kaum perempuan. Banyak
Sedangkan menurut warga pribumi, terutama perempuan
Nurgiantoro (2007: 4), novel sebagai zaman penjajahan Belanda
suatu karya fiksi menawarkan suatu mengalami trauma fisik serta trauma
dunia yang berisi suatu model yang psikis akibat penindasan dan
diidealkan, dunia imajiner, yang perbudakan. Kaum perempuan masa
dibangun melalui berbagai sistem itu diposisikan menjadi objek seksual
intrinsiknya, seperti peristiwa, plot, bagi kaum penjajah. Berbagai praktik
tokoh (penokohan), latar, sudut pernikahan paksa, prostitusi, dan
pandang, dan nilai-nilai yang perbudakan seks yang dilakukan

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


9
penjajah Belanda terhadap adanya penaklukan dominasi.
perempuan pribumi mengakibatkan (Loomba, 2003:2).
terjadinya kemunduran mental. Loomba merumuskan bahwa
Perempuan pribumi termarginalkan kolonialisme sebagai penaklukan dan
di negerinya sendiri, menjadi penguasaan atas tanah dan harta
subaltern, kelompok masyarakat benda rakyat lain. Tetapi
yang diasingkan, dianggap tidak kolonialisme dalam pengertian„ini
berharga, bodoh, liar, serta tidak bukan hanya perluasan berbagai
memiliki suara (Iswadi Bahardur, kekuasaan Eropa memasuki Asia,
2017). Afrika atau benua Amerika dari abad
Sehubungan pemikiran keenam belas dan seterusnya;
tersebut Oxford English Dictionary kolonialisme telah merupakan suatu
(OED) memberikan pemahaman pemandangan yang berulang dan
dasar bahwa kata kolonialisme, tersebar luas dalam sejarah manusia
berasal dari kata romawi “colonia” (Loomba, 2003:3).
yang berarti “tanah pertanian” atau Teori Poskolonial (Pascakolonial)
“pemukiman”, dan mengacu kepada Pascakolonial atau poskolonial kata
orang romawi yang bermukim di yang menggambarkan kehidupan
negeri-negeri lain tetapi masih atau masa saat terjadinya penjajahan
mempertahankan status dari para kolonialisme terhadap
kewarganegaraan mereka. bekas jajahannya, dan dalam sejarah
Menurut Loomba defenisi teori yang membahas mengenai
tersebut tidak menyebutkan sedikit poskolonial ini tonggak kelahiran
pun tentang orang-orang selain para teori poskolonial lahir dari buku
pemukim, yaitu orang-orang yang Edward W. Said, seperti yang
sudah ada di tempat-tempat tersebut disampaikan Puji Santosa dalam
di mana koloni-koloni itu dibentuk, artikelnya di laman bahasa yang
kata „„kolonialisme” tidak berjudul Kritik Postkolonial:
mengandung implikasi adanya suatu Jaringan Sastra atas Rekam Jejak
pertemuan antara rakyat-rakyat, atau Kolonialisme mengungkapkan
bahwa tonggak kelahiran teori

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


10
postkolonial ditandai dengan terentang dari politik, ideologitas,
terbitnya buku Edward W. Said agama, pendidikan, kesenian,
(1978) yang berjudul Orientalism. kebudayaan, etnisitas, identitas,
Tesis utama buku karya Said tersebut bahasa dan sastra satu hal yang
menggunakan pendekatan hubungan mempertemukan dan
antara kekuasaan dan pengetahuan. mengarakterisasi beragam tema
Sebagaimana diantarkan oleh kajian ini adalah bahwa mereka
Michael Foucault dalam bukunya, semua dilatarbelakangi satu momen
The Archeology of Knowledge histori yang sama, yakni
(1972) dan Discipline and Punish: kolonialisme. (Ashcroft dkk, 2003:x)
The Birth of the Prison (1977), kaum Ashcroft, Griffiths dan Tiffin
orientalis berpendapat bahwa juga menambahkan bahwa
masalah studi ilmiah Barat mengenai menggunakan istilah poskolonial
Timur tidaklah semata-mata adalah untuk mencakup seluruh
didorong oleh kepentingan kebudayaan yang pernah mengalami
pengetahuan, tetapi juga kepentingan kekuasaan imperial dari awal sejarah
kolonialisme. Pengetahuan bagi kolonisasi hingga kurun waktu
kaum Orientalis adalah untuk sekarang. Ini disebabkan karena
mempertahankan kekuasaanya, yakni adanya kontinuitas „penjajahan‟ yang
pengetahuan yang dipenuhi dengan terus berlangsung semenjak
visi dan misi politis ideologis. Studi dimulainya agresi imperial bangsa
tersebut juga semata-mata Eropa hingga sekarang ini. Jadi
merupakan bentuk lain atau istilah poskolonial merupakan istilah
kelanjutan dari kolonialisme. paling tepat untuk menyebut kritik-
(Santosa, 2016). kritik lintas budaya yang muncul
Sebagaimana dikemukakan akhir-akhir ini serta wacana yang
oleh para teoretisi poskoloial seperti dibentuknya. (Ashcroft dkk,
Aschroft, Griffits, dan Tiffin dalam 2003:xxii).
The Post-Colonial Studies Reader Pascakolonial itu mengacu
(1995), meski wacana ini mencakup kepada kelompok-kelompok spesifik
tema-tema kajian yang sangat luas, rakyat (atau individual di dalamnya,

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


11
yang ditindas atau membangkan) Eropa. Pengkajian-pengkajian sastra
bukannya suatu lokasi atau suatu tata pasca kolonial menanggapi cara-cara
sosial, yang mungkin termasuk para penulis dan kritikus pada kedua
orang-orang seperti itu tetapi tidak sisi kolonial itu memproduksi,
terbatas hanya mereka saja. menggugat, atau menghindari
Pascakolonial menjadi dianggap penggelaran kolonialisme secara
sebagai kondisi yang tidak jelas dari tekstual dalam karya mereka
rakyat disuatu tempat dan di mana- (Foulcher dan Day, 2006:3).
mana dan spesifitas-spesifitas lokasi Pascakolonialisme dalam
tidak diperhatikan. Ketergantungan pengkajian-pengkajian sastra adalah
teori pascakolonial pada kritik literer suatu strategi kritik yang ingin
dan kultural dan pada mengajukan pertanyaan-pertanyaan
pascastrukturalisme itu sebagian yang bisa membantu
diakibatkan oleh pergeseran ini. mengidentifikasi jejak-jejak
Dalam istilah ini, dan ini masalah kolonialisme dalam teks-teks sastra
bukanlah dengan “pasca” melainkan maupun kritik, serta mengevaluasi
dengan “kolonial”. (Loomba, sifat dan arti penting efek-efek
2003:2). tekstual dari jejak-jejak itu.
Pendekatan-pendekatan (Foulcher dan Day, 2006:3).
pascakolonial dalam pengkajian Katrin Bandel
sastra bergulat dengan berbagai cara mengemukakan bahwa
yang berlainan dengan mana teks- pascakolonialisme bukan sekadar
teks sastra mengungkapkan bekas- sebuah deskripsi keadaan, tapi
bekas pertemuan kolonial sebentuk perlawanan. Dengan
konfrontasi ras-ras, bangsa-bangsa, menyoroti realitas kehidupan dari
dan kebudayaan-kebudayaan yang di perspektif terjajah, wacana
bawah kondisi hubungan-hubungan neocolonial ditandingi dan digugat,
kekuasaan tak setara yang telah dan ketidakadilan relasi kekuasaan
membentuk salah satu bagaian global dibongkar dan dikritik.
penting dari pengalaman manusia (Bandel, 2013:140).
sejak awal zaman imperialisme

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


12
Dominasi kolonial penjajahan yang masih berlangsung
melibatkan banyak sekali penindasan sampai pada masa pascakolonial
dan paksaan, dan dengan demikian maupun kemungkinan
kadang-kadang dianalisis sebagai transformasinya kedalam bentuk-
suatu proses yang tidak melibatkan bentuk yang disebut neokolonialisme
kerelaan dari yang terjajah. Namun, (internal maupun global), (b) respons
karya-karya ilmiah belakangan ini perlawanan atau wacana tandingan
telah mengemukakan bahwa dalam dari masyarakat terjajah maupun
masyarakat-masyarakat kolonial, yang lainnya terhadap penjajahan itu,
paksaan keras itu bekerja “seiring tanpa menghilangkan perhatian pada
dengan suatu „kerelaan‟ yang kemungkinan adanya ambiguitas
sebagian ikhlas dan sebagian pura- atau amivalensi, dan segala bentuk
pura (Arnold 1994 dalam Loomba, marginalitas yang diakibatkan oleh
2003:41). segala bentuk kapitalisme.
Menurut Makaryk, 1993 Faruk kemudian merumuskan
dalam Faruk (2007:14) teori pasca- teori pascakolonial menjadi
kolonial adalah sebuah istilah bagi seperangkat yang sistematis
sekumpulan strategi teoretis dan mengenai suatu kenyataan.
kritis yang digunakan untuk meneliti Menurutnya, teori pascakolonial
kebudayaan (kesusastraan, politik, adalah seperangkat pernyataan
sejarah dan seterusnya) dari koloni- mengenai kondisi dan
koloni negara-negara Eropa dan kecenderungan masyarakat penjajah
hubungan negara-negara itu dengan dan pernah terjajah (Faruk, 2007:18).
belah dunia sisanya. Menurut I Gde Artawan dan I
Menurut Loomba dan Helen, Nyoman Yasa (2015), meskipun
1998 dalam Faruk (2007:15) teori tidak mempunyai aliran dan metode
pascakolonial mencakup tiga yang tunggal, teori poskolonial
kemungkinan pilihan perhatian, mempunyai banyak kesamaaan
yaitu: (a) pada kebudayaan asumsi: mempertanyakan efek
masyarakat yang pernah mengalami negatif dari apa yang justru
penjajahan Eropa, baik berupa efek dianggap bermanfaat bagi

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


13
kekuasaan imperial, menyangkut isu- studies merupakan kajian tentang
isu rasisme dan eksploitasi, dan orang-orang yang dimarginalkan atau
mempersoalkan posisi subjek diasingkan oleh komunitas dan
kolonial dan poskolonial (Artawan struktural. Teori Poskolonial spivak
dan Yasa, 2015:508) berbicara mengenai kondisi suatu
Teori Poskolonial Gayatri C. kaum yang tertindas oleh kaum yang
Spivak dominan dalam lingkungannya.
Kajian subaltern pertama kali (Nasution, 2016: 37-38)
muncul pada tahun 1982. Kajian Istilah Subaltern itu sendiri
kondisi ini bermula dari catatan pertama kali digunakan oleh Antonio
sejarah dan berkembang menjadi Gramsci, terutama melalui karyanya
studi kritis dalam terhadap mengenai hegemoni kultulral, yang
perkembangan poskolonial. Dalam mengidentifikasi kelompok-
sejarah diketahui bahwa kaum kelompok yang dikecualikan,
kolonial yang memiliki kekuasaan diekslusi, dan dikucilkan dalam
tidak berpihak kepada kaum yang tatanan sosial. Dari konotasi negatif
lemah, bahkan mengalami tersebut, Spivak mengembangkan
penindasan, yang menjadikan bahwa subaltern bukan hanya kata
mereka sebagai subaltern. Dalam berkelas yang ditunjukkan bagi kelas
perkembangan teori Poskolonial, yang tertindas atau bagi kelompok
studi tentang kelompok subaltern the Other. Bagi Spivak, di dalam
sangat penting. Tokoh yang istilah pascakolonial, istilah tersebut
berkontribusi dan peletak dasar dari merujuk pada segala sesuatu yang
kajian subaltern adalah Gayatri terkait dengan pembatasan akses. Ia
Chakravorty Spivak. Beliau dikenal menjadi semacam ruang pembedaan.
sebagai ahli teori-teori setelah esai (Rahmat, dalam jurnalnya:
panjangnya “Can Subaltern Speak” Subaltern, Politik Etis, dan
terbit tahun 1983 dan menjadi karya Hegemoni dalam Perspektif Spivak,
monumental Bahkan diperingati 20 2018)
tahun penerbitannya oleh para filsuf Selain itu Morthon
dunia di Cork, Irlandia. Subaltern menjelaskan dalam bukunya Gayatri

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


14
C. Spivak, Etika, Subaltern & Kritik untuk meraih kemerdekaan ekonomi
Penalaran Poskolonial, salah satu dari kekuasaan kolonial sebelumnya,
kajian dari teori poskolonial adalah atau untuk mengemansipasikan
kajian subaltern yang dikemukakan kelompok-kelompok yang
oleh Gayatri C Spivak. Spivak tersubordinasikan seperti kaum
terkenal karena kontribusinya yang perempuan, kaum miskin desa atau
besar dalam membangun kajian penduduk pribumi secara sosial dan
poskolonial secara terus-menerus. ekonomi (Morton, 2008;24).
Korpus kritik Spivak adalah seputar Berdasarakan Oxford English
warisan filosofis, kultural, politis, Dictionary istilah subaltern memiliki
dan ekonomis kolonialisme Eropa tiga arti yang berbeda: secara
pada masyarakat jajahan mereka. konvensional ia dipahami sebagai
Posisi subaltern yang tertindas sinonim dari subordinat, namun bisa
diekslusi dari representasi politik di juga berarti pekerja kelas rendahan
negara-bangsa poskolonial seperti dalam tatanan ketentaraan, atau
India, Bangladesh, pembagian kerja contoh khusus yang mendukung
internasional, keterbatasan- proposisi universal dalam logika
keterbatasan wacana mengenai hak filsafat (Morton, 2008:156).
asasi manusia universal dan Spivak mengemukakan
kebijakan pembangunan bahwa interupsi dan suplementasi
internasional; sampai tulisan-tulisan yang terus-menerus dari argumen
dan terjemahan karya sastra abad ke- teoretis manapun ditunjukkan oleh
19 dan 20 (Morton, 2008:1). pergumulannya dengan pertenyaan-
Menurut Spivak, selebrasi pertanyaan politis penting mengenai
karya sastra poskolonial sebagai individu atau kelompok tertindas
bersifat radikal secara inheren hanya yang biasanya ia sebut subaltern.
karena sifat representasi masyarakat Kelompok-kelompok semacam itu
poskolonial mereka juga problematis termasuk warga jajahan, kaum
karena ia cenderung mengabaikan perempuan dalam masyarakat
kegagalan sejarah banyak gerakan kolonial, kelompok kesukuan, dan
kemerdekaan nasional antikolonial

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


15
para petani di Asia Selatan (Morton, dan lain sebagaianya (Sharp, 2008:
2008:2). 109-130).
Menurut Gayatri Chakravorty Masyarakat pascakolonial
Spivak subaltern adalah subjek yang suara masyarakat yang tertindas
tertekan. Subaltern memiliki dua dalam kelas subaltern terfragmentasi
karakteristik yaitu, adanya dan berlapis-lapis (Nasution, 2016:
penekanan dan di dalamnya bekerja 41).
suatu mekanisme pendiskriminasian. Menurut Maria Hartaningsih
Penting dari pendapat Spivak dan Ninuk Mardiana Pambudy
tersebut bahwa subaltern tidak bisa (2006), Spivak mengangkat esainya

memahami keberadaannya dan tidak Cant The Subaltern Speak? Dilatar

mampu untuk menyuarakan belakangi oleh kisah adik perempuan

aspirasinya. Kaum subaltern tidak neneknya yang menjadi korban

memiliki ruang untuk menyuarakan bunuh diri di usia 17 tahun pada

kondisinya, sehingga perlu kaum tahun 1926 di Calcutta Utara, yang

intelektual sebagai “wakil” mereka. diketahui 10 tahun alasan ia

(Arisanti, 2013) melenyapkan nyawanya dengan

Jurnal Rahmat (2008), bagi gantung diri disebabkan karena tak

Spivak, kekerasan epistemik ini mampu melakukan tugas politik

secara khusus berhubungan dengan yang dipercayakan kepada dirinya.

perempuan yang subaltern “tak ada orang tertindas yang bisa

(perempuan dari dunia ketiga) tidak bicara. Apalagi ia perempuan, ia

pernah benar-benar dibiarkan untuk akan begitu saja dilupakan,” ujar

mengekspresikan dririnya sendiri. Spivak (artikel Nuraini, Kompas: 12

Mereka hanya dimanfaatkan untuk Maret 2006)

memantik rasa simpati yang nantinya Spivak dengan terang-

akan bermanfaat untuk menjejalkan terangan mengkritik nasionalisme

cara perspektif perempuan yang poskolonial secara umum. Salah satu

paling esensial layaknya perempuan alasan pokok bagi sikap mental kritis

barat yang anggun, bebas, mandiri ini adalah karena kemerdekaan


politik banyak bekas koloni Eropa

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


16
pada abad ke-20 gagal mengarahkan 1989, Spivak menyatakan bahwa dia
kelompok-kelompok subaltern yang menyukai istilah „subaltern’ karena
tertindas, seperti kaum perempuan, lebih fleksibel dibandingkan dengan
kaum petani, kaum miskin desa atau „proletar‟, yang secara konvensional
orang-orang yang buta huruf pada berarti subjek kelas pekerja maskulin
kemerdekaan sosial. Sebaliknya di Eropa pada abad ke-19.
nasionalisme poskolonial seringkali Sebagaimana Guha, Sarkar,
menguntungkan segelintir kecil Chakrabarty dan Arnold, Spivak juga
kelompok elite yang menurut Spivak melacak bagaimana „subaltern’
„penting dalam mengubah ditransformasikan oleh kelompok
konjungtur geopolitik dari kajian subaltern kedalam kategori
imperialisme teritoral menuju yang jelas berbeda dengan „proletar‟.
neokolonialisme. Spivak cenderung Sebenarnya, esai Spivak „Subaltern
berkonsentrasi pada teks-teks sastra, Studies: Deconstructing
sejarah, budaya serta ekonomi Historiography’ menawarkan sebuah
ketimbang pada karya sastra nasional tinjauan produktif mengenai
tertentu, yang berupa metodologi teoretis dan politik
mengartikulasikan kehidupan gender risethistoris kajian subaltern
kelompok subaltern yang tertindas awal antara tahun 1982 dan 1986.
yang sering kali terabaikan dalam (Morton, 2008:162-163).
teks-teks poskolonial yang lebih Melawan hasrat posotivistik
terfokus pada narasi nasional yang untuk membangkitkan kehadiran
dominan dari sudut pandang kaum tetap kesadaran subaltern dari
elite. Tinjauan-tinjauan Spivak yang dokumen resmi pemberontakan
terus-menerus dan terjemahannya subaltern, Spivak berpendapat
terhadap beberapa cerpen dan novel bahwa “subaltern” tidak bisa terlihat
Mahasweta Devi adalah contoh tanpa pemikiran “elite”. Sebagai
kasusunya (Morton, 2008:10). akibatnya, „kesadaran subaltern tidak
Dalam sebuah wawancara pernah bisa dibangkitkan secara
yang pada awalnya dipublikasikan penuh ia dilupakan bahkan saat
dalam jurnal Polygraph pada tahun ditampilkan ia merupakan sesuatu

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


17
yang tidak berhubungan satu sama benar hilang ketika kolonialisme dan
lain yang tak dapat direduksi‟ patriarki bersatu untuk menguasai
(Morton, 2008:167). dan meminggirkan kelompok
Spivak menyatakan subaltern sehingga akan menyulitkan
kelompok kajian subaltern subaltern dalam mengartikulasikan
memberikan perhatian secara suaranya.
seksama kepada kaum perempuan. Ida Nuraeni (2015) dalam
Pembacaan dekonstruktif Spivak jurnalnya mengemukakan bahwa
mengenai metodologi para sejarawan pada hampir semua konsep
kajian subaltern lebih daripada subkultur, subaltern mengacu pada
sebuah perbedaan dalam pembacaan suatu kondisi dialektik antara
teoretis. Pergulatan kritis Spivak kelompok bawah dan kelompok atas,
dengan kerja kelompok kajian marjinal-dominan, kondisi pada saat
subaltern secara terus menerus telah terjadi pergolakan yang dilakukan
memberikan perhatian pada oleh kelompok „tertindas‟ terhadap
marginalisasi perempuan dan kelompok „penguasa‟ (Nur‟aeni,
ketidakmampuan struktural subaltern 2015:108).
untuk merepresentasikan diri mereka Kajian Spivak tentang
sendiri (Morton, 2008:171). subaltern membuka wacana terhadap
Jurnal Saputra (2011) perjuangan perempuan yang dijajah.
berpendapat bahwa Spivak Dalam konteks perjuangan politik
memahami posisi subaltern karena dan perjuangan untuk mencapai
melihat pengalaman dan persoalan keadilan, merupakan sebuah
yang dihadapi oleh kelompok penindasan yang dilakukan oleh
subaltern yang tidak bisa keluar dari kelompok yang mempunyai
ruang ketertindasan. Suara-suara kekuasaan, kemudian kelompok ini
subaltern telah tertutup rapat dan bersatu untuk melawan. Spivak
tidak bisa didengarkan atau dibawa mempunyai pengertian lain bahwa
ke ruang publik. Dalam peristiwa sati tidak mendapatkan keadilan,
di India, Spivak mempersoalkan diabaikan dalam konteks kehidupan
bahwa eksistensi subaltern benar- dan dipulakan oleh kolonial menjadi

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


18
term pemikiran Spivak dalam kajian pemberontakan? Karena tidak ada
kelompok subaltern. (Nasution, budaya-budaya prakolonial, proses-
2016: 39) proses kolonisasi dan subjek-sebjek
Menentang Kolonialisme terjajah yang identis, dapatkah kita
Buku Aime Cesaire mulai berbicara tentang perlawanan
Discourse On Colonialism dalam dalam kerangka-kerangka umum
(Loomba, 2003:238) dibuka dengan atau global? Berdasarkan sejarah,
dakwaan puitis dan keras terhadap perlawanan-perlawanan anti kolonial
kolonialisme Eropa, dan dengan satu itu bentuknya banyak, dan mereka
maklumat bahwa hari-harinya segera mengambil dari berbagai sumber
berakhir. Namun, pemberontakan daya. Mereka telah saling
tidak terjadi begitu saja setelah mengilhami tetapi juga membantah
mengetahui keculasan kolonial ini. satu-sama lain tentang sifat otoritas
Sebuah contoh dari kutipan (The kolonial dan cara terbaik untuk
Tempets, I, ii, 294-296) dalam melawannya. Dalam setiap konteks
(Loomba, 2003:239) yang terdapat perbedaan-perbedaan tajam
digambarkan proses Caliban antara kelompok-kelompok berbeda
mengutuk Prospero, meski demikian di dalam suatu populasi “terjajah”;
tidak bisa langsung memberontak dia bahkan ketika mereka berhasil
berkata kepada dirinya bahwa “dia bersatu di bawah sayap suatu
harus patuh” karena “kekuasaan gerakan tertentu, mereka berkonflik
Prospero itu besar sekali” sehingga pada saat-saat berbeda baik sebelum
akan bisa menguasai dewa ibunya maupun setelah pemerintahan
Setebos. kolonial diakhiri dengan resmi
(Loomba, 2003:239-240).
Apa yang diperlukan oleh
subjek-subjek kolonial untuk beralih Perjuangan-perjuangan
dari keterasingan ke pemberontakan, antikolonial harus menciptakan
dari kesadaran akan ketidakadilan identitas-identitas baru yang kuat
keperlawanan/apa dinamika dari bagi rakyat-rakyat terjajah dan
kesadaran anti kolonial dan menentang kolonialisme bukan saja

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


19
pada tingkat politis dan intelektual, karya Pramodya Ananta Toer dengan
tetapi juga pada tingkat emosional. menggunakan teori poskolonial dari
Nasionalisme, kata Ranajit Guha, Gayatri C. Spivak yakni kajian
tidak bisa begitu saja dipahami tanpa Subaltern.
diketahui bagaimana kelompok-
Berikut ini adalah hasil data
kelompok subaltern memberi
dalam novel Larasati karya
sumbangannya, bukan akibat
Pramodya Ananta Toer dengan data
desakan para pemimpin nasionalis
yang berhubungan dengan dominasi
melainkan “kehendak mereka
penjajah terhadap subaltern,
sendiri, yaitu tidak tergantung pada
pengaruh dari dominasi penjajah
elite”. Perpolitikan subaltern dan
terhadap subaltern, dan bentuk
elite memang tidak mudah
perlawanan subaltern terhadap
dipisahkan, tetapi mereka juga tidak
dominasi penjajah.
identis, dan perbedaan mereka bisa
dipahami oleh apa yang disebut 1. Dominasi Penjajah terhadap
Guha “kegagalan borjuasi India Subaltern dalam Novel
untuk berbicara untuk bangsa Larasati Karya Pramodya
(Loomba 2003:259). Ananta Toer

Menentang kolonialisme Penjajahan yang tergambar


adalah suatu bentuk perlawanan yang dalam novel Larasati karya
dilakukan masyarakat terjajah Pramodya Ananta Toer
terhadap suatu bentuk penguasaan memperlihatkan sejumlah tragedi
koloni yang berkuasa di daerah yang dialami kaum subaltern di
jajahannya. negara Indonesia pada era
pascaproklamasi oleh para kelas
HASIL PENELITIAN DAN penguasa dalam hal ini persekutuan
PEMBAHASAN Belanda dan Arab demi
Hasil Penelitian mendominasi negara jajahan,
Berdasarkan ulasan pada latar Indonesia dengan tujuan menguasai.
belakang dan kajian teori, penelitian Demi mendominasi, para kolonial
ini akan mengkaji novel Larasati

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


20
melakukan tindakan kekerasan dan kepada kaum subaltern, baik kaum
bentuk kekuasaan yang akhirnya perempuan maupun warga jajahan
menimbulkan kritikan terhadap yang termarginalkan. Bentuk
perlakukan bangsa penjajah dominasi yang sering dilakukan oleh
kemudian dianalisis sebagai bentuk penjajah terhadap subaltern adalah
penolakan batin atau ketidakrelaan penindasan dan kekuasaan.
dari yang terjajah.
(3) Seorang berteriak-teriak:
Dalam pemahaman Gayatri C. “Turun, ayoh, semua turun!”
kemudian memukul-mukulkan
Spivak kaum subaltern –lah yang
cemetinya pada badan gerbong.
sering dijadikan objek atas dominasi Dan sampai di sini, Larasati
kekuasaan kolonialisme. Sehingga berpikir, mulai kita jadi binatang
di atas bumi kelahiran sendiri.
kaum subaltern tidak terlepas dari
(Pram, 2017: 31)
penindasan dan ketidakberdayaan
(4) Orang-orang berdiri dalam
untuk mendapatkan hidup yang
barisan. Pria dengan pria.
layak. Spivak menekankan Wanita dengan wanita. Beras
eksploitasi kaum terhadap kaum tukang-tukang catut diobrak-
abrik. Kopor-kopor yang
tertindas disebabkan adanya
kehilangan kunci dibongkar
kesempatan, pendidikan, ras, gender, dengan paksa. (Pram, 2017: 31)
dan lokasi. Dalam hal ini, Spivak
Kutipan (3 dan 4) terlihat bentuk
menyebutnya sebagai kekerasan
kekuasaan dan penindasaan para
epistemis.
penjajah, dengan kekuasaannya
Novel Larasati karya mereka memerintahkan para
Pramodya Ananta Toer ini subaltern untuk turun dari kereta
menceritakan kisah pergolakan seperti yang terlihat pada kalimat
revolusi saat penjajahan Belanda bergaris miring pada kutipan (3)
serta sekutunya yakni Arab pada “Turun, ayoh, semua turun!”
tahun 1945-1950 pascaproklamasi kemudian memukul-mukulkan
sampai pada kebebasan kemerdekaan cemetinya pada badan gerbong.”,
Indonesia yang banyak memperoleh ketidakkuasaan kaum subaltern
kerugian atas dominasinya terkhusus untuk membela diri terlihat jelas

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


21
pada kutipan (4) “Beras tukang- peristiwa dalam teks-teks karya
tukang catut diobrak-abrik. Kopor- sastra untuk memperlihatkan
kopor yang kehilangan kunci pengaruh-pengaruh yang
dibongkar dengan paksa” kutipan ditimbulkan akibat dominasi
tersebut memperlihatkan saat beras kekuasaan penjajah. Terdapat dua
dan koper-koper kaum subaltern di pengaruh atas dominasi penjajah
obrak-abrik dan dibongkar secara terhadap subaltern dalam Novel
paksa. Mereka hanya bisa pasrah Larasati karya Pramodya Ananta
tanpa ada pembelaan. Paksaan- Toer ini yakni; Pertama dari segi
paksaan tersebut dilakukan oleh fisik, dan kedua dari segi batin
opsir/kaum elit di bawah kekuasaan (mental).
Belanda a) Segi Fisik

2. Pengaruh Dominasi Penjajah Seperti yang telah disampaikan


terhadap Subaltern dalam oleh Spivak, subaltern merupakan
Novel Larasati Karya kelompok-kelompok yang
Pramodya Ananta Toer mengalami penindasan oleh para
penguasa dalm hal ini para kolonial
Pascakolonialisme dalam
Belanda. Subaltern yang di
pengkajian-pengkajian sastra adalah
maksudkan oleh Spivak yakni, kaum
suatu strategi kritik yang ingin
perempuan, buruh, petani masyarakat
mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang termarginalkan.
yang bisa membantu
mengidentifikasi jejak-jejak Tokoh-tokoh subaltern yang
kolonialisme dalam teks-teks sastra mengalami pengaruh dominasi
maupun kritik, serta mengevaluasi penjajah dari segi fisik yakni kaum
sifat dan arti penting efek-efek perempuan Larasati dan ibunya, serta
tekstual dari jejak-jejak itu. masyarakat yang terpinggirkan,
mereka mendapatkan kekerasan dan
Pada Novel Larasati karya
siksaan yang secara fisik sehingga
Pramodya Ananta Toer, Pram
mengalami luka dan merasakan sakit,
mengungkapkan kritik-kritik dari
seperti Larasati yang merupakan

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


22
tokoh utama dalam novel ini kekerasan yang dialami ibunya
mengalami siksaan fisik dari dampak hanya bisa pasrah.
penjajahan Belanda dan Jusman
b) Segi Batin
(orang Arab) yang merupakan sekutu
Belanda untuk kepentingan Selain segi Fisik, para kaum
penguasaan dalam bidang Subaltern juga mendapatkan
perdagangan di Indonesia. pengaruh dari Penjajahan yakni
pengaruh segi batin (mental).
(20) Seorang serdadu inlander
yang mondar mandir menjaga Sebagai perempuan subaltern
barisan nenek, kakek, wanita, Larasati mengalami pergejolakan
dan anak-anak itu menghampiri batin yang menjadikannya lemah,
Lasmidja dan menampeleng
takut, pasrah akan keadaan, paranoid
mulutnya. Larasati menjerit.
Tetapi segera Lasmidja menatap serta merasakan dendam. Dada
muka anaknya. Berkata, serasa sesak menanggung derita yang
“Mengapa menjerit? Besok atau
didapat dari dominasi penjajah.
lusa mungkin tidak ada
kesempatan lagi menampeleng
(2) Untuk pertama kali ini Ara
nenek!”. (Pram, 2017: 110)
menangis begitu lama, seorang
Kutipan di atas terlihat ibu diri. Ia menangisi jiwa-jiwa
muda yang begitu rela, yang
Lasmidja yang tidak lain adalah ibu
begitu tanpa dosa. Dan, katanya
Ara mengalami kekerasan fisik oleh dalam hati, aku adalah
tentara Inlander seperti pada kutipan penjelmaan dari dosa ini
sendiri. (Pram, 2017: 29)
Seorang serdadu inlander yang
mondar mandir menjaga barisan Ara yang melihat perjuangan
nenek, kakek, wanita, dan anak-anak tanpa henti oleh pemuda-pemuda
itu menghampiri Lasmidja dan revolusioner yang rela mati saat
menampeleng mulutnya. Sebagai melawan dominasi penjajah, merasa
seorang wanita dan terlebih lagi menyesali dirinya, seperti terlihat
kaum subaltern Lasmidja tidak bisa pada kalimat bergaris miring “Dan,
berbuat apa-apa, begitupula Ara yang katanya dalam hati, aku adalah
menyaksikan secera langsung tindak penjelmaan dari dosa ini sendiri”, ia
merasakan sesak dalam batinnya,

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


23
menyesali dirinya yang penuh dosa Menurut Ranajit Guha yang
atas ketidakberdayaannya membela menanggapi pendapat Spivak
tanah air dan hidup-hidupnya yang ia mengatakan nasionalisme tidak bisa
lalui sebelum ini yakni menjadi begitu sja dipahami tanpa diketahui
seorang pelacur dan sampah bagaimana kelompok-kelompok
masyarakat. subaltern memberi sumbangannya,
bukan akibat desakan para pemimpin
3. Bentuk Perlawanan Subaltern
nasionalis melainkan kehendak
terhadap Dominasi Penjajah
mereka sendiri, yaitu tidak
dalam Novel Larasati Karya
bergantung pada elite. Spivak juga
Pramodya Ananta Toer
berpendapat bahwa subaltern betul-
Gayatri C. Spivak mengatakan betul tidak mampu bersuara dan
bahwa kaum intelektual harus hadir bahkan tidak bisa berusara sama
sebagai pendamping atau orang yang sekali untuk memperjuangkan
mewakili kelompok-kelompok yang haknya.
tertindas (subaltern). Sipvak
Berbeda dengan pendapat
menyarankan intelektual harusnya
Spivak, Pram justru dalam novelnya
lebih banyak bertindak secara nyata
yang berjudul Larasati ini
untuk memperjuangkan kelompok-
memperlihatkan bahwa kaum
kelompok subaltern dari pada hanya
elit/intelektual atau yang disebut
berfikir atau bicara saja. Namun sisi
pimpinan-pimpinan negara dalam
lain dari itu perjuangan-perjuangan
penjajahan di Indonesia tidak terlalu
antikolonial juga harusnya
membantu subaltern dalam
menciptakan identitas-identitas baru
menyampaikan aspirasinya, bahkan
yang kuat bagi rakyat-rakyat terjajah
Pram menyinggung-nyinggu masalah
dan menentang kolonialisme bukan
pemimpin-pemimpin yang korup
saja pada tingkat politis dan
sehingga banyak menimbulkan para
intelektual tetapi juga pada tingkat
pengkhianat-pengkhianat negara
emosional.
demi kepentingan pribadi. Hal ini
jelas jauh berbeda dari yang telah

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


24
disampaikan oleh spivak dan meradang karang, “Ayoh, sentuh
harapan-harapan yang ia inginkan kalau berani. Aku garuk
mukamu yang jelek sampe
atas peran penting yang harusnya
dadal!”. (Pram, 2017: 34)
dilakukan oleh kaum elit.
Setiba di Jakarta tokoh Ara
Pram juga memperlihatkan yang mendapatkan perlakuan tidak
bahwa dalam novel ini. Kaum senonoh oleh serdadu inlander,
subaltern melakukan beberapa melakukan perlawanan. Terlihat
perlawanan, baik dari pemuda- pada kutipan diatas ia
pemuda revolusioner bahkan sampai mengungkapkan kemarahannya atas
perlawanan yang dilakaukan Ara tindakan yang diterimanya, ia bahkan
sebagai perempuan subaltern saat menyampaikan kalimat ancaman,
melihat ketidakadilan yang dirasakan seperti pada kalimat bergaris miring
oleh masyarakat terjajah. Ara diatas “Ayoh, sentuh kalau berani.
melakukan perlawanan dan Aku garuk mukamu yang jelek sampe
pemberontakan dalam bentuk dadal!”, bentuk dari perlawanannya
perkataan, mimikri (ejekan) bahkan sebagai seorang perempuan
ikut serta dalam pertempuran subaltern. keberanian melontarkan
terhadap para penjajah dan para kata “binatang” membuat suasana
pengkhianat negeri. Seperti pada gempar saat pemeriksaan
kutipan-kutipan dibawah ini. berlangsung.

(7) aktu melihat Ara tak mengikuti SIMPULAN DAN SARAN


perintahnya, ia bangkit. Matanya
Simpulan
berapi-api. Ditariknya kain
kurbannya. Tangan Ara Berdasarkan hasil analisis
menangkis. Selendang merahnya mengenai dominasi penjajah
jatuh. “Binatang!” Ara terhadap subaltern, pengaruh
memekik. Orang-orang diluar
dominasi penjajah terhadap subaltern
kemah menjadi gempar. Baik
serdadu yang berdinas maupun dan bentuk perlawanan yang
para penumpang dari dilakukan subaltern dalam novel
pedalaman-semua mengarahkan
Larasati karya Pramodya Ananta
pandangan pada kemah.
Terdengar sekali lagi Larasati Toer seperti yang tertera pada

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


25
rumusan masalah, dan sesuai dengan Berdasarkan simpulan di atas
urain dari bab-bab sebelumnya, maka maka peneliti memberikan saran
dapat disimpulkan bahwa: sebagai berikut; Bagi peneliti lain
1. Dominasi penjajah Belanda yang tertarik untuk meneliti bidang
terhadap subaltern terlihat kajian yang sama, dapat melakukan
dalam bentuk penindasan, kajian dengan data dan sumber data
kekerasan dan adanya cacian yang lain agar hasil penelitian lebih
serta penyiksaan yang bervariasi dan dapat memberikan
dilakukan para penjajah sumbangan lebih banyak dalam
sebagai kaum superior melakukan penelitian bahasa, agar
terhadap kaum pribumi yang dapat menggunakan kajian
inferior. Poskolonial untuk mengungkapkan
2. Pengaruh dominasi penjajah lebih banyak kritik terhadap
terhadap subaltern dipengaruhi kolonialisme yang bahkan sampai
dari segi fisik baik secara saat ini masih mempengaruhi bangsa
langsung maupun tidak terkhususnya bangsa Indonesia.
langsung, serta segi batin DAFTAR PUSTAKA
(mental) yaang menjadikan Adzkia, Aghnia. 2018. Mengenal
kaum subaltern tertekan Karya Pramodya Ananta
Toer,
batinnya, merasa lemah, http://beritagar.id/artikel/seni-
paranoid, takut dan hiburan/mengenal-karya-
menyimpan dendam. pramodya-ananta-toer,
dikutip pada tanggal 9
3. Perlawanan subaltern terhadap
Agutus 2018 pukul 01:57
penjajah menggambarkan WITA
adannya karakteristik kuat Aminuddin, 2015. Pengantar
Apresiasi Sastra. Bandung:
yang dimiliki subaltern dengan
Sinar Baru Algensindo
segala usaha untuk Bandung.
menyuarakan aspirasinya yang Arisanti, Febriana Windy. 2013.
Pandangan Gayatri Spivak
dominan dilakukan oleh kaum
Tentang Subaltern,
subaltern itu sendiri. http://febrina-windy-
Saran fisip12.web.unair.ac.id/artikel

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


26
_detail-87893- Poskolonialisme, 438-1796-
Ideide%20politikPandanagan 1-SM.pdf,
%20Gayatri%20Spivak%20T ejurnalbalaibahasa.id, di
entang%20Subaltern.html, unduh pada tanggal 12 April
diunduh pada tanggal 8 April 2018 Pukul 14.15 WITA
2018 pukul 16.09 WITA. Djumingin, Sulastriningsih, Sukardi
Artawan dan Yasa. 2015. “Mimikri Weda, & Juanda. 2019.
dan Stereotipe Kolonial Anxiety in Classroom
terhadap Budak dalam Novel- Presentation in Teaching-
novel Balai Pustaka,” dalam Learning Interaction in
Jurnal Ilmu Sosial dan English for Students of
Humaniora, Volume 4/2015, Indonesian Study Program at
hlm 577. Higher Education.
Aschroft, Bill, dkk. 2003. International Journal of
Menelanjangi Kuasa Bahasa, Education and Practice, 7(1):
Teori dan Praktik Sastra 1-9, DOI: 10.18488/journal
Poskolonial. Terjemahan Fati 61.2019. 71.1.9
Soewandi dan Agus Endraswara, Suwardi. 2005. Metode
Mokamat. Yogyakarta: dan Teori Pengajaran Sastra. Buana
Penerbit Qalam Pustaka.
Bandel, Katrin. 2013. Sastra
Nasionalisme Esten, Mursal. 2013. Kesusastraan;
Pascakolonialitas. Pengantar Teori dan Sejarah.
Jogjakarta: Pustaha Hariara Bandung: Angkasa.
Bahardur, Iswadi, 2017. Pribumi Faruk. 2007. Belenggu
Subaltern Dalam Novel- Pascakolonial; Hegemoni
Novel Indonesia dan Resistensi dalam Sastra.
Pascakolonial, Yogyakarta: Puskata Pelajar.
http://dx.doi.org/10.22202/JG Foulcher dan Day. 2006. Clearing A
.2017.V3i1.1876, diunduh Space, Kritik Pascakolonial
pada tanggal 12 April 2018 tentang Sastra Indonesia
pukul 14.10 WITA Modern. Terjemahan Bernard
Budiantoro, Melani. 2014. Hidayat. Jakarta: Yayasan
Memahami Cerita Rekaan. Obor Indonesia.
Jakarta: Pustaka Jaya. Hamzah, Azhar. 2017. Dominasi
Daratullaila, Nasri .2016. Penjajah Terhadap Subaltern
Ambivalensi kehidupan dalam Novel Jugun Ianfu:
tokoh Larasati dalam roman Jangan Panggil Aku Miyako:
Larasati karya Pramodya Suatu Tinjauan Poskolonial
Ananta Toer: kajian Gayatri C. Spivak. (Skripsi).

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


27
Makassar: Fakultas Bahasa Jurnal Lingua, Vol. 15, No.
dan sastra UNM 2, 71-82
Hidayati, Wiwik. 2008. Pengaruh
Dominasi Penjajah atas Juanda, M. 2018. The Study Of The
Subaltern dalam Novel Value Of Children‟s
Cantik Itu Luka Karya Eka Literature In West Sulawesi
Kurniawan; Analisis As Alternative Teaching
Berdasarkan Pendekadatan Materials In Teaching
Poskolonialisme (Sripksi). Literature. Seminar
Semarang: Fakultas Sastra Internasional Bahasa, Sastra
Universitas Diponegoro. dan Pembelajarannya, ppl
Juanda. 2012. Bahasa Prokem dan 26-137.
Pembelajaran Bahasa
Retorika. Jurnal Bahasa, dan Juanda, M. 2018. Revitalisasi Nilai
Pengajaran. Vol. 8 No. 1, 28- Dalam Dongeng Sebagai
35 Wahana Pembentukan
Juanda, M. 2012. Peran Sastra Anak Karakter Anak Usia Dini.
dalam Pembiasaan Membaca Jurnal Pustaka Budaya. Vol.
Sejak Anak Usia Dini 5, No. 2, 12.
Sebagai Pondasi Juliastuti, Nuraini. 2009. Membaca
Pembentukan Karakter yang Gayatri Chakravorty Spivak.
Beridentitas Nasional. Sastra http://kunci.or.id/articles/me
Anak dan Kesadaran Feminis mbaca-gayatri-chakravorty-
Dalam Sastra, 104. spivak/ diunduh pada tanggal
Juanda, J. 2013. Education Value 28 april 2019 pukul 14.35
And Folkloer Culture Pau- WITA
Pau Rikadoang Princess Loomba, Ania. 2003.
Taddamplle. Jurnal of Kolonialisme/Pascakolonialis
Humanity, 1(1), 71-81. me. Terjemahan Hartono
Juanda. 2016. Pendidikan Hadikusumo. Jogjakarta:
Lingkungan Peserta Didik Bentang Budaya.
Melalui Sastra Anak Berbasis Morton, Stephen, 2008. Gayatri C.
Lokal. Prosiding Spivak, Etika, Subaltern &
Internasional Coference on Kritik Penalaran
Literature, XXV Oktober, Poskolonial. Terjemahan
92-110 Wiwin Indiarti. Yogyakarta:
Juanda, dan Aziz. 2018. Paraton.
Penyingkapan Citra
Perempuan Cerpen Media Nasution, Rosramadhana, 2016.
Indonesia: Kajian Feminisme. Ketertindasan Perempuan

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


28
Dalam Tradisi Kawin Anom: dalam Perspektif Spivak,”
Subaltern Perempuan Pada dalam Jurnal Ilmu Sastra,
Suku Banjar dalam Perspektif Vol. VI/2018, hlm13-14.
Poskolonial. Jakarta: Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi.
Yayasan Pustaka Obor Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Indonesia Sugiyono. 2016. Memahami
Nur‟aeni, Ida. 2015. “Subaltern Penelitian Kualitatif.
Masyarakat Kaili pada Bandung: Alfabet.
Cerpen Perempuan dalam Teew. 2003. Sastra dan Ilmu Sastra.
Sakaya,” dalam Jurnal Jakarta: Pustaka Jaya.
Lingua, Volume 12/2015, Toer, Pramodya Ananta. 2015.
hlm 107. Larasati, Jakarta: Lentera
Nurgiantoro, Burhan. 2013. Teori Dipantara
Pengkajian Sastra. Wellek, Rene dan Austin Warren.
Yogyakarta: Gajahmada 2014. Teori Kesusastraan.
University Press. Terjemahan Melani Budianta.
Priyatni, Endah Tri. 2012. Membaca Jakarta: PT Gramedia
Sastra Dengan Rancangan Pustaka Utama.
Literi Kritis. Jakarta: Bumi Widyaningsih, Utami. 2011.
Aksara Subaltern dalam Naskah
Purba, Antilan, 2012. Sastra Drama Andorra Karya Max
Indonesia Kontemporer. Frisch; Sebuah Kajian
Yogyakarta: Graha Ilmu Poskolonial (Skripsi).
Yogyakarta: Fakultas Bahasa
Santosa, Puji. 2016. Postkolonial; dan Seni Universitas Negeri
Jaringan Sastra atas Rekam Yogyakarta.
Jejak Kolonialisme.
http://badanbahasa.kemdikbu
d.go.id/lamanbahasa/artikel/
1266,diunduh pada tanggal
23 Juli 2016 pukul 21.00
WITA.
Saputra, Asep Deni. 2011.
“Perempuan Subaltern Dalam
Karya Sastra Indonesia
Poskolonial,” dalam Jurnal
Literasi Sastra, Volume
1/2011, hlm 16.
Setiawan, Rahmat. 2018. “Subaltern,
Politik Etis dan Hegemoni

Subaltern Gayatri C. Spivak-Larasati


29

Anda mungkin juga menyukai