Makalah Karil
Makalah Karil
DISUSUN OLEH :
NAMA : MILANIA NUR FAUZIAH
NIM : 856971582
SEMESTER : VI (Enam)
UNIVERSITAS TERBUKA
2023.1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang memberi limpahan berkat dan
rahmatNYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Model-model pembelajaran” dengan tepat waktu. Yang disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah strategi pembelajaran di SD.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun,
khususnya dari tutor mata kuliah strategi pembelajaran di SD. Guna menjadi
acuan bekal pengalaman dimasa yang akan datang dan demi kesempurnaan
makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN..................................................................2
A. Model-model Belajar................................................................2
B. Belajar Colaboratif....................................................................2
C. Belajar Kuantum.......................................................................3
D. Belajar Kooperatif ....................................................................4
E. Belajar Tematik.........................................................................5
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
iv
Pendekatan pembelajaran tersebut merupakan pembelajaran
kontemporer yangsedang trend dan digunakan di Sekolah Dasar saat ini
yang telah teruji secara empirik. Namun demikian, pendekatan
pembelajaran tersebut dalam penerapannya pada konteksSekolah Dasar di
Indonesia perlu pengkajian kreasi dari para guru.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan umum
dalam makalah ini adalah: “Bagaimana pendekatan pembelajaran di
Sekolah Dasar?”.
Sub-sub masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan anak usia SD dan implikasinya terhadap
pendidikan?
2. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia SD?
3. Apakah pedekatan pembelajaran Holistik?
4. Apakah pedekatan pembelajaran Kontruktivisme?
C. TUJUAN
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penulisan umum dalam
makalah ini adalah: “Memahami berbagai pendekatan pembelajaran di
Sekolah Dasar”.
Sub-sub tujuan dari penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui perkembangan anak usia SD beserta implikasinya terhadap
pendidikan.
2. Mengetahui penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia SD.
3. Memahami pendekatan pembelajaran Holistik.
4. Memahami pendekatan pembelajaran Kontruktivisme.
v
D. MANFAAT
Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini baik bagi penulis
maupun pembaca adalah sebagai berikut :
1. Sebagai penambah wawasan bagi penulis dan pembaca.
2. Agar dapat diaplikasikan di masa yang akan datang.
vi
BAB II
PEMBAHASAN
vii
disajikan secara variatif melalui banyak aktivitas; dan (3) melibatkan
penggunaan berbagai media dan sumber belajar sehingga
memungkinkananak terlibat secara penuh dengan menggunakan berbagai
proses perkembangannya (Amin Budiamin, dkk., 2009 : 84).
Aspek-aspek perkembangan peserta didik yang berimplikasi
terhadap proses pendidikan akan diuraikan seperti di bawah ini.
1. Implikasi Perkembangan Intelektual
Proses perkembangan intelektual menurut pendapat
Budiamin, dkk. (2009 : 5) melibatkan perubahan dalam kemampuan
dan pola berpikir, kemahiran berbahasa, dan cara individu
memperoleh pengetahuan dari lingkungannya. Aktivitas-aktivitas
seperti mengamati dan mengklasifikasikan benda-benda, menyatukan
beberapa kata menjadi satu kalimat, menghafal doa, memecahkan
soal-soal matematika, dan menceritakan pengalaman kepada orang
lain merupakan peran proses intelektual dalam perkembangan anak.
Teori Piaget banyak digunakan dalam praktik pendidikan atau
proses pembelajaran, meski teori ini bukanlah teori mengajar. Piaget
(Budiamin, dkk., 2009 : 108) berpandangan bahwa :
1. Pembelajaran tidak harus berpusat pada guru, tetapi berpusat pada
peserta didik;
2. Materi yang dipelajari harus menantang dan menarik minat belajar
peserta didik;
3. Pendidik dan peserta didik harus sama-sama terlibat dalam proses
pembelajaran;
4. Urutan bahan dan metode pembelajaran harus menjadi perhatian
utama, karenaakan sulit dipahami oleh peserta didik jika urutannya
loncat-loncat;
5. Guru harus memperhatikan tahapan perkembangan kognitif
peserta didik dalammelakukan stimulasi pembelajaran; dan
6. Pembelajaran hendaknya dibantu dengan benda-benda konkret
pada anaksekolah dasar kelas awal.
viii
Perkembangan intelektual pada anak usia sekolah dasar
sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai
kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya
nalarnya. Perkembangan intelektual dan pengalaman belajar anak
sangat erat kaitannya. Perkembangan intelektual peserta didik
akan memfasilitasi kemampuan belajarnya. Peserta didik sudah
dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti membaca, menulis,
dan berhitung. Dalam mengembangkan daya nalar,caranya dengan
melatih peserta didik untuk mengungkapkan pendapat, gagasan,
atau penilaiannya terhadap berbagai hal. Misalnya yang berkaitan
dengan materi pelajaran, tata tertib sekolah, dan sebagainya.
ix
demikian, jelaslah bahwa perbedaan perkembangan fisik harus
dihadapi dengan cara yang tepat oleh para pendidik.
x
komprehensif, dan imajinatif tinggi untuk menghasilkan sesuatu yang
orisinil. Oleh karena itu, kreativitas lebih dikatakan sebagai suatu
yang lebih inovatif daripada reproduktif.
Desmita dalam bukunya Psikologi Perkembangan (2008 : 176)
memaparkan tentang perhatian para psikolog dan kalangan dunia
pendidikan terhadap kreativitas sebagai salah satu aspek dari fungsi
kognitif yang berperan dalam prestasi anak disekolah, yang bermula
dari pidato Guilford tahun 1950. Guilford dalam pidatonya
menegaskan bahwa kreativitas perlu dikembangkan melalui jalur
pendidikan guna mengembangkan potensi peserta didik secara utuh
dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan seni.
Menyadari posisi strategis kreativitas dalam kehidupan peserta
didik, perlu dikemukakan berbagai upaya yang dapat mendukung
pengembangan kreativitas terhadap pendidikan. Namun dalam
kenyataannya, kreativitas bukanlah sesuatu yang diajarkan kepada
peserta didik, melainkan hanya memungkinkan untuk dapat
dimunculkan. Oleh sebab itu, Treffinger (Depdikbud, 1999 : 105)
mengemukakan sejumlah pengalaman belajar yang dapat
dikembangkan oleh pendidik agar mampu mendorong kreativitas
peserta didik, khususnya dalam proses pembelajaran. Haltersebut
antara lain guru diharapkan dapat menyajikan materi pembelajaran,
menyiapkan berbagai media, menggunakan pendekatan pembelajaran
yang memungkinkan posisi peserta didik sebagai subjek daripada
objek pembelajaran, serta mengadakan evaluasi yang tepat sehingga
mampu mendukung pengembangankreativitas peserta didik.
xi
dan dilindungi oleh orang tuanya. Namun, lama kelamaan keadaan itu
berubah. Anak-anak yang pada mulanya hanya mempunyai hak saja,
berangsur-angsur mempunyai kewajiban.
Lingkungan sosial merupakan pengaruh luar yang datang dari
orang lain. Selain itu, yang termasuk lingkungan sosial ialah
pendidikan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pendidikan adalah
pengaruh-pengaruh yang disengaja dari anggota berbagai golongan
tertentu, seperti pengaruh ayah, nenek, paman, dan guru-guru.
Purwanto (2006 : 171) mengatakan bahwa tugas dan tujuan
pendidikan sosial adalah: (1) mengajar anak-anak yang hanya
mempunyai hak saja, menjadi manusia yang sadarakan kewajibannya
terhadap bermacam-macam golongan dalam masyarakat; dan (2)
membiasakan anak-anak mematuhi dan memenuhi kewajiban sebagai
anggota masyarakat. Dalam menjalani kehidupannya sebagai makhluk
sosial, senantiasa selalutumbuh dalam diri seorang anak yang
dimaksud dengan perkembangan sosial.
Budiamin, dkk. (2009 : 123) berpandangan bahwa
perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial yang erat kaitannya dengan pencapaian kemandirian.
Sementara itu, Sunarto dan Hartono (2006 : 143) berpendapat bahwa
perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar
manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.
Senada dengan kedua pendapat di atas, Yusuf (2005 : 122)
mengemukakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses belajar
untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral,
tradisi, atau meleburkan diri menjadi satu kesatuan yang saling
berkomunikasi dan bekerja sama. Anak dilahirkan belum memiliki
kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai
kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan
diri dengan orang lain, termasuk dengan teman sebaya.
xii
6. Implikasi Perkembangan Emosional
Emosi menurut Sarwono (Yusuf, 2005 : 115) merupakan
keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif, baik pada
tingkat lemah maupun pada tingkatyang luas. Baradja (2005 : 221)
kemudian mengemukakan beberapa contoh tentang pengaruh emosi
terhadap perilaku individu dalam pembelajaran, di antaranya: (1)
memperkuat dan melemahkan semangat apabila timbul rasa senang
atau kecewa atashasil belajar yang dicapai; (2) menghambat
konsentrasi belajar apabila sedang mengalami ketegangan emosi; (3)
menggangu penyesuaian sosial apabila terjadi rasa cemburu dan iri
hati; dan (4) suasana emosional yang dialami individu semasa
kecilnya akan mempengaruhi sikapnya di kemudian hari.
Pendapat lain mengungkapkan bahwa emosi merupakan faktor
dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini
termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif seperti perasaan
senang, bersemangat, atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi
individu untuk berkonsentrasi terhadap aktivitas belajar, seperti
memperhatikan penjelasan guru, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan
tugas, dan sebagainya (Yusuf, 2005 : 181).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Yusuf, dapat
diuraikan bahwa jika yang menyertai proses belajar itu emosi negatif
seperti perasaan tidak senang dankecewa, maka proses belajar akan
mengalami hambatan, dalam arti peserta didik tidak dapat
memusatkan perhatiannya untuk belajar sehingga kemungkinan
besarakan mengalami kegagalan dalam belajarnya.
xiii
jawab, cinta bangsa dan sesama manusia, mengabdi kepada rakyat
dannegara, berkemauan keras, berperasaan halus, dan sebagainya,
termasuk pula kedalam moral yang perlu dikembangkan dan
ditanamkan dalam hati sanubari anak-anak.Adapun perkembangan
moral menurut Santrock yaitu perkembangan yang berkaitan dengan
aturan mengenai hal yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
interaksinya dengan orang lain (Desmita, 2008 : 149).
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa
cara, salahsatunya melalui pendidikan langsung, seperti diungkapkan
oleh Yusuf (2005 : 134). Pendidikan langsung yaitu melalui
penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar-salah atau
baik-buruk oleh orang tua dan gurunya. Selain lingkungan keluarga,
lingkungan pendidikan juga menjadi wahana yang kondusif bagi
pertumbuhan dan perkembangan moral peserta didik. Untuk
itu,sekolah diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang sejuk
untuk melakukan sosialisasi bagi anak-anak dalam pengembangan
moral dan segala aspekkepribadiannya.
xiv
yang benar-benar utuh dari lembaga-lembaga pendidikan. Untuk itu,
pendidikan agama nampaknya harus tetap dipertahankan sebagai
bagian penting dari program-program pendidikan yangdiberikan di
sekolah dasar. Tanpa melalui pendidikan agama, mustahil dapat
berkembang baik dalam diri peserta didik.
xv
Kurikuler merupakan kegiatan yang berkaitan dengan dengan
kurikulum. Kegiatankokurikuler merupakan rangkaian kegiatan
kesiswaan yang berada dalam sekolah. Ekstrakurikuler adalah
kegiatan yang diselenggarakan diluar jam pelajaran yangtercantum
dalam susunan program sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
sekolah.
b) Tujuan dilakukan kegiatan kurikuler, kokulikuler, dan
extrakurikuler.
Kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan agar anak dapat
mengaitkan antara pengetahuan yang diperoleh dalam program
kurikuler dengan keadaan dan kebutuhanlingkungan.
c) Pelaksanaan hak anak dalam kurikuler, kokulikuler, dan
extrakurikuler.
Dalam rencana strategis departemen pendidikan nasional 2005-
2009 disebutkanmengenai program penguatan kebijakan
Depdiknas dengan rencana pembangunan jangka menengah
Bappenas. Rencana Bappenas mengenai wajib belajar 9 tahun.
xvi
D. Pendekatan Pembelajaran Holistik dan Konstruktivisme
1. Pengertian Pendekatan Pembelajaran
a. Pendekatan Holistik
Pendekatan Holistik atau terpadu dalam pembelajaran,
diilhami oleh Psikologi Gelstalt yang dipelopori oleh Wertheimer,
Koffka, dan Kohler. Menurut mereka,objek atau peristiwa tertentu
akan dipandang oleh individu sebagai suatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Suatu objek atau peristiwa akan dapat dilihat
maknanya jika diamati dari segi keseluruhannya dan keseluruhan itu
bukan jumlah bagian-bagian. Sebaliknya suatu bagian baru akan
bermakna jika berada dalamkaitan dengan keseluruhan. Produk
pembelajaran seharusnya tidak dilihat dari dampaknya terhadap
salah satu aspek individual siswa, melainkan harus dari keseluruhan
aspek yang yang mencakup dimensi fisik, sosial, kognitif, emosi,
moraldan kepribadian secara utuh.
Aplikasi, teori Gestalt dalam pendekatan pembelajaran antara
lain adalah dalam hal-hal sebagai berikut (Moh.Surya, 1999) :
1) Pengalaman memahami (insight )
Berdasarkan percobaannya, Kohler menyatakan bahwa
memahami memegang peranan penting dalam perilaku.
Sehubungan dengan hal itu dalam proses pembelajaran,
hendaknya guru membantu siswa agar para siswa memiliki
kemampuan insight yaitu kemampuan mengenal keterkaitan
unsur-unsur dalam suatu objek atau peristiwa. Guru juga
hendaknya mengembangkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah dengan proses insight.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning)
Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait dalam suatu objek
atau peristiwa, akan menunjang pembentukan insight dalam proses
pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur, akan
makin efektif sesuatu dipelajari. Oleh karena itu aturan-aturan
xvii
yang mendasari unsur-unsur dalam suatu objek hendaknya
dipahami dan dijadikan dasar dalam pengembangan insight dan
pemahaman keseluruhan objek atau peristiwa. Hal ini sangat
penting dalam kegiatan pemecahan masalah khususnya dalam
identifikasi masalah dan pengembangan alternatif dan
pemecahannya.
3. Perilaku bertujuan (purposive behavior)
Prinsip ini dikembangkan oleh Edward Tolman yang
meyakini bahwa pada hakikatnya perilaku itu terarah kepada suatu
tujuan. Perilaku bukan hanyasekedar hubungan antara stimulus
dan respon (tindak balas), akan tetapi adanya keterkaitan yang erat
dengan tujuan atau sesuatu yang ingin diperoleh. BagiTolman,
pembelajaran terjadi karena siswa membawa harapan-harapan
(expectancies) tertentu ke dalam situasi pembelajaran. Berdarkan
prinsip ini, proses pembelajaran akan lebih efektif apabila dapat
membantu siswa untuk mengenal tujuan yang akan dicapainya,
selanjutnya mampu mengarahkan perilaku belajarnya ke tujuan
tersebut. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan
sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu siswa dalam
memahami tujuan itu untuk selanjutnya mengembangkan aktivitas
pembelajaranyang efektif.
4. Prinsip ruang hidup (file space)
Konsep ini dikembangkan oleh Kurt Lewin dalam teori
medan (filedtheory) yang menyatakan bahwa perilaku individu
mempunyai keterkaitan dengan lingkungan atau medan di mana ia
berada. Individu berada dalam suatu lingkungan medan psikologis
yang mempunyai pola-pola perilakunya. Prinsip ini
mengimplikasikan adanya padanan dan kaitan antara proses
pembelajaran dengan tuntutan dan kebutuhan lingkungan. Materi
yang diajarkan guru hendaknya memiliki padanan dan kaitan
dengan situasi.
xviii
5. Transfer dalam pembelajaran
Transfer dalam pembelajaran adalah pemindahan pola-pola
perilaku dari suatu situasi pembelajaran tertentu kepada situasi
lain. Sesuai dengan teori Gestalt, pembelajaran mempunyai makna
sebagai proses membentuk suatu pola Gestalt atau keseluruhan
atau konfigurasi yang mempunyai bentuk dan arti. Menurut teori
ini, transfer terjadi dengan jalan melepaskan pengertian atau
objekdari suatu konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.
Sejalan dengan konsep Gestalt ini, Judd mengembangkan teori
generalisasi dalam pembelajaran. Judd menekankan pentingnya
penanganan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran
dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum
(generalisasi). Menurut teori ini, transfer akan terjadi apabila
siswa menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu masalah, dan
menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam
memecahkan masalah dalam situasi lain. Dalam hubungan dengan
pembelajaran di kelas, hendaknya guru membantusiswa untuk
menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi-materi yang
diajarkannya kemudian dilatihkan untuk dapat diterapkan dalam
situasi-situasi lain yang mungkin berbeda sifatnya.
b. Pendekatan Kontruktivisme
Cikal bakal kontruktivisme bermula dari gagasan
Giambatissta Vico, seorang epistemolog Italia kemudian
dimunculkan dalam tulisan Mark Baldwin yang kemudian
diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget.
Para penganut kontruktivisme berpendapat bahwa
pengetahuan itu adalah merupakan kontruksi dari kita yang sedang
belajar. Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu
kenyataan yang sedang dipelajari, tetapi merupakan konstruksi
kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun
xix
lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada di
sana dan orang tinggal mengambilnya tetapi merupakan suatu
bentukan terus-menerus dari seseorang yang setiap kali
mengadakan reorganisasi karena munculnya pemahaman yang
baru (PaulSuparno, 1977).
Kaum kontruktivis menyatakan bahwa manusia dapat
mengetahui sesuatu dengan inderanya. Dengan berinteraksi
terhadap objek dan lingkungannya melalui proses melihat,
mendengar, menjamah, membau dan merasakan, orang
dapatmengetahui sesuatu.
Bagi kaum ini, pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah
tertentu, tetapimerupakan proses menjadi. Menurut Von
Glaserfeld, tokoh filsafat kontruktivismedi Amerika Serikat,
pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari
pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan (guru) kepikiran
orang yang belum punya pengetahuan (siswa). Bahkan bila guru
bermaksud untuk mentransfer konsep, ide dan pengertiannya
kepada siswa, pemindahan itu harus diinterprestasikan dan
dikontruksikan oleh siswa sendiri dengan pengalaman mereka.
Von Glaserfeld menyebutkan beberapa kemampuan yang
diperlukan untuk proses pembentukan pengetahuan itu, seperti :
1. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali
pengalaman;
2. Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan
akan kesamaan dan perbedaan; dan
3. Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang
satu daripada yang lain.
Kontruktivisme meletakkan kebenaran dari
pengetahuan dengan viabilitisnya, yaitu berlakunya konsep
atau pengetahuan itu dalam penggunaan. Semakin dalamdan
luas suatu pengetahuan dapat digunakan, semakin luas
xx
kebenarannya. Dalamkaitan ini maka pengetahuan tarafnya,
mulai dari yang berlaku secara terbatas sampai yang lebih
umum sehingga pengetahuan itu ada batasnya.
Bettencourt menyebutkan beberapa hal yang
membatasi proses kontruksi pengetahuan, yaitu :
1. Kontruksi yang lama;
2. Domain pengalaman kita; dan
3. Jaringan struktur kognitif kita.
xxi
5. Memberikan pendidikan nonformal.
6. Mengadakan keterampilan bagi anak, pembiayaan atau
penanggulangan pekerja anak bisa dilakukan oleh masyarakat yang
peduli terhadap kesejahteraan anak.
Solusinya
xxii
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Peran guru, orang tua , dan masyarakat memeang perlu
dimaksimalkan. Guru dapat menememukan perannya yang lebuh banyak
sebagai fasilitator. Guru bukan lagi tampil sebagai sosok yang tau
segalanya, tetapi lebih untuk meingkatkan dan membantu anakdalam
proses belajar. Guru juga harus menciptakan suasana yang lebih
konstruktif, yang berkaitan dengan masyrakat lingkungan sekitar.
Hubungan yang baik antara sekolah danorang tua merupakan hal yang
bermakna.
B. SARAN
Sebagai guru hendaknya kita memilih menggunakan pendekatan
pembelajaran model seperti apa, usahakan untuk mengetahui kebutuhan
yang cocok untuk berbagai macam karakteristik siswa, dan jangan
memaksakan menggunakan pendekatan pembelajaran namun bertentangan
xxiii
dengan realita siswa. Sehingga dapat dicapai hasil belajar siswa yang
memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Mikarsa, H.L, dkk. (2016). Pendidikan Anak Di SD. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Endra Maulana. (2014). Dunia Informasi Pendidikan Teraktual. (Online).
(http://www.informasi-pendidikan.com/2014/01/pengertian-
pendekatan.html?m=1,dikunjungi 4 November 2013).
Sofa.2008.”Karakteristik Anak Usia SD” (online),
http://www.ilmukami.co.cc/2011/01/karakteristik-anak-usia-
sd.html,diaksestanggal 23 Maret2011)
Rosyid.2009.”Karakteristik Anak Usia SD”(online),
(http://www.rosyid.info/2009/10/karakteristik-anak-usia-sd.html,diakses
tanggal 23 Maret2011)
Majalah Komunitas.2010.”Pedoman PSB untuk TK dan SD” (online),
Massofa.2008.”Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar” (online),.
xxiv
xxv