Modul Hukum Tata Negara I Ver. 1.3 (Pengantar)
Modul Hukum Tata Negara I Ver. 1.3 (Pengantar)
A. Peristilahan
Dalam literatur Inggris, lembaga negara dikenal dengan
peristilahan sebagai berikut :
1. Body of State;
2. Political Institution;
3. States Organ.
Selain, itu lembaga negara juga dikenal dengan istilah :
1. Staats Organen (Belanda);
2. Alat perlengkapan federal (istilah ini digunakan pada masa
berlakunya Konstitusi RIS 1949);
3. Alat perlengkapan negara ( istilah ini digunakan pada masa
berlakunya UUDS 1950).
4. Pranata Negara.
Istilah yang resmi digunakan oleh Indonesia dewasa ini yaitu
“lembaga negara”. Adapun sebagai dasar hukum konstitusional
penggunaan istilah lembaga negara yaitu Pasal 24 C UUD Tahun 1945.
Pasal itu antara lain menentukan sebagai berikut :
Mahkamah Konstitusi berwenang....
“... Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD...”
Jadi, UUD sendiri menggunakan istilah lembaga negara, karena itu dapat
dikatakan istilah tersebut merupakan istilah resmi.
B. Pengertian
Secara sederhana, lembaga negara diartikan sebagai lembaga
yang menjalankan fungsi-fungsi negara. Sebelum perubahan UUD Tahun
1945, berdasarkan TAP MPR No. III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan
Hubungan Tata Kerja antara Lembaga Tertinggi Negara dengan/antar
Lembaga Tinggi Negara, dikenal istilah “Lembaga Tertinggi Negara” dan
“Lembaga Tinggi Negara”. Waktu itu, dikenal predikat “tertinggi” dan
“tinggi”. Predikat tersebut menggambarkan adanya hirarki atau hubungan
atasan bawahan. Yang dikategorikan Lembaga Tertinggi Negara adalah
MPR, sedangkan Lembaga Tinggi Negara meliputi DPR, Presiden, MA, BPK
dan DPA (sekarang telah dibubarkan). Karena itu, MPR merupakan atasan
lembaga tinggi negara lainnya.
1
Namun, setelah perubahan UUD Tahun 1945, TAP MPR tersebut di
atas dicabut, sehingga predikat lembaga tertinggi dan tinggi negara juga
kehilangan dasar hukumnya. Dipihak lain, dalam perubahan UUD 1945
muncul istilah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD,
sehingga istilah dalam UUD itulah yang menjadi acuan dewasa ini.
Terhapusnya predikat “tertinggi” dan “tinggi” telah menimbulkan
konsekuensi bahwa dewasa ini antara lembaga negara yang satu dengan
lembaga negara yang lain muncul kesetaraan, tidak ada lagi hubungan
atasan bawahan seperti dulu. Lebih lengkapnya, muncul prinsip
kesetaraan dan saling mengontrol ( check and balances system) antar
lembaga negara. Jadi, apabila dalam tradisi yang lama MPR
kedudukannya paling tinggi, sekarang menjadi setara dengan lembaga
negara lainnya seperti DPR, Presiden dan lain-lain.
2
KOMNAS HAM, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi
Kejaksaan, dan lain-lain.
Dalam hukum lembaga negara yang menjadi fokus pembahasan
adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD (nomor
1). Adapun nomor 2 dan 3 dibahas dalam bidang yang lainnya.
3
Dalam dunia hukum, dikenal adanya 3 (tiga) bentuk penuangan keputusan
norma hukum yaitu :
1. Peraturan (regels), sebagai hasil dari kegiatan yang bersifat mengatur. Sifat
peraturan adalah general norm (norma yang berlaku bagi setiap
orang/umum). Dalam hukum Indonesia regels dikenal dengan istilah
“Peraturan perundang-undangan” yang terdiri dari UUD, TAP MPR,
UU/Perpu, PP, Perpres dan Perda.
2. Vonis (vonnis), sebagai hasil dari kegiatan menghakimi (proses peradilan).
Contoh : putusan Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Konstitusi.
3. Penetapan/Ketetapan (beschikking), sebagai hasil dari kegiatan
menetapkan secara administratif. Sifat penetapan adalah individual norm,
artinya hanya berlaku bagi orang-orang tertentu atau badan tertentu.
Contoh : Izin Mendirikan Bangunan yang diberikan kepada Ali, Izin Usaha
Perdagangan yang diberikan kepada suatu PT, Sertifikat Hak Milik atas
tanah yang diberikan kepada Badu dan sebagainya. Dalam sistem hukum
Indonesia penetapan dikenal dengan istilah keputusan tata usaha negara
(KTUN).
4
mengikat dari undang-undang, di mana PP menjabarkan lebih lanjut isi
undang-undang;
3. Sumber hukum diartikan sebagai hal-hal yang bersifat non yuridis (di luar
hukum), seperti ideologi, pandangan politik, norma agama, moral dan
sebagainya. Pengertian yang ketiga ini seringkali mempengaruhi atau
bahkan menentukan isi peraturan perundang-undangan di suatu negara.
Contoh : negara yang menganut ideologi komunis, seperti China, Korea
Utara, maka peraturan-peraturannya tentu saja akan banyak dipengaruhi
oleh paham-paham komunis.
1
Ketetapan tersebut dewasa ini sudah tidak berlaku lagi tetapi pengertian sumber
hukum yang ada di dalamnya tetap relevan untuk dijadikan referensi.
5
UU dalam arti luas disebut juga peraturan perundang-undangan (regels)
yang meliputi : UUD, TAP MPR, UU/Perpu, PP, Perpres, Perda dan
peraturan lembaga negara serta peraturan lembaga pemerintah.
b. Hukum adat HUKUM ADAT KETATANEGARAAN
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia pernah berkembang semacam
hukum adat ketatanegaraan seperti misalnya peraturan tentang alat-
alat perlengkapan persekutuan adat DESA ADAT CONTOHNYA
PERADILAN ADAT, peraturan tentang rembug desa dan lain-lain;
c. Hukum Kebiasaan/ CUSTOMARY LAW DALAM KONTEKS HTN
ADALAH KONVENSI KETATANEGARAAN
Dalam hukum tata negara, hukum kebiasaan disebut sebagai konvensi
ketatanegaraan (constitutional convention). Menurut Prof. Soepomo
yang dimaksud dengan konvensi adalah aturan-aturan dasar INI
SEKELAS/SAMA DENGAN KONSTITUSI/UUD 1945 yang timbul ADA
INISIATOR dan terpelihara DILAKUKAN BERULANG ULANG dalam
praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis WUJUDNYA
TIDAK TERTULIS (UNWRITTEN) Contoh konvensi diantaranya :
1) pidato kenegaraan Presiden Indonesia setiap tanggal 16 Agustus di
hadapan Sidang Bersama (joint session) DPR dan DPD SIDANG
TAHUNAN MPR (MPR TERDIRI ATAS ANGGOTA DPR DAN ANGGOTA
DPD). Dewasa ini, pidato kenegaraan sudah diatur dalam undang-
undang dan Peraturan Bersama DPR dan DPD. Oleh sebab itu, telah
bertransformasi menjadi hukum tertulis dan tidak dapat lagi disebut
konvensi.
2) mosi tidak percaya yang dikeluarkan oleh parlemen (DPR) untuk
menjatuhkan pemerintah yang sedang berkuasa.
3) hubungan antara Raja, Menteri dan Parlemen dalam tata negara
Inggris.
d. Traktat/TREATY (perjanjian internasional/INTERNATIONAL
CONVENTION/INTERNATIONAL TREATIES).
6
Yaitu persetujuan internasional yang dibuat oleh subjek-subjek hukum
internasional mengenai suatu persoalan yang bersifat lintas batas
negara.
WHO COVAX = PROGRAM PENDISTRIBUSIAN VAKSIN KE SELURUH
NEGARA
7
Ajaran para ahli, walaupun tidak memiliki kekuatan mengikat, tetapi
dapat menjadi sumber inspirasi bagi DPR dan Presiden dalam
membuat undang-undang dan bagi hakim dalam membuat putusan.
Misalnya, dalam memutus perkara, hakim dapat mencari dan
menemukan hukum dalam buku-buku yang dikarang para sarjana
terkemuka. CF. STRONG, CARL SCHMITH, BRIAN THOMPSON, PROF.
JIMLY ASSHIDDIQIE,
Salah satu doktrin terkenal dalam ilmu hukum adalah teori Trias
Politica (pemisahan kekuasaan/SEPARATION OF POWER) yang
dikembangkan oleh Montesquieu. Menurut Montesquieu, kekuasaan
negara harus dipisah ke dalam 3 (tiga) cabang :
1) Legislatif (kekuasaan membentuk peraturan perundang-undangan)
DPR, DPD, MPR;
2) Eksekutif (Kekuasaan menjalankan peraturan perundang-
undangan); PRESIDEN DAN JAJARANNYA, INGGRIS : RATU +
PERDANA MENTERI, JORDANIA : SULTAN, JEPANG : KAISAR +
PERDANA MENTERI
3) Yudikatif (Kekuasaan kehakiman). MA DAN MK
Masing-masing cabang harus dipegang oleh orang/lembaga yang
berbeda agar terhindar kesewenang-wenangan. Hal ini berarti, antara
cabang kekuasaan yang satu dengan yang lain tidak boleh saling
mencampuri. Apakah Indonesia menganut teori Trias Politica ? Tidak
sepenuhnya. Buktinya : di Indonesia, Presiden berhak mengajukan
rancangan undang-undang, padahal Presiden adalah lembaga eksekutif.
Sebagaimana dipahami, menurut teori Trias Politica, tugas
pembentukan peraturan perundang-undangan ada di tangan legislatif,
bukan eksekutif.
8
L
Di Indonesia, jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan dapat
ditemui dalam 4 ketentuan yaitu :
a. TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR
mengenai Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan. TAP ini telah dicabut oleh TAP MPR No. III/MPR/2000;
b. TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan; TAP ini statusnya menjadi tidak
berlaku lagi sejak terbitnya UU No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
c. UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
d. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan DIUBAH DENGAN UU NO. 16 TAHUN 2019. UU ini
menggantikan UU No. 10 Tahun 2004.
9
TAP MPR YANG MASIH BERLAKU :
- TAP MPRS/NO. XXV/MPRS/1966 TTG PEMBUBARAN PKI DAN
LARANGAN PENYEBARAN AJARAN KOMUNISME, MARXISME DAN
LENINISME
- TAP MPR NO. VIII/MPR/2000 TENTANG ETIKA KEHIDUPAN
BERBANGSA
KEPUTUSAN ><PERATURAN
10
e. PP : Peraturan Pemerintah PRESIDEN (RANCANGAN
DISIAPKAN OLEH PARA MENTERI). PP DIBUAT UNTUK
MELAKSANAKAN UNDANG-UNDANG (UNDANG-UNDANG MEMANG
MENGAMANATKAN UTK MEMBUAT PP YG MENJABARKAN LEBIH
LANJUT UU TERSEBUT)
f. Keppres : Keputusan Presiden
g. Perpres : Peraturan Presiden PEMBENTUK : PRESIDEN
(RANCANGAN DISIAPKAN OLEH MENTERI)
h. Perda : Peraturan Daerah
PERDA PROVINSI PEMBENTUKNYA : DPRD PROVINSI + GUBERNUR
PERDA KABUPAEN : DPRD KABUPATEN + BUPATI
PERDA KITA : DPRD KOTA BERSAMA WALIKOTA
2
Mulai tahun 2002, Ketetapan MPR yang pernah terbit selama ini memiliki berbagai
macam status. Ada yang statusnya dicabut, ada yang berlaku sampai pada waktu tertentu, ada yang
berlaku dengan syarat dan sebagainya. Akibat penerapan macam-macam status itu, berdampak
kepada tidak berlakunya lagi hampir semua Ketetapan MPR, kecuali ada 8 Ketetapan yang masih
bertahan (masih berlaku). Dalam perkembangannya kemudian, muncul UU No. 10 Tahun 2004
yang menghapus keberadaan TAP MPR dari tata urutan peraturan perundang-undangan.
Akibatnya, nasib 8 Ketetapan yang masih berlaku tersebut menjadi tidak jelas, apakah
kedudukannya di atas UU, sejajar dengan UU ataukah di bawah UU. Karena itulah, melalui UU No.
12 Tahun 2011 yang menggantikan UU No. 10 Tahun 2004, TAP MPR dihidupkan kembali ke dalam
tata urutan peraturan perundang-undangan untuk memperjelas kedudukan tersebut.
11
1) General norm, yang berlaku bagi semua orang. Sebagai contoh, TAP
MPR tentang Pembubaran PKI dan Larangan Penyebaran Ajaran
Komunisme, Marxisme dan Leninisme.
2) Individual norm, yang berlaku bagi orang-orang tertentu. Sebagai
contoh, TAP MPR tentang Pengangkatan Wakil Presiden menjadi
Presiden dalam hal Presiden wafat.
b. Kedudukan Perpu kembali setara dengan UU.
c. Istilah Keppres diganti menjadi Perpres. Setelah terbitnya UU No. 10
Tahun 2004 Keppres tidak lagi berkedudukan sebagai peraturan
perundang-undangan, sehingga Presiden tidak dapat mengeluarkan
keppres yang bersifat mengatur. Namun demikian, Keppres masih
dapat diterbitkan untuk hal-hal yang sifatnya individual. Misalnya
Keppres tentang pengangkatan/pemberhentian hakim konstitusi,
Keppres tentang pengangkatan/pemberhentian Menteri, Keppres
tentang pengangkatan Anggota DPR/DPD dan lain-lain. Keppres
semacam ini disebut juga sebagai “penetapan” atau beschikking.
12
f. Perpres dibentuk oleh Presiden.
Berkenaan dengan UU, ada yang disebut undang-undang organik dan
UU Pokok.
a. UU Organik yaitu UU yang dibentuk karena diperintahkan oleh UUD.
Misalnya, UUD Tahun 1945 memerintahkan: “ketentuan lebih lanjut
mengenai Mahkamah Konstitusi diatur melalui UU”. Maka, UU tentang
Mahkamah Konstitusi itulah–yaitu UU No. 24 Tahun 2003 –yang
dikatakan sebagai UU Organik;
b. UU pokok adalah UU yang memuat hal-hal yang bersifat pokok (garis
besar). Dikemudian hari, tidak tertutup kemungkinan untuk
membentuk UU baru yang isinya menjabarkan lebih lanjut ketentuan-
ketentuan UU pokok tadi. Misalnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Ketentuan Pokok-Pokok Agraria yang dijabarkan lebih lanjut antara lain
oleh UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak atas Tanggungan, dan lain-lain.
2. Sumber hukum materiil terkait erat dengan pertanyaan, “dari mana isi
(materi) hukum diambil”, atau dengan kata lain, hal-hal apa saja yang
mempengaruhi isi daripada hukum. Sumber HTN materiil bisa berupa
moral/etika, agama, budaya, prinsip politik, ekonomi dan yang terpenting
adalah falsafah atau pandangan hidup bangsa. Di Indonesia falsafah
dimaksud adalah Pancasila. Pancasila merupakan sumber dari segala
hukum negara. Semua peraturan perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila.
BAB III
KONSTITUSI
A. Istilah Konstitusi
constitutio terkait erat dengan kata jus yang berarti “hukum” atau “prinsip”.
13
Apabila ditelusuri secara etimologi, constitutio merupakan penggabungan
dari dua kata, yaitu:
2. Statuere berasal dari kata sta/stare (berdiri). Karena itu, kata statuere
berarti :
Kesimpulannya :
sama;
ditetapkan.
B. Pengertian Konstitusi
2. Pengertian Modern
14
beragam modelnya, bisa berupa organisasi mahasiswa, serikat buruh,
partai politik, ASEAN Uni Eropa, PBB, dan tentunya juga negara.
C. Bentuk-bentuk Konstitusi
harus dibedakan dengan UUD. Konstitusi mempunyai makna yang lebih luas
dari pada UUD. Artinya UUD itu baru merupakan sebagian dari pengertian
2 yaitu :
semua negara di dunia ini memiliki UUD kecuali Inggris, Israel dan Saudi
Arabia.
tidak tertulis sama sekali. Tidak tertulis bisa diartikan sebagai “tersebar
suatu dokumen atau naskah UUD. Salah satu negara yang memiliki
15
konstitusi tidak tertulis adalah Inggris. Ketentuan-ketentuan
1. Fungsi
(penguasa).
2. Materi Muatan
K.C. Wheare mengatakan, “semakin sedikit yang diatur makin baik, asal
materi, yaitu:
1. Pemerintah dalam arti luas, meliputi semua lembaga negara yang ada
yaitu :
16
c. Lembaga yudikatif : Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi;
Komisi Yudisial.
sampai ke lurah.
E. Sifat Konstitusi
2. Rigid (kaku).
memuat hal-hal yang bersifat pokok saja, untuk penjabaran lebih lanjut
diatur dalam peraturan yang lebih rendah yang mudah untuk membuat
17
Sedangkan konstitusi yang rigid, biasanya terlampau banyak mengatur
444 pasal. Dampaknya, UUD tersebut niscaya akan terlalu sering diubah.
F. Supra Konstitusionalitas
yang ada di dalam konstitusi. Larangan semacam ini oleh Dr. G.F.M. van
konstitusionalitas terdapat dalam Pasal 37 ayat (5) UUD Tahun 1945 pasca
G. Konstitusi di Indonesia
H. Bagian-bagian dari Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950 dan UUD Tahun 1945
a. Pembukaan;
18
b. Batang Tubuh : XVI Bab, 197 Pasal;
a.Pembukaan;
a.Pembukaan;
Aturan Tambahan;
c. Penjelasan.
a.Pembukaan;
Aturan Tambahan;
Bukti bahwa bagian penjelasan sudah dihapus dapat dilihat dalam Pasal
perubahan sama dengan jumlah Pasal dalam UUD Tahun 1945 pasca
UUD Tahun 1945 pasca perubahan jauh lebih banyak ketimbang UUD Tahun
1945 pra perubahan. Hal ini terlihat, misalnya, Pasal 28 UUD Tahun 1945
ketentuan tunggal saja, yaitu Pasal 28. Tidak ada ketentuan Pasal 28 A s/d
19
Sebagaimana diketahui, UUD Tahun 1945 pra perubahan mempunyai
salah satu bagian yang disebut penjelasan. Sejak dulu, sebagian pakar HTN,
seperti misalnya Prof, Dr. Harun Alrasid, S.H., tidak mengakui bagian
penjelasan ini sebagai bagian resmi (bagian yuridis) UUD Tahun 1945 dengan
alasan :
1. Pada saat disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, UUD Tahun
2. Penjelasan UUD Tahun 1945 merupakan pendapat pribadi Prof. Dr. Mr.
Soepomo.
Pakar HTN yang lain, Prof. Dr. Sri Soemantri M., S.H., mengakui bagian
penjelasan sebagai bagian resmi dari UUD Tahun 1945 dengan alasan
pada saat UUD Tahun 1945 diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden
5 Juli 1959, dinyatakan bahwa UUD Tahun 1945 terdiri atas pembukaan,
Dewasa ini, bagian penjelasan sudah dihapus oleh MPR. Ini berarti
merupakan kemenangan bagi para pakar HTN yang tidak mengakui bagian
penjelasan.
Sampai dengan tulisan ini dibuat, MPR telah melakukan 4 kali perubahan
20
Di masa yang akan datang tidak tertutup kemungkinan akan terjadi perubahan
2. Pada 2002 lalu telah dibentuk Komisi Konstitusi (KK) oleh MPR. Hasil
kerja KK sudah dilaporkan kepada MPR melalui sidang MPR pada bulan
Sistem perubahan konstitusi yang sesuai dengan prosedur dapat dibagi lagi
bersifat mendasar. Oleh sebab itu, naskah UUD lama digantikan dengan
naskah terpisah dari naskah asli UUD nya. Lalu naskah hasil perubahan
UUD tersebut.
prosedur perubahan UUD UUD Tahun 1945 terdiri dari beberapa tahap
21
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan
22
pembagian kekuasaan. Tujuan diadakan pembagian kekuasaan adalah
pembagian kekuasaan:
23
dibubarkan). Model seperti ini disebut juga distribution of power
setara dan saling mengontrol satu sama lain. Jadi, tidak ada
24
parlemen (parliamentary legislation/legislative act) yang
tidak ada lagi lembaga tertinggi dan tinggi negara. Dengan kata
dengan Presiden.
25
Di Amerika Serikat, kekuasaan legislatif dipegang oleh
1. Bentuk Negara
Secara modern, menurut C.F. Strong, terdapat dua type (bentuk) negara, yaitu :
a. Federal (Serikat);
b. Kesatuan (Unitaris).
26
yang lebih besar menyerahkan sebagian
(Pemerintah Federal). kewenangannya kepada
pemerintahan daerah
(otonomi/desentralisasi).
2. Pemerintahan bawahan 2. Pemerintahan bawahan
disebut negara bagian disebut provinsi
3. Pada umumnya, 4. Pada umumnya kewenangan
kewenangan pemerintah pemerintahan daerah
pusat (pemerintah federal) ditentukan terlebih dahulu,
ditentukan terlebih dahulu, kemudian sisanya menjadi
kemudian sisanya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
kewenangan negara bagian
(residual power)
2. Bentuk Pemerintahan
Di samping bentuk negara, ada pula yang dikenal dengan bentuk-bentuk
pemerintahan, yaitu :
a. Kerajaan;
b. Republik.
Kerajaan Republik
1. Kedudukan kepala negara 1. Kedudukan Kepala Negara
dipegang oleh dipegang oleh Presiden.
Raja/Ratu/Kaisar/Sultan
2. Pengisian Jabatan 2. Pengisian Jabatan Presiden
Raja/Ratu/Kaisar/Sultan umumnya dipilih melalui
dilakukan secara turun Pemilihan Umum
temurun
3. Raja/Ratu/Kaisar Sultan ada 3. Presiden ada yang hanya
yang hanya berkedudukan berkedudukan sebagai
sebagai kepala negara saja, kepala negara saja, dan
dan ada yang berkedudukan ada yang berkedudukan
sebagai kepala negara dan sebagai kepala negara dan
kepala pemerintahan kepala pemerintahan
4. Dalam hal 4. Dalam hal Presiden hanya
Raja/Ratu/Kaisar/Sultan berkedudukan sebagai
hanya berkedudukan sebagai kepala negara saja, maka
kepala negara saja, maka kedudukan kepala
kedudukan kepala pemerintahan dipegang
pemerintahan dipegang oleh oleh Perdana Menteri atau
Perdana Menteri atau Kanselir. Contoh : Jerman,
Kanselir Contoh : Inggris, Italia, Israel, dan lain-lain
Thailand, Kamboja, Belanda
5. Jabatan 5. Setiap orang memiliki
Raja/Ratu/Kaisar/Sultan kesempatan yang sama
27
hanya dapat diraih oleh untuk menjabat sebagai
kalangan terbatas (keluarga Presiden, sepanjang
kerajaan). Dengan demikian, memenuhi syarat. Contoh:
tidak setiap orang dapat di Indonesia, syarat
menjadi Raja. menjadi Presiden dan
Wakil Presiden diatur di
UU No.7 Tahun 2017.
3. Sistem Pemerintahan
Sistem Parlementer Sistem Presidensial Sistem Semi Presidensial
1. Dual executive, fungsi 1. Single Executive, fungsi 1. Presiden sebagai
Kepala Negara dengan Kepala Negara dan Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan Kepala Pemerintahan Kepala Pemerintahan.
dipisah. Kepala negara bersatu dalam jabatan
dipegang oleh Presiden 2. Presiden mengangkat
Raja/Ratu/Kaisar/Presid Perdana Menteri dari
en, sedangkan Kepala anggota Parlemen
Pemerintahan dipegang terpilih dan juga
oleh Perdana Menteri memberhentikannya.
(Premier). 2. Presiden membentuk
Kabinet Menteri 3. Presiden berbagi
2. Perdana Menteri kewenangan
membentuk Kabinet pemerintahan dengan
Menteri 3. Presiden tidak Perdana Menteri.
bertanggungjawab
3. Perdana Menteri dan kepada Parlemen, 4. Presiden berwenang
Menteri-Menteri kedudukan Presiden membubarkan
Bertanggungjawab tidak tergantung oleh parlemen dan
Kepada Parlemen, Parlemen mengadakan
kedudukan PM referendum.
tergantung oleh Parlemen 4. Presiden tidak dapat
dijatuhkan oleh 5. Presiden berwenang
4. Parlemen dapat Parlemen karena mengumumkan
menjatuhkan Perdana alasan kebijakan (fixed keadaan darurat dan
Menteri dan Menteri- term), kecuali Presiden wewenang penuh
Menteri apabila terbukti melakukan untuk mengatasinya
kebijakannya dianggap tindak
sudah tidak dapat pidana/kejahatan. 6. Dianut oleh Perancis.
dipercaya lagi dengan Tidak dikenal mosi
mengeluarkan mosi tidak tidak percaya.
percaya.
28
kepada
Raja/Ratu/Kaisar/Presid
en untuk membubarkan
Parlemen dan
mengadakan Pemilu 6. Dianut oleh Amerika
dipercepat. Serikat, Philipina,
Indonesia, negara-
6. Dianut oleh Inggris, negara Amerika
Malaysia, Singapura, Latin.
Italia, Jerman, Jepang dan
lain-lain
4. Sistem Parlemen
Dalam literatur, beberapa sistem parlemen yang dikenal adalah :
a. Sistem Satu Kamar (Monokameral/One Kameral/One Chamber)
Artinya, dalam negara tersebut hanya dikenal satu parlemen saja.
Contoh : di Cina parlemennya disebut Kongres Rakyat, di Jepang
Parlemennya disebut Diet.
b. Sistem Dua Kamar (DwiKameral/Bikameral/ Two Chamber)
Artinya, di negara tersebut terdapat 2 (dua) parlemen yang secara
struktur kedudukannya sederajat. Contoh : Amerika Serikat,
parlemennya ada dua kamar yaitu Senate (Perwakilan Negara Bagian)
dan House of Representatives (DPR). Inggris juga Parlemennya ada dua
kamar, yaitu House of Commons (DPR) dan House of Lords (Dewan
Bangsawan).
c. Sistem Tiga Kamar (Trikameral/ Three Chamber)
Sistem ini merupakan varian dari sistem satu kamar dan dua kamar dan
sejauh ini Indonesia dianggap menganut sistem parlemen 3(tiga) kamar.
Ada 3 parlemen yang berdiri sendiri dan berkedudukan sederajat di
Indonesia, yaitu MPR, DPR dan DPD.
29