Anda di halaman 1dari 13

CHAPTER 4

THE MESSAGES

CLAUDIA VERONICA BLANDINE (01689220024)


SOPHIA DWI APRILYA (01689220023)

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

SEMIOTICS
Semiotika adalah studi mengenai tanda, simbol, dan makna yang terkait dengan
bagaimana makna dibuat, bukan apa yang sesuatu berarti. Konsep dasar dalam
semiotika adalah tanda, yang merupakan stimulus yang menunjukkan kondisi lain.
Simbol, yang merupakan tanda yang kompleks dengan makna budaya dan personal,
juga merupakan konsep dasar dalam semiotika. Semiotika membahas unsur bahasa
dan non-verbal serta bagaimana keduanya berinteraksi untuk menciptakan sistem
makna. Pada intinya, semiotika memiliki konsep segitiga makna, yang menyatakan
bahwa makna muncul dari hubungan antara objek atau referen, orang atau
interpreter, dan tanda atau simbol.
STRUCTURAL LINGUISTICS
Ferdinand de Saussure memberikan contoh teori yang menangani kata-kata sebagai
struktur dasar makna. Saussure memandang bahwa tanda-tanda dalam bahasa
bersifat konvensional, dan bahasa merupakan sistem tanda yang berjalan seiring
dengan realitas, bukan peta realitas. Struktur bahasa bersifat formal tanpa substansi,
dan hanya saat makna melekat pada fitur-fitur struktural bahasa, sebuah kata dapat
mewakili sesuatu. Perbedaan adalah kunci untuk memahami struktur bahasa, dan
struktur bahasa terdiri dari sistem perbedaan yang berkembang dan berubah seiring
waktu. Saussure membedakan antara bahasa formal (langue) dan penggunaan
bahasa dalam komunikasi (parole), dan bahasa formal karakteristiknya adalah sinroni
yang berubah sedikit dari waktu ke waktu, sedangkan penggunaan bahasa bersifat
diakroni yang berubah terus-menerus sesuai dengan situasi. Saussure lebih
memfokuskan perhatiannya pada bahasa ketimbang pidato, dan teori-teori linguistik
struktural berusaha memecah kalimat menjadi komponen-komponen dalam hirarki.
Metode analisis struktural tidak dapat menjelaskan sepenuhnya penggunaan bahasa
manusia, dan kajian lingkungan telah melampaui pendekatan struktural.
NON VERBAL COMMUNICATION
Ekman dan Friesen menganalisis aktivitas nonverbal dari tiga perspektif, yaitu Origin,
Coding, dan Usage.

• Origin dapat berupa bawaan lahir, universal, atau bervariasi.


• Coding berkaitan dengan hubungan tanda dengan maknanya, yang dapat
bersifat arbitrari, ikonik, atau intrinsik.
• Usage berkaitan dengan tujuan perilaku nonverbal, baik untuk
mengomunikasikan informasi, memengaruhi perilaku orang lain, atau
memberikan informasi tanpa disengaja.
Ekman dan Friesen mengkategorikan gerakan tubuh menjadi lima jenis berdasarkan
asal, pemaknaan, dan penggunaan.
1. Emblem, yaitu gerakan tubuh yang dapat diterjemahkan secara verbal dengan
makna tertentu, seperti tanda "V" untuk kemenangan.
2. Illustrator, yang digunakan untuk menggambarkan apa yang diucapkan secara
verbal, seperti menunjuk atau menggambar di udara.
3. Adaptor, yang melibatkan gerakan tubuh yang digunakan untuk melepaskan
ketegangan tubuh, seperti menggaruk kepala atau menggelengkan kaki.
4. Regulator, yang digunakan untuk mengatur atau mengkoordinasi interaksi,
seperti menggunakan kontak mata untuk sinyal peran berbicara dan
mendengarkan dalam percakapan.
5. Affect display, yaitu perilaku yang melibatkan tampilan perasaan dan emosi,
seperti tersenyum atau menangis. Semua perilaku nonverbal ini dapat
memberikan informasi walaupun tidak selalu disengaja untuk berkomunikasi.
Karya awal Judee Burgoon memperluas tipologi perilaku nonverbal Ekman dan
Friesen. Dia mengusulkan tujuh jenis aktivitas nonverbal: kinesik (aktivitas tubuh);
vokalik atau paralanguage (suara); penampilan fisik; haptik (sentuhan); proxemics
(ruang); kronemik (waktu); dan artefak (benda).
Menurut Burgoon, Verbal dan Non Verbal dapat bekerja bersamaan dengan yang
dijelaskan sebagai berikut.
1. Kode nonverbal cenderung bersifat analogik daripada digital. Sinyal digital
bersifat diskrit, seperti angka dan huruf, sedangkan sinyal analogik bersifat
kontinu, membentuk spektrum atau rentang, seperti volume suara dan
ekspresi wajah. Oleh karena itu, sinyal nonverbal seperti ekspresi wajah dan
intonasi suara tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kategori diskrit tetapi
diproses secara holistik.
2. Ikonik, atau menyerupai. Banyak perilaku nonverbal menyerupai hal yang
disimbolkan, seperti ketika Anda menggambarkan bentuk sesuatu dengan
tangan Anda atau menangis untuk berkomunikasi mengenai keadaan
emosional internal. Ini berarti bahwa banyak perilaku nonverbal dipahami di
seluruh budaya.
3. Kode nonverbal memungkinkan transmisi pesan yang berbeda secara
simultan - nonverbal bersifat multimodal sementara pidato bersifat unimodal.
Wajah, tubuh, suara, dan saluran lain dapat mengirimkan beberapa pesan
yang berbeda secara bersamaan - Anda dapat tersenyum, memberi isyarat,
dan melihat ke samping pada saat yang sama, misalnya - sementara hanya
satu pesan verbal yang dapat diucapkan pada satu waktu.
4. Ekspresi spontan daripada niatan, terutama jika bersifat intrinsik - suara
gemetar, senyum, atau anggukan. Terjadi pada saat itu juga; tidak mungkin
menggunakan nonverbal untuk menunjukkan sesuatu yang tidak ada atau
merujuk pada keadaan sebelumnya atau masa depan. Sebaliknya, kata-kata
dapat digunakan untuk merujuk pada peristiwa yang terpisah dalam ruang dan
waktu (displacement) dan untuk merefleksikan kata-kata itu sendiri - untuk
menyempurnakan dan mengubah kembali kata-kata dan maknanya
setelahnya (refleksivitas).
Dengan demikian, seringkali hal terkait komunikasi non-verbal ini merujuk ada 5
topik:
1. Identification and identity management; menyangkut cara faktor budaya,
gender, dan kepribadian dikomunikasikan secara nonverbal dan berkontribusi.
2. Impression formation; berkaitan dengan sejauh mana perilaku nonverbal
terlibat dalam penilaian terhadap orang lain dan seberapa akurat penilaian
tersebut.
3. Emotional expression; berkaitan dengan apakah ekspresi emosi secara
nonverbal bersifat spontan dan universal atau bersifat budaya dan sejauh
mana individu dapat menguraikan secara akurat ekspresi nonverbal emosi
orang lain.
Relational communication and management; cara individu menggunakan
komunikasi nonverbal untuk mengelola hubungan interpersonal mereka.
4. Deception adalah pengiriman pesan nonverbal yang dirancang untuk menipu.
INTERPRETATION

1. PHENOMENOLOGY
Berfokus pada pengalaman sadar individu yang mengetahui atau merasakan
fenomena - objek, kejadian, atau pengalaman - melalui pengalaman langsung.
Proses interpretasi sentral dalam pemikiran fenomenologis, dan interpretasi
secara aktif menentukan apa yang nyata bagi seseorang.
Ada tiga sekolah pemikiran umum dalam tradisi fenomenologi:
a. Fenomenologi klasik; Husserl meyakini kebenaran dapat dicapai
melalui kesadaran fokus, dimana kebenaran hanya dapat dicapai
melalui pengalaman langsung dan disiplin dalam mengalami hal-hal.
Namun, untuk mencapai kebenaran melalui kesadaran fokus, kita harus
menangguhkan prasangka dan kebiasaan berpikir untuk mengalami hal
sebagaimana adanya. Pendekatan Husserl terhadap fenomenologi
sangatlah objektif, di mana dunia dapat dilihat tanpa kategori
pengetahuan yang dipengaruhi oleh pengamat.
b. Fenomenologi persepsi; menurut Merleau-Ponty, saat ini fenomenologi
lebih cenderung pada pemikiran bahwa pengalaman adalah subjektif.
c. Fenomenologi hermeneutika. Dikenal sebagai hermeneutik filosofis,
dikaitkan dengan Martin Heidegger. Bagi Heidegger, realitas suatu hal
tidak diketahui melalui analisis atau reduksi yang hati-hati, tetapi melalui
pengalaman alami, yang diciptakan oleh penggunaan bahasa dalam
kehidupan sehari-hari. Hermeneutik secara harfiah berarti penafsiran
teks, dan terutama relevan untuk komunikasi karena hubungannya
dengan bahasa dan interaksi sosial.

2. DISTACIATION
Paul Ricoeur adalah seorang teoretikus interpretatif utama yang sangat
mengandalkan tradisi fenomenologis dan hermeneutika. Ricoeur percaya
bahwa teks lebih penting daripada pidato sebenarnya, karena ketika pidato
direkam, ia terpisah dari pembicara dan situasi di mana pidato itu
disampaikan. Ricoeur menyebut hal ini sebagai distansiasi. Interpretasi teks
terutama penting ketika pembicara dan penulis tidak tersedia, seperti dalam
dokumen sejarah. Dalam memahami teks, Ricoeur mengusulkan pendekatan
hermeneutika lingkaran, yang terdiri dari proses penjelasan dan pemahaman.
Interpretasi Ricoeur juga dapat merubah penafsir dengan cara yang
disebutnya sebagai apropriasi, dimana penafsir membuka diri terhadap makna
teks dan kemudian mengaplikasikan makna tersebut ke dalam kehidupan
mereka.
Dalam fenomenologi hermeneutiknya, Paul Ricoeur mengusulkan model
interpretasi tiga tahap yang terdiri dari pemahaman (understanding),
penjelasan (explanation), dan pengambilan (appropriation).
a. Pemahaman (comprehension) merujuk pada tahap awal interpretasi di
mana penerjemah berusaha untuk memahami makna teks atau
fenomena pada hakikatnya, dalam konteksnya, dan dalam bahasa
aslinya. Ini melibatkan membenamkan diri dalam teks, menangguhkan
segala prasangka, dan berusaha memahami teks dari dalamnya.
b. Penjelasan (explanation) melibatkan melampaui pemahaman awal
untuk memberikan pengertian tentang teks atau fenomena dalam
kaitannya dengan konteks yang lebih luas, seperti latar belakang
sejarah atau budaya. Penjelasan melibatkan menghubungkan teks
dengan pengetahuan dan sistem pemikiran lain untuk memberikan
gambaran yang lebih lengkap tentang makna.
c. Pengambilan (appropriation) melibatkan tahap akhir interpretasi di
mana penerjemah menjadikan makna teks atau fenomena sebagai
miliknya sendiri dengan mengaitkannya dengan pengalaman,
keyakinan, dan nilai-nilainya sendiri. Pengambilan melibatkan
keterlibatan kreatif dan kritis dengan teks atau fenomena, ketika
penerjemah membawa perspektifnya sendiri pada teks tersebut, sambil
tetap setia pada makna aslinya.

3. LINGUISTIC RELATIVITY
Teori relativitas linguistik, juga dikenal sebagai hipotesis Sapir-Whorf,
mengatakan bahwa bahasa yang kita gunakan mempengaruhi cara kita
berpikir, mempersepsikan, dan menafsirkan dunia di sekitar kita. Hipotesis ini
dinamai dari dua ahli antropologi linguistik yang berpengaruh, Edward Sapir
dan Benjamin Lee Whorf.
Sapir dan Whorf percaya bahwa bahasa bukan hanya alat untuk
berkomunikasi, tetapi juga kerangka kerja untuk bagaimana kita memahami
dunia. Mereka mengusulkan bahwa struktur dan kosa kata bahasa kita
membentuk proses berpikir kita, termasuk persepsi, keyakinan, dan sikap kita.
Menurut teori ini, bahasa yang berbeda menciptakan pandangan dunia dan
cara berpikir yang berbeda, karena bahasa yang kita gunakan mempengaruhi
cara kita mempersepsikan dan mengkategorikan dunia.
Sebagai contoh, bahasa Sundamemiliki banyak kata untuk Makan, yang
mencerminkan kebutuhan budaya mereka untuk membedakan dan
mengkategorikan berbagai level untuk “makan”. Sebaliknya, bahasa Indonesia
hanya memiliki satu kata untuk makan, yang mungkin tidak mencerminkan
tingkat kepentingan yang sama dalam budaya.

4. LANGUAGE AND GENDER


Kramarae menyebut bahasa Inggris sebagai "bahasa buatan manusia” karena
bahasa ini lebih banyak mewujudkan perspektif maskulin daripada feminin.
Persepsi laki-laki kelas menengah berkulit putih, khususnya, dinormalisasi
dalam praktik linguistik standar. Pria adalah standar, misalnya, dalam banyak
istilah pekerjaan, dan wanita adalah kategori yang menyimpang-pelayan
versus pelayan dan aktor versus aktris. Mr. sebagai sebutan untuk alamat
tidak mengandung informasi tentang status perkawinan, sedangkan istilah
Miss dan Mrs. Informasi yang diberikan lebih berguna bagi laki-laki
(heteroseksual) daripada perempuan; laki-laki diistimewakan dengan memiliki
akses terhadap informasi mengenai status pernikahan perempuan.

Production, Use, and Strategy (Produksi, Penggunaan, dan Strategi)


Pada bagian ini, kami akan membahas beberapa teori yang berhubungan dengan
masalah produksi pesan dan penggunaan pesan secara strategis.
Speech act theory (Teori Tindak Tutur)
Speech Act atau yang dalam bahasa Indonesia disebut tindak tutur, merupakan
teori yang dikembangkan oleh John Searle. Teori ini membahas cara kita mencapai
suatu apa yang ingin seorang capai dengan menggunakan kata-kata dengan
mengindentifikasi apa yang diperlukan untuk membuat suatu pernyataan yang berhasil
atau memiliki niat yang dipahami. Sebagai contoh sebuah janji. Kita
mengkominikasikan niat atau maksud untuk melakukan sesuatu di masa depan, dan
kita mengharapkan penerima pesan untuk mengerti niat itu. Jika kita berjanji bahwa
“saya akan melunasi cicilan saya nanti”, kita berharap penerima pesan mengerti
maksud jika saya akan melunasi cicilan nanti.
Setiap kali seseorang membuat pernyataan, orang tersebut telah mencapai satu
atau dua lebih dari empat hal, yaitu :

• Tindakan ucapan atau Utterance Act


Seseorang menghasilkan sebuah tindakan ucapan dari pengucapan sederhana
dari kata-kata dalam kalimat
• Tindakan Proposional atau Propositional Act
Seseorang menegaskan sesuatu tentang pernyataan atau melakukan tindakan
proposisional untuk meyakini sesuatu yang dianggap benar atau seseorang
sedang mencoba membuat orang lain percaya bahwa itu benar
• Tindakan Ilokusi atau Illocutionary Art
Merupakan tindakan paling penting dari perspektif bicara, sesorang yang
memenuhi niatan disebut tindakan ilokasi. Perhatian utama seseorang adalah
bahwa pendengar atau lawan memahami maksud pernyataan orang tersebut.
Apakah sebuah janji, undangan atau permintaan.
• Tindakan perlokusi atau Perlocutionary Act
Tindakan yang dirancang untuk memiliki efek actual pada perilaku orang lain.
Perlokusi adalah suatu tindakan di mana pembicara mengharapkan pendengar
tidak hanya untuk memahami niat tetapi juga untuk menindaklanjutinya.
Contohnya : jika kita berkata “aku haus” dengan maksud adik kalian memahami bahwa
kalian membutuhkan sesuatu untuk diminum, kalian melakukan tindakan iloksi. Jika
kalian juga ingin adik kalian membawakan kalian minuman misalnya : coke, kalian
menyampaikan tindakan ilokusi dan perlokusi.
Dari tiga dimensi tersebut, Searle menguraikan lima jenis tindakan ilokusi :
• Asertif, bermaksud untuk menyampaikan sesuatu yang terikat pada kebenaran
yang diungkapkan. Ini mencakup tindakan seperti menyatakan, menegaskan,
menyimpulkan, dan meyakini.
• Direktif, yaitu ilokusi yang berusaha membuat pendengar melakukan sesuatu.
Ini adalah perintah, permintaan, permohonan, doa, undangan, dan sebagainya.
• Komisif, bermaksud mengikat tuturan dari si penutur untuk melaksanakan apa
yang disebutkannya di masa depan, seperti : janji, sumpah, dan taruhan)
• Ekspresif, bertujuan untuk mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap
keadaan yang tersirat, seperti : memberi salam, pujian, dan berterima kasih
• Deklarasi, bermaksud untuk mengubah realitas keadaan sesuai dengan
proporsi, seperti pemecatan, perekrutan, dan pengesahan.

Menurut Seale, kita tahu niat di balik pesan tertentu karena kita berbagi bahasa yang
sama, yang terdiri dari serangkaian aturan yang membantu kita menentukan kekuatan
ilokusi dari sebuat pesan. Aturan memberi tahu kita apa arti sesuatu, da nada dua jenis
aturan. Yaitu :
• Konstitutif
Aturan yang memberi tahu seseorang cara menafsirkan sesuatu, apakah sebagai janji,
peringatan, permintaan, atau sesuatu yang lain. Aturan-arturan ini “membentuk” atau
menciptakan bingkai di mana speech art terjadi. Dalam speech act, aturan konstitutif
memberi tahu seseorang apa yang harus ditafsirkan seseorang sebagai janji.

• Regulatif
Aturan ini memberikan panduan untuk bertindak. Perilaku diketahui dan tersedia
sebelum digunakan dalam tindakan, dan memberi tahu bagaimana menggunakan
ucapan untuk mencapai maskud tertentu.
Coordinated Management of Meaning (Manajemen Makna yang Terkoordinasi)
Coordinated Management of Meaning (CMM) dikembangkan oleh Barnett
Pearce, Vernon Cronen, dan rekan-rekannya, mereta berpendapat bahwa komunikasi
adalah inti untuk menjadi manusia dan orang menciptakan realitas percakapannya
sendiri. Menciptakan makna dalam interaksi dicapai dengan cara menerapkan
berbagai aturan berdasarkan isi komunikasi, tindakan yang dinyatakan, situasi,
hubungan antar komunikator, latar belakang individu, dan pola-pola budaya. Lebih
lanjut mereka menyatakan bahwa tujuan komunikasi tidak begitu penting bagi orang-
orang untuk mencapai kesepakatan namun bagi komunikator adalah penting untuk
mencapai tingkat koordinasi..
Menurut CMM, ketika Anda menghadapi situasi komunikasi apa pun, Anda melakukan
dua hal :

• Pertama, Anda memberi makna pada situasi dan perilaku serta pesan orang lain
• kedua, Anda memutuskan bagaimana merespons atau bertindak dalam situasi
tersebut
Theory of Identification (Teori Identifikasi)
Kenneth Burke adalah ahli teori simbol yang terbesar. Ia menulis selama lebih 50 tahun
dan teorinya adalah satu dari teori-teori simbol yang paling komprehensif.
Burke memulai dengan perbedaan antara tindakan dan gerakan :
• Tindakan terdiri atas perilaku sukarela dan bertujuan
Contohnya seperti tindakan untuk menangani korban kecelakaan.
• Gerakan tidak bertujuan dan tidak mengandung makna. Objek dan binatang
memilki gerakan, tetapi hanya manusia yang memiliki tindakan.
Contohnya secara tidak sadar Anda menggerakkan tangan ketika berjalan.
Pandangan Burke terhadap simbol sangat luas, termasuk sebuah aturan linguistik
dan elemen-elemen non-verbal. Manusia menyaring kenyataan dengan tabir simbol.
Burke menyetujui bahwa bahasa berfungsi sebagai kendaraan untuk tindakan. Karena
kebutuhan sosial membutuhkan orang untuk bekerja sama dengan tindakannya,
sehingga bahasa membentuk perilaku. Hal yang paling membingungkan dari Burke
adalah ide bahwa seseorang dapat menyimbolkan simbol. Sehingga menambah
tingkatan simbol lain terhadap peristiwa sebenarnya. Sebagai contoh seperti rapat
antara direktur dan klien, sebelumnya direktur telah mempersiapkan diri dalam
pelatihan presentasi dan materi-materi yang akan ia sampaikan.
Bahasa, selalu bermuatan emosional. Tidak ada kata yang dapat menjadi netral.
Sebagai akibatnya, perilaku, penilaian, dan perasaan anda tidak nampak bervariabel
dalam bahasa yang anda gunakan. Bahasa bersifat selektif dan abstrak serta fokus
pada aspek realitas tertentu dalam kekuasaan aspek lainnya. Bahasa adalah ekonomis,
tetapi juga ambigu. Bahasa dapat menyatukan atau memisahkan kita. Ketika simbol
menyatukan manusia kedalam pemahaman secara lazim, identifikasi telah terjadi.
Sebaliknya, pembagian atau pemisahan, dapat juga terjadi; bahasa dapat mengangkat
identifikasi atau mengangkat pemisahan dan pembagian. Sebagai contoh ketika teman
anda bersedih dan menceritakan permasalahannya kepada anda maka kita bisa ikut
merasa sedih dan juga ikut menceritakan permasalahan anda kepadanya. Anda
berkomunikasi satu sama lain dengan bebas dan cara yang mudah karena anda
berbagi makna bahasa yang sedang digunakan. Dalam istilah Burke, anda sedang
mengalami kesamaan (consubstantiality). Sebaliknya, jika di dalam taksi Anda hanya
berdua dengan sopir taksi, Anda mungkin akan merasa tidak nyaman karena makna
yang kurang menyatu dengan sopir. Kesamaan adalah salah satu cara identifikasi yang
tercipta di antara manusia. Dalam mode yang berputar, sebagaimana identifikasi
meningkat, penyatuan makna meningkat, sehingga akan meningkatkan pemahaman.
Dengan demikian, identifikasi dapat berarti ajakan dan penyampaian yang efektif atau
menjadi akhir dari komunikasi itu sendiri. Identifikasi dapat disadari atau tidak disadari,
direncanakan atau tidak direncanakan.

Menurut Burke, ada tiga sumber identifikasi yang saling berkaitan :

• Identifikasi materi (material identification), hasil dari kebaikan, kepemilikan, dan


benda. Seperti menyukai film yang sama atau memiliki barang yang sama.
• Identifikasi idealistis (idealistic identification), hasil dari ide yang terbagi, sikap,
perasaan dan nilai. Seperti tergabung menjadi anggota unit kegiatan mahasiswa
atau kegiatan sosial yang sama
• Identifikasi formal (formal identification), hasil dari penyusunan, bentuk atau
pengaturan dari sebuah peritiwa di mana kedua orang tersebut berpartisipasi.
Contohnya jika sekelompok organisasi mengucapkan jargonnya. Hal ini menyebabkan
identifikasi terjadi.
Identifikasi bukan sebuah kejadian, tetapi menyangkut dengan derajat. Beberapa
kesamaan akan selalu ada hanya dengan kemanusiaan yang di antara dua orang ini.
Identifikasi bisa besar bisa kecil serta bisa meningkat atau menurun oleh tindakan
pelaku komunikasi.

Message-Design Logic (Logika Desain Pesan)


Barbara O'Keefe menyatakan bahwa ada berbagai cara untuk mendekati pesan,
dan orang-orang menggunakan logika yang berbeda dalam memutuskan apa yang
harus dikatakan kepada orang lain, tergantung pada situasinya. Dia menggunakan
istilah Message-Design Logic untuk menggambarkan proses berpikir di balik pesan
yang dibuat.
O'Keefe menguraikan tiga kemungkinan logika desain pesan, yaitu :

• The expressive logic, melihat komunikasi sebagai cara seseorang


mengekspresikan perasaan dan pemikirannya
• The conventional logic, melihat komunikasi sebagai hal yang harus “dimainkan”
dengan mengikuti aturan-aturan tertentu
• The rhetorical logic, memandang komunikasi sebagai cara yang fleksibel,
memiliki perspektif terhadap pihak yang diajak berkomunikasi (person
centered).
O'Keefe menyebut komunikasi perasaan dan pikiran sebagai logika ekspresif. Pesan
dalam mode ini bersifat terbuka dan reaktif, dengan sedikit perhatian yang diberikan
pada kebutuhan atau keinginan orang lain. Dalam istilah konstruktivisme, logika
ekspresif berpusat pada diri sendiri, bukan pada orang lain. Contoh pesan yang
dihasilkan dari logika ekspresif adalah luapan kemarahan kepada seorang teman yang
lupa membeli tiket konser. Logika konvensional melihat komunikasi sebagai sebuah
permainan yang harus dimainkan dengan mengikuti aturan. Logika konvensional
melihat komunikasi sebagai sebuah permainan yang harus dimainkan dengan
mengikuti aturan. Di sini, komunikasi adalah sarana untuk mengekspresikan diri yang
berjalan sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku, termasuk hak dan tanggung
jawab setiap orang yang terlibat. Logika ini bertujuan untuk merancang pesan yang
sopan, sesuai, dan berdasarkan aturan yang seharusnya diketahui semua orang.

Compliance Gaining (Peningkatan Kepatuhan)


Menurut pengertian ilmu sosial mendapatkan kepatuhan adalah tindakan yang
disengaja untuk mengubah perilaku seseorang. Jadi dapat dikatakan bahwa teori ini
adalah tindakan untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan atau
menghentikannya melakukan sesuatu. Teori ini dikemukakan pada tahun 1967 oleh
Gerald Marwell dan David Schmitt. Dimana mereka menggunakan pendekatan dari
teori pertukaran untuk merumuskan teori mendapatkan kepatuhan. Jadi dapat
dikatakan, bahwa teori ini untuk mendapatkan kepatuhan dari orang lain kita
membutuhkan kekuatan sumber daya untuk memberikan apa yang mereka inginkan.
Dalam upaya untuk menciptakan seperangkat prinsip tersebut, Marwell dan
Schmitt menghasilkan lima strategi atau kelompok taktik yang membahas berbagai
situasi yang menghasilkan kepatuhan. Hal ini meliputi pemberian imbalan (yang
mencakup, misalnya, menjanjikan), menghukum (misalnya, mengancam), keahlian
(seperti menunjukkan pengetahuan tentang imbalan), komitmen impersonal
(contohnya adalah himbauan moral), dan komitmen pribadi (seperti utang).

Goals-Plans-Actions Model (Model Tujuan-Rencana-Tindakan)


Teori Tujuan-Rencana-Tindakan atau goals-plans-action model. Teori ini dibuat
oleh James Dillard, yang menyatakan bahwa bagaimana pesan diproduksi dan efek
yang mereka miliki. Teori ini menyatakan bahwa produksi pesan digambarkan sebagai
urutan yang melibatkan tiga komponen seperti tujuan, rencana, dan tindakan. Tujuan
merupakan komponen pertama yang memiliki arti sebagai suatu keadaan di masa
depan yang dipunyai seseorang untuk dicapai atau dipertahankan. Tujuan membuat
rencana dirumuskan untuk merepresentasikan kognitif dari pelaku yang dimaksudkan
untuk mencapai tujuan.
Dua skenario intervensi disajikan kepada peserta untuk menghasilkan data
tentang tujuan dan pesan intervensi siswa. Yang pertama, hubungan antara laki-laki
dan perempuan, melibatkan dua siswa yang tampaknya mengarah pada hubungan
seksual. Siswa perempuan digambarkan sebagai "cukup mabuk (mabuk)" dan
"enggan" untuk pergi dengan siswa laki-laki. Dalam skenario kedua, para siswa
bermain permainan minum-minum, dan seorang siswa laki-laki, yang terlihat sangat
mabuk, mengatakan kepada yang lain bahwa ia sudah selesai dan memilih untuk
keluar. Namun, yang lain dalam permainan tersebut menekannya untuk terus bermain.
Para peserta dalam penelitian ini diberitahu, "Kamu memutuskan untuk mengatakan
sesuatu." Pada saat itu, mereka ditanya apa yang akan mereka katakan, tujuan yang
ingin mereka capai, dan tujuan mana yang menurut mereka paling penting.
Untuk skenario hubungan antara pria dan wanita, tujuan utama yang paling sering
muncul adalah "keselamatan" diikuti dengan "pemisahan" dari pria dan "mencegah
isolasi" (memastikan wanita tidak sendirian dengan pria). Dalam skenario permainan
minum-minum, tujuan pertama yang diidentifikasi adalah "menjaga agar si pria tidak
minum," diikuti oleh "keamanan" dan "mengurangi tekanan teman sebaya" (membuat
orang lain meninggalkannya sendirian). Dalam skenario hubungan antara laki-laki dan
perempuan, peserta yang tujuan utamanya adalah memisahkan laki-laki dan
perempuan cenderung memasukkan diri mereka sendiri ke dalam percakapan;
individu yang ingin mengumpulkan informasi dari perempuan cenderung menanyakan
apakah dia baik-baik saja. Ketika para peneliti memeriksa strategi yang digunakan
individu, mereka menemukan bahwa individu yang menggunakan logika retoris (salah
satu dari tiga jenis logika desain pesan O'Keefe) cenderung menggunakan
pesan/strategi sisipan, melibatkan salah satu atau kedua individu dalam komunikasi.
Individu dengan logika ekspresif cenderung memperingatkan orang lain tentang risiko
situasi, dan individu dengan logika konvensional lebih merata dalam berbagai jenis
pesan yang digunakan untuk melakukan intervensi.
Penelitian yang mengeksplorasi tujuan dan logika yang dibawa oleh pengamat ke
dalam suatu situasi - serta pesan aktual yang digunakan untuk mengintervensi - dapat
memberikan panduan bagi para praktisi yang bekerja dengan kampanye intervensi.
Teori berikutnya adalah teori yang membahas pencapaian beberapa tujuan sekaligus.
Dalam hal ini, teori ini memperluas dan mencontohkan teori-teori peningkatan
kepatuhan secara umum.

Politeness Theory (Teori kesopanan)


Theory ini dikembangkan oleh Penelope Brown dan Stephen Levinson. Teori
kesopanan atau politeness theory menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita
merancang pesan yang melindungi wajah dan mencapai tujuan yang lain juga.
Menurut brown dan Levison, kesopanan seringkali merupakan tujuan karena itu adalah
budaya universal nilai. Budaya yang berbeda memiliki tingkat kesopanan yang
berbeda dan cara yang sopan, tetapi semua orang memiliki kebutuhan untuk dihargai
dan dilindungi, yang oleh peneliti ini disebut kebutuhan wajah.
Positive face atau wajah positif adalah keinginan untuk dihargai dan disetujui,
untuk disukai dan dihormati. Kesopanan positif dirancang untuk memenuhi keingininan
ini sendiri. Sedangankan negative face atau wajah negative adalah keinginan untuk
bebas dari pengenaan atau intrusi, dan kesopanan negative dirancang untuk
melindungi orang lain ketika kebutuhan wajah negative terancam.
Tindakan yang mengancam wajah atau Face Threatening Act dibagi menjadi 5 bagian,
yaitu :
o Mengirimkan FTA secara langsung, tanpa tindakan sopan
o Memberikan FTA bersama dengan beberapa bentuk kesopanan positif
o Memberikan FTA bersama dengan beberapa bentuk kesopanan negative
o Mengirimkan FTA secara tidak langsung
o Tidak memberikan FTA sama sekali
Misalnya saya ingi meminta professor untuk mempertimbangkan kembali nilai
ujian. Ini adalah masalah utama bagi professor karena saya mempertanyakan
otoritasnya sebagai seorang guru. Salah satu pendeketana adalah untuk memberikan
FTA langsung, “saya ingin anda mempertimbangkan kembali nilai saya”. Saya
mungkin tidak akan memiliki pendekatan ini karena ini tidak akan sangat sopan. Saya
mungkin akan sedikit bersuaha bersikap sopan “saya akan menghargai jika anda bisa
melihat nilai saya lagi. Siswa lain mengatakan anda sangat senang melakukan ini.”
Pendekatan tersebut adalah pendekatan kurang mengancam dengan
menggabungkan permintaan dengan kesopanan positif. Disini permintaan (FTA) yang
dikombinasikan dengan pujian. Lalu ada pendekatan yang ancamannya lebih kecil lagi.
“saya benar-benar minta maaf, saya tahu anda sibuk, tetapi bisakah saya menikmati
waktu anda? Saya akan sangat menhargai jika anda bisa melihat nila saya lagi.” Pesan
ini memenuhi kebutuhan wajah negative dengan mengakui dan meminta maaf atas
pengenaannya.

Invitational Rhetoric (Retorika Undangan)


Teori ini diperkenalkan Sonja Foss and Cindy Griffin dalam bukunya "Beyond
persuasion", dalam teori retorika ajakan kita diajarkan untuk memperspektifkan
bagaimana cara kita bisa menggagas ide-ide dari audiens untuk memperoleh
pengetahuan dan kesepakatan bersama. Teori ini menawarkan nilai feminis, terhadap
kesetaraan, nilai tetap dan determinasi diri. Teori invitation rhetoric menjelaskan bukan
bagaimana kita bisa membujuk banyak orang agar setuju dengan pendapat kita, tetapi
bagaimana kita menggagas dan menerima banyak ide dari audiens demi terjalinnya
kesepakatan bersama. Teori ini juga mengajak kita untuk berusaha untuk mencari
mode baru dari pendapat-pendapat lama.
Sonja Foss and Cindy Griffin menyempurnakan dan menguraikan gagasan
tentang Invitational Rhetoric dalam bukunya " Inviting Transforming" memiliki asumsi
kita bebas dalam berpendapat. Asumsi penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Saat kita bermusyawarah dalam rapat dan saling mengagas ide-ide baru dan
mencapai kesepakan bersama. Saat proses belajar, kita diajak berani dalam
manggagas ide-ide pengetahuan baru untuk menemukan mode baru yang berbeda.
Ada 4 tahap yang penting dari teori ini

• Conquest Retorik, dimana tujuan utama adalah kemenangan bersama


Contohnya : dalam kolaborasi dimana kita sama-sama berusaha keras dalam
sebuah pertandingan untuk mencapai kemenangan
• Conversion retorik, dimana tujuan utamanya untuk mengubah perspektif dan
perilaku orang lain berdasarkan pada superioritas dan kebenaran dari sebuah
jabatan
Contohnya : Disaat kita bisa menjadi motivator dengan banyak orang kita bisa
mengubah perilaku orang lain yang dulunya sedih jadi gembira. Kita sudah
menjadi pelopor dalam mengubah pola pikir orang.
• Benevolent Retorik, tujuan utama retorika ini mengajak untuk membantu orang
lain memperbaiki hidupnya dengan penuh kebajikan yaitu informasi diberikan
kepada orang lain dengan maksud menguntungkan mereka.
Contohnya : Seseorang yang berpidato tentang bahaya Narkoba, dia
memaparkan semua tanda bahaya narkoba demi keuntungan audience.

Anda mungkin juga menyukai