Anda di halaman 1dari 5

3 Tahap dalam Sejarah

Perkembangan
Keselamatan Kerja di Dunia
Agung Supriyadi

Agung Supriyadi

Corporate HSSE Manager Darya Varia | Owner Katigaku.top | OHS Lecturer University of Medika
Suherman | 10K connections
Diterbitkan 4 Jun 2016
+ Ikuti

Sejarah keselamatan kerja telah dimulai sejak lama. Bukti pertama yang
mungkin ditemukan dalam sejarah keselamatan kerja adalah Kode
Hammurabi, yang dibuat sekitar tahun 1760 SM. Dalam Kode Hammurabi,
bahkan disebutkan tentang asuransi kapal.

Ketika revolusi industri kedua pada masa-masa akhir abad ke 18, keselamatan
kerja tidak hanya menjadi perhatian dari orang yang bekerja tetapi juga
mereka yang mendesain, mengatur dan memiliki pekerja (Revolusi Industri
pertama adalah transisi dari masa berburu ke masa pertanian yang menetap,
diperkirakan 12 ribu tahun lalu).

Professor Emeriti Andrew Hale dan Jan Hovden telah menjelaskan


perkembangan keselamatan kerja menjadi 3 masa. Penjelasan ini dikutip oleh
Erik Hollnagel, seorang Profesor di University of Southern Denmark, dalam
bukunya “Safety I dan Safety II: The Past and Future of Safety Management”. 3
masa perkembangan keselamatan kerja terdiri dari “Tahap Tekhnologi”,
“Tahap Faktor Manusia” dan “Tahap Safety Management”.
Gambar 1. Keselamatan Kerja Dunia dari Masa ke Masa

Sumber: http://www.functionalresonance.com/FRAM-
1_understanding_accidents.pdf

Tahap Pertama: Tekhnologi

Pada tahap pertama perkembangan keselamatan kerja ini, ancaman utama


untuk keselamatan kerja muncul dari tekhnologi yang digunakan dalam arti
bahwa tekhnologi yang ada (kebanyakan adalah mesin uap) tidak familiar
digunakan dan tidak reliabel serta pekerja atau pemberi kerja belum belajar
bagaimana untuk menganalisa dan mengendalikan resiko. Fokus utama dalam
tahap ini adalah untuk menemukan pelindung aman untuk kontak dengan
mesin (safe guard machinery), menghentikan ledakan mesin dan mencegah
struktur ambruk. Tahap ini terjadi pada permulaan revolusi industri (1769) di
mana pemahaman resiko baru telah dibangun.

Sebuah contoh dari keselamatan kerja yang telah menjadi fokus bersama pada
tahap ini adalah dibuatnya Peraturan Keselamatan Kereta Api di Amerika
Serikat pada tahun 1893 yang berisi tentang perlunya kombinasi dari
tekhnologi yang aman dengan peran pemerintah. Peraturan ini muncul salah
satunya akibat adanya kasus di mana William Huskinsson, seorang Menteri
Kabinet Inggris, menjadi korban pertama yang tercatat dalam kecelakaan
kereta api dengan manusia.

Tahap ini juga menghasilkan referensi baru di dunia keselamatan kerja, salah
satu yang paling terkenal adalah buku Accident Prevention pada tahun 1931
yang dibuat oleh Heirich. Dalam buku ini, kita akan mengenal teori Domino
dan juga segitiga kecelakaan. Selain itu, metode baru untuk identifikasi resiko
keselamatan kerja mulai bermuculan seperti Fault Tree Analysis (FTA), Failure
Mode and Effects Analysis (FMEA) dan Hazard Operability Analysis (HAZOP).

Rekayasa Reliabilitas (Reliability Engineering) juga semakin menjadi fokus


dengan muncul menjadi cabang baru dalam ilmu tekhnik di antara tahun
1940-1950. Salah satu sebab rekayasa reliabilitas menjadi fokus adalah
banyaknya problem dari pemeliharaan mesin (maintenance) dan kegagalan
peralatan mesin yang sangat parah dalam Perang Dunia II. Metode baru dalam
kombinasi antara teori probabilitas dan teori realibilitas pun muncul dan
dinamakan Probabilistic Risk Assessment (PRA) atau Probabilistic Safety
Assessment (PSA).

Tahap Kedua: Faktor Manusia

Tahap pertama perkembangan keselamatan kerja membangung anggapan


bahwa dengan mengendalikan bahaya dari sumbernya (mesin/tekhnologi)
dapat menyelematkan banyak nyawa manusia. Anggapan ini akhirnya hancur
berantakan setelah bencana nuklir Three Mile Island (TMI) pada tahun 28
Maret 1979. Sebelum kecelakaan ini, konsesus para ahli menganggap bahwa
metode HAZOP, FMEA, Fault Tree dan Event tree serta PRA sudah cukup untuk
memastikan keselamatan kerja. Bahkan, US Nuclear Regulatory Commission
telah menyatakan instalasi di Three Mile Island dalam kondisi aman.
Gambar 2. Memorial Kecelakaan 3 Mile Island

Sumber: http://darkroom.baltimoresun.com/2014/03/three-mile-island-
nuclear-disaster-pennsylvania/#1

Bencana Three Mile Island telah mengajarkan secara jelas bahwa ada yang
terlewat dalam pendekatan keselamatan kerja saat itu, namanya adalah Faktor
Manusia (Human Factor). Faktor manusia kemudian banyak dipakai dalam
desain interaksi antara manusia dengan mesin dan operasional. Faktor
manusia pun berkembang di Amerika Serikat sebagai salah satu cabang dalam
Psikologi Industri pada pertengahan 1940 sedangkan di Eropa telah muncul
Journal Le Travail Humain tentang faktor manusia di tahun 1937.

Meskipun baru muncul setelah kecelakaan Three Mile Island, Faktor manusia
sebenarnya telah disadari oleh US Army selama Perang dunia kedua di mana
banyaknya Kesahan Pilot (pilot Error) yang dapat dikurangi dengan
menyesuaikan desain display dan kontrol. Namun, faktor manusia tetap tidak
dilihat sebagai hal yang penting untuk keselamatan kerja untuk industri secara
umum, Bahkan, faktor manusia lebih berfokus ke efisiensi dan produktifitas
dari sebuah sistem.

Pada zaman ini, secara umum, manusia dilihat sebagai sebuah ancaman, tidak
reliabel, dan merupakan sebuah kelemahan dalam sistem keselamatan kerja.
Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengurangi peran manusia
dengan robot atau dengan membatasi variabilitas dalam perilaku manusai
dengan peraturan yang ketat

Tahap Ketiga: Safety Management

Anggapan bahwa kegagalan tekhnologi merupakan penyebab kecelakaan


tetap bertahan selama 200 tahun, namun anggapan terhadap faktor manusia
sebagai penyebab kecelakaan hanya bertahan selama sekitar 1 dekade.
Tahapan keselamatan kerja dunia pun berajak ke tahap yang ketiga:
Tahap Safety Management.

Tahapan ini dimulai dari kecelakaan seperti kecelakaan pesawat ulang alik,
meledaknya reaktor nomor 4 chernobyl dan tabrakan 2 pesawat Boeing 747 di
Bandara Tenerife Utara. Kecelakaan-kecelakaan ini sangat banyak melibatkan
faktor organisasi sehingga para ahli mulai menyadari bahwa organisasi harus
diperhatikan terlebih dahulu sebelum faktor manusia.

Banyak peneliti di masa ini menemukan bahwa budaya organisasi memiliki


dampak signifikan terhadap pemebelajaran sebuah organisasi terhadap
keselamatan kerja.

Pada saat ini, praktek dalam penilaian resiko dan safety management  masih
dalam transisi dari tahap kedua ke tahap ketiga. Banyak juga yang telah
menyadari bahwa penilaian resiko dan safety management  harus
memperhatikan faktor organisasi seperti budaya keselamatan kerja atau
faktor blunt end  (faktor kebijakan keselamatan kerja).

Keselamatan kerja memang terus berkembang, bahkan Erik Hollnagel sendiri


telah menciptakan gagasan untuk Safety II yang berfokus untuk melihat apa
yang menjadi benar (what goes right) daripada apa yang menjadi salah (what
goes wrong). Lantas, di tahap mana kita berada sekarang?

Referensi

http://katigaku.id/2016/03/31/3-tahap-dalam-sejarah-perkembangan-
keselamatan-kerja-di-dunia/

Anda mungkin juga menyukai