Anda di halaman 1dari 27

1

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


GANGGUAN OKSIGENASI

A. Definisi
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai organ atau sel. Pernapasan merupakan sebuah proses pertukaran gas
antara individu dengan lingkungan (Hidayat dan Uliyah, 2015 : 2).
Oksigen merupakan gas tak berwarna dan tak berbau yang terkandung dalam
sekitar 21% udara yang kita hirup, sangat dibutuhkan bagi semua sel. Ketiadaan
oksigen dapat menyebabkan kematian (Kozier, et al 2010 : 901).
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam sistem kimia atau
fisika. Oksigen berupa gas tidak berwarna dan tidak berbau, yang mutlak
dibutuhkan dalam proses metabolism sel ( Susanto dan Fitriani, 2017 : 7-8 )

B. Anatomi Fisiologi
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 2) anatomi sistem pernapasan dibagi
menjadi 2 yaitu :
1. Saluran Pernapasan bagian atas
a. Hidung
Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang berisi
kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke
rongga hidung oleh rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang
mengandung pembuluh darah, proses oksigenasi diawali dengan
penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh bulu yang ada dalam
vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta
dilembabkan.
b. Faring
Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar
tengkorak sampai esophagus yang terletak dibelakang nasofaring
2

(dibelakang hidung) dibelakang mulut (orofaring), dan dibelakang laring


(laringo faring)
c. Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas
bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligament dan membrane,
terdiri atas dua lamina yang bersambung digaris tengah.
d. Epiglotis
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu menutup
laring pada saat menelan
2. Saluran Pernafasan Bawah
a. Trakea
Trakea disebut juga batang tenggorok, memiliki panjang kurang lebih 9
sentimeter yang dimulai dari laring sampai kira kira ketinggian vetebra
torakalis kelima. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh
lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lender yang terdiri
atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
b. Bronkus
Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan trakea yang
terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek
dan lebar daripada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah dan
bawah, sedangkan lobus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan
dari lobus atas dan bawah.
c. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronk
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 4) proses oksigenasi terdiri atas tiga tahap
yaitu:
1. Ventilasi
Merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru,
semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian
3

sebaliknya, semakin rendah tempat, tekanan udara semakin tinggi, adanya


kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan ekspansi atau
kembang-kempis, adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli
yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh
sistem saraf otonom (terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan
relaksasi sehingga vasodilatasi dapat terjadi, kerja saraf parasimpatis dapat
menyebabkan kontraksi sehingga vasokontriksi atau proses penyempitan
dapat terjadi), reflek batuk dan muntah, dan adanya peran muskulus siliaris
sebagai barier atau penangkal benda asing yang mengandung interveron yang
dapat mengikat virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah
compliance dan recoil. Compliance merupakan kemampuan paru untuk
mengembang. Kemampuan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu adanya
surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi menurunkan
tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang menyebabkan tidak
terjadinya kolaps serta gangguan toraks. Surfaktan diproduksi saat terjadi
peregangan sel alveoli dan disekresi saat kita menarik napas, sedangkan
recoil adalah kemampuan mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya
paru. Apabila compliance baik namun recoil terganggu, maka CO 2 tidak dapat
keluar secara maksimal.Pusat pernapasan adalah medulla oblongata dan
pons, dapat mempengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan
merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg
dapat merangsang pusat pernapasan dan bila pCO2 kurang dari sama dengan
80 mmHg dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2. Difusi gas
Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan CO 2
dikapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membrane respirasi /
permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial tekanan dan
konsentrasi O2 (hal ini sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah
karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam
darah vena pulmonalis, masuk dalam darah secara difusi), pCO 2 dalam arteri
4

pulmonalis akan berdifusi ke dalam alveoli, dan afinitas gas (kemampuan


menembus dan saling mengikat hemoglobin).
3. Transport gas
Merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO 2
jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi O 2 akan berikatan dengan
Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%),
sedangkan CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin
(30%), larut dalam plasma (5%), dan sebagian menjadi HCO3 berada dalam
darah (65%).Dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, curah jantung, kondisi
pembuluh darah, latihan, perbandingan sel darah dengan darah secara
keseluruhan, serta eritrosit dan kadar Hb.
Menurut Hidayah dan Uliyah ( 2015 : 8 ) volume paru dan kapasitas paru pada
sistem oksigenasi adalah :
Volume Paru :
1) Volume tidal merupakan jumlah udara keluar masuk paru pada saat
terjadi pernafasan biasa. Pada orang sehat, besarnya volume tidal rata-
rata adalah 500 cc.
2) Volume cadangan inspirasi merupakan jumlah udara yang masih bias
dihirup secara maksimal setelah menghirup udara pada pernafasan biasa.
Pada orang dewasa, besarnya volume cadangan inspirasi adalah 3.000
cc.
3) Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih bias
diembuskan secara maksimal setelah mengembuskan udara pada
pernafasan biasa, Pada orang dewasa, besarnya volume cadangan
ekspirasi dapat mencapai1.100 cc.
4) Volume residu merupakan jumlah udara yang masih tertinggal di dalam
paru meskipun telah mengembuskan napas secara maksimal. Pada orang
dewasa, besarnya volume residu rata-rata adalah 1.200 cc.
5

Kapasitas Paru :
1) Kapasitas inspirasi merupakan jumlah dari volume tidal dan volume
cadangan insipasi.
2) Kapasitas residu fungsional merupakan jumlah dari volume cadangan
ekspirasi dengan volume residu.
3) Kapasitas vital merupakan jumlah dari volume cadangan ekspirasi, volume
tidal, dan cadangan inspirasi.
4) Jumlah keseluruhan volume udara yang ada dalam paru terdiri atas
volume tidal, volume cadangan ekspirasi, dan volume residu.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi


Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 6) faktor-faktor yang mempengaruhi
oksigenasi adalah:
1. Saraf Otonomik
Saraf ini dapat mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan kontriksi, hal ini
dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung
saraf dapat mengeluarkan neurotransmitter untuk simpatis dapat
mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk
parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh pada bronkokontriksi
karena pada saluran pernapasan terdapat reseptor adrenergic dan reseptor
kolinergik.
2. Hormone dan Obat
Obat yang tergolong parasimpatis seperti sulfas atropine dan ekstrak
balladona dapat melebarkan saluran napas, sedangkan obat yang
menghambat adrenergic tipe beta (khususnya beta-2) seperti obat yang
tergolong penyekat beta nonselektif dapat mempersempit saluran napas
(bronkokonstriksi).
3. Alergi pada Saluran Napas
Banyak faktor yang menimbulkan alergi, antara lain debu yang terdapat dalam
hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk seri bunga, makanan dan lain lain.
Faktor ini menyebabkan bersin bila terdapat rangsangan di daerah nasal,
6

batuk bisa disaluran pernapasan bagian atas, bronkokonstriksi pada asma


bronchial, dan rhinitis bila terdapat di saluran pernapasan bagian bawah.
4. Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan
oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia
perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia premature, yaitu adanya
kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh
dewasa, kemampuan kematangan organ juga berkembang seiring
bertambahnya usia.
5. Lingkungan
Dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi, ketinggian
tanah, suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan adaptasi.
6. Perilaku
Dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah perilaku dalam
mengonsumsi makanan (status nustrisi). Sebagai contoh, obesitas dapat
mempengaruhi proses perkembangan paru, aktivitas dapat mempengaruhi
proses peningkatan kebutuhan oksigenasi, merokok dapat menyebabkan
proses penyempitan pada pembuluh darah dan lain lain.

D. Klasifikasi Gangguan Oksigenasi


Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 9) masalah kebutuhan oksigenasi yaitu:
1. Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam
tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan oksigen dalam tingkat sel.
Ditandai dengan adanya warna kebiruan pada kulit (sianosis). Secara umum,
terjadinya hipoksia disebabkan oleh menurunnya kadar Hb, menurunnya difusi
O2 dari alveoli kedalam darah, menurunnya perfusi jaringan, atau gangguan
ventilasi yang dapat menurunkan konsentrasi oksigen.
7

2. Takipnea
Merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24 kali per menit.
Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan atelektasis atau terjadinya
emboli.
3. Bradipnea
Merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari 10 kali per menit.
Proses ini terjadi dalam keadaan peningkatan tekanan intrakranial yang
disertai narkotik atau sedatif.
4. Hiperventilasi
Merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan jumlah oksigen
dalam paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Proses ini ditandai
dengan adanya peningkatan denyut nadi, napas pendek, nyeri dada,
menurunnya konsentrasi CO2. Keadaan demikian dapat disebabkan oleh
adanya infeksi, keseimbangan asam basa, atau gangguan psikologis.
5. Hipoventilasi
Merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbon dioksida dengan cukup
yang dilakukan pada saat ventilasi alveolar serta tidak cukupnya penggunaan
oksigen yang ditandai dengan adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran,
disorientasi, atau ketidakseimbangan elektrolit. Keadaan demikian dapat
menyebabkan hiperkapnia, yaitu retensi CO2 dalam tubuh sehingga pCO2
meningkat dan mengakibatkan depresi susunan saraf pusat.
6. Kusmaul
Merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat ditemukan pada
orang dalam keadaan asidosis metabolik.
7. Dispnea
Merupakan perasaan sesak dan berat saat bernapas. Hal ini disebabkan oleh
perubahan kadar gas dalam darah/jaringan, kerja berat/berlebihan dan
pengaruh psikis.
8

8. Ortopnea
Merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri. Pola
ini banyak ditemukan pada seseorang yang mengalami kongesti paru.
9. Cheynestoke
Merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula mula naik, turun,
berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
10. Pernapasan paradoksial
Merupakan pernapasan yang ditandai dengan pergerakan dinding paru yang
berlawanan arah dari keadaan normal, sering ditemukan pada keadaan
atelektasis.
11. Pernapasan biot
Merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheynestoke, tetapi
amplitudonya tidak teratur. Pola ini sering dijumpai pada rangsangan selaput
otak, tekanan intracranial yang meningkat, trauma kepala.
12. Stridor
Merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran
pernapasan. Ditemukan pada kasus spasme trakea atau obstruksi laring
13. Obstruksi jalan napas
Merupakan kondisi pernapasan yang tidak normal akibat ketidakmampuan ba
tuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan
akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif.

E. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Keperawatan
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 11) Pengkajian riwayat keperawatan
pada masalah kebutuhan oksigenasi meliputi ada atau tidaknya riwayat
gangguan pernapasan (gangguan hidung dan tenggorokan), seperti epitaksis
(kondisi akibat luka/kecelakaan, penyakit rematik akut, hipertensi, gangguan
pada sistem peredaran darah, dan kanker), obstruksi nasal (kondisi akibat
polip, hipertrofi tulang hidung, tumor, dan influenza), dan keadaan lain yang
menyebabkan gangguan pernapasan. Pada tahap pengkajian keluhan atau
9

gejala, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah infeksi kronis dari hidung, sakit
pada daerah sinus, otitis media, keluhan nyeri pada tenggorokan, kenaikan
suhu tubuh hingga sekitar 38,5°C, sakit kepala, lemas, sakit perut hingga
muntah-muntah (pada anak-anak), faring berwarna merah, dan adanya
edema.
2. Pengkajian Fisik
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 11) pengkajian fisik pada pasien
gangguan oksigenasi adalah sebagai berikut :
a. Inspeksi
1) Penentuan tipe jalan napas, seperti menilai apakah napas spontan
melalui hidung, mulut, oral, nasal, atau menggunakan selang
endotrakeal atau trakeostomy, kemudian menentukan status kondisi
seperti kebersihan, ada atau tidaknya sekret, perdarahan, bengkak, atau
obstruksi mekanik.
2) Perhitungan frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit. Umumnya
wanita bernapas sedikit lebih cepat. Apabila kurang dari 10 kali per menit
pada orang dewasa, kurang dari 20 kali per menit pada anak-anak, atau
kurang dari 30 kali per menit pada bayi, maka disebut sebagai bradipnea
atau pernapasan lambat. Gejala ini juga dijumpai pada keracunan obat
golongan barbiturate, uremia, diabetes, miksedema, dan proses desak
ruang intrakranium. Bila lebih dari 20 kali per menit pada orang dewasa,
kurang dari 30 kali per menit pada anak-anak, atau kurang dari 50 kali
per menit pada bayi, maka disebut takipnea atau pernapasan cepat.
3) Pemeriksaan sifat pernapasan, yaitu adalah torakal, abdominal, atau
kombinasi keduanya. Pernapasan torakal atau dada adalah untuk
menilai sifat pernapasan, seperti mengembang dan mengempisnya
rongga toraks sesuai dengan irama inspirasi dengan ekspirasi.
Pernapasan abdominal atau perut adalah seiramanya inspirasi dengan
mengembangnya perut dan ekspirasi dengan mengempisnya perut.
Selain itu, mengembang dan mengempisnya paru juga diatur oleh
pergerakan diafragma. Sifat pernapasan khususnya pada neonatus
10

umumnya adalah abdominal torakoabdominal, karena otot interkostal


masih lemah.
4) Pengkajian irama pernapasan, yaitu dengan menelan masa inspirasi dan
ekspirasi. Pada orang dewasa sehat, irama pernapasannya teratur dan
menjadi cepat jika terjadi pengeluaran tenaga dalam keadaan
terangsang atau emosi. Kemudian yang perlu diperhatikan pada irama
pernapasan adalah perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi. Pada
keadaan normal, ekspirasi lebih lama daripada inspirasi 2:1. Ekspirasi
yang lebih pendek dari inspirasi terjadi pada orang yang mengalami
sesak napas. Dalam keadaan normal, perbandingan antara frekuensi
pernapasan dengan frekuensi nadi adalah 1:1, sedangkan pada
keracunan obat golongan berbiturat perbandingannya menjadi 1:6.
Penyimpangan irama, seperti pernapasan kusmaul, dijumpai pada
keracunan alkohol, obat bius, diabetes, uremia, dan proses desak ruang
intrakranium. Pernapasan biot ditemukan pada pasien kerusakan otak.
Pernapasan cheynestoke dapat ditemui pada pasien keracunan obat
bius, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal kronis, dan
perdarahan pada susunan saraf pusat.
5) Pengkajian terhadap dalam/dangkalnya pernapasan. Pada pernapasan
yang dangkal, dinding toraks tampak hampir tidak bergerak. Gejala ini
timbul jika terhadap emfisema atau jika pergerakan dinding toraks
menimbulkan rasa sakit dan juga pada rongga toraks terjadi proses
desak ruang. Seperti penimbunan cairan dalam rongga pleura dan
pericardium serta konsolidasi yang dangkal dan lambat.
b. Palpasi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan, seperti nyeri tekan
yang dapat timbul akibat luka, peradangan setempat, metastasis tumor
ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada. Palpasi
dilakukan untuk menentukan besar konsistensi, suhu, apakah dapat atau
tidak digerakan dari dasarnya. Sedangkan menurut Perry and Potter
( 2010 : 26 ) palpasi dada memberikan data pengkajian pada beberapa
11

daerah. Hal itu menunjukkan jenis dan tingkat penyimpangan toraks,


mendapatkan area yang nyeri, dan mengidentifikasi taktil fremitus, getaran,
gelombang, dan titik impuls maksimal jantung. Palpasi ekskremitas
memberikan data tentang sirkulasi perifer, adanya dan kualitas denyut
perifer, kulit, serta pengisian kapiler.
c. Perkusi
Pengkajian ini bertujuan untuk menilai normal atau tidaknya suara perkusi
paru. Suara perkusi normal adalah suara perkusi sonor, yang bunyinya
seperti kata “dug-dug”. Suara perkusi lainnya dianggap tidak normal yaitu
redup, pekak, hipersonor.
d. Auskultasi
1) Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai adanya suara napas,
diantaranya suara napas dasar dan tambahan.
2) Suara vesikuler yaitu suara inspirasi lebih keras dan lebih tinggi
nadanya. Suara vesikuler dapat didengar pada sebagian paru.
3) Suara bronkhial yaitu suara yang bisa kita dengar saat inspirasi dan
ekspirasi. Suara bronchial terdengar didaerah trakea dekat bronkus,
dalam keadaan tidak normal bisa terdengar seluruh daerah paru.
4) Suara bronkovaskular yaitu suara yang terdengar antara vesikuler dan
bronkhial, ketika ekspirasi menjadi lebih panjang, hingga hampir
menyamai inspirasi. Suara ini lebih terdengar pada manubrium sterni.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 11) selain pemeriksaaan laboratorium,
Hb, Leukosit, dan lain-lain yang dilakukan secara rutin, juga dilakukan
pemeriksaan sputum guna melihat kuman dengan cara mikroskopis. Uji
reistansi dapat dilakukan secara kultur, untuk melihat sel tumor dengan
pemeriksaan sitologis. Bagi pasien yang menerima pengobatan dalam waktu
lama, harus dilakukan pemeriksaan sputum secara periodik.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 11) pemeriksaan diagnostik terdiri dari:
12

a. Rontgen dada
Penapisan yang dapat dilakukan, misalnya untuk melihat lesi paru pada
penyakit tuberculosis, mendeteksi adanya tumor, benda asing, paru
membengkak, penyakit jantung, dan untuk melihat struktur yang abnormal.
b. Fluroskopi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kardiopulmonum, misalnya
kerja jantung, diafragma, dan kontraksi paru.
c. Bronkografi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat secara visual bronkus sampai
dengan cabang bronkus pada penyakit gangguan bronkus atau kasus
displacement dari bronkus.
d. Angiografi
Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis tentang keadaan
paru, emboli atau tumor paru, aneurisma, emfiesma, kelainan kongiental,
dan lain-lain.
e. Endoskopi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melakukan diagnostik dengan cara
mengambil sekret untuk pemeriksaan, melihat lokasi kerusakan, biospi
jaringan, untuk pemeriksaan sitologi, mengetahui adanya tumor, melihat
letak terjadinya pendarahan, untuk terapeutik, misalnya mengambil benda
asing dan menghilangkan sekret yang menutupi lesi.
f. Radio Isotop
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai lobus paru, melihat adanya emboli
paru. Ventilasi scanning untuk mendeteksi ketidaknormalan ventilasi,
misalnya pada emfisema.
g. Mediastinoskopi
Merupakan endoskopi mediastinum untuk melihat penyebaran tumor.
Mediastinoskopi bertujuan untuk memeriksa mediastinum bagian depan
dan menilai aliran limpa pada paru, biasanya dilakukan pada penyakit
saluran pernapasan bagian atas.
13

F. Diagnosa Keperawatan
Menurut Hidayat dan Uliyah (2015 : 17) diagnosa keperawatan yang dapat
ditegakkan yaitu :
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
2. Ketidakefektifan Pola Napas
3. Gangguan Pertukaran Gas
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk pasien dengan gangguan oksigenasi
dalam buku NANDA Internasional 2018-2020 adalah sebagai berikut :
1. Diagnosa 1 : Hambatan Pertukaran Gas
Menurut Herdman dan Kamitsuru, ed. (2018 : 207) definisi, batasan
karakteristik, dan faktor yang berhubungan terkait diagnosa hambatan
pertukaran gas adalah sebagai berikut :
a. Definisi : Kelebihan atau deficit oksigenasi dan eliminasi dioksida pada
membran alveolar – kapiler.
b. Batasan Karakteristik
1) Gas darah arteri abnormal
2) pH arteri abnormal
3) Pola pernafasan abnormal
4) Warna kulit abnormal
5) Kontursi
6) Penurunan karbo dioksida (CO2)
7) Diaforesis
8) Dispnea
9) Sakit kepala
c. Faktor yang berhubungan
1) Perubahan membran alveolar - kapiler
2) Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
2. Diagnosa 2 : Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
Menurut Herdman dan Kamitsuru, ed. (2018 : 384) definisi, batasan
karakteristik, dan faktor yang berhubungan terkait diagnosa ketidakefektifan
bersihan jalan napas adalah sebagai berikut :
14

a. Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau abstruksi dari saluran


nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.
b. Batasan karakteristik
1) Tidak ada batuk
2) Suara nafas tambahan
3) Perubahan pola nafas
4) Perubahan frekuensi nafas
5) Sianosis
6) Kesulitan verbalisasi
7) Penurunan bunyi nafas
8) Dyspnea
9) Ortopnea
10) Gelisah
11) Mata terbuka lebar
c. Faktor yang berhubungan
1) Mukus berlebihan
2) Terpajan asap
3) Benda asing dalam jalan napas
4) Sekresi yang tertahan
5) Perokok pasif
6) Perokok

B. Perencanaan
1. Diagnosa 1 : Hambatan Pertukaran Gas
a. NOC : Nursing Outcomes Classification
Menurut Moorhead, et al. (2013 : 559) NOC yang sesuai untuk diagnosa
keperawatan hambatan pertukaran gas adalah :
NOC : Status pernapasan : pertukaran gas
1) Definisi : kelebihan atau difisit pada oksigenasi atau eliminasi karbon
oksida pada membrane alveolar – kapiler.
2) Tujuan : Pasien mampu bernafas secara adekuat sampai tanggal ….
15

3) Indikator :
Skala
No. Indikator
1 2 3 4 5
1. Dyspnea saat istirahat
2. Dyspnea saat aktivitas ringan
3. Sianosis
4. Mengantuk
5. Gangguan kesadaran
Keterangan :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi cukup berat dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi
b. NIC : Nursing Interventions Classification
Menurut Bulechek, Butcher, dan Dochteman, ed. (2013 : 444 dan 111) NIC
untuk diagnose keperawatan hambatan pertukaran gas adalah sebagai
berikut :
1) NIC 1 : Terapi Oksigen
a) Definisi : pemberian oksigen dan pemantauan mengenai efektivitasnya.
b) Aktivitas :
(1) Monitor efektifitas terapi oksigen
(2) Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan kebutuhan
mendapatkan terapi oksigen
(3) Monitor kerusakan kulit terhadap adanya gesekan perangkat
oksigen
(4) Monitor aliran oksigen
(5) Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui humidifier
(6) Sediakan oksigen ketika pasien dibawa atau dipindahkan
(7) Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan tepat
16

(8) Ajarkan pasien mengenai penggunaan perangkat oksigen yang


memudahkan mobilitas
(9) Anjurkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan oksigen
dirumah
(10) Konsultasi dengan tenaga kesehatan mengenai oksigen tambahan
jika diperlukan
2) NIC 2 : Monitor pernafasan
a) Definisi: Sekumpulan datadan analisis keadaan pasien untuk
memastikan kepatenan jalan nafas dan kecukupan pertukaran gas.
b) Aktivitas :
(1) Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas
(2) Monitor suara nafas tambahan
(3) Monitor pola nafas pasien
(4) Monitor keluhan sesak nafas
(5) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
(6) Auskultasi suara nafas
(7) Posisikan miring kesampin sesuai dengan indikasi untuk
mencegah aspirasi
(8) Buka jalan nafas dengan menggunakan maneuver chin lift, jika
diperlukan
(9) Berikan bantuan resusitasi jika perlu
(10) Pasang sensor pemantau oksigen non-invasif, jika diperlukan
2. Diagnosa 2 : Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
a. NOC : Nursing Outcomes Classification
Menurut Moorhead, et al. (2013 : 558) NOC yang sesuai untuk diagnosa
keeperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah :
NOC : Status pernapasan : kepatenan jalan napas
1) Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi dan obstruksi dari
saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
2) Tujuan : Pasien mampu bernafas secara adekuat sampai tanggal….
3) Indikator :
17

Skala
No. Indikator
1 2 3 4 5
1. Frekuensi pernafasan
2. Irama pernafasan
3. Suara nafas tambahan
4. Batuk
5. Kemampuan mengeluarkan secret
Keterangan :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi cukup berat dari kisaran normal
3. Deviasi sedang berat dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi
b. NIC : Nursing Interventions Classification
Menurut Bulechek, Butcher, dan Dochteman, ed. (2013 : 186 dan 236) NIC
untuk diagnosa ketidakefektifan jalan napas adalah sebaga berikut :
1) NIC 1 : Manajemen jalan nafas
a) Definisi: Memfasilitasi kepatenan jalan nafas
(1) Monitor status pernafasan
(2) Posisikan pasien dengan posisi semi fowler untuk meringankan
sesak nafas, jika diperlukan
(3) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
(4) Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya untuk membantu
kepatenan jalan napas
(5) Buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk
atau menyedot lendir
(6) Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam untuk membantu
mengeluarkan dahak, jika diperlukan
(7) Instrusikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif
(8) Kelola pengobatan inhalasi sesuai terapi dokter
18

(9) Kelola nebulizer atau oksigen yang dilembabkan untuk membantu


kepatenan jalan napas
(10) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen, jika diperlukan
2) NIC 2 : Fisioterapi dada
a) Definisi :membantu pasien untuk mengeluarkan sekresi di jalan nafas
dengan cara perkusi, vibrasi, dan pengaliran postural.
b) Aktivitas :
(1) Monitor status respirasi pasien
(2) Memposisikan segmen para yang akan dilakukan fisioterapi dada
(3) Lakukan fisioterapi dada minimal 2 jam setelah makan
(4) Guankan bantal untuk menompang pasien saat postural drainage
(5) Lakukan getaran setelah fisioterapi dada untuk membantu
pengeluaran dada
(6) Anjurkan untuk batuk setelah tindakan fisioterapi dada
(7) Kenali ada tidaknya kontra indikasi dilakukan fisioterapi dada
(8) Instrusikan pasien agar mengeluarkan nafas dengan teknik nafas
dalam
(9) Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada
(10) Kolaborasikan dengan dokter tindakan suction jika pasien tidak
bisa membatukkan

Menurut Tim Pokja DPP PPNI (2017:18) dalam Standar Diagnosis


Keperawatan Indonesia (SDKI) diagnosa yang dapat ditegakkan mengenai
gangguan kebutuhan oksigenasi yaitu :
1. Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif
a. Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten.
b. Penyebab
1) Fisiologis
a) Spasme jalan napas
19

b) Hiperekskresi jalan napas


c) Disfungsi neurouskuler
d) Benda asing dalam jalan napas
e) Adanya jalan napas buatan
f) Sekresi yang tertahan
g) Hiperplasia dinding jalan napas
h) Proses infeksi
i) Respon alergi
j) Efek agen farmakologis
2) Situasional
a) Merokok aktif
b) Merokok pasif
c) Terpajan polutan
c. Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif (tidak tersedia)
2) Objektif
a) Batuk tidak efektif
b) Tidak mampu batuk
c) Sputum berlebih
d) Mengi, wheezing, atau ronkhi kering
e) Mekonium dijalan napas
d. Gejala dan tanda minor
1) Subjektif
a) Dispnea
b) Sulit berbicara
c) Ortopnea
2) Objektif
a) Gelisah
b) Sianosis
c) Bunyi napas menurun
d) Frekuensi napas berubah
20

e) Pola napas berubah


e. Kondisi klinis terkait
1) Gullian bare syndrome
2) Sklerosis multipel
3) Myasthenia gravis
4) Prosedur diagnostic
5) Depresi sistem saraf pusat
6) Cedera kepala
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Sindrom aspirasi meconium
10) Infeksi saluran napas

SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)

Menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2017:18) dalam Standar Luaran
Keperawatan Indonesia, SLKI yang dapat ditegakkan yaitu :

1. Bersihan Jalan Napas


Definisi : kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten.
Tujuan : pasien mampu meningkatkan bersihan jalan napas secara adekuat
setelah perawatan sampai pada tanggal …

No indikator 1 2 3 4 5
1 Dispnea
2 Sulit berbicara
3 Gelisah
4 Sianosis
5 Ortopnea

Keterangan skala :
1 : memburuk
21

2 : cukup memburuk
3 : sedang
4 : cukup membaik
5 : membaik

1) SIKI I : Manajemen Jalan Napas


Definisi : mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas
Tindakan
a. Observasi
1) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2) Monitor bunyi napas
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
b. Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
2) Posisikan semi fowler atau fowler
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8) Berikan oksigen
c. Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2) Ajarkan Teknik batuk efektif
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika perlu.
2) SIKI II: Latihan Batuk Efektif
Definisi : melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif
untuk membersihkan laring trakea dan bronkiolus dari secret atau benda asing
di jalan napas.
a) Oservasi
22

1) Identifikasi kemampuan batuk


2) Monitor adanya retensi sputum
3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
4) Monitor input dan output cairan
b) Terapeutik
1) Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
2) Pasang perlak dan bengkok
3) Buang sekret pada tempat sputum
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2) Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik,ditahan
selama 2 detik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
selama 8 detik
3) Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
4) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang
ke-3
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran,jika perlu
2. Diagnosa 2 : Pola nafas tidak efektif
a. Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat.
b. Penyebab
1) Depresi pusat pernafasan
2) Hambatan upaya napas (msl. Nyeri saat bernafas,kelemahan otot
pernapasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuskular
6) Gangguan neurologis (mls. Elektroensefalogram [EEG] positif,cedera
kepala, gangguan kejang)
7) Imaturitas neurologis
23

8) Penurunan energi
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diagfragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13) Cedera pada medula spinalis
14) Efek agen farmakologis
15) Kecemasan

SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)

Menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2017:18) dalam Standar Luaran Keperawatan
Indonesia, SLKI yang dapat ditegakkan yaitu :

1. Pola Nafas
Definisi : Inaspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat.
Tujuan : Pasien mampu mencapai pola nafas yang membaik setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama …X 24 jam dengan kriteria hasil

No indikator 1 2 3 4 5
1 Tekanan ekspirasi
2 Tekanan inspirasi
3 Dispnea
4 Frkuensi nafas
5 Kedalaman nafas

Keterangan skala :
1 : Menurun
2 : Cukup menurun
3 : Sedang
4 : Cukup meningkat
5 : Meningkat
24

1) SIKI 1 : Manajemen Jalan Nafas Buatan


Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola selang endoktrakeal dan trakeostomi
Tindakan
a) Observasi
1) Monitor posisi selang endotrakeal (ETT), terutama setelah mengubah
posisi
2) Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam
3) Monitor kulit area stomata trakeostomi (mis, kemerahan,
drainase,pendarahan)
b) Terapeutik
1) Kurangi tekanan balon secara periodik tiap shift
2) Pasang oropharingeal airway (OPA) untuk mencegah ETT terglgit
3) Cegah ETT terlipat (kinking)
4) Berikan pre-oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6 kali ventilasi)
sebelum dan setelah penghisapan
5) Berikan volume pre-oksigenasi (bagging atau ventilasi mekanik) 1,5 kali
volume tidal
6) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik jika diperlukan bukan
secara berkala (bukan secara berkala/rutin)
7) Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam
8) Ubah posisi EET secara bergantian (kiri dan kanan) setiap 24 jam
9) Lakukan perawatan mulut (mis. dengan sikat gigi,kasa,pelembab bibir)
10) Lakukan perawatan stoma trakeostomi
c) Edukasi
1) Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan prosedur pemasangan
jalan nafas buatan
d) Kolaborasi
1) Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous plug yang tidak dapat
dilakukan penghisapan.
2) SIKI II : Pemantuan Respirasi
25

Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan


jalan napas dan keefektifan pertukaran gas.
Tindakan
a) Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
3) Monitor kemampuan batuk efektifhasi
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray toraks
b) Terapeutik
1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
c) Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantuan, jikaperlu
26

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, dan Joabe M. Dochterman, ed. 2018.
Nursing Interventions Classifition (NIC).St. Louis: Mobsy Elsevier.

Herdman, T Heather, Shigemi Kamitsuru, ed. 2018. Diagnosis


Keperawatan :Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Alih Bahasa Budi Anna
Keliat, et al. Edisi 11.
27

Hidayat A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2015. Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia. Edisi II. Jakarta : Salemba Medika.

Kozier, Barbara, Glenora ERB, Audrey Berman, Shirlee Synder. 2010.


Fundamental Keperawatan. Alih Bahasa Devi Yuslianti, dkk. Edisi VII.
Jakarta: EGC.

Mooehead, Sue., Marion Johnson, dan Meredean L. Maas, ed. 2018. Nursing
Outcomes Classifition (NOC). St. Louis: Mobsy Elsevier.

Potter, Patricia A. dan Anne Griffin Perry. 2010. Fundamental of Nursing. Alih
Bahasa Diah Nur Fitriani, dkk. Buku III. Edisi VII. Jakarta: Salemba Medika.

Vita, Andina dan Yuni Fitriani, 2017. Kebutuhan Dasar Manusia. Pustaka Baru
Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai