Anda di halaman 1dari 2

Nama : Evelyn Theresya Sugianto

NIM : 2004551099

Kelas B Reguler Pagi

Mata Kuliah : Hukum Adat

Tugas Resume Hukum Adat

I. Teori Catur Praja / Teori Residu

Catur Praja berasal dari dua kata, yaitu catur yang berarti empat dan praja
yang berarti kota/negeri. Teori ini (Yos Utama Johan, 2016, h. 24) menjelaskan
bahwa lapangan hukum administrasi negara adalah “sisa atau residu” dari
lapangan hukum setelah dikurangi oleh hukum tata negara, hukum pidana
materiil, dan hukum perdata materiil. Adanya teori residu ini memperjelas
perbedaan antara hukum administrasi negara dan ilmu hukum lainnya, terutama
HTN. Lapangan hukum administrasi negara mempunyai wilayah yang tidak
dibahas dalam lapangan hukum perdata, hukum pidana, ataupun hukum tata
negara. Menurut Van Vollenhoven, Teori Catur Praja membagi kekuasaan negara
ke dalam empat kekuasaan (Saut P. Panjaitan, 2001, h. 109), yaitu:

1. Kekuasaan regeling
Dalam teori catur praja, kekuasaan regeling dipersamakan dengan kekuasaan
legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk peraturan perundang-undangan.
2. Kekuasaan bestuur
Oleh Van Vollenhoven kekuasaan bestuur dipersamakan dengan kekuasaan
eksekutif, yaitu kekuasaan menjalankan pemerintahan.
3. Kekuasaan rechtspraak
Kekuasaan rechtspraak dalam teori catur praja dipersamakan dengan
kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan fungsi peradilan.
4. Kekuasaan politie
Kekuasaan politie dalam pandangan Van Vollenhoven mempunyai kekuasaan
untuk menjalankan fungsi mengatur dan menjaga ketertiban dan keamanan
masyarakat dan bernegara.

II. Hubungan Teori Catur Praja / Teori Residu dengan Isu Kesatuan Masyakat
Hukum Adat
Untuk dapat menghubungkan Teori Catur Praja / Teori Residu dengan isu
kesatuan masyakat hukum adat tentu lebih baik mengetahui faktor pembentuk
kesatuan masyarakat hukum adat (Marhaeni Ria Siombo, 2014, h.18), yaitu:
1. Terdiri dari sekelompok orang yang hidup bersama sebagai satu kesatuan
bersama terhadap dunia luar, lahir, dan batin
2. Sekelompok orang tersebut terikat, tunduk pada tatanan hukum adatnya, dan
tidak memiliki niat untuk memisahkan diri atau membubarkan kelompoknya
3. Adanya struktur kepemimpinan/penguasa yang memiliki otonomi
4. Adanya wilayah dengan batas-batas teritorial tertentu
5. Keterikatan kelompok tersebut didasarkan pada kesamaan tempat tinggal atau
keturunan
6. Memiliki harta kekayaan sendiri, baik yang berwujud maupun tidak, baik yang
bernilai ekonomis maupun bukan yang terpisah antara harta kekayaan milik
kelompok dengan harta kekayaan anggota

Terwujudnya pembagian kekuasaan menurut Van Vollenhoven dalam teori


Catur Praja/ Teori Residu tentu diikuti dengan terwujudnya faktor pembentuk
kesatuan masyarakat hukum adat di dalamnya. Hal ini terlihat jelas dari salah satu
faktor pembentuk kesatuan masyarakat hukum adat yakni adanya struktur
kepemimpinan/penguasa yang memiliki otonomi. Tanpa struktur
kepemimpinan/penguasa yang memiliki otonomi yang baik, pembagian kekuasaan
tentunya akan sia-sia dilakukan. Hal ini juga berlaku bagi faktor pembentuk
kesatuan masyarakat hukum adat lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa tanpa adanya faktor pembentuk kesatuan masyarakat hukum adat dalam
Teori Catur Praja / Teori Residu, perwujudan Teori Catur Praja / Teori Residu
merupakan hal yang sia-sia atau tidak dapat diwujudkan.

DAFTAR PUSTAKA

Johan, Yos Utama. 2016. Pengertian Administrasi Negara dan Hukum Administrasi Negara.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, hlm. 24

Panjaitan, Saut Parulian, dkk. 2001. Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi


Negara. Yokyakarta: UII Press, hlm. 109

Siombo, Marhaeni Ria. 2014. Asas-asas Hukum Adat. Jakarta: Universitas Terbuka, h.18

Anda mungkin juga menyukai