Makalah Kewarganegaraan - Kelompok 4
Makalah Kewarganegaraan - Kelompok 4
Disusun oleh:
Kelompok 5
1. Jelita Natania Damo (211011030039)
2. Sartika Salayar (211011030031)
3. Syifa Salsabila (211011030005)
4. Francisca Mandas (211011030023)
5. Vinda Ristia Nina (211011030014)
6. Cristhina Embong Bulan (211011030034)
7. Chintya Araman (211011030081)
8. Valiant Katopo (211011030089)
9. Jesen Maabuat (211011030082)
Dosen Pengampuh :
Dr. Marina F. O. Singkoh, S.Pi, M.Si
Dalam penyususan Makalah ini tentu tak lepas dari pengarahan dan bimbingan dari
dosen penanggung jawab mata kuliah kewarganegaraan, Dr. Marina F. O. Singkoh, S.Pi,
M.Si. Serta kerja kelompok dalam tim dan bantuan narasumber yang sangat bermanfaat
untuk penyusunan laporan studi kasus ini.
Dengan rasa rendah hati kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi penyajian, penulisan dan penggunaan tatah Bahasa. Oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa yang
akan datang. Walaupun demikian kami mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................32
3.2 Saran...............................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................34
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pendidikan kewarganegaraan di manapun umumnya bertujuan untuk
membentuk warga negara yang baik (good citizen). Kita dapat mencermati Undang-
Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 37 Ayat (1) huruf b yang
menyatakan bahwa kurikulum Pendidikan dasar dan menengah wajib memuat
pendidikan kewarganegaraan. Demikian pula pada ayat (2) huruf b dinyatakan bahwa
kurikulum Pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan kewarganegaraan. Bahkan
dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi lebih eksplisit dan tegas
dengan menyatakan nama mata kuliah kewarganegaraan sebagai mata kuliah wajib.
Dikatakan bahwa mata kuliah kewarganegaraan adalah Pendidikan yang mencakup
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika untuk membentuk
mahasiswa menjadi warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Salah satu tujuan negara RI adalah “melindungi warga negara atau menjaga
ketertiban” selain berupaya mensejahterakan masyarakat. Dalam tujuan negara
sebagaimana dinyatakan diatas, secara eksplisit dinyatakan bahwa “negara
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum,dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta
melaksanakan ketertiban dunia Agar negara dapat melaksanakan tugas dalam bidang
ketertiban dan perlindungan warga negara, maka disusunlah peraturan-peraturan yang
disebut peraturan hukum. Peraturan hukum mengatur hubungan antara manusia yang
satu dengan manusia lainnya, di samping mengatur hubungan manusia atau warga
negara dengan negara, serta mengatur organ-organ negara dalam menjalankan
pemerintahan negara.
Indonesia adalah negara hukum, artinya negara yang semua penyelenggaraan
pemerintahan dan kenegaraan serta kemasyarakatannya berdasarkan atas hukum,
bukan didasarkan atas kekuasaan belaka.
Penegakan hukum di Indonesia dipandang masih lemah. Dalam beberapa
kasus, masyarakat dihadapkan pada ketidakpastian hukum. Rasa keadilan masyarakat
pun belum sesuai dengan harapan. Sebagian masyarakat bahkan merasakan bahwa
aparat penegak hukum sering memberlakukan hukum bagaikan pisau yang tajam ke
bawah tetapi tumpul ke atas. Apabila hal ini terjadi secara terus menerus bahkan telah
menjadi suatu yang dibenarkan atau kebiasaan maka tidak menutup kemungkinan
akan terjadi revolusi hukum. Oleh karena itu, tantangan yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia saat ini adalah menghadapi persoalan penegakan hukum di tengah
maraknya pelanggaran hukum di segala strata kehidupan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana konteks konstitusional yang ada di Indonesia?
2) Bagaimana sosial politik di Indonesia?
3) Bagaimana Perkembangan Kedudukan Lembaga-lembaga negara di Indonesia?
4) Bagaimana dinamika perkembangan kontitusional di Indonesia?
5) Bagaimana dinamika perkembangan sosial politik di Indonesia?
6) Seberapa berpengaruh sosial politik dalam dinamika perkembangan
konstitusional?
1.3 Tujuan
1) Dapat memahami dinamika konstitusional dan sosial politik yang ada di
Indonesia.
2) Mengetahui perkembangan kedudukan lembaga-lembaga negara di Indonesia
3) Mengetahui pengaruh sosial politik bagi dinamika konstitusional.
BAB II PEMBAHASAN
1. Rumusan mengenai cita-cita, tujuan dan hal-hal yang berkaitan cara pencapaiannya,
selain mengenai simbol, lambang, batas dan letak negara:
2. Hal-hal yang berkaitan dengan hak dasar atau prinsip hak asasi manusia yang menjadi
hak dari setiap warga negara yang wajib dilindungi oleh negara;
3. Pokok pikiran dan perumusan mengenai sistem hukum, sistem kekuasaan dan
pemerintahan, paham demokrasi serta sistem dan mekanisme check and balances
kekuasaan;
4. Pengaturan mengenai organ, peran dan lingkup kewenangan dari instrumen kekuasaan.
Oleh karena itu akan dirumuskan apa saja organ dan instrumen penting kekuasaan
negara, apa saja tugas dan wewenang suatu lembaga negara, bagaimana mekanisme dan
tata hubungan antara suatu organ dengan instrumen lainnya dalam membentuk sistem
kekuasaan;
5. Prosedur atau tata cara dan mekanisme yang mengatur hubungan, pelaksanaan dan
pengusahaan hal penting tertentu di dalam negara seperti: pengelolaan sumber daya
alam dan mengatur mekanisme pemilihan kepala pemerintahan;
Di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah dikemukakan secara tegas
pada Pasal 1 ayat (3) menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum”, dan Pasal 1
ayat (2) menyatakan “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang
Undang Dasar”.
Negara hukum yang didasarkan atas kedaulatan rakyat tersebut adalah dasar suatu sistem
dari Pemerintah Negara Republik Indonesia yang mempunyai tujuan “melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan ... dan keadilan sosial ...” sesuai dengan pembukaan konstitusi.
Uraian di atas menegaskan, bahwa negara hukum harus didasarkan pada kedaulatan
rakyat dan ditujukan untuk kepentingan perlindungan segenap bangsa serta mewujudkan
kesejahteraan. Konsep, kerangka teoritik, serta prinsip negara hukum yang antara lain
meliputi: asas legalitas, persamaan dalam hukum, pembatasan kekuasaan, perlindungan hak
asasi, peradilan yang bebas dan tidak memihak seyogianya ditujukan untuk melindungi
kepentingan rakyat.
Di Indonesia sendiri telah tercatat beberapa upaya dalam hal konstitusi diantaranya:
Dengan adanya dekrit presiden 5 Juli 1959, maka konstitusi Negara Indonesia
kembali memberlakukan UUD 1945. Walaupun diberlakukan kembali UUD 1945, tetapi
UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Sehingga banyak terjadi
penyimpangan-penyimpangan, maka tuntutan untuk merubah konstitusipun mulai banyak.
Dorongan untuk mengubah dan memperbaharui UUD 1945 juga dikarenakan UUD 1945
sebagai subsistem tatanan konstitusi dalam pelaksanaannya, tidak berjalan sesuai dengan
“staatsidee” mewujudkan Negara berdasarkan konstitusi seperti tegaknya tatanan demokrasi,
Negara berdasarkan atas hukum yang menjamin hal-hal seperti hak asasi manusia, kekuasaan
kehakiman yang merdeka, serta keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Justru yang
terjadi adalah etatisme dan otoriterisme yang menggunakan UUD 1945 sebagai sandaran.
Amandemen terhadap UUD ’45 tidak terutama ditentukan oleh ketentuan hukum
yang mengatur tata cara perubahan, tetapi lebih ditentukan oleh berbagai kekuatan politik dan
sosial yang dominan pada saat-saat tertentu. Pada saat ini tidak semua aturan peralihan dalam
UUD 1945 masih berlaku, dikarenakan baik objek, kewenangan atau sasaran yang hendak
dicapai tidak ada lagi/waktunya sudah lampau. Demikian pula aturan tambahan, sebagai
aturan temporer, aturan tambahan hanya berlaku sesuai dengan ketentuan dalam UUD 1945.
1. Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila
diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan
dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3. Untuk mengubah pasal-pasal UUD, siding MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota MPR.
4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-
kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR.
a. MPR
Sebelum amandemen UUD 1945, MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
menjadi lembaga tertinggi negara. Di bawah ini, merupakan tugas dan wewenang MPR:
Membuat putusan yang tidak bisa ditentang oleh lembaga lain, termasuk
menetapkan Garis - Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pelaksanaannya
dimandatkan pada Presiden.
Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
Meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden mengenai pelaksanaan
GBHN.
Memberhentikan presiden jika yang bersangkutan melanggar GBHN.
Mengubah Undang - Undang Dasar.
Menetapkan pimpinan majelis yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
Memberikan keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah anggota MPR.
Menetapkan peraturan tata tertib Majelis.
Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan
Majelis.
b. Presiden
Sebelum amandemen UUD 1945, Presiden merupakan lembaga negara yang
mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Di Indonesia, Presiden
menjabat sebagai kepala negara dan juga kepala pemerintahan. Pada saat sebelum
amandemen, Presiden diangkat oleh MPR dan bertanggung jawab kepada MPR.
Selain itu, tidak dijelaskan adanya aturan mengenai batasan periode jabatan seorang
Presiden dan mekanisme yang jelas tentang pemberhentian Presiden dalam masa
jabatannya. Sebelum adanya amandemen Presiden mempunyai hak prerogatif yang
besar.
Ada beberapa wewenang dan tugas dari Presiden sebelum amandemen, yaitu:
Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - undang dalam situasi
yang memaksa.
Menetapkan Peraturan Pemerintah.
Mengangkat dan memberhentikan menteri - menteri
Memegang posisi dominan sebagai mandatori MPR.
Memegang kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan juga yudikatif.
Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK.
c. DPR
Sebelum amandemen UUD 1945, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) merupakan
lembaga perwakilan rakyat yang tidak bisa dibubarkan oleh Presiden. Karena, anggota
DPR merupakan Anggota Partai Politik peserta Pemilu yang dipilih oleh rakyat dan
DPR tidak bertanggung jawab terhadap Presiden. Sebelum adanya amandemen, tugas
dan wewenang DPR seperti di bawah ini:
Mengajukan rancangan undang-undang
Memberikan persetujuan atas Peraturan Perundang-undangan (Perpu).
Memberikan persetujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa.
d. DPA
Sebelum amandemen UUD 1945, Dewan Pertimbangan Agung (DPA) ini
fungsinya yaitu memberikan masukkan atau pertimbangan kepada Presiden. DPA
dibentuk berdasarkan Pasal 16 UUD 1945 sebelum amandemen. Tugas dan wewenang
DPA seperti di bawah ini:
Pada Ayat 2 pasal ini menyatakan, jika DPA berkewajiban memberi jawaban
atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada Pemerintah.
Pada penjelasan Pasal 16 disebutkan jika DPA berbentuk Council of State yang
wajib memberi pertimbangan kepada pemerintah.
e. BPK
Sebelum amandemen Undang - Undang Dasar 1945, tidak banyak dijelaskan
mengenai BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan). Tapi, ada beberapa tugas dan
wewenang dari BPK sebelum amandemen, yaitu:
Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN)
dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan
DPD serta ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum.
Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen
yang bersangkutan ke dalam BPK.
f. MA
Sebelum amandemen Undang - Undang Dasar 1945, kekuasaan kehakiman ini
dilakukan hanya oleh Mahkamah Agung (MA). Lembaga mahkamah agung ini sifatnya
mandiri dan juga tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi oleh kekuasaan-kekuasaan
lainnya. Tugas dan wewenang MA sebelum amandemen, di antaranya adalah:
Memberikan pertimbangan kepada presiden untuk memberikan grasi
dan rehabilitasi.
Menguji peraturan perundang-undangan.
Mengajukan tiga orang hakim konstitusi.
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi.
Kedudukan lembaga-lembaga negara pasca amandemen :
1. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
MPR adalah lembaga tinggi negara yang sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi
negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK. Pasca perubahan UUD
1945 keberadaan MPR telah sangat jauh berbeda dibandingkan sebelumnya. Kini MPR
tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tidak lagi berkedudukan
sebagai lembaga tertinggi negada dengan kekuasaan yang sangat besar, termasuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden. Tugas dan wewenang MPR adalah mengubah
dan menetapkan Undang-Undang Dasar, melantik Presiden dan Wakil Presiden
berdasarkan hasil pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR, dan memutuskan usul
DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
2. Presiden
Berbeda dengan sistem pemilihan Presiden dan Wapres sebelum adanya amandemen
dipilih oleh MPR, sedangkan setelah adanya amandemen UUD 1945 sekarang
menentukan bahwa mereka dipilih secara langsung oleh rakyat. Pasangan calon
Presiden dan Wapres diusulkan oleh Parpol atau gabungan parpol peserta pemilu.
Presiden tidak lagi bertanggung jawab terhadap MPR, melainkan langsung kepada
rakyat. Presiden dan Wapres dapat dipilih kembali dalam masa jabatan yang sama
hanya untuk satu kali masa jabatannya.
3. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
Tugas dan wewenang DPR pasca amandemen UUD 1945:
Membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapat
persetujuan bersama.
Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang.
Menerima dan membahas usulan rancangan undang-undang yang diajukan
DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam
pembahasan.
Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan Undang-Undang APBN
dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
agama.
Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan
DPD.
Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, anggaran
pendapatan dan belanja negara, serta kebijakan pemerintah.
DPR tidak mengambil dan memproses keputusan terhadap pendapat sendiri, melainkan
mengajukannya kepada MK untuk memeriksa, mengadili, dan mencetuskan pendapat
yang berisi dugaan DPR itu.
4. DPD (Dewan Perwakilah Daerah)
DPD adalah lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan
kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelat ditiadakannya
utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sevagai anggota MPR. Fungsi DPD:
Pengajuan usul.
Ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan
bidang legislasi tertentu.
5. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
BPK adalah lembaga tinggi negara yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang bebas dan mandiri. BPK berwenang
mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD)
serta meyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD yang ditindaklanjuti oleh
aparat penegak hukum.
6. MA (Mahkamah Agung)
Mahkamah Agung adalah lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman,
yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan
keadilan. Kewajiban dan wewenang MA:
Mengadili pada tingkat kasasi.
Menguji peraturan per undang-undangan di bawah Undang-Undang.
Mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi dan
rehabilitasi.
7. MK (Mahkamah Konstitusi)
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama dengan MA, yang
dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution).
Wewenang MK:
Menguji UU terhadap UUD.
Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara.
Memutus pembubaran partai politik.
Memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR
mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut
UUD.
8. KY (Komisi Yudisial)
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2004, Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang
bersifat mandiri dan berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon
Hakim Agung.
Wewenang KY:
Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di MA kepada
DPR untuk mendapatkan persetujuan.
Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim.
Menjaga Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)bersama-sama
dengan MA.
3.1 Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil, yaitu:
Sistem perubahan konstitusi di Indonesia, menganut sistem constitutional
amandement yaitu perubahan tidak dilakukan langsung terhadap UUD lama, UUD
lama masih tetap berlaku, sementara bagian perubahan atas konstitusi tersebut
merupakan adendum/sisipan dari konstitusi yang asli (lama). Oleh karena itu, yang
diamandemen merupakan / menjadi bagian zdari konstitusi yang asli.
Demokrasi adalah konsep politik yang menjadi pilihan sistem politik di
berbagai negara dunia ketiga pada dua dasawarsa terakhir. Ambruknya
ideologi komunisme Uni Soviet di tahun 1989, semakin menambah
popularitas demokrasi sebagai ideologi politik. Konsep demokrasi dianggap
mampu dan nyata untuk mengatasi masalah sosial politik yang dihadapi
berbagai negara. Bangsa Indonesia yang masih dalam taraf belajar
berdemokrasi harus selalu belajar dan melakukan pembenahan di segala
bidang. Kelemahan yang terjadi selama satu dekade proses reformasi
digulirkan sebaiknya terus dikoreksi dan diperbaiki. Dengan cara ini maka
praktek demokrasi untuk kesejahteraan rakyat dapat direalisasi dan
kegagalan demokrasi dapat dihindari.
Seiring dengan perkembangan konstitusional di Indonesia di Indonesia telah
merubah kedudukan lembaga-lembaga negara yang ada. Yaitu seperti pada saat
sebelum amandemen kedudukan lembaga-lembaga negara secara berurut adalah
MPR, Presiden, DPR, DPA, BPK, MA. Sedangkan saat setelah amandemen
kedudukan lembaga-lembaga negara berubah menjadi, MPR, Presiden, DPR, DPA,
BPK, MA, MK, dan KY.
3.2 Saran
Dengan pemahaman yang kurang terhadap konstitusi menjadi salah satu
penyebab begitu banyak praktik korupsi. Maka dari itu beberapa pihak terus
melakukan sosialisasi yang mana mempunyai tujuan untuk memperkenalkan
konstitusi negara itu sendiri. Berikut beberapa contoh dari perilaku konstitusi yang
dapat kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari :
Mengakui dan dapat menghargai hak-hak asasi orang lain.
serta menaati peraturan-peraturan yang berlaku, baik itu peraturan lalu lintas,
sekolah, dan lain-lain.
Tidak main hakim sendiri.
Menjaga keseimbangan antara hak dan juga kewajiban.
Adanya keterbukaan dan etika dalam menghadapi Mematuhi masalah.
Melaksanakan pemilihan umum dengan adil, jujur, bebas serta transparan.
Menjalin persatuan serta kesatuan melalui beberapa kegiatan.
Mengembangkan sikap sadar dan juga rasional.
DAFTAR PUSTAKA
Nurita, R.S. 2015. Dinamika dan Perkembangan Konstitusi Republik Indonesia. Jurnal
Cakrawala Hukum. (Diakses pada 12 Oktober 2022)
Rangga, A. 2020. Struktur Lembaga Negara. Cerdikia Negara. (Diakses pada 12 Oktober
2022)