Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
buku ajar. Tak lupa juga mengucapkan salawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Besar Muhammad SAW, karena berkat beliau, kita mampu keluar dari kegelapan menuju jalan
yang lebih terang.

Kami ucapkan juga rasa terima kasih kami kepada pihak-pihak yang mendukung lancarnya buku ajar
ini mulai dari proses penulisan hingga proses cetak, yaitu orang tua kami, rekan-rekan kami, penerbit,
dan masih banyak lagi yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.

Adapun, buku ajar kami yang berjudul PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PADA
MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR ini telah selesai kami buat secara semaksimal dan sebaik
mungkin agar menjadi manfaat bagi pembaca yang membutuhkan informasi dan pengetahuan
mengenai bagaimana model pembelajaran pada matema

2
DAFTAR ISI

JUDUL............................................................................................................1
KATA PENGANTAR........................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................4
BAB I..............................................................................................................5
KONSEP.........................................................................................................5
A. Konsep Model Pembelajaran.............................................................5
B. Konsep Strategi Pembelajaran..........................................................7
C. KONSEP METODE PEMBELAJARAN............................................10
D. KONSEP PENDEKATAN PEMBELAJARAN...................................12
BAB II...........................................................................................................15
RAGAM MODEL PEMBELAJARAN............................................................15
A. MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)...............................15
1. Pengertian model pembelajaran PBL..........................................15
2. Langkah-langkah model pembelajaran PBL................................16
3. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran PBL.................16
4. Penerapan model Problem Basic Learning (PBL).......................17
B. MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING (PJBL)19
1. Pengertian model pembelajaran PJBL........................................19
2. Langkah-langkah model pembelajaran PJBL..............................21
3. Kelebihan dan kelemahan PJBL..................................................21
4. Penerapan project based learning (PJBL)...................................23
C. MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING.....................24
1. Pengertian model pembelajaran discovery learning...................24
2. Langkah-Langkah Operasional Model Pembelajaran Discovery Learning 25
3. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran discovery learning 26
4. Penerapan Model pembelajaran Discovery Learning dalam pembelajaran 30
D. MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY LEARNING...........................31
1. Pengertian Model pembelajaran inquiry learning........................31
2. Langkah-langkah model pembelajaran inquiry learning..............31
3. Kelebihan dan kelemahan modek pembelajaran inquiry learning32
4. Penerapan model pembelajaran inquiry learning dalam pembelajaran 33

3
E. MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING...........................35
1. Pengertian problem solving.........................................................35
2. Langkah-langkah model pembelajaran problem solving.............35
3. Kelebihan dan kelemahan metode pembelajaran problem solving36
4. Penerapan model pembelajaran problem solving dalam pembelajaran 37
F. MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSSING..........................38
1. Pengertian model pembelajaran problem solving.......................38
2. Langkah-langkah model pembelajaran problem solving.............39
3. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Posing41
4. Penerapan model pembelajaran problem possing......................42

Bab III...........................................................................................................44
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik........................................44
A. Pengertian........................................................................................44
C. Langkah-Langkah Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik48
D. Kelebihan Dan Kelemahan Ppendekatan Pembelajaran Matematika Realistik 49
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................51

4
BAB I

KONSEP MODEL, STRATEGI, PENDEKATAN DAN METODE PEMBELAJARAN

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga
seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) model
pembelajaran (2) pendekatan pembelajaran; (3) metode pembelajaran; (4) strategi pembelajaran.
A. Model Pembelajaran
Model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori
pengetahuan.Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan berbagai prinsip atau
teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip
pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori yang lain yang
mendukung.
Menurut Arends dalam Trianto, mengatakan “model pembelajaran adalah suatu perencanaan
atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai bentuk dari pembelajaran yang tergambar
dari awal hingga akhir
Joyce & Weil mempelajari model- model berdasarkan teori belajar yang dikelompokan
menjadi empat model pembelajaran. Model tersebut merupakan Pola Umum perilaku
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharpkan. Joyce & Weil
berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahanbahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model
pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru memilih model pembelajaran
yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

5
B. Strategi pembelajaran
Kata strategi berasal dari bahasa Latin strategia, yang diartikan sebagai seni penggunaan
rencana untuk mencapai tujuan. Strategi pembelajaran menurut Frelberg & Driscoll (1992)
dapat digunakan untuk mencapai berbagai tujuan pemberian materi pelajaran pada berbagai
tingkatan, untuk siswa yang berbeda, dalam konteks yang berbeda pula. Gerlach & Ely (1980)
mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk
menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu, meliputi sifat,
lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Dick
& Carey (1996) berpendapat bahwa strategi pembelajaran tidak hanya terbatas pada prosedur
kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket pembelajaran. Strategi
pembelajaran terdiri atas semua komponen materi pelajaran dan prosedur yang akan
digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Strategi
pembelajaran juga dapat diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan
digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah,
lingkungan sekitar serta tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan. Gerlach & Ely (1980)
juga mengatakan bahwa perlu adanya kaitan antara strategi pembelajaran dengan tujuan
pembelajaran, agar diperoleh langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Strategi pembelajaran terdiri dari metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin bahwa
siswa akan betul-betul mencapai tujuan pembelajaran. Kata metode dan teknik sering
digunakan secara bergantian.

6
C. Pendekatan pembelajaran
Pendekatan pembelajaran merupakan aktifitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran.
Tiap pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai karakteristik tertentu, dan berbeda antara
satu dengan yang lainnya sesuai dengan fungsi dan tujuan tiap pendekatan. Pendekatan
pembelajaran tentu tidak kaku harus menggunakan pendekatan tertentu, tetapi sifatnya lugas
dan terencana. Artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang
dituangkan dalam perencanaan pembelajaran. Menurut Sagala (2012: 71) Pendekatan
konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep
tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.
Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berfikir
abstrak.Konsep memiliki banyak arti tetapi dalam kegiatan belajar mengajar, konsep adalah
akibat dan suatu hasil belajar, misal suatu saat seseorang belajar mengenal kesimpulan
benda-benda dengan jalan membedakan satu sama lain. Jalan lain yang dapat ditempuh
adalah memasukan suatu benda kedalam suatu kelompok tertentu dan mengemukakan
beberapa contoh dan kelompok itu yang dinyatakan sebagai jenis kelompok tersebut. Jalan
yang kedua inilah yang memungkinkan seseorang mengenal suatu benda atau peristiwa
sebagai suatu anggota kelompok. Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pengajaran
memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut menghayati proses penemuan atau
penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses (Afrial, 2012). Pendekatan ini
dilatar belakangi oleh konsep-konsep belajar menurut teori Naturalisme-Romantis” dan teori
kognitif gestal. Naturalisme-romantis menekankan kepada aktifitas siswa. Dan teori kognitif
gestal menekankan pemahaman dan kesatupaduan yang menyeluruh.

7
D. Metode pembelajaran
Uno & Mohamad (2012: 7) mengemukakan pendapatnya yaitu “Metode pembelajaran
didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya dan
merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran”.Metode pembelajaran dapat dianggap
sebagai suatu prosedur atau proses yang teratur, suatu jalan atau cara yang teratur untuk
melakukan kegiatan pembelajaran. Setiap materi pembelajaran tidak dapat menggunakan
metode pembelajaran yang sama, oleh karena itu sebelum mengajar seorang guru harus
memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan materi.
Adapun prinsip dalam memilih metode pembelajaran yang dikemukakan oleh Bachtiar Rifva’i
(dalam Mira Seplitasari: 2013) yaitu:
1. Asas maju kelanjutan (continous progress) yang artinya memberi
kemungkinan pada murid untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
2. Penekanan pada belajar sendiri, artinya anak-anak diberikan kesempatan
untuk mempelajari dan mencari bahan pelajaran lebih banyak lagi daripada yang
diberikan oleh guru.
3. Bekerja secara team, dimana anak mengerejakan sesuatu pekerjaan yang
memungkinkan anak bekerja sama.
4. Multi disipliner, artinya memungkinkan anak-anak untuk mempelajari sesuatu
meninjau dari berbagai sudut. Misalnya masalah rambut gonderong dapat dilihat dari
sudut kesehatan dan pandangan orang. Fleksibel, dalam arti dapat dilakukan menurut
keperluan dan keadaan.
Metode pembelajaran banyak macamnya antara lain metode ceramah, metode tanya
jawab, metode kelompok, metode sosiodrama, metode diskusi, metode problem solving
dan masih banyak lagi. Sedangkan dalam alam penelitian ini, penulis menggunakan
metode pembelajaran guided note taking dan complette sentence.

8
BAB II
RAGAM MODEL /PENDEKATAN PEMBELAJARAN

A. Model Problem Basic Learning (PBL)


1. Pengertian model pembelajaran PBL
Problem Based Learning, Wena (2010:91) “Problem Based Learning (PBL) adalah
pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahanpermasalahan praktis
sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan”.
Menurut Amir (2008:12) menyatakan bahwa Problem Based Learning adalah salah satu
model pendekatan pembelajaran learner centered dan memberdayakan siswa yang belajar.
Arends (dikutip dari Trianto, 2007:68) menyatakan bahwa Problem Based Learning PBL
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa dengan
menggunakan masalah dalam dunia nyata yang bertujuan untuk menyusun pengetahuan
siswa, melatih kemandirian dan rasa percaya diri, dan mengembangkan keterampilan berpikir
siswa dalam pemecahan masalah. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pengajaran yang
menggunakan masalah duniaketrampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang mendasar dari materi pelajaran.
2. Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL)
Langkah-langkah dalam pembelajaran Problem Based Learning (PBL), disajikan guru
sebagai berikut:
a) orientasi siswa pada masalah
b) guru membimbing siswa untuk membentuk kelompok yang beranggotakan 5-6
orang siswa secara heterogeny
c) guru membagi Lembar Kerja Siswa (LKS) pada setiap kelompok
d) siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, siswa bersama kelompoknya
melakukan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
e) guru membantu siswa dalam menyiapkan hasil dari percobaan
f) guru membimbing siswa untuk melakukan presentasi
g) guru membimbing siswa untuk melakukan evaluasi.

9
3. Kelebihan Model Problem Based Learning (PBL)
a. Kelebihan model PBL
Menurut Sanjaya (2007:218) kelebihan Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai
berikut:
a) Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, memotivasi internal untuk belajar, dan
dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok
b) Dengan Problem Based Learning (PBL) akan terjadi pembelajaran bermakna.
Siswa belajar memecahkan suatu masalah maka siswa akan menerapkan pengetahuan
yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan;
c) membuat siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan bebas;
d) pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang meraka
lakukan, juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil
belajar maupun proses belajar.
b. Kelemahan model (PBL)
Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang juga memiliki
beberapa kelemahan. Menurut Sanjaya (2007:219), kelemahan Problem Based Learning
(PBL) adalah sebagai berikut:
a) jika siswa tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit
untuk dipecahkan,maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba;
b) perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan
pembelajaran;
c) pembelajaran model Problem Based Learning (PBL) membutuhkan waktu
yang lama
d) tidak semua mata pelajaran matematika dapat diterapkan model ini.

10
4. Penerapan model Problem Basic Learning (PBL) pada pembelajaran

LANGKAH KERJA AKTIVITAS GURU AKTIVITAS SISWA


Orientasi peserta Guru Kelompok mengamati
didik pada masalah menyampaikan dan memahami masalah
masalah yang yang disampaikan guru
akan dipecahkan atau yang diperoleh dari
secara kelompok. bahan bacaan yang
Masalah yang disarankan.
diangkat
hendaknya
kontekstual.
Masalahbisa
ditemukan sendiri
oleh peserta didik
melalui bahan
bacaan atau
lembar kegiatan
Mengorganisasika Guru memastikan Peserta didik berdiskusi
n peserta didik setiap anggota dan membagi tugas
untuk belajar memahami tugas untuk mencari
masing-masing. data/bahan-bahan/alat
yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah.
Membimbing Guru memantau Peserta didik melakukan
penyelidikan keterlibatan penyelidikan (mencari
individu maupun peserta didik data/referensi/sumber)
kelompok dalam untuk bahan diskusi
pengumpulan kelompok
data/bahan selama
proses

11
penyelidikan.
Mengembangkan Guru memantau Kelompok melakukan
dan menyajikan diskusi dan diskusi untuk
hasil karya membimbing menghasilkan solusi
pembuatan pemecahan masalah
laporan sehingga dan hasilnya
karya setiap dipresentasikan/disajikan
kelompok siap dalam bentuk karya
untuk
dipresentasikan
Menganalisis dan Guru membimbing Setiap kelompok
mengevaluasi presentasi dan melakukan presentasi,
proses pemecahan mendorong kelompok yang lain
masalah kelompok memberikan apresiasi.
memberikan Kegiatan dilanjutkan
penghargaan serta dengan merangkum/
masukan kepada membuat kesimpulan
kelompok lainnya. sesuai dengan masukan
Guru bersama yang diperoleh dari
peserta didik kelompok lainnya.
menyimpulkan
materi

B. Model Pembelajaran Project Basic Learning (PJBL)


1. Pengertian model pembelajaran project learning
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas peserta didik dalam
memecahkan masalah yaitu model pembelajaran problem based learning. Sani (2014: 172)
mengatakan project based learning dapat didefinisikan sebagai sebuah pembelajaran
dengan aktifitas jangka panjang yang melibatkan siswa dalam merancang, membuat dan
menampilkan produk untuk mengatasi permasalahan dunia nyata. Dengan demikian model
pembelajaran project based learning dapat digunakan sebagai sebuah model pembelajaran
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam membuat perencanaan,
berkomunikasi, menyelesaikan masalah dan membuat keputusan yang tepat dari masalah
12
yang dihadapi. Menurut Kosasih (2014: 96) project based learning adalah model
pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai tujuannnya. Pembelajaran
difokuskan dalam pemecahan masalah yang menjadi tujuan utama dari proses belajar
sehingga dapat memberikan pembelajaran yang lebih bermakna karena dalam belajar tidak
hanya mengerti apa yang dipelajari tetapi membuat peserta didik menjadi tahu apa manfaat
dari pembelajaran tersebut untuk lingkungan sekitarnya. Pada hakikatnya model
pembelajaran project based learning dirancang untuk digunakan pada permasalahan yang
kompleks yang diperlukan pelajaran dalam melakukan investigasi dan memahaminya.
Dengan mengkelompokkan peserta didik dalam memecahkan suatu proyek atau tugas
maka akan melatih keterampilan peserta didik dalam merencanakan, mengorganisasi,
negoisasi, dan membuat konsensus tentang isu-isu tugas yang akan dikerjakan, siapa yang
bertanggung jawab untuk setiap tugas, dan bagaimana informasi akan dikumpulkan dan
disajikan. Lebih lanjut Bie (Nglimun, 2013: 185) menegaskan project based learning yaitu:
“model pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama
(central) dari suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan
tugas-tugas bermakna lainnya, memberikan peluang siswa bekerja secara otonom
mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa
bernilai, dan realistik”.
2. Langkah-langkah model pembelajaran Project Basic Learning (PJBL)
a) Penentuan pertanyaan mendasar (start with essential question)
b) Menyusun perencanaan proyek (design project
c) Menyusun jadwal (create schedule)
d) Memantau siswa dan kemajuan proyek (monitoring the students and progress
of project)
e) Penilaian hasil (assess the outcome)
f) Evaluasi Pengalaman (evaluation the experience)
3. Kelebihan dan kelemahan PJBL
a. Kelebihan penerapan model Project Based Learning
Menurut Kurniasih (2014: 83)
Ada beberapa keunggulan dari model pembelajaran PJBL ini yaitu:
a) meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar mendorong
kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu
dihargai;
13
b) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah;
c) membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-
problem yang kompleks
d) meningkatkan kolaborasi
e) mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi
f) meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber
g) memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik
dalam mengorganisasi proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber
lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas
h) menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara
kompleks dan dirancang berkembang sesuai dunia nyata
i) melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan
menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan
dunia nyata
j) membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik
maupun pendidik menikmati proses pembelajaran”.
b. Kelemahan model Project Based Learning
Menurut Sani (2014: 177) beberapa kelemahan dari model pembelajaran project basic
learning ini adalah sebagai berikut:
a) membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah dan
menghasilkan produk;
b) membutuhkan biaya yang cukup;
c) membutuhkan guru yang terampil dan mau belajar;
d) membutuhkan fasilitas, peralatan, dan bahan yang memadai;
e) tidak sesuai untuk siswa yang mudah menyerah dan tidak memiliki
pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan
f) kesulitan melibatkan semua siswa dalam kerja kelompok
4. Penerapan model pembelajaran Project Basic Learning
Proses pembelajaran matematika dengan mengguanakan model project based
learning dalam implementasinya perlu dilakukan pembuatan perencanaan
pembelajaran yang baik. Guru harus memperhatikan psikis dan kesiapan belajar
matematika. guru harus mencari tahu apa yang terjadi sebelumnya dari mereka,
14
sehingga kekurangan dari pengalaman masa lalunya tertutupi oleh gaya belajar yang
menyenangkan. Dengan demikian, tujuan penggunaan model pembelajaran dapat
terselesaikan dengan baik.Ini diperkuat oleh Siswanto (2012: 56) yang menyatakan
salah satu faktor yang mempengaruhi belajar yaitu kesiapan. Kesiapan adalah
kesediaan untuk memberi respon, sehingga harus diperhatikan dalam proses belajar.
Dengan adanya kesiapan belajar, hasil yang dicapai baik.

C. Model Pembelajaran Discovery Learning


1. Pengertian model pembelajaran discovery learning
Model Discovery Learning Discovery learning merupakan metode memahami konsep, arti,
dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.
Model pembelajaran Discovery menurut brunner dalam suherti (2017:53) ialah
“pembelajaran yang bertujuan memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yeng dapat
melatih kemampuan intelektual para siswa serta merangsang keingin tahuan mereka dan
memotivasi kemampuan mereka”. Pendapat ahli lain mengatakan “Discovery adalah model
pembelajaran yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui tidak melalui pemberitahuan. Sebagian
atau seluruhnya ditemukan sendiri” ruseffendi dalam suherti (2017:53).
Suherti (2017:55) “Penggunaan model Discovery Learning ingin mengubah kondisi belajar
yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke
student oriented”. Mengubah modus 10 ekspositori peserta didik hanya menerima informasi
secara keseluruhan dari guru; ke modus discovery peserta didik menemukan informasi
sendiri. Melalui model ini siswa diajak untuk menemukan sendiri apa yang dipelajari
kemudian mengkonstruk pengetahuan itu dengan memahami maknanya. Dalam model ini
guru hanya sebagai fasilitator. Model Discovery Learning membiarkan siswa-siswa
mengikuti minat mereka sendiri untuk mencapai kompeten dan kepuasan dari
keingintahuan mereka.
Sintak Model Discovery Learning
Sintak model Discovery Learning menurut Rismayani (2013:8) sebagai berikut:
a) Guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan atau menyuruh anak didik
membaca atau mendengarkan uraian yang memuat pemasalahan.
b) Anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan.
Sebagai besar memilihnya yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk
15
dipecahkan. Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam
bentuk, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara
atas pertanyaan.
c) Untuk menjawab petanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis ini,
anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi
yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan
narasumber, melakuan uji coba sendiri, dan sebagainya.
d) Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi dan sebagai, semuanya
diolah, diacak, diklatsifikasikan, ditabulasi bahkan bila perlu dihitung dengan cara
tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
e) Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada,
pertanyaan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek,
apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f) Tahap selanjutnya berdasarkan hasil verfisikasi tadi, anak didik belajar
menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu.
2. Kelebihan dan kelemahan model Discovery Learning
a. kelebihan
Kelebihan discovery learning menurut suherman, dkk dalam Suherti (2001:59) yaitu:
a) Peserta didik aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan menggunakan
kemampuan untuk menemukan hasil akhir
b) Peserta didik memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri
proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama
diingat
c) Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong
ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat siswa yang
memperoleh pengetahuan dengan pembelajaran Discovery akan lebih mampu
mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks
d) Pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
b. Kekurangan
Kekurangan model Discovery Learning menurut suryosubroto dalam suherti (2001:60)
sebagai berikut:
a) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini.
Misalnya peserta didik yang lamban, mungkin bingung dalam hal usaha
16
mengembangkan pemikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak,
atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam satu subjek
atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis
b) Pembelajaran Discovery kurang berhasil untuk digunakan di kelas besar.
misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seseorang
peserta didik yang menemukan teori teori, atau menemukan bagaimana ejaan
dari bentuk kata-kata tertentu;
c) Harapan yang ditumpahkan pada model ini mungkin mengecewakan guru dan
peserta didik yang sudah bisa dengan perencanaan dan pengajaran secara
tradisional;
d) Mengajar dengan Discovery mungkin akan dipandang sebagai terlalu
mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya
sikap dan keterampilan. Sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk
memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara
berlebihan
e) Discovery Learning mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir
kreatif, karena pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih
dahulu oleh guru, demikian pula prosesproses di bawa pembinaannya. Tidak
semua pemecahan masalah menjamin penemuan penuh arti.
3. Langkah-Langkah Operasional Model Pembelajaran Discovery Learning
Menurut Hosnan (2014: 285) terdapat beberapa langkah-langkah yang harus ditempuh
oleh guru dalam melaksanakan model pembelajaran Discovery Learning, diantaranya:
a) Merumuskan masalah
b) Dari data yang diberikan guru, peserta didik menyusun, memproses,
mengorganisir, dan menganalisis data tersebut.
c) Peserta didik menyusun konjektur (perkiraan) dari hasil analisis yang
dilakukannya.
d) Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat peserta didik diperiksa oleh
guru.
e) Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka
verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada peserta didik untuk
menyusunnya.

17
f) Sesudah peserta didik menemukan apa yang dicari, hendaknya guru
menyediakan soal latihan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.
D. Model pembelajaran inquiry learning
1. Pengertian Model pembelajaran inquiry learning
Hamdayama (2014) model pembelajaran inkuiri adalah cara di dalam aktivitas
pendidikan agar semakin mengetahui serta mendapatkan alas an dari ide pemikiran
siswa sendiri. Jadi siswa harus berusaha sendiri tanpa ikut campur dari orang lain
“Menurut pengertian dari Ambarjaya (2012) mengenai model pembelajaran inkuiri
adalah hubungan aktivitas pendidikan dalam cara tanggap serta sistematis agar
mengetahui maupun mendapatkan balasan dari suatu masalah yang dimiliknyai. Jadi
siswa harus memiliki cara berpikir yang reseptif. Menurut irfan sugianto (2020) model
pembelajaran inkuiri adalah rangkaian dari suatu pengkajian yang melibatkkan seluruh
siswa agar berfikir secara teliti, analogis dan sistematis sehingga bisa memecahkan
masalah yang dihadapinnya. Jadi siswa harus aktif pada saat pembelajaran
berlangsung.
2. Langkah-langkah model pembelajaran inquiry learning
Berdasarkan pendapat dari Ngalimun (2012), menyatakan bahwa ada beberapa
langkah-langkah dalam model pembelajaran inkuiri antara lain:
a) Memperoleh dan mengartikan persoalan, siswa bisa memberikan solusi atas
persoalannya. Siswa bisa memahami persoalan yang dihadapi
b) Menguraikan Hipotesis, Siswa bisa memiliki tentang jawaban sementara.
Siswa bisa memahami materi yang disampaikan oleh guru
c) Memberikan informasi, siswa bisa memiliki informasi apapun dari orang lain.
Siswa bisa meningkatkan daya ingat untuk berpikir
d) Memeriksa dugaan sementara, siswa memiliki daya ingat yang kuat. Siswa
bisa memahami materi yang telah disampaikan oleh guru
e) \Mengambil ringkasan, siswa memiliki kesimpulan untuk meringkas semua
bacaan yang diambil. Siswa bisa meringkas dengan baik.
3. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran inquiry learning
1) Kelebihan
Tanggapan dari Hamruni (2012), menyatakan bahwa ada beberapa keunggulan
model pembeajaran inkuiri, antara lain:

18
a) Bisa mengayomi keinginan seorang murid yang mempuyai keahlian di
atas semua, maka seorang murid yang mempuyai keahlian belajar baik, tidak
akan terhalang melalui murid yang rendah dari pembelajaran. Siswa bisa
memiliki kemampuan yang kuat untuk sekolah.
b) Melalui pertumbuhan intelektal belajar masa kini yang dijadikan
belajar merupakan cara perbedaan perilaku melalui pengetahuan.
c) Memperoleh peluang untuk peserta didik agar belajar tepat pada
keyakinan belajarnya. Siswa bisa percaya diri atas kemampuannya.
d) Mempertegas untuk menumbuhkan aspek keaktifan, kehadiran dan
keterampilan yang sama, maka pembelajaran rencana ini akan bertambah
bermanfaat. Siswa bisa merencanakan hal tersebut dengan baik dan benar.
2) Kelemahan
Menurut pendapat dari Mulyasa dalam Susanti (2014) ada 2 kelemahan dari
model pembelajaran inkuiri antara lain:
a)Rumit dari merencanakan pendidikan disebabkan oleh terhambatnya
melalui kebiasaan peserta didik dalam pembelajaran. Siswa harus bisa
memiliki kemampuan untuk semangat belajar.
b)Susah mengendalikan aktivitas serta tercapainnya dari peserta didik.
Siswa harus bisa memiliki kemampuan untuk belajar secara aktif
4. Penerapan model pembelajaran inquiry learning dalam pembelajaran
a. Orientasi, adalah tindakan selama membimbing situasi atau keadaan
pendidikan yang selalu respon. Guru mengontrol supaya peserta didik bisa
melakukan sistem pendidikan dengan aturan yang berlaku.
b. Merumuskan Masalah, cara memperoleh peserta didik melalui permasalahan
yang berhubungan dengan tebak-tebakan. Permasalahan yang diberikan
merupakan permasalahan yang merangsang peserta didik agar berkerja untuk
memberikan solusi terhadap persoalan serta peserta didik diarahkan agar
menghasilkan balasan yang benar
c. Meringkas Hipotesis, jawaban sementara pada suatu persoalan yang masih
diselidiki. Siswa bisa memiliki daya ingat yang kuat.
d. Menghimpun Data, kegiatan memilah penjelasan yang diperlukan agar
memeriksa hipotesis yang diusulkan. Siswa bisa menghimpun data dengan benar.

19
e. Memeriksa Hipotesis, cara memutuskan jawaban yang sudah cocok melalui
data serta penjelasan yang didapat berlandaskan untuk menggabungkan data,
f. Meringkas Kesimpulan, cara menjelaskan kembali yang didapatkan
berlandaskan dari memeriksa hipotesis. Siswa bisa memeriksakan kembali
dengan benar.
E. Model Problem Solving
1. Pengertian problem solving
Triatnata, Asri, dan Suadnyana (2014 : 3) mengemukakan bahwa model pembelajaran
problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang membuat pola pikir
siswa berkembang, keaktifan siswa untuk berpikir kritis dalam menyelesaikan
permasalahan atau persoalan yang dihadapi dengan tepat. Melalui proses pemecahan
masalah pada tahapan problem solving dapat memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengalami dan membangun sendiri pengetahuannya. Menurut Rahayu (2016 :
31) metode pemecahan masalah (problem solving) berbentuk penjelasan tentang
masalah, kejadian, peristiwa atau situasi tertentu, kemudian siswa ditugasi mencari
alternatif pemecahannya. Berdasarkan pendapat tersebut didapat kesimpulan bahwa
model pembelajaran problem solving adalah salah satu model pembelajaran yang dapat
dikembangkannya pola berpikir siswa dengan cara diselesaikannya suatu persoalan
atau masalah, kejadian atau dalam situasi tertentu.
2. Langkah-langkah model pembelajaran problem solving
Terdapat 5 langkah yang dilakukan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Problem Solving (Widyawati, 2015 : 4) sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah. Dalam merumuskan masalah kemampuan yang
diperlukan adalah kemampuan mengetahui dan merumuskan suatu masalah.
b. Menelaah masalah. Dalam menelaah masalah kemampuan yang diperlukan
adalah menganalisis dan merinci masalah yang diteliti dari berbagai sudut.
c. Menghimpun dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian
hipotesis. Menghimpun dan mengelompokkan data adalah memperagakan data
dalam bentuk bagan, gambar, dan lain-lain sebagai bahan pembuktian hipotesis.
d. Pembuktian hipotesis. Dalam pembuktian hipotesis kemampuan yang
diperlukan adalah kecakapan menelaah dan membahas data yang telah terkumpul.
e. Menentukan pilihan pemecahan masalah dan keputusan
3. Kelebihan dan kelemahan metode pembelajaran problem solving
20
1. Kelebihan
Kelebihan model pembelajaran Problem Solving, yaitu sebagai berikut:
a) Mendidik siswa untuk berpikir sistematis
b) Mampu mencari jalan keluar terhadap situasi yang dihadapi
c) Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek
d) Mendidik siswa percaya diri
e) Berpikir dan bertindak kreatif
2. Kelemahan
Kelemahan dari model pembelajaran Problem Solving, yaitu:
a) Memerlukan waktu yang cukup banyak
b) Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah berbeda-beda ada yang
sempurna dalam memecahkan masalah tetapi ada juga yang kurang dalam
memecahkan masalah.
4. Penerapan model pembelajaran problem solving dalam pembelajaran
Dalam menerapkan model pembelajaran problem solving dalam pembelajaran
matematika yaitu guru harus memperhatikan karakteristik siswa kemudian guru
memberikan langkah-langkah dalam proses penerapan model problem solving misalnya
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada setiap individu tentang
masalah yang akan diajukan, agar setiap individu dapat memahami tentang
penyelesaian seperti apa yang akan diharapkan lalu Pengungkapan pendapat
(Brainstorming) diharapkan setiap individu dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat
tentang berbagai macam bagaimana cara menyelesaikan masalah matematika.
Kemudian Evaluasi dan Pemilihan (Evaluation and Selection) setiap individu dibagi
dalam berbagai kelompok untuk mendiskusikan pendapat-pendapat atau cara-cara yang
cocok untuk masalah tersebut setelah itu Implementasi (Implememtation) setiap
kelompok maupun individu harus mampu menentukan cara mana yang akan diambil
untuk menyelesaikan masalah tersebut, kemudian menerapkannya sampai menemukan
penyelesaian dari masalah tersebut.

F. Model Pembelajaran Problem Posing


1. Pengertian model pembelajaran problem solving
Awal mula perkembangan model pembelajaran problem posing ini yang menurut
Suryanto dalam Thobroni dan Mustofa (2012 : 351) mengatakan bahwa : Model
21
pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. English
dan awal mulanya diterapkan pada mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini
dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain. Model problem posing ini merupakan
suatu gambaran pelaksanaan pembelajaran yang mengharuskan siswa berperan aktif
karena pada model ini siswa harus mampu mengajukan suatu permasalahan atau soal
dan mereka secara mandiri dapat menjawab soal tersebut.
Model pembelajaran merupakan suatu pola yang dijadikan sebagai pedoman dalam
merencanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Model pembelajaran menjadi
salah satu faktor penting dalam mencapai tujuan pembelajaran. Adapun yang
dikemukanan oleh Abidin (2014 : 117) model pembelajaran adalah suatu konsep yang
membantu menjelaskan proses pembelajaran, baik menjelaskan pola tindakan
pembelajaran. Pendapat lain dari Suprijono (2012: 46) mengatakan bahwa: “Model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Menurut
pendapat Anders dalam Suprijono (2012 : 46) mengatakan bahwa “model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan
pengelolaan kelas.”
Menurut pengertian yang dikemukakan oleh Thobroni dan Mustofa (2012 : 343)
mengatakan bahwa : Problem posing berasal dari dua kata yaitu “Problem” dan
“Posing”. “Problem” berarti masalah dan “Posing” berarti mengajukan atau membentuk.
Dengan demikian, problem posing dapat diartikan sebagai model pembelajaran yang
menekankan siswa untuk dapat menyusun atau membuat soal setelah kegiatan
pembelajaran dilakukan. Pendapat lain menurut Thobroni dan Mustofa (2012 : 350)
model problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa
menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan
yang lebih sederhana sehingga mengacu pada penyelesaian soal.
2. Langkah-langkah model pembelajaran problem posing
Menurut paparan Suryosubroto (2009 : 212) pelaksanaan tindakan dalam proses
pembelajaran dengan model problem posing yang dilakukan dalam kelas yaitu:
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
b. Guru menjelaskan materi pembelajaran kepada para siswa
c. Guru membagi siswa kedalam kelompok
22
d. Masing-masing siswa dalam kelompok membentuk pertanyaan berdasarkan
hasil pengamatan yang telah dibuatnya dalam problem posing I
e. Pertanyaan dikumpulkan kemudian dilimpahkan pada kelompok yang lainnya.
Misalnya tugas membentuk pertanyaan kelompok 1 diserahkan kepada kelompok 2
untuk dijawab dan di kritisi, tugas kelompok 2 diserahkan kepada kelompok 3, dan
seterusnya hingga kelompok 5 kepada kelompok 1
f. Setiap siswa dalam kelompoknya melakukan diskusi untuk menjawab
pertanyaan yang siswa terima dari kelompok lain
g. Setiap jawaban ditulis pada lembar problem posing II atau lembar jawaban
h. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan pertanyaan yang
telah dibuatnya pada kelompok lain. Diharapkan adanya diskusi pada kelompok lain
menarik diantara kelompok-kelompok baik secara eksternal maupun internal
menyangkut pertanyaan yang telah dibuatnya dan jawaban yang paling tepat untuk
mengatasi pertanyaan-pertanyaan bersangkutan.

Pendapat lain menurut Shoimin (2014 : 134) langkah-langkah model pembelajaran


problem posing adalah sebagai berikut:

a. Guru menjelaskan materi pembelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat


peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan
b. Guru memberikan latihan soal secukupnya
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang dan siswa
yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula
dilakukan secara kelompok
d. Pada pertemuan berikutnya secara acak, guru menyuruh siswa untuk
menyajikan soal temuannya didepan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan
siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan siswa
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
3. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Posing
a. Kelebihan
Menurut Thobroni dan Mustofa (2012 : 349) kelebihan model pembelajaran problem
posing yaitu sebagai berikut :
1) Mendidik siswa berpikir kritis
2) Siswa aktif dalam pembelajaran
23
3) Belajar menganalisis suatu masalah
4) Mendidik anak percaya pada diri sendiri.
b. Kelemahan
Menurut Thobroni dan Mustofa (2012 : 349) kelemahan model pembelajaran problem
posing yaitu sebagai berikut :
1) Memerlukan waktu yang cukup banyak
2) Tidak bisa digunakan di kelas-kelas rendah
3) Tidak semua siswa terampil bertanya.
4.Penerapan model pembelajaran problem possing
Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan peserta didik
menyusun pertanyaan sendiri atau memecahkan suatu soal menjadi pertanyaan-
pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.
Dalam pembelajaran problem posing menempati posisi yang strategis. Peserta didik
harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetail. Hal tersebut
akan dicapai jika peserta didik memperkaya khazanah pengetahuannya tak hanya dari
guru, tetapi perlu belajar secara mandiri (Thobroni, 2015). Suryanto dalam Thobroni
(2015) menjelaskan tentang problem posing adalah perumusan soal agar lebih
sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih
sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terjadi pada soal-soal yang rumit. Model
pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. dan
awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini
dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain.
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran
yang mewajibkan para peserta didik untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal
(berlatih soal) secara mandiri. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran
problem posing adalah sebagai berikut. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para
peserta didik dan memberikan latihan soal secukupnya. Penggunaan alat peraga untuk
memperjelas konsep sangat disarankan. Peserta didik diminta mengajukan 1 atau 2
buah soal yang menantang dan peserta didik yang bersangkutan harus mampu
menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok. Pada pertemuan
berikutnya, secara acak, guru menyuruh peserta didik untuk menyajikan soal temuannya
di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan peserta didik secara selektif
berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh peserta didik (Thobroni, 2015)
24
25
BAB III

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik


(PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971
oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri
Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa
matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat
memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan
kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Di sini
matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang bermula dari pemecahan masalah (Dolk,
2006). Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan
untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru.
Salah satu pembelajaran yang mampu mengakomodasi siswa dalam mengembangkan
pemahaman konsep matematika yaitu pembelajaran matematika realistik (PMR) (Fitriani &
Maulana, 2016). PMR adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang pertama kali
dikembangkan oleh sekelompok ahli matematika dari freudenthal institute, Utrecht University di
Negeri Belanda pada tahun 1971 (Afriansyah, 2016; Muhtadi & Sukirwan, 2017; Sugihatno,
Budiyono, & Slamet, 2017). PMR berpandangan bahwa matematika adalah kegiatan manusia.
Eksplorasi ide, konsep, masalah nyata merupakan aktifitas kelas matematika (Soviawati, 2011).
Oleh karena matematika merupakan aktifitas manusia, maka PMR berorientasi pada relevansi
antara konsep matematika dengan konteks permasalahan di dunia nyata dan juga berorientasi
pada siswa (Wardono & Mariani, 2018; Warsito, Nuraini, & Sukirwan, 2019).
PMR merupakan pendekatan yang bermula pada permasalahan yang nyata bagi siswa,
mengutamakan keterampilan proses (process of doing mathematics), diskusi dan kolaborasi,
interaktif (tutor sebaya) dengan maksud agar mereka berkekuatan penuh untuk bereksperimen
baik secara individu maupun kelompok (Ahmad & Asmaidah, 2017; Sirait & Azis, 2017). Dalam
PMR, guru berperan dalam menfasilitasi proses belajar untuk memungkinkan terjadinya interaksi
yang optimal serta menerapkan scaffolding (Özkaya & Karaca, 2017). Tujuan dari PMR adalah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan merekonstruksi konsep-
konsep matematika dengan mengaitkan konsep-konsep matematika dengan dunia nyata,
sehingga siswa mempunyai pengertian yang kuat tentang konsep-konsep matematika. PMR
akan secara operasional memberikan pengertian tentang relevansi serta kegunaan matematika

26
(materi yang diajarkan) dengan dan atau dalam kehidupan sehari-hari. Semua kajian tersebut
akan secara independen dikonstruksi dan dikembangkan oleh siswa. Selain itu, penyelesaian
masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara satu siswa dengan siswa lainnya.
Beberapa penelitian terdahulu menunjukan bahwa PMR efektif dalam meningkatkan
kemampuan matematis siswa (Ahmad & Asmaidah, 2017; Alamiah & Afriansyah, 2017; Lisnani,
2019; Muhtadi & Sukirwan, 2017).
Beberapa karakteristik pendekatan matematika realistik menurut Suryanto (2007) adalah
sebagai berikut:
1. Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems) digunakan untuk
memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa.
2. Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model matematika melalui
pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru atau temannya.
3. Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah yang mereka
temukan (yang biasanya ada yang berbeda, baik cara menemukannya maupun hasilnya).
4. Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan apa yang
telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi.
5. Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang memang
ada hubungannya.
6. Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan hasilhasil dari
pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip matematika yang lebih rumit.
7. Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau hasil yang siap
pakai. Mempelajari matematika sebagai kegiatan paling cocok dilakukan melalui learning
by doing (belajar dengan mengerjakan).

Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik Sebelum kita mengimplementasikan pendekatan


matematika realistik, marilah kita terlebih dahulu melihat kembali karakteristik pendekatan ini. Di
sini kita akan menggunakan 5 (lima) karakteristik utama pendekatan matematika realistik
sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran matematika. Kelima karakteristik itu adalah
sebagai berikut:
1. Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari dunia nyata.
Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar
mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka.

27
2. Dunia abstak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan
tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model dapat berupa keadaan atau
situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti ceritacerita lokal atau bangunan-bangunan
yang ada di tempat tinggal siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari
bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.
3. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam proses
mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan
oleh guru.
4. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa maupun
antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran
matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama dengan siswa lain, bertanya
dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan mereka Hubungan di antara
bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia
nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait dalam penyelesaian
masalah.
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik Uraian di atas jelas menggambarkan
langkah-langkah pembelajaran matematika realistik. Secara umum langkah-langkah
pembelajaran matematika realistik dapat dijelaskan sebagai berikut (lihat Zulkardi, 2002):
1. Persiapan Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar
memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh
siswa dalam menyelesaikannya.
2. Pembukaan Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang
dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian siswa diminta untuk
memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka sendiri.
3. Proses pembelajaran Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah
sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara
kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di
depan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan
terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas
dan memberi tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik
serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.

28
4. Penutup Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas,
siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa
harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.

29
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M., & Asmaidah, S. (2017). Pengembangan Perangkat Pembelajaran


Matematika Realistik Untuk Membelajarkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa SMP. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 6(3), 373– 384.
Alamiah, U. S., & Afriansyah, E. A. (2017). Perbandingan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Antara Yang Mendapatkan Model Pembelajaran Problem Based
Learning Dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education Dan OpenEnded.
Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 6(2), 207–216.
Aprianto, A.D. 2015. Konsep Dasar Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, Dan
Model Pembelajaran. Sdn Rowopanjang.
Asriningsih, T.M., 2014, Pembelajaran Problem Posing Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Gamatika, 5(1) : 19-28.
Dedi Supriawan Dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat
Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. (1982). Konsep CBSA Dan Berbagai
Strategi Belajar Mengajar. Program Akta VB Modul 11. Jakarta: Ditjen Pendidikan
Tinggi.
Irmayasari, Safirtri. Dkk. 2019. Penggunaan Model Pembelajaran Problem Solving
Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Berpikir Kritis Pada Siswa Kelas 4 Sd. Jurnal EDU.
2(3). 341-348.
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),
Hlm. 142.
Jeheman. G.A. 2019. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap
Pemahaman Konsep Matematika Siswa. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika.
8(2). 191-200.
Khoerunnisa, Putri. 2020. Analisis Model-Model Pembelajaran. Fondatia : Jurnal
Pendidikan Dasar. 4(1). 1-27.
Lutvaidah, Ukti. 2015. Pengaruh Metode Dan Pendekatan Pembelajaran Terhadap
Penguasaan Konsep Matematika. Jurnal Formatif. 5(3). 279-285.

30
Nurfitriyanti, Maya. Dkk. 2016. Model Pembelajaran Project Based Learning Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Jurnal Formatif. 6(2). 149-160.
Punaji Setyosari. (Juli 2006). Belajar Berbasis Masalah (Problem Based Learning).
Makalah Disampaikan Dalam Pelatihan Dosen-Dosen PGSD FIP UNY Di Malang.
Sugianto, Irfan. Dkk. 2020.Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap
Kemandirian Belajar Siswa Di Rumah. Jurnal Informasi Penelitian. 1 (3). 159-169.
Suryanto. 2007. ”Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)”. Majalah PMRI.
5(1). 8 – 10.
Tyas, Retnaning. 2017. Kesulitan Penerapan Problem Based Learning Dalam
Pembelajaran Matematika. Tecnoscienza. 2(1). 42-51.
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.
Zainal, F.N. 2020. Problem Based Learning Pada Pembelajaran Matematika Di
Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah. Jurnal Basicedu. 6(3).

31

Anda mungkin juga menyukai