Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR

Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan buku ajar. Tak lupa juga mengucapkan salawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, karena berkat beliau, kita
mampu keluar dari kegelapan menuju jalan yang lebih terang.

Kami ucapkan juga rasa terima kasih kami kepada pihak-pihak yang mendukung
lancarnya buku ajar ini mulai dari proses penulisan hingga proses cetak, yaitu orang tua
kami, rekan-rekan kami, penerbit, dan masih banyak lagi yang tidak bisa kami sebutkan
satu per satu.

Adapun, buku ajar kami yang berjudul PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN


PADA MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR ini telah selesai kami buat secara
semaksimal dan sebaik mungkin agar menjadi manfaat bagi pembaca yang
membutuhkan informasi dan pengetahuan mengenai bagaimana model pembelajaran
pada matema

2
DAFTAR ISI

JUDUL.........................................................................................1

KATA PENGANTAR.....................................................................2

DAFTAR ISI.................................................................................4

BAB I............................................................................................5

KONSEP......................................................................................5

A. Konsep Model Pembelajaran............................................5

B. Konsep Strategi Pembelajaran..........................................7

C. KONSEP METODE PEMBELAJARAN............................10

D. KONSEP PENDEKATAN PEMBELAJARAN...................12

BAB II.........................................................................................15

RAGAM MODEL PEMBELAJARAN..........................................15

A. MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)...............15

1. Pengertian model pembelajaran PBL..........................15

2. Langkah-langkah model pembelajaran PBL................16

3. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran PBL. .16

4. Penerapan model Problem Basic Learning (PBL).......17

B. MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING (PJBL) 19

1. Pengertian model pembelajaran PJBL.........................19

2. Langkah-langkah model pembelajaran PJBL..............21

3. Kelebihan dan kelemahan PJBL..................................21

4. Penerapan project based learning (PJBL)...................23


3
C. MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING.....24

1. Pengertian model pembelajaran discovery learning....24

2. Langkah-Langkah Operasional Model Pembelajaran Discovery Learning 25

3. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran discovery learning 26

4. Penerapan Model pembelajaran Discovery Learning dalam pembelajaran 30

D. MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY LEARNING...........31

1. Pengertian Model pembelajaran inquiry learning.........31

2. Langkah-langkah model pembelajaran inquiry learning31

3. Kelebihan dan kelemahan modek pembelajaran inquiry learning 32

4. Penerapan model pembelajaran inquiry learning dalam pembelajaran33

E. MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING...........35

1. Pengertian problem solving..........................................35

2. Langkah-langkah model pembelajaran problem solving35

3. Kelebihan dan kelemahan metode pembelajaran problem solving 36

4. Penerapan model pembelajaran problem solving dalam pembelajaran 37

F. MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSSING..........38

1. Pengertian model pembelajaran problem solving........38

2. Langkah-langkah model pembelajaran problem solving39

3. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Posing 41

4. Penerapan model pembelajaran problem possing.......42

G. MODEL PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE JIGSAW

1. Pengertian Model Pembelajaran Koperatif Tipe Jigsaw


2. Langkah-langkah Model pembelajaram Tipe Jigsaw
3. Kelebihan dan Keunggulan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw
4
4. Penerapan Model Pembelajaran koperatif tipe jigsaw

Bab III........................................................................................44

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik......................44

A. Pengertian.......................................................................44

C. Langkah-Langkah Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik 48

D. Kelebihan Dan Kelemahan Ppendekatan Pembelajaran Matematika Realistik 49

DAFTAR PUSTAKA...................................................................51

5
BAB I

KONSEP MODEL, STRATEGI, PENDEKATAN DAN METODE PEMBELAJARAN

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan


makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-
istilah tersebut adalah: (1) model pembelajaran (2) pendekatan pembelajaran; (3)
metode pembelajaran; (4) strategi pembelajaran.
A. Model Pembelajaran
Model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun berdasarkan berbagai
prinsip atau teori pengetahuan.Para ahli menyusun model pembelajaran
berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun
model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori
psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori yang lain yang
mendukung.
Menurut Arends dalam Trianto, mengatakan “model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan
sebagai bentuk dari pembelajaran yang tergambar dari awal hingga akhir
Joyce & Weil mempelajari model- model berdasarkan teori belajar yang
dikelompokan menjadi empat model pembelajaran. Model tersebut merupakan
Pola Umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diharpkan. Joyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahanbahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat
dijadikan pola pilihan, artinya para guru memilih model pembelajaran yang
sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

B. Strategi pembelajaran
6
Kata strategi berasal dari bahasa Latin strategia, yang diartikan sebagai seni
penggunaan rencana untuk mencapai tujuan. Strategi pembelajaran menurut
Frelberg & Driscoll (1992) dapat digunakan untuk mencapai berbagai tujuan
pemberian materi pelajaran pada berbagai tingkatan, untuk siswa yang berbeda,
dalam konteks yang berbeda pula. Gerlach & Ely (1980) mengatakan bahwa
strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan
materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu, meliputi sifat, lingkup,
dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa.
Dick & Carey (1996) berpendapat bahwa strategi pembelajaran tidak hanya
terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi
atau paket pembelajaran. Strategi pembelajaran terdiri atas semua komponen
materi pelajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa
mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Strategi pembelajaran juga dapat
diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang dipilih dan digunakan guru
secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah,
lingkungan sekitar serta tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan. Gerlach
& Ely (1980) juga mengatakan bahwa perlu adanya kaitan antara strategi
pembelajaran dengan tujuan pembelajaran, agar diperoleh langkah-langkah
kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien. Strategi pembelajaran terdiri dari
metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin bahwa siswa akan betul-betul
mencapai tujuan pembelajaran. Kata metode dan teknik sering digunakan secara
bergantian.

C. Pendekatan pembelajaran

7
Pendekatan pembelajaran merupakan aktifitas guru dalam memilih kegiatan
pembelajaran. Tiap pendekatan pembelajaran tersebut mempunyai karakteristik
tertentu, dan berbeda antara satu dengan yang lainnya sesuai dengan fungsi
dan tujuan tiap pendekatan. Pendekatan pembelajaran tentu tidak kaku harus
menggunakan pendekatan tertentu, tetapi sifatnya lugas dan terencana. Artinya
memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan
dalam perencanaan pembelajaran. Menurut Sagala (2012: 71) Pendekatan
konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung
menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati
bagaimana konsep itu diperoleh. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa,
pengalaman, melalui generalisasi dan berfikir abstrak.Konsep memiliki banyak
arti tetapi dalam kegiatan belajar mengajar, konsep adalah akibat dan suatu hasil
belajar, misal suatu saat seseorang belajar mengenal kesimpulan benda-benda
dengan jalan membedakan satu sama lain. Jalan lain yang dapat ditempuh
adalah memasukan suatu benda kedalam suatu kelompok tertentu dan
mengemukakan beberapa contoh dan kelompok itu yang dinyatakan sebagai
jenis kelompok tersebut. Jalan yang kedua inilah yang memungkinkan
seseorang mengenal suatu benda atau peristiwa sebagai suatu anggota
kelompok. Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pengajaran
memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut menghayati proses penemuan
atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses (Afrial,
2012). Pendekatan ini dilatar belakangi oleh konsep-konsep belajar menurut
teori Naturalisme-Romantis” dan teori kognitif gestal. Naturalisme-romantis
menekankan kepada aktifitas siswa. Dan teori kognitif gestal menekankan
pemahaman dan kesatupaduan yang menyeluruh.

D. Metode pembelajaran

8
Uno & Mohamad (2012: 7) mengemukakan pendapatnya yaitu “Metode
pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam
menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran”.Metode pembelajaran dapat dianggap sebagai suatu prosedur
atau proses yang teratur, suatu jalan atau cara yang teratur untuk melakukan
kegiatan pembelajaran. Setiap materi pembelajaran tidak dapat menggunakan
metode pembelajaran yang sama, oleh karena itu sebelum mengajar seorang
guru harus memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan materi.
Adapun prinsip dalam memilih metode pembelajaran yang dikemukakan oleh
Bachtiar Rifva’i (dalam Mira Seplitasari: 2013) yaitu:
1. Asas maju kelanjutan (continous progress) yang artinya memberi
kemungkinan pada murid untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan
kemampuannya.
2. Penekanan pada belajar sendiri, artinya anak-anak diberikan
kesempatan untuk mempelajari dan mencari bahan pelajaran lebih banyak
lagi daripada yang diberikan oleh guru.
3. Bekerja secara team, dimana anak mengerejakan sesuatu
pekerjaan yang memungkinkan anak bekerja sama.
4. Multi disipliner, artinya memungkinkan anak-anak untuk
mempelajari sesuatu meninjau dari berbagai sudut. Misalnya masalah
rambut gonderong dapat dilihat dari sudut kesehatan dan pandangan orang.
Fleksibel, dalam arti dapat dilakukan menurut keperluan dan keadaan.
Metode pembelajaran banyak macamnya antara lain metode ceramah,
metode tanya jawab, metode kelompok, metode sosiodrama, metode
diskusi, metode problem solving dan masih banyak lagi. Sedangkan dalam
alam penelitian ini, penulis menggunakan metode pembelajaran guided
note taking dan complette sentence.

9
BAB II
RAGAM MODEL /PENDEKATAN PEMBELAJARAN

A. Model Problem Basic Learning (PBL)


1. Pengertian model pembelajaran PBL
Problem Based Learning, Wena (2010:91) “Problem Based Learning (PBL)
adalah pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada
permasalahanpermasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan
kata lain siswa belajar melalui permasalahan”.
Menurut Amir (2008:12) menyatakan bahwa Problem Based Learning adalah
salah satu model pendekatan pembelajaran learner centered dan
memberdayakan siswa yang belajar. Arends (dikutip dari Trianto, 2007:68)
menyatakan bahwa Problem Based Learning PBL merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa dengan menggunakan
masalah dalam dunia nyata yang bertujuan untuk menyusun pengetahuan
siswa, melatih kemandirian dan rasa percaya diri, dan mengembangkan
keterampilan berpikir siswa dalam pemecahan masalah. Berdasarkan beberapa
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL)
adalah suatu model pengajaran yang menggunakan masalah duniaketrampilan
pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang
mendasar dari materi pelajaran.
2. Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL)
Langkah-langkah dalam pembelajaran Problem Based Learning (PBL),
disajikan guru sebagai berikut:
a) orientasi siswa pada masalah
b) guru membimbing siswa untuk membentuk kelompok yang
beranggotakan 5-6 orang siswa secara heterogeny
c) guru membagi Lembar Kerja Siswa (LKS) pada setiap kelompok

10
d) siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, siswa bersama
kelompoknya melakukan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah
e) guru membantu siswa dalam menyiapkan hasil dari percobaan
f)guru membimbing siswa untuk melakukan presentasi
g) guru membimbing siswa untuk melakukan evaluasi.

3. Kelebihan Model Problem Based Learning (PBL)


a. Kelebihan model PBL
Menurut Sanjaya (2007:218) kelebihan Problem Based Learning (PBL) adalah
sebagai berikut:
a) Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, memotivasi
internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal
dalam bekerja kelompok
b) Dengan Problem Based Learning (PBL) akan terjadi pembelajaran
bermakna. Siswa belajar memecahkan suatu masalah maka siswa akan
menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui
pengetahuan yang diperlukan;
c) membuat siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan bebas;
d) pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran yang meraka lakukan, juga dapat mendorong untuk
melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil belajar maupun proses
belajar.
b. Kelemahan model (PBL)

11
Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang
juga memiliki beberapa kelemahan. Menurut Sanjaya (2007:219), kelemahan
Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut:
a) jika siswa tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang
dipelajari sulit untuk dipecahkan,maka siswa akan merasa enggan untuk
mencoba;
b) perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam
kegiatan pembelajaran;
c) pembelajaran model Problem Based Learning (PBL) membutuhkan
waktu yang lama
d) tidak semua mata pelajaran matematika dapat diterapkan model
ini.

4. Penerapan model Problem Basic Learning (PBL) pada pembelajaran

LANGKAH KERJA AKTIVITAS AKTIVITAS SISWA


GURU
Orientasi peserta Guru Kelompok mengamati
didik pada masalah menyampaikan dan memahami masalah
masalah yang yang disampaikan guru
akan atau yang diperoleh dari
dipecahkan bahan bacaan yang
secara disarankan.
kelompok.
Masalah yang
diangkat
hendaknya
kontekstual.
12
Masalahbisa
ditemukan
sendiri oleh
peserta didik
melalui bahan
bacaan atau
lembar kegiatan
Mengorganisasikan Guru Peserta didik berdiskusi
peserta didik untuk memastikan dan membagi tugas
belajar setiap anggota untuk mencari
memahami data/bahan-bahan/alat
tugas masing- yang diperlukan untuk
masing. menyelesaikan masalah.
Membimbing Guru memantau Peserta didik melakukan
penyelidikan keterlibatan penyelidikan (mencari
individu maupun peserta didik data/referensi/sumber)
kelompok dalam untuk bahan diskusi
pengumpulan kelompok
data/bahan
selama proses
penyelidikan.
Mengembangkan Guru memantau Kelompok melakukan
dan menyajikan diskusi dan diskusi untuk
hasil karya membimbing menghasilkan solusi
pembuatan pemecahan masalah
laporan dan hasilnya
sehingga karya dipresentasikan/disajikan
setiap kelompok dalam bentuk karya

13
siap untuk
dipresentasikan
Menganalisis dan Guru Setiap kelompok
mengevaluasi membimbing melakukan presentasi,
proses pemecahan presentasi dan kelompok yang lain
masalah mendorong memberikan apresiasi.
kelompok Kegiatan dilanjutkan
memberikan dengan merangkum/
penghargaan membuat kesimpulan
serta masukan sesuai dengan masukan
kepada yang diperoleh dari
kelompok kelompok lainnya.
lainnya. Guru
bersama
peserta didik
menyimpulkan
materi

B. Model Pembelajaran Project Basic Learning (PJBL)


1. Pengertian model pembelajaran project learning
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas
peserta didik dalam memecahkan masalah yaitu model pembelajaran problem
based learning. Sani (2014: 172) mengatakan project based learning dapat
didefinisikan sebagai sebuah pembelajaran dengan aktifitas jangka panjang
yang melibatkan siswa dalam merancang, membuat dan menampilkan produk
untuk mengatasi permasalahan dunia nyata. Dengan demikian model
pembelajaran project based learning dapat digunakan sebagai sebuah model
pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
14
membuat perencanaan, berkomunikasi, menyelesaikan masalah dan
membuat keputusan yang tepat dari masalah yang dihadapi. Menurut Kosasih
(2014: 96) project based learning adalah model pembelajaran yang
menggunakan proyek atau kegiatan sebagai tujuannnya. Pembelajaran
difokuskan dalam pemecahan masalah yang menjadi tujuan utama dari proses
belajar sehingga dapat memberikan pembelajaran yang lebih bermakna
karena dalam belajar tidak hanya mengerti apa yang dipelajari tetapi membuat
peserta didik menjadi tahu apa manfaat dari pembelajaran tersebut untuk
lingkungan sekitarnya. Pada hakikatnya model pembelajaran project based
learning dirancang untuk digunakan pada permasalahan yang kompleks yang
diperlukan pelajaran dalam melakukan investigasi dan memahaminya. Dengan
mengkelompokkan peserta didik dalam memecahkan suatu proyek atau tugas
maka akan melatih keterampilan peserta didik dalam merencanakan,
mengorganisasi, negoisasi, dan membuat konsensus tentang isu-isu tugas
yang akan dikerjakan, siapa yang bertanggung jawab untuk setiap tugas, dan
bagaimana informasi akan dikumpulkan dan disajikan. Lebih lanjut Bie
(Nglimun, 2013: 185) menegaskan project based learning yaitu: “model
pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama
(central) dari suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan
masalah dan tugas-tugas bermakna lainnya, memberikan peluang siswa
bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan puncaknya
menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistik”.
2. Langkah-langkah model pembelajaran Project Basic Learning (PJBL)
a) Penentuan pertanyaan mendasar (start with essential question)
b) Menyusun perencanaan proyek (design project
c) Menyusun jadwal (create schedule)
d) Memantau siswa dan kemajuan proyek (monitoring the students
and progress of project)

15
e) Penilaian hasil (assess the outcome)
f) Evaluasi Pengalaman (evaluation the experience)
3. Kelebihan dan kelemahan PJBL
a. Kelebihan penerapan model Project Based Learning
Menurut Kurniasih (2014: 83)
Ada beberapa keunggulan dari model pembelajaran PJBL ini yaitu:
a) meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar mendorong
kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka
perlu dihargai;
b) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah;
c) membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem yang kompleks
d) meningkatkan kolaborasi
e) mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi
f) meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber
g) memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan
praktik dalam mengorganisasi proyek dan membuat alokasi waktu dan
sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas
h) menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik
secara kompleks dan dirancang berkembang sesuai dunia nyata
i) melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan
menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan
dengan dunia nyata
j) membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta
didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran”.
b. Kelemahan model Project Based Learning

16
Menurut Sani (2014: 177) beberapa kelemahan dari model pembelajara
project basic learning ini adalah sebagai berikut:
a) membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah dan
menghasilkan produk;
b) membutuhkan biaya yang cukup;
c) membutuhkan guru yang terampil dan mau belajar;
d) membutuhkan fasilitas, peralatan, dan bahan yang memadai;
e) tidak sesuai untuk siswa yang mudah menyerah dan tidak memiliki
pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan
f) kesulitan melibatkan semua siswa dalam kerja kelompok
4. Penerapan model pembelajaran Project Basic Learning
Proses pembelajaran matematika dengan mengguanakan model project
based learning dalam implementasinya perlu dilakukan pembuatan
perencanaan pembelajaran yang baik. Guru harus memperhatikan psikis dan
kesiapan belajar matematika. guru harus mencari tahu apa yang terjadi
sebelumnya dari mereka, sehingga kekurangan dari pengalaman masa
lalunya tertutupi oleh gaya belajar yang menyenangkan. Dengan demikian,
tujuan penggunaan model pembelajaran dapat terselesaikan dengan baik.Ini
diperkuat oleh Siswanto (2012: 56) yang menyatakan salah satu faktor yang
mempengaruhi belajar yaitu kesiapan. Kesiapan adalah kesediaan untuk
memberi respon, sehingga harus diperhatikan dalam proses belajar. Dengan
adanya kesiapan belajar, hasil yang dicapai baik.

C. Model Pembelajaran Discovery Learning


1. Pengertian model pembelajaran discovery learning

17
Model Discovery Learning Discovery learning merupakan metode
memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai kepada suatu kesimpulan. Model pembelajaran Discovery menurut
brunner dalam suherti (2017:53) ialah “pembelajaran yang bertujuan
memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yeng dapat melatih kemampuan
intelektual para siswa serta merangsang keingin tahuan mereka dan
memotivasi kemampuan mereka”. Pendapat ahli lain mengatakan “Discovery
adalah model pembelajaran yang mengatur pengajaran sedemikian rupa
sehingga siswa memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui
tidak melalui pemberitahuan. Sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri”
ruseffendi dalam suherti (2017:53).
Suherti (2017:55) “Penggunaan model Discovery Learning ingin mengubah
kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran
yang teacher oriented ke student oriented”. Mengubah modus 10 ekspositori
peserta didik hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru; ke
modus discovery peserta didik menemukan informasi sendiri. Melalui model ini
siswa diajak untuk menemukan sendiri apa yang dipelajari kemudian
mengkonstruk pengetahuan itu dengan memahami maknanya. Dalam model
ini guru hanya sebagai fasilitator. Model Discovery Learning membiarkan
siswa-siswa mengikuti minat mereka sendiri untuk mencapai kompeten dan
kepuasan dari keingintahuan mereka.
Sintak Model Discovery Learning
Sintak model Discovery Learning menurut Rismayani (2013:8) sebagai
berikut:
a) Guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan atau
menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang
memuat pemasalahan.

18
b) Anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai
permasalahan. Sebagai besar memilihnya yang dipandang paling
menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang dipilih itu
selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk, atau hipotesis, yakni
pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan.
c) Untuk menjawab petanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis ini, anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakuan uji coba
sendiri, dan sebagainya.
d) Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi dan sebagai,
semuanya diolah, diacak, diklatsifikasikan, ditabulasi bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu.
e) Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang
ada, pertanyaan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu
kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau
tidak.
f) Tahap selanjutnya berdasarkan hasil verfisikasi tadi, anak didik
belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu.
2. Kelebihan dan kelemahan model Discovery Learning
a. kelebihan
Kelebihan discovery learning menurut suherman, dkk dalam Suherti
(2001:59) yaitu:
a) Peserta didik aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan
menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir

19
b) Peserta didik memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami
sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara
ini lebih lama diingat
c) Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini
mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat
belajarnya meningkat siswa yang memperoleh pengetahuan dengan
pembelajaran Discovery akan lebih mampu mentransfer
pengetahuannya ke berbagai konteks
d) Pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
b. Kekurangan
Kekurangan model Discovery Learning menurut suryosubroto dalam
suherti (2001:60) sebagai berikut:
a) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk
cara belajar ini. Misalnya peserta didik yang lamban, mungkin
bingung dalam hal usaha mengembangkan pemikirannya jika
berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan
saling ketergantungan antara pengertian dalam satu subjek
atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam
bentuk tertulis
b) Pembelajaran Discovery kurang berhasil untuk digunakan di
kelas besar. misalnya sebagian besar waktu dapat hilang
karena membantu seseorang peserta didik yang menemukan
teori teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk
kata-kata tertentu;
c) Harapan yang ditumpahkan pada model ini mungkin
mengecewakan guru dan peserta didik yang sudah bisa
dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional;

20
d) Mengajar dengan Discovery mungkin akan dipandang sebagai
terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang
memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan.
Sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk
memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan
emosional sosial secara berlebihan
e) Discovery Learning mungkin tidak akan memberi kesempatan
untuk berpikir kreatif, karena pengertian-pengertian yang akan
ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian
pula prosesproses di bawa pembinaannya. Tidak semua
pemecahan masalah menjamin penemuan penuh arti.
3. Langkah-Langkah Operasional Model Pembelajaran Discovery Learning
Menurut Hosnan (2014: 285) terdapat beberapa langkah-langkah yang
harus ditempuh oleh guru dalam melaksanakan model pembelajaran
Discovery Learning, diantaranya:
a) Merumuskan masalah
b) Dari data yang diberikan guru, peserta didik menyusun,
memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut.
c) Peserta didik menyusun konjektur (perkiraan) dari hasil analisis
yang dilakukannya.
d) Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat peserta didik
diperiksa oleh guru.
e) Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur
tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga
kepada peserta didik untuk menyusunnya.
f) Sesudah peserta didik menemukan apa yang dicari, hendaknya
guru menyediakan soal latihan untuk memeriksa apakah hasil
penemuan itu benar.

21
D. Model pembelajaran inquiry learning
1. Pengertian Model pembelajaran inquiry learning
Hamdayama (2014) model pembelajaran inkuiri adalah cara di dalam
aktivitas pendidikan agar semakin mengetahui serta mendapatkan alas an
dari ide pemikiran siswa sendiri. Jadi siswa harus berusaha sendiri tanpa
ikut campur dari orang lain “Menurut pengertian dari Ambarjaya (2012)
mengenai model pembelajaran inkuiri adalah hubungan aktivitas
pendidikan dalam cara tanggap serta sistematis agar mengetahui maupun
mendapatkan balasan dari suatu masalah yang dimiliknyai. Jadi siswa
harus memiliki cara berpikir yang reseptif. Menurut irfan sugianto (2020)
model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian dari suatu pengkajian yang
melibatkkan seluruh siswa agar berfikir secara teliti, analogis dan
sistematis sehingga bisa memecahkan masalah yang dihadapinnya. Jadi
siswa harus aktif pada saat pembelajaran berlangsung.
2. Langkah-langkah model pembelajaran inquiry learning
Berdasarkan pendapat dari Ngalimun (2012), menyatakan bahwa ada
beberapa langkah-langkah dalam model pembelajaran inkuiri antara lain:
a) Memperoleh dan mengartikan persoalan, siswa bisa
memberikan solusi atas persoalannya. Siswa bisa memahami
persoalan yang dihadapi
b) Menguraikan Hipotesis, Siswa bisa memiliki tentang jawaban
sementara. Siswa bisa memahami materi yang disampaikan
oleh guru
c) Memberikan informasi, siswa bisa memiliki informasi apapun
dari orang lain. Siswa bisa meningkatkan daya ingat untuk
berpikir

22
d) Memeriksa dugaan sementara, siswa memiliki daya ingat yang
kuat. Siswa bisa memahami materi yang telah disampaikan
oleh guru
e) \Mengambil ringkasan, siswa memiliki kesimpulan untuk
meringkas semua bacaan yang diambil. Siswa bisa meringkas
dengan baik.
3. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran inquiry learning
1) Kelebihan
Tanggapan dari Hamruni (2012), menyatakan bahwa ada beberapa
keunggulan model pembeajaran inkuiri, antara lain:
a) Bisa mengayomi keinginan seorang murid yang mempuyai
keahlian di atas semua, maka seorang murid yang mempuyai
keahlian belajar baik, tidak akan terhalang melalui murid yang
rendah dari pembelajaran. Siswa bisa memiliki kemampuan yang
kuat untuk sekolah.
b) Melalui pertumbuhan intelektal belajar masa kini yang
dijadikan belajar merupakan cara perbedaan perilaku melalui
pengetahuan.
c) Memperoleh peluang untuk peserta didik agar belajar tepat
pada keyakinan belajarnya. Siswa bisa percaya diri atas
kemampuannya.
d) Mempertegas untuk menumbuhkan aspek keaktifan,
kehadiran dan keterampilan yang sama, maka pembelajaran
rencana ini akan bertambah bermanfaat. Siswa bisa merencanakan
hal tersebut dengan baik dan benar.
2) Kelemahan
Menurut pendapat dari Mulyasa dalam Susanti (2014) ada 2
kelemahan dari model pembelajaran inkuiri antara lain:

23
a) Rumit dari merencanakan pendidikan disebabkan
oleh terhambatnya melalui kebiasaan peserta didik dalam
pembelajaran. Siswa harus bisa memiliki kemampuan untuk
semangat belajar.
b) Susah mengendalikan aktivitas serta tercapainnya
dari peserta didik. Siswa harus bisa memiliki kemampuan
untuk belajar secara aktif
4. Penerapan model pembelajaran inquiry learning dalam pembelajaran
a. Orientasi, adalah tindakan selama membimbing situasi atau
keadaan pendidikan yang selalu respon. Guru mengontrol supaya
peserta didik bisa melakukan sistem pendidikan dengan aturan yang
berlaku.
b. Merumuskan Masalah, cara memperoleh peserta didik melalui
permasalahan yang berhubungan dengan tebak-tebakan.
Permasalahan yang diberikan merupakan permasalahan yang
merangsang peserta didik agar berkerja untuk memberikan solusi
terhadap persoalan serta peserta didik diarahkan agar menghasilkan
balasan yang benar
c. Meringkas Hipotesis, jawaban sementara pada suatu persoalan
yang masih diselidiki. Siswa bisa memiliki daya ingat yang kuat.
d. Menghimpun Data, kegiatan memilah penjelasan yang diperlukan
agar memeriksa hipotesis yang diusulkan. Siswa bisa menghimpun
data dengan benar.
e. Memeriksa Hipotesis, cara memutuskan jawaban yang sudah
cocok melalui data serta penjelasan yang didapat berlandaskan untuk
menggabungkan data,

24
f. Meringkas Kesimpulan, cara menjelaskan kembali yang didapatkan
berlandaskan dari memeriksa hipotesis. Siswa bisa memeriksakan
kembali dengan benar.
E. Model Pembelajaran Problem Solving
1. Pengertian problem solving
Triatnata, Asri, dan Suadnyana (2014 : 3) mengemukakan bahwa model
pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran
yang membuat pola pikir siswa berkembang, keaktifan siswa untuk berpikir
kritis dalam menyelesaikan permasalahan atau persoalan yang dihadapi
dengan tepat. Melalui proses pemecahan masalah pada tahapan problem
solving dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami dan
membangun sendiri pengetahuannya. Menurut Rahayu (2016 : 31) metode
pemecahan masalah (problem solving) berbentuk penjelasan tentang
masalah, kejadian, peristiwa atau situasi tertentu, kemudian siswa ditugasi
mencari alternatif pemecahannya. Berdasarkan pendapat tersebut didapat
kesimpulan bahwa model pembelajaran problem solving adalah salah satu
model pembelajaran yang dapat dikembangkannya pola berpikir siswa
dengan cara diselesaikannya suatu persoalan atau masalah, kejadian atau
dalam situasi tertentu.
2. Langkah-langkah model pembelajaran problem solving
Terdapat 5 langkah yang dilakukan dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Solving (Widyawati, 2015 : 4)
sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah. Dalam merumuskan masalah kemampuan
yang diperlukan adalah kemampuan mengetahui dan merumuskan suatu
masalah.

25
b. Menelaah masalah. Dalam menelaah masalah kemampuan yang
diperlukan adalah menganalisis dan merinci masalah yang diteliti dari
berbagai sudut.
c. Menghimpun dan mengelompokkan data sebagai bahan
pembuktian hipotesis. Menghimpun dan mengelompokkan data adalah
memperagakan data dalam bentuk bagan, gambar, dan lain-lain sebagai
bahan pembuktian hipotesis.
d. Pembuktian hipotesis. Dalam pembuktian hipotesis kemampuan
yang diperlukan adalah kecakapan menelaah dan membahas data yang
telah terkumpul.
e. Menentukan pilihan pemecahan masalah dan keputusan
3. Kelebihan dan kelemahan metode pembelajaran problem solving
1. Kelebihan
Kelebihan model pembelajaran Problem Solving, yaitu sebagai berikut:
a) Mendidik siswa untuk berpikir sistematis
b) Mampu mencari jalan keluar terhadap situasi yang dihadapi
c) Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek
d) Mendidik siswa percaya diri
e) Berpikir dan bertindak kreatif
2. Kelemahan
Kelemahan dari model pembelajaran Problem Solving, yaitu:
a) Memerlukan waktu yang cukup banyak
b) Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah berbeda-beda
ada yang sempurna dalam memecahkan masalah tetapi ada juga
yang kurang dalam memecahkan masalah.
4. Penerapan model pembelajaran problem solving dalam pembelajaran
Dalam menerapkan model pembelajaran problem solving dalam
pembelajaran matematika yaitu guru harus memperhatikan karakteristik

26
siswa kemudian guru memberikan langkah-langkah dalam proses
penerapan model problem solving misalnya Klarifikasi masalah meliputi
pemberian penjelasan kepada setiap individu tentang masalah yang akan
diajukan, agar setiap individu dapat memahami tentang penyelesaian
seperti apa yang akan diharapkan lalu Pengungkapan pendapat
(Brainstorming) diharapkan setiap individu dibebaskan untuk
mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam bagaimana cara
menyelesaikan masalah matematika. Kemudian Evaluasi dan Pemilihan
(Evaluation and Selection) setiap individu dibagi dalam berbagai kelompok
untuk mendiskusikan pendapat-pendapat atau cara-cara yang cocok untuk
masalah tersebut setelah itu Implementasi (Implememtation) setiap
kelompok maupun individu harus mampu menentukan cara mana yang
akan diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut, kemudian
menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.

F. Model Pembelajaran Problem Posing


1. Pengertian model pembelajaran problem solving
Awal mula perkembangan model pembelajaran problem posing ini yang
menurut Suryanto dalam Thobroni dan Mustofa (2012 : 351) mengatakan
bahwa : Model pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di
tahun 1997 oleh Lyn D. English dan awal mulanya diterapkan pada mata
pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada
mata pelajaran yang lain. Model problem posing ini merupakan suatu
gambaran pelaksanaan pembelajaran yang mengharuskan siswa berperan
aktif karena pada model ini siswa harus mampu mengajukan suatu
permasalahan atau soal dan mereka secara mandiri dapat menjawab soal
tersebut.

27
Model pembelajaran merupakan suatu pola yang dijadikan sebagai
pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas.
Model pembelajaran menjadi salah satu faktor penting dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Adapun yang dikemukanan oleh Abidin (2014 : 117)
model pembelajaran adalah suatu konsep yang membantu menjelaskan
proses pembelajaran, baik menjelaskan pola tindakan pembelajaran.
Pendapat lain dari Suprijono (2012: 46) mengatakan bahwa: “Model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar”. Menurut pendapat Anders dalam Suprijono (2012 : 46)
mengatakan bahwa “model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang
digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap
dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan
kelas.”
Menurut pengertian yang dikemukakan oleh Thobroni dan Mustofa (2012 :
343) mengatakan bahwa : Problem posing berasal dari dua kata yaitu
“Problem” dan “Posing”. “Problem” berarti masalah dan “Posing” berarti
mengajukan atau membentuk. Dengan demikian, problem posing dapat
diartikan sebagai model pembelajaran yang menekankan siswa untuk dapat
menyusun atau membuat soal setelah kegiatan pembelajaran dilakukan.
Pendapat lain menurut Thobroni dan Mustofa (2012 : 350) model problem
posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa
menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi
pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana sehingga mengacu pada
penyelesaian soal.

2. Langkah-langkah model pembelajaran problem posing

28
Menurut paparan Suryosubroto (2009 : 212) pelaksanaan tindakan dalam
proses pembelajaran dengan model problem posing yang dilakukan dalam
kelas yaitu:
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
b. Guru menjelaskan materi pembelajaran kepada para siswa
c. Guru membagi siswa kedalam kelompok
d. Masing-masing siswa dalam kelompok membentuk pertanyaan
berdasarkan hasil pengamatan yang telah dibuatnya dalam problem
posing I
e. Pertanyaan dikumpulkan kemudian dilimpahkan pada kelompok
yang lainnya. Misalnya tugas membentuk pertanyaan kelompok 1
diserahkan kepada kelompok 2 untuk dijawab dan di kritisi, tugas
kelompok 2 diserahkan kepada kelompok 3, dan seterusnya hingga
kelompok 5 kepada kelompok 1
f. Setiap siswa dalam kelompoknya melakukan diskusi untuk
menjawab pertanyaan yang siswa terima dari kelompok lain
g. Setiap jawaban ditulis pada lembar problem posing II atau lembar
jawaban
h. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan
pertanyaan yang telah dibuatnya pada kelompok lain. Diharapkan
adanya diskusi pada kelompok lain menarik diantara kelompok-
kelompok baik secara eksternal maupun internal menyangkut
pertanyaan yang telah dibuatnya dan jawaban yang paling tepat untuk
mengatasi pertanyaan-pertanyaan bersangkutan.

Pendapat lain menurut Shoimin (2014 : 134) langkah-langkah model


pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut:

29
a. Guru menjelaskan materi pembelajaran kepada para siswa.
Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan
b. Guru memberikan latihan soal secukupnya
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang
dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas
ini dapat pula dilakukan secara kelompok
d. Pada pertemuan berikutnya secara acak, guru menyuruh siswa
untuk menyajikan soal temuannya didepan kelas. Dalam hal ini, guru
dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang
diajukan siswa
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
3. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Problem Posing
a. Kelebihan
Menurut Thobroni dan Mustofa (2012 : 349) kelebihan model
pembelajaran problem posing yaitu sebagai berikut :
1) Mendidik siswa berpikir kritis
2) Siswa aktif dalam pembelajaran
3) Belajar menganalisis suatu masalah
4) Mendidik anak percaya pada diri sendiri.
b. Kelemahan
Menurut Thobroni dan Mustofa (2012 : 349) kelemahan model
pembelajaran problem posing yaitu sebagai berikut :
1) Memerlukan waktu yang cukup banyak
2) Tidak bisa digunakan di kelas-kelas rendah
3) Tidak semua siswa terampil bertanya.
4. Penerapan model pembelajaran problem possing
Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan
peserta didik menyusun pertanyaan sendiri atau memecahkan suatu soal

30
menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada
penyelesaian soal tersebut. Dalam pembelajaran problem posing
menempati posisi yang strategis. Peserta didik harus menguasai materi dan
urutan penyelesaian soal secara mendetail. Hal tersebut akan dicapai jika
peserta didik memperkaya khazanah pengetahuannya tak hanya dari guru,
tetapi perlu belajar secara mandiri (Thobroni, 2015). Suryanto dalam
Thobroni (2015) menjelaskan tentang problem posing adalah perumusan
soal agar lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan
beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini
terjadi pada soal-soal yang rumit. Model pembelajaran problem posing ini
mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. dan awal mulanya
diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini
dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain.
Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model
pembelajaran yang mewajibkan para peserta didik untuk mengajukan soal
sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri. Dengan demikian,
penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut.
Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para peserta didik dan
memberikan latihan soal secukupnya. Penggunaan alat peraga untuk
memperjelas konsep sangat disarankan. Peserta didik diminta mengajukan
1 atau 2 buah soal yang menantang dan peserta didik yang bersangkutan
harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara
kelompok. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh
peserta didik untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal
ini, guru dapat menentukan peserta didik secara selektif berdasarkan bobot
soal yang diajukan oleh peserta didik (Thobroni, 2015)

31
G. Model Pembelajaran Koperatif Tipe Jigsaw
1. Pengertian pembelajaran koperatif tipe JIGSAW
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson
dan teman temannya di Universitas Texas (disebut Jigsaw I) kemudian
diadaptasi oleh Slavin dan temantemannya di Universitas John. Hopkins
menjadi Jigsaw II. Pada Jigsaw I (orisinil) siswa hanya belajar konsep
tertentu yang akan menjadi spesialisasi sementara konsep-konsep yang
lain ia dapatkan melalui diskusi dengan teman satu timnya. Jigsaw orisinil
membutuhkan waktu yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan Jigsaw
II. Sedangkan pada Jigsaw II setiap siswa memperoleh kesempatan
belajar secara keseluruhan konsep sebelum ia belajar spesialisasinya
untuk menjadi ahli.30 Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu
tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari kelompok belajar heterogen
dengan 5-6 orang anggota yang menggunakan pola kelompok asal dan
kelompok ahli.
2. Langkah-langkah pembelajaran koperatif tipe JIGSAW
a. Perkenalkan strategi dan topik yang akan dipelajari oleh siswa.
b. Bentuk kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 siswa dan berikan
tugas yang berbeda-beda pada setiap siswa dalam kelompok
tersebut.
c. Siswa bergabung dengan siswa lain dari kelompok berbeda
dengan tugas yang sama. Kemudian siswa dengan tugas yang
sama tersebut berdiskusi dan bertukar pikiran sehingga
membentuk kelompok ahli.
d. Setelah selesai berdiskusi dengan “kelompok ahli”, masing-masing
siswa akan kembali kepada kelompok asalnya untuk membagi
hasil diskusi mereka dengan kelompok ahli.

32
e. Setiap kelompok yang sudah selesai saling berbagi pengetahuan
masing-masing, akan melakukan presentasi.
f. Untuk mengukur tingkat ketercapaian pembelajaran, Guru dapat
memberikan kuis atau tugas secara individual tentang tema yang
telah dipelajari.
g. Hal yang perlu diperhatikan oleh guru adalah jika menggunakan
strategi pembelajaran Jigsaw untuk mempelajari materi baru, Guru
Pintar harus mempersiapkan sebuah panduan dan isi materi yang
runtut serta cukup, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

3. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Koperatif tipe JIGSAW


a. Kelebihan
1. Meringankan tugas guru dalam mengajar, karena sudah ada
kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada teman-
teman dalam kelompoknya.
2. Pemerataan penguasaan materi oleh siswa dapat dicapai dalam
waktu yang lebih singkat dan siswa dapat menguasai pelajaran
yang disampaikan dengan lebih baik.
3. Dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan
berpendapat.
4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama
dengan siswa lain.
5. Setiap siswa memiliki kesempatan menjadi ahli dalam
kelompoknya.
6. Siswa saling ketergantungan positif satu sama lain selama proses
pembelajaran berlangsung.
4. Penerapan model pembelajaran Koperatif Tipe JIGSAW

33
Membagi siswa kedalam kelompok Jigsaw dengan jumlah 4-6 orang.
Menugaskan satu orang siswa sebagai pemimpin di masing-masing
kelompok. Membagi pelajaran yang akan dibahas ke dalam 4-6 segmen.
Menugaskan tiap siswa untuk mempelajari satu segmen materi dan
menguasai segmen tersebut

34
BAB III

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan


matematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang
dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari
Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini
didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa matematika
adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan
tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat
siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi
masalah-masalah nyata. Di sini matematika dilihat sebagai kegiatan manusia yang
bermula dari pemecahan masalah (Dolk, 2006). Karena itu, siswa tidak dipandang
sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan
kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru.
Salah satu pembelajaran yang mampu mengakomodasi siswa dalam
mengembangkan pemahaman konsep matematika yaitu pembelajaran matematika
realistik (PMR) (Fitriani & Maulana, 2016). PMR adalah salah satu pendekatan
pembelajaran yang pertama kali dikembangkan oleh sekelompok ahli matematika
dari freudenthal institute, Utrecht University di Negeri Belanda pada tahun 1971
(Afriansyah, 2016; Muhtadi & Sukirwan, 2017; Sugihatno, Budiyono, & Slamet,
2017). PMR berpandangan bahwa matematika adalah kegiatan manusia.
Eksplorasi ide, konsep, masalah nyata merupakan aktifitas kelas matematika
(Soviawati, 2011). Oleh karena matematika merupakan aktifitas manusia, maka
PMR berorientasi pada relevansi antara konsep matematika dengan konteks
permasalahan di dunia nyata dan juga berorientasi pada siswa (Wardono &
Mariani, 2018; Warsito, Nuraini, & Sukirwan, 2019).
PMR merupakan pendekatan yang bermula pada permasalahan yang nyata bagi
siswa, mengutamakan keterampilan proses (process of doing mathematics),
35
diskusi dan kolaborasi, interaktif (tutor sebaya) dengan maksud agar mereka
berkekuatan penuh untuk bereksperimen baik secara individu maupun kelompok
(Ahmad & Asmaidah, 2017; Sirait & Azis, 2017). Dalam PMR, guru berperan dalam
menfasilitasi proses belajar untuk memungkinkan terjadinya interaksi yang optimal
serta menerapkan scaffolding (Özkaya & Karaca, 2017). Tujuan dari PMR adalah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan
merekonstruksi konsep-konsep matematika dengan mengaitkan konsep-konsep
matematika dengan dunia nyata, sehingga siswa mempunyai pengertian yang kuat
tentang konsep-konsep matematika. PMR akan secara operasional memberikan
pengertian tentang relevansi serta kegunaan matematika (materi yang diajarkan)
dengan dan atau dalam kehidupan sehari-hari. Semua kajian tersebut akan secara
independen dikonstruksi dan dikembangkan oleh siswa. Selain itu, penyelesaian
masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara satu siswa dengan
siswa lainnya. Beberapa penelitian terdahulu menunjukan bahwa PMR efektif
dalam meningkatkan kemampuan matematis siswa (Ahmad & Asmaidah, 2017;
Alamiah & Afriansyah, 2017; Lisnani, 2019; Muhtadi & Sukirwan, 2017).
Beberapa karakteristik pendekatan matematika realistik menurut Suryanto (2007)
adalah sebagai berikut:
1. Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems)
digunakan untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada
siswa.
2. Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model
matematika melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan
bantuan guru atau temannya.
3. Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah
yang mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda, baik cara
menemukannya maupun hasilnya).

36
4. Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan
apa yang telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi.
5. Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang
memang ada hubungannya.
6. Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan
hasilhasil dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip
matematika yang lebih rumit.
7. Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau
hasil yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai kegiatan paling
cocok dilakukan melalui learning by doing (belajar dengan mengerjakan).

Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik Sebelum kita


mengimplementasikan pendekatan matematika realistik, marilah kita terlebih
dahulu melihat kembali karakteristik pendekatan ini. Di sini kita akan menggunakan
5 (lima) karakteristik utama pendekatan matematika realistik sebagai pedoman
dalam merancang pembelajaran matematika. Kelima karakteristik itu adalah
sebagai berikut:
1. Pembelajaran harus dimulai dari masalah kontekstual yang diambil dari
dunia nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus
nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi yang
sesuai dengan pengalaman mereka.
2. Dunia abstak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus
sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus dipelajari siswa. Di sini model
dapat berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa, seperti
ceritacerita lokal atau bangunan-bangunan yang ada di tempat tinggal siswa.
Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga
ada di sekitar siswa.

37
3. Siswa dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri
dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki
kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan
masalah nyata yang diberikan oleh guru.
4. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa
maupun antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam
pembelajaran matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama
dengan siswa lain, bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi
pekerjaan mereka Hubungan di antara bagian-bagian dalam matematika,
dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah dari dunia nyata diperlukan
sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait dalam penyelesaian masalah.
Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik Uraian di atas jelas
menggambarkan langkah-langkah pembelajaran matematika realistik. Secara
umum langkah-langkah pembelajaran matematika realistik dapat dijelaskan
sebagai berikut (lihat Zulkardi, 2002):
1. Persiapan Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-
benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang
mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
2. Pembukaan Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi
pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia
nyata. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan
cara mereka sendiri.
3. Proses pembelajaran Siswa mencoba berbagai strategi untuk
menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamannya, dapat dilakukan
secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan siswa atau kelompok lain
dan siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa
atau kelompok penyaji. Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi

38
tanggapan sambil mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik
serta menemukan aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.
4. Penutup Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui
diskusi kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada
akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk
matematika formal.

DAFTAR PUSTAKA

39
Ahmad, M., & Asmaidah, S. (2017). Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Membelajarkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP. Mosharafa: Jurnal
Pendidikan Matematika, 6(3), 373– 384.
Alamiah, U. S., & Afriansyah, E. A. (2017). Perbandingan Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa Antara Yang Mendapatkan Model
Pembelajaran Problem Based Learning Dengan Pendekatan Realistic
Mathematics Education Dan OpenEnded. Mosharafa: Jurnal Pendidikan
Matematika, 6(2), 207–216.
Aprianto, A.D. 2015. Konsep Dasar Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik,
Taktik, Dan Model Pembelajaran. Sdn Rowopanjang.
Asriningsih, T.M., 2014, Pembelajaran Problem Posing Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Gamatika, 5(1) : 19-28.
Dedi Supriawan Dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar
Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. (1982). Konsep CBSA Dan
Berbagai Strategi Belajar Mengajar. Program Akta VB Modul 11. Jakarta:
Ditjen Pendidikan Tinggi.
Irmayasari, Safirtri. Dkk. 2019. Penggunaan Model Pembelajaran Problem
Solving Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Berpikir Kritis Pada Siswa Kelas
4 Sd. Jurnal EDU. 2(3). 341-348.
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2013), Hlm. 142.
Jeheman. G.A. 2019. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap
Pemahaman Konsep Matematika Siswa. Mosharafa: Jurnal Pendidikan
Matematika. 8(2). 191-200.
Khoerunnisa, Putri. 2020. Analisis Model-Model Pembelajaran. Fondatia :
Jurnal Pendidikan Dasar. 4(1). 1-27.

40
Lutvaidah, Ukti. 2015. Pengaruh Metode Dan Pendekatan Pembelajaran
Terhadap Penguasaan Konsep Matematika. Jurnal Formatif. 5(3). 279-285.
Nurfitriyanti, Maya. Dkk. 2016. Model Pembelajaran Project Based
Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Jurnal
Formatif. 6(2). 149-160.
Punaji Setyosari. (Juli 2006). Belajar Berbasis Masalah (Problem Based
Learning). Makalah Disampaikan Dalam Pelatihan Dosen-Dosen PGSD FIP
UNY Di Malang.
Sugianto, Irfan. Dkk. 2020.Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap
Kemandirian Belajar Siswa Di Rumah. Jurnal Informasi Penelitian. 1 (3).
159-169.
Suryanto. 2007. ”Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)”.
Majalah PMRI. 5(1). 8 – 10.
Tyas, Retnaning. 2017. Kesulitan Penerapan Problem Based Learning
Dalam Pembelajaran Matematika. Tecnoscienza. 2(1). 42-51.
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka.
Zainal, F.N. 2020. Problem Based Learning Pada Pembelajaran Matematika
Di Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah. Jurnal Basicedu. 6(3).

41

Anda mungkin juga menyukai