Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL SKRIPSI

“EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN PADA PROYEK


KONSTRUKSI DI KAWASAN PERUMAHAN"
(Studi kasus: Pembangunan Gereja Ebenheazer)

GABRIEL PUTRA YUSAK RAMANDEY

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PAPUA
MANOKWARI
2023
LEMBAR PENGESAHAN
“EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN PADA PROYEK
KONSTRUKSI DI KAWASAN PERUMAHAN"
(Studi kasus: Pembangunan Gereja Ebenheazer)
Dipersiapkan dan disusun oleh
GABRIEL PUTRA YUSAK RAMANDEY
2018 79 009
Telah dipertahankan di depan dewan penguji

Dosen penguji 1 Dosen penguji 2

Telah diperiksa dan disetujui oleh


Dosen pembimbing 1 Dosen pembimbing 1

Ir.Yoga Charol Vincenthius,ST.,M.T Radinal Bakri,S.T.,M.Eng


NIP.19891103 201903 1 020
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu peryaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Tanggal …………………
Mengetahui
Ketua jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Papua

Indra Birawaputra,S.T.,M.T
NIP.19791215200812 1 003

i
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi ini, pembangunan infrastruktur dan konstruksi telah
menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting bagi perkembangan suatu negara.
Pembangunan infrastruktur dapat meningkatkan perekonomian suatu negara
dengan membuka lapangan pekerjaan baru, mempermudah distribusi barang dan
jasa, serta menunjang berbagai sektor lainnya. Salah satu hal yang paling penting
dalam pembangunan infrastruktur dan konstruksi adalah pelaksanaan proyek yang
efektif dan efisien (Darmawan & Ari Rizky, 2019).
Proyek konstruksi merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan
membutuhkan manajemen yang baik agar dapat berjalan dengan lancar. Pada
umumnya, proyek konstruksi melibatkan banyak pihak seperti pemilik proyek,
konsultan, kontraktor, dan subkontraktor. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem
manajemen proyek yang baik dan terorganisir dengan baik guna memastikan
keberhasilan pelaksanaan proyek.
Dalam pelaksanaan proyek, terdapat banyak aspek yang perlu diperhatikan,
antara lain aspek waktu, biaya, dan kualitas. Setiap proyek memiliki karakteristik
yang berbeda-beda dan membutuhkan pendekatan yang berbeda pula dalam hal
manajemen. Oleh karena itu, perencanaan yang matang dan menyeluruh sangatlah
penting untuk memastikan proyek dapat diselesaikan sesuai dengan target yang
telah ditentukan.
Pertumbuhan perkotaan dan pembangunan infrastruktur yang pesat sering kali
menyebabkan peningkatan kebisingan di kawasan perumahan dan komersial.
Proyek-proyek pembangunan seperti konstruksi jalan, gedung-gedung, pabrik, atau
transportasi dapat berkontribusi pada tingkat kebisingan yang lebih tinggi.
sumber kebisingan yang terkait dengan proyek-proyek konstruksi, seperti
mesin konstruksi, alat berat, generator, truk pengangkut, atau fasilitas industri.
Aktivitas-aktivitas ini dapat menghasilkan tingkat kebisingan yang signifikan dan
berpotensi mengganggu masyarakat sekitarnya.

1
Kebisingan yang dihasilkan oleh proyek konstruksi dapat mengganggu
kenyamanan hidup dan kesehatan penduduk sekitar, seperti gangguan tidur,
kelelahan, stres, dan gangguan pendengaran. Selain itu, kebisingan juga dapat
mempengaruhi produktivitas kerja penduduk sekitar yang bekerja di rumah atau di
tempat lain yang dekat dengan proyek konstruksi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi tingkat kebisingan pada proyek
konstruksi di kawasan Perumahan untuk mengetahui sejauh mana dampak
kebisingan yang dihasilkan dan menentukan tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengurangi dampak negatif tersebut. Evaluasi tingkat kebisingan pada proyek
konstruksi dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kebisingan dan
mengacu pada Peraturan yang berkaitan dengan kebisingan pada proyek konstruksi
di kawasan perumahan antara lain adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah
No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Suara, dan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) No. 48 Tahun 2016
tentang Baku Mutu Kebisingan bagi Kawasan Perumahan, Permukiman, dan
Kegiatan Lainnya. Selain itu, setiap daerah juga dapat memiliki peraturan daerah
(Perda) atau peraturan kepala daerah (Perkada) yang lebih spesifik terkait
pengendalian kebisingan. Peraturan-peraturan tersebut bertujuan untuk melindungi
kesehatan dan kenyamanan masyarakat dengan mengatur standar baku mutu
kebisingan yang diperbolehkan, tata cara pengukuran, serta langkah-langkah
pengendalian kebisingan yang harus diikuti oleh proyek konstruksi di kawasan
perumahan.
Penelitian tentang evaluasi tingkat kebisingan pada proyek konstruksi di
kawasan Perumahan dapat memberikan informasi yang berguna bagi pengambil
keputusan, misalnya pihak pengembang, pemerintah, atau masyarakat sekitar untuk
melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian terhadap dampak negatif
kebisingan pada proyek konstruksi. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan
masukan bagi industri konstruksi untuk memperhatikan faktor lingkungan dalam
aktivitas mereka agar lebih ramah lingkungan.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh proyek konstruksi di
kawasan perumahan?
2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat
kebisingan pada proyek konstruksi di kawasan perumahan?
3. Apakah peraturan atau regulasi yang berlaku terkait tingkat kebisingan pada
proyek konstruksi di kawasan perumahan, dan bagaimana
implementasinya?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengukur dan menganalisis tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh proyek
konstruksi di kawasan perumahan.
2. Membuat inventarisasi upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi
tingkat kebisingan pada proyek konstruksi di kawasan perumahan.
3. Mengevaluasi implementasi peraturan atau regulasi terkait tingkat
kebisingan pada proyek konstruksi di kawasan perumahan dan
mengidentifikasi kendala atau keberhasilan dalam implementasinya.
1.4 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam kajian ini adalah:
1. Penelitian ini hanya fokus pada evaluasi tingkat kebisingan yang dihasilkan
oleh proyek konstruksi di kawasan perumahan tertentu.
2. Penelitian ini hanya membahas dampak kebisingan terhadap kesehatan dan
kenyamanan penghuni perumahan di sekitar proyek konstruksi.
3. Penelitian ini hanya memperhitungkan faktor-faktor tertentu yang
berkontribusi pada kebisingan, seperti jenis konstruksi, waktu dan durasi
konstruksi, serta jarak antara proyek konstruksi dan perumahan.
4. Penelitian ini tidak membahas solusi atau rekomendasi yang tepat untuk
mengurangi kebisingan di proyek konstruksi

3
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi yang penting bagi pihak-pihak terkait, seperti pengembang
perumahan, kontraktor, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat mengenai
tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh proyek konstruksi di kawasan perumahan.
2. Memberikan rekomendasi dan solusi bagi pihak-pihak terkait dalam
mengatasi masalah kebisingan yang dihasilkan oleh proyek konstruksi di
kawasan perumahan, sehingga dapat meningkatkan kenyamanan dan
kesehatan masyarakat sekitar.
3. Sebagai acuan dan sumber referensi bagi peneliti lain yang tertarik untuk
melakukan penelitian serupa di masa depan, serta dapat memperluas
wawasan dan pemahaman mengenai masalah kebisingan pada proyek
konstruksi di kawasan perumahan.

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilokasi Pembangunan Gereja Ebenheazer, keaslian penelitian ini


berdasarkan penelitian terdahulu mempunyai kareteristik yang felatif sama dalam
hal kajian, meskipun berbeda dalam kriteria subjek,lokasi,variasi parameter yang
digunakan.
Berdasarkan uraian di atas, maka walau telah ada penelitian sebelumnya baik
berkaitan dalam menyelesaikan skripsi, namun tetap berbeda dengan penelitian
yang dilakukan. Dengan demikian, maka topik penelitian yang dikakukan ini benar-
benar asli.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah upaya peneliti untuk mencari perbandingan dan
selanjutnya untuk menemukan inspirasi baru untuk peneltiain selanjutnya di
samping itu kajian terdahulu membantu penelitian dapat memposisikan penelitian
serta menujukkan orsinalitas dari penelitian. Pada bagaian ini peneliti
mencamtumkan berbagai hasil penelitian terdahulu terkait dengan penelitian yang
hendak dilakukan, kemudian membuat ringkasannya, baik penelitian yang sudah
terpublikasikan atau belum terpublikasikan. Berikut merupakan penelitian
terdahulu yang masih terkait dengan tema yang penulis kaji.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Atma Noor Fitria, Wahyuni Susilowati,
dan Jonathan Saputra (2022) dalam penelitiannya yang berjudul "Kajian Pengaruh
Kebisingan Proyek Konstruksi Terhadap Kenyamanan Warga Permukiman
Sekitar". Jenis penelitian ini adalah penelitian yang mengkaji tentang dampak
kebisingan dari Proyek "X" yang berlokasi dekat dengan kawasan permukiman.
Kebisingan di definisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki dan dapat
mengganggu kesehatan serta kenyamanan lingkungan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh kebisingan terhadap


kenyamanan warga permukiman sekitar. Metode pengumpulan data meliputi
observasi, pengukuran menggunakan sound level meter, dan kuesioner. Penelitian
ini mengacu pada KEPGUB DKI Jakarta No. 551 Tahun 2001 dan menggunakan
metode pengukuran yang sesuai dengan KEPMENLH No. 48 Tahun 1996.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengukuran kebisingan


melebihi standar mutu kebisingan hingga mencapai 68,45 dB(A). Analisis regresi
sederhana menghasilkan persamaan regresi Y = 30,811 - 0,445X, yang
menunjukkan bahwa kebisingan proyek memiliki pengaruh negatif terhadap
kenyamanan warga sekitar. Uji hipotesis mendukung hasil regresi linear sederhana

5
dan menyimpulkan bahwa kebisingan proyek memiliki pengaruh negatif yang
signifikan terhadap kenyamanan warga sekitar.

Kedua, Anggun Tri Kurniawatik, Khaerunnisa, Tasya Melek Information and


“Communications Technology (ICT) Pada Masyarakat Pedesaan Di Era
Globalisasi”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif untuk
memahami pandangan masyarakat Desa Ciakar terhadap perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi (ICT) dalam era globalisasi. Meskipun perkembangan
ICT memudahkan akses informasi, namun ketidakmerataan perkembangan
teknologi ini terlihat di Desa Ciakar yang sulit mendapatkan akses internet.
Penelitian ini penting untuk melihat bagaimana masyarakat Desa Ciakar
menghadapi perkembangan ICT. Perkembangan ICT di desa sangatlah penting
karena memiliki manfaat yang banyak, termasuk dalam bidang perekonomian,
sosial, budaya, politik, dan lainnya. Oleh karena itu, penting bagi perkembangan
ICT ini dirasakan secara merata untuk memahami kondisi di negara kita.

Ketiga, Makhzanul Fahmi Faiq, Rachmanu Eko Handriyono “Analisis Tingkat


Kebisingan Pada Sekitar Area Proyek Pemboran Di Pt. X Kabupaten Bojonegoro”
.Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kebisingan yang disebabkan oleh
proyek pemboran sumur produksi di sekitar Desa Ngampel, Kecamatan Kapas,
Kabupaten Bojonegoro. Alat-alat pemboran yang digunakan dapat menghasilkan
suara bising dengan tingkat rendah, menengah, atau tinggi tergantung pada jumlah
dan jenis alat yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode pengukuran
kebisingan dengan menggunakan sound level meter sesuai dengan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 1 Nomor 48 Tahun 1996. Hasil pengukuran
tertinggi dengan metode siang dan malam (Lsm) ditemukan pada titik sampling 1
sebesar 66,87 dB, titik sampling , 2 sebesar 57,35 dB, titik sampling 3 sebesar 55,42
dB, dan titik sampling 4 sebesar 54,66 dB.

Keempat, Nasar Buntu Laulit, Wendy Winata, Erwin, Steven, Hendri Vinchen
“Penerapan Manajemen Risiko Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3): Studi
Kasus Di Toko Aneka Karya Kusen Batam.” Penelitian ini bertujuan untuk
sosialisasi manajemen risiko bisnis terkait keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

6
kepada pemilik dan pekerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di
Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi dan wawancara ke
Toko Aneka Karya Kusen di Kota Batam. Penelitian ini mengungkapkan bahwa
penerapan alat keamanan K3 sangat penting untuk meminimalisir risiko kecelakaan
kerja. Informasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman
terhadap pentingnya K3 di UMKM dan perusahaan tempat bekerja. Keselamatan
dan kesehatan kerja harus menjadi prioritas utama di atas hal-hal lainnya.

Kelima, Asmanto, P. S. P., & Arsandrie, Y. “Dampak Pembangunan Proyek


Hotel Acacia Solo Terhadap Kenyamanan Akustik Lingkungan Permukiman”.
Penelitian ini fokus pada analisis tingkat bunyi dan evaluasi subjektif kenyamanan
bunyi oleh warga sekitar yang tinggal di lingkungan permukiman dekat
pembangunan proyek Hotel Acacia Solo di kota Solo. Metode penelitian yang
digunakan adalah kualitatif dengan membagikan kuesioner dan melakukan sedikit
wawancara kepada warga setempat, serta menggunakan metode kuantitatif dengan
melakukan pengukuran tingkat bunyi menggunakan Sound Level Meter. Hasil
pengukuran menunjukkan bahwa intensitas bunyi rata-rata di lingkungan
permukiman adalah 69.93/70 dBA. Selain suara dari pembangunan proyek, bunyi
dari kendaraan di jalan raya juga memberikan pengaruh terhadap tingkat bunyi di
lingkungan tersebut. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa warga merasa sangat
terganggu oleh pembangunan proyek Hotel Acacia Solo terutama pada tahap pra
konstruksi, namun tingkat gangguan berkurang saat proyek mencapai tahap
finishing. Persentase keluhan akibat bising tertinggi adalah 87,5% yang merasa
sangat terganggu.

Keenam, Nasar Buntu Laulit, Wendy Winata, Erwin, Steven, Hendri Vinchen.
“Penerapan Manajemen Risiko Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3): Studi
Kasus Di Toko Aneka Karya Kusen Batam”. Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) di Indonesia berkontribusi sebesar 61.97 persen terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) negara. Namun, masih banyak pemilik dan pekerja UMKM
yang belum menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan baik.
Kurangnya perhatian dan informasi terkait K3 menyebabkan risiko kecelakaan dan

7
ketidaknyamanan dalam bekerja meningkat. Oleh karena itu, tim penulis
melakukan sosialisasi manajemen risiko bisnis K3 kepada UMKM melalui metode
observasi dan wawancara di Toko Aneka Karya Kusen di Kota Batam. Penelitian
ini juga menemukan bahwa penerapan alat keamanan K3 sangat penting untuk
meminimalkan risiko kecelakaan kerja. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi yang penting tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
bagi pembaca, terutama UMKM atau perusahaan tempat mereka bekerja. Dengan
demikian, keselamatan dan kesehatan kerja menjadi prioritas utama di atas hal
lainnya.

Ketujuh, Cahyani, A. A. (2019). Pengaruh Kebisingan Lingkungan Kerja


Terhadap Produktivitas Kinerja Karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kebisingan lingkungan kerja
terhadap produktivitas kinerja karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan mengumpulkan
data melalui kuesioner yang diberikan kepada karyawan Dinas Kesehatan. Data
yang terkumpul dianalisis menggunakan metode statistik deskriptif dan analisis
regresi. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh negatif yang signifikan
antara kebisingan lingkungan kerja dengan produktivitas kinerja karyawan.
Karyawan yang terpapar kebisingan tinggi cenderung memiliki produktivitas
kinerja yang rendah. Oleh karena itu, penting bagi Dinas Kesehatan untuk
mengimplementasikan langkah-langkah yang efektif dalam mengurangi kebisingan
lingkungan kerja guna meningkatkan produktivitas karyawan.

8
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1 Pengertian Kebisingan

Kebisingan adalah suara atau bunyi yang dianggap mengganggu atau tidak
diinginkan oleh pendengar. Kebisingan dapat berasal dari sumber-sumber seperti
lalu lintas, industri, konstruksi, alat musik, mesin rumah tangga, dan lain
sebagainya. Kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan dan kenyamanan manusia,
terutama jika terjadi dalam jangka waktu yang lama dan dalam intensitas yang
tinggi. Dampak kesehatan dari kebisingan dapat berupa gangguan pendengaran,
gangguan tidur, gangguan konsentrasi, peningkatan tekanan darah, dan masalah
kesehatan lainnya. Oleh karena itu, pengendalian kebisingan sangat penting untuk
menjaga kesehatan dan kenyamanan masyarakat. (Cahyani, 2019)

3.2 Standar Kebisingan

3.2.1 Standar Kebisingan Menurut Peratuan Pemerintah

Standar kebisingan atau baku mutu kebisingan adalah batas maksimum


kebisingan yang diperbolehkan dalam suatu area atau lingkungan tertentu. Standar
kebisingan biasanya diatur oleh lembaga pemerintah atau badan pengatur
lingkungan hidup, dan bertujuan untuk melindungi kesehatan dan kenyamanan
masyarakat dari dampak kebisingan yang berlebihan.

Setiap negara dapat memiliki standar kebisingan yang berbeda-beda,


tergantung pada kondisi lingkungan dan masyarakatnya. Namun, umumnya standar
kebisingan dinyatakan dalam satuan desibel (dB) dan dibagi menjadi beberapa
kategori, seperti kategori kebisingan di lingkungan hunian, perkantoran, atau
industri. Beberapa contoh standar kebisingan yang umum digunakan di beberapa
negara antara lain:

 Lingkungan hunian: 55 dB pada siang hari dan 45 dB pada malam hari.

 Lingkungan perkantoran: 65 dB pada siang hari dan 55 dB pada malam hari.

 Lingkungan industri: 75 dB pada siang hari dan 70 dB pada malam hari.

9
Namun, standar kebisingan dapat berbeda-beda tergantung pada negara atau
wilayahnya, sehingga perlu untuk selalu memperhatikan peraturan dan aturan yang
berlaku di daerah tersebut.

3.2.2 Standar Kebisingan Yang Ditetapkan Oleh (WHO)

Selain standar kebisingan yang ditetapkan oleh pemerintah, ada juga standar
kebisingan yang ditetapkan oleh organisasi internasional, seperti World Health
Organization (WHO) dan International Organization for Standardization (ISO).
Standar kebisingan dari WHO dan ISO biasanya digunakan sebagai acuan oleh
negara-negara yang belum memiliki standar kebisingan yang jelas.
WHO mengeluarkan rekomendasi bahwa paparan kebisingan pada lingkungan
hunian sebaiknya tidak melebihi 55 dB pada siang hari dan 40 dB pada malam hari.
Sedangkan ISO 1996-1:2016 mengatur standar kebisingan pada lingkungan hunian,
perkantoran, dan industri dengan kisaran baku mutu antara 30-75 dB tergantung
pada jenis kegiatan dan waktu pengukuran.
Namun, perlu diingat bahwa standar kebisingan hanyalah sebagai acuan atau
pedoman saja, dan tidak selalu dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Beberapa faktor seperti kondisi lingkungan, kepekaan individu terhadap
kebisingan, dan faktor subjektif lainnya dapat mempengaruhi persepsi dan dampak
kebisingan pada masyarakat. Oleh karena itu, selain memperhatikan standar
kebisingan yang berlaku, perlu juga untuk melakukan evaluasi dan pengukuran
kebisingan secara menyeluruh untuk menentukan dampak kebisingan terhadap
lingkungan dan masyarakat.

4.3 Faktor-Faktor Kebisingan

Selain standar kebisingan, ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi


dampak kebisingan terhadap lingkungan dan masyarakat. Beberapa faktor tersebut
antara lain:

1. Durasi dan intensitas kebisingan: Semakin lama dan semakin intensitas


kebisingan, semakin besar dampaknya terhadap lingkungan dan
masyarakat.

10
2. Frekuensi kebisingan: Frekuensi kebisingan yang berbeda-beda dapat
memiliki dampak yang berbeda pula pada manusia. Misalnya, kebisingan
dengan frekuensi rendah cenderung lebih sulit diatasi oleh manusia
dibandingkan dengan kebisingan dengan frekuensi tinggi.

3. Jarak dari sumber kebisingan: Semakin dekat jarak antara masyarakat


dengan sumber kebisingan, semakin besar dampak kebisingan terhadap
masyarakat.

4. Kepekaan individu terhadap kebisingan: Setiap individu memiliki tingkat


kepekaan yang berbeda-beda terhadap kebisingan. Ada orang yang mudah
terganggu dengan kebisingan meskipun kebisingan tersebut masih dalam
batas aman.

5. Faktor subjektif: Faktor subjektif seperti kebiasaan, preferensi, dan kondisi


psikologis dapat mempengaruhi persepsi dan dampak kebisingan pada
masyarakat.

Dalam melakukan evaluasi dan pengukuran kebisingan, perlu diperhatikan


faktor-faktor tersebut agar dapat menghasilkan data yang akurat dan dapat dijadikan
dasar untuk mengambil keputusan dalam mengatasi dampak kebisingan pada
lingkungan dan masyarakat.

11
4.3 Teori Kebisingan
Teori kebisingan berkaitan dengan studi mengenai sifat-sifat suara yang
mengganggu, seperti intensitas, frekuensi, dan durasi, serta dampaknya terhadap
manusia dan lingkungan. Kebisingan dapat dihasilkan dari berbagai sumber, seperti
kendaraan, industri, proyek konstruksi, alat musik, dan lain-lain. (Asmanto, dan
Arsandrie, 2020).
Teori kebisingan membahas mengenai efek fisik, psikologis, dan sosial dari
kebisingan pada manusia. Efek fisik dapat berupa gangguan pendengaran,
gangguan keseimbangan, gangguan tidur, peningkatan tekanan darah, dan risiko
penyakit jantung. Efek psikologis dapat berupa stres, kelelahan, kegelisahan, dan
depresi. Sedangkan efek sosial dapat berupa pengurangan kualitas hidup, gangguan
konsentrasi, dan pengurangan produktivitas.
Teori kebisingan juga mencakup berbagai standar dan peraturan yang
digunakan untuk mengukur dan mengendalikan kebisingan, seperti baku mutu
kebisingan dan alat pengukur kebisingan. Standar ini digunakan untuk melindungi
kesehatan dan kenyamanan masyarakat dari dampak kebisingan yang berlebihan.
Kebisingan merupakan salah satu jenis polusi lingkungan yang mempunyai
dampak negatif bagi kesehatan dan kenyamanan manusia. Untuk mengatasi
dampak tersebut, maka perlu dilakukan penelitian dan pengukuran tingkat
kebisingan pada suatu lingkungan.
Beberapa teori yang dapat menjadi landasan dalam penelitian kebisingan antara
lain:

1. Teori Gelombang Suara: Gelombang suara adalah gangguan perambatan


atau getaran dalam medium (udara) yang menghasilkan tekanan tinggi dan
rendah secara bergantian. Gelombang suara dapat diukur dengan
menggunakan satuan decibel (dB) yang menunjukkan tingkat kebisingan.

2. Teori Persepsi Manusia terhadap Kebisingan: Manusia dapat merespon


kebisingan dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada faktor-faktor
seperti umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, dan kondisi lingkungan
sekitar.

12
3. Teori Dampak Kebisingan terhadap Kesehatan: Kebisingan dapat
menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia, seperti gangguan
pendengaran, stres, gangguan tidur, dan masalah psikologis lainnya.

4. Teori Kebijakan dan Standar Kebisingan: Setiap negara memiliki kebijakan


dan standar baku yang berbeda-beda terkait tingkat kebisingan yang
diizinkan pada lingkungan tertentu. Standar baku ini dapat digunakan
sebagai acuan dalam mengukur tingkat kebisingan dan menentukan
tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi dampak kebisingan.

Beberapa teori terkait kebisingan antara lain:

Teori Schomer: Berdasarkan Teori Schomer dalam Rahmi (2021) Menjelaskan


tentang hubungan antara kebisingan dengan kesehatan manusia. Menurut teori ini,
kebisingan yang terus-menerus dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti
gangguan pendengaran, gangguan kardiovaskular, gangguan tidur, dan gangguan
psikologis (Rahmi, 2021).
Teori Stevens: Menjelaskan tentang persepsi manusia terhadap kebisingan.
Menurut teori ini, intensitas suara yang dirasakan oleh manusia tidak hanya
bergantung pada level tekanan suara, tetapi juga dipengaruhi oleh karakteristik
suara itu sendiri (Winata ddk, 2023).
Teori Robinson: Menjelaskan tentang dampak kebisingan terhadap
lingkungan. Menurut teori ini, kebisingan dapat menyebabkan gangguan pada
kehidupan hewan, terutama pada hewan yang memiliki frekuensi suara yang mirip
dengan kebisingan itu sendiri (Herukalpiko dkk, 2019).
Teori Cohen: Menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kebisingan di lingkungan. Menurut teori ini, faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kebisingan antara lain jenis sumber suara, jarak antara sumber suara dengan
penerima suara, karakteristik lingkungan, dan kondisi meteorologi (Ritonga &
Hidayati, 2011).
Teori Salamon: Menjelaskan tentang strategi pengendalian kebisingan.
Menurut teori ini, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
kebisingan, antara lain dengan menggunakan peredam suara pada sumber

13
kebisingan, memperbaiki tata letak dan desain bangunan, dan memperbaiki tata
kelola kegiatan yang berpotensi menimbulkan kebisingan Solomo dalam (Lidwina,
2007).

3.5 Teori Lingkungan Binaan


Teori Lingkungan Binaan adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang cara
merancang, membangun, dan memelihara lingkungan yang dapat menunjang
kesehatan, kenyamanan, dan produktivitas manusia. Teori ini mempertimbangkan
berbagai aspek, seperti kesehatan, keamanan, estetika, serta efisiensi dan
fungsionalitas bangunan dan lingkungan. (Suma’mur, 2009)
Teori Lingkungan Binaan memperhatikan berbagai faktor seperti aspek
psikologis, sosiologis, dan lingkungan, serta teknologi dan manajemen. Teori ini
meliputi berbagai bidang, seperti arsitektur, teknik sipil, perencanaan kota, desain
interior, serta manajemen bangunan dan fasilitas.
Dalam konteks penelitian evaluasi tingkat kebisingan pada proyek konstruksi
di kawasan perumahan, teori Lingkungan Binaan dapat memberikan kontribusi
penting dalam memahami dan merancang lingkungan yang sehat dan nyaman bagi
penghuninya. Hal ini dapat meliputi pemilihan material bangunan yang ramah
lingkungan dan meminimalkan kebisingan, pengaturan tata letak bangunan dan
jalan, serta pengelolaan fasilitas yang baik untuk mengurangi kebisingan dan
dampak negatifnya terhadap kesehatan manusia.
Teori Lingkungan Binaan membahas hubungan antara manusia dan lingkungan
fisik tempat tinggal, bekerja, atau beraktivitas lainnya. Teori ini meliputi konsep
desain lingkungan yang ramah lingkungan, ergonomis, dan berkelanjutan, serta
aspek-aspek sosial dan psikologis dalam lingkungan binaan.
Desain lingkungan yang ramah lingkungan harus mempertimbangkan
penggunaan sumber daya yang efisien, meminimalkan dampak negatif pada
lingkungan, dan memaksimalkan kenyamanan dan produktivitas penghuninya.
Sedangkan desain ergonomis mempertimbangkan kenyamanan dan keselamatan
pengguna dengan memperhatikan kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial.

14
Selain itu, aspek sosial dan psikologis juga menjadi perhatian dalam teori
lingkungan binaan. Hal ini meliputi analisis interaksi manusia dengan lingkungan
sekitarnya, termasuk faktor-faktor psikologis seperti persepsi, emosi, dan perilaku
manusia dalam lingkungan tersebut.

3.6 Teori Teknik Pengukuran Kebisingan


Teori pengukuran adalah kumpulan konsep, prinsip, dan teknik yang berkaitan
dengan proses pengukuran. Teori pengukuran mencakup aspek-aspek seperti
pengukuran besaran, satuan, dan sistem skala; teknik pengukuran, termasuk
peralatan dan metode pengukuran; akurasi dan presisi pengukuran; dan analisis data
hasil pengukuran yang mengacu dalam keputusan Menteri lingkungan hidup No.
48 Tahun (1996)
Teori pengukuran juga mencakup konsep seperti validitas dan reliabilitas
pengukuran, yaitu kemampuan alat pengukur untuk mengukur secara benar dan
konsisten. Validitas mengacu pada sejauh mana alat pengukur mengukur apa yang
seharusnya diukur, sedangkan reliabilitas mengacu pada sejauh mana hasil
pengukuran yang diperoleh konsisten dan dapat diandalkan.
Dalam penelitian, teori pengukuran sangat penting untuk memastikan bahwa
pengukuran yang dilakukan akurat dan dapat diandalkan. Dengan menggunakan
teori pengukuran yang tepat, hasil pengukuran dapat diinterpretasikan secara benar
dan dapat digunakan untuk membuat kesimpulan yang valid.
Teori pengukuran kebisingan meliputi konsep-konsep dan prinsip-prinsip
dasar yang terkait dengan pengukuran kebisingan. Beberapa hal yang menjadi fokus
dalam teori pengukuran kebisingan antara lain adalah:

1. Karakteristik suara: Hal ini meliputi frekuensi, intensitas, dan durasi suara.
Frekuensi suara akan mempengaruhi bagaimana suara terdengar, sedangkan
intensitas dan durasi suara berkaitan dengan seberapa keras suara dan
berapa lama suara tersebut terdengar.

2. Satuan pengukuran: Satuan pengukuran yang umum digunakan dalam


pengukuran kebisingan adalah desibel (dB). Selain itu, terdapat beberapa
jenis satuan pengukuran lainnya seperti dB(A), dB(C), dB(Z), dan

15
sebagainya, yang masing-masing memiliki karakteristik dan kegunaannya
sendiri.

3. Alat pengukuran: Alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan antara


lain adalah sound level meter (SLM) dan dosimeter. SLM digunakan untuk
mengukur kebisingan pada suatu titik tertentu, sedangkan dosimeter
digunakan untuk mengukur kebisingan selama jangka waktu tertentu.

4. Standar baku mutu: Standar baku mutu kebisingan dikeluarkan oleh


pemerintah untuk membatasi tingkat kebisingan yang dapat diterima di
lingkungan tertentu. Standar baku mutu ini biasanya dinyatakan dalam
dB(A) dan disesuaikan dengan jenis lingkungan yang diukur.

Dengan memahami teori pengukuran kebisingan, maka peneliti dapat


melakukan pengukuran dengan tepat dan dapat menafsirkan hasil pengukuran
dengan benar.

3.7 Teori Evaluasi Risiko Kebisingan


Evaluasi risiko kebisingan adalah proses penilaian risiko terhadap dampak
kebisingan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Evaluasi risiko kebisingan
melibatkan pengumpulan dan analisis data tentang sumber kebisingan, populasi
yang terkena dampak kebisingan, dan kerentanan populasi terhadap kebisingan.
Tujuannya adalah untuk menentukan apakah risiko kebisingan ada dan jika ya,
untuk menentukan tindakan yang harus diambil untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko tersebut (Jatiningrum, 2010).
Beberapa aspek yang diperhatikan dalam evaluasi risiko kebisingan antara lain
tingkat kebisingan, durasi paparan, jenis kebisingan, kerentanan individu dan
populasi terhadap kebisingan, serta dampak kebisingan terhadap kesehatan fisik
dan mental manusia serta lingkungan. Evaluasi risiko kebisingan dapat dilakukan
dengan menggunakan metode-metode analisis seperti analisis dampak lingkungan,
analisis risiko kesehatan, dan analisis biaya-manfaat.
Evaluasi risiko kebisingan adalah metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan risiko yang terkait dengan paparan

16
kebisingan pada lingkungan kerja atau lingkungan sekitar. Evaluasi risiko
kebisingan bertujuan untuk menentukan apakah paparan kebisingan pada suatu
lingkungan dapat menyebabkan dampak kesehatan atau gangguan lain pada
manusia, serta untuk menentukan tindakan apa yang harus diambil untuk
mengurangi risiko tersebut.
Evaluasi risiko kebisingan dilakukan dengan mengukur tingkat kebisingan
pada lingkungan yang dipilih, kemudian membandingkan hasil pengukuran dengan
standar kebisingan yang telah ditetapkan. Jika hasil pengukuran melebihi standar
kebisingan, maka dilakukan evaluasi risiko untuk menentukan tindakan yang perlu
diambil.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam evaluasi risiko kebisingan
antara lain intensitas suara, durasi paparan, jarak antara sumber kebisingan dengan
manusia, dan kondisi lingkungan sekitar. Evaluasi risiko kebisingan juga dapat
melibatkan survei lapangan untuk mengidentifikasi sumber kebisingan dan
memperkirakan jumlah orang yang terpapar kebisingan.
Tujuan akhir dari evaluasi risiko kebisingan adalah untuk mengendalikan
paparan kebisingan dan mengurangi risiko yang terkait dengan kebisingan pada
lingkungan kerja atau lingkungan sekitar. Tindakan yang dapat diambil untuk
mengendalikan risiko kebisingan antara lain penggunaan alat pelindung telinga,
perubahan desain atau proses kerja, pengaturan jarak antara sumber kebisingan
dengan manusia, dan penerapan tindakan pencegahan lainnya.

17
3.8 Pengertian Metode Pengkuran

Instrumen pengukuran dalam penelitian adalah alat atau perangkat yang


digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian. Instrumen pengukuran ini dapat berupa kuesioner, lembar observasi, tes,
wawancara, atau alat ukur fisik seperti sound level meter, thermometer, dan
sebagainya. Pemilihan instrumen pengukuran yang tepat dan valid sangat penting
untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan dapat diandalkan dan akurat.
Instrumen pengukuran dalam penelitian adalah alat, bahan, atau teknik yang
digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian. Instrumen pengukuran dapat berupa kuesioner, wawancara, observasi,
tes, atau pengukuran langsung dengan menggunakan alat atau perangkat tertentu
seperti pengukur kebisingan.
Pemilihan instrumen pengukuran yang tepat dan valid sangat penting dalam
penelitian karena instrumen pengukuran yang buruk dapat menghasilkan data yang
tidak akurat atau tidak dapat dipercaya, sehingga dapat mempengaruhi kesimpulan
dan rekomendasi dari penelitian tersebut. Sebagai contoh, jika instrumen
pengukuran kebisingan yang digunakan tidak akurat, maka hasil penelitian yang
diperoleh tidak dapat digunakan untuk membuat rekomendasi yang tepat terkait
dampak kebisingan pada kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, pemilihan dan penggunaan instrumen pengukuran harus
didasarkan pada tujuan penelitian dan karakteristik populasi yang diteliti, serta
instrumen tersebut harus telah diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum digunakan.

18
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Bagan Alir Penelitian

Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitian


4.2 Standar Baku Kebisingan
Standar baku kebisingan adalah nilai ambang batas yang ditetapkan oleh
pemerintah atau badan-badan terkait sebagai acuan untuk mengukur, memantau,
dan mengendalikan tingkat kebisingan di suatu wilayah atau lingkungan. Standar
baku kebisingan biasanya dinyatakan dalam bentuk level kebisingan maksimum
yang diizinkan dalam suatu waktu tertentu, seperti dalam satu jam atau dalam satu
hari. Tujuan dari penetapan standar baku kebisingan adalah untuk melindungi
kesehatan dan kenyamanan masyarakat serta meminimalisir dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kebisingan yang berlebihan. Setiap negara dapat memiliki standar

19
baku kebisingan yang berbeda-beda tergantung pada kebijakan dan regulasi yang
berlaku di negara tersebut.
Acuan yang dipakai dalam standar baku kebisingan adalah keputusan Menteri
lingkungan hidup (No 48 Tahun 1996) tentang: Baku Tingkat Kebisingan yang
pasal 1 dalam keputusan ini dimaksud dengan
1. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan
dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan;
2. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam
satuan Desibel disingkat dB;
3. Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan
sehinggatidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan;
4. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Gubernur Kepala
Daerah Khusus Ibukota atau Gubernur Kepala Daerah Istimewa.
5. Menteri adalah Menteri yang ditugaskan mengelola lingkungan hidup;
4.3 Metode Pengukuran
Dalam pengukuran tabel standar baku tingkat yang dijadikan acuan dasar
kebisingan yang masih bisa diterima.
Tabel 4.1 Standar Kebisingan

Sumber: keputusan Menteri lingkungan hidup (No 48 Tahun 1996)

20
Dengan tahapan pengukuran sebagai berikut:
Pengukuran tingkatan kebisingan dapat diilakukan dengan dua cara:
1. Cara Sederhana
Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi db(A)
Selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap
5 (lima) detik.
2. Cara langsung
Dengan sebuah integrating sound meter yang mempunyai fasilitas pengukuran
LTMS, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran
selama 10 (sepuluh) menit.
Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (LSM) dengan cara pada
siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 10 jam (Ls) pada waktu
06.00-22.00 dan aktifitas dalam hari selama 8 jam (LM) pada selang 22.00-
06.00.
Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan paling
sedikit 4 waktu pengkuran pada siang hari dan malam hari dan pada malam
hari paling sedikit 3 waktu pengkuran, sebagai contoh:
- L1 diambil pada jam 7.00 mewakli jam 06.00 - 09.00
- L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 - 11.00
- L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 - 17.00
- L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00.- 22.00
- L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 - 24.00
- L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 - 03.00
- L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 - 06.00
Keterangan :
- Leq : Equivalent Continuous Noise Level atau Tingkat Kebisingan
Sinambung
Setara ialah nilai tertentu kebisingan dari kebisingan yang berubah-ubah
(fluktuatif selama waktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan dari
kebisingan yang ajeg (steady) pada selang waktu yang sama.

21
Satuannya adalah dB (A).
- LTMS = Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik
- LS = Leq selama siang hari
- LM = Leq selama malam hari
- LSM = Leq selama siang dan malam hari.

Metode Perhitungan
(dari contoh)
LS dihitung sebagai berikut :
LS = 10 log 1/16 ( T1.10 01L5 +.... +T4.1001L5) dB (A)
LM dihitung sebagai berikut :
LM = 10 log 1/8 ( T5.10 01L5 +.... +T7.1001L5) dB (A)
Untuk mengetahui apakah tingkat kebisingan sudah melampaui tingkat kebisingan
maka perlu dicari nilai LSM dari pengukuran lapangan.
LSM dihitung dari rumus :
LSM = 10 log 1/24 ( 16.10 01L5 +.... +8.1001L5) dB (A)

Metode Evaluasi
Nilai LSM yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku tingkat kebisingan yang
ditetapkan dengan toleransi +3 dB(A)

4.4 Metode pengumpulan data


Metode pengumpulan data kuesioner tentang kebisingan adalah salah satu
pendekatan yang digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait tingkat
kebisingan, persepsi masyarakat, dan dampak kebisingan terhadap kesehatan di
kawasan perumahan. Metode ini melibatkan pembuatan dan pendistribusian
kuesioner kepada responden yang merupakan anggota populasi yang dituju.
Pada metode ini, kuesioner dirancang dengan pertanyaan-pertanyaan yang
relevan dan sesuai dengan tujuan penelitian. Pertanyaan dapat mencakup variabel-
variabel seperti tingkat kebisingan di sekitar rumah, jenis sumber kebisingan,
dampak yang dirasakan, persepsi terhadap penanggulangan kebisingan, serta

22
karakteristik demografis responden. Kuesioner tersebut kemudian diberikan kepada
responden yang dipilih secara acak atau melalui teknik pemilihan sampel yang
sesuai.
Setelah distribusi kuesioner, responden diminta untuk mengisi dan
mengembalikan kuesioner dengan cara yang telah ditentukan. Penting untuk
memberikan instruksi yang jelas kepada responden mengenai cara mengisi
kuesioner dan batas waktu pengembalian. Jika diperlukan, tindakan follow-up dapat
dilakukan untuk meningkatkan tingkat respons.
Setelah kuesioner dikumpulkan, data yang terkumpul akan diolah dan
dianalisis. Data dapat dianalisis menggunakan metode statistik untuk menghasilkan
informasi yang relevan terkait kebisingan di kawasan perumahan, seperti frekuensi
kebisingan, persepsi masyarakat, dan dampak yang dirasakan. Analisis data
tersebut dapat dilakukan menggunakan software statistik seperti SPSS atau Excel.
Metode pengumpulan data kuesioner tentang kebisingan memungkinkan
peneliti untuk memperoleh data dari sejumlah responden dalam jumlah yang lebih
besar secara efisien. Namun, perlu diperhatikan validitas dan reliabilitas kuesioner
agar hasil penelitian lebih akurat. Selain itu, menjaga kerahasiaan dan anonimitas
responden juga penting dalam menjaga integritas penelitian.

4.3.1 Pengumpulan data Primer


Pengumpulan data primer tentang kebisingan merujuk pada proses
pengumpulan informasi baru secara langsung dari sumber asli terkait dengan
kebisingan di suatu lingkungan. Metode ini melibatkan interaksi langsung antara
peneliti dan responden atau objek penelitian. Data primer yang dikumpulkan
memberikan informasi yang spesifik dan terkait langsung dengan fenomena
kebisingan yang sedang diteliti.
Pengumpulan data primer tentang kebisingan dapat dilakukan dengan
beberapa cara, antara lain:
1. Pengukuran langsung: Peneliti menggunakan alat pengukur kebisingan
seperti sound level meter untuk mengukur tingkat kebisingan di berbagai

23
lokasi yang relevan. Data pengukuran ini memberikan informasi objektif
tentang tingkat kebisingan di tempat tersebut.

2. Observasi: Peneliti mengamati langsung keadaan lingkungan dan situasi


terkait dengan kebisingan. Observasi dilakukan dengan memperhatikan
aktivitas yang berhubungan dengan kebisingan, sumber kebisingan, waktu
kebisingan terjadi, dan dampaknya terhadap masyarakat sekitar.

3. Wawancara: Peneliti melakukan wawancara dengan responden yang


memiliki pengalaman atau pengetahuan tentang kebisingan di area
perumahan. Wawancara ini dapat dilakukan dengan menggunakan pedoman
pertanyaan terstruktur atau semi-terstruktur untuk mendapatkan informasi
lebih rinci tentang persepsi, pengalaman, dan pandangan responden terkait
kebisingan.

Pengumpulan data primer penting untuk mendapatkan informasi yang


akurat dan spesifik tentang kebisingan di kawasan perumahan. Data ini dapat
digunakan sebagai dasar untuk menganalisis dampak kebisingan, mengevaluasi
kebijakan atau tindakan yang relevan, dan mengidentifikasi solusi yang efektif
untuk mengurangi kebisingan dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan.

4.3.2 Pengumpulan Data Sekundar


Data sekunder tentang kebisingan adalah data yang telah dikumpulkan oleh
pihak lain atau lembaga sebelumnya untuk tujuan yang berbeda namun masih
relevan dengan penelitian atau studi kebisingan yang sedang dilakukan. Data
sekunder dapat berupa laporan penelitian, publikasi ilmiah, statistik resmi,
dokumen kebijakan, atau data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pemerintah,
organisasi non-pemerintah, atau sumber lainnya.
Data sekunder tentang kebisingan dapat memberikan informasi yang luas
dan komprehensif tentang kondisi kebisingan di wilayah atau lingkungan tertentu.
Data ini dapat mencakup tingkat kebisingan historis, tren kebisingan, pemetaan area
kebisingan, dampak kesehatan dan lingkungan, serta kebijakan dan langkah-
langkah yang telah diambil untuk mengendalikan kebisingan.

24
Dalam penggunaan data sekunder, penting untuk memverifikasi keandalan
dan validitas data tersebut serta memastikan bahwa data tersebut sesuai dengan
kebutuhan penelitian atau studi yang sedang dilakukan. Data sekunder dapat
digunakan sebagai sumber informasi tambahan untuk melengkapi data primer atau
sebagai dasar perbandingan dalam analisis dan interpretasi hasil penelitian tentang
kebisingan.

4.4 Peralatan Penelitian


Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kueisioner atau angket, digunakan untuk memperoleh informasi akurat dari


responden. Tujuan digunakannya kuesioner pada penelitian ini untuk
membantu mengumpulkan data primer dari responden.
2. Kamera, digunakan untuk menjadi alat dokumentasi saat melakukan
wawancara dengan responden.
3. Software Statistical Package for The Social Sciences (SPSS), adalah
software yang dapat membaca berbagai jenis data atau memasukkan data
secara langsung ke dalam SPSS Data Editor. Software ini digunakan untuk
membantu menghitung nilai dari variabel yang telah ditentukan, yang
selanjutnya diinterpretasikan sebagai pengambilan keputusan.

25
4.5 Variabel Penelitian
Variabel Penelitian kebisingan adalah faktor-faktor yang diamati atau diukur dalam
suatu penelitian yang berhubungan dengan kebisingan. Variabel-variabel tersebut
mencakup aspek-aspek yang terkait dengan kebisingan, seperti tingkat kebisingan,
dampak kesehatan yang disebabkan oleh kebisingan, persepsi masyarakat terhadap
kebisingan, faktor-faktor penanggulangan kebisingan, dan sebagainya.

Kode
No Faktor yang diamati atau diukur dari dampak kebisingan
variabel
Pengetahuan untuk
1 X1.1
mengurangi kebisingan
Langkah-langkah
2 X1.2
pengurangan kebisingan
Pentingnya pengendalian
3 Faktor pengetahuan pekerja X1.3
kebisingan pada proyek
pengurangan kebisingan
Pengetahuan tentang
4 (X1) X1.4
pengendalian kebisingan
Efektivitas langkah-langkah
5 X1.5
pengendalian kebisingan
Saran atau rekomendasi
6 X1.6
tambahan
Pengetahuan tentang
7 peraturan atau regulasi X2.1
terkait kebisingan
Jenis peraturan atau regulasi
8 Faktor pengetahuan peratuan X2.2
terkait kebisingan
atau regulasi pekerja
Pengetahuan tentang batasan
(X2)
9 atau standar tingkat X2.3
kebisingan
Batasan atau standar tingkat
10 X2.4
kebisingan

26
Implementasi peraturan atau
11 X2.5
regulasi
Pengalaman terkait
12 X2.6
pelanggaran peraturan
Saran atau rekomendasi
13 untuk meningkatkan X2.7
implementasi
faktor-faktor pengetahuan yang mempengarui tindakan pekerja dan kontraktor
dalam keputusan untuk mengurangi kebisingan

4.6 Metode Analisa dan Perhitungan Data

Metode Analisis dan Perhitungan Data digunakan dalam penelitian untuk


menganalisis dan mengolah data. Beberapa metode umum yang digunakan meliputi
statistik deskriptif, analisis regresi, analisis korelasi, analisis varian (ANOVA),
analisis komponen utama (PCA), analisis tematik, analisis konten, analisis survival,
dan analisis spasial. Pemilihan metode analisis tergantung pada jenis data yang
dikumpulkan dan pertanyaan penelitian yang ingin dijawab.

4.6.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas

1. Pengujian Validitas
Suatu instrumen (daftar pertanyaan) dalam kuesioner dikatakan
valid apabila pertanyaan tersebut dapat mengukur apa yang ingin diukur.
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari
variabel yang diteliti secara tepat. Data penelitian yang sudah dikumpulkan
tidak akan berguna bila mana alat pengukur yang digunakan untuk
pengumpulan data penelitian tersebut tidak memiliki validitas yang tinggi.
Agar data yang diperoleh mencapai derajat akurasi yang signifikan, maka
validitas dan reliabilitasnya perlu diuji terlebih dahulu sebelum digunakan
(Hendra et all, 2013).

27
Dari hasil perhitungan korelasi akan didapat suatu koefisien korelasi
yang digunakan untuk mengukur tingkat validitas suatu item dan
menentukan apakah suatu item layak digunakan atau tidak. Dalam
menentukan layak atau tidaknya suatu item yang digunakan, biasanya
digunakan uji signifikansi valid jika berkorelasi signifikan terhadap skor
total. Analisis korelasi sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan
secara parsial antara faktor-faktor pemilihan supplier material konstruksi di
Kota Manokwari, dengan melihat nilai koefisien korelasi. Rumus korelasi
yang digunakan adalah sebagai berikut :

∑ ∑ ∑
𝑟𝑥𝑦 (4.1)
∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi

x = Nilai variabel X

y = Nilai variabel Y

Untuk mengetahui hubungan keeratan antara dua variable dapat


dilihat pada taksiran besarnya koefisien korelasi dalam table berikut :

Tabel 4.2 Taksiran Besarnya Koefisien Korelasi

Interval Tingkat
Koefisien Hubungan
0,00 - 0,199 Sangat rendah
0,20 - 0,399 Rendah
0,40 - 0,599 Sedang
0,60 - 0,799 Kuat
0,80 - 1,00 Sangat kuat
Sumber : Sugiono (2011 : 183)

28
2. Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan keterandalan suatu alat ukur. Tujuan dari


dilakukan uji reliabilitas adalah agar instrumen yang digunakan yaitu
kuesioner dapat dipercaya (reliable). Dengan menggunakan instrumen yang
valid dan reliabel dalam pengumpulan data maka diharapkan hasil
penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Salah satu pengujian reliable data
yakni dengan metode Statistic Alfa Cronbach (Sugiyono, 2007).

Nilai Alfa Cronbach dihitung dengan dua cara yakni perhitungan


manual dengan bantuan tabulasi menggunkan Ms. Excel. Untuk menguji
reliabilitas data secara manual digunakan rumus :


𝑟 1 (4.2)

Keterangan :
𝑟 = Koefisien realibilitas
𝑆 = Mean kuadrat kesalahan

𝑆 = Varians total
∑ ∑
=

K = Mean kuadrat antar subjek


Xt = Jumlah nilai dari suatu variabel
JKi = Jumlah kuadrat seluruh skor item

29
Tabel 4.3 Tabel Kriteria Reliabilitas

Tingkat
Nilai
Hubungan
𝑟 0,20 Sangat rendah
0,20 𝑟 0,40 Rendah
0,40 𝑟 0,70 Sedang
0,70 𝑟 0,90 Tinggi
0,90 𝑟 1,00 Sangat kuat
Sumber : Sugiono (2011)

4.6.2 Pengujian Metode Korelasi dengan SPSS

Secara umum uji korelasi bertujuan untuk mengetahui keeratan


hubungan antar variabel yang diteliti (yakni hubungan antara variable x
dengan cariabel y). Korelasi atau hubungan yang terbentuk antara variabel
dapat bersifat hubungan positif ataupun hubungan negative. Hal ini dapat
dilihat berdasarkan nilai koefisien korelasi dari hasil analisis apakah
bernilai plus (+) atau minus (-). Hubungan positif bermakna bahwa jika
variabel X mengalami peningkatan maka variabel Y juga akan mengalami
peningkatan. Sementara hubungan negative bermakna bahwa jika variabel
X mengalami penurunan maka variabel Y akan mengalami peningkatan.

Dalam buku Wiratna Sujarweni, 2014 menjelaskan bahwa keeratan


hubungan atau koefisien korelasi antar variabel dapat dikelompokan
seperti berikut:

30
Tabel 4.4 Taksiran Derajat Hubungan Uji Korelasi

Tingkat
Nilai Koefisien
Hubungan
0,00 - 0,20 Sangat Lemah
0,21 - 0,40 Lemah
0,40 - 0,70 Kuat
0,71 - 0,90 Sangat Kuat
0,91 – 0,99 Kuat Sekali
1,00 Sempurna
Sumber : Sugiono (2011)

4.6.3 Diagram Alir Pengolahan Data

Pengolahan dan Analisis Data

Pengujian Validitas Pengujian Reliabilitas

Pengujian Metode
Korelasi dengan SPSS

Gambar 4.2 Diagram Alir Pengolahan Data

31
BAB V
JADWAL PENELITIAN
5.1 Pengertian

Jadwal kegiatan penelitian adalah serangkaian daftar table yang menunjukan tahapan secara lengkap dari persiapan,
pelaksanaan, dan penyusunan laporan dengan memberikan keterangan waktu di dalamnya. Sehingga hal ini merupakan bagian daripada
rancangan penyelesaian yang bersifat sistematis

5.2 Jadwal Penyusunan Skripsi

Tabel 5.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Bulan
Jumlah
No kegiatan Bulan I Bulan II
Hari
I II III IV I II III IV
1 Pengumpulan Data 14
2 Analisis Data 14
3 Penulisan Laporan 14
4 Penyusunan Presentasi 7
5 Revisi Laporan Dan Persntasi 7
Finalisasi Laporan Dan
6 Presentasi 3
7 Presntasi Hasil Penelitian 1
Evaluasi Dan Penyerahan
8 Laporan 1

32
DAFTAR PUSTAKA
Winata, W., Laulit, N. B., Erwin, E., Steven, S., & Vinchen, H. (2023).
PENERAPAN Manajemen Risiko Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3): Studi
Kasus Di Toko Aneka Karya Kusen Batam. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 2(01),
100-106.
Asmanto, P. S. P., & Arsandrie, Y. (2020). Dampak Pembangunan Proyek
Hotel Acacia Solo terhadap Kenyamanan Akustik Lingkungan Permukiman.
Prosiding (SIAR) Seminar Ilmiah Arsitektur 2020.
Cahyani, A. A. (2019). Pengaruh Kebisingan Lingkungan Kerja Terhadap
Produktivitas Kinerja Karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo.
Tri Astuti Jatiningrum. Penilaian Resiko Kebisingan Berdasarkan Analisa
Noise Mapping dan Dose Di Unit Produksi Hot Strip Mill P.T. Krakatau Steel
Cilegon-Banten. Universitas Sebelas Maret Surakarta 2010.
Laulit, N. B., Winata, W., Erwin, E., Steven, S., & Vinchen, H. (2023).
Penerapan Manajemen Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3): Studi Kasus
di Toko Aneka Karya Kusen Batam. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 2(01), 100-106.
Atma Noor Fitria, Wahyuni Susilowati, dan Jonathan Saputra (2022) dalam
penelitiannya yang berjudul "Kajian Pengaruh Kebisingan Proyek Konstruksi
Terhadap Kenyamanan Warga Permukiman Sekitar".
Anggun Tri Kurniawatik, Khaerunnisa, Tasya Melek (2021) Information and
“Communications Technology (ICT) Pada Masyarakat Pedesaan Di Era
Globalisasi”.
RAHMI, WINA. "Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
Pada Sekretariat Daerah Kota Payakumbuh." (2021).
Herukalpiko, Diah Kenanga, Apriatni Endang Prihatini, and Widayanto
Widayanto. "Pengaruh Kebijakan Harga, Atmosfer Toko Dan Pelayanan Toko
Terhadap Perilaku Impulse Buying Konsumen Robinson Department Store
Semarang." Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis 3.1 (2014): 132-140.
lidwina, 2007. “Pengaru KEBISINGAN terdapat kecemasan pada keryawan di
bagian procecc plant P.T. antam Tbk. UBPE Pongkor.

33
Ramdan, Iwan M. "Dampak Giliran Kerja, Suhu dan Kebisingan terhadap
Perasaan Kelelahan Kerja di PT LJP Provinsi Kalimantan Timur." The Indonesian
Journal of Public Health 4.1 (2007).
Keputusan Menteri lingkungan hidup (1996). Nomor 48 - kajian kepmen
lingkungan hidup. Diakses dari [file:///C:/Users/ACER/Downloads/213-
Article%20Text-756-1-10-20180413.pdf]
Darmawan, Ari Rizky. Analisis Dan Pengendalian Kebisingan Di Ruang
Departemen Spare Part Dan Las Pt. Sunrise Abadi. Diss. Fakultas Teknik Unpas,
2019.

34
LAMPIRAN

35

Anda mungkin juga menyukai