Anda di halaman 1dari 17

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN CAMPURAN TANPA

PERJANJIAN KAWIN TERHADAP JUAL BELI


APARTEMEN DENGAN STATUS HAK GUNA BANGUNAN
PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

SARA WINORI PUTRI RAMANDEY

120119149

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SURABAYA
2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

(selanjutnya disebut “Undang-Undang Perkawinan”). Perkawinan adalah ikatan

lahir batin antara laki-laki dan juga perempuan dengan tujuan untuk membina

keluarga berdasarkan kepercayaan agama para pihak yang akan melangsungkan

Perkawinan, berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan maka inti dari

Perkawinan adalah adanya ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan.

Undang-Undang Perkawinan mengatur bahwa para pihak yang mengadakan

ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan merupakan hasil dari

kesepakatan para pihak yaitu keinginan untuk melakukan ikatan lahir batin dan

tidak berdasarkan pada paksaan dari manapun. (Judiasih, 2015)

Berdasarkan pada pengertian Perkawinan, Perkawinan dapat dianggap sah

jika diselenggarakan berdasarkan : (Prodjohamidjojo, 2002)

1. Menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan

2. Secara tertib menurut hukum syariah (bagi beragama islam)

3. Dicatat menurut Perundang-Undangan dengan dihadiri oleh pegawai

pencatatan nikah.

Tujuan dari Perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

adalah membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, Pengertian dari

membentuk rumah tangga adalah adanya kesatuan yang terdiri atas Ayah, Ibu dan

anak yang merupakan perwujutan terbentuk rumah tangga (Tangkilisan, 2016)

1
2

Perkawinan pasangan beda negara yang disebut Perkawinan campuran terjadi

dalam dua bentuk, Wanita Warga Negara Indonesia (selajutnya disebut WNI)

yang melakukan Perkawinan dengan pria Warga Negara Asing (selanjutnya

disebut WNA) dan Perkawinan yang dilakukan Pria WNI dengan Wanita WNA

Perbedaan Perkawinan campuran dan perkawinan yang bersifat intern adalah

kewarganegaraan para pihak yang melakukan perkawinan tersebut (Dewi dan

Syafitri, 2022) Salah satu hubungan hukum yang terjadi akibat dari Perkawinan

adalah adanya hubungan suami dan istri dengan harta benda yang ada di dalam

Perkawinan Perngertian harta benda dalam Perkawinan diatur di dalam Pasal 35

Undang-Undang Perkawinan bahwa harta benda yang diperoleh selama

Perkawinan merupakan harta bersama dan harta bawaan merupakan harta yang

diperoleh masing-masing pihak sepanjang para pihak tidak menentukan hal lain

(Evi, 2017) Menurut Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum perdata

(selanjutnya disebut KUHPer) Percampuran harta antara pasangan suami dan

istri terjadi setelah di langsungkannya pekawinan, yang pada dasarnya sama

dengan undang-undang Perkawinan hanya saja terdapat perbedaan dalam

kedudukan hubungan hukum yaitu KUHper bersifat kolektatif sedangkan

Undang-Undang Perkawinan bersifat individual, pengecualian dalam

percampuaran harta bersama dapat dibuat dalam suatu perjanjian kawin.

(Mustaghfiroh & Melinda, 2022)

Perjanjian kawin menurut Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan adalah

perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatatan Perkawinan, perjanjian

tersebut memuat pengaturan mengenai harta kekayaan selama Perkawinan dan


3

mengatur akibat-akibat yang dapat terjadi selama Perkawinan mengenai harta

kekayaan yang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan

(Marsidah, 2020) Perjanjian kawin hukumnya bersifat tidak wajib dan hanya

mengatur secara umum mengenai harta kekayaan yang menyangkut kepentingan

calon suami dan istri, berdasarkan Putusan nomor 69/PUU-XIII/2015 perjanjian

Perkawinan dapat dibuat sebelum Perkawinan dilangsungkan dan selama

Perkawinan berlangsung. (Hartanto, 2017)

Perjanjian kawin ini memiliki/mengandung tiga karakter khusus:

(Jamaluddin, 2016)

a. Perkawinan tidak dapat dilakukan tanpa adanya unsur sukarela dari kedua

belah pihak yang ingin melangsungkan Perkawinan

b. Kedua belah pihak yang ingin melangsungkan Perkawinan (laki-laki dan

perempuan) yang melangsungkan Perkawinan berhak untuk memutuskan

perjanjian itu menurut hukum

c. Perjanjian nikah memberikan batasan hukum atas hak dan kewajiban

masing-masing pihak

Dalam percampuran harta bersama oleh pasangan suami dan istri

memerlukan persetujuan kedua belah pihak dalam melakukan tindakan terhadap

harta tersebut bukan hanya terkait penggunaan melainkan terkait hasil yang

didapatkan dari harta tersebut. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang

Perkawinan mengenai harta bersama suami dan istri dapat bertindak atas

persetujuan kedua belah pihak: (Mahadewi & Putra, 2020)

a. Suami dapat bertindak atas harta bersama setelah persetujuan istri


4

b. Istri dapat bertindak atas harta bersama setelah persetujuan suami

Berdasarkan Pasal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa suami dan istri

tidak dapat secara sendiri-sendiri melakukan tindakan terhadap harta bersama

dikarenakan para pihak memiliki hak dan kewajiban untuk menjamin harta

bersama tersebut, Salah satu tindakan yang memerlukan persetujuan para pihak

terkait harta bersama adalah tindakan dalam menjual dan membeli suatu barang.

dalam hal ini membeli suatu properti untuk dijadikan tempat tinggal maka

diperlukannya kesepakatan para pihak untuk menentukan kepemilikan hak atas

properti tersebut.

Melihat pada ketentuan Pasal 1338 KUHPer, semua perjanjian yang

dibuat dengan undang-undang menjadi undang-undang bagi orang yang

membuatnya. Perjanjian ini dapat diakhiri hanya dengan persetujuan kedua belah

pihak atau karena alasan yang ditentukan oleh undang-undang, Hal ini

menunjukkan bahwa sistem hukum perjanjian di Indonesia menganut sistem

terbuka (open system) dimana arti sistem terbuka adalah para pihak bebas

mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan syarat, pelaksanaan

maupun bentuk perjanjian (Sinaga, 2019)

Perjanjian yang sah tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara

sepihak, Mengingat perjanjian tersebut mengikat pihak-pihak yang melakukan

perjanjian dimana diperlukanya persetujuan para pihak untuk menentukan

perubahan atau pembatalan perjanjian, namun apabila terdapat alasan yang

khusus menurut Undang-Undang perjanjian tersebut dapat ditarik kembali atau

dibatalkan. (Weydekamp G, 2013)


5

Berdasarkan Pasal 1457 KUHPer perjanjian jual beli merupakan suatu

perjanjian timbal balik dimana pihak penjual berjanji untuk menyerahkan hak

milik atas suatu barang sedangkan pihak pembeli berjanji untuk membayar harga

atas perolehan hak milik tersebut. Sahnya suatu perjanjian dapat dilihat pada

syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPer adalah

kesepakatan para pihak, kecakapan, pokok persoalan tertentu dan sebab yang

tidak terlarang, akibat dari tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian adalah dapat

dibatalkan dikarenakan perjanjian tersebut tidak sah atau batal demi hukum.

(Yulia Dewita, 2011)

Dalam jual beli terdapat dua hal penting khususnya terkait jual beli tanah

dan bangunan yaitu mengenai objek dan subjek, dalam jual beli subjek yang

terkait adalah penjual dan pembeli, dapat di perhatikan apakah penjual berhak

menjual atau merupakan pemegang yang sah dari hak atas tanah dan bangunan

yang akan dijualnya, selain menjual apakah penjual berwenang menjual tanah

dan bangunan yang dijualnya dikarenakan dapat terjadi penjual berhak atas tanah

dan bangunan tersebut namun tidak berwenang dalam menjualnya, hal ini perlu

diperhatikan dikarenakan setelah dilaksanakan jual beli terhadap tanah dan

bangunan tersebut akan beralih menjadi hak dari pembeli, hal lain yang perlu

diperhatikan apakah pembeli dapat menjadi subjek atau pemegang dari hak atas

tanah dan bangunan yang dibeli, seperti yang diketahui bahwa dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1960 (selanjutnya disebut UUPA) mengatur mengenai

jenis-jenis hak atas tanah diantaranya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai. Yang menjadi permasalahan disini adalah apabila
6

terjadi pembatalan perjanjian jual beli secara sepihak yang sering terjadi

membawa kerugian bagi pelaku usaha maupun kepada konsumen pada saat

mengadakan jual beli tanah dan bangunan menggunakan harta bersama dalam

Perkawinan campuran khususnya terkait jual beli tanah dan bangunan dengan

status Hak milik dan Hak Guna Bangunan, di mana dalam Pasal 26 dan 36

UUPA melarang peralihan tanah dengan status Hak milik dan Hak Guna

Bangunan terhadap WNA, Melihat pada Pasal 47 ayat (1) “Sebagai Tanda bukti

Kepemilikan atas sarusun diatas tanah hak milik, hak guna bangunan, atau hak

pakai di atas tanah negara, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah

pengelolaan diterbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) sarusun”

Sering kali hal ini menyulitkan apabila konsumen yang merupakan

pasangan campuran telah melakukan kewajibannya dalam membayar namun

sebagai pelaku usaha tidak menyerahkan hak konsumen berupa penyerahan

benda yang telah diperjanjikan. Hal tersebut tentu membawa kerugian bagi pihak

konsumen, Berdasarkan pada Pasal 1457 KUHPer dimana adanya perjanjian

melahirkan suatu akibat hukum yaitu hak dan kewajiban yang mengikat para

pihak yang mengadakan perjanjian

Dalam perkara PUTUSAN NOMOR 53/PK/Pdt/2021 terjadi pembatalan

jual beli yang dilakukan sepihak oleh developer apartemen secara sepihak

dengan dalil bahwa konsumen telah menikah dengan seorang WNA yang mana

dalam hal berikut dalil dari pihak developer melihat pada Pasal 36 ayat UUPA

“yang dapat memiliki hak guna bangunan adalah: a.Warga negara Indonesia

b. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di


7

Indonesia” dan Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan “Harta benda yang

diperoleh selama Perkawinan menjadi harta bersama” bahwa dalam pernikahan

campuran diperlukannya perjanjian pra nikah yang dapat memisahkan harta dari

Perkawinan campuran, Dalam perkara ini IF selaku konsumen telah melakukan

upaya hukum sampai pada tingkat Peninjauan Kembali (News.detik.com). dalam

dalil pihak developer membatalkan perjanjian secara sepihak didasarkan

perjanjian tersebut melanggar ketentuan Perundang-Undangan Berdasarkan pada

kasus tersebut maka dalam penulisan ini akan membahas dan menganalisis kasus

ini dengan mengaitkan KUHPer, Undang-Undang Perkawinan dan UUPA

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, sehingga rumusan masalah

yang dapat dikemukakan adalah:

Apakah Dengan Tidak dilakukannya Perjanjian kawin dapat membatalkan

perjanjian jual beli oleh pasangan Perkawinan campur ?

1.3 Alasan Pemilihan Judul

Judul penelitian ini adalah “AKIBAT HUKUM PERKAWINAN

CAMPURAN TANPA PERJANJIAN KAWIN TERHADAP JUAL BELI

APARTEMEN DENGAN STATUS HAK GUNA BANGUNAN” alasan

pemilihan judul tersebut yaitu :

Berdasarkan KUH perdata, melihat pada Pasal 1338 KUH perdata suatu

perjanjian dapat dibatalkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak atau

berdasarkan pada Undang-Undang. Dimana perbuatan pembatalan jual beli

secara sepihak oleh pengembang apartemen sangat merugikan bagi pihak


8

konsumen, sehingga terkait dengan penelitian yang dibahas mengenai

perlindungan hukum terhadap konsumen yang melakukan Perkawinan campuran

dan tidak melakukan perjanjian pra nikah

1.4 Tujuan Penulisan

Terdapat 2 (dua) tujuan yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam

penulisan ini, yakni:

a. Tujuan Akademis, yaitu sebagai tugas akhir yang bertujuan agar

terpenuhinya salah satu syarat akademik dalam mendapatkan gelar Sarjana

Hukum (SH) pada Fakultas Hukum Universitas Surabaya.

b. Tujuan Praktis, yaitu untuk menganalisis apakah pihak Developer

apartemen dapat tidak melakukan prestasi dalam suatu perjanjian didasarkan

pada tidak adanya perjanjian pra nikah yang dilakukan oleh Perkawinan

campuran

1.5 Metode Penelitian

a. Tipe Penelitian

Tipe penelitian dalam penulisan skripsi ini yaitu dengan menggunakan

tipe penelitian yuridis normatif yakni penelitian dengan cara mendasarkan

pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bahan

bacaan lainnya yang berhubungan dengan isu hukum yang diteliti. Terkait

penelitian ini metode yuridis normatif berfokus untuk mengkaji hukum

positif dalam bentuk hukum tertulis yang berhubungan dengan Kitab

Undang – Undang hukum perdata yang selanjutnya disebut (KUHper), juga

sumber data lain yang diperoleh dari pustaka atau skripsi Pustaka / Library
9

Research, yang terdiri atas jurnal ilmiah, buku, media massa, laman internet,

beserta dengan sumber lain yang memiliki keterkaitan untuk menjawab

rumusan masalah.

b. Pendekatan Masalah

Terdapat 2 (dua) pendekatan yang digunakan dalam melakukan kajian

terhadap penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Statute Approach, Pendekatan Perundang-Undangan yakni pendekatan

untuk mencari, mengidentifikasi, menemukan, dan membahas peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian yang sedang

dikaji. Dimana dalam kasus ini ialah Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUH perdata), Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan yang selanjutnya disebut Undang-Undang

Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang

Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria yang selanjutnya disebut

UUPA

2. Conceptual Approach atau Pendekatan Konseptual, yakni pendekatan

yang berguna untuk mengidentifikasi pendapat para ahli hukum yang

dimulai dari doktrin, konsep yang berkembang dalam ilmu hukum

c. Bahan Hukum

Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang sifatnya mengikat,

maka dalam penulisan ini bahan hukum primer untuk memecahkan

permasalahan hukum yang sedang dikaji yaitu peraturan perundang-


10

undangan. Dalam hal ini digunakan ketentuan dari Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan yang selanjutnya disebut (UU Perkawinan) dan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok

Agraria yang selanjutnya disebut (UUPA)

d. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan hukum yang dibahas dalam penelitian ini terdiri dari bahan

hukum yang menggambarkan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder

diperoleh dengan cara mengumpulkan jurnal, media cetak, media elektronik,

media online, buku, jurnal hukum, pendapat ahli, dan bahan kepustakaan

lainnya yang mencakup subyek penelitian.

e. Langkah Penelitian

Proses penulisan hukum dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Pengumpulan bahan-bahan hukum, langkah pertama yang dilakukan

dalam menulis skripsi ini yaitu dengan menghimpun, mengumpulkan,

serta mendata seluruh bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun

bahan hukum sekunder yang berhubungan dengan isu hukum yang

sedang dikaji supaya dapat melakukan analisis hukum.

2. Analisis, untuk melakukan tahap analisis dilakukan dengan cara

menggunakan penalaran hukum yang sifatnya deduktif. Pertama adalah

dengan pengetahuan secara umum tentang hukum yang didapat dari


11

peraturan perundang-undangan, selanjutnya diterapkan pada isu hukum

yang dikaji beserta dengan literatur terkait. Sehingga menghasilkan solusi

atau jawaban atas masalah tertentu, yang selanjutnya dilanjutkan dengan

penafsiran secara sistematis, yakni penafsiran dengan mengidentifikasi

susunan Pasal yang berkaitan dengan Undang-Undang itu sendiri ataupun

dapat mengaitkan Pasal dari Undang-Undang lainnya.

1.6 Pertanggungjawaban Sistematika

Sistematika dalam skripsi ini dapat diuraikan secara rinci dalam setiap bab

dan sub bab untuk menguraikan terkait beberapa hal yang memiliki korelasi

antara jawaban rumusan masalah dengan analisa. Sistematika penulisan ini

diuraikan dalam 4 (empat) bab sebagai berikut:

Bab 1 – PENDAHULUAN, Dalam bab ini berisikan mengenai

pengantar umum dan gambaran secara keseluruhan dari isi skripsi yang ada.

Dimana bab ini didalamnya akan mengemukakan latar belakang masalah,

rumusan, alasan pemilihan judul, tujuan penelitian, metode penelitian, dan

pertanggung jawaban sistematika.

Bab 2 - TINJAUAN UMUM, Pada bab ini memuat tinjauan teoritis baik

dari segi hukum maupun teori yang digunakan sebagai dasar pembahasan

pada bab selanjutnya. Dalam bab ini memuat tinjauan umum yang berisikan

mengenai Perkawinan, Perkawinan campuran, Perjanjian dan Perjanjian pra

nikah.

Bab 3 – PEMBAHASAN, Dalam bab ini akan mengkaji isu hukum

terkait dan menganalisis Apakah pihak pengembang apartemen dapat tidak


12

melakukan prestasi penyerahan objek jual beli atas dasar tidak dilakukannya

perjanjian pra nikah oleh pasangan Perkawinan campuran dengan

mengaitkannya pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPer), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar

pokok Agraria, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan

Bab 4 – PENUTUP, Dalam bab ini terdapat kesimpulan, dimana kesimpulan ini

berisikan secara singkat mengenai seluruh uraian dan analisis hukum pada bab-

bab sebelumnya. Kemudian juga terdapat saran yang berisi mengenai sesuatu

yang diharapkan atau masukan oleh penulis setelah melakukan serangkaian

penelitian agar permasalahan tersebut tidak terulang kembali dan dapat menjadi

acua
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Sonny Dewi Judiasih. (2015). Harta Benda Perkawinan Kajian Terhadap

Kesetaraan Hak dan kedudukan Suami dan Istri atas Kepemilikan

Harta dalam Perkawinan. Bandung: PT Refika Aditama.

Martiman Prodjohamidjojo. (2002). Hukum Perkawinan Indonesia Jakarta:

PT.Abadi

Jamaluddin dan Amalia Nanda. (2016). Buku Ajar Hukum Perkawinan.

Sulawesi: Unimal Press.

Endang Sumiarni. (2005).Kedudukan Suami dan Istri dalam Hukum

Perkawinan. Yogyakarta: wonderful publishing company

Andy Hartanto. (2017). Hukum Harta Kekayaan Perkawinan. Surabaya:

Laksbang Pressindo

JURNAl

Evi Djuniarti. (2016). Hukum Harta Bersama Ditinjau dari Perspektif

Undang-Undang Perkawinan dan KUH Perdata. Jurnal Vol. 17

No.4

Gerry R. Weydekamp (2013) Pembatalan Perjanjian Sepihak Sebagai

Suatu Perbuatan Melawan Hukum. Jurnal Vol. 1 No 4

Marsidah. (2020). Perjanjian Perkawinan Antara Suami dan Istri

Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan, Jurnal Fakultas Hukum

Universitas Palembang
Ida Ayu Putu Kristanty Mahadewi, Dewa Nyoman Rai Asmara Putra.

(2020). Akibat Hukum Serta Penyelesaian Terhadap Harta

Berdasarkan Hukum Perkawinan). Jurnal Vol. 9 No.1

Yulia Dwitasari, Putu Tuni Cakabawa L. (2016). Akibat Hukum Terhadap

Para Pihak Dalam Perjanjian Apabila Terjadi Pembatalan

Perjanjian, Jurnal Universitas Udayana

Siti Mustaghfiroh, Nely Melinda. (2022). Pemanfaatan Harta Bersama

Dalam Perkawinan Perspektif Kompilasi Hukum Islam dan Hukum

Positif, Vol. 2 No. 1

Atika Sandra Dewi, Isdiana Syafitri. (2022). Analisis Perkawinan

Campuran dan Akibat Hukumnya, Jurnal Vol. 5 No 1

INTERNET

Wildan. (2023).Menang Pk Soal Konflik Apartemen, Ike farida Minta

status DPO Dicabut.

https://news.detik.com/berita/d-6523108/menang-pk-soal-konflik-

apartemen-ike-farida-minta-status-dpo-dicabut

Mei Amelia R. (2023). Penjelasan Versi Pengembang soal konflik Jual beli

Apartemen Ike Farida.

https://news.detik.com/berita/d-6558498/penjelasan-versi-

pengembang-soal-konflik-jual-beli-apartemen-ike-farida
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah

Susun

Anda mungkin juga menyukai