Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

HERNIA INGUINALIS LATERALIS

Disusun oleh :
dr. Harianti Ayu Wulandari

Pendamping:

dr. Ridho Kurnia Sudrajat

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PPSDM KESEHATAN
ANGKATAN III 2019-2020
LAPORAN KASUS

Hernia Inguinalis Lateralis

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Program Internsip Dokter Indonesia

Rumah Sakit Anna Medika Bekasi

Disusun oleh:

dr. Harianti Ayu Wulandari

telah diperiksa, disetuji dan disahkan oleh:

dr. Febian Aji Wicaksono , Sp. B

_________________________

Pembimbing internship :

dr. Ridho Kurnia Sudrajat

_________________________
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan
judul “Hernia Inguinalis Lateralis (HIL) ”.Laporan Kasus ini merupakan salah satu tugas
dalam Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI).

Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Ridho kurnia sudrajat selaku dokter pendamping yang telah
membantu dalam proses pembuatan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan laporan kasus ini banyak terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua
pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran. Aamiin.

Bekasi, November 2020

dr. Harianti Ayu Wulandari


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Kata “hernia” berasal dari kata Latin “rupture”. Kondisi ini terjadi ketika sebuah
organ yang normalnya berada dalam satu rongga tubuh menjorok melalui lapisan rongga itu
(Fitzgibbons & Forse, 2015).

Hernia inguinalis di definisikan sebagai penonjolan pada peritoneum karena sebab


kongenital atau didapat seperti defek otot perut dan dinding abdomen. Hernia inguinalis
lateral merupakan penonjolan yang keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis
internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk
kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis
eksternus. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. (R. Sjamsoehidajat and Wim de
Jong, 2010)

Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia
yang didapat atau aquisita. Hernia bawaan (congenital) timbulnya sejak bayi lahir atau pada
anak-anak. Hernia didapat (aquisita) timbul hernia setelah dewasa dan lanjut usia. Hal ini
disebabkan adanya tekanan intra abdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama.

Untuk menegakkan diagnosis pada umumnya, keluhan pada orang dewasa berupa
tonjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban
berat, dan menghilang waktu istirahat baring. Terdapat tiga teknik pemeriksaan sederhana
yaitu finger test, Ziemen test dan Tumb test. Terdapat pilihan pengobatan yakni pengobatan
konservatif dan pengobatan dengan tindakan operatif. Pengobatan konservatif terbatas pada
tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Pengobatan operatif merupakan satu-
satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operatif sudah ada begitu
diagnosa ditegakkan. Prinsip dasar operatif hernia adalah herniorafi, terdiri atas herniotomi
dan hernioplastik. Prognosis hernia inguinalis lateralis pada bayi dan anak sangat baik.
Insiden hernia yang residif bergantung pada usia pasien, letak hernia, teknik hernioplasti yang
dipilih dan cara melakukannya. (R. Sjamsoehidajat and Wim de Jong, 2010)
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
No. RM : 227XXX
Nama Lengkap : Tn. W
Alamat : Perumahan VGH 5 Blok I. 6 No. 9
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMA
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara auto anamnesis kepada pasien, di Ruang Mawar RS


Anna Medika. Tanggal 8 September 2020.

Keluhan Utama
Terdapat Benjolan di lipat paha sebelah kanan yang hilang timbul ± sejak 2 tahun yang lalu.

Keluhan Tambahan
Pasien mengatakan benjolan tersebut terasa keluar jika sedang melakukan aktivitas
yang berat. Saat pasien sedang berbaring terkadang benjolan menghilang. Benjolan terasa
nyeri kadang – kadang, terasa sangat nyeri jika pasien batuk.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RS Anna Medika pada tanggal 8 September 2020 diantar oleh
keluarga pasien, dengan keluhan terdapat benjolan di lipat paha kanan ± sejak 2 tahun yang
lalu. Sehari-hari pekerjaan Tn. W adalah pekerja karyawan swasta. Saat datang pasien
mengatakan tidak ada keluhan namun terdapat benjolan tersebut yang tidak kunjung hilang
selama 2 tahun belakangan ini. Saat awal timbul benjolan pasien tidak memperdulikannya, ia
pikir benjolannya akan hilang sendiri. Pasien memiliki riwayat kebiasaan angkat-angkat berat
di rumah seperti galon. Beberapa kali benjolan terasa nyeri terutama jika pasien batuk.
Keluhan mual muntah disangkal, demam, batuk, pilek, sesak, nyeri menelan,
gangguan penghidu saat ini tidak ada. Buang air besar cair disangkal oleh pasien, buang air
kecil dalam batas normal. Benjolan tidak kunjung menghilang sehingga pasien
memeriksakannya ke Poli Bedah RS Anna Medika.

Riwayat Penyakit Dulu


Pasien sebelumnya tidak pernah merasakan sakit seperti ini. Pasien tidak memiliki
riwayat darah tinggi, diabetes, sakit jantung, sakit paru, ataupun riwayat penyakit kronis
lainnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Di dalam keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi obat maupun makanan.

Pemeriksaan Fisik
Tanggal : 8 September 2020

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak Sakit Tekanan darah : 110/80 mmhg
Sedang Frekuensi nadi : 80 x / menit
Kesadaran : Compos Mentis Suhu : 36,7°C
GCS : E4 V5 M6 Frekuensi nafas : 20 x / menit

Pemeriksaan Sistem
Kepala
● Bentuk : Normocephali
● Rambut : Warna hitam, tumbuh merata, tidak mudah dicabut
● Mata : Mata cekung (-), anemis (-), ikterik (-)
● Telinga : Liang telinga lapang kanan dan kiri, Sekret (-/-), massa (-/-)
● Hidung : Cavum nasi lapang, Septum deviasi (-), konka eutrofi, Sekret (-/-)
Mulut : Trismus (-)
● Bibir : Sianosis (-), mukosa bibir kering (-)
● Gigi : Lengkap sesuai usia, gigi berlubang (-), karies (-)
● Lidah : Terletak di tengah, coated tongue (-), geographic tounge (-)
● Tonsil : T 1– T 1, hiperemis (-/-)
● Faring : Arcus faring simetris, Hiperemis (-)
Leher : Trakea di tengah
Thoraks
● Dinding thoraks : Normochest
● Paru
o Inspeksi : Pergerakan dinding thorax simetris kanan dan kiri, retraksi sela iga (-)
o Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri, tidak mengeras
o Perkusi : Sonor / Sonor
o Auskultasi : Bunyi Nafas Dasar Vesikuler, Ronki (-), Wheezing (-)
● Jantung
o Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicular sinistra
o Perkusi : sulit dilakukan pemeriksaan
o Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), ronki (-)

Abdomen
● Inspeksi : Perut tampak datar
● Auskultasi : Bising Usus (+), 3 kali/menit
● Perkusi : Timpani, nyeri ketuk (-)
● Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) hepatomegaly (-), turgor baik

Anus dan rektum : Tidak dilakukan

Genitalia : Tidak dilakukan

Anggota gerak
● Atas : Akral hangat, CRT < 2”, edema -
● Bawah : Akral dingin, CRT < 2”, edema –
Kulit : Turgor baik
KGB : Tidak teraba membesar

STATUS LOKALIS
Regio Inguinal Dekstra
Inspeksi :
Tampak benjolan di regio inguinal dextra
Diameter benjolan ±7 cm
Hiperemis (-)
Palpasi :
Nyeri tekan (+)
Konsistensi kenyal (+)
Permukaan licin
Imobile

Laboratorium

JENIS 08/09/2020 Satuan NILAI NORMAL


PEMERIKSAAN
Hematologi Rutin 1
Hemoglobin 15,00 g/dl 13,50-18,00
Leukosit 6.220 /ul 5.000-10.000
Hematokrit 44,4 % 39,0-55,0
Trombosit 313.000 /mm3 150.000-350.000
MCV 83,50 fl 73,00-101,00
MCH 28,10 Pg 23,00-31,00
MCHC 33,60 % 32,00-36,00
Hitung Jenis / Diff
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0 % 1-3
Batang 3 % 2-6
Segmen 53 % 50-70
Limfosit 38 % 20-40
Monosit 6 % 2-8
Hemostasis
Masa Perdarahan 2’ Menit 1-6
Masa Pembekuan 14’ Menit 5-15
Diabetes
Glukosa Sewaktu Strip 211,0 Mg/dl 80,0-180,0
Virologi
Rapid Covid IgG/IgM (-)/(-) - (-)/(-)
Hepatitis
HBsAg Strip Negatif - Negatif

Rontgen Thorax (8-9-2020)


Cor dan Pulmo dalam batas normal
Cor CTR < 50%, aorta baik
Bronkovesikuler paru kanan dan kiri normal
Hilus kanan dan kiri baik
Kedua sinus dan diagframa baik
Infiltrat (-)
Tulang dan jaringan lunak baik
Kesimpulan:
Tidak Tampak TB paru aktif ataupun pneumonia
Tidak tampak kardiomegali

Diagnosis Kerja
Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponibel

Diagnosis Banding
- Hernia Inguinalis Lateralis Irreponible
- Hernia femoralis
- Lipoma
Terapi
- Rawat inap
• IVFD : RL 20 TPM
• Rencana operasi Hernioraphy dengan Mesh
• Konsul Penyakit Dalam

Terapi konsul Penyakit Dalam


• Sansulin 15 Unit

Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam

Follow Up

Tanggal 8 September 2020


Tanggal
S 9 September
Pasien 2020terdapat benjolan dilipat paha kanan, tidak terasa nyeri,
mengatakan
benjolan menghilang jika pasien berbaring, benjolan ± berdiameter 7 cm
S Pasien mengatakan tidak ada keluhan namun takut karena ingin dioperasi,
mual -, muntah -, demam -
nyeri dibenjolan -, mual -, muntah -, demam –
GDS pasien hari ini jam 05.00 pagi 293 mg/dl
O KU : SS
KS : CM
O KU : SS
T : 110/80mmHg
KS
Tanggal 10: September
CM 2020
N : 80 x / menit
T : 120/80mmHg
S R : 20 xmengatakan
Pasien / menit nyeri post op, mual -, muntah -, demam -, semalam
N : 80 x o/ menit
S : 36,7sesak
sempat C namun pagi ini sudah berkurang sesaknya
R : 20 x / menit
GDS: 211 mg/dl
S : 36o C
O KU : SS
A Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible
A Hernia
KS : CM Inguinalis Lateralis Dextra Reponible
T : 130/90mmHg
P  IVFD RL 20 tpm
P N : 78 x / menit
IVFD RL 20 tpm
 Sansulin
R : 20 x / menit 15 unit
(dengan
Sansulin 15 unit
oksigen) R/ Operasi Hernioraphy
 R/ Operasi dengan mesh
Hernioraphy dengan mesh
S : 36 C Cek GDS ulang sebelum operasi
o

A Post op Hari ke 1 Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Reponible

P  O2 5 Lpm
 IVFD Kaen MG3 20 tpm
 Anbacim 2x1
 Ketorolac 2x1
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

 Anatomi Regio Inguinalis

Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis internus yang
merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis otot transversus
abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh annulus
inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis otot oblikus eksternus abdominis.
Atapnya ialah aponeurosis otot oblikus eksternus abdominis dan di dasarnya terdapat
ligamentum inguinale. Kanalis inguinalis berisi funikulus spermatikus pada laki-laki dan
ligamentum rotundum pada perempuan.

Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis karena keluar dari
rongga peritoneum melalui annulus ingunalis internus yang terletak lateral dari pembuluh
epigastrika inferior. Hernia kemudian masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup
panjang, menonjol keluar dari annulus inguinalis eksternus. (Sjamsuhidajat & Jong, 2010)

2.2 Definisi

Kata “hernia” berasal dari kata Latin “rupture”. Kondisi ini terjadi ketika sebuah
organ yang normalnya berada dalam satu rongga tubuh menjorok melalui lapisan rongga itu
(Fitzgibbons & Forse, 2015).

Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding
rongga bersangkutan.Terdapat 3 komponen yang selalu ada pada hernia, yaitu :
a. Kantong hernia (tidak semua hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional,
hernia adipose, hernia intertitialis)
b. Isi hernia (usus, omentum, organ intra maupun ekstraperitoneal)
c. Pintu atau leher hernia (cincin hernia, lokus minoris dindin abdomen)

Hernia inguinalis di definisikan sebagai penonjolan pada peritoneum karena sebab


kongenital atau didapat seperti defek otot perut dan dinding abdomen. (Sjamsuhidajat &
Jong, 2010)

Hernia inguinalis lateral merupakan penonjolan yang keluar dari rongga peritoneum
melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior,
kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar
dari anulus inguinalis eksternus. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.
(Sjamsuhidajat & Jong, 2010)

2.3 Epidemiologi

Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada laki-laki. Insidens hernia
inguinalis pada bayi dan anak antara 1 dan 2%. Kemungkinan terjadi hernia pada sisi kanan
60%, sisi kiri 20-25%, dan bilateral 15%. Anak yang pernah menjalani operasi hernia pada
waktu bayi, memiliki kemungkinan 16% mendapatkan hernia kontralateral pada usia dewasa.
Insidens hernia inguinalis pada orang dewasa kira-kira 2%. Kemungkinan kejadian hernia
bilateral dari insidens tersebut mendekati 10%. Insidens hernia meningkat dengan
bertambahnya umur, mungkin karena meningkatnya penyakit yang menyebabkan
peningkatan intra abdominal dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.
Insidensterjadinya hernia delapan kali lebihtinggi pada pasien dengan riwayat keluarga
pernah mengalami hernia (Berger, 2016; Sjamsuhidajat & Jong, 2010).
Resiko berkembangnya groin herniatelah diperkirakan sebesar 27% pada pria dan 3%
pada wanita. Frekuensi koreksi pembedahan bervariasi antar negara dan berkisar dari 10 per
10.000 penduduk di Inggris hingga 28 per 100.000 di Amerika Serikat (Fitzgibbons & Forse,
2015; Stephenson, 2018).

Hernia inguinalis sangat umum terjadi di seluruh dunia. Di Ghana, hampir 11% pria
memiliki hernia inguinalis yang terdeteksi atau ditemukan adanya bekas luka di inguinal yang
menunjukkan perbaikan sebelumnya. Hernia inguinal yang besar dan lama umum terjadi di
negara-negara di mana akses operasi perbaikan hernia sangat terbatas karena kurangnya
pengetahuan pasien, kepercayaan pada sistem kesehatan atau dana untuk membayar
perawatan. Ini banyak terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC) seperti
di Afrika sub-Sahara. Di Ghana, perkiraan tingkat perbaikan adalah 30 per 100.000 penduduk
per tahun. Tingkat perbaikan yang jauh lebih tinggi dilaporkan di Eropa dan Amerika Utara
(Yeboah, 2018).

2.4 Faktor risiko

Faktor yang berhubungan dengan perkembangan hernia inguinalis meliputi merokok,


batuk dalam jangka waktu lama, dan mengejan saat buang air kecil atau buang air besar.
Selain itu, pasien yang mengalami penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), mengalami
gangguan kolagen, dan berat badan juga merupakan faktor resiko yang berhubungan dengan
terjadinya hernia (Berger, 2016; Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena
usia. Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik, seperti batuk kronik, hipertrofi
prostat, konstipasim dana sites, sering disertai hernia inguinalis (Hewitt, 2017; Sjamsuhidajat
& Jong, 2010)

2.5 Patofisiologi

Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari
rongga peritoneum melalun anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh
epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan, jika cukup
panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut,
tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada di
dalam m.kremaster, terletak anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain dalam tali
sperma (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus
turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis
berjalan lebih vertical. Sebaliknya, bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis
berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya
usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut dapat menyebabkan
masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.

Isi di dalam kantung hernia dan di luar rongga perut dapat menyebabkan reduksi dan
kontraksi ruangan intraabdominal seiring waktu. Sehingga dapat terjadi reduksi isi kantong
hernia secara mendadak dan dipaksakan ke dalam rongga intra abdominal yang berkontraksi.
Gangguan fisiologis yang terkait termasuk penurunan aliran balik vena, curah jantung dan
tekanan darah sistemik. Laju pernapasan dan tekanan udara rata-rata keduanya meningkat,
tetapi volume tidal paru berkurang. Jika kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi
perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, jika terjadi hubungan dengan rongga
perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa menyebabkan
konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala ileus yaitu perut kembung, muntah
dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih berat dan kontinu, daerah benjolan
menjadi merah. (Sjamsuhidajat & Jong, 2010; Yeboah, 2018)

Gambar 1. Perbedaan Hernia Inguinoscrotal dan Hernia Inguinal

2.6 Klasifikasi
Groinhernia memiliki tiga komponen: leher atau “the neck” yang merupakan
pembukaan di dinding perut, kantung “the sac” yaitu jaringan atau organ apapun yang
menonjol melalui leher ke dalam kantung hernia. Dinding perut di daerah inguinal terdiri dari
peritoneum, fascia transversalis, otot oblik internal dan eksternal dan struktur aponeurotik,
jaringan subkutan, dan kulit. Kegagalan fascia transversalis mencegah isi intraabdominal
menonjol melalui daerah anatomi yang dikenal sebagai myopectinealorificiumatau Fruchaud
adalah denominator dalam perkembangan semua jenis hernia inguinal.

Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia yang
didapat atau aquisita :

1. Hernia bawaan (congenital)


Timbulnya sejak bayi lahir atau pada anak-anak, umumnya didapatkan pada hernia
inguinalis lateralis yang disebabkan karena tidak menutupnya prosesus vaginalis
setelah proses penurunan testis ke skrotum baik sebagian atau seluruhnya.
2. Hernia didapat (aquisita)
Timbul hernia setelah dewasa dan lanjut usia. Hal ini disebabkan adanya tekanan intra
abdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama, misalnya pada batuk kronis,
gangguan proses kencing (BPH), konstipasi kronis, asites, dan sebagainya. Insiden ini
semakin meningkat dengan bertambahnya usia karena otot-otot dinding perut yang
sudah lemah, manifestasi klinis umunya adalah hernia inguinalis medialis.

Hernia inguinal dapat diklasifikasikan menjadi langsung (direk/medialis) atau tidak


langsung (indirek/lateralis). Kedua hernia tersebut menonjol di atas ligamentum inguinal.
Hernia langsung adalah medial ke pembuluh epigastrika inferior, sedangkan hernia tidak
langsung ke lateral. Hernia femoralis menonjol di bawah ligamentum inguinalis dan ke
medial menuju pembuluh darah femoralis (Fitzgibbons & Forse, 2015).
Gambar 2. Tipe Hernia dan Anatomi Hernia dari Perspektif Anterior (Fitzgibbons &
Forse, 2015)

Pada hernia inguinalis lateralis, ujung kantong hernia mungkin terletak di dalam
kanalis inguinalis di antara lapisan otot. Hernia yang sebagian dinding kantongnya terbentuk
dari organ isi hernia, misalnya sekum, kolon sigmoid, atau kandung kemih, disebut hernia
geser (sliding hernia). Hernia geser dapat terjadi karena isi kantong berasal dari organ yang
letaknya retroperitoneal. Alat bersangkutan tidak masuk ke kantong hernia, melainkan
bergeser turun di retroperitoneal (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Gambar 3. Hernia Geser Skrotalis


A. Hernia biasa dengan isi di dalam kantong hernia
B. Hernia geser. Kantong hernia kosong (Sjamsuhidajat & Jong, 2010)

Menurut sifatnya, hernia dapat disebut hernia reponible bila isi hernia dapat keluar
masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong
masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat
direposisi kembali ke dalam rongga perut disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan
oleh perlekatan isi kantongpada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta.
Tidak ada keluhan nyeri atau tanda sumbatan usus.

Hernia disebut inkarserata atau strangulata bila isinya terjepit oleh cincin hernia
sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke rongga perut. Akibatnya,
terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis hernia inkarserata lebih
dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan
vaskularisasi disebut hernia strangulata. Pada keadaan sebenarnya gangguan vaskularisasi
telah terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari
bendungan sampai nekrosis. Nama yang lazim dipakai ialah hernia strangulata walaupun
tidak ada gejala dan tanda strangulasi. Bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus,
hernianya disebut hernia Richter (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Gambar 4. Hernia Usus


Kulit dan jaringan subkutan (1), lapisan otot dana tau apneurosis (2), peritoneum
parietale dan jaringan peritoneal (3), kantong hernia dengan usus (4)
A. Hernia reponibel tanpa inkarserasi dan strangulasi
B. Hernia reponibel atau hernia akreta karena perlekatan. Tidak ada gejala atau
gangguan pasase isi usus
C. Hernia inkarserata dengan ileus obstruksi usus
D. Hernia strangulata, kecuali ileus obstruksi terdapat nekrosis sampai gangrene
karena peradaran darah terganggu(Sjamsuhidajat & Jong, 2010)

Gambar 5. Hernia Richter


A. Hernia Richter tanpa ileus obstruksi
B. Hernia Richter dengan ileus obstruksi

2.7 Manifestasi Klinis

Tabel 1. Gambaran Klinis Hernia

Sumber : (Sjamsuhidajat & Jong, 2010)


Tabel 2. Perbandingan gejala dan tanda hernia inkarserata dengan obstruksi usus
dan hernia strangulata yang menyebabkan nekrosis atau gangrene
Sumber : (Sjamsuhidajat & Jong, 2010)

2.8 Diagnosis

Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia.Pada hernia
reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul sewaktu
berdiri, batuk, bersin, atau mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang
dijumpai, jika ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilikal berupa nyeri
visceral karena regangan pada mesentrium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia.

Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi saat
pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis yang muncul sebagai penonjolan di
regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah.

Hernia disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral pembuluh epigastrika
inferior, dan disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu annulus dan
kanalis inguinalis, berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga
hesselbach dan disebut sebagai hernia direk. Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak
tonjolan berbentuk lonjong, sedangkan hernia medialis berbentuk tonjolan bulat.

Pada umumnya, keluhan pada orang dewasa berupa tonjolan di lipat paha yang timbul
pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat, dan menghilang waktu istirahat
baring. Pada inspeksi, diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum, atau
labia dalam posisi berdiri dan berbaring.Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga
benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat.Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan
hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat di
reposisi.Setelah benjolan tereposisi dengan jari telunjuk, cincin hernia, berupa annulus
inguinalis yang melebar, kadang dapat diraba. (Sjamsuhidajat & Jong, 2010)

Terdapat tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test dan Tumb test.
Cara pemeriksaannya sebagai berikut :

Pemeriksaan Finger Test :


 Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.
 Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal.
 Penderita disuruh batuk:
  Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
  Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis.

Gambar 6. Finger Test (http://www.sportshernia.com)

Pemeriksaan Ziemen Test :


 Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh penderita).
 Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.
 Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada :
  jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.
  jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis.
  jari ke 4 : Hernia Femoralis.
Gambar 7. Ziement Test(http://image.slidesharecdn.com)

Pemeriksaan Thumb Test :


 Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan
 Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.
 Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

2.8 Tatalaksana

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian


penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki gejala dan meingkatkan kualitas hidup
secara umum, dan untuk mencegah terjadinya inkarserata. Pembedahan dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan hernia inguinalis simptomatis, bahkan jika
pasien berusia lanjut. Pada pasien dengan hernia asimtomatik yang ukuran hernia
menetap, bahaya terjadinya inkarserata masih sering digunakan sebagai alasan untuk
dilakukan operasi (Berger, 2016; Sjamsuhidajat & Jong, 2010).
Tabel 3. Pilihan terapi untuk hernia inguinal primer
Sumber : (Berger, 2016)
Tabel 4. Pilihan terapi untuk hernia inguinal rekuren

Sumber : (Berger, 2016)


Gambar 8. Diagram Tatalaksana Hernia Inguinal pada Pasien Dewasa Pria
(Simons, et al., 2009)

1. Reposisi
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulata, kecuali pada
pasien anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi
hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kea rah cincin
hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada
anak-anak inkarserasi lebih sering terjadi pada umur di bawah dua tahun.
Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia
jarang terjadi dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin
hernia yang lebih elastis pada anak-anak. Reposisi dilakukan dengan menidurkan
anak dengan pemberian sedative dan kompres es di atas hernia. Bila usaha
reposisi ini berhasil, anak dipersiapkan operasi pada hari berikutnya, jika reposisi
hernia tidak berhasil dalam waktu enam jam harus dilakukan operasi
segera(Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Gambar 9. Hernia Inkarserata. Sedatif parenteral (1), sikap Trendelenburg


(2), cairan parenteral (3), kantong es di lipat paha pada hernia (4)
(Sjamsuhidajat & Jong, 2010)
2. Bantalan Penyangga
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup.
Sebaiknya cara ini tidak dianjurkan karena menimbulkan komplikasi, antara lain
merusak kulit dan tonus otot dinding perut di daerah yang tertekan sedangkan
strangulasi tetap mengancam. Pada anak-anak cara ini dapat menimbulkan atrofi
testis karena tekanan pada tali sperma yang mengandung pembuluh darah testis
(Sjamsuhidajat & Jong, 2010).
3. Operasi
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis
yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Usia lanjut
tidak merupakan kotraindikasi operasi elektif (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).
a. Asesmen Preoperasi
1) Merokok harus berhenti setidaknya selama 4-8 minggu
2) Batuk harus diobati hingga tidak ada dahak
3) Ekskoriasi kulit skrotum harus diobati
4) Kateterisasi kandung kemih mencegah ekskoriasi lebih lanjutkulit
skrotum
5) Kondisi medis, seperti tekanan darah tinggidan diabetes, harus
dikontrol
6) USG testis dapat mendeteksi atrofi testis
7) Enema barium lebih aman daripada kolonoskopi untuk
menghindari perforasi
8) Sistogram retrograde untuk menguraikan kandung kemih yang
mungkin ada di kantung hernia
9) CT scan massa hernia
10) Dokter bedah harus memberi tahu pasien bahwa ia mungkin akan
kehilangan testis dan setengah dari skrotum(Yeboah, 2018).
b. Persiapan Preoperasi
Hernia inguinal-skrotum masif dapat berisi sebagian besar usus besar
di kantung hernia yang mungkin memerlukan reseksi untuk mengurangi
volume. Sebagai bagian dari persiapan pra operasi, diharapkan ahli bedah
mempersiapkan dilakukannya pembersihan usus besar untuk kemungkinan
dilakukan reseksi dan anastomosis.
Pembedahan darurat untuk hernia inguinal-skrotum strangulata besar
membutuhkan penggantian cairan yang hilang dan koreksi kekurangan
elektrolit. Urin output setidaknya 1mL per kilogram berat badan dalam
satu jam dapat mencegah terjadinya cedera ginjal akut. Dianjurkan untuk
menggunakan antibiotik sebelum operasi pada kasus-kasus
darurat(Yeboah, 2018).
c. Posisi Pasien dan Pengaturan Ruang Operasi
Sudah cukup untuk menggunakan posisi supine standar dengan
anestesi umum dan intubasi endotrakeal. Posisi ini memastikan eksposur
yang memadai dari dinding perut anterior.
Oksigen yang dialirkan lebih disukai daripada penggunaan silinder. Di
mana tidak ada oksigen pipa, silinder digunakan dengan tindakan
pencegahan biasa. Pengaturan harus mencakup mesin penyedot, monitor
dan oximeters pulse yang berfungsi dan telah diuji sebelum digunakan.
Lampu ruang operasi bagian atas harus berfungsi, terang dan bergerak
untuk memastikan pencahayaan yang tepat dari bidang operasi. Dokter
bedah dapat mempertimbangkan untuk memindahkan pasien jika ruang
operasi tidak memiliki peralatan dasar ini(Yeboah, 2018).
d. Prosedur Operasi
Prinsip dasar operasi hernia terdiri atas herniotomi dan hernioplastik.
Pada herniotomy dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka da nisi hernia dibebaskan kalua ada perlekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu di
potong.
Pada herniopastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Hernioplastik lebih penting dalam mencegah terjadinya residif
dibandingkan dengan herniotomy. Dikenal berbagai metode hernioplastik,
seperti memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus,
menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan
m.transversus internus abdominis dan m.oblikus internus abdominis yang
dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale Poupart
menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia transversa, m.transversus
abdominis, m.oblikus internus abdominis ke ligamentum Cooper pada
metode Mc Vay.
Metode Bassini merupakan Teknik herniorofi yang pertama
dipublikasikan pada tahun 1887. Setelah diseksi kanalis inguinalis.
Dilakukan rekonstruksi dasar lipat paha dengan cara menaproksimasi m.
oblikus internus, m.transversus abdominis, dan fasia transversalis dengan
traktus iliopubik dan ligamentum inguinale. Teknik dapat diterapkan pada
hernia direk maupun indirek.
Kelemahan Teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik
herniotomy Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan dari otot-otot
yang dijahit. Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun delapan puluhan
dipopulerkan pendekatan operasi bebas regangan. Pada teknik ini
digunakan prostesis mesh untuk memperkuat fasia transversals yang
membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa menjahitkan otot-otot ke
inguinal.
Tidak ada satupun teknik yang dapat menjamin bahwa tidak akan
terjadi residif. Pada hernia inguinalis lateralis penyebab residif yang paling
sering ialah penutupan anulus inguinalis internus yang tidak memadai, di
antaranya karena diseksi kantong yang kurang sempurna, adanya lipoma
preperitoneal, atau kantung hernia tidak ditemukan. Yang penting
diperhatikan adalah mencegah terjadinya tegangan pada jahitan dan
kerusakan pada jaringan. Umumnya dibutuhkan plastic dengan bahan
prostesis mesh misalnya (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Gambar 10. Herniotomi dan Hernioplastik


A. Hernia inguinalis indirek. Kanalis inguinalis dibuka. Kantong
hernia di dalam tali sperma: tali sperma (1), hernia (2), fasia
transversa (3), m.oblikus internus (4), fasia m.oblikus eksternus (5)
B. Kantong hernia dilepaskan dari dalam tali sperma: 1-5 sama
dengan A, anulus internus (6)
C. Herniotomi telah dikerjakan; defek di fasia transversa ditutup
dengan jahitan: tali sperma (1), anulus internus (2), jahitan di
defek fasia transversa (3), ligamentum inguinale (4)
D. Hernioplastik. Tepi kaudal m.transversus abdominis dan
m.oblikus abdominis internus dijahit pada ligamentum inguinale
(Bassini): 1 dan 2 sama dengan C
E. Akhirnya aponeurosis m.oblikus abdominis eksternus ditutup dan
kemudian kulit dijahit: jahitan di aponeurosis m.oblikus
abdominis eksternus (1), tali sperma (2), anulus inguinalis
eksternus baru (3), jaringan subkutis (4) (Sjamsuhidajat & Jong,
2010)

Gambar 11. Langkah-langkah Herniotomi pada hernia inguinalis

Ket: A,B: Insisi hernia dapat berupa transverse atau oblik. C: Buka aponeurosis m. Obliquus
abdominis externus. D: Identifikasi funikulus spermatikus. E,F: Identifikasi dan bebaskan
kantong hernia. G,H: Ligasi kantong hernia
Terdapat beberapa metode hernioplasti pada tatalaksana hernia inguinalis, yaitu:
 Pure Tissue Repair Metode Bassini
Tindakan herniorafi pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah Italia bernama
Eduardo Bassini pada tahun 1884. Prinsip hernioplasti yang dilakukan Bassini adalah
penjahitan conjoint tendon dengan ligamentum inguinalis. Kemudian metode Bassini tersebut
dikembangkan dengan berbagai variasinya. Shouldice pada tahun 1953 memperkenalkan
multilayered repair dan metode ini dianggap sebagai operasi pure tissue repair yang paling
sukses dengan angka rekurensi <1%.

Gambar 12. Bassini hernioplasti

Tindakan pure tissue repair pada metode Bassini menghasilkan ketegangan jaringan
sehingga cenderung terjadi kegagalan. Hal ini disebabkan karena terjadinya nekrosis iskemik
pada jaringan yang tegang, sehingga untuk mengatasi masalah ini para ahli bedah mencari
hernioplasti yang tidak tegang. Hernioplasti berupa anyaman (darn) yang menghubungkan
conjoint tendon dengan ligamentum inguinalis pertama kali diperkenalkan oleh McArthur
pada tahun 1901.
Gambar 13. Multilayered Repair Metode Shouldice

- Shouldice Repair
Teknik ini dipopulerkan di Kanada, merupakan modifikasi dari Bassini repair. Pada tenik
ini jahitan yang digunakan adalah running sutures/countinues. Jahitan pertama dimulai dari
tuberculum pubicum kemudian ke lateral untuk aproksimasi otot obliqus internus, otot
tranversus abdominis dan fascia tranversalis (bassini triple layers) dengan ligamentum
inguinal. Jahitan diteruskan hingga ke arah ring interna. Jahitan yang sama kemudian
dilanjutkan dengan berbalik arah, dari ring interna ke tuberculum pubicum. Jahitan kedua
dilakukan aproksimasi antara otot obliqus internus dengan ligamentum inguinal dimulai dari
tuberculum pubicum. Karena jahitan aproksimasi pada teknik ini yang berlapis, kejadian
rekurensi dari teknik ini jarang dilaporkan.

 Herniorafi Tension-Free dengan Nylon Darn Repair


Moloney memperkenalkan teknik nylon darn modern pertama kali pada tahun 1948.
Moloney mengubah jahitan tipe Bassini dengan menggunakan benang monofilament nilon
kontinyu untuk membawa conjoint tendon pada ligamentum inguinalis, tetapi tanpa usaha
untuk mendekatkan dua struktur ini secara paksa jika jahitan terlalu tegang. Jahitan ini
kemudian diikuti oleh jahitan kontinyu kedua yang berjalan dari tuberkulum pubikum antara
jaringan yang cukup kuat pada sarung rectus dan bagian tendon otot obliquus internus diatas
ke ligamentum inguinalis dibawah dan berakhir di balik cincin internus. Angka kesembuhan
nylon darn repair dilaporkan sebesar 0,8%, ekuivalen dengan penggunaan mesh.
Gambar 14. Langkah-langkah metode darn repair

Ket: A: Jahitan pertama dibuat dengan arah mendatar, kontinyu dari ligamentum inguinalis
ke conjoint tendon. B: Jahitan kedua, sama dengan jahitan pertama tetapi dengan arah oblik
ke medial. C: Jahitan ketiga, sama dengan jahitan kedua tetapi dengan arah berlawanan. D:
Hasil akhir darn repair.
 Herniorafi Tension-Free dengan Pemasangan Mesh
Funikulus spermatikus dipisahkan dari dinding posterior kanalis inguinalis dan
kantong hernia telah diikat serta dipotong, kemudian lembaran polypropylene mesh dengan
ukuran lebih-kurang 8x6 cm dipasang dan dipaskan pada daerah yang terbuka. Mesh dijahit
dengan benang polypropylene monofilamen 3.0 secara kontinyu. Sepanjang tepi medial dan
inferior mesh dijahitkan pada ligamentum inguinalis. Tepi superior dijahitkan ke conjoint
tendon. Bagian lateral mesh dibelah menjadi dua bagian sehingga mengelilingi funikulus
spermatikus pada cincin internus, dan kedua bagian mesh yang terbelah tadi disilangkan dan
difiksasi ke ligamentum inguinalis dengan jahitan. Kemudian dilakukan penjahitan
aponeurosis obliquus eksternus kembali.
Gambar 15. Langkah-langkah herniorafi metode Lichstenstein

Ket: A: Lapangan operasi setelah dilakukan herniotomi. B: Jahitkan tepi bawah mesh pada
ligamentum inguinalis. C: Jahitkan tepi atas mesh pada conjoint tendon (aponneurosis m.
obliquus internus) dan tepi lateral mesh dibelah untuk tempat lewatnya funikulus
spermatikus. D: Tepi lateral mesh disilangkan mengelilingi funikulus spermatikus dan
dijahitkan pada ligamentum inguinalis.

Prostetik sintetik untuk perbaikan hernia adalah Marlex, Prolene, Surgipro, Mersilene,
dan Gore-Tex. Marlex dan Prolene terdiri dari serat monofilamen yang dirajut dari
polipropilen dan mirip satu sama lainnya. Keduanya berpori-pori dan agak kaku,
mengandung memori plastic, dan melengkung bila dibengkokkan dalam dua arah pada saat
yang sama. Prostesis surgipro terdiri dari rajutan anyaman benang polipropilen. Mersilenen
adalah prosthesis rajutan terbuka yang terdiri dari anyaman serat polyester Dacron. Berpori-
pori dan lebih lemas, mempunyai tekstur berbutirbutir untuk mencegah penggelinciran, dan
hanya mempunyai kecenderungan minimal untuk melengkung jika dibengkokkan ke dua arah
sekaligus.
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Penegakan diagnosis Hernia Inguinalis Lateralis dilakukan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan, pasien
mengatakan terdapat benjolan di lipat paha kanan ± sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan
tersebut tidak kunjung hilang selama 2 tahun belakangan ini. Saat awal timbul benjolan
pasien tidak memperdulikannya, ia pikir benjolannya akan hilang sendiri. Pasien memiliki
riwayat angkat-angkat berat di rumah seperti galon. Beberapa kali benjolan terasa nyeri
terutama jika pasien batuk.

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami hal serupa. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan adanya benjolan ± berdiameter 7 cm yang timbul jika pasien berdiri dan
menghilang ketika pasien berbaring. Pasien diminta untuk berbaring kemudian diminta untuk
batuk lalu ketika tangan pemeriksa memegang daerah lipat paha kanan teraba di jari ke 2
yang menandakan itu adalah hernia inguinalis lateralis.

Pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan operatif sebab jika dengan terapi
konservatif hanya sebatas meroposisi hernia saja. Karena direncanakan untuk tindakan
operatif maka pasien diminta untuk pemeriksaan penunjang darah lengkap dan rontgen thorax
untuk persiapan tindakan operatif. Dari hasil pemeriksaan darah pasien ada peningkatan gula
darah sewaktu pasien, sedangkan hasil permeriksaan darah lainnya dalam batas normal serta
rontgen thorax pasien dalam batas normal. Penatalaksanaan pasien ini diberikan cairan
Ringer Lactat untuk persiapan tindakan operatif serta diberikan terapi sansulin 15 Unit untuk
menurunkan gula darah sewaktu pasien sebelum tindakan operatif.

Tindakan operatif yang direncanakan adalah Hernioraphy dengan menggunakan


mesh. Digunakannya mesh untuk memperkuat fasia transversals yang membentuk dasar
kanalis inguinalis tanpa menjahitkan otot-otot ke inguinal.
DAFTAR PUSTAKA

Berger, D. 2016. Evidence-Based Hernia Treatment in Adults. Deutsches Ärzteblatt


International, Volume 113, pp. 150-8.

Fitzgibbons, R. J. & Forse, R. A. 2015. Groin Hernias in Adults. The New England Journal
of Medicine, 372(8), pp. 756-63.

Hewitt, D. B. 2017. Groin Hernia. The Journal of American Medical Association, 317(24), p.
2560.

R. Sjamsoehidajat and Wim de Jong, Buku ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta, 2010,
Hal 619-629

Simons, M. P. et al. 2009. European Hernia Society guidelines on the treatment of inguinal
hernia in adult patients. Springer, Volume 13, pp. 343-403.

Stephenson, B. M. 2018. Epidemiology and Etiology of Primary Groin Hernias. In: . K. A.


LeBlanc, A. Kingsnorth & D. L. Sanders, eds. Management of Abdominal Hernias.
Switzerland: Springer International Publishing AG part of Springer Nature, pp. 59-77.

Yeboah, M. O. 2018. Massive Inguino-scrotal Hernia. In: Management of Abdominal Hernias. Ghana:
Springer International Publishing AG, part of Springer Nature, pp. 287-290.

Anda mungkin juga menyukai