Anda di halaman 1dari 15

Sistem Pemilikan Tanah dan

Masyarakat Desa di Jawa Pada Abad


ke- XIX
Andrean Prada Kusuma – 11190920000006
Alfina Damayanti – 11190920000008
Nadindra Suci Nurmelati – 11190920000067
Syahrani – 11190920000089
Angel Corlena – 11190920000107
Nurul Syifa - 11190920000108
MASALAH YANG DIKEMUKAKAN
Dalam banyak studi mengenai kebijaksanaan pertanahan di dalam bangsa Asia terkandung
pengakuan umum bahwa pertanian penuh berisi masalah tentang pemilikan tanah, khususnya
dalam hubungan antara pemilik dan penggarap.
Seperti di Indonesia tercatat beberapa masalah dengan ciri-ciri yang berbeda, misalnya
• perubahan dalam penguasaan tanah dan struktur social pedesaan
• Peningkatan produksi dan perbaikan distribusi tata niaga
• Sistem kredit
Dari sekian banyak persoalan, yang paling menarik perhatian dan yang mendapat upaya paling
besar dari pemerintah adalah meningkatkan produksi padi dan bahan pangan lainnya.

Metodologi yang digunakan dipandang dari segi sosio ekonomi pedesaan? Bagi hubungan
antara tuan tanah penggarap demikian itu yang dicirikan menurut bentuknya, diperlukan
penerapan kebijaksanaan yang berbeda.

Bentuk masalah penguasaan tanah ini kompleks dan khas, karena hubungan antarkelas yang
meluas akibat meresapnya ekonomi komersial, tidak dengan sendirinya menyingkirkan
hubungan social komunal yang bersifat tradisional, tetapi justru telah menyatu dengan
hubungan-hubungan tersebut.
GARIS BESAR SURVEI HAK-HAK ATAS TANAH DAN EINDRESUMÉ

Pemerintahan colonial Belanda di Jawa awal abad XIX


1. Mengakui sebagai hak-milik-mutlak (eigendom)
menerapkan Sistem yang dinamakan “system tanam
orang Indonesia atas tanah-tanah yang
paksa, system penyerahan paksa atau system
ditempatinya sehingga memungkinkan penjualan
kuota tetap”. dicirikan
dan penyewaan tanah
• sikap yang mencoba menghindari masuknya
2. Menetapkan bahwa semua tanah yang tidak dapat
perusahaan swasta
dibuktikan bahwa hak atas tanah itu merupakan
• hubungan kontrak yang khas
hak milik mutlak (eigendom, property), adalah tanah
• mempertahankan struktur social pribumi
negara, dan memberi kesempatan bagi
• modal komersial yang bersifat monopoli dan erat
perusahaan swasta untuk memperolehnya dalam
hubungannya dengan pemerintah (belanda).
bentuk sewa jangka panjang yang murah disebut
“erfpacht”
Pertengahan abad ke XIX kapitalisme Belanda telah
mencapai dimana industrialisasi menguntungkan. Ini
Bila tuntutan ini disetujui maka kemungkinan
menjadi dorongan (kaum liberal) untuk mengganti
perlawanan kaum konservatif semakin gigih. Karena
system tanam paksa menjadi “kolonisasi” Jawa oleh
hak bangsa atas tanah didasarkan oleh persyaratan
pengusaha perkebunan swasta.
pribumi, komunal dan adat. Maka dil.akukan penelitian
Hal itu mendapat penolakan dari kaum konservatif
guna mengakhiri pertentangan
dan Kaum liberal menuntut diambilnya tindakan
mengenai kebijakan tanah di Jawa.
26 macam masalah pokok penelitian yang dirumuskan Dalam Dekrit
No. 34.
• (pokok 1).
"Hak-hak apakah yang dianggap penduduk pribumi
berlaku atas beberapa kategori tanah berikut ini? Apakah • (pokok 5)
digunakan secara pribadi atau komunal? Apakah "Hak-hak apakah yang diterapkan oleh beberapa
merupakan hak milik, hak menguasai (bezit) atau hak kategori orang-orang di bawah ini dalam menguasai
pakai?" tanah?“
a. tanah pertanian a. Penguasa pribumi
b. kolam ikan b. Pamong desa!
c. pekarangan c. Anggota-anggota masyarakat
d. tambak (ladang) garam d. Alim ulama
e. hutan nipah
• (pokok 10)
• (pokok 2) "Apa yang menyebabkan hak-hak tersebut tidak berlaku
“Di manakah hak-hak tersebut bersumber?" lagi?“
"Hak apakah menurut pandangan rakyat yang dianggap
• (pokok 3). berlaku untuk menggunakan tanah bebas/liar?“
“Jaminan-jaminan apakah yang dimiliki penduduk pribumi
untuk mempertahankan hak-hak tersebut?“ • (pokok 11)
"Berapakah luas tanah liar yang dianggap sebagai hak
• (pokok 4). pakai di bawah wewenang desa?“
"Apa yang menyebabkan hak-hak tersebut tidak berlaku
lagi?“
26 macam masalah pokok penelitian yang dirumuskan Dalam Dekrit
No. 34.

• (pokok 12) • (pokok 18)


"Apakah rakyat menghendaki pemilikan tanah pertanian "Apakah ada kemungkinan untuk
secara komunal di samping adanya pemilikan perorangan?” memindahtangankan dengan mudah milik-
mutlak pribadi kepada kepala/penguasa
• (pokok 13). pribumi, bangsa asing keturunan Timur atau
"Jikalau jaminan keamanan umum dan ketenteraman sosial Eropa ?“
yang lebih besar harus dikaitkan pada pemeliharaan milik
komunal, dimanakah pemilikan perorangan harus • (pokok 19)
ditempatkan?“ "Apakah yang perlu dilakukan untuk mencegah
pemindahtanganan yang semudah itu?"
• (pokok 16)
"Andaikata terdapat pemilikan perorangan, dengan cara • (pokok 25)
bagaimanakah pemerintah dapat melindunginya?“ "Konsep-konsep apakah yang dimiliki penduduk
pribumi Tanah di bawah pengawasan langsung
• (pokok 17). pemerintah kolonial di sehubungan dengan
"Apakah akan sukar untuk memindahkan hak milik atau hak pemilikan pekarangan?"
pakai perorangan menjadi hak-milik-mutlak dalam waktu
singkat atau lama?“
• Obyek survei
Tanah dibawah pengawasan langsung pemerintah kolonial di semua karesidenan di Jawa dan Madura, kecuali Jakarta, Kedu dan DIY
dan Surakarta (tanah partikelir) . Minimal dua desa di setiap karesidenan untuk disurvei.
• Jumlah desa yang disurvei : 808 buah.
• Staf survei terdiri dari 3 residen dan 31 kontrolir
• Dengan kuisioner Recueil van Vraagpunten berisi 370 pertanyaan.
• Survei dimulai tahun 1868-1869
• Undang UU diumumkan pada tahun 1870. Baru pada 1872 semua jilid dapat diselesaikan.
• proses pemeriksaan dan pengeditan jilid-jilid.
• Eindresumé jilid-1 diterbitkan pada tahun 1876. Dua jilid berikutnya diterbitkan tahun 1880 dan 1896.

penyelesaian Eindresumé terlambat jalan baru bagi politik kolonial telah tersusun dengan baik untuk menghapuskan sistem tanam
paksa dan memperkenalkan perkebunan swasta
Jilid I. Pujian dapat diberikan kepada keseluruhan
Eindresumé yang telah mengklasifikasikan
bermacam-macam hak atas berbagai kategori tanah
Eindresumé dengan disertai contoh-contoh yang sesuai.
diuraikan
secara Jilid II menggambarkan tiap karesidenan.
singkat: Jilid III pelengkap dan menguraikan bermacam-
macam aspek kehidupan desa yang tidak langsung
berhubungan dengan sistem pertanahan tetapi
diperlukan untuk memahaminya dari perspektif
yang luas (khususnya dalam hubungannya dengan
organisasi pemerintah kolonial), atau masalah-
masalah khusus yang tidak dapat digolongkan
dalam kedua jilid terdahulu.
Bentuk-Bentuk Pemilikan Tanah Pertanian
keresidenan Jumlah desa Desa tanpa sawah Desa tanpa tegalan
Penyebaran Tanah
disurvei
Pertanian Banten 56 1 4
1. SAWAH Karawang 10 1
Kabupaten-
Milik Perorangan Turun-temurun (erfelijk
kabupaten 105 1 15
individueel bezit) Priangan 53 15
cirebon
Menurut Eindresumé milik perorangan turun- Tegal 32 1 18
temurun adalah : Banymas 40 8
• bentuk penguasaan tanah di mana seseorang Pekalongan 26 1 13
menduduki sebidang tanah secara kekal Bagelen 50 3 5
• dapat menyerahkannya kepada ahli warisnya Semarang
Jepara
50
34
2 25
22
melalui pemindahtanganan hak penguasaan
Rembang 54 2 17
sebelum dia meninggal atau saat meninggal Madiun 63 2 38
(bij versterf op hunne erfgenamen laten Kediri 59 22
overgaan) Surabaya 56 9 33
• yang paling khas, dapat mengatur (beschikken) Pasuruan 44 3 17
secara bebas dengan misalnya menjual, Probolinggo 26 3 6
menyewakan atau menggadaikan. Besuki 36 4 5
Banyuwangi 6
madura 8 1
jumlah 808 33 264
Distribusi tanah bengkok (sawah)
Milik Komunal (gemeen bezit)
• seseorang atau keluarga memanfaatkan keresidanan
Banten 56
1
12
2 3 4
tanah tertentu yang merupakan bagian dari Karawang 10
tanah komunal desa Kabupaten priangan 105 6
• orang tersebut tidak diberi hak untuk cirebon 53 49 49 28
menjualnya atau memindahtangankan Tegal 32 27 26
tanah tersebut Banyumas 40 26 24 11
• pemanfaatannya digilir secara berkala. Pekalongan 26 21 21 21
Bagelen 50 38 37 17
Tanah Bengkok untuk Pamong Desa Semarang 50 42 42 15
jepara 34 30 29 12
(ambtsvelden)
• Sawah-sawah yang diperuntukkan bagi Rembang
Madiun
54
63
50
54
45
54
5
29
pejabat untuk dimanfaatkan secara pribadi Kediri 59 56 56 34
(Eindresume memandang hak pejabat atas Surabaya 56 43 39 10
sawah-sawah ini sebagai hak jabatan) Pasuruan 44 40 38 1
• dibagi dalam dua golongan yaitu bagi para Probolinggo 26 14 9 5
penguasa pribumi misalnya bupati dan Besuki 36 9 9
wedana yang sertempat tinggal di kota-kota, Banyuwangi 6 2 2
madura 8 4 4
dan para lurah atau pejabat desa di desa-
total 808 523 469 221
desa.
(1) Jumlah desa yang disurvei
(2) Jumlah desa yang mempunyai tanah jabatan kepala desa dan pejanbat desa
(3) Jumlah desa dalam (2) dengan sawah berbentuk “milik komunal”
(4) Jumlah desa dalam (2) dengan sawah khusus disisihkan untuk kepala desa
Keresidenan 1 2 3 4 5 6
2. TANAH KERING Banten 56 52 52 3
Karawang 10 10 7 3
Seperti telah dinyatakan arti tanah Kab priangan 105 90 90
kering/tegalan sebagai tanah pertanian pada cirebon 53 38 33 27 1
umumnya adalah bersifat sekunder bila
dibandingkan dengan sawah. Tanah-tanah ini Tegal 32 14 3 11
terletak dalam wilayah tempat hanya sedikit Banyumas 40 32 2 25 8 3
Pekalongan 26 13 2 10 7 5
sawah yang dimiliki secara komunal, Bagelen 50 45 8 15 31 11
dibanding dengan tempat lain di Jawa Semarang 50 25 18 9 2
jepara 34 12 2 10 2 1
Rembang 54 37 34 5 2
Pemindahtanganan tanah dan hubungan Madiun 63 25 9 17 1
sewa- menyewa/penyakapan Kediri 59 37 21 2 13 7
Surabaya 556 23 16 12 5
• Pemindahtanganan tanah hanya dapat Pasuruan 44 27 22 9 4
Probolinggo 26 20 19 2 1
dipertimbangkan bagi tanah pertanian “ Milik Besuki 36 31 25 6
perorangan turun – temurun”. Banyuwangi 6 6 6
• Di desa – desa yang memperkenankan terjadinya madura 8 7 7
pembelian dan penjualan sawah dari orang – total 808 544 384 109 116 42
orang luar pada umumnya dilarang sesuai dengan
(1) Jumlah desa yang disurvei
peraturan desa. (2) Jumlah desa yang mempunyai tanah kering (kecuali kebun kopi dan kelapa
• Di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, walaupun (3) Jumlah desa yang mempunyai tanah kering bersifat “milik perorangan turun
diperkenankan penjualan ke orang – orang daerah temurun)
lain, namun dengan syarat bahwa pembeli harus (4) Jumlah desa yang mempunyai tanah kering yang bersifat “milik perorangan
pindah ke desa atau melaksanakan layanan wajib sementara”
(5) Jumlah desa yang mempunyai tanah kering dan dimiliki secara komunal
kerja yang telah ditentukan. (6) Jumlah desa tempat tanah kering “milik perorangan” dan “milik komunal” terdap
bersama
Penyakapan ( Tenancy Relation )

1 2
Bentuk hubungan dimana sewa Sebagian tertentu dari hasil
dibayar dalam jumlah tetap (fixed), panen dibayarkan
dalam bentuk uang atau barang sebagai sewa, dalam
(gabah). bentuk bagi hasil.
Istilah “sekap-menyekap” dengan jumlah imbalan yang tetap (pasti)

keresidenan istilah
Banten Nglanjak,nglanjakake
Kab priangan Nglanja(k), sewa
Tegal Nyewakake, nyadol, nyadol mentah
Banyumas Nglanjak
jepara

Istilah bagi hasil

Istilah bagi hasilperbandingan hasil panen istilah


yang menjadi bagian penyakap
1/2 Memaro, nengahkan
1/3 Mertelu
1/4 Merapat
1/5 Maralima (morolimo)
Cara memperoleh sebagian tenaga kerja dari desa untuk memelihara tanah Bangkok dilaksanakan dalam 2 bentuk
• Menyewakan tanah itu kepada para petani melalui hubungan pribadi
• Mendapatkan tenaga kerja dari masyarakat desa sebagai kewajiban komunal, baik dengan upah maupun tidak, cara kedua
inin mempunyai bentuk – bentuk tambahan

semua pengolahan
semua pengolahan dilakukan oleh
dilakukan masyarakat masyarakat desa
desa tanpa dibayar dengan dibayar

A B

C D E

layanan kerja sumbangan wajib kerja sumbangan wajib kerja


dikerahkan dikerahkan terutama dilaksanakan pada
bilamana pekerjaan untuk tugas – tugas sebagian tanah
terlambat khusus saja, bengkok saja, dan
dilaksanakan sebagainya.
Bentuk – bentuk Pemilikan Pekarangan
Sebagian besar pekarangan adalah milik perorangan turun – temurun. Tetapi “milik perorangan turun-temurun”,
btidak dapat diharapkan bebas sama peraturan-peraturan komunal. pekarangan yang telah ditinggalkan oleh
pemiliknya dipercayakan sepenuhnya kepada kepala desa, dan diberikan kepada orang-orang yang baru kawin,
kepada penduduk yang tidak mempunyai pekarangan atau kepada pendatang baru.

Bentuk-bentuk Penggunaan Padang Sifat-sifat Dasar Masyarakat Desa


Penggembalaan dan Tanah Liar
ciri-ciri dasar masyarakat desa dilihat dari segi teori sejarah
Pertama, tanah sehabis panen ekonomi komparatif. Suatu cara untuk memahami masyarakat
diperuntukkan sebagai padang sebagai suatu satuan sejarah ekonomi ialah mempelajarinya
dari ruang lingkup apa yang disebut "teori masyarakat",
penggembalaan. Pemilik atau penggarap
Kyodotai no kiso riron (Teori dasar tentang masyarakat) untuk
tanah secara teori dapat menolak orang selanjutnya disingkat Teori.
lain menggembalakan ternaknya di Dalam Teori Dasar, dibedakan tiga bentuk masyarakat
tanahnya itu. Tapi secara kenyataan pertanian:
tanah tersebut merupakan padang • bentuk Asia
pengembalaan umum. • bentuk klasik-antic
• bentuk Jerman.
Tiga bentuk dasar masyarakat
kriteria Bentuk Asia Bentuk klasik-antik Bentuk jerman

Gemeinschaft Dasar “suku” (tribe) atau sub- “kota” (city) (“masyarakat “kampung” (village)
bagiannya prajurit”) (kelompok pemilik tanah
yang bertetangga)

Hausgemeinschaft Keluarga besar patriarkal Keluarga kecil patrialkal Keluargakecil patriarkal


keluarga (dengan otoritas kuat di (dengan otoritas yang
tangan kepala keluarga) melemah di tangan
keluarga)

Prinsip “persamaan” Substantif (distribusi substantif formal


berdasar kemampuan
dan kebutuhan)

Kelaziman pemilikan Heredium (bidang tanah fundus (bidang tanah Hufe (bidang tanah untuk
tanah pribadi untuk perumahan dan untuk perumahan, kebun perumahan, kebun, dan
kebun) dan sebagian tanah milik bidang kecil tanah
umum dan diduduki pertanian serta bagian
melalui hak senioritas) dari milik desa)
Thanks!!

Anda mungkin juga menyukai