Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN

“PERMASALAHAN DALAM BUDIDAYA SAPI POTONG DAN


KEBIJAKAN PEMERINTAH”

DISUSUN OLEH:

ANNISA ANGGRAINI 12080125907

MELANI PUSPA NINGRUM 12080123258

MOHAMAD SUHUD 12080113256

RAFIQI HIDAYAT 12080110875

SYAIFUL AZHAR 11980112708

SOFIA HASANAH SARAGIH 12080124198

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT serta Shalawat salam semoga


senantiasa terlimpahkan atas Nabi besar Muhammad SAW, para sahabat dan
keluarganya serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Al-hamdulillah, akhirnya apa yang telah direncanakan untuk


menyelesaikan makalah ini bisa terlaksana. Makalah ini disusun dalam rangka
pemenuhan tugas akademik mata kuliah “Perencanaan Pembangunan
Peternakan”.

Saya mengucapkan terimakasih kepada bapak dan ibu dosen yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini.

Tak ada gading yang tak retak, penyusun memohon maaf yang sebesar-
besarnya bila di dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekeliruan
dan kekhilafan. Kebenaran dan kesempurnaan hanyalah milik Allah semata.
Semoga Allah mengampuni dosa kita semua. Amiiin…

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER.........................................................................1

KATA PENGATAR...........................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................3

BAB I PENDAHLUAN

A. LATAR BELAKANG..................................................................4
B. RUMUS MASALAH...................................................................5
C. TUJUAN MASALAH..................................................................5

BAB II TINJUAN PUSTAKA...........................................................6

BAB III PERMASALAHAN, ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN


DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI RIAU

A. PERMASALAHAN DALAM BUDIDAYA SAPI POTONG DI


PROVINSI RIAU........................................................................17
B. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SAPI POTONG.................18

BAB IV PEMBAHASAN

A. TELAAHAN VISI DAN MISI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN


PETERNAKAN PROVINSI RIAU............................................19
B. CAPAIAN KINERJA PELAYANAN DINAS PETERNAKAN DAN
KESEHATAN HEWAN PROVINSI RIAU...............................20
C. PROGRAM – PROGRAM RENCANA KERJA TAHUNAN DINAS
PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI RIAU
.....................................................................................................22

BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN.............................................................................25
B. SARAN.........................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................26

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR
BELAKANG

Pembangunan peternakan diarahkan untuk meningkatkan mutu hasil


produksi, meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja
meningkatkan gizi masyarakat serta memberikan kesempatan berusaha bagi
masyarakat pedesaan. Dalam rangka memenuhi gizi masyarakat yang
bersumber dari protein hewani, maka prioritas kebijakan pembangunan
peternakan diarahkan kepada komoditas usaha peternakan yang memiliki
keunggulan berdaya saing dipasar global.

Menurut data dari Direktorat Jenderal Peternakan (2013) bahwa jumlah


ternak sapi secara nasional adalah 14.824.000 ekor pada tahun 2011 dan
15.981.000 ekor pada tahun 2012. Jumlah tersebut meningkat menjadi
16.607.000 ekor pada tahun 2013. Adapun jumlah ternak sapi di kecamatan
Salo Kabupaten Kampar pada tahun 2011 adalah 164.707 ekor sedangkan
pada tahun 2012 berjumlah 189.060 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Riau,
2013). Beberapa faktor yang menyebabkan lambannya peningkatan populasi
sapi potong di Indonesia adalah tidak dapat mengimbangi permintaan
kebutuhan daging secara nasional, rentannya terhadap serangan penyakit serta
kelemahan pada system pengembalaan peternakan (Mayulu et. al., 2010).
Secara umum, pemeliharaan ternak di Indonesia lebih bersifat sambilan, selain
itu ketersediaan pakan juga tergantung pada musim sehingga sangat fluktuatif
(Chaniago et., al., 1993).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha ternak


potong,adalah penentuan bibit ternak potong yang baik, penyediaan dan
pemberian pakan hijauan yang baik, pembuatan kandang yang memenuhi
persyaratan kesehatan, pemeliharaan yang baik, sistem perkawinan yang baik
dan pengawasan terhadap penyakit ternak (Direktorat Jenderal Peternakan,
1985).

B. MASALAH
1. Bagaimana Budidaya Sapi Potong Di Provinsi Riau
2. Apa Kebijakan Pemerintah Tentang Budidaya Sapi Potong Di
Provinsi Riau
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui Keadaan Budidaya Sapi Potong Di Provinsi
Riau
2. Untuk Mengetahui Kebijakan Pemerintah Tentang Budidaya Sapi
Potong Di Provinsi Riau
4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi potong mempunyai peran yang sangat besar dalam penyediaan daging. Hal
ini seiring dengan semakin meningkatnya jumlah permintaan atau kebutuhan
masyarakat terhadap konsumsi protein hewani yang bersumber dari daging. Oleh
karena itu ternak sapi potong perlu dikembangbiakan untuk dapat menghasilkan
daging sapi yang berkualitas. Namun demikian, pengetahuan dan keterampilan
peternak masih perlu ditingkatkan. Untuk itulah diperlukan upaya pembentukan
SDM (Sumber Daya Manusia) yang baik melalui pola pikir sehingga dapat
mengembangkan usaha ternak tersebut.

Salah satu upaya pemerintah terhadap masyarakat dalam memenuhi kebutuhan


protein hewani yaitu dengan adanya kebijakan pemerintah untuk mengembangkan
usaha ternak sapi potong melalui bantuan sosial. Hal ini perlu dukungan dari
masyarakat agar persepsi terhadap bantuan sosial ternak sapi potong itu baik.

Persepsi peternak merupakan cara pandang atau tanggapan seseorang terhadap


bantuan sosial ternak sapi yang di berikan oleh pemerintah, bagaimana peternak
dapat memahami dan mengerti tentang program bantuan sosial ternak sapi yang di
berikan oleh pemerintah yang sudah di terimanya. Biasanya dalam proses ini
peternak di pengaruhi oleh pengalaman dan cara berternak yang sebelumnya.

Kemampuan peternak dalam beternak yang baik sangat dibutuhakan untuk


keberhasilan dalam pengembangan usaha ternak, maka perlu adanya pelatihan dan
arahan dari pihak pemerintah pemberi bantuan sosial. Di harapkan persepsi
terhadap peternak yang mendapat bantuan sosial ternak sapi dari pemerintah itu
baik. Karena semakin baik peternak dalam mempersepsikan suatu usaha
peternakan maka akan lebih baik pula tata cara beternak sehingga dapat
meningkatkan jumlah populasi ternak yang di berikan oleh pemerintah.

Program-program pemerintah telah banyak berkembang di masyarakat, oleh


karena itu agar dapat mencapai sasarannya maka kontrol dan pengelolaan perlu
dilakukan dengan baik. Evaluasi secara reguler seperti apakah program-program
dapat menghasilkan peningkatan produksi, pendapatan peternak dan menyerap
tenaga kerja sangat penting dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian
tujuan, karena sering kali program seperti ini mengalami kegagalan dalam
pencapaian tujuan.

Salah satu ukuran bahwa suatu program atau proyek dapat memenuhi sasaran
pemberdayaan apabila memenuhi persyaratan layak secara teknis dan finansial
bagi peternak, artinya secara teknis dapat dilaksanakan dan secara finansial
menguntungkan bagi peternak.

5
BAB III

A. PERMASALAHAN DALAM BUDIDAYA SAPI POTONG DI


PROVINSI RIAU

Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan nasional dan


daerah. Sektor peternakan memegang peran yang strategis dalam perekonomian
yang digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui penyediaan
pangan,penyediaan bahan baku industri, pakan, bio-energi, penyerapan tenaga
kerja, pencapaian PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), sumber devisa
negara, sumber pendapatan bagi sebagian besar mayarakat di perdesaan, dan
pelestarian lingkungan. Peran ini akan bertambah di masa yang akan datang
dengan berkembangnya teknologi dan berkurangnya sumberdaya tak terbarukan,
terutama dalam hal penyediaan pangan dan sumber energi alternatif.

Sub sektor peternakan di Provinsi Riau masih belum mampu menopang


semua peran tersebut secara maksimal. Pendapatan peternak sebagai pelaku
terdepan masih sangat rendah karena sebagian besar usaha mereka berskala kecil,
keterbatasan modal, teknologi yang digunakan sederhana, dan akses pembiayaan.
Akibatnya produktivitas masih realtif rendah, kualitas komoditas belum mampu
bersaing, dan harga pokok produksi masih tinggi. Situasi yang demikian akan
menyulitkan mereka untuk bersaing dengan komoditas yang dihasilkan dari luar
Provinsi Riau. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, pembangunan peternakan
masih tetap penting untuk dilanjutkan secara berkesinambungan dalam rangka
pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

Selama periode 2014-2018, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan


Provinsi Riau telah mengupayakan secara optimal pelaksanaan tugas dan
fungsinya. Namun demikian, upaya tersebut masih menyisakan persoalan yang
belum sepenuhnya sesuai dengan harapan, antara lain belum sepenuhnya selaras
antara rencana pembangunan dengan pelaksanaannya baik pusat maupun daerah.
Potensi permasalahan pembangunan daerah pada umumnya timbul dari kekuatan
yang belum didayagunakan secara optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang
yang tidak dimanfaatkan, dan ancaman yang tidak diantisipasi. Masalah-masalah

6
tersebut mempengaruhi hasil yang dicapai dalam pelaksanaan pembangunan
peternakan di Provinsi Riau

3.1.1 Aspek teknis


A. Lambannya produksi dan produktivitas ternak
Perkembangan produktivitas beberapa komoditas peternakan
selama 5 (lima) Tahun terakhir sangat lamban. Komoditas perternakan
dimana pelaku pemeliharaan ternak (produsen) sebagian besar didominasi
oleh peternak kecil dengan keterampilan beternak yang masih rendah
(penguasaan teknologi dan informasi peternakan yang kurang). Sistem
pemeliharaan didominasi oleh ekstensif maupun semi intensif danhanya
sebagian kecil yang intensif, menyebabkan produktivitas tidak optimal.

Salah satu faktor yang dapat meningkatkan produksi dan


produktivitas adalah masalah kesehatan hewan dan pengendalian
penyakit ternak. Oleh karena itu, status dan kondisi kesehatan hewan
harusnya dapat dikendalikan untuk menghasilkan produk asal hewan
yang hygienis dan memenuhi kaidah aman, sehat, utuh dan halal
(ASUH).

B. Kondisi sarana dan prasana yang belum memadai


Lahan sebagai basis ekologi pendukung pakan belum dapat
dimanfaatkan seluruhnya secara optimal. Padang penggembalaan belum
dimanfaatkan secara optimal. Dalam pelayanan, kondisi geografis Provinsi
Riau yang luas sehingga menyebabkan kurang optimalnya daya jangkau
pelayanan peternakan. Penanganan keberhasilan kesehatan hewan dan
kesehatan masyarakat veteriner melalui peran Poskeswan belum berjalan
optimal karena keterbatasan sarana dan prasarana yang tersedia. Pada
tahun 2017 di Provinsi Riau terdapat 68 Poskeswan. Jumlah tenaga Medis
sebanyak 74 orang dan Paramedik 60 orang. Dari 68 bangunan Poskeswan

tersebut terdata bahwa 54 bangunan Poskeswan dalam kondisi


baik, sedangkan 8 bangunan dalam keadaan rusak, dan 6 unit Poskeswan
masih belum ada bangunannya. Dari jumlah tenaga medis yang ada

7
sebagian besar (hampir 67%) masih berstatus tenaga harian lepas dari
Pusat maupun dari Kabupaten/Kota.

C. Penerapan teknologi rendah


Penguasaan teknologi di bidang peternakan masih rendah, baik
teknologibudidaya, pakan ternak dan penerapan Kawin Suntik (Inseminasi
Buatan-IB),teknologi pengelolaan pakan ternak, teknologi Sistem
Informasi Kesehatan Hewan Nasional (SIKHNAS), teknologi
pendeteksian dan pengamatan penyakit secara dini, teknologi
pengujian/identifikasi melalui laboratorium veteriner juga masih rendah.

D. Industri hilir peternakan serta pemasaran nya masih terbatas


Kondisi Industri hilir peternakan masih sangat terbatas, padahal
nilai tambah pada produk olahan ini sangatlah besar, industri hilir
peternakan baru berkembang pada skala kecil di tingkat rumah tangga.
Untuk itu, perlu dukungan dari kegiatan budidaya peternakan dan
kesehatan ternak (sektor hulu). Pemeliharaan ternak di Provinsi Riau yang
sebagian besar hanya sebagai usaha sambilan dan dipelihara secara non
intensif/semi intensif sehingga tidak memberikan pendapatan yang

8
optimal. Disamping itu terbatasnya perencanaan pemasaran hasil secara
periodik, menyebabkan peran hasil penjualan ternak dalam ekonomi
keluarga masih bersifat mengatasi kebutuhan mendesak. Hal lainnya
adalah belum terintegrasinya usaha peternakan dari hulu sampai hilir
sehingga mengakibatkan kurang efisiennya mata rantai tataniaga
peternakan. Fasilitas transportasi yang kurang memadai menyebabkan
penyusutan bobot badan dan kecelakaan/kematian ternak selama dalam
proses pengangkutan.

E. Pencegahan Penyakit Hewan Menular Strategis, Zoonosis dan


Eksotik (PHMSZE) belum optimal
Upaya menekan penyakit ternak di Provinsi Riau, sampai saat ini
masi merupakan persoalan yang masih dihadapi oleh Dinas Peternakan
dan Kesehatan Pemerintah Provinsi Riau. Upaya pencegahan dengan
vaksinasi, pemberantasan (eliminasi), pengawasan lalu lintas, sosialisasi
dan koordinasi dilakukan untuk menekan penyebaran penyakit terrnak,
namun kasus penyakit ternak masih saja terjadi, tercatat dari Tahun 2004 –
2018 ditemukan 15 jenis penyakit ternak yang strategis dan non strategis
ditemukan di Provinsi Riau, diantaranya :

A. Strategis

1. Rabies 2. Avian Influenza (AI) 3. Jembrana 4. Helminthiasis

5. Classical Swine Fever (Hog cholera)

6. Septicaemia Epizooticae (SE) 7. Parasit darah

B. Non Strategis

1. Coccidiosis 2. Bovine Viral Diarhea (BVD) 3. Fasioliosis

4. Scabies 5. Pink eye 6. Orf 7. Pullorum

Dari penyakit tersebut diatas terdapat penyakit yang bersifat


zoonosis dan penyakit yang tergolong dalam foodborne disease. Penyakit
zoonosis yang ada di Provinsi Riau yaitu : Rabies, AI, Helminthiasis,

9
Scabies, Pink Eye, Orf dan Pullorum. Adapun penyakit yang tergolong
foodborne disease adalah Fasciolosis, Helminthiasis dan Pullorum.

F. Pemanfaatan sumber daya pengembangan (lahan sebagai basis


penyedia pakan dan budidaya) belum optimal.
Data sementara Tahun 2017 jumlah sapi dan kerbau di Provinsi
Riau yang diperoleh berdasarkan rumah tangga peternakan sebanyak
286.592 ekor. Jika dilihat dari potensi lahan usaha peternakan di Provinsi
Riau sebanyak 1.112.159 ekor, menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan
sebagai penyedia pakan budidaya belum optimal. Peluang pemanfaatan
pengembangan sapi dan kerbau masih cukup tinggi sebesar sebesar 75,5%
% atau 839.335 ekor.

3.1.2 Aspek sosial masyarakat


1. Akses peternak terhadap permodalan masih terbatas
Modal adalah unsur utama dalam pengembangan komoditas
pangan dan peternakan. Sampai saat ini peternak masih kesulitan untuk
akses terhadap permodalan ini, meskipun pemerintah sudah banyak
mengeluarkan skim kredit untuk bidang peternakan. Kesulitan ini
disamping disebabkan terbatasnya informasi, Rencana Strategis Dinas
Peternakan dan III- 8 Kesehatan Hewan Provinsi Riau kemampuan
manajerial dan pengetahuan peternak, juga karena keengganan peternak
berurusan dengan pihak perbankan serta banyaknya persyaratan yang
harus dipenuhi dimana mereka tidak mampu memenuhinya. Belum
optimalnya fungsi kelembagaan, rendahnya dukungan institusi lain yang
terkait dalam mendukung pembangunan peternakan dan kesehatan hewan.
Kelompok tani yang tercatat cukup banyak, namun belum berperan nyata
sebagai lembaga kerjasama dalam bidang produksi/ budidaya, pengolahan
maupun pemasaran hasil ternak.

2. Budidaya atau kebiasaan masyarakat


Teknologi budidaya sebenarnya sudah berkembang pesat, namun
penerapan ditingkat masyarakat/peternak belum sebagaimana yang
diharapkan. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhinya adalah

10
budaya atau kebiasaan masyarakat. Adanya kebiasaan melepaskan ternak
(budidaya tradisional) juga menyebabkan rendahnya produktivitas ternak
daerah tersebut. Di sub sektor peternakan terdapat permasalahan sebagai
berikut :

1. Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang pola pangan melalui


3B (Bergizi, Beragam, Berimbang) dan ASUH (Aman, Sehat, Utuh
dan Halal).
2. Motivasi dan keterampilan penduduk asli masih lemah sehingga
pengembangan usaha peternakan baru terlaksana pada wilayah-
wilayah penduduk pendatang (transmigran/urban). Hal ini akan
menjadi kendala dalam upaya pemberdayaan masyarakat lokal melalui
usaha peternakan.
3. Kualitas manajemen Peternak yang rendah.

3.1.3 Aspek sumber daya manusia


A. Kapasitas dan profesionalisme SDM aparatur belum memadai
Aparatur Negara merupakan unsur utama sumberdaya manusia
yang mempunyai peranan yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Untuk dapat membentuk
sosok aparatur pemerintah yang baik, dalam rangka untuk meningkatkan
kinerja pegawai, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat).

Sampai saat ini patut diakui bahwa SDM aparatur dituntut


memiliki kapasitas yang memadai dan bahkan dituntut bekerja
professional sesuai dengan perkembangan zaman yang serba maju dengan
penuh dengan penerapan teknologi dalam pelaksanaan tugas pelayanan
terhadap masyarakat. Sementara kondisi yang ada, adalah bahwa
kemampuan dan cara kerja aparatur belum sebagaimana yang diharapkan,
baik dari sisi ilmu teknis maupun dari sisi penguasaan teknologi yang
semakin berkembang.

11
B. Kapasitas SDM peternakan masih rendah
Peternak merupakan SDM penting dalam pembangunan
peternakan, sehingga dengan demikian kemampuan SDM peternak akan
sangat mempengaruhi keberhasilan atau capaian hasil pembangunan.
Peternak tanaman pangan dan peternakan secara umum didominasi oleh
kaum tua dan dari kaum ibu-ibu, juga dengan pendidikan formal yang
sangat rendah, hal ini membuat sulitnya dalam transformasi teknologi.
Masih rendahnya SDM peternakan ± 80% yang berusaha tani tamat SD ke
bawah.

3.2 Permasalahan Budidaya Sapi Potong Dan Kebijakan Pemerintah


Industri peternakan sapi di Indonesia masih terbilang belum pesat, padahal
permintaan terhadap sapi domestik sangat besar. Konsumsi daging serta susu sapi
selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Peran komoditas ternak sapi potong terhadap pemerataan pendapatan dan


potensi pasar cukup signifikan. Bila dilihat dari kebutuahn daging sapi dan kerbau
di masyarakat masih terkendali. Penentuan komoditas sapi potong sebagai
prioritas
unggulan, dapat meningkatkan pada kontribusi PDB, dan sekaligus sebagai
komoditas terhadap PDB peternak. Dari segi harga daging sapi dan kerbu paling
tinggi dibandingkkan dengan daging lannya. Kebijakan Pemerintah untuk
mengembangkan sapi potong di peternak, tujuannya agar dapat memenuhi
kebutuhan pangan asal daging dan meningkatkan pendapatan peternak. Disamping
itu pula meningkatnya populasi sapi potong, dan sekaligus dapat meningkatkan
pendapatan peternak. Melalui dukungan dan kebijakan Pemerintah, diharapkan
dapat tercapai peningkatan populasi dan nilai ekonomi peternak

Pemerintah telah berupaya membuat kebijakan untuk meningkatkan


pembiayaan di subsektor peternakan khususnya ternak sapi potong dalam rangka
memenuhi kebutuhan konsumsi pangan asal hewani bagi peternak sebanyak
4.204.213 ton (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2018).
Murfiani (2017) menyatakan bahwa Pemerintah berupaya untuk melakukan

12
percepatan peningkatan populasi sapi potong melaluiimplementasi Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak Ruminansia
Besar ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.

Pengembangan usaha ternak sapi potong perlu dilakukan dengan baik


melalui beberapa pendekatan, diantaranya pada usaha yang berkelanjutan, dan
didukung dengan industri pakan yang mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan
lokal spesifik lokasi. Keberhasilan usaha pengembangan ternak sapi potong
ditentukan oleh dukungan kebijakan Pemerintah yang strategis. Harmini et al.,
(2011) menyatakan bahwa, untuk kelancaran usaha sapi potong dapat dilakukan
melalui dukungan budidaya, kebijakan pasar input, dengan melibatkan
Pemerintah, swasta, dan masyarakat peternak. Hal ini dapat disebabkan oleh
berbagai kelemahan dalam sistem pengembangan peternakan. Oleh karena itu,
perlu diupayakan model pengembangan dan kelembagaan berbasis masyarakat
dan secara ekonomi menguntungkan. Implikasi kebijakan dari gagasan ini adalah
perlu dibuat peta jalan pembangunan peternakan nasional dan diuraikan secara
rinci di setiap wilayah pengembangan ternak (Mayulu et al. 2010) dan (Rusdiana
et al. 2014).

Kebijakan Pemerintah untuk pengembangan ternak sapi potong ditempuh


melalui dua jalur, yakni revitalisasi pengembangan di dalam negeri terkait dengan
perbaikan kinerja dan efisiensi pemasaran ternak/daging sapi. Jalur kedua
perbaikan struktur dan efisiensi pemasaran dan menentukan bagian harga yang
akan diterima peternak. Mewujudkan Indonesia yang mandiri dalam pemenuhan
pangan asal ternak, dan sekaligus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
peternak.

13
14
BAB IV

PEMBAHASAN

A. TELAAHAN VISI DAN MISI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN


PETERNAKAN PROVINSI RIAU

Visi Dan Misi Kebijakan Pembangunan Peternakan Provinsi Riau

Visi Gubernur dan Wakil Gubernur Riau Tahun 2019 – 2024, sesuai dengan
RPJMD Riau Tahun 2019 – 2024 adalah Terwujudnya Riau yang Berdaya
Saing, Sejahtera,menurunnya kemiskinan ,lapangan kerja, serta pemanfaatan
aparatur. Misi pembangunan Provinsi Riau untuk 5 tahun kedepan, yang
menjadi tugas dan tanggung jawab Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Provinsi Riau adalah misi ke 3 yaitu Mewujudkan Perekonomian Yang
Inklusif, Mandiri dan Berdaya Saing, dengan tujuan mewujudkan
perekonomian yang mandiri dan berdaya saing

Program Unggulan Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan Misi ke


tiga ini yang dilaksanakan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Provinsi Riau adalah :

1. Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan;

2. Program Pencegahan dan Penggulangan Penyakit Ternak

Kedua program ini akan menjadi program utama dalam rangka mewujudkan
Tujuan Pembangunan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi
Riau dalam upaya meningkatkan produksi daging ruminansia lokal yang
tentunya sejalan dengan sasaran RPJMD yakni menurunnya angka kemiskinan
dan pengangguran. Pada Misi Gubenur dan Wakil Gubenur yang ke lima
yakni Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik dan Pelayanan
Publik Yang Prima Berbasis Teknologi Informasi, Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi Riau juga dituntut untuk dapat mewujudkan misi
tersebut. Untuk mencapai misi tersebut di atas tidak lepas dari dukungan tata
pemerintahan yang handal dan kerjasama lintas sektor lingkup pemerintah
provinsi Riau. Untuk menciptakan tata kelola yang handal tersebut perlu
melakukan terobosan melalui kinerja yang dilaksanakan secara terpadu,

Visi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2015 –2019,
adalah “Terwujudnya Kedaulatan dan Keamanan Pangan Asal Ternak” Visi
tersebut akan dicapai dengan melaksanakan misi sebagai berikut :

15
1. Mewujudkan kedaulatan/ kemandirian pangan asal ternak;

2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing ternak dan produk ternak;

3. Mengembangkan peternakan dan kesehatan hewan berbasis bioindustri


berkelanjutan;

4. Meningkatkan kualitas pelayanan publik bidang peternakan dan kesehatan


hewan.

Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam periode
tertentu. Sinergi dengan visi dan misi yang telah ditetapkan, maka dirumuskan
tujuan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam periode
tahun 2015 – 2019 yaitu :

1. Meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas ternak;

2. Meningkatkan kualitas komoditas ternak;

3. Meningkatkan produk ternak yang ASUH dan berorientasi ekspor;

4. Meningkatkan status kesehatan hewan;

5. Mengembangkan usaha peternakan yang terintegrasi;

6. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

peternak. Sasaran Direktorat Jenderal Peternakan adalah

1. Meningkatnya produksi pangan asal ternak;

2. Meningkatnya daya saing peternakan;

3. Meningkatnya kesejahteraan peternak.

Direktorat Jenderal Peternakan menetapkan program utama yaitu "Program


Pemenuhan Pangan Asal Ternak dan Agribisnis Peternakan Rakyat" Terdapat
2 (dua) kata kunci dalam program tersebut, yaitu: pemenuhan pangan asal
ternak yang mengarah pada pencapaian peningkatan populasi dan produksi
ternak (daging, telur dan susu).

4.2 Capaian Kinerja Pelayanan Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan


Provinsi Riau

Pemantauan Capaian Kinerja Ditjen Peternakan & Keswan Tahun 2020


Pemantauan dilakukan guna melihat sejauhmana tingkat capaian kinerja
sebagaimana yang tertuang dalam dokumen Penetapan Kinerja (PK).

16
Pemantauan capaian kinerja ini dilakukan menyajikan data dan informasi
kinerja secara periodik sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

Pemantauan capaian kinerja di tingkat Kementerian Pertanian mencakup: (1)


indikator makro pertanian seperti: pertumbuhan Produk Domestik Bruto
Pertanian, Neraca Perdagangan, Nilai Tukar Petani dan (2) capaian produksi
komoditas strategis nasional yaitu: padi, jagung, kedelai, gula dan daging sapi.

Pemantauan capaian kinerja di tingkat Eselon-1 Kementerian Pertanian


mencakup capaian level outcome pada:

(1) Ditjen Tanaman Pangan,

(2) Ditjen Hortikultura,

(3) Ditjen Perkebunan,

(4) Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan,

(5) Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian,

(6) Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian,

(7) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

(8) Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM

Pertanian, (9). Badan Ketahanan Pangan,

(10) Badan Karantina Pertanian,

(11) Inspektorat Jenderal, dan

(12) Sekretariat Jenderal.

4.3 Program-Program Rencana Kerja Tahunan Dinas Peternakan Dan


Kesehatan Hewan Provinsi Riau

Rencana Kerja (Renja) merupakan proses penjabaran lebih lanjut dari Rencana
Strategis yang disusun. Di dalam proses perencanaan, Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi Riau mendefinisikan seluruh Sasaran Strategis,
Kebijakan, Program dan Kegiatan yang akan diimplementasikan dalam satu
tahun kegiatan dan dituangkan dalam dokumen rencana kerja. Pada dokumen
rencana kerja dijabarkan dan ditetapkan target kinerja tahunan. Target kinerja
ini akan menjadi komitmen bagi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Provinsi Riau untuk mencapainya dalam satu tahun, dan merupakan tolok ukur

17
bagi proses pengukuran keberhasilan organisasi yang dilakukan setiap akhir
periode pelaksanaan.

Pengembangan peternakan di Provinsi Riau terutama ternak ruminansia


ditinjau dari aspek sumberdaya lahan disarankan dengan pola pengembangan
intensifikasi dan keterpaduan. Pola intensifikasi dan keterpaduan tidak
memerlukan lahan tersendiri yang khusus untuk pengembangan peternakan,
namun dapat diintegrasikan dengan usaha lainnya, sehingga sangat tergantung
pada penggunaan lahannya. Pada pola ini, pemeliharaan ternak tidak terlalu
terpaku pada keberadaan lahan kosong. Keberadaan wilayah pengembangan
peternakan terdapat di sentra-sentra pengembangan perkebunan dan tanaman
pangan. Di wilayah perkebunan, keberadaan lahan perkebunan dapat
dimanfaatkan sebagai tempat penanaman rumput pakan ternak sebagai
tanaman sela dan pemanfaatan limbah agroindustry. Sedangkan di wilayah
pengembangan tanaman pangan, limbah hasil pertanian merupakan penyedia
hijauan pakan.

Meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunnya berimplikasi terhadap


meningkatnya kebutuhan terhadap daging dan hasil ternak lainnya.
Pemenuhan kebutuhan daging di Provinsi Riau sampai saat ini hanya mampu
memenuhi sekitar 40% dari kebutuhan

Dalam upaya untuk meningkatkan produksi daging, Pemerintah Provinsi Riau


dalam hal ini Dinas Peternakan telah melaksanakan beberapa Program dan
kegiatan dalam rangka meningkatkan populasi ternak terutama sapi , kerbau
dan kambing. Program yang sudah dilaksanakan oleh Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi Riau diantaranya adalah Program Peningkatan
Produksi Hasil peternakan dan Program Pencegahan dan Penaggulangan
Penyakit Ternak. Sesuai hasil analisis terhadap potensi, permasalahan, peluang
dan tantangan dan pembangunan peternakan di Provinsi Riau serta
memperhatikan RPJPD dan RPJMD Provinsi Riau, maka ditetapkan rencana
program dan kegiatan pembangunan

Peternakan dan kesehatan hewan Provinsi Riau Tahun 2019-2024 adalah


sebagai berikut :

A. Program Utama:

Dalam rangka mewujudkan misi ke-3 dari RPJMD Provinsi Rian Tahun 2014-
2019, maka program pembangunan peternakan dan kesehatan hewan di
Provinsi Riau sebagai berikut:

1. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Hewan Ternak

2. Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan

18
B. Program Pendukung:

1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran

2. Program Peningkatan Sarana Dan Prasarana Aparatur

BAB V

PENUTUP

Sektor peternakan memegang peran yang strategis dalam perekonomian


yang digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui penyediaan
pangan,penyediaan bahan baku industri, pakan, bio-energi, penyerapan tenaga
kerja, pencapaian dan Lain lain.

Sektor peternakan di Provinsi Riau masih belum mampu menopang semua


peran tersebut secara maksimal. Pendapatan peternak sebagai pelaku terdepan
masih sangat rendah karena sebagian besar usaha mereka berskala kecil,
keterbatasan modal, teknologi yang digunakan sederhana, dan akses pembiayaan.
Akibatnya produktivitas masih realtif rendah, kualitas komoditas belum mampu
bersaing, dan harga pokok produksi masih tinggi. Situasi yang demikian akan
menyulitkan mereka untuk bersaing dengan komoditas yang dihasilkan dari luar
Provinsi Riau.

Permasalahan dibidang PETERNAKAN Riau meliputi 3 aspek yakni


dimulai dari aspek teknis, aspek sosial masyarakat dan aspek sumber daya
manusia. Oleh karena itu harapan masyarakat Riau kedepannya untuk pemerintah
dapat meningkatkan peternakan yang lebih maju dan mampu memenuhi
swasembada pangan riau.

SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan seperti telah di uraikan
sebelumnya dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Memperhatikan peternakan sapi potong untuk menambah jumlah populasi
ternak sapi potong, perlu adanya penyuluhan dari pemerintah dan dari dinas
terkait.
2. Memberikan pelatihan dan keterampilan adalah salah satu cara agar peternak
di Provinsi Riau lebih kreatif dan inovatif dalam pemeliharaan ternak sapi
potong untuk meningkatkan jumlah populasi ternak sapi potong di Provinsi
Riau.

19
3. Perlu adanya pengarahan dan pengawasan dari dinas terkait turun
kelapanganmeninjau langsung peternak sapi potong di Provinsi Riau

DAFTAR PUSTAKA

https://jip.ejournal.unri.ac.id/index.php/JIP/article/download/5821/pdf_1

http://dispkh.riau.go.id/file/view?id=186m

https://journal.unilak.ac.id/index.php/agr/article/view/1682/1298

https://jip.ejournal.unri.ac.id/index.php/JIP/article/download/5821/pdf_1

https://jateng.litbang.pertanian.go.id/ind/images/Publikasi/mediacetak/Brosur/
2010/sapipotong.pdf

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.nelit
i.com/media/publications/187352-ID-analisis-kebijakan-pemerintah-
mengenai-b.pdf&ved=2ahUKEwjb-
P7r59b3AhU2TmwGHQKpBkoQFnoECAQQAQ&usg=AOvVaw1p9cuM200
r6PL7XLYFq1zk

https://ppid.riau.go.id/informasi-publik/329/rpjmd-provinsi-riau-tahun-2019-
2024

https://dispkh.riau.go.id/file/view?id=292

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca/article/download/55279/32732

https://dispkh.riau.go.id/halaman/3/renja

20

Anda mungkin juga menyukai