Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AGAMA

Kebudayaan dalam islam

DOSEN PENGAMPU:

ZULHANDRA S.ag., MA

Wahyu Rizali A.H


20030033

PROGRAM STUDI GEOGRAFI


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt karena atas
limpahan rahmatnya dan karunianya sehingga kami para penulis dapat
menyelesaikan makalah ini pada waktunya dengan baik. Tidak lupa shalawat serta
salam tercurahkan kepdaa Nabi Muhammad Saw yang syfa’atnya kita nanti kelak.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah Swt atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga makah “Upaya Pembaharuan Pendidikan Nasional” dapat diselesaikan.
Makalah ini dususun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan.
Kami berharap makalah ini dapat menjadi para pembaca

Kami menyadari makalah bertema pendidikan ini masih perlu banyak


penyempurnaan karena kesalahan dan kekurangan. Kami selaku penulis terbuka
terhadap kritikan dan saran para pembaca agar makalah ini dapat lebih baik.

Demikian yang dapat kami para penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat. Wassalamu’alaikum wr.w.b

Muara tebo, 11 januari 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ………………………………………………………………………..
1.2 Rumusan masalah …. ……………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN
2.1 pengertian prinsip prinsip dan kebudayaan islam ………….…………………
2.2 perkembagan kebudayaan islam ………………………………..……………………..
2.3 kebudayaan islam di Indonesia …………………………………..……..……………..

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN ……………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang

Sejarah Kebudayaan Islam adalah salah satu ilmu pengetahuan


yang membahas atau mengkaji tentang kejadian-kejadian yang
berhubungan dengan agama Islam, baik awalnya ataupun
perkembangannya Sejarah itu adalah ilmu pengetahuan yang
berusaha melukiskan tentang peristiwa masa lampau umat manusia
yang disusun secara kronologis untuk menjadi pelajaran bagi
manusia yang hidup sekarang maupun yang akan datang. Itulah
sebabnya, dikatakan bahwa sejarah adalah guru yang paling
bijaksana. Sebagai umat Islam, tentu merupakan sebuah keharusan
untuk mempelajari dan memahaminya. Madrasah Tsanawiyah
sebagai lembaga pendidikan Islam, secara langsung telah
menerapkan Sejarah Kebudayaan Islam sebagai salah satu mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa. Secara langsung
Madrasah Tsanawiyah menjadi pelopor bagi generasi Islam untuk
mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam.
2.Rumusan masalah

Agar dapat mengetahui kebudayaan islam

Sejarah kebudayaan islam

Perkembagan kebudayaan islam


BAB II PEMBAHASAN
A.pengertian prinsip prinsip dan kebudayaan islam
Kebudayaan berasal dari kata "budi" dan "daya", kemudian digabungkan menjadi
"budidaya" yang artinya upaya untuk menghasilkan dan mengembangkan sesuatu agar menjadi
lebih baik dan memberi manfaat bagi kehidupan. Lalu diberi imbuhan "ke" dan "an" menjadi
kebudidayaan atau disingkat menjadi kebudayaan.[7] Jadi, kebudayaan adalah upaya yang
dilakukan umat manusia untuk menghasilkan dan mengembangkan sesuatu, baik yang sudah
ada maupun yang belum ada agar memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Menurut Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh
manusia. Sebagian para ahli mengartikan kebudayaan kemungkinan besar sangat dipengaruhi
oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan
berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks[8] Dengan
demikian kebudayaan berkaitan dengan aspek kehidupan manusia yang menyeluruh baik
material maupun non material.

Sebagian para ahli mengartikan kebudayaan kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh
pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan
berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks[9] Dengan
demikian kebudayaan berkaitan dengan aspek kehidupan manusia yang menyeluruh baik
material maupun non material.

Ada 3 bentuk kebudayaan dalam perwujudan sebagai berikut:


1.    Wujud sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan
peraturan. Kebudayaan ini dapat disebut sebagai adapt istiadat yang menunjukan bahwa
budaya mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan,
kelakuan, dan perbuatan manusia dalam masyrakat sebagai sopan santun.

2.    Wujud kebudayaan  sebagai aktivitas dan tindakan manusia dalam masyarakat.Wujud ini


dapat disebut sistem social karena menyangkut tindakan dan kelakuan manusia.

3.    Wujud ini berupa interaksi masyarakat dan aktivitas masyarakat dalam kehidupan sehari-
hari.Wujud kebudayaan sebagai benda dan hasil karya manusia.

Wujud ini bersifat fisik atau karya benda yang sifatnya paling konkret dari hal-hal kecil hingga
hal yang besar, seperti candi borobudur, kain batik, dan lain sebagainya.
B. perkembangan kebudayaan islam
Sebagaimana di ketahui bahwa agama dan kehidupan beragama telah ada dan tumbuh
dan berkembang sejak tahap awal manusia berbudaya di muka bumi. Agama dan kehidupan
beragama tersebut merupakan unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial-budaya tahap
awal manusia. Boleh dikatakan bahwa agama dan kehidupan beragama tersebut merupakan
pembawaan atau fitrah bagi manusia. Artinya bahwa dalam diri manusia, baik secara sendiri
maupun secara kelompok terdapat kecenderungan dan dorongan lainnya, yang dalam
kehidupan bersama suatu kelompok atau masyarakat yang hidup dalam suatu lingkungan
tertentu membentuk suatu sistem budaya tertentu. Sistem budaya tersebut terbentuk secara
berangsur-angsur sebagai hasil dari upaya atau budi daya manusia untuk merealisasikan
kecenderungan dan dorongan-dorongan, serta memenuhi kebutuhankebutuhan kehidupannya
secara bersama-sama sesuai dan serasi dengan lingkungan alam sekitarnya Baik agama
(kehidupan beragama) maupun kehidupan budaya manusia, keduanya berasal dari sumber
yang sama, yaitu merupakan potensi fitrah (pembawaan) manusia, bertumbuh dan
berkembang secara terpadu bersama-sama dalam proses kehidupan manusia secara nyata di
muka bumi dan secara bersama pula menyusun suatu sistem budaya dan peradaban suatu
masyarakat/bangsa. Namun keduanya memiliki sifat dasar “ketergantungan dan kepasrahan”,
sedangkan kehidupan budaya mempunyai sifat dasar “kemandirian dan keaktifan”. Oleh karena
itu, dalam setiap tahap/fase pertumbuhan dan perkembangannya menunjukkan adanya gejala,
variasi, dan irama yang berbeda antara lingkungan masyarakat/bangsa yang satu dengan
lainnya.20 Agama dan kebudayaan dapat saling memepengaruhi sebab keduanya adalah nilai
dan simbol. Agama adalah simbol ketaatan kepada Tuhan. Demikian pula kebudayaan, agar
manusia dapat hidup dilingkungannya.21 Jadi kebudayaan agama adalah simbol yang mewakili
nilai agama. Terkait dengan perkembangan kebudayaan Islam, jauh sebelum Islam masuk,
budaya-budaya lokal disekitar semenanjung Arab telah lebih dulu berkembang, sehingga
budaya Islam sendiri banyak beralkulturasi dengan budaya-budaya lokal tersebut. Salah satu
kebudayaan yang cukup berpengaruh terhadap masyarakat Hijaz adalah kebudayaan Abissinia.
Populasi rumpun Semit yang menghuni pesisir daya Laut Merah masuk kesana secara bertahap
dari arah Barat daya Arab dan kebudayaan Persia turut mewarnai keadaan penduduk Hijaz dan
perkembangannya pada masa-masa berikutnya. Budaya ini mulai memasuki tanah Arab pada
abad kemunculan Islam. Sedikit demi sedikit orang-orang Arab berasimilasi dengan milliu
Persia. Orang Arab bercakap dengan menggunakan bahasa PersiaSetelah kurun Nabi, dengan
perubahan sosial budaya, di negerinegeri luar Jazirah Arab, yang sosial-budayanya berbeda,
sunnah yang merupakan pola laku Nabi menjadi pola cita utama. Nabi memberikan teladan
bagaimana mewujudkan pola cita al-Qur’an dalam kehidupan yang riil. Dalam ruang dan waktu
beliau. Dengan mengasaskan unsurunsur kebudayaan Arab kepada prinsip-prinsip al-Qur’an
disamping menumbuhkan unsur-unsur baru, terbentuklah kebudayaan Islam yang pertama.
Selanjutnya setelah masa Rasul, kelompok-kelompok Muslim mengijtihadkan pola cita (dengan
tetap berpegang pada alQur’an dan hadis), bagi negeri dan masanya masing-masing, yang
bermakna membentuk kebudayaannya masing-masing. Perubahan sosial budaya23 dan ijtihad
yang berbeda-beda, berdampak pada perbedaan kebudayaan, walaupun predikatnya sama
yaitu Islam. Pembentukan kebudayaan Islam dalam ruang dan waktu tertentu, mengambil
unsur-unsur kebudayaan yang telah ada ketika Islam datang, menjadi bahan-bahan kebudayaan
Islam dengan mengalihkan atau mengubah unsur-unsur itu sesuai dengan pola cita Islam.24
Perubahan sesuai dengan pola cita Islam disebut juga Islamisasi (proses pembentukan
kebudayaan Islam diatas kebudayaan yang telah ada). Hal itu dilakukan dengan cara sosialisasi
dan enkulturasi, dengan tetap mengacu pada prinsip-prinsip yang telah digariskan oleh
alQur’an dan al-Hadis. mencakup semua bagian kebudayaan, termasuk didalamnya kesenian,
ilmu pengetahuan, tekhnologi filsafat dan lain-lain. Sedangkan perubahan sosial (social
transformation) terkait perubahan norma-norma sosial, sistem nilai sosial, pola perilaku
stratifikasi sosial, lembaga sosial dan lain-lain. Dengan demikian perubahan sosial merupakan
bagian penting dalam perubahan kebudayaan. Lihat M. Thalhah Hasan, Islam dalam Perspektif
Sosial Kultural Namun secara umum perkembangan budaya kita kenal dilakukan dengan dua
cara yaitu invantion dan acomodation. Invantion adalah menggali budaya dari luar sedangkan
acomodation adalah menerima budaya luar, terkait penerimaan budaya terdapat tiga cara pula
yaitu:

1. Absorption (penyerapan), yaitu penyerapan budaya dan pemikiran dari luar seperti
pemikiran Yunani dan Romawi.

2. Modification (modifikasi) yaitu penyesuaian budaya luar sehingga diterima oleh Islam,
contoh pembuatan masjid dengan kubah, menara dan undakan

3. Elimination (penyaringan) yaitu penyaringan budaya antara diterima atau dikeluarkan apabila
bertentangan dengan Islam. Dalam Islam sendiri dikenal zona-zona kebudayaan, dan masing-
masing zona mempunyai ciri sendiri-sendiri. Di antaranya Afrika Utara, Afrika Tengah, Timur
Tengah, Turki, Iran, India, Timur Jauh, dan zona Asia Tenggara misalnya, kita memiliki
kebudayaan Islam Aceh, Jawa, Malaysia, Filipina, dan sebagainya.25 Namun hal yang disepakati
oleh para ahli terkait kebudayaan Islam (Muslim) yaitu bahwa berkembangnya kebudayaan
menurut Islam bukanlah value free (bebas nilai), tetapi justru value bound (terikat nilai).
Keterikatan terhadap nilai tersebut bukan hanya terbatas pada wilayah nilai insani, tetapi
menembus pada nilai Ilahi sebagai pusat nilai, yakni keimanan kepada Allah SWT.
C.kebudayaan islam di Indonesia
Waktu kedatangan Islam di Indonesia masih ada perbedaan pendapat. Sebagian ahli
menyatakan bahwa agama Islam itu masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 sampai dengan abad
ke-8 Masehi. Pendapat itu didasarkan pada berita dari Cina zaman Dinasti T’ang yang
menyebutkan adanya orang-orang Ta Shih (Arab dan Persia) yang mengurungkan niatnya untuk
menyerang Ho Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).

Sebagian ahli yang lain menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia baru abad ke-13.
Pernyataan ini didasarkan pada masa runtuhnya Dinasti Abbassiah di Bagdad (1258). Hal itu
juga didasarkan pada berita dari Marco Polo (1292), berita dari Ibnu Batuttah (abad ke-14), dan
Nisan Kubur Sultan Malik al Saleh (1297) di Samudera Pasai. Pendapat itu diperkuat dengan
masa penyebaran ajaran tasawuf. Sebenarnya kita perlu memisahkan pengertian proses masuk
dengan berkembangnya agama Islam di Indonesia, seperti berikut:

1. masa kedatangan Islam (kemungkinan sudah terjadi sejak abad ke-7 sampai
dengan abad ke-8 Masehi);

2. masa penyebaran Islam (mulai abad ke-13 sampai dengan abad ke-16
Masehi, Islam menyebar ke berbagai penjuru pulau di Nusantara);

3. masa perkembangan Islam (mulai abad ke-15 Masehi dan seterusnya melalui
kerajaan-kerajaan Islam).

Terdapat berbagai pendapat pula mengenai negeri asal pembawa agama serta kebudayaan
Islam ke Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa kebudayaan dan agama Islam datang dari
Arab, Persia, dan India (Gujarat dan Benggala). Akan tetapi, para ahli menitikberatkan bahwa
golongan pembawa Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat (India Barat). Hal itu diperkuat
dengan bukti-bukti sejarah berupa nisan makam, tata kehidupan masyarakat, dan budaya Islam
di Indonesia yang banyak memiliki persamaan dengan Islam di Gujarat.
Pembawanya adalah para pedagang, mubalig, dan golongan ahli tasawuf. Ketika Islam masuk
melalui jalur perdagangan, pusat-pusat perdagangan dan pelayaran di sepanjang pantai
dikuasai oleh raja-raja daerah, para bangsawan, dan penguasa lainnya, misalnya raja atau
adipati Aceh, Johor, Jambi, Surabaya, dan Gresik. Mereka berkuasa mengatur lalu lintas
perdagangan dan menentukan harga barang yang diperdagangkan. Mereka itu yang mula-mula
melakukan hubungan dagang dengan para pedagang muslim. Lebih-lebih setelah suasana
politik di pusat Kerajaan Majapahit mengalami kekacauan, raja-raja daerah dan para adipati di
pesisir ingin melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Oleh karena itu, hubungan dan kerja
sama dengan pedagang-pedagang muslim makin erat. Dalam suasana demikian, banyak raja
daerah dan adipati pesisir yang masuk Islam. Hal itu ditambah dengan dukungan dari pedagang-
pedagang Islam sehingga mampu melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.

Setelah raja-raja daerah, adipati pesisir, para bangsawan, dan penguasa pelabuhan masuk Islam
rakyat di daerah itu pun masuk Islam, contohnya Demak (abad ke-15), Ternate (abad ke-15),
Gowa (abad ke-16), dan Banjar (abad ke-16).

Proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia berlangsung
secara bertahap dan dilakukan secara damai sehingga tidak menimbulkan ketegangan sosial.
Cara penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia melalui berbagai saluran berikut
ini:

1.  Saluran Perdagangan

Saluran yang digunakan dalam proses islamisasi di Indonesia pada awalnya melalui
perdagangan. Hal itu sesuai dengan perkembangan lalu lintas pelayaran dan perdagangan dunia
yang ramai mulai abad ke-7 sampai dengan abad ke- 16, antara Eropa, Timur Tengah, India, Asia
Tenggara, dan Cina.

Proses islamisasi melalui saluran perdagangan ini dipercepat oleh situasi politik beberapa
kerajaan Hindu pada saat itu, yaitu adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari
kekuasaan pemerintah pusat di Majapahit. Pedagang-pedagang muslim itu banyak menetap di
kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampungan muslim. Salah satu contohnya adalah
Pekojan.

2. Saluran Perkawinan

Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin baik. Para pedagang
itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta. Para pedagang itu
kemudian menikahi gadis-gadis setempat dengan syarat mereka harus masuk Islam. Cara itu
pun tidak mengalami kesulitan. Saluran islamisasi lewat perkawinan ini lebih menguntungkan
lagi apabila para saudagar atau ulama Islam berhasil menikah dengan anak raja atau adipati.
Kalau raja atau adipati sudah masuk Islam, rakyatnya pun akan mudah diajak masuk Islam.

Misalnya, perkawinan Maulana Iskhak dengan putri Raja Blambangan yang melahirkan Sunan
Giri; perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ngampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung
Wilatikta; perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon; perkawinan
putri Adipati Tuban (R.A. Teja) dengan Syekh Ngabdurahman (muslim Arab) yang melahirkan
Syekh Jali (Jaleluddin).
3. Saluran Tasawuf

Tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistik dan hal-hal magis. Oleh
karena itu, para ahli tasawuf biasanya mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan
menyembuhkan. Kedatangan ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-13, yaitu
masa perkembangan dan penyebaran ahli-ahli tasawuf dari Persia dan India yang sudah
beragama Islam.

Bersamaan dengan perkembangan tasawuf, para ulama dalam mengajarkan agama Islam di
Indonesia menyesuaikan dengan pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada agama
Hindu dan Buddha sehingga mudah dimengerti. Itulah sebabnya, orang Jawa begitu mudah
menerima agama Islam. Tokoh-tokoh tasawuf yang terkenal, antara lain Hamzah Fansyuri,
Syamsuddin as Sumatrani, Nur al Din al Raniri, Abdul al Rauf, Sunan Bonang, Syekh Siti Jenar,
dan Sunan Panggung.

4. Saluran Pendidikan

Lembaga pendidikan Islam yang paling tua adalah pesantren. Murid-muridnya (santri) tinggal di
dalam pondok atau asrama dalam jangka waktu tertentu menurut tingkatan kelasnya.
Pengajarnya adalah para guru agama (kiai atau ulama). Para santri itu jika sudah tamat belajar,
pulang ke daerah asal dan mempunyai kewajiban mengajarkan kembali ilmunya kepada
masyarakat di sekitar. Dengan cara itu, Islam terus berkembang memasuki daerah-daerah
terpencil.

Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren
Sunan Ampel di Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Pesantren
Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku (daerah Hitu). Raja-raja dan keluarganya
serta kaum bangsawan biasanya mendatangkan kiai atau ulama untuk menjadi guru dan
penasihat agama. Misalnya, Kiai Ageng Selo adalah guru Jaka Tingkir; Kiai Dukuh adalah guru
Maulana Yusuf di Banten; Maulana Yusuf adalah penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Saluran Seni Budaya

Berkembangnya agama Islam dapat melalui seni budaya, misalnya seni bangunan (masjid), seni
pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan seni sastra. Seni bangunan masjid, mimbar, dan ukir-
ukirannya masih menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia–Hindu, seperti
yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Buddha. Hal itu dapat dijumpai di Masjid Agung
Demak, Masjid Sendang Duwur Tuban, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten,
Masjid Baiturrahman Aceh, dan Masjid Ternate. Pintu gerbang pada kerajaan Islam atau makam
orang-orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk candi bentar dan kori agung. Begitu
pula, nisan-nisan makam kuno di Demak, Kudus, Cirebon, Tuban, dan Madura menunjukkan
budaya sebelum Islam. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islam tidak
meninggalkan seni budaya masyarakat yang telah ada, tetapi justru ikut memeliharanya. Seni
budaya yang tetap dipelihara dalam rangka proses islamisasi itu banyak sekali, antara lain
perayaan Garebek Maulud (Sekaten) di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.

Islamisasi juga dilakukan melalui pertunjukkan wayang yang telah dipoles dengan unsur-unsur
Islam. Menurut cerita, Sunan Kalijaga juga pandai memainkan wayang. Islamisasi melalui sastra
ditempuh dengan cara menyadur buku-buku tasawuf, hikayat, dan babad ke dalam bahasa
pergaulan (Melayu).

6. Saluran Dakwah

Gerakan penyebaran Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dengan peranan Wali Songo. Istilah
wali adalah sebutan bagi orang-orang yang sudah mencapai tingkat pengetahuan dan
penghayatan agama Islam yang sangat dalam dan sanggup berjuang untuk kepentingan agama
tersebut. Oleh karena itu, para wali menjadi sangat dekat dengan Allah sehingga mendapat
gelar Waliullah (orang yang sangat dikasihi Allah). Sesuai dengan zamannya, wali-wali itu juga
memiliki kekuatan magis karena sebagian wali juga merupakan ahli tasawuf.

Para Wali Sanga yang berjuang dalam penyebaran agama Islam di berbagai daerah di Pulau
Jawa adalah sebagai berikut.

 Maulana Malik Ibrahim sunan kudus

 Sunan Ampel sunan muria

 Sunan Drajad sunan kalijaga

 Sunan Bonang

 Sunan Giri
BAB III PENUTUP
A.kesimpulan

Sebagian para ahli mengartikan kebudayaan kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh
pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan
berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks[8] Dengan
demikian kebudayaan berkaitan dengan aspek kehidupan manusia yang menyeluruh baik
material maupun non material.

Artinya bahwa dalam diri manusia, baik secara sendiri maupun secara kelompok terdapat
kecenderungan dan dorongan lainnya, yang dalam kehidupan bersama suatu kelompok atau
masyarakat yang hidup dalam suatu lingkungan tertentu membentuk suatu sistem budaya
tertentu.

Sistem budaya tersebut terbentuk secara berangsur-angsur sebagai hasil dari upaya atau budi
daya manusia untuk merealisasikan kecenderungan dan dorongan-dorongan, serta memenuhi
kebutuhankebutuhan kehidupannya secara bersama-sama sesuai dan serasi dengan lingkungan
alam sekitarnya Baik agama (kehidupan beragama) maupun kehidupan budaya manusia,
keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu merupakan potensi fitrah (pembawaan)
manusia, bertumbuh dan berkembang secara terpadu bersama-sama dalam proses kehidupan
manusia secara nyata di muka bumi dan secara bersama pula menyusun suatu sistem budaya
dan peradaban suatu masyarakat/bangsa.

Anda mungkin juga menyukai