Anda di halaman 1dari 17

Makalah

ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI DAN AXIOLOGI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dalam Studi Islam

Yang dibimbing oleh Dr. Pujiono Abdul Hamid, M.Ag.

Disusun oleh:

Umi Latifatun Nihayah 203206080011

PASCASARJANA

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER


OKTOBER 2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah,dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Filsafat Ilmu Dalam Islam “Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi”
dengan baik.

Dalam penulisan makalah ini kami berterima kasih kepada :

1. Pujiono Abdul Hamid selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu
Dalam Islam
2. Kepada teman-teman program study Studi Islam yang telah membantu
dalam hal sarana prasarana juga dukungan motifasi dalam menyelesaikan
tugas ini.

Kami menyadari dalam setiap penulisan tiada kata sempurna, kami mohon
kritik dan saran dalam hasil karya ini agar kami dapat lebih baik lagi menulis karya
ilmiah kedepannnnya.

Jember, 31 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

1. BAB I : PENDAHULUAN ..........................................................................1


a. Latar Belakang .......................................................................................1
b. Rumusan Masalah ..................................................................................2
c. Tujuan Masalah ......................................................................................2
2. BAB II : PEMBAHASAN ...........................................................................3
1. Pengertian Ontologi, Epistemologi, Aksiologi ......................................3
2. Ontologi .................................................................................................3
3. Epistimologi ...........................................................................................6
4. Aksiologi ..............................................................................................10
3. BAB III : PENUTUP .................................................................................13

Kesimpulan.................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah sebenarnya
kaya akan fundametal doctrines dan fundamental values dalam berbagai aspek
kehidupan manusia, yang dapat digali dan ditangkap sesuai disiplin keilmuan atau
bidang keahlian seseorang. Para pemerhati dan pengembang pendidikan Islam akan
berusaha mengungkapkan dan menggalinya dari aspek pendidikan.
Salah satu upaya penggalian dan pengkajian fundamental doctrines dan
fundamental value dari al-Qur’an dan al-Sunnah yang dilakukan oleh para pemerhati
dan pengembang pendidikan Islam, yakni upaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-
nilai dasar yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-sunnah dengan mengikutsertakan
dan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik di bidang pendidikan.
Untuk mencegah timbulnya kesenjangan antara teori dan praktek, maka salah satu cara
yang ditempuh adalah mencari konsep-konsep filosofis pendidikan Islam.
Berbicara konsep-konsep filosofis setiap bidang ilmu, termasuk pendidikan Islam
tertuju pada ontologi, epistemologi, dan aksiologi ilmu. Penguatan pada setiap disiplin
ilmu sangat ditentukan ketiga hal tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan membahas tentang ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Sebagai unsur yang sangat penting dalam filsfat ilmu,
yaitu dipandang sebagai satu kesatuan utuh yang tidak terpisahkan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian ontologi, epistemologi dan aksiologi?
2. Apa yang dimaksud ontologi studi Islam?
3. Apa yang dimaksud epistemologi studi Islam?
4. Apa yang dimaksud aksiologi studi Islam?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian ontologi, epistemologi dan aksiologi?
2. Untuk mengetahui yang dimaksud ontologi studi Islam?
3. Untuk mengetahui yang dimaksud epistemologi studi Islam?
4. Untuk mengetahui yang dimaksud aksiologi studi Islam?

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ontologi, Epistimologi dan Axiologi
Kata Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasa
Yunani. Kata Ontologi berasal dari kata “Ontos” yang berarti “ brada (yang ada)”.
Kata Epistemologi berasal dari bahasa Yunani artinya knowledge yaitu pengetahuan.
Kata tersebut terdiri dari dua suku kata yaitu logia artinya pengetahuan dan epiteme
artinya tentang pengetahuan. Jadi pengertian etimologi tersebut, maka dapatlah
dikatan bahwa epistmologi merupakan pengetahuan tentang pengetahuan. Dan kata
Aksiologi berasal dari kata “Axios” yang berarti “bermanfaat”.
Menurut istilah, Ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata ini
dan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Epistemlogi adalah ilmu yang membahas
secara mendalam segenap proses penyusunan pngetahuan yang benar. Sedangkan
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakikat nilai yang ditinjau dari
sudut kefilsafatan.
Dengan demikian Ontologi adalah ilmu pengetahuan yang meneliti segala
sesuatu yang ada. Epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang teori, sedangkan
Aksiologi adalah kajian tentang nilai ilmu pengetahuan.1
2. Ontologi
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang membahas keberadaan
sesuatu yang bersifat konkret. Kajian ini ingin mendapatkan pengetahuan tentang
objek yang dipelajari, membahas yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu
atau suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Ontologi adalah bagian filsafat yang
paling umum, atau merupakan bagian dari metafisika, dan metafisika merupakan salah
satu bab dari filsafat.
Obyek telaah ontologi adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu,
ontologi membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti
yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya.
Setelah menjelajahi segala bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsafat
manusia, alam dunia, pengetahuan, kehutanan, moral dan sosial, kemudian disusunlah
uraian ontologi. Maka ontologi sangat sulit dipahami jika terlepas dari bagian-bagian
dan bidang filsafat lainnya. Dan ontologi adalah bidang filsafat yang paling sukar.

1
Bahrum, Ontologi, Epistemologi dan Aksioogi, (Makassar: 2013), hal 36.

3
Ditinjau dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat empiris.
Objek penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat di uji oleh panca
indera manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang sudah berada
diluar jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat dibuktikan secara
metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai ciri tersendiri yang
berorientasi pada dunia empiris.
Dalam ontologi ilmu pengetahuan hendaknya diuraikan secara: metodis,
sistematis, koheren, rasional, komprehensif, radikal, universal.
Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu pengetahuan dua macam:
1. Obyek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh lapangan atau
bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.
2. Obyek formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik pandang
terhadap obyek material.

Beberapa asumsi mengenai objek empiris yang dibuat oleh ilmu, yaitu:

1. Menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan antara yang satu dengan


yang lainnya.
2. Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu
tertentu.
3. Determinisme yakni menganggap segala gejala bukan merupakan suatu kejadian
yang bersifat kebetulan.

Asumsi tersebut dapat dikembangkan jika pengalaman manusia dianalisis dengan


berbagai disiplin keilmuan dengan memperhatikan beberapa hal: Pertama, asumsi
harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian teoritis. Kedua, asumsi harus
disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang
seharusnya”.2

Dalam ajaran Islam realitas tidak hanya terbatas pada yang lahiriah dalam bentuk
alam nyata, melainkan menyangkut realitas yang ghaib. Realitas yang lahiriah dan
yang ghaib itu berawal dari yang tunggal, yaitu Tuhan. Dalam pemahaman seperti ini
maka dapat dikatakan obyek pendidikan Islam itu tidak hanya terbatas pada alam fisik
(alam dan manusia), melainkan menyangkut Tuhan. Berbicara seputar Tuhan, alam

2
Moh Hifni, Ontologi, Epitemologi dan Aksiologi dalam Keilmuan, (Stain Pamkesan: 2018), hal
4-5.

4
dan manusia dalam keterkaitan dengan filsafat pendidikan Islam tidak terlepas
dengan kajian teologi, kosmologi dan antropologi.

Pembicaraan tentang Tuhan merupakan hal yang mendasar dalam pendidikan


Islam, karena manusia adalah ciptaan-Nya. Oleh karena itu sebelum manusia
melaksanakan pendidikan perlu memahami terlebih dahulu bagaimana konsep
tentang Tuhan dan hubungannya dengan realitas yang menjadi ciptaan-Nya.

Pemahaman penghubungan persoalan transenden dengan dunia empirik akan


melahirkan ilmu pendidikan Islam yang memiliki karakteristik tersendiri, yang
berasumsi bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah Allah, yang disampaikan melalui
pengalaman batin Nabi Muhammad SAW., yang mewujud dalam bentuk fenomena
qauliyah, serta disampaikan melalui penciptaan yang mewujud dalam bentuk
fenomena kauniyah. Dari kedua fenomena tersebut dapat digali dan dikaji konsep
kosep pendidikan yang bersifat universal, sehingga melahirkan pemikiran-pemikiran
filosofis dan asas-asas pendidikan Islam, yang kemudian di-break down ke dalam
kegiatan-kegiatan ilmiah, yang pada gilirannya melahirkan teori-teori atau ilmu
pendidikan Islam.

Konsep dasar pendidikan Islam bertumpu pada unsur-unsur utama yang disebut
tauhid. Semua harus merujuk pada tauhid. Tauhid dalam pandangan Islam,
merupakan landasan seluruh konsep dan aturan hidup ini dibangun. Adapun sumber
pokok pembangunan tauhid adalah wahyu yang dinukilkan dalam Al-Qur’an dan al-
sunnah.

Manusia sebagai objek pendidikan Islam adalah manusia yang telah tergambar dan
terangkum dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah. Dalam kedua sumber itu, manusia
dianggap manusia yang paling lengkap, terdiri dari unsur jasmani dan ruhani, unsur
jiwa dan akal, unsur nafs dan qalb. Pendidikan Islam tidak bersifat dikotomis dalam
menangani unsur-unsur tersebut. melainkan dengan menganggap semuanya
merupakan kesatuan.

Unsur-unsur potensi yang dimiliki manusia tidak akan berlangsung secara alamiah
dengan sendirinya, tetapi ia membutuhkan bimbingan dan bantuan manusia lain.
Sejak lahir manusia akan berinteraksi dengan manusia lain. Manusia akan menjadi

5
manusia kalau hidup bersama-sama dengan manusia lain diluar dirinya. Semua ini
menunjuk bahwa manusia adalah makhluk sosial.

Disamping menyadari posisi manusia sebagai makhluk individual dan sosial,


manusia juga memiliki kesadaran adanya suatu kekuatan yang berada diluar dirinya.
Kesadaran ini akan melahirkan prinsip ketauhidan dalam pendidikan Islam. Prinsip
ketauhidan dalam pendidikan Islam menjadi dasar bagi penyusunan bahan-bahan.
Kurikulum, metode dan tujuan pendidikan.3

3. Epistimologi
Disamping itu banyak sumber yang mendefinisikan pengertian epistemologi di
antaranya:
a. Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang mengarah masalah-masalah
filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.
b. Epistemologi adalah pengetahuan sistematis yang membahas tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode
atau cara memperoleh pengetahuan, validitas, dan kebenaran pengetahuan
(ilmiah).
c. Epistemologi adalah cabang atau bagian filsafat yang membicarakan tentang
pengetahuan, yaitu tentang terjadinya pengetahuan dan keshahihan atau
kebenaran pengetahuan.
d. Epistemologi adalah cara bagaimana mendapatkan pengetahuan, sumber-
sumber pengetahuan, ruang lingkup pengetahuan. Manusia dengan latar
belakang, kebutuhan-kebutuhan, dan kepentingan-kepentingannya yang
berbeda mesti akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti dari
manakah saya berasal? Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam? Apa
hakikat manusia? Tolak ukur kebaikan dan keburukan bagi manusia? Apa
faktor kesempurnaan jiwa manusia? Mana pemerintahan yang benar dan adil?
Mengapa keadilan itu ialah baik? Pada derajat berapa air mendidih? Apakah
bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya? Dan pertanyaan-pertanyaan yang
lain. Tuntutan fitrah manusia dan rasa ingin tahunya yang mendalam niscaya
mencari jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut dan hal-

3
Rahmat, Pendidikan Islam sebagai Ilmu Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi, (UIN Alaudin
Makassar: Volume 6 Nomor 2 tahun 20111), hal 139-140.

6
hal yang akan dihadapinya. Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu
hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak diketahui.

Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini, misalnya “kursi” adalah
cara kerja pikiran untuk menangkap substansi sebuah kursi. Dalam realita konkret,
kita selalu menemui bermacam kursi dalam jenis, sifat, bentuk, dan
perwujudannya. Menurut jenis bentuk, posisi, dan fungsinya ada kursi makan,
kursi belajar, kursi goyang, kursi tamu, dan sebagainya. Namun, terlepas dari hal
itu semua ‘kursi’ adalah kursi bukan ‘meja’ meskipun bisa difungsikan sebagai
meja atau sebagai alat (benda buatan) dalam bentuk tertentu, yang berfungsi
sebagai ‘tempat duduk’. Sementara duduk adalah suatu kegiatan seseorang dalam
posisi meletakkan seluruh badan dengan macam jenis, sifat, bentuk hal atau benda
dalam keadaan seperti apapun, dimana, serta kapanpun berada dan yang biasanya
difungsikan sebagia tempat duduk.4

Dalam teori epistemologi terdapat beberapa aliran. Aliran-aliran tersbut mencoba


menjawab pertanyaan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan.

Pertama, golongan yang mengemumukakan asal atau sumber pengetahuan yaitu


aliran:

 Rasionalisme, yaitu aliran yang mengemukakan, bahwa sumber pengetahuan manusia


ialah pikiran, rasio dan jiwa.
 Empirisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia berasal dari
pengalaman manusia itu sendiri, melalui dunia luar yang ditangkap oleh panca
inderanya.
 Kritisme (transendentalisme), yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan
manusia itu berasal dari dunia luar dan dari jiwa atau pikiran manusia itu sendiri.

Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia inklusif di


dalamnya aliran-aliran:

4
Fatkhul Mubin, Filsafat Modern: Aspek Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Hal 5-6.

7
 Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia adalah
gambaran yang baik dan tepat tentang kebenran. Dalam pengetahuan yang baik
tergambar kebenaran seperti sesungguhnya.
 Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan hanyalah kejadian dalam
jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia semuanya terletak di luar
dirinya.5

Pembahasan mengenai teori pendidikan, dikenal ada tiga macam aliran:

 Aliran nativisme yang dipelopori oleh Scopenhauer, ia mengatakan bahwa bakat


mempunyai peranan yang penting. Tidak ada gunanya orang mendidik kalau bakat
anak memang jelek.
 Aliran empirisme yang dipelopori Jhon Lock. Ia mengatakan bahwa pendidikan itu
perlu sekali. Teorinya terkenal dengan istilah “Teori Tabularasa”. Ini artinya bahwa
kelahiran anak diumpamakan sebagai kertas putih-bersih yang dapat diwarnai setiap
orang. Dalam konteks pendidikan, pendidik adalah orang yang mampu memberi
“warna” terhadap anak didik.
 Aliran convergensi yang dipelopori Wilian Stem. Aliran ini mengakui kedua aliran
sebelumnya. Oleh karena itu, menurut aliran ini, pendidikan sangat perlu, namun bakat
(pembawaan) yang ada pada anak didik juga mempengaruhi keberhasilan pendidikan.

Aliran Convergensi adalah aliran yang banyak dianut oleh para pendidik dewasa ini.
Sementara aliran nativisme dan empirisme telah mulai usang dan mulai banyak
ditinggalkan oleh penganutnya.

Dalam pandangan islam, kemampuan dasar atau pembawaan disebut dengan fitrah.
Secara etimologis, fitrah berarti sifat asal, kesucian, bakat dan pembawaan. Secara
terminologi, Muhammad al-Jurjani menyebutkan, bahwa fitrah adalah tabiat yang siap
untuk menerima agama islam.

Kata fitrah disebutkan dalam al-Qur’an pada surat al-Rum ayat 30 sebagai berikut:

5
Moh Hifni, Ontologi, Epitemologi dan Aksiologi dalam Keilmuan, (Stain Pamkesan: 2018), hal
7-8.

8
ْ ‫َاّللَِذَلِكَ َال َدهيْن‬
َ‫َالََ ِيهم‬ ‫ق ه‬ ِ ‫علَ ْي َهاَالََت َ ْب ِد ْيلََ ِلخ َْل‬ َ َ‫ََاّللَِالَّتِيَف‬
َ َّ‫ط َرَالن‬
َ َ‫اس‬ ْ ِ‫َوجْ َحكَ َ ِلل ِدهيْنَ َ َحنِ ْيفًاَف‬
‫ط َرة ه‬ َ ‫فََأ َقِ ْم‬
ِ َّ‫َولَ ِك َّنَأ َ ْكث َ َرَالن‬
َ َ َ‫اسَالَيَ ْعلَم ْون‬

“Maka hadapkanlah wajahmu dngan lurus kepada agma Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Bila diinterpretasikan lebih jauh, kata fitrah bisa berarti bermacam-macam,


sebagaimana yang telah diterjemahkan dan didefinisikan oleh banyak pakar. Diantara arti-
arti yang dimaksud adalah:

 Fitrah berarti thuhr (suci)


 Fitrah berarti islam (agama islam)
 Fitrah berarti tauhid (mengakui keesaan Allah)
 Fitrah berarti ikhlas (murni)
 Fitrah berarti kecenderungan manusia untuk menerima dan berbuat kebenaran
 Fitrah berarti al-Gharizah (insting)
 Fitrah berarti potensi dasar untuk mengabdi kepada Allah
 Fitrah berarti ketetapan atas manusia baik kebahagiaan maupun kesengsaraan.

Timbulnya berbagai interpretasi kata fitrah diatas tidak terlepas dari sudut pandang
masing-masing pakar dalam melihat kata fitrah tersebut. Namun, yang jelas dari berbagai
interpretasi tentang kata fitrah semua memiliki persamaan yaitu adanya hubungan manusia
dengan sang pencipta.6

Secara teori, pendidikan Islam sebagai ilmu merupakan konsep pendidikan yang
mengandung berbagai teori yang dikembangkan dari hipotesa-hipotesa yang bersumber
dari al-Qur’an maupun hadits baik dari segi sistem, proses dan produk yang diharapkan
mampu membudidayakan umat manusia agar bahagia dan sejahtera dalam hidupnya.
Dari segi teori, pendidikan islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses
pendidikan yang bersifat progesif menuju kearah kemampuan optimal anak didik yang
berlangsung diatas nilai-nilai ajaran islam.

6
Nurfarhanah, Ontologi, epistemologi dan aksiologi dalam pendidikan islam (Univesitas Negeri
Padang: November 2018) hal 12-13.

9
4. Aksiologi
a. Aksiologi adalah teori tentang nilai. (Burhanuddin Salam, 1997:168).
b. Menurut Jujun S. Suriasumantri Filsafat ilmu sebuah pengantar populer bahwa
aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh.
c. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian, yaitu:
 Moral conduct, yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus
yakni etika.
 Esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan
keindahan.
 Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik yang akan melahirkan
filsafat sosio politik.
d. Dalam Encylopedia of Philosophy dijelasan, aksiologi disamakan dengan Value
and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation yaitu:
 Nilai. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika. Lewis menyebutkan
sebagai alat untuk mencapaikan beberapa tujuan, sebagai nilai instrumental
atu menjadi baik atau suatu menjadi menark, sebai inheren atau kebaikan
seperti estetis dari sebuah karya seni, sebagai nilai intrik atau menjadi baik
dalam dirinya, sebagai nilai kontributor atau nilai yang merupakan
pengalaman yang memberikan kontribusi.
 Nilai sebagai kata benda yang konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah
nilai atau nilai-nilai, ini seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang
bernilai, seperti nilainya, nilai dia dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai
untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagai mana berlawanan
dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
 Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai
yang dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut
secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal
tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.7

Dalam teori islam klasik, wilayah etis soal baik dan buruk ada dua pilihan: yang
pertama menekankan pada pemahaman bahwa baik dan buruknya hanya ditentukan oleh

7
Emayulia Sastria, Hakikat Ilmu (Aksiologi dan Kaitan Ilmu dengan Moral). Hal 3-5.

10
Tuhan. Sedangkan yang kedua lebih menekankan pada peran akal dalam menentukan baik-
buruknya sesuatu. Teori pertama menekankankan pada Tuhan lewat kitab suci. Tetapi,
dalam pratiknya, sering kali apa yang diistilahkan dengan Tuhan tersebut jika tidak hati-
hati-dapat saja direduksi menjadi subjektivitas masing-masing individu pengikut agama-
agama. Peran individu di sini juga dapat diganti oleh peran kelompok, yang kedua, juga
demikian halnya. Perbuatan baik dan buruk hanya tergantung dan diukur oleh kemampuan
rasio individu masing-masing.(Assegaf, 2013:30).

Islam memberikan pengahargaan yang begitu besar kepada ilmu. Wahyu pertama
yang diturunkan pada Rasulullah Muhammad adalah “iqra’” atau perintah untuk
membaca. Jibril memerintah Nabi Muhammad untuk membaca dengan menyebut nama
Tuhanmu yang menciptakan. Jadi, dari kata iqra’ inilah, umat islam diperintah untuk
membaca yang kemudian lahir makna untuk memahami, mendalami, menelaah,
menyampaikan, maupun mengetahui dengan dilandasi “bismi rabbik”, dalam arti, hasil-
hasil bacaan dan pemahaman itu nantinya dapat bermanfaat untuk kemanusiaan (Shihab,
2001: 433).

Menurut bahruddin, dkk (2010:101) dalam pandangan Islam, ditinjau dari sisi manfaat
(dataran aksiologis) atas penerapan dan orientasinya, maka ilmu dibedakan menjadi dua,
yaitu:

 Ilmu yang diterapkan dan bermanfaat langsung untuk kehidupan manusia di dunia
dalam kelompok ini adalah yang jelas-jelas langsung dirasakan dan dibutuhkan oleh
manusia di dunia atau dibutuhkan dalam masa hidupnya. Seluruh ilmu sains mencakup
politik, ekonomi, social, budaya dan kejiwaan adalah termasuk dalam kategori
kelompok ilmu ini.
 Ilmu yang bermanfaat secara tidak langsung untuk kehidupan manusia di dunia, tetapi
untuk akhirat dan dimensi spiritual ilmu dalam kelompok ini dikategorikan dengan
ilmu-ilmu yang bersifat non-materi dan hasil dirasakan tidak langsung untuk
kehidupan manusia di dunia atau semasa hdiupnya. Ilmu ini lebih banyak berkaitan
dengan agama dan keimanan seseorang.

Jadi, dalam dataran oksiologis, ilmu dalam pendidikan Islam (Islam) memiliki
manfaat bagi kehidupan di dunia dan Akhirat. Islam tidak mengajarkan manusia untuk
lebih mementinkan kehidupan duniawi atu Akhirat saja, tapi keduanya berjalan. Tujuan
utama dari pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian muslim yang humanis dan

11
religious. Sikap humanis diwujudkan dalam bentuk sikap penghargaan kepada orang lain
(horizontal) maupun pada alam (diagona;), sedangkan sikap religius diwujudkan dalm
bentuk sikap ketundukan terhadap perintah dan larangan Allah (vertical).

12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ontologi adalah ilmu pengetahuan yang meneliti segala sesuatu yang ada dan
segala sesuatu yang membahas ke real-an yakni kenyataan yang sebenarnya, melainkan
karena dalam ajaran Islam realitas tidak hanya terbatas pada yang lahiriah dalam bentuk
alam nyata, melainkan menyangkut realitas yang ghaib. Realitas yang lahiriah dan yang
ghaib itu berawal dari yang tunggal, yaitu Tuhan. Dalam pemahaman seperti ini maka dapat
dikatakan obyek pendidikan Islam itu tidak hanya terbatas pada alam fisik (alam dan
manusia), melainkan menyangkut Tuhan.
Epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang teori atu menurut Anton
Suhono, ialah tori mengenai refleksi mansuia atas kenyataan. Aliran empirisme yang
dipelopori Jhon Lock. Ia mengatakan bahwa pendidikan itu perlu sekali. Teorinya terkenal
dengan istilah “Teori Tabularasa”. Ini artinya bahwa kelahiran anak diumpamakan sebagai
kertas putih-bersih yang dapat diwarnai setiap orang. Dalam konteks pendidikan, pendidik
adalah orang yang mampu memberi “warna” terhadap anak didik.
Sedangkan dalam pandangan islam, kemampuan dasar atau pembawaan disebut
dengan fitrah. Bahwa fitrah adalah tabiat yang siap untuk menerima agama islam. Sehingga
dari segi teori, pendidikan islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses pendidikan
yang bersifat progesif menuju kearah kemampuan optimal anak didik yang berlangsung
diatas nilai-nilai ajaran islam.
Aksiologi adalah kajian tentang nilai ilmu pengetahuan. Dan Menurut Jujun S.
Suriasumantri Filsafat diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Jadi, dalam dataran oksiologis, ilmu dalam pendidikan Islam
(Islam) memiliki manfaat bagi kehidupan di dunia dan Akhirat. Islam tidak mengajarkan
manusia untuk lebih mementinkan kehidupan duniawi atu Akhirat saja, tapi keduanya
berjalan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Bahrum. 2013. Ontologi, Epistemologi dan Aksioogi. Makassar.

Hifni, Moh. 2018. Ontologi, Epitemologi dan Aksiologi dalam Keilmuan. Stain Pamkesan.

Rahmat. Pendidikan Islam sebagai Ilmu Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. UIN
Alaudin Makassar. Volume 6 Nomor 2 tahun 2011.

Mubin, Fatkhul. .Filsafat Modern: Aspek Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis.

Nurfarhanah. 2018. Ontologi, epistemologi dan aksiologi dalam pendidikan islam.


Univesitas Negeri Padang.

Emayulia Sastria. Hakikat Ilmu (Aksiologi dan Kaitan Ilmu dengan Mora).

14

Anda mungkin juga menyukai