Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr, wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. yang telah

melimpahkan taufiq, hidayah dan rahmat-Nya sehingga kami

dapat meyelesaikan makalah “Hukum Kesehatan” ini dalam

waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam selalu

tercurahkan untuk Rasulullah SAW yang telah mengubah zaman

sehingga kita bisa menentukan yang hak dan yang bathil. Dengan

adanya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu

meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman.

Kami menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini

belum mencapai hasil yang sempurna. Oleh karena itu, kritikan

dan saran sangat diharapkan yang bersifat membangun demi

penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga

makalah ini dapat membantu pembaca dalam mengupas imajinasi

mengenai hal-hal yang masih belum diungkapkan dalam

membahas gaya dalim bidang kesehatan.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................4
BAB I..................................................................................................................5
PENDAHULUAN.............................................................................................5
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................5
1.1 TUJUAN PENULISAN....................................................................7
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................7
BAB II................................................................................................................9
PEMBAHASAN................................................................................................9
2.1 PENGERTIAN HUKUM................................................................................9
2.2 PENGERTIAN KESEHATAN.........................................................................9
2.3 PENGERTIAN DARI HUKUM KESEHATAN..................................................9
2.4 SEJARAH HUKUM KESEHATAN...............................................................11
2.5 KELOMPOK-KELOMPOK DALAM HUKUM KESEHATAN..........................13
2.6 RUANG LINGKUP YANG TERDAPAT DALAM HUKUM KESEHATAN........15
2.7 LATAR BELAKANG TERJADINYA TERJADINYA UNDANG UNDANG DI
DUNIA KESEHATAN.......................................................................................16
2.8 FUNGSI DARI HUKUM KESEHATAN........................................................17
2.9 SUMBER-SUMBER HUKUM KESEHATAN.................................................18
2.10 TUJUAN HUKUM KESEHATAN...............................................................20
2.11 ASAS-ASAS HUKUM KESEHATAN.........................................................20
2.12 UPAYA KESEHATAN GUNA MENINGKATKAN DERAJAT KESEHATAN. .21
2.13 HUKUM KESEHATAN DIMASA YANG AKAN DATANG.........................21
2.14 HAL-HAL PENTING DARI UNDANG-UNDANG KESEHATAN..................22
2.15 HAK DAN KEWAJIBAN DALAM HUKUM KESEHATAN..........................26
2.16 MATERI PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG KESEHATAN.................28
2.17 OBJEK PERJANJIAN MEDIS....................................................................31
BAB III............................................................................................................34
KESIMPULAN...............................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................35
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang


berkaitan dengan kesehatan yaitu bagaimana mengatasi masalah-
masalah itu tidak keluar dari etika dan hukum agar apa yang
dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap
diri sendiri dan orang lain. Etik berasal dari bahasa Yunani yaitu
ethos yang artinya yang baik/yang layak. Yang baik / yang layak ini
ukurannya orang banyak.
Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran
penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
setiap orang, yang merupakan bagian integral dari kesejahteraan,
diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan
di bidang kesehatan.
Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan
kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada awalnya pembangunan
kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan yang
menyeluruh dengan penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam kalangan
kesehatan sebagai paradigma sehat.
Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya paradigma sehat
maka segala kegiatan apapun harus berorientasi pada wawasan
kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan peningkatan
kualitas individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan
secara terus menerus memelihara dan meningkatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau serta mendorong
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Secara ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
bagi setiap orang maka harus secara terus menerus dilakukan
perhatian yang sungguh-sungguh bagi penyelenggaraan
pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan
atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan
dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan
perangkat hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum
kesehatan yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum
dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya
kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah yang dimaksud
dengan hukum kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum
kesehatan, materi muatan peraturan perundang-undangan bidang
kesehatan, dan hukum kesehatan di masa mendatang.
Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan
sumbangan pemikiran, baik secara teoritikal maupun praktikal
terhadap keberadaan hukum kesehatan. Untuk itu dilakukan kajian
normatif, kajian yang mengacu pada hukum sebagai norma dengan
pembatasan pada masalah kesehatan secara umum melalui tradisi
keilmuan hukum.
Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi
dalam 3 (tiga) kelompok sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum
yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Selanjutnya
untuk memecahkan isu hukum, pertanyaan hukum yang timbul maka
digunakan pendekatan konseptual, statuta, historis, dogmatik, dan
komparatif. Namun adanya keterbatasan waktu maka kajian ini
dibatasi hanya melihat peraturan perundang-undangan bidang
kesehatan.

1.1 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui hukum atau pasal-pasal yang mengatur
tentang kesehatan
2. Agar bisa memahami fungsi fungsi hukum kesehatan
3. Agar kita tidak melanggar asas-asas kesehatan

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.1.1 Apa pengertian dari hukum?


1.1.2 Apa definisi dari kesehatan?
1.1.3 Apa yang dimaksud dengan hukum kesehatan?
1.1.4 Bagaimana sejarah hukum kesehatan?
1.1.5 Sebutkan kelompok-kelompok dalam hukum kesehatan?
1.1.6 Apa saja ruang lingkup yang terdapat dalam hukum
kesehatan?
1.1.7 Bagaimana latar belakang terjadinya peraturan
perundang-undangan di bidang pelayanan kesehatan?
1.1.8 Apa saja fungsi dari hukum kesehatan?
1.1.9 Sebutkan sumber-sumber hukum kesehatan!
1.1.10 Apa tujuan dari hukum kesehatan?
1.1.11 Apa saja asas-asas hukum kesehatan?
1.1.12 Apa saja upaya kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat?
1.1.13 Bagaimana hukum kesehatan dimasa yang akan datang?
1.1.14 Apa saja hal-hal penting dalam undang-undang
kesehatan?
1.1.15 Apa hak dan kewajiban dalam hukum kesehatan?
1.1.16 Apa saja materi peraturan perudang-undangan di bidang
kesehatan?
1.1.17 Apa saja objek perjanjian medis?
1.2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum

Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat


oleh suatu kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup dalam
masyarakat agar masyarakat bisa teratur.
Hukum perdata mengatur subjek dan antar subjek dalam hubungan
interrelasi (kedudukan sederajat) (1887)

2.2 Pengertian Kesehatan

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan


sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial
dan ekonomis.

2.3 Pengertian Dari Hukum Kesehatan

Beberapa pengertian hukum kesehatan menurut beberapa ahli dan


undang-umdamg:
 Van Der Mijn: Hukum Kesehatan diartikan sebagai hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan,
meliputi: penerapan perangkat hukum perdata, pidana dan tata
usaha negara.
 Leenen: Hukum kesehatan sebagai keseluruhan aktivitas yuridis
dan peraturan hukum di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya.
 Hukum kesehatan (No. 23 tahun 1992) adalah semua ketentuan
hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan /
pelayanan dan penerapannya. Yang diatur menyangkut hak dan
kewajiban baik perorangan dan segenap lapisan masyarakat
sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya,
organisasi, sarana pedoman standar pelayanan medic, ilmu
pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum
lainnya.
  Hukum kesehatan adalah semua ketentuan-ketentuan atau
peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan yang
mengatur hak dan kewajiban individu, kelompok atau masyarakat
sebagai penerima pelayanan kesehatan pada satu pihak, hak dan
kewajiban tenaga kesehatan dan sarana kesehatan sebagai
penyelenggara pelayanan kesehatan di pihak lain yang mengikat
masing-masing pihak dalam sebuah perjanjian terapeutik dan
ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan perundang-undangan
di bidang kesehatan lainnya yang berlaku secara lokal, regional,
nasional dan internasional.
Secara ringkas hukum kesehatan adalah:
a. Kumpulan peraturan yang mengatur tetang hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan
b. Seperangkat kaidah yang mengatur seluruh aspek yang berkaitan
dengan upaya dan pemeliharaan di bidang kesehatan.
c. Rangkaian peraturan perundang-undangan dalam bidang
kesehatan yang mengatur pelayanan medik dan sarana medik

2.4 Sejarah Hukum Kesehatan

Pada awalnya masyarakat menganggap penyakit sebagai


misteri, sehingga tidak ada seorangpun yang dapat menjelaskan
secara benar tentang mengapa suatu penyakit menyerang
seseorang dan tidak menyerang lainnya. Pemahaman yang
berkembang selalu dikaitkan dengan kekuatan yang bersifat
supranatural. Penyakit dianggap sebagai hukuman Tuhan atas
orang-orang yang yang melanggar hukumNya atau disebabkan
oleh perbuatan roh-roh jahat yang berperang melawan dewa
pelindung manusia. Pengobatannya hanya bisa dilakukan oleh
para pendeta atau pemuka agama melalui do’a atau upacara
pengorbanan
Pada masa itu profesi kedokteran menjadi monopoli kaum
pendeta, oleh karena itu mereka merupakan kelompok yang
tertutup, yang mengajarkan ilmu kesehatan hanya di kalangan
mereka sendiri serta merekrtu muridnya dari kalangan atas.
Memiliki kewenangan untuk membuat undang-undang, karena
dipercayai sebagai wakil Tuhan untuk membuat undang-undang
di muka bumi. Undang-undang yang mereka buat memberi
ancaman hukuman yang berat, misalnya hukuman potong tangan
bagi seseorang yang melakukan pekerjaan dokter dengan
menggunakan metode yang menyimpang dari buku yang ditulis
sebelumnya, sehingga orang enggan memasuki profesi ini.
Mesir pada tahun 2000 SM tidak hanya maju di bidang
kedokteran tetapi juga memiliki hukum kesehatan. Konsep
pelayanan kesehatan sudah mulai dikembangkan dimana
penderita/psien tidak ditarik biaya oleh petugas kesehatan yang
dibiayai oleh masyarakat. Peraturan ketat diberlakukan bagi
pengobatan yang bersifat eksperimen. Tidak ada hukuman bagi
dokter atas kegagalannya selama buku standar diikuti. Profesi
kedokteran masih di dominasi kaum kasta pendeta dan bau mistik
tetap saja mewarnai kedokteran
Sebenarnya ilmu kedokteran sudah maju di Babylonia (Raja
Hammurabi 2200 SM) dimana praktek pembedahan sudah mulai
dikembangkan oleh para dokter, dan sudah diatur tentang sistem
imbalan jasa dokter, status pasien, besar bayarannya. (dari sini lah
Hukum Kesehatan berasal, bukan dari Mesir). Dalam Kode
Hammurabi diatur ketentuan tentang kelalaian dokter beserta
daftar hukumannya, mulai dari hukuman denda sampai hukuman
yang mengerikan. Dan pula ketentuan yang mengharuskan dokter
mengganti budak yang mati akibat kelalian dokter ketika
menangani budak tersebut.
Salah satu filosof yunani HIPPOCRATES (bapak ilmu
kedokteran modern) telah berhasil menyusun landasan bagi
sumpah dokter serta etika kedokteran, yaitu:
a. Adanya pemikiran untuk melindungi masyarakat dari penipuan
dan praktek kedokteran yang bersifat coba-coba
b. Adanya keharusan dokter untuk berusaha semaksimal mungkin
bagi kesembuhan pasien serta adanya larangan untuk
melakukan hal-hal yang dapat merugikannya.
c. Adanya penghormatan terhadap makhluk insani melalui
pelarangan terhadap euthanasia dan aborsi
d. Menekankan hubungan terapetik sebagai hubungan di mana
dokter dilarang mengambil keuntungan
e. Adanya keharusan memegang teguh rahasia kedokteran bagi
setiap dokter.
Abad 20 an telah terjadi perubahan sosial yang sangat besar,
pintu pendidikan bagi profesi kedokteran telah terbuka lebar dan
dibuka di mana-mana, kemajuan di bidang kedokteran menjadi
sangat pesat, sehingga perlu dibatasi dan dikendalikan oleh
perangkat hukum untuk mengontrol profesi kedokteran. Hukum
dan etika berfungsi sebagai alat untuk menilai perilaku manusia,
obyek hukum lebih menitik beratkan pada perbuatan lahir, sedang
etika batin, tujuan hukum adalah untuk kedamaian lahiriah, etika
untuk kesempurnaan manusia, sanksi hukum bersifat memaksa,
etika berupa pengucilan dari masyarakat.

2.5 Kelompok-Kelompok Dalam Hukum Kesehatan

Hukum kesehatan dapat di kelompokkan menjadi 4 kelompok


yaitu:
1. Hukum kesehatan yang terkait langsung dengan pelayanan
kesehatan yaitu antara lain :
a. UU No. 23/ 1992 Tentang Kesehatan yang telah diubah
menjadi UU No 36/2009 tentang Kesehatan
b. UU No. 29/2004 tentang Praktek kedokteran
c. UU No, 44/ 2009 tentang Rumah sakit
d. PP  No. 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan
e. Permenkes 161/2010 tentang Uji kompetensi
2. Hukum Kesehatan yang tidak secara laingsung terkait
dengan pelayanan Kesehatan antara lain:
a. HukumPidana
Pasal-pasal hukum pidana yang terkait dengan
pelayanan kesehatan. Misalnya Pasal 359 KUHP tentang
kewajiban untuk bertanggung jawab secara pidana bagi
tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyebabkan
pasien mengalami cacat, gangguan fungsi organ tubuh atau
kematian akibat kelalaian atau kesalahan yang
dilakukannya.
b. Hukum Perdata
Pasal-pasal Hukum perdata yang terkait dengan pelayanan
kesehatan. Misalnya Pasal 1365 KUHPerd. Mengatur tentang
kewajiban hukum untuk mengganti kerugian yang dialami
oleh pasien akibat adanya perbuatan wanprestasi dan atau
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan sarana kesehatan dalam memberikan pelayanan
terhadap pasien
c. Hukum Administrasi
Ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan baik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun
oleh sarana kesehatan yang melanggar hukum adminstrasi
yang menyebabkan kerugian pada pada pasien menjadi
tanggung jawab hukum dari penyelenggara pelayanan
kesehatan tersebut
3. Hukum Kesehatan yang berlaku secara Internasional
 Konvensi
 Yurisprudensi
 Hukum Kebiasaan
4. Hukum Otonomi
 Perda tentang kesehatan
 Kode etik profesi

2.6 Ruang Lingkup Yang Terdapat Dalam Hukum


Kesehatan

Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 1992


tentgang kesehatan menyatakan yang disebut sehat adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.
Menurut Leenen, masalah kesehatan dikelompokkan dalam 15
kelompok: (Pasal 11 UUK)
1. Kesehatan keluarga
2. Perbaikan gizi
3. Pengemanan makanan dan minuman
4. Kesehatan lingkungan
5. Kesehatan kerja
6. Kesehatan jiwa
7. Pemberantasan penyakit
8. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
9. Penyuluhan kesehatan
10. Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
11. Pengamanan zat adiktif
12. Kesehatan sekolah
13. Kesehatan olah raga
14. Pengobatan tradisional
15. Kesehatan matra
Hukum kesehatan di Indonesia belum seluruhnya memenuhi
runag lingkup yang ideal, sehingga yang diperlukan adalah:
1. Melakukan inventarisasi dan analisis terhadap perundang-
undangan yang sudah ada untuk dikaji sudah cukup atau
belum.
2. Perlu dilakukan penyuluhan tidak hanya terbatas kepada
tenaga kesehatan saja tetapi juga kalangan penagak hukum
dan masyarakat
3. Perlu dilakukan identifikasi yang tepat bagi pengaturan
masalah-masalah kesehatan guna pembentukan perundang-
undangan yang benar.

2.7 Latar Belakang Terjadinya terjadinya undang


undang di dunia kesehatan
1. Pengaturan pemberian jasa keahlian
2. Tingkat kualitas keahlian tenaga kesehatan
3. Keterarahan
4. Pengendalian biaya
5. Kebebasan warga masyarakat untuk menentukan kepentingannya
serta identifikasi kewajiban pemerintah
6. Perlindungan hukum pasien
7. Perlindungan hukum tenaga kesehatan
8. Perlindungan hukum pihak ketiga
9. Perlindungan hukum bagi kepentingan umum

2.8 Fungsi Dari Hukum Kesehatan

Fungsi hukum kesehatan adalah:


1. Menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Meskipun hanya mengatur
tata kehidupan di dalam sub sektor yang kecil tetapi keberadaannya
dapat memberi sumbangan yang besar bagi ketertiban masyarakat
secara keseluruhan
2. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat
(khususnya di bidang kesehatan). Benturan antara kepentingan
individu dengan kepentingan masyarakat.
3. Merekayasa masyarakat (social engineering). Jika masyarakat
menghalang-halangi dokter untuk melakukan pertolongan terhadap
penjahat yang luka-luka karena tembakan, maka tindakan tersebut
sebenarnya keliru dan perlu diluruskan.
Contoh lain: mengenai pandangan masyarakat yang menganggap
doktrer sebagai dewa yang tidak dapat berbuat salah. Pandangan ini
juga salah, mengingat dokter adalah manusia biasa yang dapat
melakukan kesalahan di dalam menjalankan profesinya, sehingga ia
perlu dihukum jika perbuatannya memang pantas untuk dihukum.
Keberadaan Hukum Kesehatan di sini tidak saja perlu untuk
meluruskan sikap dan pandangan masyarakat, tetapi juga sikap dan
pandangan kelompok dokter yang sering merasa tidak senang jika
berhadapan dengan proses peradilan.

2.9 Sumber-Sumber Hukum Kesehatan

Hukum Kesehatan tidak hanya bersumber pada hukum tertulis saja


tetapi juga yurisprudensi, traktat, Konvensi, doktrin, konsensus dan
pendapat para ahli hukum maupun kedokteran. Hukum tertulis, traktat,
Konvensi atau yurisprudensi, mempunyai kekuatan mengikat (the
binding authority), tetapi doktrin, konsensus atau pendapat para ahli
tidak mempunyai kekuatan mengikat, tetapi dapat dijadikan
pertimbangan oleh hakim dalam melaksanakan kewenangannya, yaitu
menemukan hukum baru.
Zevenbergen mengartikan sumber hukum adalah sumber terjadinya
hukum; sumber yang menimbulkan hukum. Sedangkan Achmad Ali,
sumber hukum adalah tempat di mana kita dapat menemukan hukum.
Sumber hukum dapat dibedakan ke dalam :
a. Sumber hukum materiil, adalah faktor-faktor yang turut menentukan isi
hukum. Misalnya, hubungan sosial/kemasyarakatan, kondisi atau
struktur ekonomi, hubungan kekuatan politik, pandangan keagamaan,
kesusilaan dsb.
b. Sumber hukum formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu
peraturan memperoleh kekuatan hukum; melihat sumber hukum dari
segi bentuknya.

 Yang termasuk sumber hukum formal, adalah :

1. Undang-undang (UU) : Peraturan negara yang dibentuk oleh


alat perlengkapan negara yang berwenang, dan mengikat
masyarakat.
2. Kebiasaan : Perbuatan manusia mengenai hal tertentu yang
dilakukan berulang-ulang.
3. Yurisprudensi : Keputusan hakim/ pengadilan terhadap
persoalan tertentu, yang menjadi dasar bagi hakim-hakim
yang lain dalam memutuskan perkara, sehingga keputusan
hakim itu menjadi keputusan hakim yang tetap.
4. Traktat (Perjanjian antar negara) : Perjanjian merupakan salah
satu sumber hukum karena perjanjian yang telah dibuat oleh
kedua belah pihak (para pihak) mengikat para pihak itu
sebagai undang-undang. Hal ini diatur dalam pasal 1338 ayat
1 KUH Perdata.
5. Perjanjian : Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum
karena perjanjian yang telah dibuat oleh kedua belah pihak
(para pihak) mengikat para pihak itu sebagai undang-undang.
Hal ini diatur dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata.
6. Doktrin : Adalah pendapat para sarjana hukum terkemuka
yang besar pengaruhnya bagi pengadilan (hakim) dalam
mengambil keputusannya. Doktrin untuk dapat menjadi salah
satu sumber hukum (formal) harus telah menjelma menjadi
keputusan hakim.

2.10 Tujuan Hukum Kesehatan


Tujuannya Pasal 3 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal

2.11 Asas-Asas Hukum Kesehatan

1. Asas perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa


berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dilandasi atas
perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
dengan tidak membeda-bedakan golongan, agama, dan bangsa
2. Asas manfaat berarti memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi kemanusiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga
negara;
3. Asas usaha bersama dan kekeluargaan berarti bahwa
penyelenggaraan kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan yang
dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh
semangat kekeluargaan.
4. Asas adil dan merata berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan
harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada
segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat
5. Asas perikehidupan dalam keseimbangan berarti bahwa
penyelenggaraan kesehatan harus dilaksanakan seimbang antara
kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental,
antara materiel dan spiritual
6. Asas kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan sendiri berarti
bahwa penyelenggaraan kesehatan harus berlandaskan pada
kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri dengan
memanfaatkan potensi nasional seluas-luasnya.

2.12 Upaya Kesehatan Guna Meningkatkan Derajat


Kesehatan

Upaya kesehatan guna mewujudkan derajat kesehatan yang optimal


bagi masyarakat meliputi:
1. upaya peningkatan kesehatan (promotif)
2. upaya pencegahan penyakit ( preventif)
3. upaya penyembuhan penyakit (kuratif)
4. upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif)
keempat upaya tersebut dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan.

2.13 Hukum Kesehatan Dimasa Yang Akan Datang

Hermien Hadiati Koeswadji mencatat bahwa dari apa yang telah


digariskan dalam peraturan perundang-undangan yang ada perlu
terus ditingkatkan untuk (15):
1. Membudayakan perilaku hidup sehat dan penggunaan pelayanan
kesehatan secara wajar untuk seluruh masyarakat;
2. Mengutamakan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit;
3. Mendorong kemandirian masyarakat dalam memilih dan membiayai
pelayanan kesehatan yang diperlukan;
4. Memberikan jaminan kepada setiap penduduk untuk mendapatkan
pemeliharaan kesehatan;
5. Mengendalikan biaya kesehatan;
6. Memelihara adanya hubungan yang baik antara masyarakat dengan
penyedia pelayanan kesehatan;
7. Meningkatkan kerjasama antara upaya kesehatan yang dilakukan
pemerintah dan masyarakat melalui suatu bentuk pemeliharaan
kesehatan bagi masyarakat yang secara efisien, efektif dan bermutu
serta terjangkau oleh masyarakat.
Untuk itu dukungan hukum tetap dan terus diperlukan melalui
berbagai kegiatan untuk menciptakan perangkat hukum baru,
memperkuat terhadap tatanan hukum yang telah ada dan
memperjelas lingkup terhadap tatanan hukum yang telah ada.

2.14 Hal-Hal Penting Dari Undang-Undang Kesehatan

1. Adanya payung bagi tindakan aborsi atas indikasi medik


Sebagaimana diketahui bahwa tindakan medik dalam bentuk
pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena
bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, dan hukum. Namun
dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa ibu dapat
dilakukan aborsi.
Aborsi atas indikasi medik tersebut dapat dilakukan dengan syarat:
a. adanya kondisi yang menyebabkan wanita hamil berada dalam
keadaan bahaya maut jika tidak dilakukan aborsi.
b. Sebelumnya harus meminta pertimbangan lebih dahulu dari tim ahli
yang terdiri atas ahli medik, agama, hukum, dan psikologi.
c. Harus ada informed consent dari wanita yang bersangkutan. Jika
wanita ybs dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan
persetujuannya, maka informed consent dapat diminta dari suami
atau keluarganya.
d. Pelaksanaan aborsi harus dilakukan oleh dokter ahli kandungan dan
kebidanan.
e. Tempat aborsi adalah di sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan
fasilitas yang memadai untuk kepentingan tersebut dan telah
ditunjuk oleh pemerintah.
2. Penyembuhan dan pemulihan kesehatan dengan transplantasi
Upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang transplantasi. Meskipun belum diatur secara
lengkap tetapi beberapa pembatasan telah dikemukakan dalam
UUK, antaralain:
a. Transplantasi organ/jaringan hanya boleh dilakukan dengan
kemanusiaan. Tidak dibenarkan dilakukan dengan tujuan komersial.
b. Pelaksanaannya hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
c. Tempat pelaksanaan ialah di sarana kesehatan yang memiliki
persyaratan ketenagaan dan fasilitas.
d. Pengambilan organ/jaringan harus memperhatikan kesehatan donor
e. Harus ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya
3. Dimungkinkannya melakukan upaya kehamilan di luar cara
alami
Upaya kehamilan untuk memperoleh keturunan di luar cara alami
dengan memanfaatkan teknologi bayi tabung dapat dilakukan
sebagai upaya terakhir dengan syarat-syarat yang sangat ketat, yaitu:
a. Hanya boleh dilakukan terhadap pasangan nikah (suami isteri).
b. Harus menggunakan sperma suami dan ovum isteri.
c. Embrio yang dihasilkan hanya boleh ditanamkan ke dalam rahim
isteri.
d. Pelaksanaannya hanya di sarana kesehatan yang memenuhi
persyaratan ketenagaan dan fasilitas yang memadai untuk itu dan
telah ditunjuk oleh pemerintah
e. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan
kewenangan untuk itu.
Dengan adanya syarat tersebut maka upaya kehamilan dengan
teknologi bayi tabung tidak boleh menggunakan donor sperma atau
ovum, donor embrio, dan ibu tumpang. (ttg kehamilan dg
menggunakan teknologi cloning tidak disinggung dlm UUK)
4. Diakuinya hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
Pengakuan atas hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri yang
diwujudkan dalam bentuk informed consent merupakan refleksi
bahwa HAM juga dijadikan acuan bagi kebijakan di bidang
kesehatan. Dengan adanya pengakuan tersebut maka pasien berhak
menentukan apakah ia akan menerima atau menolak tindakan
medik.
Mengenai masalah imunisasi, yang sebetulnya amat oenting bagi
upaya meningkatkan kesehatan masyarakat tidak disebut dalam
UUK, yaitu termasuk wajib atau sukarela.
5. Dibolehkannya melakukan pengobatan tradisional
Dengan dibolehkannya melakukan pengibatan tradisional berarti
sistem yang dianut bukan sistem monopli kedokteran, artinya orang
boleh melakukan praktek pengobatan tradisional, yaitu metode
pengobatan yang mengacu pada pengalaman turun temurun, baik
yang asli maupun dari luar negeri.
Kebijakan seperti ini memang patut dihargai, sebab masyarakat
memang punya hak untuk menentukan, metode mana yang
menurutnya baik untuk dipilih. Meskipun demikian pemerintah
punya kewajiban dan sekaligus kewenangan untuk melakukan
pengawasan dan pembinaan agar dapat dipertanggungjawabkan
manfaat dan keamanannya sehingga tidak merugikan masyarakat.
6. Dibentuknya majelis disiplin tenaga kesehatan
Untuk memberikan perlindungan yang seimbang antara tenaga
kesehatan dan penerima layanan kesehatan, maka perlu dibentuk
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan, yang akan menentukan ada
tidaknya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dalam rangka memberikan layanan. Majelis terdiri atas
ahli psikologi, sosiologi, agama dan ahli hukum yang sekaligus
bertindak sebagai ketua. Hukuman yang dapat diterapkan adalah
hukuman administratif berupa pencabutan izin untuk jangka waktu
ttt atau hukukman lain sesuai dengan kesalahan dan kelalaiannya.
7. Adanya payung bagi Program KB
Sebelum ada UUK banyak tenaga kesehatan merasa ragu terhadap
program KB, sebab meskipun secara materiil tidak lagi dianggap
sebagai tindak pidana namun secara formil masih. Dengan adanya
UUK, maka secara formil tindakan pengaturan terhadap kelahiran
dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis tidak
lagi mrpkn tindak pidana.
8. Ditetapkannya hukuman pidana yang yang sangat berat (Pasal
80-86)
Bisanya dalam uu yang mengatur hal yang khusus (lex specialis)
diatur juga ketentuan pidananya, demikian juga dalam UUK.
Hukumannya mencapai 15 tahun penjara disertai denda 500 juta
rupiah.
2.15 Hak Dan Kewajiban Dalam Hukum Kesehatan

Setiap undang-undang selalu mengatur hak dan kewajiban, baik


yang dimiliki oleh pemerintah maupun warganya, demikian juga uu
kesehatan. Hak dan kewajiban yang dimiliki setiap warga berdasarkan
Pasal 4 dan 5 UUK adalah:
1. setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal.
2. Setiap orang berkewajiban ikut serta dalam pemeliharaan dan
peningkatan derajat kesehatan perseorangan, keluarga dan
lingkungannya.
3. Sedangkan pemerintah mempunyai tugas dan tanggung jawab sbb:
a. mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya
kesehatan.
b. menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau
masyarakat
c. menggerakkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan
pembiayaan kesehatan dengan memperhatikan fungsi sosial.
d. bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Dalam permasalahan Kesehatan masyarakat, pemerintah


berkewajiban memastikan warga negaranya tidak sakit dan juga
berkewajiban untuk memenuhi hak rakyatnya atas kehidupan
yang sehat dan terselengaranya kondisi-kondisi yang
menentukan kesehatan rakyat, karena Kesehatan telah menjadi
bagian dari kehidupan warga Negara, dan untuk menjalankan
amanat tersebut Negara harus memenuhi azas pembangunan
Kesehatan seperti yang tertulis dalam Pasal 2 Undang- Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi
“Pembangunan Kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan
perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan,
pemghormatan terhadap hak dan kewajiban keadilan, gender,
nondiskriminasi dan norma-norma agama.” Jika azas
pembangunan dapat terpenuhi maka jaminan pelayanan
Kesehatan bagi masyarakat akan terpenuhi dengan baik dan
upaya Kesehatan bagi masyarakat akan lebih menyeluruh hingga
berbagai lapisan masyarakat. Dalam pelayanan kesehatan, tidak
kalah

pentingnya peran pemerintah untuk memperhatikan pemenuhan


kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yang
memadai sehingga dapat mencakup semua golongan
masyarakat, tidak hanya untuk satu golongan tertentu yang
berpengaruh tetapi termasuk didalamnya golongan masyarakat
tidak mampu untuk menikmati kebaikan pelayanan medis dalam
kondisi yang dibutuhkan4. Berikut contoh fakta-fakta
masyarakat yang tidak terjangkau terhadap kewajiban negara
untuk memberikan kesehatan bagi masyarakat5:
1. Ditolak Rumh Sakit, Pasien Miskin Akhirnya Meninggal.
2. Pasien BPJS Diusir dari RSMH Palembang, Akhirnya
Meninggal.
3. Tolak Pasien yang Akhirnya Meninggal di Mobil, Warga
Labrak Rumah Sakit di Tangerang.
4. Kasus Bayi Debora Akibat Delay Treatment (Menunda
Perawatan).
Melihat fakta-fakta tersebut diatas, ini menunjukkan bahwa
walaupun Undang-Undang Dasar telah memberikan jangkauan
kepada pemerintah dalam rangka untuk memberikan atau
menjamin kesehatan terhadap masyarakat tetapi hal tersebut
tidak diterapkan walaupun sudah ada sanksi pidana, oleh
sebab itulah Rumah Sakit dan Pimpinan Fasilitas Rumah
Sakit selalu tidak dapat di kenakan sanksi pidana, sedangkan
masyarakat yang menjadi pasien dan membutuhkan pertolongan
medis mengalami kerugian, kerugian tersebut berupa pasien
mengalami

2.16 Materi Perundang-Undangan Dibidang Kesehatan

Segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan seringkali


dikatakan sebagian masyarakat kesehatan dengan ucapan saratnya
peraturan. Peraturan dimaksud dapat berupa peraturan perundang-
undangan yang berlaku umum dan berbagai ketentuan internal bagi
profesi dan asosiasi kesehatan. Agar diperoleh gambaran yang lebih
menyeluruh maka digunakan susunan 3 (tiga) komponen dalam suatu
sistem hukum seperti yang dikemukakan Schuyt.(9) Ketiga komponen
dimaksud adalah keseluruhan peraturan, norma dan ketetapan yang
dilukiskan sebagai sistem pengertian, betekenissysteem, keseluruhan
organisasi dan lembaga yang mengemban fungsi dalam melakukan
tugasnya, organisaties instellingen dan keseluruhan ketetapan dan
penanganan secara konkret telah diambil dan dilakukan oleh subjek
dalam komponen kedua, beslisingen en handelingen.
Dalam komponen pertama yang dimaksudkan adalah seluruh
peraturan, norma dan prinsip yang ada dalam penyelenggaraan kegiatan
di bidang kesehatan. Bertolak dari hal tersebut dapat diklasifikasikan
ada 2 (dua) bentuk, yaitu ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh
penguasa dan ketentuan yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi
kesehatan. Hubungan antara keduanya adalah ketentuan yang dibuat
oleh organisasi profesi dan asosiasi kesehatan serta sarana kesehatan
hanya mengikat ke dalam dan tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan yang dibuat oleh penguasa.
Menurut inventarisasi yang dilakukan terhadap ketentuan yang
dikeluarkan penguasa dalam bentuk peraturan perundang-undangan
terdapat 2 (dua) kategori, yaitu yang bersifat menetapkan dan yang
bersifat mengatur.
Dari sudut pandang materi muatan yang ada dapat dikatakan
mengandung 4 (empat) obyek, yaitu:
a. Pengaturan yang berkaitan dengan upaya kesehatan
b. Pengaturan yang berkaitan dengan tenaga kesehatan
c. Pengaturan yang berkaitan dengan sarana kesehatan
d. Pengaturan yang berkaitan dengan komoditi kesehatan.
Apabila diperhatikan dari ketentuan tersebut terkandung prinsip
perikemanusiaan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat,
usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam
keseimbangan dan kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan sendiri.
Selanjutnya dari ketentuan yang ada dalam keputusan dan peraturan
yang dibuat oleh organisasi profesi dan asosiasi bidang kesehatan serta
sarana kesehatan adalah mencakup kode etik profesi, kode etik usaha
dan berbagai standar yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan.
Apabila diperhatikan prinsip-prinsip yang dikandung dalam
ketentuan ini mencakup 4 (empat) prinsip dasar, yaitu autonomy,
beneficence, non maleficence dan justice.
Sebelum memasuki komponen kedua, perlu dibahas terlebih dahulu
komponen ketiga mengenai intervensi yang berupa penanganan yang
dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur. Komponen ini merupakan
aktualisasi terhadap komponen ideal yang ada dalam komponen
pertama. Bila diperhatikan isi ketentuan yang ada dimana diperlukan
penanganan terdapat 4 (empat) sifat, yaitu:
a. Perintah (gebod) yang merupakan kewajiban umum untuk melakukan
sesuatu
b. Larangan (verbod) yang merupakan kewajiban umum untuk tidak
melakukan sesuatu
c. Pembebasan (vrijstelling, dispensatie) berupa pembolehan khusus untuk
tidak melakukan sesuatu yang secara umum diharuskan.
d. Izin (toesteming, permissie) berupa pembolehan khusus untuk
melakukan sesuatu yang secara umum dilarang.
Tindakan penanganan yang dilakukan apakah sudah benar atau
tidak, kiranya dapat diukur dengan tatanan hukum seperti yang
dikemukakan oleh Nonet dan Selznick, yaitu apakah masih bersifat
represif, otonomous atau responsive. Selanjutnya dengan komponen
kedua tentang organisasi yang ada dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian besar yaitu organisasi
pemerintah dan organisasi / badan swasta.
Pada organisasi pemerintah mencakup aparatur pusat dan daerah
serta departemen dan lembaga pemerintah non departemen. Pada sektor
swasta terdapat berbagai organisasi profesi, asosiasi dan sarana
kesehatan yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang kesehatan.
Dari susunan dalam 3 (tiga) komponen tersebut secara global menurut
Schuyt bahwa tujuan yang ingin dicapat adalah :
a. Penyelenggaraan ketertiban sosial
b. Pencegahan dari konflik yang tidak menyenangkan
c. Jaminan pertumbuhan dan kemandirian penduduk secara
individual
d. Penyelenggaraan pembagian tugas dari berbagai peristiwa
yang baik dalam masyarakat
e. Kanalisasi perubahan sosial.

2.17 Objek Perjanjian Medis


Apabila objek perjanjian medis ditinjau dari sudut pandang ilmu
kedokteran maka kita dapat merincinya melalui upaya yang umum
dilakukan dalam suatu pelayanan kesehatan atau pelayanan medis.
Tahapan pelayanan kesehatan bisa dimulai dari usaha promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Jadi variasi objek perjanjian medis
dapat merupakan
1. Medical check-up
Upaya ini bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang berada
dalam kondisi sehat atau cenderung mengalami suatu kelainan dalam
taraf dini. Hal ini berkaitan dengan usaha promotif yang bertujuan
memelihara atau meningkatkan kesehatan secara umum.
2. Imunisasi
Tindakan ini ditujukan untuk mencegah terhadap suatu penyakit
tertentu bagi seseorang yang mempunyai risiko terkena. Misalnya
anggota keluarga dari pasien yang menderita Hepatitis B, dianjurkan
sekali untuk mendapatkan vaksinasi Hepatitis B. Usaha preventif ini
bersifat spesifik untuk mencegah penularan penyakit Hepatitis B.
3. Keluarga Berencana
Pasangan suami istri yang ingin mencegah kelahiran atau ingin
mempunyai keturunan, secara umum mereka berada dalam keadaan
sehat. Usaha ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kebaha¬giaan keluarga secara umum.
4. Usaha penyembuhan penyakit
Sifat tindakan di sini adalah kuratif, Untuk menyembuhkan penyakit
yang akut atau relatif belum terlalu lama di derita.

5. Meringankan penderitaan

Umumnya dokter memberikan obat-obat yang simptomatis


sifatnya, hanya menghilangkan gejala saja, karena penyebab
Penyakitnya belum dapat diatasi. Misalnya obat-obat penghilang
rasa nyeri.

6. Memperpanjang hidup

Penyakit pasien belum dapat diatasi sepenuhnya sehingga sewaktu-


waktu perlu dilakukan tindakan medis tertentu. Misalnya pada
pasien gagal ginjal yang memerlukan ‘cuci darah’.
7. Rehabilitasi
Tindakan medis yang dilakukan untuk rehabilitasi umumnya
dilakukan terhadap pasien yang cacat akibat kelainan bawaan
atau penyakit yang di dapat seperti luka bakar atau trauma. Ada
pula mereka yang sebenamya sehat tetapi merasa kurang cantik
sehingga menginginkan dilakukan suatu bedah kosmetik.
Tindakan ini yang kadang menimbulkan masalah apabila
harapan yang didambakan untuk memperoleh kecantikan yang
dijanjikan tidak terpenuhi.

Secara yuridis semua upaya tindakan medis tersebut di atas


dapat menjadi objek hukum yang sah. Akan tetapi bentuk
perjanjian medisnya harus jelas apakah inspanningsverbintenis
atau suatu resultaatsverbintenis. Hal ini penting dalam kaitamya
dengan ‘beban pembuktian’ apabila terjadi suatu gugatan
hukum. Akan tetapi apabila dokter bekerja sesuai dengan
standar profesinya dan tidak ada unsur kelalaian serta hubungan
dokter-pasien merupakan hubungan yang saling penuh
pengertian, umumnya tidak akan ada permasalahan yang
menyangkut jalur hukum.

Dengan demikian maka Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata:


semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi mereka
yang membuatnya sebagai undang-undang. Oleh karena itu jika
perjanjian terapetik telah memenuhi pasal 1320 KUH Perdata,
maka semua kewajiban yang timbul mengikat baik dokter
maupun pasien. Pasal 1338 (2) perjanjian itu tidak dapat ditarik
kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
alasan yang oleh uu dinyatakan cukup untuk itu.
BAB III
KESIMPULAN

1. Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang


berhubungan langsung dengan pemeliharaan / pelayanan dan
penerapannya. Yang diatur menyangkut hak dan kewajiban
baik perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai
penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya,
organisasi, sarana pedoman standar pelayanan medic, ilmu
pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber
hukum lainnya. (UU No.23 tahun 1992).
2.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://Etika dan Hukum Kesehatan _ Catatan Kuliahnya


Nilna.html
2. http://kuliah hukum kesehatan _ Budiyanto's Blog.html
3. http://Biro Hukum Dan Organisasi _ Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.html
4. http://aniromaningsih.blogspot.co.id/2015/05/makalah-
tentang-etika-kesehatan.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai