Anda di halaman 1dari 17

ISLAM DAN AKULTURASI BUDAYA

Disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah : Studi Islam Indonesia
Dosen Pengampu : Badrus Zaman M.Pd.I.

Disusun oleh :

1. Muhammad Riski 230102200


2. Alditya Fariz Wijaya 23010220076
3. M. Desvito Adrian 23010220080

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH


DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
nikmat, dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok
dalam mata kuliah Studi Islam Indonesia ini dengan tepat waktu. Sholawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang mana
syafaatnya, kita harapkan di hari akhir kelak.
Makalah yang berjudul Islam dan Akulturasi Budaya ini kami susun
dengan maksud dan tujuan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan
kepada pembaca mengenai Materi tersebut. Kami mengharapkan kritik serta saran
yang sangat berharga dari para pembaca untuk membantu kami agar tersusunnya
makalah yang lebih baik lagi. Khususnya dari Bapak Dosen yang telah
membimbing kami dalam mata kuliah Studi Islam Indonesia.
Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besaarnya kepada
semua orang yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini dengan
menyumbangkan pikiran, ide, serta informasi yang sangat berharga. Kami
berharap semoga makalah yang telah kami susun ini dapat memberikan manfaat
serta menambah wawasan bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Salatiga, 13 Maret 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan Masalah....................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
A. Pengertian Islam...................................................................................................3
B. Pengertian Akulturasi Budaya............................................................................4
C. Akulturasi Islam dalam Budaya di Indonesia....................................................5
BAB III...........................................................................................................................12
A. Kesimpulan.........................................................................................................12
B. Saran...................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebudayaan Islam berkembang di banyak pulau di Indonesia.
Sehingga, budaya nasional Indonesia menjadi bervariasi, tidak hanya itu, hal
ini turut berkontribusi dalam terbentuknya corak kebudayaan Indonesia.
Meski begitu, kedatangan kebudayaan Islam tidak menggantikan atau
menghapuskan kebudayaan yang telah ada sebelumnya di Indonesia yang
mana kebudayaan tersebut telah tumbuh dan berkembang kuat ditengah-
tengah masyarakat. Oleh karena itu, terjadi akulturasi antara kebudayaan
Islam dan kebudayaan asli Indonesia. Akulturasi adalah sebuah proses sosial
yang terjadi ketika kelompok masyarakat tertentu mencoba memadukan
unsur-unsur kebudayaan asing secara bertahap sehingga diterima, namun
tanpa menghilangkan identitas kebudayaan yang sudah ada sebelumnya.
Islam telah menjadi salah satu agama yang masuk dan berkambang di
Indonesia, yang sebelumnya telah ada yaitu agama Hindu dan Budha beserta
kebudayaannya. Dengan kedatangan Islam, Indonesia mengalami kembali
proses akulturasi kebudayaan sebagai akibat dari pertemuan kebudayaan
Islam dan kebudayaan Indonesia yang saling mempengaruhi, sehingga
terbentukalah kebudayaan baru, yaitu kebudayaan Islam Indonesia (Humaeni,
2014: 27).
Walaupun Indonesia sebagai negara nomor satu yang mayoritas
beragama Islam namun masyarakatnya tidak kearab-araban, tidak seperti
yang terjadi di negara besar Islam lainnya. Hal ini karena adanya proses
akulturasi, kentalnya budaya Indonesia dengan budaya Islam yang dipandang
baik sehingga dapat membaur di tengah-tengah masyarakat. Membaurnya
budaya Islam dengan kebudayaan Indonesia ini melalui beberapa media yaitu
perdagangan, kesenian, perkawinan, dan pendidikan. Selama proses
akulturasi, kebudayaan pra-Islam dan kebudayaan Islam saling berbaur, tidak
hanya dalam bentuk fisik seperti seni bangunan, seni ukir dan pahat, dan

4
karya sastra, tetapi juga pola hidup dan kebudayaan non-fisik lainnya. Berikut
akan dijelaskan lebih lanjut akulturasi budaya Islam di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka kami merumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Apa pengertian akulturasi budaya?
2. Apa saja hal-hal yang memfaktori terjadinya akulturasi budaya?
3. Apa saja unsur-unsur akulturasi budaya?
C. Tujuan Masalah
Atas dasar rumusan masalah di atas, maka kami memaksudkan tujuan
masalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian akulturasi budaya?
2. Apa saja hal-hal yang memfaktori terjadinya akulturasi budaya?
3. Apa saja unsur-unsur akulturasi budaya?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Islam
Islam adalah salah satu agama terbesar dari beberapa agama besar di
dunia. Islam merupakan agama dengan konsep teologis monoteisme yaitu
konsep ketuhanan dengan kepercayaan bahwa tuhan itu satu. Istilah yang
dipakai dan dikenal luas oleh masyarakat muslim di dunia adalah ‘tauhid’
yang berarti mengesakan.
Konsep ketuhanan ini disebutkan oleh Allah Swt. di Al Quran pada
banyak ayat, salah satunya adalah dalam firmannya:
ۚ‫هّٰللَا ُ ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل هُ ۚ َو اَ ْل َح ُّي ْالقَيُّوْ ُم ە‬
Artinya: “Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahahidup lagi
terus-menerus mengurus (makhluk-Nya).”

Kata Islam berasal dari bahasa Arab aslama-yuslimu-islaman yang


berarti tunduk ataupun patuh. Kata ‘islamun’ adalah perkembangan dari kata
salima yang berarti selamat (Munawwir 654:1997). Dalam ajarannya, Islam
adalah agama yang universal serta tidak akan membelenggu kehidupan
manusia dari perkembangan zaman (Suaidi 2014:59). Islam juga merupakan
agama yang moderat, yang mana penyebarannya dilakukan secara damai dan
tidak memaksa. Maka dari itu, Islam dapat menyesuaikan pengajarannya
terhadap kebudayaan lokal yang sudah ada, khususnya budaya-budaya yang
sudah ada di Indonesia (Abdurrohman 30:2018).
Dalam ketidakadaan pemaksaan dalam beragama pada agama Islam,
Allah Swt. berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 256:
‫ٓاَل اِ ْك َراهَ فِى ال ِّدي ۗ ِْن‬
Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam).”
Ayat di atas menjadi satu di antara banyak faktor pendukung
mudahnya Islam dalam penyebaran ajarannya pada masyarakat Indonesia.
Faktor selanjutnya dalam kemudahan Islam di masyarakat adalah
fleksibilitas hukum Islam. Dalam artian bahwa hukum Islam dapat

6
menyesuaikan dengan adat dan budaya yang sudah ada tanpa mengurangi
atau menghilangkan nilai daripada budaya tersebut. Adapun dengan
perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat, merupakan sebuah tuntutan
bagi hukum Islam untuk melakukan perubahan dengan tanpa keluar dari garis
ajarannya (Nasution 2001: 254)
Dalam tulisannya, Fikri (2019: 150) mengatakan bahwa hukum Islam
haruslah fleksibel dikarenakan hukum ini lah yang nanti akan diterapkan
dalam masyarakat Islam dengan menyesuaikan perkembangan zaman.
B. Pengertian Akulturasi Budaya
Proses akulturasi terjadi ketika dua kebudayaan atau lebih yang benar-
benar berbeda (baik dari segi asal usul maupun karakteristiknya) bergabung
dan saling mempengaruhi secara bertahap, sehingga unsur-unsur kebudayaan
asing diintegrasikan ke dalam kebudayaan asli tanpa menghilangkan identitas
dan keasliannya. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat,
kita dapat menemukan berbagai bentuk dan sistem yang meliputi politik
(seperti demokrasi), ekonomi (misalnya koperasi), pendidikan (seperti
perguruan tinggi), agama, dan kepercayaan lokal.
Pada pandangan awal, mungkin semua elemen ini tampak menjadi
bagian tak terpisahkan dari kebudayaan Indonesia, tetapi sebenarnya
aktivitas-aktivitas tersebut merupakan hasil penggabungan dan adaptasi dari
bentuk dan sistem yang telah berkembang lama di negara-negara Barat dan
Timur lainnya. Akulturasi adalah proses sosial dimana dua kelompok budaya
atau lebih yang berbeda saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain,
sehingga menghasilkan perubahan dalam pola berpikir, nilai-nilai, norma, dan
praktik budaya. Melalui proses akulturasi, elemen-elemen budaya dari
kelompok yang berbeda secara bertahap bergabung menjadi satu kesatuan,
menciptakan suatu bentuk kebudayaan yang baru yang mencerminkan
pengaruh dari kedua kelompok budaya tersebut (Scheinfeld, 2015: 698).
Melalui pengertian dia atas maka dalam konteks Akulturasi budaya
Islam di Indonesia mengacu pada penggabungan dan pengaruh budaya Islam
dalam konteks kebudayaan Indonesia. Ini melibatkan adaptasi dan integrasi

7
nilai-nilai, praktik, tradisi, dan ekspresi keagamaan Islam dengan budaya
lokal Indonesia. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia,
Indonesia memiliki sejarah panjang dalam menerima dan menyesuaikan
ajaran Islam dengan tradisi dan budaya lokal yang telah ada sebelumnya.
Proses akulturasi ini terjadi seiring dengan penyebaran Islam ke Indonesia
pada abad ke-13 melalui perdagangan dan hubungan internasional (Dhofier,
1999: 73).
Akulturasi budaya Islam di Indonesia melibatkan berbagai aspek
kehidupan, seperti seni, arsitektur, bahasa, pakaian, makanan, musik, tarian,
dan praktik keagamaan. Sebagai contoh, seni dan arsitektur Islam Nusantara
menggabungkan unsur-unsur budaya lokal dengan elemen-elemen seni dan
arsitektur Islam, menghasilkan gaya yang khas dan unik (Geertz, 1960: 59).
Selain itu, budaya Islam di Indonesia tercermin dalam adat istiadat
dan tradisi lokal yang telah terintegrasi dengan nilai-nilai agama Islam.
Misalnya, dalam perayaan hari raya seperti Idul Fitri dan Idul Adha, terdapat
tradisi unik yang menggabungkan adat istiadat lokal dengan praktik
keagamaan Islam (Hafner, 1985: 164)
C. Akulturasi Islam dalam Budaya di Indonesia
1. Kesenian
Akulturasi budaya Islam dengan budaya lokal melahirkan budaya
baru yang saling membaur, dalam bidang kesenian juga terjadi
percampuran yang saling mempengaruhi, terlahirnya kesenian lokal yang
bernafaskan Islam sangat berguna bagi penyebaran Islam di Indonesia.
Pada zaman dahulu kesenian menjadi salah satu perhatian penting bagi
masyarakat Indonesia, tidak hanya sebagai hiburan namun kesenian juga
diyakini sebagai hal yang sakral, tidak sedikit yang menjadikan kesenian
sebagai sarana berkomunikasi dengan ruh-ruh nenek moyang, beragamnya
kesenian dari setiap daerah menjadi beragam juga bentuk kesenian akibat
akulturasi budaya Islam dan budaya lokal, kesenian yang dihasilkan antara
lain:
a. Permainan Debus

8
Seni-seni yang muncul sebagai hasil dari penyebaran agama
Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa terus berkembang dan sampai
saat ini masih diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga sekarang
telah menjadi seni tradisional, salah satunya yaitu Debus. Debus adalah
permainan yang mempertontonkan kekebalan para pemain dengan di
tusuk-tusuk dengan Debus yaitu sebuah alat dari besi yang memiliki
panjang kurang lebih 40cm dengan ujung runcing anehnya para pemain
tidak merasakan sakit atau mengalami luka-luka namun di awali dengan
pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Permainan Debus adalah sebuah
tradisi di Banten yang sudah ada sejak abad ke-16, dimulai pada masa
pemerintahan Sultan Maulana Hasanudin (1532-1570). Kesenian Debus
dipercaya berhubungan dengan Tarikat Rifaiah yang dibawa Nuruddin
Ar-Raini, para pengikut Tarekat ini meyakini bahwa mereka merasa
bertatap muka dengan Tuhan dan yakin atas ijin-Nya maka benda-benda
tajam tidak akan melukai mereka. Awalnya, kesenian ini berfungsi
untuk penyebaran agama Islam, pada saat penjajahan belanda Debus
berfungsi untuk membangkitkan semangat para pejuang dan rakyat di
banten dalam melawan penjajah. Pada zaman modern Debus hanya
sebagai sarana hiburan (Hadiningrat, 1981: 11).
b. Tari Seudati
Tari ini adalah tarian yang berasal dari Aceh yang berkembang
terutama di daerah pesisir. Tarian ini termasuk kedalam jenis Tribal War
Dance atau tari perang. Penamaan Seudati ada kaitannya dengan agama
Islam. Dari beberapa sumber menyebutkan bahwa Seudati diyakini
berasal dari bahasa Arab “Syahadatin” atau “Syahadati” yang memiliki
makna “Pengakuan” atau “Pengakuanku”. Tarian ini diyakini lahir
berkat adanya akulturasi dengan tarian “Ratoh” atau “Ratoih”, yaitu
sebuah tarian yang ditarikan dengan posisi duduk mirip dengan tari
Saman. Pada mulanya tarian Seudati dilakukan tanpa diiringi syair,
namun seiring waktu, tarian ini berkembang dengan varisi Gerakan
baru serta diiringi syair. Tari “Ratoh” dulunya di lakukan karena akan

9
dilaksanakannya sabung ayam, panen, dan ketika ada bulan purnama
(Hermaliza dkk, 2014: 11).
c. Wayang
Wayang, sebuah bentuk teater boneka tradisional di Indonesia,
diyakini telah ada sejak 1500 SM sebagai sarana berkomunikasi dengan
roh nenek moyang yang dikenal sebagai hyang atau dahyang. Ketika
Hinduisme dari India diperkenalkan ke kepulauan ini, wayang
berkembang dan mengambil cerita dari Mahabharata dan Ramayana.
Kemudian, pada perkembangan budaya Islam di Jawa, wayang
dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran Islam. Pada
tahun 1443, Sunan Kalijaga mengusulkan kepada para pemimpin
keagamaan untuk membuat pertunjukan wayang dengan menggunakan
kulit kambing yang dikenal sebagai wayang.
Wayang adalah bukti akulturasi antara budaya pra-Islam dan
budaya Islam, dengan peran tokoh seperti ulama (ahli agama Islam),
Walisongo, dan penguasa lokal yang memeluk agama Islam, terutama
Sunan Kalijaga dan putranya, yaitu Sunan Panggung. Meskipun cerita
yang diambil dalam wayang masih didasarkan pada epik Hindu-
Buddha, penambahan ajaran Islam (Tarekat) telah mengubahnya
menjadi sebuah bentuk seni yang unik bercorak Islam. Selain wayang
kulit, sebuah pertunjukan boneka yang disebut wayang golek
dikembangkan berdasarkan kisah Amir Hamzah (Nurgiyantoro, 2011:
18-34).
2. Politik
Pada zaman pra-Islam kerajaan di Indonesia masih bercorak Hindu-
Buddha lalu setelah Islam datang mulailah memberikan dampak dan
pengaruh yang cukup signifikan pada kehidupan masyarakat pada masa
itu, pengaruh pada bidang politik dan pemerintahan membuat berubahnya
tatanan kerajaan yang sebelumnya bercorak Hindu-Buddha. Hal ini bisa
kita dapati dalam sistem pemerintahan kerajaan Islam di Indonesia. Antara
lain adalah perubahaan gelar yang tadinya di sebut Raja berganti menjadi

10
Sultan. Selain itu konsep pemerintahannya juga mengalami perubahan dari
kerjaan menjadi kesultanan. Sebutan sultan dari yang tadinya raja ini
memiliki sedikit kemiripan namun berbeda arti, sultan atau disebut juga
sebagai khalifah ini memilik arti wakil Tuhan yaitu sebagai pemimpin di
muka bumi sedangkan raja pada masa Hindu-Buddha, dikenal konsep
“Devaraja atau Dewaraja” yang memiliki arti titisan Dewa. Khalifah inilah
yang nantinya diembani tugas untuk menjaga tatanan di bumi agar tetap
lurus dengan Syari’at Islam. Khalifah atau bisa di sebut Sultan, Sunan,
Susuhunan, Panembahan, dan Maulana, nama-nama inilah termasuk
kedalam gelar yang diberikan kepadanya.
Selain itu setelah kerjaan menjadi kesultanan maka sang raja akan
mengadakan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk menyebarakan
Islam pada warga kerajaan (Notosusanto, 2008: 24).
3. Arsitektur
Sudah banyak sekali kita temui bahwa gaya arsitektur bangunan-
bangunan Islam di Indonesia yang memiliki perpaduan aksen budaya pra-
Islam yaitu Hindu-Buddha. Perpaduan tersebut yang menjadikan ciri khas
bangunan Islam di Indonesia, serta menambah keunikan serta unsur seni di
dalamnya. Perpaduan tersebut berkat adanya akulturasi dengan budaya
yang sudah ada sebelum Islam datang ke Indonesia pada bidang arsitektur,
bangunan-bangunan yang ada aksen pra-Islam di dalamnya antara lain:
a. Masjid
Masjid yang banyak kita jumpai umunya adalah adanya ciri khas
Indonesia dengan atap dibuat bertumpuk-tumpuk. Bentukan arsitektur
ini menuju pada punden berundak atau tumpang tindih yang sama
dengan gaya arsitektur pada masa Hindu-Buddha. Atap yang bertumpuk
biasanya berjumlah ganjil, tiga bahkan lima (Zainuri, 2021: 125-145).
Kesamaan lain juga bisa kita temui pada bangunan langgar atau
mushola yang atapnya berbentuk menyerupai limas.
Corak akulturasi budaya yang juga kita dapati pada ukiran-
ukiran di pintu, fentilasi, dan mimbar yang menyerupai ornamen Hindu.

11
Seperti contoh, di Masjid Agung Cirebon dapat anda jumpai ukiran-
ukiran bergaya Majapahit dengan motif Medallion pada hiasan batu
kapur.
b. Makam
Dalam agama Islam orang yang telah meninggal dunia maka
jasadnya akan di kebumikan lalu pada bagian atas diberi tenger yang
berfungi sebagai tanda agar dapat mengenali makam tersebut, tanda
atau tenger ini bermacam-macam bentuknya. Nah pada bangunan
makam kita pun bisa dapati akulturasi kebudayaan pra-Islam. Karna
pengaruh akulturasi kebudayaan makam dibuat bersusun timbun atau
mirip candi, gaya bangunan ini disebut jirat atau kijing, juga tidak
sedikit yang di beri pelindung atau cungkup. Seperti contoh, makam
Islam di Troloyo, makam di situ memiliki ciri-ciri seperti Majapahit
dengan lengkung kala nekara dan angka bahasa kawi (Rosmawati,
2011: 209-220).
4. Pendidikan
Pesantren adalah sebuah bukti sarana perkembangan Islam di
bidang pendidikan. Pesantren ternyata sudah ada sebelum masuknya Islam
di Indonesia. Dalam agama Hindu, pesantren digunakan sebagai tempat
pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Namun, setelah Islam masuk ke
Indonesia, pesantren mengalami perubahan dalam mata pelajaran dan
proses pendidikannya menjadi lebih berfokus pada pendidikan Islam.
Pesantren sendiri merupakan sebuah asrama tradisional pendidikan Islam
di mana para siswa atau santri tinggal bersama-sama untuk menuntut ilmu
keagamaan di bawah bimbingan guru yang disebut Kyai, kyai adalah
sebutan atau gelar yang diberikan kepada seseorang yang memiliki banyak
Ilmu agama Islam dan merupakan orang yang taat kepada Allah dan
Rasulullah juga mengabdikan dirinya kepada masyarakat (Dhofier, 1994:
55). Selain itu komplek pesantren juga menjadi tempat tinggal bagi para
Kyai dan santri.

12
Di dunia pendidikan Islam, dikenal juga model Kuttab, di mana
proses pendidikan dilakukan di bangunan yang terletak dekat dengan
masjid dan digunakan oleh anak-anak hingga orang dewasa. Selain itu
sarana pendidikan Islam yang familiar di telinga, kita kenal dengan TPA
(Taman Pendidikan Al-Qur’an).
5. Sastra dan Bahasa
Di daerah Leran Gresik, terdapat sebuah makam yang memuat
tulisan dalam huruf Arab. Diduga bahwa makam tersebut merupakan
makam dari seorang bangsawan Majapahit yang telah memeluk agama
Islam. Penemuan ini menunjukkan bahwa penggunaan huruf Arab sudah
dikenal di Indonesia sejak lama. Selanjutnya penggunaan bahasa Arab di
Indonesia berkembang pesat dan mempengaruhi banyak aspek kehidupan,
termasuk karya sastra pada masa kerajaan Islam.
Beberapa contoh karya sastra Islam yang terkenal di Indonesia
adalah sebagai berikut:
a. Hikayat
Yaitu cerita atau dongeng yang diangkat dari peristiwa atau
tokoh sejarah dan ditulis dalam bentuk peristiwa atau cerita tentang
tokoh sejarah. Salah satu contoh hikayat adalah Hikayat Amir Hamzah.
b. Badad
Merupakan kisah pujangga keraton yang dianggap sebagai
peristiwa sejarah, seperti Badad Cirebon dan Badad Tanah Jawi (Jawa
Kuno).
c. Suluk
Berisi soal-soal tasawuf, seperti Suluk Wijil, Suluk Malang
Sumirang, Suluk Sukarsa, dan lainnya.
d. Syair dan Gurindam
Contoh syair Abdul Muluk dan Gurindam Dua Belas.
6. Sosial
Masuknya agama Islam di Indonesia berpengaruh terhadap
kehidupan sosial di masyarakat, yang dulu kehidupan masyarakat

13
Indonesia di pengaruhi Hindu-Buddha menggunakan sistem kasta, setelah
pengaruh Islam masuk maka sistem kasta tersebut di hilangkan dengan
memberikan pemahaman bahwa setiap manusia itu sama di mata Allah.
Masuknya Islam juga mempengaruhi pemberian nama anak yang
baru lahir dengan menggunakan nama-nama Arab seperti Muhammad
sesbagai nama depan anak.
Percakapan juga banyak yang menggunakan kosakata bahasa Arab
seperti Rejeki dari kata Rizqi, Barokah dari kata Berkah, Selamat dari kata
Salamah,dan lain-lain.
Masyarakat juga mengenal kalender Hijriyah dengan sebutan
seperti Rejeb (Rajab), Suro (Muharram), Sapar (Safar), Mulud (Rabiul
Awal), Bakdha Mulud (Rabiul Akhir), Ruwah (Sya’ban), Poso (Ramadan),
Besar (Dzulhijah) (Muqoyyidin, 2012: 18-33).

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari apa yang telah kami sampaikan di atas kami mendapatkan
kesimpulan bahwa Islam adalah salah satu agama terbesar dengan pemeluk
terbanyak di dunia yang menerapkan tauhid dalam konsep ketuhanannya.
Adapun akulturasi budaya adalah suatu proses sosial dimana dua
kelompok budaya berbeda atau lebih saling berinteraksi serta mempengaruhi
satu sama lain, sehingga menghasilkan sebuah perubahan dalam pola berpikir,
nilai-nilai, norma, dan praktik budaya. Beberapa bidang yang terdampak oleh
akulturasi adalah kesenian, politik, sosial, sastra bahasa, Pendidikan dan
arsitektur.
B. Saran
Kami harapkan serta sarankan kepada para pembaca agar berpikiran
luas, banyak membaca, dan tetap menghargai perbedaan, serta dapat
menghadapi dan menyikapi keberagaman dengan baik dan moderat. Lebih
menghargai perbedaan dan menolak segala bentuk rasisme.
Perubahan adalah suatu yang maklum dalam sebuah pergerakan.
Majunya suatu zaman maka segala hal yang berkaitan harus selalu mengikuti
perubahan dengan catatan tetap pada prinsip dan tidak melanggar hukum
agama.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrohman, Asep. (2018). Eksistensi Islam Moderat dalam Perspektif Islam.


Rausyan Fikr : Jurnal Pemikiran dan Pencerahan 14 (1). Tangerang,
Indonesia
Al Quraan Al Kariim
Dhofier. (1999). The Pesantren Tradition: The Role of the Kyai in the
Maintenance of Traditional Islam in Java. Tempe: Arizona State University
Press.
Dzofier, Zamachsyari. (1984). Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup
Kiyai. Jakarta: LP3ES.
Geertz. (1960). The Religion of Java. Chicago: Press Free .
Hadiningrat, K. (1981). Kesenian Tradisional Debus. Jakarta: Kemdikbud.
Hefner. (1985). Muslim society in transition: Interpreting religious conversion in
Indonesia. Tempe: University of Arizona Press.
Hermaliza, Essi dkk. (2014). Seudati di Aceh. Aceh: Kemdikbud.
Humaeni, Ayatullah. (2014). Akulturasi Islam dan Budaya Lokal dalam Magi
Banten. Jakarta: GP Press.
Munawwir, Ahmad Warson. (1997). Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia
Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif.
Muqoyyidin, Andik Wahyun. (2012). Dialektika Islam dan Budaya Lokal dalam
Bidang Sosial Sebagai Salah Satu Wajah Islam Jawa. Vol., 14 No., 1.
Jombang: el-Harakah.
Nasution, Lahmuddin. (2001). Pembaharuan Hukum Islam Dalam Madzhab
Syafi’I, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Notosusanto, Nugroho. (2008). Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai
Pustaka.
Nurgiyantoro, Burhan. (2011). Wayang dan Pengembangan Karakter Bangsa. Vol.,
1 No., 1. Yogyakarta: Jurnal Pendidikan Karakter.
Rosmawati. (2011). Tipe Nisan Aceh dan Demak Troloyo Pada Kompleks Makam
Hasanuddin, Talo dan Katangka. Vol., 13 No., 2. Makasar: Jurnal

16
WalennaE.
Suaidi, Sholeh. (2014). Islam dan Modernisme. Islamuna: Jurnal Studi Islam 1
(1). Pamekasan, Indonesia.
Zainuri, Ahmad. (2021). Integrasi Islam dan Budaya Lokal dalam Seni Arsitektur
Masjid Kuno di Jawa: Sebuah Tinjauan Umum. Vol., 2 No., 2. Yogyakarta:
Jurnal of Social Studies.

17

Anda mungkin juga menyukai