Anda di halaman 1dari 22

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Penderita


Nama : Tn.D
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Dusun VIII 002/000
MRS : 28 Maret 2022

1.2 Data Dasar


A. Anamnesis
Keluhan Utama : Batuk berdarah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh batuk sejak 2 tahun yang lalu dan semakin memberat.
Sejak 2 minggu sebelum datang ke poli, pasien mengeluh batuk berdarah. Pasien
juga mengeluh demam, demam tidak terlalu tinggi terutama malam hari. Nafsu
makan berkurang dan berat badan dirasakan menurun sejak sakit, berat badan
dahulu 72 kg dan sekarang 64 kg, berkeringat malam hari (+). Keluhan disertai
nyeri dada, Pasien tidak mengeluh sesak. Tidak ada mual dan muntah. Tidak ada
pembesaran KGB.
Pasien mengatakan dikeluarga, kakak pasien juga menderita keluhan yang
sama dan sedang minum obat 6 bulan. Pasien juga sering merokok. Pasien belum
pernah minum obat 6 bulan. Pasien dianjurkan pemeriksaan TCM.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat menderita batuk lama (+)
 Riwayat tekanan darah tinggi (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat kencing manis disangkal

1
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Kakak pasien menderita TBC dan sedang dalam pengobatan.
 Riwayat tekanan darah tinggi dan asma ada di keluarga, kencing manis
dan keganasan pada keluarga disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien memiliki 1 orang anak. Pasien tinggal dengan anak dan istrinya. Pasien
bekerja sebagai petani. Biaya pengobatan ditanggung ASKES.
Kesan : sosial ekonomi cukup.

A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 28 Maret 2022
Keadaan umum : sadar (GCS 15, E4M6V5)
Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg RR : 21x/mnt
N : 80x/menit, reg, i/t cukup t : 37,6ºC
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : napas cuping (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir sianosis (-)
Leher : pembesaran nnll (-), kaku kuduk (-)
Dada : simetris, statis, dinamis, retraksi suprasternal, intercostal, dan
epigastrial (-)
Cor : IC teraba di SIC V 2 cm medial LMCS, bunyi jantung I – II
normal, bising (-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : simetris, statis, dinamis,
retraksi suprasternal, intercostal, dan epigastrial (-)
Palpasi : stem fremitus kiri > kanan

2
Depan Belakang

RBK

Perkusi : redup pada lapangan atas paru kiri, sonor pada lapangan
paru kanan
Auskultasi : SD vesikuler (+/+) , ST ronkhi basah kasar (+/+) di kedua
lapangan basal paru kanan dan seluruh lapangan paru kiri

Abdomen : datar, supel, BU (+) N


Hepar : tak teraba
Lien : S0
Ekstremitas Superior Inferior
Akral dingin - -
Sianosis - -
Cap. Refill <2” <2”

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
a. Pemeriksaan x-foto thorax PA

3
Foto thorax PA view, posisi erect, simetris, inspirasi dan kondisi cukup,
hasil:
 Trakea di tengah, tidak berdeviasi
 Tak tampak pelebaran mediastinum superior
 Tampak bercak infiltrat dan cavitas pada apex pulmo dextra
 Terdapat kalsifikasi pada pulmo dextra
 Kedua sinus costophrenicus lancip
 Cor, ukuran dan letak normal, CTR < 50%
 Kedua diafragma licin dan tidak mendatar
 Sistema tulang yang tervisualisasi intact
Kesan: TB Paru

1.3 Diagnosis
TB paru kasus baru

1.4 Penatalaksanaan
- Rawat Inap
- Istirahat
- Usul pemeriksaan TCM
- IVFD Tutofusin gtt 20tpm
- IVFD KAEN 3B gtt 20tpm
- Azytromicin tablet 1x200mg
- Inj.Ceftriaxone 2x1 gr (iv)
- Ambroxol tablet 3x30mg
- OBH syr 3x1cth
- Neurosanbe tablet 1x1
- Rencana OAT setelah pemeriksaan dahak positif

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TUBERKULOSIS
2.1.1 Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit kronik jaringan paru yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.3,5 Mycobacterium
tuberculosis merupakan kuman yang khas, yaitu : berbentuk batang yang dalam
pengecatan bersifat tahan asam, tahan hidup pada suhu kamar yang lembab, yang
dapat hidup terutama pada paru atau diperbagai organ tubuh yang lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi, diidentifikasikan pertama kali
oleh Robert Koch, disebut Tuberkulosis karena terbentuknya nodul yang khas
yaitu tuberkel.7,8
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau di berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan
parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang
tinggi pada membran selnya sehingga menjadikan bakteri ini tahan asam dan
pertumbuhan kumannya berlangsung secara lambat. Bakteri ini mudah mati pada
air mendidih dan tidak tahan terhadap ultraviolet.3,6

2.1.2 Epidemiologi
Indonesia menempati urutan kelima setelah India, China, Afrika Selatan,
dan Nigeria. Insidensi TB pada tahun 2009 di Indonesia mencapai 0,35-0,52 juta
kasus dengan prevalensi mencapai 0,28-1,1 juta kasus dan dengan angka kematian
yang mencapai 36-95 ribu jiwa.1

2.1.3 Faktor Risiko


Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukinan di wilayah perkotaan
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan yang biasanya terjadi
secara inhalasi dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Prevalensi
penyakit tuberkulosis masih tinggi juga dikarenakan tingkat infeksi yang masih
tinggi di masyarakat, penurunan daya tahan tubuh akibat kemiskinan, dan semakin

5
tingginya pola insidensi kasus resistensi tuberkulosis terhadap Obat Anti
Tuberkulosis.2,7
Tuberkulosis sering ditemukan menyertai DM. TB juga menyebabkan
resistensi insulin dan “brittle” diabetes. Akibat defek sistem imun pada penderita
DM, terjadi peningkatan virulensi kuman TB. Selain itu, keluhan dan tanda klinis
TB Paru toksik tersamar sehingga tidak pernah didiagnosis atau dianggap sebagai
TB Paru ringan oleh karena gangguan saraf otonom. 14
Umumnya penderita TB dalam keadaan malnutrisi dengan berat badan
sekitar 30-50 kg atau indeks masa tubuh kurang dari 18,5 pada orang dewasa.
Sementara berat badan yang lebih kecil 85% dari berat badan ideal kemungkinan
mendapat TB adalah 14 kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal.
Hal ini menunjukkan bahwa malnutrisi atau penurunan berat badan telah menjadi
faktor utama peningkatan resiko TB menjadi aktif. Kekurangan gizi pada
seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon
immunologik terhadap penyakit.14
Adanya kontak dengan BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang
berbahaya karena berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di
sekitarnya (Depkes IDAI, 2008: 12).

Gambar 1. Faktor Risiko TB


2.1.4 Klasifikasi

6
Klasifikasi tuberkulosis menurut American Tuberculosis Association yaitu :5
1. Tuberkulosis minimal
Luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh
garis median, apeks, dan iga 2 depan : sarang-sarang soliter dapat berada
dimana saja, tidak harus berada dalam daerah tersebut di atas. Tidak
ditemukan adanya kavitas.
2. Tuberkulosis lanjut sedang
Luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu
paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4cm.
3. Tuberkulosis sangat lanjut
Luas daerah yang dihinggapi sarang-sarang lebih dari klasifikasi kedua
diatas, atau bila ada lubang, diameter keseluruhan semua melebihi.
Berdasarkan Konsensus TB paru tahun 2003, maka TB dikategorikan
menjadi 4 kelompok : 5
1. Kategori I : TB baru BTA (+) / (-), TB ekstra paru berat
2. Kategori II : TB kambuh, lalai berobat, gagal pengobatan
3. Kategori III : TB paru BTA (-) dengan lesi minimal
4. Kategori IV : TB kronik dan Multi Dose Resistant (MDR)
Di Indonesia, klasifikasi yang dipakai untuk TB paru adalah sebagai
berikut:5
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas Tuberkulosis paru
3. Tersangka Tuberkulosis paru, yang terbagi menjadi diobati dan tidak diobati
Dalam klasifikasi ini perlu disebutkan:5
- Status bakteriologis (mikroskopis sputum BTA, biakan BTA)
- Status radiologis, kelaian yang relevan dengan tuberkulosis paru
- Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan OAT.

7
2.1.5 Patofisiologi
I. Tuberkulosis primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap
kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.4
Bila partikel ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas
atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar dari trakeo-bronkhial beserta gerakan silia dengan sekretnya. Kuman juga
dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang
terjadi.4,14
Bila kuman menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang
primer ini dapat terjadi dibagian mana saja jaringan paru dimana akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer +
limfangitis local + limfadenitis regional = kompleks primer.4 Kompleks primer ini
selanjutnya dapat menjadi:
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus atau kompleks sarang Ghon.4
Penyebaran tuberkulosis dapat melalui beberapa cara sebagai berikut:
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru
disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus.
c. Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

8
II. Tuberkulosis Post-primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis
post-primer). Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah kedaerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.4
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari
sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.4

II.1.6Prosedur Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis, maka tuberkulosis perlu diketahui dan
dibuktikan dengan pemeriksaan-pemeriksaan berikut:7
a. Anamnesis
 Gejala umum
- Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam satu
bulan dengan penanganan gizi.
- Nafsu makan tidak ada (anoreksia), dengan penurunan berat badan.
- Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, dapat disertai
keringat malam.
- Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit.
- Gejala respiratorik seperti batuk yang lama lebih dari tiga bulan atau
tanda cairan di dada, nyeri dada.
- Gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare atau benjolan/massa di abdomen atau tanda-
tanda cairan dalam abdomen. 5
 Gejala spesifik
- Tuberkulosis kulit atau sklofuroderma.
- Tuberkulosis tulang dan sendi misalnya gibbus, coxitis

9
- Tuberkulosis otak atau saraf, dengan gejala iritabel, kaku kuduk,
muntah-muntah dan kesadaran menurun.
- Gejala mata misalnya konjungtivitis fliktenularis (mata gatal dan
merah), tuberkel koroid.
- Tuberkulosis organ - organ lainnya. 5
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik tuberkulosis, sering tidak menunjukkan suatu
kelainan, terutama pada kasus yang dini atau yang terinfiltrasi secara
asimptomatik. Tempat yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila
dicurigai adanya infiltrat yang luas, didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi
suara bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronkhi basah
dan nyaring. Tetapi bila infiltrat diliputi oleh penebalan pleura, suara nafas akan
menjadi vesikuler melemah. Bila terjadi kavitas yang cukup besar, perkusi
menjadi hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amorfik.5-7
Bila terdapat jaringan fibrotik sangat luas yang mengakibatkan hipertensi
pulmonal dan gagal jantung kanan, akan ditemukan tanda-tanda seperti takipnea,
takikardia, sianosis, right ventricular lift, right arterial gallop, murmur, bunyi P2
yang mengeras, tekanan vena jugularis meningkat, hepatomegali, ascites, dan
edema.2
Pada pemeriksaan efusi pleura akan ditemukan stem fremitus yang
menurun, perkusi yang pekak, tanda-tanda pendorongan mediastinum, suara nafas
yang menghilang pada auskultasi.2
c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :
1. Darah
- LED meningkat saat aktif, menurun saat regresi/menyembuh.
- Serologis yang dipakai adalah reaksi Takahashi (aktif atau tidak).
2. Sputum
Bila dari sputum ditemukan BTA, diagnosis dapat dipastikan. Kriterianya
adalah sekurang-kurangnya 3 kuman /sediaan, atau dalam 1ml sputum

10
diperlukan 5000 kuman untuk menyatakan positif. Dengan cara ini 30-
70% penderita TB positif terdeteksi secara bakteriologis. Pewarnaan
dapat dilakukan degan cara Tan Thiam Hok (modifikasi Kinyoun
Gibbet).
Biakan dapat mengatakan positif bila ditemukan 50-100 kuman /ml
sputum, jadi kepekaannya lebih tinggi dari mikroskopik. Sputum
dibiakkan dalam medium Lowenstein-Jensen. Pada minggu ke 4-6 akan
tampak koloni dari M. tuberculosis, dan bila dalam 8 minggu tidak
tumbuh, dinyatakan negatif.
Bila dalam proses pengambilan, transportasi, dan pengeraman ada
gangguan, dapat terjadi fenomena dead bacilli atau non culturable bacilli.
Bahan lain yang dapat diambil adalah bilasan lambung, cairan bronkus,
jaringan paru, pleura, jaringan kelenjar, LCS, urin, dan juga feses.5-7

 Pemeriksaan Radiologis
Saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis.Lokasi lesi tuberkulosis umumnya berada di daerah
apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah). Tapi
dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau daerah hilus menyerupai
tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).9,10
Pada awal penyakit, di mana lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologisnya berupa bercak-bercak seperti awan dengan
batas tidak tegas yang dapat bertumpuk dengan bayangan klavikula dan costa.
Membandingkan densitas paru kanan dan kiri dapat menolong dan memperjelas.11
Bila proses penyakit telah berlanjut, bercak-bercak awan menjadi lebih
padat dan batasnya menjadi lebih tegas. Bila lesi telah diliputi jaringan ikat dan
terlihat bayangan berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai
tuberkuloma teretak 85% di segmen apikal dan posterior dari lobus atas, 10%
segmen superior lobus bawah, 5% gabungan dari segmen posterior dan anterior
lobus atas.11

11
Gambar 2. Gambaran TB paru aktif

Pada foto thoraks di atas tampak konsolidasi disertai kavitas didalamnya


(panah), yang letaknya di lapangan tengah dan bawah paru kanan. Gambaran ini
sesuai dengan TB paru lesi luas aktif.13
Kavitas warna bayangan lusen berupa cincin yang mula-mula berdinding
tipis, lama kelamaan menjadi sklerotik dan dinding terlihat menebal. Bila terjadi
fibrosis terlihat bayangan opak bentuk garis-garis. Pada kalsifikasi bayangan
tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis
terlihat seperti fibrosis luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian
atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.9,10
Gambaran tuberkulosis milier berupa bercak-bercak opak milier halus yang
pada umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis
yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis),
massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam
radiolusen di pinggir paru atau pleura (pneumothoraks). Selain itu terlihat
atelektasis pada foto dada yang merupakan pengurangan volume bagian paru baik
lobaris, segmental, atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi sehingga
memberi bayangan yang lebih suram dengan penarikan mediastinum kearah
atelektasis, sedangkan diafragma tertarik keatas dan sela iga menyempit.9,12

12
Gambar 3. Gambaran TB Paru Lama

Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan


sekaligus (pada satu tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis
fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan
emfisema.9
Pada pemeriksaan foto thoraks, efusi pleura memperlihatkan adanya
gambaran cairan pleura yang tampak berupa perselubungan homogen menutupi
struktur paru bawah yang biasanya relatif radiopak dengan permukaan atas
cekung berjalan dari lateral atas kearah medial bawah. Karena cairan mengisi
ruang hemithoraks sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral atau
hillus. Kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral.12
Manifestasi radiologis pada tuberkulosis primer adalah:
1. Inaktif
Fokus primer biasanya terjadi lebih awal yaitu berupa jaringan parut minor.
Foto thoraks tampak normal. Kasifikasi pada parenkim dapat berupa satu
atau lebih nodul homogen. Biasanya diameternya kurang dari 5 mm dan
dapat terjadi di mana saja. 8
2. Konsolidasi

13
Konsolidasi dapat terjadi di mana saja dan bentuknya tidak spesifik.
Konsolidasi biasanya homogen, ukurannya kurang dari 10 mm sampai
lobaris. Kavitasi jarang terjadi dan terjadinya kavitasi menandakan penyakit
primer yang progresif. 8

Gambar 4. Gambaran Konsolidasi


3. Limfadenopati
Limfadenopati sering terjadi dengan atau tanpa konsolidasi. Nodus yang
terkena adalah nodus yang sebelumnya mendrainase area yang
terkonsolidasi.Limfadenopati biasanya mengenai hilus unilateral, hilus
unilateral dengan paratrakeal kanan, atau paratrakeal kanan. 8
Tekanan nodus dan erosi menyebabkan komplikasi pada organ sekitarnya:
a. Saluran napas
Saluran napas yang terdekat dapat mengalami obstruksi atau kolaps
segmental/lobar.Biasanya pada bagian kiri, kemudian menyerang segmen
anterior lobus atas dan lobus tengah.Konsolidasi segmental mengikuti
terjadinya perforasi bronkial dan aspirasi distal material kaseosa yang
infektif.Penyembuhan pada lesi bronkial dan segmental walaupun jarang
tanpa sekuele namun sering mendahului terjadinya berbagai kombinasi
seperti bronkostenosis, bronkiektasis dan fibrosis parenkim dengan
kehilangan volume yang banyak serta pembentukan bulla.
b. Pembuluh darah
Penyebaran hematogen dari nodus dapat menyebabkan TB milier atau
lesi yang terisolasi seperti abses pada jaringan lunak. Metastase dari

14
nodus dapat mengalami masa dorman selama beberapa tahun dan akan
menjadi aktif, sebagian dapat berupa TB tulang atau TB renal.
c. Perikardium
Erosi pada nodus ke perikardium dapat menyebabkan perikarditis.
d. Pleura
Erosi pada pleura karena sebuah nodus merupakan satu dari beberapa
mekanisme terjadinya efusi pleura pada TB primer.
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah paresis n.phrenicus, n.recurrent
laryngeus dan obstruksi v.cava superior serta pambentukan fistula. 8

Gambar 5. Gambaran Limfadenopati Perihiler


4. Efusi pleura
Efusi pleura adalah manifestasi yang sering dijumpai pada anak- anak,
dimana kejadiannya menyerang parenkim paru dan pada remaja yang
diisolasi lebih sering terjadi. Pada bentuk kronis, akumulasi terjadi dengan
pelan dan tanpa nyeri, sehingga efusi nampak lebih luas. Efusi biasanya
terjadi unilateral kecuali bila efusi merupakan komplikasi dari tuberkulosis
milier. Penegakan diagnosa paling tepat dengan biopsi pleura dan kultur.
Prognosis untuk jangka pendek bagus meskipun tanpa terapi akan
memberikan hasil yang bersih, tapi pada 30 – 50 % kasus tuberkulosis post
primer harus diawasi selama 2 tahun. Gejala sisa dari pleura biasanya tidak

15
terjadi. Penebalan dan pengapuran lebih sering terjadi pada tuberkulosis
empyema. 8

Gambar 6. Gambaran Efusi Pleura


5. Tuberkulosis Milier
Walaupun biasanya merupakan manifestasi penyakit primer, tuberkulosis
sekarang sering terlihat sebagai proses post primer pada pada pasien usia
lanjut. Pada awalnya gambaran thoraks mungkin normal sebelun terbentuk
nodul multipel kecil- kecil(±1mm) yang menyebar dikedua lapangan paru.
Sebaliknya pada tuberkulosis primer lain mungkin bisa terdapat nodus besar
tapi jarang terjadi. Dengan terapi nodul dapat hilang tapi perlu waktu
sampai beberapa bulan tanpa memberikan gejala sisa.12

Gambar 7. Gambaran TB Milier

16
Prosedur diagnostik tuberkulosis paru di atas dapat dirangkum dalam bagan
diagnosis TB paru sebagai berikut.

Gambar 8. Diagnosis TB

2.1.7 Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:7
 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebihmenguntungkan dan sangat dianjurkan.

17
 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
o Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari
dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
o Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangkawaktu yang lebih lama.
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegahterjadinya kekambuhan.

Tabel 1. Jenis OAT

18
2.1.8 Pemantauan Kemajuan Pengobatan
Dilihat dari :
a. Keluhan
Dari anamnesis pada pasien dapat diketahui perbandingan keluhan saat
sebelum dan sesudah pengobatan.
b. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik sebelum dan sesudah pengobatan, dapat
ditemukan adanya perbaikan atau tidak.
c. Laboratorium
Pada hasil laboratorium sesudah dan sebelum pengobatan, dapat
diketahui adanya perbaikan atau tidak.
d. Radiologi
Secara radiologi dilihat 2 – 6 bulan pasca terapi

19
BAB III
ANALISIS KASUS

Pasien mengeluh batuk sejak 2 tahun yang lalu dan semakin memberat.
Sejak 2 minggu sebelum datang ke poli, pasien mengeluh batuk berdarah. Pasien
juga mengeluh demam, demam tidak terlalu tinggi terutama malam hari. Nafsu
makan berkurang dan berat badan dirasakan menurun sejak sakit, berat badan
dahulu 72 kg dan sekarang 64 kg, berkeringat malam hari (+). Keluhan disertai
nyeri dada, Pasien tidak mengeluh sesak. Tidak ada mual dan muntah. Tidak ada
pembesaran KGB. Pasien mengatakan dikeluarga, kakak pasien juga menderita
keluhan yang sama dan sedang minum obat 6 bulan. Pasien juga sering merokok.
Pasien belum pernah minum obat 6 bulan. Pasien dianjurkan pemeriksaan TCM.
Berdasarkan teori pasien mengalami penyakit Tb paru. Tb paru merupakan suatu
penyakit kronik jaringan paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Berdasarkan gejala klinis yang dialami pasien merupakan gejala-
gejala dari penyakit Tb paru. Adapun gejala klinis Tb paru yaitu batuk lama,
batuk berdahak yang kadang disertai batuk berdarah, sering berkeringat di malam
hari, penurunan BB, tidak nafsu makan, demam lama atau berulang dan kadang
disertai adanya gejala gastrointestinal seperti diare persisten. Menurut teori faktor
risiko TB meliputi: orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais
lain, orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu panjang,
Perokok, Konsumsi alkohol tinggi, Anak usia <5 tahun dan lansia, Memiliki
kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang infeksius, Berada di
tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (contoh: lembaga
permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang), Petugas kesehatan.
Pasien belum pernah minum obat 6 bulan. Berdasarkan klasifikasi riwayat
pengobatan, pasien termasuk kasus baru. Kasus baru adalah pasien yang belum
pernah mendapat OAT sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1
bulan (< dari 28 dosis bila memakai obat program).

20
Pada pemeriksaan auskultasi paru ditemui ronkhi pada pasien, dan sudah
dilakukan pemeriksaan rontgen thorax didapatkan Tampak bercak infiltrat dan
cavitas pada apex pulmo dextra, terdapat kalsifikasi pada pulmo dextra. Gambaran
lesi yang menyokong kearah TB paru aktif biasanya berupa infiltrat nodular
berbagai ukuran di lobus atas paru, kavitas (terutama lebih dari satu), bercak
milier ataupun adanya efusi pleura unilateral. Gambaran lesi tidak aktif biasanya
berupa fibrotik, atelektasis, kalsifikasi, penebalan pleura, penarikan hilus dan
deviasi trakea. Namun diagnosis pasti TB dari pasien ini belum dapat ditegakkan,
karena belum dilakukan pemeriksaan TCM. Jika sudah terkonfirmasi positif TB
pasien diharuskan meminum obat TB 6 bulan. Untuk kasus baru dengan formula 2
RHZE + 4 (RH)3 . jika menggunakan KDT tergantung berat badan. Pada pasien
berat badannya 64 kg maka pasien meminum 4 tablet 4KDT ada tahap intensif
tiap hari seama 56 hari dan 4 tablet 2KDT pada tahap lanjutan 3 kali seminggu
selama 16 minggu.
Alur diganosis TB paru pada pasien yang mempunyai riwayat kontak erat
dengan pasien TB maka langkah pertama yaitu pemeriksaan TCM TB, untuk
mengetahui apakah pasien positif TB terkonfirmasi bakteriologis dan mengetahui
sesnsitif rifampisin atau tidak. Jika hasil positif dan sesntif rifampicin maka
dilanjutkan pengobatan TB lini 1.
Saat ini pasien mendapatkan terapi IVFD Tutofusin gtt 20tpm, IVFD
KAEN 3B gtt 20tpm, Azytromicin tablet 1x200mg, Inj.Ceftriaxone 2x1 gr (iv),
Ambroxol tablet 3x30mg, OBH syr 3x1cth, Neurosanbe tablet 1x1 dan diusulkan
pemeriksaan TCM.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Indonesian Tuberculosis Profile. Diunduh dari:


http//:www.who.int/tb/data. 2010.
2. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006
3. Fauci AS, Kasper DL, et al. Tuberkulosis. Harrison’s: Principal of Internal
Medicine, 17thed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008
4. Palomino, J. Tuberculosis 2007 from basic science to patient care. Diunduh
dari: http://www.TuberculosisTextbook.com. 2007
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi ke-2. Jakarta: Depkes RI. 2006
6. Sutton, David. Textbook Book Of Radiology and Medical Imaging. Churchill
Livingstone Vol I, 1785-1786.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. 2006. Avalable form :
http://tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf
8. Rachmatullah P. Seri Ilmu Penyakit Dalam, Buku ajar: Ilmu Penyakit Paru
(Pulmonologi). Semarang: BP UNDIP. 1997
9. Soeparman, Waspadji S. Tuberkulosis Paru Dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Jakarta: PB FKUKI. 1990
10. Tjenol, P. Naskah Lengkap Simposium Penatalaksanaaan TBC Masa Kini.
Semarang: BP UNDIP. 1989
11. Grainger RG, Allison J. Diagnostic Radiology, a textbook of medical
imaging. Second edition. Vol.2. Churchil Livingstone. 1992
12. Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 ed.3. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000
13. Rasad Sjahriar, Kartoleksono-Sukonto. Radiologi Diagnostik. Jakarta: FK UI.
2000
14. Medison, Irvan. Tuberkulosis Paru. Available from: http://www.parupadang.
com/unduh/Kuliah_TB_Paru.pdf
15. Madappa, Tarun. Atelectasis. 2008. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/296468 (Updated 30 Maret 2012)

22

Anda mungkin juga menyukai