Perhitungan Luas Wilayah Dan Panjang Garis Pantai Indonesia Menggunakan Sistem Proyeksi Distorsi Minimal
Perhitungan Luas Wilayah Dan Panjang Garis Pantai Indonesia Menggunakan Sistem Proyeksi Distorsi Minimal
net/publication/340116204
CITATIONS READS
2 7,983
1 author:
Agung Syetiawan
Badan Riset dan Inovasi Nasional
40 PUBLICATIONS 55 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Agung Syetiawan on 24 March 2020.
EDITOR
Prof. Dr. Hj. Enok Maryani, M.S.
Slamet N. Rohman, S.Pd.
Exsa Putra, S.Pd.
Ade Rika S.F, S.Pd.
Sitti Raisa, S.Pd.
Nur Azizah, S.Pd.
Steering Committee:
Prof. Dr. Hj. Enok Maryani. MS.
Slamet N. Rohman, S.Pd
Exsa Putra, S.Pd.
Ade Rika S.F. , S.Pd
Sitti Raisa, S.Pd
Nur Azizah, S.Pd
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN GEOGRAFI
“KONTRIBUSI PENDIDIKAN GEOGRAFI DI ERA REVOLUSI 4.0”
ISBN : 978-623-92801-0-9
Tim Editor :
Prof. Dr. Hj. Enok Maryani. MS.
Slamet N. Rohman, S.Pd.
Exsa Putra, S.Pd.
Ade Rika S.F, S.Pd.
Sitti Raisa, S.Pd.
Nur Azizah, S.Pd.
Desain Sampul :
Teza Akbar Soleh, S.Pd.
Penerbit :
Program Studi Magister Pendidikan Geografi Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia
Redaksi :
Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Kota Bandung 40154
Telp (022) 2001197
Fax (022) 205090
Email : semnasgeoupi@gmail.com
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas ni’mat, rahmat dan
karuniaNya kami telah mampu menyelesaikan Prosiding ini. Prosiding ini disusun
berdasarkan hasil kegiatan Seminar Nasional yang bertemakan “Kontribusi Pendidikan
Geografi di Era Revolusi 4.0” telah dilaksanakan di Bandung pada tanggal 10 Desember
2019. Seminar Nasional ini dilaksanakan bertujuan untuk memberikan suatu pandangan
mengenai peran serta dan kontribusi Pendidikan Geogafi di era Revolusi 4.0.
Kegiatan Seminar Nasional ini diikuti oleh peserta dari akademisi pendidikan perguruan
tinggi, guru dan mahasiswa. Dengan terselenggaranya kegiatan ini kami haturkan terima kasih
kepada Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Prof. Dr. H. Rd. Asep Kadarohman, M.Si.,
Direktur Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Prof. Dr. Syihabuddin, M.Pd., yang
telah memberikan arahan mengenai pentingnya kontribusi Pendidikan Geografi di era
Revolusi 4.0. Penghargaan dan ucapan terima kasih kami haturkan kepada para narasumber
pada kegiatan Seminar Nasional yakni Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd selaku Guru Besar
Universitas Negeri Malang, Prof. Dr. Deni Darmawan, M.Si., MCE selaku Guru Besar
Universitas Pendidikan Indonesia dan Drs. Abdul Latief, M.Pd selaku Ketua MGMP Geografi
Jawa Barat.
Kepada seluruh peserta, panitia dan pihak lain yang telah memberikan kontribusi
sehingga terlaksananya kegiatan ini dan tersusunnya prosiding. Kami ucapkan terimakasih.
Semoga semua amal baik menjadi bagian dari ibadah kita. Atas segala kekurangan selama
terlaksananya seminar kami mohon maaf.
i
DAFTAR ISI
PEMBICARA TAMU
PEMBELAJARAN PROBLEM BASED SERVICE LEARNING UNTUK
MITIGASI DALAM RANGKA MENCETAK GENERASI PEDULI LINGKUNGAN
Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd. ................................................................................................... 1
LAMPIRAN
Sub Tema 1 : Pendidikan Geografi
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS STEM (SCIENCE,
TECHNOLOGY, ENGINEERING AND MATEMATHICS) PADA MATA
PELAJARAN GEOGRAFI MELALUI PEMANFAATAN MEDIA GEO-DIGITAL
Ana Widiyati........................................................................................................................ 32
ii
PEMBELAJARAN TEMATIK MITIGASI BENCANA GERAKAN TANAH
DI BANTARAN SUNGAI BERANTAS PADA SISWA SEKOLAH DASAR
Diyas Age Larasati............................................................................................................... 68
iii
IDENTIFIKASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT
DALAM KETAHANAN PANGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR GEOGRAFI
(Studi Kasus : Kampung Naga Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya)
Slamet Nopharipaldi Rohman. ........................................................................................... 146
iv
DAMPAK LITERASI INFORMASI TERHADAP KEPEDULIAN MASYARAKAT
KABUPATEN GARUT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA
LONGSOR
Eldi Mulyana1, Zamzam Nurjaman2, Hilmi3 ....................................................................... 235
v
IMPLEMENTASI TEKNOLOGI DRONE UNTUK PERCEPATAN PEMETAAN
DESA (Studi Kasus: Dusun Parit IV, Kelurahan Kuday, Kecamatan Sungailiat
Kabupaten Bangka)
Mahardhika Noor Rahmadana Putra ¹, Nuke Mediana Safitri ², Aditya Bagus
Chatria3 .............................................................................................................................. 325
vi
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi UPI 2019 ISBN : 978-623-92801-0-9
ABSTRACT
Projections that are often used in the process of making maps in Indonesia are the Universal
Transverse Mercator (UTM) projection system. UTM projection systems have conform properties,
which are used to maintain shape, minimal distortion at angle rather than at area and distance. The
choice of projection system used needs to be adjusted to the needs and objectives. Each projection
has different characteristics, so to determine the area or length of the coastline, the projection with
the most minimal distortion must be used. The purpose of this study is to determine an appropriate
projection in the application of the calculation of the area and length of the coastline in the territory
of Indonesia. The area and length of the coastline are calculated using ArcGIS software using
several types of existing projection systems, then the results of these calculations will be validated
using the results of the area and length of the coastline in the ellipsoid reference. From the
calculation results, the Albers conic projection gets results that are close to the area in the ellipsoid
plane, then the Plate caree projection system gets the results of the coastline length calculation close
to the distance calculation results in the ellipsoid reference. In addition, the right projection to
visualize real world into a map is to use a projection system that maintains a shape (conform),
different from the characteristic of the projected equal area, where there are several islands that are
distorted due to their axes being pulled in such a way as to maintain their area. The conclusion of
the study is the use of a projection system must be in accordance with the work objectives, any
distortion that is maintained. Understanding the characteristics of each map projection used is
important because each projection has an advantage for a particular area and the characteristic of
the distortion is maintained.
Keyword: Projection, Minimal Distortion Projection System, Area, Distance Shoreline
ABSTRAK
Selama ini, proyeksi yang sering kali digunakan dalam proses pembuatan peta di Indonesia adalah
sistem proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM). Sistem proyeksi UTM memiliki sifat
conform, yaitu digunakan untuk mempertahankan bentuk, distorsi minimal pada sudut bukan pada
luas dan jarak. Pemilihan sistem proyeksi yang digunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan
tujuan. Setiap proyeksi memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda sehingga untuk menentukan
luas atau panjang garis pantai harus menggunakan proyeksi yang memiliki distorsi paling minimal.
Tujuan penelitian adalah untuk menentukan proyeksi yang paling tepat dalam aplikasi perhitungan
luas dan panjang garis pantai di wilayah Indonesia. Luas dan panjang garis pantai dihitung
menggunakan perangkat lunak ArcGIS menggunakan beberapa jenis sistem proyeksi yang ada,
kemudian hasil dari perhitungan tersebut akan divalidasi menggunakan hasil perhitungan luas dan
panjang garis pantai di bidang elipsoidnya. Dari hasil perhitungan, maka proyeksi Albers conic
mendapatkan hasil yang mendekati dengan luasan di bidang elipsoid, kemudian sistem proyeksi
Plate caree mendapatkan hasil perhitungan panjang garis pantai paling mendekati dengan hasil
perhitungan jarak di bidang elipsoid. Selain itu, proyeksi yang tepat untuk memvisualisasi real world
ke dalam sebuah peta adalah menggunakan sistem proyeksi mempertahankan bentuk (conform),
berbeda dengan sifat proyeksi equal area, di mana ada beberapa pulau yang terdistorsi akibat sumbu-
sumbunya ditarik sedemikian rupa untuk mempertahankan luasan. Kesimpulan dari penelitian adalah
penggunaan sistem proyeksi harus sesuai dengan tujuan pekerjaan, distorsi apa saja yang tetap
dipertahankan. Pemahaman karakteristik setiap proyeksi peta yang digunakan menjadi penting
karena setiap proyeksi memiliki keuntungan untuk suatu wilayah tertentu dan sifat distorsi yang tetap
dipertahankan.
305
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi UPI 2019 ISBN : 978-623-92801-0-9
Kata kunci: Proyeksi, Sistem Proyeksi Distorsi Minimal, Luas, Panjang Garis Pantai
PENDAHULUAN
Dalam pembuatan peta diperlukan suatu proyeksi peta, di mana proyeksi peta ini
menghubungkan objek-objek yang ada di permukaan bumi ke dalam bentuk bidang datar (Snyder,
1987). Selama ini, proyeksi yang sering kali digunakan dalam proses pembuatan peta di Indonesia
adalah sistem proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM). Proyeksi UTM membagi bumi
menjadi zona-zona dengan lebar setiap zona adalah enam derajat dan distorsi minimal berada pada
meridian tengahnya yaitu sebesar 0,9996 m. Persoalan utama merubah bidang lengkung ke bidang
datar adalah terjadinya kesalahan yaitu distorsi akibat proses proyeksi peta. Masyarakat pemetaan di
Indonesia menggunakan proyeksi UTM tidak hanya untuk keperluan visualisasi peta saja, akan tetapi
untuk keperluan penentuan luas dan perhitungan panjang garis pantai.
Sulistyo (2004) melakukan perhitungan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) di Propinsi Bengkulu,
hasil penelitian menunjukkan terjadi perbedaan luas berkisar antara 7-245 ha akibat dihitung
menggunakan UTM pada zona 47 dan 48. Hasil sama ditunjukkan oleh Basaria dkk. (2018) dengan
menghitung luas wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tengah menggunakan proyeksi
UTM, terjadi perbedaan luas hitungan terhadap luas acuan yang cukup signifikan. Berdasarkan
penelitian tersebut, masih terdapat masalah besar penggunaan proyeksi UTM dalam penentuan luas
wilayah. Perlu dipahami bersama bahwa sistem proyeksi UTM memiliki sifat conform, yaitu
digunakan untuk mempertahankan bentuk, distorsi minimal pada sudut bukan pada luas dan jarak.
Selain ketelitian yang diperoleh, proyeksi UTM juga masih terkendala dengan pembagian zona
yang sangat mengganggu dalam perhitungan luas. Di Indonesia, sistem proyeksi UTM terbagi ke
dalam sembilan zona mulai dari 46 hingga 54. Kelemahan penggunaan zona adalah semakin
menjauh dari meridian tengahnya, maka distorsi akan semakin besar. Masalah lain penggunaan UTM
adalah saat objek berada di perbatasan antar zona. Penelitian yang dilakukan oleh Ramdhan dan
Arifin (2013) melakukan perhitungan proporsi luas laut Indonesia menggunakan sistem proyeksi
UTM pada zona 50. Ramdhan dan Arifin (2013) menyatakan zona 50 dipilih karena zona tersebut
berada di tengah Indonesia, sehingga diharapkan distorsi jarak yang terjadi menjadi minimum. Akan
tetapi hasilnya menunjukkan hal lain, terjadi perbedaan luas wilayah laut sebesar 9,28% dari data
tahun 2011, salah satunya akibat penggunaan sistem proyeksi UTM ini. Sistem zona menjadi tidak
efektif diterapkan di wilayah Indonesia yang sangat luas.
Pemilihan sistem proyeksi yang digunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan
(Tobler, 1962), karakteristik proyeksinya (Maling, 1968), ukuran, dan bentuk wilayah yang akan
dipetakan (Maling, 1973). Aplikasi penggunaan proyeksi biasanya untuk keperluan pemetaan dan
navigasi (Nyerges & Jankowski, 1989). Peta yang dibuat untuk tujuan navigasi umumnya
menggunakan proyeksi conform untuk mempertahankan sudut. Namun, proyeksi conform
memberikan distorsi yang besar pada luasan area yang mendekati kutub. Luas Green land adalah
seperdelapan dari luas Amerika Selatan, namun pada peta dengan proyeksi Mercator, Green land
justru terlihat lebih besar (Knippers, 2009).
Informasi luas wilayah Indonesia yang teliti sangat penting diketahui, terutama untuk keperluan
seperti perhitungan persil, dana desa, dan keperluan penataan wilayah lainnya. Kesalahan
perhitungan luas desa akan berakibat pada jumlah penerimaan Dana Alokasi Desa yang diterima
(Amhar dkk., 2017). Selain itu, kesalahan perhitungan luas akan menghasilkan luasan lebih besar
daripada luasan yang sebenarnya, sehingga menimbulkan kerugian kepada rakyat, karena pajak tanah
yang dibayarkan lebih besar (Prihandito, 2002). Tujuan penelitian adalah untuk menentukan proyeksi
yang paling tepat dalam aplikasi perhitungan luas dan panjang garis pantai di wilayah Indonesia.
Setiap proyeksi memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda, sehingga untuk menentukan luas dan
garis pantai harus menggunakan proyeksi yang paling sesuai, yaitu proyeksi yang memiliki distorsi
paling minimal. Hasil perhitungan luas dan panjang garis pantai akan divalidasi dengan hasil
perhitungan luas dan panjang garis pantai di koordinat elipsoidnya.
METODE
Perhitungan luas wilayah darat NKRI dilakukan dengan cara menjumlahkan luas seluruh pulau
yang direpresentasikan dengan garis pantai terbaik yang tersedia saat ini (the best available
coastlines) dengan memperhitungkan batas dengan negara tetangga di wilayah darat. Bentuk
306
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi UPI 2019 ISBN : 978-623-92801-0-9
permukaan bumi bersifat kompleks untuk dapat dimodelkan secara matematis dengan teliti. Untuk
mempermudah pemodelan biasanya penyajian bumi dalam bentuk peta berdasarkan bahwa bumi
berbentuk spheroid dengan menggunakan pendekatan proyeksi peta dengan pilihan persyaratan yang
diinginkan sebagai berikut (Snyder, 1987):
Conform, yaitu bentuk sebuah peta yang sebangun dengan keadaan sebenarnya pada
permukaan spheroid. Sehingga mengukur arah di atas permukaan peta akan identik dengan
pengukuran arah pada permukaan bumi,
Equidistant, yaitu jarak di atas peta jika dikalikan dengan skalanya akan identik dengan
jaraknya di permukaan bumi,
Equivalent atau Equal Area, yaitu daerah atau bidang yang digambar di atas peta dengan
memperhitungkan skalanya akan sama dengan (mendekati) keadaan luas wilayah di
permukaan bumi.
Pada penelitian ini, perhitungan luas wilayah Indonesia dan panjang garis pantai menggunakan
data yang berasal dari A Global Self-consistent, Hierarchical, High-resolution Geography Database
yang dikembangkan dan dikelola oleh NOAA Geosciences Laboratory (Wessel & Smith, 2017).
Tersedia dataset dengan resolusi tinggi dari 3 sumber data yang dapat diakses secara bebas yaitu
antara lain:
1. World Vector Shorelines (WVS).
2. CIA World Data Bank II (WDBII).
3. Atlas of the Cryosphere (AC).
Penulis menggunakan tipe data World Vector Shoreline (WVS) untuk analisis perhitungan luas
dan panjang garis pantai beberapa wilayah pulau di Indonesia. Data ini digunakan sebagai purwa
rupa dalam uji coba perhitungan proyeksi yang ada. Nantinya, untuk keperluan yang lebih teliti, bisa
menggunakan data garis pantai yang dikeluarkan dari otoritas berwenang. Data WVS yang
digunakan sudah diolah dan seragam untuk semua fiturnya. Garis pantai data WVS dibuat
seluruhnya dari poligon yang tertutup (clean topology) dan dibersihkan dari data yang overlap
(Soluri & Woodson, 1990). Referensi spasial data WVS mengacu pada horisontal datum WGS84
dengan sistem koordinat geografis decimal degree. Sementara datum vertikal yang digunakan
mengacu pada Mean High Water (“World Vector Shorelines,” 2016). Poligon garis pantai WVS
tersedia dalam dua format data yaitu:
1. Format ESRI shapefile (*.shp). format ini sangat mudah digunakan pada perangkat lunak
GIS sehingga mudah untuk dilakukan analisis data.
2. Format Native binary file. Format ini disediakan untuk dibaca menggunakan Generic
Mapping Tools (GMT)
Seluruh data set garis pantai WVS tersedia dalam 5 resolusi yang berbeda, yaitu antara lain:
F = Full reolusi, berisi data dengan maksimum resolusi (original resolusi) dan tidak
dilakukan penyederhanaan data.
H = High resolusi, Douglas-Pucker mereduksi garis yang digunakan sejumlah 80% relatif
terhadap data full resolusi.
I = intermediate resolusi, reduksi garis Douglas-Peucker digunakan untuk mereduksi ukuran
dan kualitas data menjadi 80% relatif terhadap data high resolusi.
L = low resolusi. reduksi garis Douglas-Peucker digunakan untuk mereduksi ukuran dan
kualitas data menjadi 80% relatif terhadap data intermediate resolusi.
C = crude resolusi. reduksi garis Douglas-Peucker digunakan untuk mereduksi ukuran dan
kualitas data menjadi 80% relatif terhadap data low resolusi.
Penelitian ini menggunakan data resolusi tipe full. Tingkat resolusi menunjukkan keakuratan
dari data input yang digunakan untuk menghitung luas dan panjang garis pantai. Poligon garis pantai
terbagi menjadi beberapa level, pada penelitian ini, fokus menggunakan level 1 yaitu batas antara
daratan dan lautan. Untuk proses perhitungan luas dan panjang garis pantai menggunakan perangkat
lunak ArcGIS. Penelitian ini akan membagi area perhitungan luas dan panjang garis pantai menjadi
beberapa kategori, yaitu antara lain:
1. Objek yang mewakili area yang cakupannya sangat luas seperti Pulau Sumatera, Sulawesi,
dan Pulau Jawa
307
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi UPI 2019 ISBN : 978-623-92801-0-9
2. Objek yang mewakili area yang cakupannya tidak terlalu luas seperti Pulau Bali, Selayar,
dan Madura
3. Objek yang mewakili area yang cakupannya kecil seperti Pulau Penida, Nusa Lembongan,
dan Ceningan
Pembagian ini digunakan untuk melihat konsistensi penggunaan proyeksi peta untuk
menghitung luas dan panjang pada beberapa cakupan area. Area dengan cakupan sangat luas
mempresentasikan sebagai objek dalam peta skala kecil, sementara area yang tidak terlalu luas
seperti pada peta skala menegah, dan area yang sempit seperti pada peta skala besar. Proyeksi yang
digunakan untuk menghitung luas adalah proyeksi yang mempunyai distorsi minimal pada area atau
sering disebut dengan Equal Area, sementara proyeksi yang digunakan untuk menghitung panjang
garis pantai menggunakan jenis proyeksi equidistant atau sistem proyeksi yang mempunyai distorsi
minimal pada jaraknya. Penelitian akan fokus pada penggunaan beberapa proyeksi Equal Area dan
proyeksi equidistant yang cocok digunakan di Indonesia. Keterangan lengkap mengenai jenis
proyeksi yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Jenis Proyeksi yang digunakan untuk menentukan luas dan panjang garis pantai wilayah Indonesia.
Equal
Map Projection Equidistant EPSG
Area
Albers Equal Area
● 102028
Conic
Behrmann Equal Area ● 54017
Cylindrical
Bonne ● 54024
Craster Parabolic ● 54046
Lambert Cylindrical ● 54034
Equal Area
Eckert II ● 54014
Eckert IV ● 54012
Eckert VI ● 54010
Hammer–Aitoff ● 54044
South Pole Lambert ● 102020
Azimuthal Equal Area
Mollweide ● 54009
Quartic Authalic ● 54022
Sinusoidal ● 54008
308
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi UPI 2019 ISBN : 978-623-92801-0-9
Penentuan luas dalam sebuah area elipsoid dengan cara menghitung setiap fitur poligon di garis
geodesiknya, sementara perhitungan keliling pulau (panjang garis pantai) dengan cara menjumlahkan
seluruh garis geodesik yang membentuk objek tersebut. Untuk daerah pada titik 1 (bujur 1, lintang 1)
dan titik 2 (bujur 2, lintang 2), maka jarak garis geodesiknya dapat dihitung menggunakan formula
Vincenty sebagai berikut (Vincenty, 1975):
...................... (1)
......................................... (2)
...................................................... (3)
....................................................... (4)
............................................... (5)
............................................. (6)
......... (7)
........................................................... (8)
................................ (9)
................................... (10)
............................................................................................................................................... (11)
....................................................... (12)
di mana:
a = sumbu panjang elipsoid referensi
f = penggepengan elipsoid referensi
b = sumbu panjang elipsoid referensi
U1 = arctan ((1-f)tanϕ1) lintang titik 1 pada auxiliary sphere
U2 = arctan ((1-f)tanϕ2) lintang titik 2 pada auxiliary sphere
= pemisahan sudut antar titik
1 = pemisahan sudut antar titik dengan ekuator
309
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi UPI 2019 ISBN : 978-623-92801-0-9
ArcGIS. Parameter elipsoid referensi yang digunakan adalah elipsoid WGS84 dengan parameter
seperti dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2.
Parameter elipsoid WGS84.
NO Parameter Keterangan
1. Elipsoid referensi WGS84
2. Semi-major axis (a) 6.378.137 m
3. Semi-minor axis (b) 6.356.752,314 m
4. Flattening (f) 298.257223563
Perhitungan luas dan panjang garis pantai di koordinat geodesik dilakukan menggunakan fitur field
calculator di ArcGIS. Perhitungan luas pada permukaan elipsoid di ArcGIS menggunakan script
sebagai berikut:
!Shape!.getArea("GEODESIC","SQUAREKILOMETERS")
Sementara untuk perhitungan jarak pada permukaan elipsoid di ArcGIS menggunakan script sebagai
berikut:
!SHAPE!.getLength("GEODESIC","KILOMETERS")
310
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi UPI 2019 ISBN : 978-623-92801-0-9
proyeksi Equal Area merupakan cara yang tepat untuk menghitung poligon dengan menghitung jarak
terpendek antar dua titik secara akurat (Pedzich & Kuzma, 2012).
Tabel 3.
Residu Perhitungan Luas Menggunakan Beberapa Sistem Proyeksi (Dalam Satuan Km2)
Nusa
Proyeksi Sumatera Sulawesi Jawa Bali Madura Selayar Penida Ceningan
lembongan
Albers
Conic 0.0004 -0.0002 0.00014 0.000001 -0.000042 0.0000035 0.0000033 -0.0000008 0.00000088
Berhmann 0.0004 0.0002 0.00015 0.000011 0.000084 -0.0000035 -0.0000087 0.0000012 -0.00000112
Bonne 0.0115 0.0028 0.00325 0.0004 0.000910 -0.0033645 -0.0000387 0.0000152 -0.00001512
Craster
Parabolic -2875.3465 -1138.7063 -825.9283 -34.8815 -29.352171 -4.3342955 -1.2742147 -0.0506788 -0.02114412
Cylindrical
Equal Area 0.0004 0.0002 0.00015 0.000010 0.000084 -0.0000035 -0.0000087 0.0000012 -0.00000112
Eckert II -2875.3561 -1138.7065 -825.92947 -34.8817 -29.352350 -4.3326145 -1.2742117 -0.0506808 -0.02114112
Eckert IV -2875.3502 -1138.7064 -825.92927 -34.8816 -29.352204 -4.3333765 -1.2742197 -0.0506788 -0.02114312
Eckert VI -2875.3471 -1138.7063 -825.92846 -34.8816 -29.352177 -4.3341615 -1.2742157 -0.0506788 -0.02114412
Hammer-
Aitoff -2875.3467 -1138.7061 -825.92830 -34.8815 -29.352138 -4.3343585 -1.2742137 -0.0506778 -0.02114512
South Pole
Azimuth
EA 0.0040 -0.0025 -0.00226 -0.0001 -0.000653 0.0000305 0.0000553 -0.0000108 0.00000488
Mollweide -2875.3485 -1138.7064 -825.92884 -34.8816 -29.352189 -4.3337905 -1.2742177 -0.0506788 -0.02114412
Sinusoidal 0.0077 0.0004 0.00208 0.0001 0.000149 -0.0018535 0.0000013 0.0000022 -0.00000312
Quartic
Authalic -2875.3476 -1138.7064 -825.92858 -34.8816 -29.352180 -4.3340405 -1.2742157 -0.0506788 -0.02114412
- -
Mercator -1126.9066 -387.2879 2078.68285 115.8270 -67.957665 -7.4616565 -4.6534577 -0.1824748 -0.07647512
Dari hasil tabel 3 juga dapat dilihat bahwa tidak semua sistem Proyeksi Equal Area cocok
digunakan di Indonesia. Selain karakteristik proyeksi yang digunakan, yaitu distorsi minimal pada
luasan, yang perlu diperhatikan adalah lokasi origin (titik nol) pusat proyeksi tersebut. Sebagai
contoh proyeksi Lambert Cylindrical Equal Area (LCEA) menggunakan origin bujur nol derajat dan
lintang nol derajat. Pada Gambar 2 menunjukkan distorsi permukaan lingkaran pada proyeksi
silinder ekivalen pada sistem proyeksi Lambert Cylindrical Equal Area (LCEA). Bentuk lingkaran
terlihat semakin pipih distorsinya ketika mengarah ke kutub, jauh dari pusat proyeksinya. Indonesia
diuntungkan menggunakan sistem proyeksi cylindrical, karena posisi Indonesia yang terletak di
ekuator (lintang nol), di mana distorsi luas masih terlihat minimal.
Pengetahuan mengenai karakteristik proyeksi ini sangat penting guna mendapatkan proyeksi
yang tepat sesuai dengan tujuan pembuatan peta dan letak geografis suatu objek. Sistem proyeksi
Equal Area ini memiliki karakteristik mempertahankan luasan akan tetapi bentuk dari objeknya
terdistorsi, seperti bisa dilihat pada Gambar 3. Sistem proyeksi Equal Area tidak cocok digunakan
untuk keperluan navigasi yang membutuhkan distorsi minimal pada sudut.
311
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi UPI 2019 ISBN : 978-623-92801-0-9
Tabel 4.
Residu Perhitungan Panjang Garis Pantai Menggunakan Beberapa Sistem Proyeksi
(Dalam Satuan Km).
Nusa
Proyeksi Sumatera Sulawesi Jawa Bali Madura Selayar Penida Ceningan
lembongan
Azimuthal
Equidistant -3110.120 -6317.109 -1867.303 -289.796 -166.544753 -229.323161 -41.798319 -9.650954 -7.11647
Equidistant
Conic -1469.512 -1713.481 -1254.647 -170.329 -172.803833 -33.4564 -22.041367 -6.821556 -3.15924
Equidistant
Cylindrical 1554.201 1728.276 1042.308 135.146 151.684533 26.380476 17.012829 5.435115 2.327214
Plate
Carree -29.826 -29.569 -29.491 -4.560 -3.262222 -1.348922 -0.636168 -0.182875 -0.09699
Two-Point
Equidistant -865.964 -2466.576 -744.208 -113.648 -90.80454 -84.195798 -16.03885 -5.715081 -4.39646
Winkel I 580.099 650.411 396.310 51.657 55.102566 9.385042 6.524574 1.734922 0.560193
Winkel
Tripel 312.563 215.137 247.728 30.011 42.944768 -6.677945 3.428973 1.122067 0.141035
Behrmann
Albers conic
312
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi UPI 2019 ISBN : 978-623-92801-0-9
313
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi UPI 2019 ISBN : 978-623-92801-0-9
Selain sistem proyeksi yang digunakan, perhitungan luas dan panjang garis pantai sangat
bergantung pada ketersediaan data, saat resolusi meningkat maka kesalahan luas akan menurun
(Usery dkk., 2003). Akurasi dari proses proyeksi sangat bergantung pada resolusi data yang
digunakan dan posisi lintang data (Usery & Seong, 2000). Resolusi penggunaan data sangat
berpengaruh terhadap hasil perhitungan luas dan jarak. Semakin bagus kedetilan yang digunakan
maka hasil perhitungan luas ataupun panjang garis pantai akan semakin mendekati dengan nilai
sebenarnya di lapangan. Proses smoothing (simplifikasi) titik menjadi poligon yang lebih sederhana
akan mengurangi titik-titik untuk merepresentasikan sesuai dengan sebenarnya. Sebagai contoh pada
Gambar 5, pulau Sardinia memiliki 8816 titik pada resolusi full (Wessel & Smith, 1996). Dengan
memilih beberapa toleransi, poligon dikurangi sampai pada titik tertentu. N merupakan jumlah titik
poligon. R merepresentasikan persentase titik yang berhubungan dengan poligon original full
resolusi (pada Gambar 5 di gambarkan paling kiri).
Gambar 5. Contoh pengurangan poligon pulau Sardinia (Wessel & Smith, 1996).
Semakin kasar resolusi yang digunakan maka hasil perhitungan luas dan panjang garis pantai
akan semakin tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan (real world). Oleh karena itu,
untuk keperluan perhitungan luas wilayah dan panjang garis pantai NKRI dilakukan dengan input
data garis pantai terbaik yang tersedia saat ini (the best available coastlines).
KESIMPULAN
Pemilihan sistem proyeksi yang digunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan.
Setiap proyeksi memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda sehingga untuk menentukan luas dan
garis pantai harus menggunakan proyeksi yang memiliki distorsi paling minimal. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa proyeksi Albers Conic menjadi proyeksi terbaik untuk menghitung luas area,
kemudian proyeksi Plate Caree menjadi proyeksi terbaik untuk menghitung panjang garis pantai.
Proyeksi Plate Caree paling baik digunakan untuk area yang relatif kecil (skala besar), masih
terdapat distorsi besar untuk cakupan area yang luas. Selain itu, untuk keperluan visualisasi peta
harus menggunakan sistem proyeksi yang mempertahankan bentuk (conform) dalam hal ini diwakili
dengan menggunakan sistem proyeksi mercator.
314
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi UPI 2019 ISBN : 978-623-92801-0-9
Pemahaman terhadap karakteristik setiap proyeksi sangat penting karena penggunaan proyeksi
harus sesuai dengan tujuan dari pembuatan peta, sehingga memilih proyeksi terbaik dengan distorsi
paling minimal. Setiap proyeksi memiliki keuntungan untuk suatu wilayah tertentu dan sifat distorsi
yang tetap dipertahankan. Posisi Indonesia sangat diuntungkan karena terletak di ekuator dan
memanjang dari timur ke barat, sehingga selain tujuan pembuatan peta, maka pemahaman terkait
kondisi area yang dipetakan menjadi penting untuk menentukan jenis proyeksi apa yang akan
digunakan. Resolusi data atau tingkat kedetilan data sangat mempengaruhi terhadap hasil
perhitungan luas dan panjang garis pantai. Semakin bagus kedetilan yang digunakan maka hasil
perhitungan luas ataupun panjang garis pantai akan semakin mendekati dengan nilai sebenarnya di
lapangan. Untuk itu diperlukan data terbaik yang tersedia untuk menghitung luas dan panjang garis
pantai dengan teliti.
REFERENSI
Amhar, F., Syetiawan, A., Lumban-gaol, Y. A., & Hartanto, P. (2017). Akurasi Perhitungan Luas untuk
Perhitungan Dana Desa. Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi
Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan, 471–476. https://doi.org/10.24895/SNG.2017.2-0.443
Basaria, R., Setiawan, A., & Sediyono, E. (2018). Penentuan luas wilayah kabupaten dan kota di provinsi
sulawesi tengah menggunakan metode poligon dengan bantuan google earth. Jurnal Mercumatika:
Jurnal Penelitian Matematika dan Pendidikan Matematika, 3(1), 9–22.
ESRI. (2003). Understanding Map Projections. New York.
Hilbert, D., & Cohn-vossen, S. (1991). Geometry and the Imagination (2nd ed.). New York: Chelsea
Publishing Company.
Karney, C. F. (2011). Geodesics on an ellipsoid of revolution. arXiv preprint arXiv:1102.1215.
Knippers, R. A. (2009). Map Projections.
Maling, D. H. (1968). The terminology of map projections. International Yearbook of Cartography, 8, 11–64.
Maling, D. H. (1973). Coordinate systems and map projections. London: George Philip and Son Limited.
Nyerges, T. L., & Jankowski, P. (1989). A Knowledge Base for Map Projection Selection. The American
Cartographer, 22(176).
Pedzich, P., & Kuzma, M. (2012). Application of methods for area calculation of geodesic polygons on Polish
administrative units. Geodesy and Cartography, 61(2), 105–115.
Prihandito, A. (2002). Penggunaan PC Arc-info untuk Analisis Perbedaan Luas Bidang Peta Bersistem
Proyeksi TM-3 (BPN) dan Proyeksi UTM dengan Transformasi Affine. Media Teknik, 3.
Ramdhan, M., & Arifin, T. (2013). Aplikasi Sistem Informasi Geografis dalam Penilaian Proporsi Luas Laut
Indonesia. Geomatika, 19(2), 141–146.
Snyder, J. P. (1987). Map Projections-A Working Manual. Washington: United States Government Printing
Office.
Soluri, E. A., & Woodson, V. A. (1990). World Vector Shoreline. International Hydrographic Review, 67(1).
Sulistyo, B. (2004). Pengaruh Pemilihan Zona Proyeksi UTM (Universal Transverse Merchator) dalam
Perhitungan Luas Daerah Aliran Sungai di Propinsi Bengkulu. Jurnal Penelitian Lembaga Penelitian
UNIB, X(2).
Tobler, W. (1962). A classification of map projections. Annals of the Association of American Geographers,
52, 167–175.
Usery, E. L., Finn, M. P., Cox, J. D., Thomas, Beard, Ruhl, S., & Bearden, M. (2003). Projecting Global
Datasets to Achieve Equal Areas. Cartography and Geographic Information Science, 30(1), 69–79.
Usery, E. L., & Seong, J.-C. (2000). A Comparison of Equal-Area Map Projections for Regional and Global
Raster Data.
Vincenty, T. (1975). Direct and Inverse Solutions of Geodesics on the Ellipsoid with Application of Nested
Equations. Survey Review, 176.
Wessel, P., & Smith, W. H. F. (1996). A global, self-consistent hierarchical, high-resolution shoreline
database. Journal of Geophysical Research, 101(B4), 8741–8743.
Wessel, P., & Smith, W. H. F. (2017). A Global Self-consistent, Hierarchical, High-resolution Geography
Database.
World Vector Shorelines. (2016).
315
1
View publication stats