Anda di halaman 1dari 24

BAB II

LANDASAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN DAN

KERANGKA BERFIKIR

A. Landasan Teori

1. Hakikat Pembelajaran Sains

a. Hakikat Sains

Definisi tentang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) telah banyak

dikemukakan. Trianto (2014: 136-137) mendefinisikan IPA adalah

suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum

terbatas pada gejala-gejala alam, lahir, dan berkembang melalui metode

ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah.

Usman Samatowa (2011: 3) mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Alam

merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural

science, artinya IPA. Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut

dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi IPA atau science

itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang

mempelajari peristiwaperistiwa yang terjadi di alam ini.

Carin & Sund (1989: 4) mengemukakan bahwa, “Science is the

system of knowing about the universe through data collected by

observation and controlled experimentation. As data are collected,

theories are advanced to explain and account for what has been

observed”.

11
12

Collete & Chiappetta (1994:78) menyatakan bahwa Sains/IPA,

pada hakikatnya merupakan: (1) Sekumpulan pengetahuan (a body of

knowledge); (2) Sebagai cara berpikir (a way of thinking); dan (3)

Sebagai cara penyelidikan (a way of investigating) tentang alam

semesta ini. Bahwa sains harus dipikir sebagai suatu cara berpikir

dalam upaya memahami alam, sebagai suatu cara penyelidikan tentang

gejala, dan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang didapatkan dari

proses penyelidikan. Sains adalah suatu cara berpikir dan dan cara

penyelidikan untuk mencapai suatu ilmu pengetahuan alam (Zuhdan K.

Prasetya, 2013: 3).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat

disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu

pengetahuan yang sistematika dan dapat mengembangkan pemahaman

serta penerapan konsep untuk dijadikan sebuah produk. Dalam hal ini

diharapkan dengan kemampuan yang dimiliki peserta didik dapat

mampu melakukan kerja ilmiah yang diiringi sikap ilmiah maka akan

diperoleh berupa fakta, konsep, hukum, dan teori.

Secara umum IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan

berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah,

penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen,

penarikan kesimpulan serta penemuan teori dan konsep. Dapat pula

dikatakan bahwa hakekat IPA adalah ilmu pengetahuan yang


13

mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal

dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan

hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga

komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku

secara universal.

Secara singkat Julianto (2009) berpendapat bahwa IPA

merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau mahluk hidup,

cara kerja dan berfikir, cara menyelesaikan masalah. Menurut Laksmi

(dalam Trianto, 2010) dimana nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan

dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut. Pertama, kecakapan

bekerja dan berfikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-

langkah dan metode ilmiah. Kedua, keterampilan dan kecakapan dalam

mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk

memecahkan masalah. Ketiga, memiliki sikap ilmiah yang diperlukan

dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran

sains maupun dalam kehidupan.

b. Pembelajaran Sains

Inti pendidikan berada pada prosesnya, yaitu proses

pembelajaran. Pembelajaran merupakan salah satu unsur yang memiliki

perubahan paradigma dalam pendidikan. Awal mulanya, guru hanya

menyampaikan pengetahuan secara klasikal kepada peserta didik dan

menjalankan instruksi yang sudah dirancang sebagai kegiatan


14

“mengajar”. Berdasarkan hal tersebut, tampak bahwa komunikasi masih

bersifat satu arah. Oleh karena itu, terjadi perubahan paradigma menjadi

“pembelajaran” yang memiliki arti bahwa terjadi komunikasi dua arah

antara guru dan peserta didik dengan tetap menjaga batasan antara guru

dan peserta didik.

Depdiknas (2007: 4) menyatakan bahwa secara umum Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi bidang kajian energi

dan perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses

kehidupan, dan materi dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan

dalam membantu peserta didik untuk memahami fenomena alam. Ilmu

Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan

yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan

ciri: objektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif. Ahmad

Susanto (2013: 170) mendefinisikan pembelajaran sains merupakan

pembelajaran berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang dapat

menumbuhkan sikap ilmiah peserta didik terhadap konsep-konsep IPA.

Trianto (2014: 143) mengemukakan bahwa proses belajar

mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses,

hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-

konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya

dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun

produk pendidikan.
15

Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan

kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban,

memahami jawaban, dan menyempurnakan jawaban tentang “apa”,

“mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik

alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam

lingkungan dan teknologi. Metode ilmiah dalam mempelajari IPA itu

sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan

Francis Bacon) yang meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun

hipotesis, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan

eksperimen untuk menguji prediksi, dan merumuskan hukum sederhana

yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan eksperimen (Trianto,

2014: 151-152).

Pembelajaran biologi di sekolah menengah diharapkan dapat

menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan

alam sekitar serta proses pengembangan lebih lanjut dalam

penerapannya di kehidupan sehari-hari. Penting sekali bagi setiap guru

memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar peserta didik, agar

dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar

yang tepat dan serasi bagi peserta didik (Hamalik, 2010). Laksmi

(dalam Trianto, 2010) menyatakan dalam mencari jawaban terhadap

suatu permasalahan pembelajaran sains diharapkan memberikan

keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif),


16

pemahaman, kebiasaan dan apersepsi karena ciri-ciri tersebut yang

membedakan dengan pembelajaran lainnya. Dengan menggunakan

proses dan sikap ilmiah saintis memperoleh penemuan - penemuan atau

produk yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori (Carin & Sund.

2013).

Depdiknas (dalam Trianto, 2010) menyatakan hakikat dan tujuan

pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan hal-hal sebagai

berikut. Pertama, kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam

untuk menumbuhkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Kedua, pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan

konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan

hubungan antara sains dan teknologi. Ketiga, keterampilan dan

kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan

melakukan observasi. Keempat, sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis,

sensitif, objektif, jujur terbuka, benar dan dapat bekerja sama. Kelima,

kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analitik, induktif, dan

dedukatif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk

menjelaskan berbagai peristiwa alam. Keenam, apresiatif terhadap sains

dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam

serta penerapannya dalam teknologi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang menekankan


17

pendekatan keterampilan proses agar memberikan pengalaman

langsung kepada peserta didik untuk mencapai kompetensinya, yang

didasari dengan sikap ilmiah

2. Hakikat DARTs

a. Pengertian DARTs

Davies dan Greene (dalam Jones, 2000) menyatakan DARTs

(Directed Activities Related to Texts) dapat diartikan sebagai kegiatan

langsung yang berhubungan dengan teks. Ada dua jenis DARTs, yaitu

model reconstruction dan model analysis dalam hal ini teks berupa

Lembar Kerja Siswa atau LKS. Sementara itu Haryanti et al. (2013)

menyatakan mengembangkan model pembelajaran biologi yang

meningkatkan keterampilan berpikir kritis melalui DARTs, diperlukan

pengetahuan-pengetahuan untuk menentukan bentuk-bentuk lembar

kerja yang sesuai dengan konsep yang akan dipelajari, keterampilan

berpikir kritis yang akan dapat dikembangkan melalui konsep tersebut

dan keterampilan sains yang harus dikuasai.

Dalam hal ini Burns (2006) menyatakan bahwa aktifitas membaca

terdiri atas dua bagian, yaitu proses membaca dan produk membaca.

Dalam proses membaca ada sembilan aspek yang jika berpadu dan

berinteraksi secara harmonis akan menghasilkan komunikasi yang baik

antara pembaca dan penulis yaitu: mengamati simbol-simbol tulisan,

menginterprestasikan apa yang diamati mengikuti urutan yang bersifat


18

linier baris kata-kata yang tertulis, menghubungkan kata-kata (dan

maknanya) dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dipunyai,

membuat referensi dan evaluasi materi yang dibaca, mengingat apa

yang dipelajari sebelumnya dan memasukkan gagasan-gagasan dan

fakta-fakta baru, membangun asosiasi, menyikapi secara personal

kegiatan/tugas membaca sesuai dengan interesnya, dan mengumpulkan

serta menata semua tanggapan indera untuk memahami materi yang

dibaca.

Langkah-langkah pelaksanaan strategi DARTs mengadopsi

salah satu model pembelajaran dari The Information Processing

Family (model pemerosesan informasi) yang model-model

pembelajarannya bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan peserta

didik mencari dan menguasai informasi dan mengorganisir,

membangun dan membuktikan prediksinya serta mempraktekkan hasil

prediksinya melalui tulisan.

b. Format DARTs

Heselden & Staples (2010) menjelaskan bahwa DARTs diartikan

sebagai aktifitas yang secara langsung berhubungan dengan teks

bacaan. Salah satu cara untuk mendorong peserta didik aktif membaca

pada pembelajaran sains adalah penggunaan DARTs. DARTs

merupakan salah satu hasil dari proyek penelitian utama terhadap


19

kemampuan membaca pada sekolah menengah, yang dilaksanakan oleh

Eric Lunzer dan Keith Gardner dari tahun 1978 hingga 1982.

Format model DARTs dibedakan menjadi dua jenis yaitu model

reconstruction dan model analysis activities (Devi 2008). Format model

tersebut dijelaskan pada tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 model reconstruction dan model analysis activities

Reconstruction Activities Analisis Activities


Definisi Aktifitas yang Aktifitas yang tidak hanya
mengharuskan peserta mengharuskan peserta didik untuk
mengkontruksi teks atau merekonstruksi teks atau diagram
diagram dengan mengisi dengan mengisi kata-kata, frase
kata-kata, frase, atau atau kalimat yang hilang, maupun
kalimat yang hilang merangkai teks yang diacak, tetapi
maupun merangkai teks juga mengharuskan peserta didik
yang diacak. untuk menemukan dan
mengkategorikan informasi
dengan cara menandai atau
melabeli teks atau diagram

Tipe a. Melengkapi teks (text a. Menandai teks (teks marking)


aktifita completion) b. Membuat tabel (table
s b. Mengurutkan construction)
(sequencing) c. Membuat diagram (diagram
c. Mengelompokan contruction)
(grouping) d. Membuat pertanyaan dan
d. Melengkapi tabel menjawabnya (questioning
(table Completion) and answering )
e. Diagram e. Merangkum (Summarizing)
f. Aktifitas memprediksi
(Prediction activities)
Sumber : Devi (2008)

DARTs memiliki dampak besar saat pertama kali diperkenalkan,

tetapi survey terakhir Lewis dan Wray (dalam Heselden & Staples, 2010)

menemukan bahwa lebih dari setengah jumlah guru sekolah menengah di


20

Inggris jarang bahkan tidak pernah menggunakan DARTs. Oleh karena

itu, kajian penggunaan DARTs perlu dipopulerkan kembali, terutama di

Indonesia.

3. Hakikat Lembar Kerja Siswa (LKS)

Trianto (2010) menyatakan LKS adalah lembaran berisi tugas yang di

dalamnya berisi petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas.

LKS dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif

maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam

bentuk panduan eksperimen dan demonstrasi. Depdiknas (2007)

menyatakan bahwa struktur LKS secara umum meliputi; judul dan mata

pelajaran, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, indikator,

informasi pendukung dan langkah-langkah kerja, tugas-tugas, dan penilaian.

Menurut Indrianto (1998) menyatakan ada dua macam LKS yang

dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah yaitu:

a. LKS tak berstruktur yaitu lembaran yang berisi sarana materi pelajaran,

sebagai alat bantu kegiatan peserta didik yang dipakai untuk

menyampaikan pelajaran. LKS merupakan alat bantu mengajar yang

dapat dipakai untuk mempercepat pembelajaran, memberi dorongan

belajar pada tiap individu, berisi sedikit petunjuk, tertulis atau lisan

untuk mengarahkan kerja pada peserta didik.

b. LKS berstruktur yaitu memuat informasi, contoh dan tugas-tugas. LKS

ini dirancang untuk membimbing peserta didik dalam satu kerja atau
21

mata pelajaran, dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan

pembimbing untuk mencapai sasaran pembelajaran. Pada LKS telah

disusun petunjuk dan pengarahannya, LKS tidak dapat menggantikan

peran guru dalam kelas. Guru tetap mengawasi kelas, memberi

semangat dan dorongan belajar dan memberi bimbingan pada peserta

didik.

Gufron (2012) menyatakan bahwa ada dua jenis bentuk LKS untuk

pembelajaran yakni sebagai berikut. Pertama, LKS Eksperimen berupa

lembar kerja yang memuat petunjuk praktikum yang menggunakan alat-alat

dan bahan-bahan. Sistematika LKS umumnya terdiri dari judul, pengantar,

tujuan, alat bahan, langkah kerja, kolom pengamatan, pertanyaan. Uraian

masing-masing komponen adalah sebagai berikut:

a. Pengantar, pengantar LKS berisi uraian singkat yang mengetengahkan

bahan pelajaran (berupa konsep-konsep) yang dicakup dalam kegiatan

atau praktikum.

b. Tujuan, memuat tujuan yang berkaitan dengan permasalahan yang

diungkapkan di pengantar.

c. Alat dan bahan, memuat alat dan bahan yang diperlukan.

d. Langkah kegiatan, merupakan instruksi untuk melakukan kegiatan.

Untuk mempermudah peserta didik melakukan praktikum, langkah

kerja ini dibuat secara sistematis. Bila perlu menggunakan nomor urut

dan menambah tampilan sketsa gambar


22

e. Tabel pengamatan, dapat berupa tabel-tabel data untuk mencatat data

hasil pengamatan yang diperoleh dari praktikum.

f. Pertanyaan, berupa pertanyaan yang jawabannya dapat membantu

peserta didik untuk mendapatkan konsep yang dikembangkan atau

untuk mendapatkan kesimpulanya.

Kedua LKS Non Eksperimen yaitu berupa lembar kegiatan yang

memuat teks yang menuntun peserta didik melakukan kegiatan diskusi suatu

materi pembelajaran. Kegiatan menggunakan lembar kegiatan ini dikenai

dengan istilah DARTs kegiatan ini berhubungan langsung dengan teks atau

wacana. Ada dua jenis DARTs yaitu model reconstruction dan model

analysis.

a. bentuk LKS reconstruction DARTs bentuk LKS ini dapat berupa text

completion (melengkapi teks), diagram completion (melengkapi tabel),

prediction (meramalkan), diagram cut and paste (potong dan tempel

gambar), dan scramble (mengacak).

b. Bentuk LKS Analysis DARTs. Bentuk ini kegiatan peserta didik dapat

berupa text marking labelling dan recording. Pada bentuk ini LKS text

marking labelling dapat berupa underlaying (menggaris bawahi) dan

labelling (memberi label), dan segmenting

(memotong/menggolongkan).

Bentuk LKS recording dapat berupa diagramatic representation

(membuat diagram), tabulation (membuat daftar yang tersusun), question


23

(membuat pertanyaan-pertanyaan), words square (teka-teki silang), dan

summary (membuat rangkuman).

Menurut Suyitno (2007) menyatakan manfaat yang diperoleh dengan

penggunaan LKS dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut.

Pertama, mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran. Kedua,

membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep. Ketiga, Melatih

peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan proses.

Keempat, sebagai pedoman guru dan peserta didik melaksanakan proses

pembelajaran. Kelima, membantu peserta didik memperoleh catatan tentang

materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar. Keenam, membantu peserta

didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui

kegiatan belajar secara sistematis.

Darmojo & Kaligis (2013) menyatakan bahwa keuntungan

penggunaan LKS dalam pembelajaran antara lain memudahkan guru untuk

mengelola proses belajar mengajar (proses belajar mengajar misalnya,

mengubah kondisi belajar yang berpusat pada guru, guru harus

menerangkan, mendikte, memerintahkan, dan sebagainya sedangkan peserta

didik hanya mendengar mencatat, dan mematuhi semua perintah guru)

menjadi berpusat pada peserta didik (peserta didik memperoleh informasi

dari berbagai sumber, misalnya dari perpustakaan).

Menurut Sudjana (2014) menyatakan bahwa LKS merupakan salah

satu perangkat pembelajaran berbasis media cetak yang mempunyai manfaat


24

dalam proses belajar peserta didik, yaitu: pertama, pembelajaran akan lebih

menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi

belajar. Kedua, bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga

dapat lebih dipahami oleh peserta didik dan memungkinkanya menguasai

dan mencapai tujuan pembelajaran. Ketiga perangkat untuk mengajar akan

lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan

kata-kata oleh guru, sehingga peserta didik tidak bosan dan guru tidak

kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

Keempat, peserta didik dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar

sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktifitas lain

seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-

lain.

Sementara Abdul Majid (2006) menyatakan bahwa LKS dalam

kegiatan belajar mengajar dapat dimanfaatkan pada tahap penanaman

konsep (menyampaikan konsep baru) atau pada tahap lanjutan dari

penanaman konsep baru. Pemanfaatan LKS pada tahap pemahaman konsep

berarti LKS dimanfaatkan untuk mempelajari suatu topik yang telah

dipelajari pada tahap sebelumnya yaitu penanaman konsep.

4. Hakikat Kemampuan Berpikir Kritis

a. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir kritis adalah mode berpikir mengenai hal, subtansi atau

masalah apa saja dimana si pemikir meningkatkan kualitas


25

pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur – struktur

yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar – standar

intelektual padanya (Fisher, 2007). Salah satu sasaran utama

bersekolah yaitu menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk

berpikir kritis. Berpikir kritis tidaklah mudah seperti halnya menghafal

karena berpikir kritis harus menggabungkan kata-kata yang

berhubungan dengan masalah yang dihadapi.

Marzano (dalam Slavin 2005) menyatakan bahwa berpikir kritis

adalah mengambil keputusan rasional tentang apa yang harus dilakukan

atau apa yang harus diyakini. Sementara menurut Johnson (2007) setiap

manusia memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang menjadi

pemikir kritis, karena sesungguhnya kegiatan berpikir memiliki

gabungan dengan pola pengelolaan diri (self organition) yang ada pada

setiap mahluk hidup di alam termasuk manusia sendiri.

b. Indikator berpikir Kritis

Menurut Muhfahroyin (2009) meyatakan bahwa ada dua belas

indikator kemampuaan berpikir kritis yang dikelompokkan menjadi

lima aspek kemampuan berpikir kritis, yaitu;

1) Mmemberikan penjelasan secara sederhana (meliputi:

memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan, bertanya dan

menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan).


26

2) Membangun keterampilan dasar (meliputi: mempertimbangkan

apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, mengamati dan

mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.

3) Menyimpulkan meliputi: mendeduksi dan mempertimbangkan hasil

deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi,

membuat dan menentukan nilai pertimbangan).

4) Memberikan penjelasan lanjut (meliputi: mendefinisikan istilah dan

pertimbangan definisi dalam tiga dimensi, mengidentifikasi asumsi.

5) Mengatur strategi dan taktik (meliputi: menentukan

tindakan,berinteraksi dengan orang lain).

Kelima Indikator dan sub Indikator dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kelima Indikator kemampuan berpikir kritis menurut

Ennis

Keterampilan Sub
Berpikir Keterampilan Aspek
Kritis Berpikir Kritis
Memberikan Memfokuskan a. Mengidentifikasi atau
Penjelasan pertanyaan memformulasikan suatu pertanyaan. 
Sederhana Penjelasan dasar b. Mengidentifikasi atau
memformulasikan kriteria jawaban
yang mungkin. 
c. Menjaga pikiran terhadap situasi yang
sedang dihadapi.
Menganalisis a. Mengidentifikasi kesimpulan
argument b. Mengidentifikasi alasan yang
dinyatakan.
c. Mengidentifikasi alasan yang tidak
dinyatakan.
d. Mencari persamaan dan perbedaan.
e. Mengidentifikasi dan menangani
ketidakrelevanan.
27

Keterampilan Sub
Berpikir Keterampilan Aspek
Kritis Berpikir Kritis
f. Mencari struktur dari sebuah
pendapat/argument
g. Meringkas
Bertanya dan a. Mengapa? 
menjawab b. Apa yang menjadi alasan utama? 
pertanyaan c. Apa yang kamu maksud dengan?
klarifikasi dan d. Apa yang menjadi contoh? 
pertanyaan yang e. Apa yang bukan contoh? 
menantang f. Bagaiamana mengaplikasikan kasus
tersebut?
g. Apa yang menjadikan perbedaannya? 
h. Apa faktanya? 
i. Apakah ini yang kamu katakan?
j. Apalagi yang akan kamu katakan
tentang itu?
Membangun Mempertimbang a. Kepakaran 
Keterampilan kan apakah b. Mengurangi konflik interest 
dasar sumber dapat c. Kesepakatan antar sumber 
dipercaya atau d. Reputasi
tidak? e. Menggunakan prosedur yang ada 
f. Mengetahui resiko 
g. Keterampilan memberikan alasan.
h. Kebiasaan berhati-hati
Mengobservasi a. Mengurangi praduga/menyangka 
dan b. Mempersingkat waktu antara observasi
mempertimbang dengan laporan.
kan hasil c. Laporan dilakukan oleh pengamat
observasi sendiri 
d. Mencatat hal-hal yang sangat
diperlukan 
e. Penguatan 
f. Kemungkinan dalam penguatan.
g. Kondisi akses yang baik 
h. Kompeten dalam menggunakan
teknologi 
i. Kepuasan pengamat atas kredibilitas
kriteria
Menyimpulka Mendeduksi dan a. Kelas logika 
n mempertimbang b. Mengkondisikan logika 
kan deduksi c. Menginterpretasikan pernyataan
Menginduksi a. Menggeneralisasi
28

Keterampilan Sub
Berpikir Keterampilan Aspek
Kritis Berpikir Kritis
dan b. Berhipotesis
mempertimbang
kan hasil induksi
Membuat dan a. Latar belakang fakta 
mengkaji nilai- b. Konsekuensi 
nilai hasil c. Mengaplikasikan konsep ( prinsip-
pertimbangan prinsip, hukum dan asas) 
d. Mempertimbangkan alternatif 
e. Menyeimbangkan, menimbang dan
memutuskan
Membuat Mendefinisikan Ada 3 dimensi:
penjelasan istilah dan a. Bentuk : sinonim, klarifikasi, rentang,
lebih lanjut mempertimbang ekspresi yang sama, operasional,
kan definisi contoh dan noncontoh 
b. Strategi definisi 
c. Konten (isi)
Mengidentifikas a. Alasan yang tidak dinyatakan
i asumsi b. Asumsi yang diperlukan: rekonstruksi
argumen   
Strategi dan Memutuskan a. Mendefisikan masalah 
taktik suatu tindakan b. Memilih kriteria yang mungkin
sebagai solusi permasalahan 
c. Merumuskan alternatif-alternatif untuk
solusi 
d. Memutuskan hal-hal yang akan
dilakukan
e. Merivew 
f. Memonitor implementasi
Berinteraksi a. Memberi label 
dengan orang b. Strategi logis 
lain c. Strategi retorik 
d. Mempresentasikan suatu posisi, baik
lisan atau tulisan
Sumber: Ennis (dalam Costa & Presseisen. 1985)

Menurut Orlich (1998) menyatakan bahwa terdapat beberapa

unsur pemikiran kritis, terdiri dari: mengidentifikasi isu,

mengidentifikasi hubungan antara unsur-unsur, menyusun kesimpulan


29

implikasi, menyimpulkan motif, menggabungkan unsur-unsur

independen untuk menciptakan pola pikir baru (kreativitas), dan

membuat interpretasi asli (kreativitas).

Setelah dilakukan analisis terhadap materi yang akan

dikembangkan pada LKS berbasis DARTs, maka dikelompokan

indikator oprasional. Pengelompokan tersebut disajikan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Pengelompokan Indikator Operasional Berpikir kritis


yang akan dikembangkan dalam LKS berbasis DARTs

No Kelompok kemampuan Indikator yang dikembangkan dalam


berpikir kritis lembar kerja DARTs

1 Memberi penjelasan a. Memfokuskan pertanyaan


sederhana (elementary b. Menganalisis argument
clarification c. Bertanya dan menjawab pertanyaan

2 Membangun keterampilan a. Mempertimbangkan apakah sumber


dasar (basic support) dapat dipercaya atau tidak
b. Mengobservasi dan mempertimbangkan
laporan observasi
3 Menyimpulkan (inferring) a. Mendeduksi dan mempertimbangkan
hasil deduksi
b. Menginduksi dan mempertimbangkan
hasil induksi
c. Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan
4 Membuat penjelasan lebih a. Mendifiniskan istilah dan
lanjut (advanced clarification mempertimbangkan definisi
b. Mengedintifikasi asumsi-asumsi
5 Strategi dan taktik (strategi a. Menentukan suatu tindakan
and tactic) b. Berinteraksi dengan orang lain

Sumber : Ennis (dalam Costa & Presseisen. 1985)


30

c. Membangun Pemikiran Kritis

Santrock (2009) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang guru

gunakan untuk membangun pemikiran kritis dalam rencana

pembelajaran mereka yaitu: pertama, tanyakan tidak hanya apa yang

terjadi, tetapi juga “bagaimana” dan “mengapa”. Kedua, periksalah

“fakta-fakta” yang dianggap benar untuk menentukan apakah terdapat

bukti untuk mendukungnya. Ketiga, berargumen dengan cara bernalar

daripada menggunakan emosi. Keempat, kenalilah bahwa kadang-

kadang terdapat lebih dari satu jawaban atau penjelasan yang bagus.

Kelima, bandingkan beragam jawaban dari sebuah pertanyaan dan

nilailah mana yang benar-benar merupakan jawaban terbaik. Keenam,

evaluasi dan lebih baik menanyakan apa yang dikatatakan orang lain

daripada segera menerimanya sebagai kebenaran. Ketujuh, ajukan

pertanyaan dan lakukan spekulasi lebih jauh yang telah diketahui untuk

menciptakan ide-ide baru dan informasi-informasi baru.

Sutrisno (2010) menyebutkan ada empat komponen yang harus

ada dalam pembelajaran termasuk kemampuan berpikir kritis, yaitu

identifikasi komponen prosedural, instruksi dan pemodelan langsung,

latihan terbimbing dan latihan bebas. Rahmat (2010)

merekomendasikan dua macam dasar yang bisa digunakan untuk


31

menyusun instrumen kemampuan berpikir kritis yaitu taksonomi bloom

dan problem solving.

d. Pokok Bahasan Pencemaran Lingkungan

Pemilihan materi pencemaran lingkungan diambil karena

permasalahan-permasalahan didalamnya berhubungan dengan

kehidupan nyata yang kompleks serta diperlukan pemikiran kritis untuk

memecahkannya. Melalui LKS berbasis DARTs peserta didik diberikan

wawasan tentang lingkungan yang dapat diangkat sebagai masalah

aktual yang dapat dilihat, didengar ataupun mengetahui melalui

informasi dari berbagai sumber. Permasalahan yang sering muncul guru

tidak mempunyai waktu yang cukup dalam pembelajaran, keadaan

lingkungan yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan studi

lapangan dan ketidak ketersediaan alat laboratorium untuk

melaksanakan eksperimen.

Penggunaan LKS berbasis DARTs adalah sebuah cara alternatif

bagi guru untuk menjangkau keterbatasan yang dihadapi dalam

pembelajaran pencemaran lingkungan, misalnya dalam mempelajari

limbah-limbah berbahaya maupun daerah-daerah tercemar yang

membutuhkan pengamanan khusus. DARTs menjadi aktifitas yang

mengajak peserta didik berinteraksi dengan teks atau bacaan, dalam hal

ini teks berupa LKS yang dapat membantu guru dalam keterbatasan

mengajarkan materi pencemaran lingkungan serta diharapkan dapat


32

membantu peserta didik lebih kritis dalam memahami permasalahan

lingkungan.

Pada kedalaman materi ditekankan pada ekosistem, macam-

macam pencemaran, dampak pencemaran, cara pelestarian lingkungan

dan daur ulang limbah. Materi pencemaran lingkungan akan

dilaksanakan 6 kali pertemuan. Kompetensi dasar dan indikator

pembelajaran materi pencemaran lingkungan dapat dilihat pada tabel

2.4.

Tabel. 2.4. Kompetensi dasar dan indikator pembelajaran materi


pencemaran lingkungan.

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

4.1. Menganalisis 4.1 Mendeskripsikan peran komponan ekosistem


hubungan antara dalam aliran energi dan daur biogeokimia
komponen serta pemanfaatan komponen ekosistem bagi
kehidupan
ekosistem,
4.2
perubahan materi Menjelaskan keterkaitan antara kegiatan
dan energi serta manusia dengan masalah kerusakan/
peranan manusia 4.3 pencemaran lingkungan dan pelestarian
dalam keseimbangan lingkungan.
ekosistem. 4.4
Menganalisis jenis-jenis limbah dan daur
ulang limbah.
Membuat produk daur ulang limbah.

Sumber : BNSP. 2006

B. Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan yang digunakan sebagai

bahan rujukan dalam penelitian pengembangan ini. Haryanto (2013)

menyatakan pembelajaran dengan model DARTs dapat membantu


33

mengembangkan LKS dan melaksanakan pembelajaran yang lebih baik.

Devi (2008) menyatakan bahwa aktifitas DARTs menggunakan worksheet

melalui pencil and paper task dapat membantu guru dalam meningkatkan

aktifitas membaca, berpikir, serta keterampilan proses. Penggunaan

reconstruction worksheet dan analysis worksheet DARTs dapat meningkatkan

hasil belajar, keterampilan proses dan pemikiran kritis pada pembelajaran

materi sifat koligatif larutan.

Imaduddin (2013) meyatakan pengembangan lembar kerja Direct

Activities Related To Texts (DARTs) bermuatan multiple level representasi

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis calon guru kimia. Alev

(2010) menyatakan penggunaan model DARTs dalam bentuk CD yang berisi

materi simulasi dan link address internet menunjukan bahwa kegiatan

membaca dan menulis dengan desain DARTs bermanfaat dan efektif dalam

pemahaman konsep fisika tetapi memiliki hambatan dalam mengembangkan

keterampilan procedural perhitungan. Arafah, et al. (2012) LKS berbasis

berpikir kritis dapat meningkatkan hasil belajar dan aktifitas peserta didik.

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan melalui

bagan kerangka berpikir berikut ini.


34

Fakta yang ditemukan di lapangan:

LKPD yang beredar terlalu


banyak tulisan singkat, sehingga
peserta didik kurang termotivasi
dan merasa bosan.

LKPD tidak membangun berpikir


kritis peserta didik. Kelebihan LKPD berbasis
DARTs berpikir kritis
Peserta didik belum terlatih dalam
mengembangkan berpikir kritis di Memudahkan mengingat dan
memprediksi materi.
madrasah.
Meningkatkan Daya
Pengembangan LKPD berbasis DARTs kreativitas dan berpikir
untuk menumbuhkan kemampuan yang dimiliki peserta
berpikir kritis. didik akan semakin
terangsang dengan kegiatan
memprediksi.

Hasil yang diharapkan : Peserta didik dilatih untuk


berpikir kritis dan kreatif.
LKPD berbasis DARTs layak
digunakan di MA Swasta Jakarta Pusat Meningkatkan kerjasama tim
dapat ditumbuhkan dan
LKPD berbasis DARTs yang dihasilkan dibina.
dapat memacu keterampilan berpikir melatih untuk mandiri ketika
kritis peserta didik. mencari jawaban
permasalahan
Mendapat tanggapan positif dari guru
dan peserta didik.

Hasil belajar peserta didik mencapai


KKM 75 sesuai standar akreditasi A
BAN untuk sekolah .
Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir pengembangan LKS berbasis DARTs
untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis peserta didik materi
pencemaran lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai