Anda di halaman 1dari 23

Tugas Sosiologi Hukum

(Prof. Dr. Nunung Rodliyah, M.A)

Disusun
OLEH:

1. Tasya Aurel 221252043 9. Azis Khurniawan 221252014

2. Kresnawan R 221252027 10. Nabila adiliya tuzzahidah 221252041

3. Putra tegar 221252048 11. Fajar Syafriandi 221252020

4. Widodo P 221252008 12. Angyo Santiko Utomo 221252022

5. Dita Arzumi 221252026 13. Andriyan delta 221252023

6. Jamal Romanda 221252047 14. Talsi. 221252025

7. Irvan Azhari Solong 221252035 15. Silvester Hendriyan 221252029

8. M Jafar Shiddiq sunariya, 221252038

PROGRAM PASCASARJANA
MAIGISTER HUKUM
UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG
2023
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang......................................................................................................1
2. Pokok Bahasan.....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
1. Identitas dan Karakteristik Keilmuan Dari Sosiologi Hukum.............................4

2. Sosiologi, Sosiologi Hukum dan Perkembanganya..............................................7

3. Perkembangan Pemikiran dan Teori-Teori Dalam Sosiologi Hukum.................10

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan ......................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai bagian dari ilmu sosial Ilmu hukum adalah ilmu yang sangat dinamis.

Kelahiran hukum modern sekaligus menempatkannya dalam posisi yang cukup

sulit, yaitu berada dipersimpangan jalan (Bifurcation). Sejak ribuan tahun sebelum

munculnya hukum modern, maka hukum hanya berurusan dengan perburuan

keadilan (Searching For Juctice). Pada waktu itu belum ada hukum negara atau

hukum positif, melainkan hukum alam. Tetapi dengan kelahiran negara modern

dan hukum modern, muncul tuntutan agar hukum itu menjadi positif dan publik,

yang di sebut hukum harus di buat oleh suatu badan khusus, dirumuskan tertulis

dan diumumkan dihadapan publik. Akibatnya bahwa, yang tidak memenuhi

persyaratan itu tidak bisa di sebut sebagai hukum.

Berakhirlah tatanan customary law, interaction law, dan non formal law. Sejak
saat itu, maka hukum tidak lagi tempat untuk berburu keadilan, melainkan
menerapkan undang-undang. Keadaan yang demikian itu menimbulkan persoalan
yang amat besar, bahkan gawat, karena proses hukum bukan hanya mencari
keadilan, melainkan juga menerapkan undangundang dan prosedur (law
enforcement). Orang sudah menjalankan hukum apabila sudah menerapkan
peraturan dan prosedur positif. Dengan bertindakseperti itu orang sudah bisa
mengatakan bahwa “justice is done” atau “justice is delivered.1

Menurut Satjipto Rahadjo, yang dilakukan selama ini adalah lebih banyak
menampilkan wajah hukum yang serba teratur, yang serba pasti, yang serba benar,
yang serba adil, dan masih banyak lagi ungkapan senada. Tetapi lupa, bahwa
hukumpun bisa menampilkan wajah yang lain yang mungkin lebih menyeramkan
dan menakutkan.2

Sosiologi hukum  kembali ke karya sosiolog dan sarjana hukum abad sebelumnya.

Hubungan antara hukum dan masyarakat dianggap secara sosiologis dalam karya
1
Satjipto Rahardjo. 2010. Ilmu Hukum Pencaraian Dan Pembebasan, UMS Press,
Surakarta, , hlm 66-67.
2
Satjipto Rahadjo.2009. Sisi-Sisi Lain Hukum Dari Hukum Di Indonesia. Kompas,
Jakarta, hal xii.
sentral Max Weber dan Émile Durkheim. Tulisan-tulisan mereka tentang sosiologi

hukum klasik menjadi dasar dari semua penelitian terkini dalam sosiologi hukum.

Akademisi, khususnya pengacara, menggunakan teori sosial dan metode ilmiah

untuk mengembangkan teori  hukum sosiologis, seperti yang dilakukan oleh Leon

Petrazycki, Eugen Ehrlich, dan Georges Gurvitch.

Bagi Max Weber, “hukum rasional” adalah sejenis superioritas dalam masyarakat

yang disebabkan oleh norma-norma yang abstrak. Menurutnya, kewenangan

hukum dapat dipertimbangkan ketika memahami kesinambungan hukum. Hukum

yang koheren dibentuk oleh kondisi yang diciptakan oleh perkembangan politik

dan birokrasi negara modern, yang berkembang seiring dengan pertumbuhan

kapitalisme. Inti dari perkembangan hukum modern adalah rasionalisasi hukum

formal berdasarkan prosedur umum yang diterapkan yang setara dan adil bagi

semua orang. Penerapan hukum rasional modern pada kasus-kasus tertentu

bersifat kodifikasi dan  impersonal. Secara umum pendapat Weber dapat

digambarkan sebagai pendekatan eksternal terhadap hukum  yang menelaah ciri-

ciri hukum secara empiris, karena bertentangan baik dengan perspektif internal

yurisprudensi itu sendiri maupun dengan pendekatan moral filsafat hukum.

Émile Durkheim menulis dalam The Division of Labour in Society bahwa dalam

masyarakat yang kompleks, satuan-satuan hukum perdata sangat memperhatikan

bentuk restitusi dan kompensasi, terutama dengan mengorbankan hukum pidana

dan sanksi pidana. Dari waktu ke waktu, hukum berubah dari bentuk hukum yang

menindas menjadi bentuk hukum restoratif. Keadilan restoratif beroperasi dalam

masyarakat dimana perbedaan individu tinggi dan hak serta tanggung jawab

2
individu ditekankan. Bagi Durkheim, hukum mengacu pada mode integrasi dalam

masyarakat yang bersifat mekanis di mana ia bersifat egaliter atau organik;

membedakan bagian-bagian yang termasuk dalam masyarakat industri. Durkheim

juga berpendapat bahwa sosiologi hukum harus dikembangkan berdampingan

dengan sosiologi moral; yaitu kajian tentang pembentukan sistem nilai yang

tercermin dalam hukum.

B. Materi Pokok:

Adapun yang menjadi materi pokok pembahasan makalah ini adalah:

1. Identitas dan Karakteristik Keilmuan Dari Sosiologi Hukum.

2. Sosiologi, Sosiologi Hukum dan Perkembanganya.

3. Perkembangan Pemikiran dan Teori-Teori Dalam Sosiologi Hukum.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Identitas Dan Karakteristik Keilmuan Dari Sosiologi Hukum.

Menurut Vilhelm Aubert, sosiologi hukum dipandang sebagai suatu cabang ilmu
sosiologi umum serupa dengan sosiologi keluarga, sosiologi industri, atau
sosiologi kedokteran, perbedaannya tentu saja karena sosiologi hukum obyek
kajiannya adalah hukum. Bagi Aubert, sah saja penggunaan sosiologi untuk studi
hukum dalam rangka membantu para professional hukum untuk menjalankan
tugas-tugas mereka. Demikian juga hukum dapat membantu para legislator dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan maupun bedan peradilan dalam
membuat putusannya. Dalam hal ini yang terpenting adalah fungsi kritis dari
sosiologi hukum untuk membantu mempertinggi kesadaran kaum profesional
hukum tentang fungsi profesi mereka di masyarakat. 3

Menurut Roscoe Pound bahwa karakteristik dari kajian sosiologi di bidang hukum
adalah:
1. Kajian mengenai efek-efek sosial yang aktual dari institusi hukum maupun
doktrin hukum.
2. Kemudian bahwa kajian sosiologis berhubungan dengan kajian hukum dalam
mempersiapkan perundang-undangan.Penerimaan metode sains untuk studi
analisis lain terhadap perundang-undangan. Perbandingan perundang-
undangan telah diterima sebagai dasar terbaik bagi cara pembuatan hukum,
tetapi tidak cukup hanya membandingkan undang-undang itu satu sama lain,
sebab yang merupakan hal terpenting adalah studi tentang pengoperasisan
kemasyarakatan pada undang-undang tersebut.
3. Titik berat berikut dari perhatian Pound adalah bahwa kajian para sosiolog
hukum itu ditujukan untuk bagaimana membuat aturan hukum menjadi lebih
efektif. Hal ini telah diabaikan hampir secara keseluruhan di masa silam.
4. Bukan merupakan semata-mata kajian tentang doktrin yang telah dibuat dan
dikembangkan tetapi apa efek sosial dari segala doktrin hukum yang telah
dihasilkan di masa silam dan bagaimana memproduksi mereka. Malahan hal
itu menunjukkan kepada kita bagaimana hukum di masa lalu tumbuh di luar
dari kondisi sosial, ekonomi, dan psikologis.
5. Para sosiolog hukum menekankan pada penerapan hukum secara wajar atau
patut (equitable application of law), yaitu memahami aturan hukum sebagai
penuntutan umum bagi hakim, yang menuntun hakim diberikan kebebasan
untuk memutus setiap kasus yang dihadapkan kepadanya, sehingga hakim
dapat mempertemukan antara kebutuhan keadilan di antara pihak dengan
alasan umum dari masyarakat pada umumnya.
6. Akhirnya, Pound menitik beratkan pada usaha untuk lebih mengefektifkan
tercapainya tujuan-tujuan hukum. 4
3
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interperpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana Prenada
Media Group, Jakarta.32
4
Ibid. hlm. 33.
Karakteristik Kajian Sosiologi hukum yaitu: Fenomena hukum didalam

masyarakat dalam mewujudkan:

1. Deskripsi ;

2. Pengungkapan (Revealing);

3. Penjelasan.

Sosiologi hukum berusaha untuk memberikan deskripsi terhadap praktik hukum

dan dapat dibedakan dalam pembuatan undang-undang, penerapan dalam

pengadilan, maka mempelajari pula bagaimana praktik yang terjadi pada masing-

masing bidang kegiatan hukum tersebut.

Sosiologi hukum bertujuan untuk menjelaskan mengapa suatu praktik-praktik

hukum di dalam kehidupan sosial masyarakat itu terjadi, sebab-sebabnya, faktor-

faktor apa yang mempengaruhi, latar belakang dan sebagainya. Pendapat Max

Weber yaitu “Interpretative Understanding” yaitu cara menjelaskan sebab,

perkembangan serta efek dari tingkah laku dimaksud mempunyai dua segi yaitu

luar dan dalam atau internal dan eksternal.

Sosiologi hukum senantiasa menguji kesahihan empiris dari suatu peraturan atau

pernyataan hukum, sehingga mampu memprediksi suatu hukum yang sesuai

dan/atau tidak sesuai dengan masyarakat tertentu.

Sosiologi hukum bersifat khas ini adalah apakah kenyataan seperti yang tertera

pada peraturan itu dan harus diuji dengan data empiris. Sosiologi hukum tidak

melakukan penilaian terhadap hukum, tingkah laku yang menaati hukum, sama-

sama merupakan obyek pengamatan yang setara, tidak ada segi obyektifitas dan

bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap fenomena hukum yang nyata.

5
Alan Hunt membagi “The Sociological Movement in Law” ke dalam dua fase.

Dalam fase pertama, ia membahas karakteristik dan hubungan satu sama lain

antara tiga gerakan sosiologis dalam hukum, yaitu:

a. A Sociology Of Law, Pelopornya antara lain Emile Dukheim dan Max Weber;
American Legal Realism, pelopornya antara lain Oliver Wender Holmes,
Benjamin N Cardozo, dan Karl Liewellyn;
b. A Sociological Jurisprudence, pelopornya antara lain Eugene Ehrlich dan
Roscoe Pound. 5
c. Fase Berikutnya dinamakan oleh Alan Hunt sebagai “A Modern Sociology Of
Law”, pelopornya antara lain Donald Black, Charles Sampford, Roger
Cotterel, dan Gerald Turkel. Pada fase ini menunjukkan kesinambungan yang
sangat signifikan bukan hanya pada ilmu hukum yang bersifat sosiologis tapi
juga pada ilmu hukum yang bersifat normatif.

Mr. J. J. H. Bruggink, menjelaskan perspektifnya bahwa sosiologi hukum


terutama berminat pada keberlakuan empirik atau faktual dari hukum. Hal itu
sudah menunjukkan bahwa sosiologi hukum tidak secara langsung diarahkan pada
hukum sebagai sistem konseptual itu sendiri, Melainkan pada kenyataan
kemasyarakatan, yang didalamnya hukum memainkan peran. 6

Obyek sosiologi hukum pada tingkat pertama adalah kenyataan kemasyarakatan

dan baru pada tingkat kedua kaidah-kaidah hukum, yang dengan salah satu cara

memainkan peranan dalam kenyataan kemasyarakatan itu. Bagi sosiolog hukum,

masalahnya berkenaan dengan semua jenis akibat yang dimaksudkan dan yang

tidak dimaksudkan, yang diinginkan dan yang tidak diinginkan, yang dapat

ditimbulkan kaidah-kaidah hukum dalam kenyataan kemasyarakatan. Karena itu

juga kita dapat mendefinisikan sosiologi hukum sebagai ‘teori tentang hubungan

antara kaidah-kaidah hukum dan kenyataan kemasyarakatan’. Hubungan itu dapat

dipelajari dengan dua cara, orang dapat mencoba menjelaskan kaidah hukum dari

5
Ibid. 38
6
Ibid. 39

6
sudut kenyataan kemasyarakatan, tetapi juga orang dapat menjelaskan kenyataan

kemasyarakatan dari sudut kaidah-kaidah hukum.

B. Sosiologi, Sosiologi Hukum dan Perkembanganya.

Sosiologi Hukum merupakan suatu disiplin ilmu yang reltif muda. Hal ini

disebabkan karena sosiologi telah menelantarkan salah satu bidang

kemasyarakatan yang penting, yaitu hukum. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada

negara-negara yang baru berkembang keilmuan sosiologi-nya, tetapi juga pada

negara-negara yang sudah mapan, termasuk Amerika.

Menurut Soerjono Soekanto ada beberapa sebab kurangnya perhatian terhadap


sosiologi hukum, yaitu :
a. Sosiologi mengalami kesulitan untuk menempatkan dirinya di alam yang
normatif. Artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini
sebagaimana adanya, bukan menelaah tentang apa yang seharusnya terjadi.
b. Ada dugaan bahwa para sosiolog dengan begitu saja menerima pendapat
bahwa hukum merupakan himpunan peraturan yang statis, padahal hukum
sama dengan yang lain, sebagai gejala sosial yang selalu berproses.
c. Sosiolog lebih cenderung memperhatikan alat pengendalian sosial yang
informal dari pada yang formal .7

Pendapat Soekanto tersebut hampir sama dengan yang dinyatakan oleh Alvin S

Johnson bahwa lambatnya perkembangan Sosiologi Hukum ini disebabkan oleh

ilmu ini dalam mempertahankan hidupnya harus bertempur di dua front. Sosiologi

Hukum menghadapi dua kekuatan, yakni dari kalangan ahli hukum dan sosiolog

yang terkadang keduanya bersatu untuk menggugat keabsahan Sosiologi Hukum

sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Sosiologi dan hukum sulit disatukan

karena ahli hukum semata-mata memperhatikan masalah quid juris, sedangkan

sosiolog mempunyai tugas untuk menguraikan quid facti.

7
Soerjono Soekanto (1994:6),

7
Ahli hukum menyangsikan Sosiologi Hukum akan menghancurkan hukum

sebagai norma, sebagai suatu azas untuk mengatur fakta-fakta. Dilain pihak,

sosiolog juga khawatir Sosiologi Hukum akan menghidupkan kembali penilaian

baik buruk (value judgement) dalam penyelidikan fakta-fakta karena sosiologi

adalah menggeneralisasikan fakta-fakta yang terpecah-pecah.

Permasalahan yang dialami oleh Sosiologi Hukum tersebut akhirnya teratasi

setelah ahli hukum dan sosiolog besar Prancis bernama Maurice Hauriou

menyatakan, bahwa hanya sedikit sosiologi yang menjauh dari hukum, tetapi

banyak bidang-bidang sosiologi membawanya kembali pada hukum. Begitu juga

dengan apa yang dikatakan ahli Sosiologi Hukum terkemuka asalAmerika, yakni

Roscoe Pound, bahwa besar kemungkinan kemajuan tertinggi dalam ilmu hukum

modern adalah karena perubahan pandangan analitis ke fungsional.

Berkat pemikiran dua ahli ini, pada akhirnya para ahli menyadari bagaimana

sebetulnya antara hukum dan sosiologi adalah dua disiplin ilmu yang sulit untuk

dipisahkan. Pada proses seterusnya, diakui bahwa Sosiologi Hukum merupakan

suatu disiplin ilmu yang sama pentingnya dengan ilmu sosial lainnya, sehingga

kemudian disiplin ilmu ini mulai mendapat tempat dan berkembang di hampir

semua negara, termasuk di Indonesia.

Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa perkembangan minat terhadap Sosiologi


Hukum dikalangan sarjana hukum dapat dipandang sebagai suatu hal yang
menggembirakan, sebab untuk jangka waktu yang panjang sekali dunia hukum
dan profesi hukum memandang dirinya sebagai ligkungan yang betul-betul
otonom tanpa ada pihak-pihak lain diluar dunia hukum yang berani
memasukinya.8

8
Satjipto Rahardjo, Op. Cit hlm. 79.

8
Sosiologi Hukum dan Sosiologi secara umum baru berkembang setelah abad ke

XX. Sebelum Indonesia merdeka, telah diberikan mata kuliah sosiologi pada

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum di Batavia, sebagai pelengkap Ilmu Hukum. Setelah

kemerdekaan, Sosiologi mulai tumbuh di beberapa perguruan tinggi.

Perkembangan yang cukup pesat dimulai pada masa orde baru. Sosiologi sudah

menjadi mata kuliah tersendiri, yang pada giliran berikutnya melahirkan mata

kuliah khusus bertema Sosiologi Hukum.

Pada Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, kelahiran disiplin ilmu ini dimulai

saat Mochtar Kusumaatmadja menciptakan dan mengembangkan konsep filsafat

hukum “hukum sebagai sarana untuk mengubah masyarakat” yang dimodifikasi

dan adaptasi dari konsep law as a tool of social engineering-nya Roscoe Pound.

Dalam melaksanakan konsep itu, disusun teori-teori hukum yang sosiologis,

sehingga pada tahun 1976 resmilah Sosiologi Hukum sebagai mata kuliah wajib.

Mata kuliah tersebut dibina oleh Soerjono Soekanto. Pada tahun 1980 di Fakultas

Hukum Univesitas Diponegoro, Semarang, lahir Lembaga Pusat Studi Hukum

dan Masyarakat yang diasuh oleh Guru Besar Sosiologi Hukum, Satjipto

Rahardjo. Sekarang ini, seluruh Fakultas Hukum di Indonesia sudah memasukkan

mata kulaih Sosiologi Hukum didalam kurikulumnya. Begitu juga pada Jurusan

Sosiologi, termasuk Universitas Negeri Padang.

C. Perkembangan Pemikiran dan Teori-Teori Dalam Sosiologi Hukum.

Perubahan serta dinamika masyarakat memiliki peranan penting bagi

munculnya sosiologi hukum, dalam hal ini perubahan tersebut terjadi di abad

ke-20. Industrialisasi yang berkelanjutan melontarkan persoalan-persoalan

9
sosioloigisnya tersendiri, seperti urbanisasi dan gerakan demokrasi juga menata

kembali masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip kehidupan demokrasi.

Kemapanan kehidupan abad kesembilan belas yang penuh dengan kemajuan di

banyak bidang bukan akhir dan puncak dari peradaban manusia. 

Dominasi tradisi pemikiran hukum analitispositivis sejak abad kesembilan belas

perlahan-lahan ditantang oleh pemikiran yang menempatkan studi hukum tidak

lagi berpusat pada perundang-undangan, melainkan dalam konteks yang lebih

luas. Lebih luas di sini, berarti memungkinkan hukum itu juga dilihat sebagai

perilaku dan struktur sosial. Pemikiran seperti ini bukannya sama sekali asing

dalam tradisi berpikir di Eropa, misalnya ada pada Puthta, Savigny, dan lain-

lain pada Dekade pertama abad kesembilan belas.Tetapi pemikiran hukum itu

tetap menjadi alternatif dan merupakan pemikiran arus bawah, oleh karena

pengkajian yang analistispositivistis tetap dominan. Namun akhirnya, sosiologi

hukum memberikan cap dan tempat tersendiri terhadap kajian hukum yang

demikian itu secara definitive dalam ilmu pengetahuan. Kita menyaksikan

bahwa kajian analistis positivistis mendominasi pemikiran hukum karena

dibutuhkan oleh dunia abad kesembilan belas.

Kajian sosial terhadap hukum yang kemudian keluar dari lingkungan akademi

dan menjadi metode yang menyebar luas dalam masyarakat juga disebabkan

oleh perubahanperubahan yang terjadi dalam masyarakat. Kepuasaan dengan

ilmu hukum yang ada, yang telah mampu menyusun bahan hukum ke dalam

kodifikasi dan penggunaan metode yang spesifik, mulai mengalami guncangan

memasuki abad kedua puluh. Perubahan-perubahan dalam masyarakat

10
menampilkan perkembangan baru yang menggugat masa kebebasan abad

kesembilan belas. Negara makin mempunyai peran penting dan melakukan

campur tangan yang aktif. Struktur politik juga mengalami perubahan

besar.Kaum pekerja makin memainkan peran penting dalam politik dan

memperluas demokrasi politik.

Cara-cara penahanan hukum yang didominasi oleh kepentingan kaum borjuis

digugat oleh kelas pekerja yang sekarang menjadi constituent dalam panggung

politik. Perubahan-perubahan tersebut pada gilirannya membuka mata yuris

tentang terjadinya tekanan dan beban-beban permasalahan baru yang harus

dihadapi oleh system hukum dan karena itu dibutuhkan suatu peninjauan

kembali terhadap hukum dan sekalian lembaganya. Hukum tidak dapat

mempertahankan lebih lama politik isolasinya dan menjadikan dirinya suatu

institusi yang steril. Perubahanperubahan dalam masyarakat tentu saja

dihadapkan pada tradisi dan pemikiran yang sudah mapan, niscaya

menimbulkan situasi-situasi konflik. Keadaan seperti itu ditunjuk sebagai factor

yang mendorong kehadiran sosiologi hukum.

Selain itu, hukum alam juga merupakan basis intelektual dari sosiologi hukum.

Hal ini terjadi karena teori tersebut dapat diibaratkan menjadi jangkar dari

hukum modern yang semakin menjadi bangunan yang artificial dan teknologis.

Teori hukum alam selalu menuntun kembali semua wacana dan institusi hukum

kepada basisnya yang asli, yaitu dunia manusia dan masyarakat. Ia lebih

memilih melakukan pencarian keadilan secara otentik daripada terlibat ke

dalam wacana hukum positif yang berkonsentrasi pada bentuk, prosedur serta

proses formal dari hukum. Hukum alam tidak dapat dilihat sebagai suatu norma

11
yang absolute dan tidak berubah. Seperti dikatakan di atas, ia mencerminkan

perjuangan manusia untuk mencari keadilan, sesuatu yang mungkin tidak

ditemukan secara sempurna di dunia ini. Norma hukum alam, kalau boleh

disebut demikian, berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan cita-cita keadilan

yang wujudnya berubah-ubah dari masa ke masa. Dengan demikian,

sesungguhnya keadilan merupakan suatu ideal yang isi konkretnya ditentukan

oleh keadaan dan pemikiran jamannya. 

Dari perjalanan sejarah tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa hukum itu

sepenuhnya merupakan produk dari masyarakatnya yang tidak mudah untuk

direduksi ke dalam peraturan perundangan. Sumbangan besar hukum alam

terhadap sosiologi hukum alam terletak pada pembebasannya dari hukum

positive. Sosiologi hukum mewarisi peran pembebasan itu, oleh karena itu, ia

selalu mengaitkan pembicaraan mengenai hukum kepada basis hukum tersebut.

Baik itu berupa perilaku manusia maupun lingkungan sosial. Hal lain yang juga

mempengaruhi munculnya sosiologi hukum adalah filsafat hukum. Filsafat

hukum mempunyai sahamnya tersendiri bagi kelahiran sosiologi hukum.

Pemikiran filsafat selalu berusaha untuk menembus hal-hal yang dekat dan

terus menerus mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang tuntas

(ultimate). Oleh karena itu, filsafat hukum jauh mendahului sosiologi hukum

apabila ia mempertanyakan keabsahan dari hukum positif.  Pikiran-pikiran

filsafat menjadi pembuka jalan bagi kelahiran sosiologi hukum, oleh karena

secara tuntas dan kritis, seperti lazimnya watak filsafat, menggugat system

hukum perundangundangan sebagaimana disebut di atas. Pikiran filsafat

tersebut juga dapat dimulai dari titik yang jauh yang secara tidak langsung

12
menggugat hukum positif. Dengan demikian ia merupakan pembuka jalan bagi

kajian hukum yang juga memperhatikan interaksi antara hukum dan

masyarakatnya. 

Pemikiran hukum dan pendekatan sosiologi ini, banyak mendapatkan pengaruh

dari aliran-aliran dari filsafat dan teori hukum. Tempat-tempat pertama patut

diberikan kepada dua aliran yang sangat besar pengaruhnya

terhadap perkembangan pemikiran ini, masing-masing berasal dari Amerika

Serikat dan Eropa. Di Eropa, Eugen Ehrlich telah menempatkan dirinya sebagai

orang pertama yang menuliskan kitab dengan nama sosiologi hukum. Bersama-

sama dengan Kantorowicz, Ehrlich merintis perjuangan untuk merintis

pendekatan sosiologi terhadap hukum di Jerman. Perjuangan ini dialamatkan

sebagai suatu serangan yang hebat kepada praktik hukum secara analitis, yang

pada masa itu mengusai dunia pemikiran hukum. Ehrlich kemudian menjadi

sangat terkenal dengan konsep yang mengenai hukum yang hidup dalam

masyarakat (The Living Law), sebagai lawan dari hukum perundang-undangan.

Dengan konsepnya itu, pada dasarnya hendak dikatakan bahwa hukum itu tidak

kita jumpai di dalam perundang-undangan, di dalam keputusan hukum, atau

ilmu hukum tetapi hukum itu ditemukan dalam masyarakat sendiri. Ehrlich

berpendapat bahwa hukum itu merupakan variabel tak mandiri. Dihubungkan

dengan fungsi hukum sebagai sarana kontrol sosial, hukum tidak akan

melaksanakan tugasnya apabila landasan tertib sosial yang lebih luas tidak

mendukungnya. Berakarnya tertib dalam masyarakat ini berakar pada

penerimaan sosial dan bukannya paksaan dari negara. Di Amerika Serikat, hal

tersebut dipelopori oleh Roscou Pound, Oliver Ondel Holmes, dan

13
Cardozo.Kelahiran sosiologi hukum di Eropa diawali dengan peperangan yang

melanda benua Eropa pada abad ke-19. Pada saat itu dibelahan dunia Eropa

telah tumbuh suatu cabang sosiologi yang disebut dengan sosiologi hukum.

Di Amerika Serikat penelitian-penelitian pada masalah praktis dari tata tertib

hukum, telah menumbuhkan ilmu hukum sosiologis.  Ilmu ini merupakan suatu

cabang dari ilmu hukum. Sosiologi hukum di Eropa lebih memusatkan

penyelidikan di lapangan Sosiologi hukum, dengan membahas hubungan antara

gejala kehidupan kelompok dengan hukum. Di Amerika, sosiologi hukum lebih

dirahkan kepada penyelidikan ilmu hukum serta hubungannya dengan cara-cara

menyesuaikan hubungan terib tingkah laku dalam kehidupan kelompok.

Dengan kata lain, di Eropa sosiologi hukum lebih diarhakan kepada ilmu

tentang kelompok, sedangkan di Amerika lebih diarahkan kepada ilmu hukum.

Roscoe Pound membentuk aliran hukum sosiologis dari Amerika Serikat, yang

disebut the sociological jurisprudence. Ini adalah suatu aliran pemikiran dalam

jurisprudence yang berkembang di Amerika Serikat sejak tahun 1930-an.  

Aliran disebut sebagai sociological karena dikembangkan dari pemikiran dasar

sesorang hakim bernama Oliver W Holmes, seseorang perintis pemikiran dalam

hukum, yang mengatakan bahwa sekalipun hukum itu memang benar

merupakan suatu yang dihasilkan lewat proses-proses yang dapat

dipertanggungjawabkan imperative-imperatif logika, nau the life of law has not

been logic, its experience.

Soetandyo, menandaskan bahwa sociological jurisprudence bukanlah sociology

of law.  Alasannya adalah ilmu hukum pada awal mulanya adalah bagian dari

14
ajaran filsafat moral, yang pada dasarnya hendak mengkaji soal nilai kebaikan

dan keadilan tak salah bila dikatakan bahwa ilmu hukum pada awalnya adalah

ilmu tentang etika terapan. Akan tetapi, menurut aliran positivisme, ilmu

hukum ini menolak perbincangan soal keadilan dan etika dalam pengambilan

keputusan.  Bagi aliran Sociological jurisprudence, hukum merupakan suatu

yang berproses secara dan cultural dan karenanya steril.

Ajaran sosiologi ini kemudian muncul untuk mengkritik dan mengkoreksi aliran

Sociological jurisprudence dan sekaligus mendorng kepada kajian hukum untuk

lebih mengkaji variable-variabel sosio-kultural. Berbeda dengan Sociological

jurisprudence, sosiologi hukum, yang terbilang sebagai salah satu cabang

khusus sosiologi, sejak awal mula telah memfokuskan perhatiannya secara

khusus kepada ikhwal ketertiban sosial. kajiankajian sosiologi hukum dalam hal

ini mampu untuk memberkan konstribusi yang cukup bagi perkembangan ilmu

hukum khususnya advokasi. Pembentukan sosiologi hukum sangat dipengaruhi

oleh filsafat hukum, demikian menurut Satjipto Raharjo.

munculnya sosiologi hukum di Indonesia masih tergolong cukup baru. dengan

tidak mengesampingkan kenyataan, bahwa sebagai suatu pendekatan (approach)

ia sudah hampir sama tuanya dengan ilmu hokum itu sendiri. Kalau dikatakan

bahwa sosiologi hukum itu merupakan displin ilmu yang relative baru di

Indonesia, maka hal itu tidak mengurangi kenyataan, bahwa Van Vollenhoven

sudah sejak di awal abad ini menggunakan pendekatan sosial dan sosiologis

terhadap hokum. Tidak mungkin pada tahun 1905 ia menulis artikel tentang

“Geen juristenrecht voor de inlander”, apabila disitu tidak digunakan

pendekatan atau metode sosiologis. Dengan menggunkan konsep dan

15
pengertian hokum Belanda memang orang tidak akan menemukan adanya

hokum di Indonesia waktu itu. Apa yang oleh Vollenhoven disebut sebagai

“juristenrecht” tidak berbeda dengan “jurisprudential model” dalam dikotomi

Donald Back.

llmu hukum di Indonesia dating dan diusahakan melalui kolonialisasi Belanda

atas negeri ini. Pendidikan tinggi hukum yang boleh dipakai sebagai lambang

dari kegiatan kajian hukum baru dimulai pada tahun 1924, yaitu dengan

dibukanya Rechtchogeschool di Jakarta. Sebelum itu memang sudah ada

Rechsschool yang yang didirikan pada tahun 1909, dengan masa belajar enam

tahun.  Lembaga ini belum dimasukkan ke dalam kategori keilmuan, karena

separuh dari masa itu masih juga dipakai untuk melakukan pendidikan

menengah atau SLTP sekarang.

Dari uraian di atas, menarik untuk diamati, bahwa wacana hukum yang

melibatkan sosiologis sudah dimulai sejak sebelum didirikan lembaga

pendidikan tinggi. seperti dikemukakan di atas, Vollenhoven telah melakukan

pendekatan dua Dekade mendahului membukaan Rechtshogeschool. Namun

demikian , rupanya wacana Vollenhoven dengansejawatnya hanya berhenti

“wacana hukum adat” dan tidak berkembang menjadi suatu wacana pendekatan

dan metodelogi dalam ilmu hukum.  Sosiologi hukum akan muncul apabila

dalam masyarakat terjadi situasi-situasi konflik. Perubahan konflik memang

layak dibicarakan sebagai kategori tersendiri pada waktu kita membicarakan

sejarah sosial Indonesia, khusunya sesuadah kemerdekaan. Dalam rentang

waktu antara 1970-1980 mulai terjadi institusionalisasi dari kajian sosial

terhadap hukum yang berlangsung hampir serempak di fakultas-fakultas hukum

16
di Indonesia, terutama di UNDIP, UNAIR dibentuk pusat studi masing-masing

”Pusat Studi Hukum dan Masyarakat”. Diluar fakultas hukum, pendektan

sosiologi juga memasuki badan-badan, seperti Badan Pembinaan Hukum

Nasional (BPHN), suatu bagian dalam Departemen kehakiman. Jajaran profesi

hukum dan peradilan juga tertarik kepada disiplin ilmu yang baru tersebut,

seprerti yang dilakukan dikalangan advokat, melalui permintaan ceramah-

ceramah. 

Sejak Indonesia sudah berubah menjadi negara merdekan dan mulai saat itu

juga telah mengalami perubahan secara terusmenerus sampai akhirnya orde

baru mendorong keterbukaan, maka standar lama tersebut tidak dapat lagi

dipertahankan dalam hal ini putusan tersebut menggunakan

pendekatan sosiologi hukum.Dominasi tradisi pemikiran hukum analitis-

positivis sejak abad kesembilan belas perlahan-lahan ditantang oleh pemikiran

yang menempatkan studi hukum tidak lagi berpusat pada perundang-undangan,

melainkan dalam konteks yang lebih luas.

Lebih luas di sini, berarti memungkinkan hukum itu juga dilihat sebagai

perilaku dan struktur sosial. Pemikiran seperti ini bukannya sama sekali asing

dalam tradisi berpikir di Eropa, misalnya ada pada Puthta, Savigny, dan lain-

lain pada dekade pertama abad kesembilan belas.  Tetapi pemikiran hukum itu

tetap menjadi alternatif dan merupakan pemikiran arus bawah, oleh karena

pengkajian yang analistis-positivistis tetap dominan. Namun akhirnya, sosiologi

hukum memberikan cap dan tempat tersendiri terhadap kajian hukum yang

demikian itu secara definitive dalam ilmu pengetahuan. Kajian analistis

positivistis mendominasi pemikiran hukum karena dibutuhkan oleh dunia abad

17
kesembilan belas. Kajian sosial terhadap hukum yang kemudian keluar dari

lingkungan akademi dan menjadi metode yang menyebar luas dalam

masyarakat juga disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam

masyarakat.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. karakteristik dari kajian sosiologi di bidang hukum adalah:

a. Kajian mengenai efek-efek sosial yang aktual dari institusi hukum maupun

doktrin hukum.

b. Kemudian bahwa kajian sosiologis berhubungan dengan kajian hukum

dalam mempersiapkan perundang-undangan.Penerimaan metode sains

untuk studi analisis lain terhadap perundang-undangan. Perbandingan

perundang-undangan telah diterima sebagai dasar terbaik bagi cara

pembuatan hukum, tetapi tidak cukup hanya membandingkan undang-

undang itu satu sama lain, sebab yang merupakan hal terpenting adalah

studi tentang pengoperasisan kemasyarakatan pada undang-undang

tersebut.

c. Titik berat berikut dari perhatian Pound adalah bahwa kajian para sosiolog

hukum itu ditujukan untuk bagaimana membuat aturan hukum menjadi

lebih efektif. Hal ini telah diabaikan hampir secara keseluruhan di masa

silam.

d. Bukan merupakan semata-mata kajian tentang doktrin yang telah dibuat

dan dikembangkan tetapi apa efek sosial dari segala doktrin hukum yang

telah dihasilkan di masa silam dan bagaimana memproduksi mereka.

Malahan hal itu menunjukkan kepada kita bagaimana hukum di masa lalu

tumbuh di luar dari kondisi sosial, ekonomi, dan psikologis.

e. Para sosiolog hukum menekankan pada penerapan hukum secara wajar

atau patut (equitable application of law), yaitu memahami aturan hukum


sebagai penuntutan umum bagi hakim, yang menuntun hakim diberikan

kebebasan untuk memutus setiap kasus yang dihadapkan kepadanya,

sehingga hakim dapat mempertemukan antara kebutuhan keadilan di

antara pihak dengan alasan umum dari masyarakat pada umumnya.

f. Akhirnya, Pound menitik beratkan pada usaha untuk lebih mengefektifkan

tercapainya tujuan-tujuan hukum.

2. Hukum secara sosiologis adalah penting dan merupakan suatu lembaga

kemasyarakatan (social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai,

kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-

kebutuhan pokok manusia. Hukum sebagai suatu lembaga kemasyarakatan,

hidup berdampingan dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya dan

saling mempengaruhi. Pada awalnya Sosiologi Hukum sulit berkembang

menjadi disiplin ilmu yang otonom karena kekhawatiran pada masing-

masing pihak dan pertentangan prinsip keilmuan antara ilmu hukum yang

quid juris dan sosiologi yang quid facti. Namun dengan munculnya

pernyataan Roscue Pound bahwa sosiologi dan hukum adalah dua hal yang

tidak dapat dipisahkan, maka Sosiologi Hukum mulai berkembang di

hampir semua negara. Sosiologi dan Sosiologi Hukum merupakan disiplin

ilmu yang relatif baru di Indonesia, yang baru berkembang setelah masa

orde baru.

20
DAFTAR ISI

Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interperpretasi Undang-Undang
(Legisprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2006. Bagir Manan,
Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, IN-HILL-CO, Jakarta,
1992.

Roger Cotterrel, Sosiologi Hukum (The Sosiologi Of Law), Nusa Media,


Bandung, 2012.

Satjipto Rahadjo.2009. Sisi-Sisi Lain Hukum Dari Hukum Di Indonesia. Kompas,


Jakarta, hal xii.

Satjipto Rahardjo. 2010. Ilmu Hukum Pencaraian Dan Pembebasan, UMS Press,
Surakarta,

Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosilogi Hukum, PT. Grasindo, Jakarta,
2008.

Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

21

Anda mungkin juga menyukai