Tugas Keachmadyani
Tugas Keachmadyani
2250051033
TEKNIK METALURGI
JENDERAL TNI ANUMERTA ACHMAD YANI
Pendidikan
Riwayat Jabatan
Jenderal Ahmad Yani, atau lebih tepatnya Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani, adalah
seorang mantan komandan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dan salah seorang
korban dari Gerakan 30 September.
Jenderal Ahmad Yani (atau sering disebut juga Achmad Yani) dilahirkan pada tanggal
19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah. Ahmad adalah nama pemberian ayahnya,
sedangkan Yani merupakan nama pemberian majikan ayahnya, seorang Belanda, bernama
Hulstyn. Berkat bantuan Hulstyn, Ahmad Yani dapat mengenyam pendidikan di sekolah dasar
untuk anak Belanda. Pada tahun 1940, pemerintah Hindia Belanda di Indonesia
mengumumkan berlakunya milisi. Ahmad Yani tergerak hatinya, ia kemudian meninggalkan
sekolahnya dan mendaftarkan diri sebagai prajurit di Dinas Topografi Militer Belanda.
Selama enam bulan, dia mengikuti pendidikan militer di Malang. Ia mendapatkan pangkat
sersan cadangan dan ditempatkan di Bandung.
Awal Maret 1942, pasukan Jepang mendarat di Pulau Jawa. Tentara Belanda ternyata
tidak mampu melawan tentara Jepang, dan akhirnya Bogor jatuh ke tangan Jepang. Semua
pasukan Belanda ditawan termasuk Ahmad Yani. Setelah beberapa bulan akhirnya ia
dilepaskan.
Pada tahun 1943, dia ingin menjadi juru bahasa pada pemerintahan Jepang. Selama
menjalani ujian, Yani selalu diperhatikan perwira Jepang bernama Obata. Menurut Obata,
Yani lebih cocok bekerja sebagai tentara. Saran ini diterimanya, dia kemudian mengikuti
pendidikan militer. Pada akhir latihan, Yani dinyatakan lulus dengan nilai terbaik.
Penghargaan yang diterimanya berupa sebilah pedang samurai. Selesai menjalankan
pendidikan di Bogor, Yani ditugaskan di Magelang, dan diangkat menjadi komandan seksi.
Yani sangat disegani oleh anak buahnya.
Ketika pemerintahan RI dirongrong PKI yang berpusat di Madiun, pasukan Yani ikut
serta dalam penumpasan pemberontakan di sana. Demikian pula, ketika Ri menghadapi
Agresi Militer Belanda II dan pemberontakan DI/TII, pasukan ini ikut dalam operasi tersebut.
Melihat kemampuan Yani, pimpinan Angkatan Darat menyekolahkan Yani di Command and
General Staff College di Fort Leaventwort, Amerika Serikat pada tahun 1955. Sekembalinya
dari AS, Yani diangkat sebagai asisten II di Markas Besar Angkatan Darat, dan menjadi
Deputi I dengan pangkat kolonel.
Ketika timbul pemberontakan PRRI di Sumatra Barat pada tahun 1958, Ahmad Yani
ditugaskan untuk menumpas pemberontakan tersebut. Pemberontakan itu dapat
dilumpuhkannya dalam waktu yang singkat. Selesai melaksanakan tugas di Sumatra Barat,
Kolonel Ahmad Yani diangkat menjadi Deputi II. Beliau juga diberi jabatan sebagai deputi
kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah Indonesia bagian timur. Kariernya terus menanjak,
sehingga ia diangkat menjadi KASAD pada tanggal 1 Januari 1963.
Pada saat Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani menjabat sebagai KASAD, keterlibatan
PKI di bidang politik sangat besar. PKI mendesak Presiden RI agar membentuk Angkatan V,
yang terdiri atas kaum buruh dan tani. Angkatan V itu harus dipersenjatai. Yani menolak
saran itu, karena ia sadar bahwa buruh dan tani yang dipersenjatai pasti akan melancarkan
pemberontakan. Selain itu, Yani juga menolak Nasakomisasi ABRI. Sikap Yani menyebabkan
ia dimusuhi PKI. Yani dianggap penghalang utama bagi usaha PKI untuk berkuasa di
Indonesia. Maka, terjadilah peristiwa 30 September 1965. Letnan Jenderal Achmad Yani
beserta beberapa perwira lainnya diculik dan dibunuh oleh PKI dengan cara yang sangat
kejam.
Sekarang, rumah tempat Jenderal Ahmad Yani ditembak di Jalan Lembang Nomor 58,
Menteng, Jakarta Pusat telah menjadi Museum Sasmita Loka Ahmad Yani. Semua barang dan
keadaan rumah masih sama sejak kejadian penembakan, bahkan lubang peluru di kaca rumah
pun masih bisa dilihat. Jenderal Anumerta Ahmad Yani telah tiada, tetapi jasanya kepada
Negara dan bangsa selalu dikenang oleh seluruh bangsa Indonesia. Berdasarkan SK Presiden
RI No. III/Koti/1965 tanggal 5 Oktober 1965, Letnan Jenderal TNI Achmad Yani ditetapkan
sebagai Pahlawan Revolusi dan pangkatnya dinaikkan secara anumerta menjadi Jenderal.
Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading dan Ahmad Yani gugur
meninggalkan nama harum.
Tubuh Yani, dan orang-orang korban lainnya, diangkat pada tanggal 4 Oktober, dan
semua diberi pemakaman kenegaraan pada hari berikutnya, sebelum dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan di Kalibata. Pada hari yang sama, Yani dan rekan-rekannya resmi
dinyatakan Pahlawan dari Revolusi dengan Keputusan Presiden Nomor 111/KOTI/1965 dan
pangkatnya dinaikkan secara anumerta dari Letnan Jenderal untuk bintang ke-4 umum
Ibu Yani dan anak-anaknya pindah dari rumah setelah kematian Yani. Ibu Yani
membantu membuat bekas rumah mereka ke Museum publik yang berdiri sebagian besar
seperti itu pada Oktober 1965, termasuk lubang peluru di pintu dan dinding, dan dengan
perabot rumah itu waktu itu. Saat ini, banyak kota di Indonesia memiliki jalan dengan nama
Jenderal Ahmad Yani. Selain itu namanya diabadikan untuk Bandar Udara Internasional
Achmad Yani di Semarang. Nama besar Jenderal Achmad Yani juga digunakan sebagai nama
2 buah universitas di Indonesia yaitu Universitas Jenderal Achmad Yani yang berada
di Cimahi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta yang berada di Yogyakarta.
Kedua Perguruan Tinggi tersebut berada di bawah naungan Yayasan Kartika Eka Paksi yang
merupakan Yayasan yang dimiliki TNI Angkatan Darat dimana beliau mengabdi.