BAB I1 Gagal Napas
BAB I1 Gagal Napas
LAPORAN KASUS
SKENARIO
KATA KUNCI
Laki-laki 40 tahun
Sesak sejak 30 menit
Tanda vital: TD:
130/90 mmHg
Nadi: 116x/menit
RR: 34x/menit
Suhu afebris
Pemeriksaan fisik: Wheezing (+/+)
KATA SULIT
2
PEMBAHASAN
Sistem respirasi manusia dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu sistem respirasi atas
dan sistem respirasi bawah. Bagian-bagian dari dua sistem respirasi manusia adalah
sebagai berikut:1
Sistem Respirasi Atas, yang terdiri dari bagian luar rongga dada yaitu hidung,
rongga hidung, faring, laring, dan trakeaatas.
Sistem Respirasi Bawah, yang terdiri dari bagian dalam rongga dada yaitu trakea
bawah dan paru-paru, termasuk pembuluh bronchial dan alveoli. Membran pleura
dan otot respirasi yang membentuk diafragma dan otot interkosta juga merupakan
bagian dari sistemrespirasi.
Ada tujuh struktur yang membentuk sistem respirasi:1
3
aspek terbuka menghadap ke posterior.Hal ini memungkinkan kerongkongan untuk
masuk ke dalam ruang trakea saat menelan bolus makanan.
Trakea adalah suatu pipa yang dibentuk dari kartilago dan jaringan ikat yang
dimulai dari tepi caidal larynx, yaitu dari tepi caudal cartilago cricoidea setinggi vertebra
cervicalis VI sampai setinggi tepi cranial vertebra thoracalis V dan di sini terbentuk
bifurcatio menjadi bronchus dextra dan bronchus sinistra.2
Lokalisasis trakea berada di linea mediana, kecuali di bagian caudal dimana arcus
aortae mendesaknya ke kanan. Pada tempat bifurcatio trachea, cincin cartilago
membentuk carina. Di sepanjang perjalanannya trachea berada di sebelah ventral
oesophagus dan nervus recurrens sinistra diapit oleh trachea dan oesophagus.2
Selanjutnya terdapat bronchus. Bronchus dextra mempunyai bentuk yang lebih
besar, lebih pendek, dan lebih vertikal daripada bronchus sinistra. Letaknya lebih vertikal
oleh karena desakan oleh arcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga
menyebabkan mudahnya benda-benda asing masuk ke dalam hilus pulmo dextra.
Selanjutnya bronchus tersebut tadi mempercabangkan bronchus tertiar yang menuju ke
segmen pulmo.2
Bronchus sinistra mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih
panjang daripada bronchus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang di
seblah ventra osophagus, ductus thoracicus dan aorta thoracalis. Pada mulanya berada di
sebelah superior arteria pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di
sebelah inferiornya sebelum bronchus bercabang menuju ke lobus superior dan lobus
inferior, letak bronchus ini disebut hypartherialis.2
4
Gambar 1. Anatomi Trakea dan Bronkus2
5
Anatomi paru kanan dan kiri serupa tetapi asimetris. Paru kanan terdiri dari tiga
lobus: lobus kanan atas (RUL), lobus kanan tengah (RML), dan lobus kanan bawah
(RLL). Paru-paru kiri terdiri dari dua lobus: lobus kiri atas (LUL) dan lobus kiri bawah
(LLL). Lobus kanan dibagi oleh celah miring dan horizontal, di mana celah horizontal
membagi lobus atas dan tengah, dan celah miring membagi lobus tengah dan bawah. Di
lobus kiri, hanya terdapat celah miring yang memisahkan lobus atas dan bawah.Lobus
selanjutnya membagi menjadi segmen yang berhubungan dengan bronkus segmental
tertentu.Bronkus segmental adalah cabang orde tiga dari cabang orde dua (bronkus lobar)
yang keluar dari bronkus utama.Paru kanan terdiri dari sepuluh segmen. Ada tiga segmen
di RUL (apikal, anterior, dan posterior), dua di RML (medial dan lateral), dan lima di RLL
(superior, medial, anterior, lateral, dan posterior). Celah oblique memisahkan RUL dari
RML, dan celah horizontal memisahkan RLL dari RML dan RUL.3
Ada delapan hingga sembilan segmen di sebelah kiri, tergantung pada pembagian
lobus. Secara umum, ada empat segmen di lobus kiri atas (anterior, apikoposterior,
inferior, dan lingula superior) dan empat atau lima di lobus kiri bawah (lateral,
anteromedial, superior, dan posterior).Hilum (root) adalah permukaan yang tertekan di
tengah permukaan medial paru-paru dan terletak di anterior hingga kelima hingga vertebra
toraks ketujuh.Ini adalah titik di mana berbagai struktur masuk dan keluar dari paru-
paru.Hilum dikelilingi oleh pleura, yang meluas ke inferior dan membentuk ligamentum
paru.Hilum sebagian besar mengandung bronkus dan pembuluh darah paru, bersama
dengan saraf frenikus, limfatik, kelenjar getah bening, dan pembuluh bronkial.Hilum kiri
dan kanan mengandung arteri pulmonalis, vena pulmonalis (superior dan inferior), dan
arteri bronkial.Juga, di hilus kiri, ada satu bronkus, bronkus utama, dan di hilus kanan, ada
dua bronkus, bronkus eparterial dan hiparterial. Dari anterior ke posterior, urutan di hilus
adalah vena, arteri, dan bronkus.3
6
Gambar 2. Paru-paru2
7
Gambar 3. Distribusi arteri dan vena pulmonalis4
Fisiologi Pulmo
Paru-paru adalah organ dasar dari sistem pernafasan, yang fungsi utamanya adalah
memfasilitasi pertukaran gas dari lingkungan ke aliran darah. Oksigen diangkut melalui
alveoli ke jaringan kapiler, di mana ia dapat memasuki sistem arteri, akhirnya ke jaringan
perfusi. Sistem pernapasan terutama terdiri dari hidung, orofaring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus, dan paru-paru.Paru-paru selanjutnya membelah menjadi lobus individu, yang
akhirnya terbagi menjadi lebih dari 300 juta alveoli.Alveoli adalah lokasi utama pertukaran
gas.Diafragma adalah otot pernapasan primer dan menerima persarafan oleh akar saraf C3,
C4, dan C5 melalui saraf frenikus.Interkostalis eksternal adalah otot inspirasi yang digunakan
terutama selama latihan dan gangguan pernapasan. Volume / kapasitas paru yang signifikan
dan definisinya tercantum di bawah ini4:
a. Volume cadangan inspirasi (IRV): Volume yang dapat dihirup setelah inspirasi normal
b. Volume tidal (TV): Volume terinspirasi dan kedaluwarsa dengan setiap napas
c. Volume cadangan ekspirasi (ERV): Volume yang dapat kedaluwarsa setelah napas
normal
d. Volume sisa (RV): Volume tersisa di paru-paru setelah ekspirasi maksimal (tidak dapat
diukur dengan spirometri)
e. Kapasitas inspirasi (IC): Volume yang dapat dihirup setelah pernafasan normal
8
f. Kapasitas sisa fungsional (FRC): Volume yang tersisa di paru-paru setelah ekspirasi
normal
g. Kapasitas vital (VC): Volume maksimum yang dapat dikeluarkan setelah inspirasi
maksimal
h. Kapasitas paru total (KLT): Volume udara di paru-paru setelah inspirasi maksimal
i. Volume ekspirasi paksa (FEV1): Volume yang dapat kedaluwarsa dalam 1 detik dari
ekspirasi paksa maksimum
a. Ventilasi
Proses keluar dan masuknya udara ke dalam paru, serta keluarnya karbon dioksida dari
alveoli ke udara luar. Alveoli yang sudah mengembang tidak dapat mengempis penuh
karena masih adanya udara yang tersisa di dalam alveoli yang tidak dapat dikeluarkan
walaupun dalam ekspirasi kuat. Volume udara yang tersisa ini disebut dengan volume
residu. Volume ini penting karena menyediakan O2 dalam alveoli untuk menghasilkan
darah7
b. Difusi
9
Proses berpindahnya oksigen dari alveoli ke dalam darah, serta keluarnya
karbondioksida dari darah ke alveoli. Dalam keadaan beristirahat normal, difus dan
keseimbangan antara O2 di kapiler darag paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25
detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difus.5
c. Perfusi
Distribusi darah yang telah teroksigenasi di dalam paru untuk dialirkan keseluruh
tubuh.
10
mengalir ke dalam paru mengikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan tinggi ke
rendah. Udara terus masuk ke paru sampai tidak ada lagi gradien yaitu sampai tekanan
intra-alveoulus setara dengan tekanan atmosfer.5
Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi aslinya
seperti kubah ketika melemas. Ketika otot interkostal eksterna melemas, iga yang
sebelumnya terangkat turun karena gravitasi. Tanpa adanya gaya yang menyebabkan
ekspansi dinding dada maka dinding dada dan paru yang sebelumnya teregang mengalami
recoil ke ukuran prainspirasinya karena sifat elastiknya. Sewaktu paru kembali mengecil,
tekanan intra-alveoulus meningkat sekitar di atas 1 mmHg di atas tekanan atmosfer
menjadi 761 mmHg. Udara kemudian meninggalkan paru menuruni gradien tekanannya
dari tekanan intra-alveoulus yang lebih tinggi ke tekanan atmosfer yang lebih rendah.
Aliran udara yang keluar berhenti ketika tekanan intra-alveoulus sama dengan tekanan
atmosfer dan gradien tekanan tidak ada lagi. 5
1) Inspirasi dan Ekspirasi
Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan meningkatkan
volume intratoraks. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari sekitar -
2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg.
Jaringan paru akan semakin teregang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit
lebih negatif dan udara akan mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya recoil
paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi sampai tercapai
keseimbangan kembali antara daya recoil jaringan paru dan dinding dada.Tekanan di
saluran udara menjadi lebih positif dan udara mengalir meninggalkan paru. Ekspirasi
selama pernapasan tenang merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi
otot untuk menurunkan volume intratoraks. Namun, pada awal ekspirasi, sedikit
kontraksi otot inspirasi masih terjadi.Kontraksi ini bertujuan untuk meredam daya
recoil paru dan memperlambat ekspirasi.
Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun menjadi -30 mmHg sehingga
pengembangan jaringan paru menjadi lebih besar.Bila ventilasi meningkat, derajat
pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh kontraksi aktif otot ekspirasi yang
menurunkan volume intratoraks.Pernapasan dapat berarti pengangkutan oksigen ke
sel dan pengangkutan CO2dari sel kembali ke atmosfer.Pertukaran udara paru, yang
berarti masuk dan keluarnya udara ke dan dari alveoli.Alveoli yang sudah
mengembang tidak dapat mengempis penuh karena masih adanya udara yang tersisa
didalam alveoli yang tidak dapat dikeluarkan walaupun dengan ekspirasi kuat.Volume
11
udara yang tersisa ini disebut volume residu.Volume ini penting karena menyediakan
O2dalam alveoli untuk menghasilkan darah.
2) Volume Paru
Terdapat empat macam volume paru tersebut jika semuanya dijumlahkan, sama
dengan volume maksimal paru yang mengembang atau disebut juga total lung capacity,
dan arti dari masing-masing volume tersebut adalah sebagai berikut :
a. Volume tidal merupakan jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap kali inspirasi
atau ekspirasi pada setiap pernapasan normal. Nilai rerata pada kondisi istirahat = 500
ml.
b. Volume cadangan inspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat masuk ke
dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa dan diatas volume tidal,
digunakan pada saat aktivitas fisik. Volume cadangan inspirasi dicapai dengan
kontraksi maksimal diafragma, musculus intercostalis eksternus dan otot inspirasi
tambahan. Nilai rerata = 3000 ml.
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara
aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi secara maksimal, setelah
ekspirasi biasa. Nilai rerata = 1000 ml.
d. Volume residual merupakan udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah
ekspirasi maksimal. Volume ini tidak dapat diukur secara langsung menggunakan
spirometri. Namun, volume ini dapat diukur secara tidak langsung melalui teknik
pengenceran gas yang melibatkan inspirasi sejumlah gas tertentu yang tidak
berbahaya seperti helium. Nilai rerata = 1200 ml.
3) Kapasitas Paru
Kapasitas paru merupakan jumlah oksigen yang dapat dimasukkan ke dalam paru
seseorang secara maksimal. Jumlah oksigen yang dapat dimasukkan ke dalam paru akan
ditentukan oleh kemampuan compliance sistem pernapasan. Semakin baik kerja sistem
pernapasan berarti volume oksigen yang diperoleh semakin banyak.Kapasitas vital yaitu
jumlah udara terbesar yang dapat dikeluarkan dari paru dalam satu kali bernapas setelah
inspirasi maksimal.Kapasitas vital mencerminkan perubahan volume maksimal yang
12
dapat terjadi di paru.Kapasitas vital merupakan hasil penjumlahan volume tidal dengan
volume cadangan inspirasi dan volume cadangan ekspirasi. Nilai rerata = 4500 ml.
Kapasitas inspirasi yaitu volume udara maksimal yang dapat dihirup pada akhir
ekspirasi biasa.Kapasitas inspirasi merupakan penjumlahan volume tidal dengan volume
cadangan inspirasi. Nilai rerata = 3500 ml. 5Kapasitas residual fungsional yaitu jumlah
udara di paru pada akhir ekspirasi pasif normal. Kapasitas residual fungsional merupakan
penjumlahan dari volume cadangan ekspirasi dengan volume residual. Nilai rerata =
2200 ml. 5Kapasitas total paru yaitu jumlah udara dalam paru sesudah inspirasi
maksimal. Kapasitas total paru merupakan penjumlahan dari keseluruhan empat volume
paru atau penjumalahan dari kapasitas vital dengan volume residual. Nilai rerata = 5700
ml. 5
13
Contoh gagal napas tipe 1 adalah edema paru karsinogenik atau non-kardiogenik dan
pneumonia berat.Kegagalan pernapasan tipe 2 (hiperkapnik) memiliki PaCO2> 50
mmHg.Hipoksemia sering terjadi, dan ini disebabkan oleh kegagalan pompa
pernapasan.Kegagalan pernafasan mungkin karena penyebab paru atau ekstra paru yang
meliputi7:
a. Sistem saraf pusat
Anestesi inhalasi, narkotika, dan obat penenang ringan adalah obat-obatan yang
paling terkenal menyebabkan depresi pernapasan.Anestesi inhalasi menurunkan
respons terhadap peningkatan karbon dioksida dan penurunan oksigenasi, sehingga
menumpulkan penyesuaian dorongan pernapasan.Sebaliknya, benzodiazepin bekerja
pada reseptor GABA di sistem saraf pusat, yang secara efektif menurunkan semua
fungsi saraf, termasuk sistem pacu jantung pernapasan di batang otak.alkohol adalah
nonfarmasi yang menekan dorongan pernapasan dengan menumpulkan respons tubuh
terhadap peningkatan kadar karbon dioksida.7,8
b. Gangguan pada sistem saraf tepi
Penyakit neuromuskuler adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
berbagai patologi yang mempengaruhi fungsi otot.Masalahnya bisa muncul di mana
saja di sepanjang jalur kontrol otot, dimulai dengan SSP dan berakhir dengan otot itu
sendiri.Contohnya termasuk sindrom Guillian-Barre dan miastenia gravis, distrofi otot,
seperti distrofi otot Duchenne dan penyakit neuron motorik, seperti
poliomielitis.Kelemahan otot pernafasan akhirnya terjadi pada penyakit neuromuskuler,
menyebabkan hipoventilasi dan mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia.Konsep
intinya adalah bahwa pusat kendali pernapasan utuh dan berupaya merespons
perubahan level PO2 dan PCO2 dengan tepat.Namun, otot kehilangan kemampuan untuk
merespons rangsangan hipoksia dan hiperkapnic karena kelemahan otot.Tanpa bantuan,
hal ini menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia dan, akhirnya, kematian akibat
kegagalan ventilasi. 7,8
c. Obstruksi saluran napas
Obstruksi saluran napas karena berbagai penyebab seperti asma dan penyakit paru
obstruksi kronik. Asma adalah penyakit saluran napas obstruktif kronik yang ditandai
dengan peradangan yang reversibel pada saluran napas sebagai respons terhadap
berbagai rangsangan alergen dan non-alergen.Selama serangan asma akut, peradangan
parah terjadi, menyebabkan penyempitan saluran napas, produksi lendir berlebih, dan
bronkokonstriksi.Selanjutnya, hipoksia berkembang karena pertukaran gas yang
14
terganggu.Hipoksia menstimulasi kemoreseptor perifer, yang selanjutnya mengirimkan
sinyal ke pusat kendali pernapasan di otak.Pusat pernapasan meningkatkan laju
penembakan yang mengarah ke peningkatan laju pernapasan dan mengakibatkan
hipokapnia. Penting untuk dicatat bahwa pada penderita asma, normalisasi paradoks
tingkat karbon dioksida merupakan indikasi bahwa kelelahan otot mulai terjadi, dan
kegagalan pernafasan total akan segera terjadi.7,8
COPD adalah penyakit saluran napas obstruktif kronik lain yang memiliki banyak
kesamaan dengan asma. Namun, COPD adalah proses yang tidak dapat diubah yang
berkembang secara bertahap dari waktu ke waktu, yang akhirnya mengarah ke
perangkap udara kronis dan hiperkapnia persisten. Pada awalnya, kemoreseptor sentral
merasakan hiperkapnia seperti yang terjadi pada individu yang sehat, dan memberi
sinyal pusat pernapasan untuk meningkatkan kedalaman pernapasan.Akibatnya, pola
pernapasan dalam dan napas lambat memastikan. Namun, seiring waktu, kemoreseptor
pusat menjadi resisten terhadap kadar karbon dioksida dalam darah. Oleh karena itu,
sensor meduler tidak lagi merespons perubahan pH seperti pada sensor yang sehat.
Dengan kata lain, hiperkapnia tidak lagi bertindak sebagai pendorong utama
pernapasan, dan pasien menjadi tergantung pada dorongan hipoksia. Oleh karena itu,
kehati-hatian diperlukan saat memberikan 100% oksigen kepada pasien dengan
penyakit tersebut. Jika PO2 naik di atas 65 mmHg pada pasien tersebut, mereka
mungkin berhenti bernapas karena penurunan stimulasi karotis dan tubuh aorta secara
tiba-tiba, dan mungkin terjadi henti napas.7,8
d. Kelainan alveoli
Kelainan alveoli yang mengakibatkan gagal napas tipe 1 (hipoksemik) seperti pada
kasus edema paru dan pneumonia berat.
e. penyebab gagal napas paling sering sesuai tipe I dan II9
TIPE I TIPE II
PPOK PPOK
Pneumonia Asthma berat
Edema paru Overdosis obat
Fibrosis paru Keracunan
Asthma Myastenia gravis
Pneumothoraks Polineuropati
15
Emboli paru Kelainan otot primer
Hipertensi arteri paru Hiperventilasi alveolar
Bronkiektasis Edema paru
Sindrom distres pernapasan
akut
Kiposkoliosis
Obesitas
16
Gambar 5: jenis kegagalan pernapasan
Pada Skenario, pasien mengalami sesak napas dengan tanda vital yang ditemukan
adalah TD: 130/90 mmHg, nadi 116x/menit, (takikardi) RR 34x/menit (takipnea) , suhu
afebris. Dan pada pemeriksaan fisik didapatkan Wh +/+.
Gagal napas dapat timbul dari kelainan pada salah satu komponen sistem pernapasan
termasuk saluran udara, alveoli, sistem saraf pusat (SSP), sistem saraf tepi, otot
pernapasan, dan dinding dada. Pasien yang memiliki hiperperfusi sekunder akibat syok
kardiogenik, hipovolemik, atau septik sering muncul dengan gagal napas.10
17
d) Intrapulmonary shunt atau hipoventilasi alveolar
e) Berkurangnya konsentrasi oksigen inspirasi
18
Kapasitas pompa otot pernapasan mungkin terganggu oleh kelemahan otot
pernapasan, dalam kondisi seperti distrofi otot dan miopati lainnya. Lesi medula
spinalis letak tinggi, neuropati motorik, gangguan pada neuromuscular junction
menyebabkan kegagalan transmisi penggerak pusat ke pompa otot pernapasan.
Penggerak pernapasan sentral itu sendiri dapat berkurang karena gangguan
intrakranial dan obat-obatan (seperti opiat dan benzodiazepin).Selanjutnya, terjadi
peningkatan serum bikarbonat kompensasi metabolik dalam kondisi seperti
COPD dan penyakit neuromuskuler, dapat mengurangi penggerak sentral.11
Dispnea adalah gejala kompleks yang muncul dari fisiologis gangguan dan
peringatan satu untuk kemungkinan homeostasis yang terancam.
Ketidaknyamanan terutama terjadi sebagai akibat dari keduanya kompromi
kardiovaskular atau sistem pernapasan, tetapi mungkin juga dikaitkan dengan
gangguan metabolisme, gangguan neuromuskuler atau kondisi psikogenik.
Kondisi ini dirasakan meningkat kerja / usaha pernapasan, sesak, atau lapar udara,
yang disebabkan dengan ventilasi paru yang tidak cocok dengan dorongan untuk
bernafas. Disosiasi antara ventilasi paru dan pernapasan drive muncul dari
ketidakcocokan antara reseptor afferen di saluran udara, paru-paru dan struktur
dinding dada, dan pernapasan pusat aktivitas motorik. Jalur fisiologis
menyebabkan sesak napas melalui saluran ion penginderaan asam tertentu,
mechanoreceptors dan reseptor paru-paru terletak di berbagai zona pernapasan.
Kemoreseptor dalam tubuh karotis dan medula menyediakan informasi
sehubungan dengan kadar gas darah O2, CO2 dan H +. Di paru-paru, reseptor
juxtacapillary sensitif ke edema interstitial paru, sementara peregangan sinyal
reseptor bronkokonstriksi. Spindle otot di dinding dada memberi sinyal
peregangan dan ketegangan otot-otot pernapasan. Sinyal efferen adalah sinyal
neuron motorik turun ke otot-otot pernapasan, yang paling penting adalah
diafragma.
Tiga komponen utama berkontribusi terhadap dyspnoea: sinyal afferen, sinyal
efferen, dan pemprosesan informasi pusat. Pusat pemrosesan di otak
membandingkan sinyal afferen dan efferen dan dyspnoea terjadi ketika
ketidakcocokan terjadi di antara keduanya, seperti ketika kebutuhan untuk
ventilasi (afferent signaling) sedang tidak terpenuhi oleh pernapasan fisik
(pensinyalan efferen). Itu reseptor afferen memungkinkan otak untuk menilai
apakah efferen atau perintah motorik untuk otot-otot ventilasi efektif, memenuhi
19
tuntutan tekanan jalan nafas, aliran udara, dan / atau paru- paru gerakan. Ketika
ini menanggapi perintah dengan tidak tepat, intensitas
dyspnoea meningkat. Korteks sensorik adalah diaktifkan bersamaan ketika sinyal motor
dikirim ke dada dinding, menghasilkan sensasi sadar dari upaya otot dan sesak napas. Ada
juga komponen psikologis yang kuat untuk dyspnoea, karena beberapa orang mungkin
menyadari pernapasan mereka dalam keadaan seperti itu tetapi tidak mengalami kesulitan
kondisi yang khas.
Pusat pernapasan yang terletak di dalam medula oblongata dan pons batang otak
bertanggung jawab untuk menghasilkan ritme pernapasan dasar. Namun, laju respirasi
dimodifikasi dengan memungkinkan masukan sensorik gabungan dari sistem sensorik perifer
yang memantau oksigenasi, dan sistem sensorik pusat yang memantau pH, dan secara tidak
langsung, kadar karbon dioksida bersama dengan beberapa bagian lain dari otak serebelar
memodulasi untuk membuat sinyal saraf terpadu. Sinyal tersebut kemudian dikirim ke otot
utama respirasi, diafragma, interkosta eksternal, dan otot tak sama panjang bersama dengan
otot kecil respirasi lainnya.12
Wheezing adalah manifestasi gejala dari setiap proses penyakit yang menyebabakan
obstruksi jalan napas. Wheezing juga dapat dartikan sebagai siulan yang bernada tinggi yang
20
dihasilkan oleh pergerakan udara melalui penyempitan atau kompresi saluran udara kecil. Hal
ini dapat dijadikan sebagai gejala ataupun hasil dari pemeriksaan fisik.13,14
Patomekanisme dari wheezing sendiri diakibatkan oleh aliran udara melaui segmen
jalan napas kecil yang menyempit atau terkompresi dan menjadi turbulen, menyebabkan
getaran dinding jalan napas dan getaran inilah yang menghasilkan suara wheezing. Wheezing
lebih sering terjadi selama ekspirasi karena peningkatan tekanan intrathoraks selama fase ini
mempersempit saluran udara dan saluran udara menyempit saat volume paru-paru menurun.
Wheezing selama ekspirasi saja menunjukkan obstruksi yang lebih ringan daripada wheezing
selama inspirasi dan ekspirasi yang menunjukkan penyempitan saluran napas yang lebih
parah. 14
Wheezing biasanya dialami oleh orang yang menderita asma meskipun juga dapat
didengar pada orang dengan adanya benda asing, gagal jantung kongestif, keganasan jalan
napas, atau lesi apa punyang menyebabkan penyempitan saluran udara. Adanya wheezing
selama ekspirasi menunjukkan hal itulaju aliran ekspirasi puncak individu kurang dari lima
puluh persen dibandingkan dengan normal. Kualitas dan durasi wheezing juga bergantung
pada lokasi obstruksi di saluran napas.13,14
21
serta tekanan darah.Jika hipoksia menetap, bradikardia, hipotensi, penurunan curah
jantung, dan aritmia dapat terjadi.Hipoksemia menyebabkan vasokonstriksi pada
pembuluh darah paru.Efek metabolic hipoksia jaringan adalah metabolism anaerobic yang
mengakibatkan asidosis metabolic.Meskipun sianosis dianggap sebagai salah satu tanda
hipoksia, tetapi tanda ini tidak dapat diandalkan.Gejala klasik dispnea mungkin tidak ada,
terutama bila ada penekanan pusat pernapasan seperti pada gagal napas akibat kelebihan
dosis narkotik.
Tanda dan gejala gagal napas akut mencerminkan proses penyakit yang
mendasari dan terkait hipoksemia dan hiperkapnia. Ateriksis mungkin bisa ditemukan
22
pada hiperkapni yang parah. Sianosis juga dapat ditemukan dan hal ini bisa
diindikasikan kepada hipoksemia. Sianosis yang tampak biasanya terjadi ketika
konsentrasi hemoglobin deoksigenasi di kapiler atau jaringan kurang dari 5 gr/dl.5
Dispneu yang merupakan sensasi tidak nyaman dalam bernapas sering terjadi
pada gagal napas. Baik perasaan bingung dan somnolen bisa juga terjadi pada
keadaan gagal napas. Myoklonus dan kejang juga bisa terjadi pada hipoksemia berat.
Polisitemia merupakan komplikasi dengan hipoksemia jangka panjang.5
Hipoksemia Hiperkapnia
Sedangkan untuk tanda dan gejala sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti,
demam, batuk, produksi sputum, nyeri dada pada kasus pneumonia. Riwayat sepsis,
politrauma, atau transfusi darah sebelumnya dengan onset gagal napas akut bisa mengarah
ke sindorm distres pernapasan akut.14
23
Inspiratory 70-30 30-15 <15
force (cm
H2O)
Dari tabel di atas, kolom paling kanan menunjukkan gagal nafas yang harus
dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomy dan bantuan ventilasi.Fisioterapi,
oksigenasi dan monitoring ketat perlu dilakukan pada gawat nafas sehingga pasien tidak
jatuh ke tahap gagal nafas.Kesemuanya ini hanyalah merupakan pedoman saja, yang
paling penting adalah mengetahui keseluruhan keadaan pasien dan mencegah agar pasien
tidak mengalami gagal nafas. 15
24
Kriteria gagal nafas menurut Petty adalah:
8. Penatalaksanaaan
Primary Survey
Ketika pasien datang ke unit gawat darurat, penilaian segera harus dilakukan untuk
menentukan status mereka. Sehubungan dengan mendapatkan riwayat kejadian,
disediakan oleh tim penyelamat dan / atau saksi, kebanyakan pasien segera ditempatkan
pada monitor jantung, oksimeter denyut, dan monitor tekanan darah, sementara satu set
lengkap tanda-tanda vital dikumpulkan. Riwayat awal dan tanda-tanda vital dasar ini
menentukan manajemen awal pasien. Setelah ini terjadi, survei utama dapat dimulai
dalam serangkaian langkah berurutan, A.B.C.D.E., dengan bidang yang paling penting
diutamakan:16
Airway.
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas. Ini meliputi
pemeriksaan adanya sumbatan jalan napas yang dapat disebabkan benda asing,adanya
fraktur mandibula atau kerusakan trakea/larings. Harus diperhatikan pula secara cermat
mengenai kelainan yang mungkin terdapat pada vertebra servikalis dan apabila
ditemukan kelainan, harus dicegah gerakan yang berlebihan pada tempat ini dan
diberikan alat bantu. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap jalan napas
bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.
Look, listen, and feel diawali dengan mendekatkan telinga ke mulut dan hidung
penderita sambil menjaga jalan napas tetap terbuka. Kemudian pada saat yang sama
mengamati dada penderita.
Lihat (Look).
Apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun.Sianosis
menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kekurangan oksigenasi dan dapat
dilihat dengan melihat pada kuku dan kulit sekitar mulut.Lihat adanya retraksi dan
penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada merupakan bukti tambahan
adanya gangguan airway.
Dengar (listen).
25
Adanya suara-suara abnormal.Pernapasan yang berbunyi (napastambahan) adalah
pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur (snoring),berkumur (gurgling) dan
bersiul (crowing sound, stridor) mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial
pada faring atau laring. Penderita yang melawan dan berkata-kata kasar (gaduh
gelisah) mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh dianggap karena
keracunan/mabuk.
Rasakan (feel).
Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah trakea adaditengah. Juga
merasakan adanya atau tidaknya hembusan nafas penderita
Adanya suara nafas tambahan (noisy breathing) menunjukkan suatu
sumbatan airway parsial yang mendadak dapat berubah menjadi total. Tidak
adannya pernafasan menunjukkan bahwa sumbatan total telah terjadi. Apabila
tingkat kesadaran menurun, deteksi sumbatan airway menjadi lebih sulit. Adanya
dispnea mungkin hanya satu-satunya bukti adanya sumbatan airway atau cedera
trakheo bronkhial.Obstruksi jalan nafas merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat
dibandingkan gangguan breathing dan circulation.Lagipula perbaikan breathing
tidak mungkin dilakukan bila tidak ada airway yang paten. Obstruksi jalan nafas
dapat berupa obstruksi total atau parsial.Pada obstruksi total mungkin ditemukan
penderita masih sadar atau dalam keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang
akut, biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang lalu menyangkut dan
menyumbat di pangkal laring. Bila obstruksi total timbul perlahan maka akan
berawal dari obstruksi parsial yang kemudian menjadi total.
Bila Penderita masih Sadar
Penderita akan memegang leher dalam keadaan sangat gelisah. Sianosis mungkin
ditemukan dan mungkin ada kesan masih bernafas (walaupun tidak ada
ventilasi).Penanganannya adalah chest thrust atau abdominal thrust menggunakan
Heimlich Manouvere. Tindakan Heimlich dapat dilakukan dengan merangkul korban
daribelakang dan meletakkan kepalan tinju pada ulu hati korban (abdominal thrust)
ataupada dada (chest thrust), kemudian dengan tangan lainnya menekan tinju
tersebutkearah superior dan posterior. Kontraindikasi abdominal thrust adalah kehamilan
tuadan bayi serta dewasa gemuk.jika penderita adalah bayi /dewasa gemuk maka untuk
mengeluarkan benda asing tersebut dilakukan chest thrust, back slaps, atau backblow.
Pada ibu hamil sebaiknya menggunakan back blow atau back slap yaitu dengan menepuk
atau memukul punggung pada pertengahan daerah diantara kedua scapula
26
Bila Penderita ditemukan Tidak Sadar
Tidak ada gejala apa-apa mungkin hanya sianosis saja.Pada saat melakukan
pernapasan buatan mungkin ditemukan resistensi (tahanan) terhadap ventilasi.
Dalamkeadaan ini harus ditentukan dengan cepat adanya obstruksi total dengan sapuan
jarike dalam faring sampai di belakang epiglottis. Apabila tidak berhasil mengeluarkan
dengan Finger Sweep dan tidak ada perlengkapan sesuai maka terpaksa
dilakukanAbdominal Thrust atau chest thrust dalam keadaan penderita berbaring.
Tindakannya berupa menekan diafragma atau dada kearah superior dan posterior secara
berulang-ulang sehingga menghasilkan batuk buatan/sumbatan keluar.Pada obstruksi
parsial dapat disebabkan berbagai hal.Biasanya penderitanya masih bisa bernafas sehingga
timbul berbagai macam suara.
Penanganan
27
thrust), kemudian dengan tangan lainnya menekan tinju tersebut kearah superior dan
posterior.
Tekanan pada abdomen (abdominal thrust)
Tindakan Heimlich dapat dilakukan dengan merangkul korban dari belakang dan
meletakkan kepalan tinju pada dada (chest thrust), kemudian dengan tangan lainnya
menekan tinju tersebut kearah superior dan posterior. Kontraindikasi abdominal thrust
adalah kehamilan tua dan bayi serta dewasa gemuk.
Ada dua cara untuk membebaskan obstruksi jalan napas:
1) Head Tilt-Chin Lift
Teknik ini hanya dapat digunakan pada korban tanpa cedera kepala, leher, dantulang
belakang. Tahap-tahap untuk melakukan tehnik ini adalah :
Letakkan tangan pada dahi korban (gunakan tangan yang paling dekat dengan dahi
korban).
Pelan-pelan tengadahkan kepala pasien dengan mendorong dahi kearah belakang.
Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari dagu korban.
Jika korban anak-anak, gunakan hanya jari telunjuk dan diletakkan dibawah dagu
Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala.Jangan sampai mulut korban
tertutup. Jika korban anak-anak, jangan terlalu menengadahkan kepala
2) Jaw Thrust
Jaw thrust dilakukan dengan cara memagang sudut rahang bawah (angulus
mandibula) kiri dan kanan dan mendorong rahang bawah ke depan. Bila cara ini dilakukan
sambil menggunakan masker dari alat bag-valve dapat dicapai kerapatan yang baik dan
ventilasi yang adequat. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah ekstensi
kepala.indikasi jaw thrust: pasien trauma responsif dengan cedera tulang belakang
dicurigai tidak mampu mempertahankan jalan napas paten. Sedangkan kontraindikasinya:
trauma pasien responsif yang mulutnya tidak dapat dibuka.
28
Tahap – tahap menggunakan alat ini:
Lumasi pipa nasofaringeal sebelum disisipkan
Nasofaringeal disisipkan pada salah satu lubang hidung yang tampak tidak
tertutup
Lewatkan dengan hati-hati di orofaring posterior.
Bila hambatan dirasakn sebelum pemasangan airway hentikan dan coba melalui
lubang hidung satunya.
Bila ujung pipa nasofaring tampak di orofaring posterior alat ini dapat menjadi
saran yang nyaman untuk memasang pipa nasogastric tube pada penderita dengan
fraktur tulang wajah.
Pada penderita yang masih memberi respon nasofaringeal lebih baik karena tidak
merangsang muntah dibanding bila menggunakan pipa orofaringeal.
2) Pipa orofaringeal
Alat ini berfungsi untuk menjaga jalan napas agar tetap bebas dari sumbatan.Alat
ini tidak boleh mendorong lidah ke belakang karena akan menyumbat faring.Alat ini
juga tidak boleh dipakai pada penderita sadar karena akan menyebabkan muntah dan
kemudian aspirasi.
Tahap – tahap menggunakan alat ini:
Pipa orofaringeal disisipkan ke dalam mulut dibalik lidah
Gunakan spatula lidah untuk menekan lidah dan sisipkan airway tersebut
kebelakang. Alat ini tidak boleh mendorong lidah ke belakang karena akan
menyumbat airway.
Teknik dengan menyisipkan orofaringeal secara terbalik sehingga bagian cekung
menghadap ke arah cranial sampai di daerah palatum molle.
Pada titik ini alat di putar 180 derajat, bagian cekung menghadap ke arah kaudal,
alat diselipkan ke tempatnya di atas lidah.
Cara ini tidak boleh dilakukan pada anak-anak karena rotasi alat ini dapat merusak
mulut dan faring Cricothyroidotomy Jika seluruh cara pembebasan jalan napas
sudah dilakukan tetapi tidak menunjukkan keberhasilan (masih ada obstruksi
airway), maka dilakukan Cricothyroidotomi, yaitu dengan melakukan insisi pada
membran cricothyroid yang terletak di antara cartilago thyroid dan cricoids lalu
memasukkan benda yang berongga.
29
1. AirwayWith Restriction Cervical Spine Control.
Setelah evaluasi awal dari pasien trauma, lakukan penilaian pertama jalan napas.
Penilaian cepat ini untuk menemukan tanda-tanda obstruksi jalan napas seperti benda
asing, lakukan juga identifikasi wajah, mandibula, dan/atau fraktur trakea/laring dan
cedera lain yang yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Lakukan penyedotan
untuk membersihkan akumulasi darah atau sekresi yang mungkin menyebabkan
obstruksi jalan napas. Mulailah mengukur untuk membangun jalan napas paten sambil
membatasi pergerakan leher tulang belakang.17
Jika pasien mampu berkomunikasi secara verbal, maka pasien bisa saja tidak
dalam bahaya. Namun, penilaian ulang pada jalan napas tetap dibijakkan. Selain itu,
penderita cedera kepala parah yang memiliki tingkat kesadaran yang berubah atau
Glasgow Coma Scale (GCS) bernilai 8 atau lebih rendah biasanya membutuhkan
pemasangan jalan napas definitif. Awalnya, jaw-thrust atau chin-liftmaneuver sering kali
cukup sebagai intervensi awal. Jika pasien tidak sadar dan tidak memiliki refleks muntah,
pemasangan jalan napas orofaringeal bisa membantu untuk sementara. Buat jalan napas
definitif jika ada keraguan tentang kemampuan pasien untuk mempertahankan integritas
saluran napas.17
Saat menilai dan mengelolah jalan napas pasien, berhati-hatilah untuk mencegah
pergerakan yang berlebihan pada tulang servikal. Jika berdasarkan mekanisme trauma,
berasumsi bahwa ada cedera tulang belakang. Pemeriksaan neurologis saja tidak
menyingkirkan diagnosis cedera tulang servikal. Tulang belakang harus dilindungi dari
mobilitas yang berlebihan untuk mencegah perkembangan defisit. Tulang servikal
dilindungi oleh cervical collar. Jika penanganan jalan napas diperlukan, maka cervical
collar dibuka dan tim anggota secara manual membatasi pergerakan tulang servikal.
Buat jalan napas melalui pembedahan jikan kontraindikasi dengan intubasi atau tidak
dapat dicapai. 17
Patensi jalan napas saja tidak menjamin ventilasi yang adekuat. Pertukaran gas
yang memadai diperlukan untuk memaksimalkan oksigenai dan eliminasi karbon
dioksida. Ventilasi membutuhkan fungsi yang memadai dari paru-paru, dinding dada,
30
dan diafragma, maka dari itu dokter harus mengevaluasi dengan cepat setiap
komponen.17
Lakukan auskultasi untuk untuk memastikan aliran gas di paru. Inspeksi visual
dan palpasi dapat mendeteksi luka pada dinding dada yang mungkin menganggu
ventilasi. Perkusi thoraks juga dapat mengidentifikasi adanya kelainan, tetapi selama
resusitasi, evaluasi ini mungkin tidak akurat.17
Gangguan sirkulasi pada pasien trauma dapat terjadi di berbagai cedera. Volume
darah, curah jantung, dan perdarahan adalah masalah peredaran darah utama yang perlu
dipertimbangkan.17
Blood volume and cardiac output. Perdarahan adalah penyebab utama yang dapat
dicegah dalam terjadinya kematian setelah cedera. Mengidentifikasi, mengontrol dengan
cepat perdarahan, dan oleh karena itu memulai resusitasi merupakan langkah penting
dalam menilai dan menangani pasien tersebut. Setelah tension pneumothoraks akibat
cedera dikeluarkan sebagai penyebab syok, pertimbangkan hipotensi akibat cedera
karena kehilangan darah sampai terbukti sebaliknya. Penilaian cepat dan akurat status
hemodinamik pasien yang cedera sangat penting. Elemen dari observasi klinis yang
menghasilkan informasi penting dalam beberapa detik adalah tingkat kesadaran, perfusi
kulit, dan denyut nadi.17
31
eksteremitas, jarang mengalami hipovolemik kritis setelah cedera. Sebaliknya,
pasien dengan hipovolemik mungkin memiliki kulit wajah abu-abu pucat dan
ekstremitas pucat.
Pulse. Denyut nadi yang cepat biasanya merupakan tanda dari hipovolemik. Pantau
denyut sentral (mis. Arteri femoralis atau karotis) secara bilateral untuk kualitas,
laju, dan keteraturan. Tidak adanya denyut sentral yang tidak dapat dikaitkan dengan
faktor lokal mendandakan perlunya tindakan resusitasi.
Syok yang berhubungan dengan cedera yang paling sering adalah hipovolemik.
Dalam kasus sepeti itu, mulai terapi cairan dengan kristaloid. Semua larutan IV juga harus
dihangatkan di penyimpanan yang hangat yaitu 37º - 40º atau dikelola melalui perangkat
penghangat udara. Sebuah bolus 1L larutan isotonik juga dibutuhkan untuk mencapai
respon yang sesuai pada pasien dewasa. Jika pasien tidak responsif terhadap terapi
kristaloid, dia harus menerima transfusi darah.11
4. Disability.
Evaluasi neurologis yang cepat menetapkan tingkat kesadarn pasien, ukuran pupil,
dan reaksi pasien. Identifikasi juga adanya tanda lateralisasi dan menentukan tingkat
cedera tulang belakang. GCS adalag metode yang cepat, mudah, dan objektif dalam
menentukan kesadaran. Penurunan tingkat kesadaran pasien mungkin mengindikasikan
penurunan oksigenasi serebral dan/ atau perfusi, atau itu bisa disebabkan oleh cedera
langsung pada serebral. Adanya perubahan tingkat kesadaran mengindikasikan perlunya
reevaluasi oksigenasi pasien, ventilasi, dan status perfusi secara segera. Hipoglikemi,
alkohol, narkotika, dan obat-obat lainnya juga dapat menyebabkan perubahan tingkat
kesadaran pasien.17
32
menceggah terjadinya hipotermia di area trauma. Hangatkan cairan IV dan pertahankan
kehangatan linkungan.
Secondary survey (survei sekunder) tidak dilakukan sampai survei primer selesai,
upaya resusitasi sedang berlangsung, dan peningkatan tanda vital pasien telah dibuktikan.
Survei sekunder dilakukan evaluasi head to toe pada pasien trauma dimana termasuk riwayat
pasien dan penilaian fisik, termasuk penanganan ulang semua tanda vital. Setiap bagian dari
tubuh pasien sepenuhnya dinilai.17
Selama survei sekunder, penilaian fisik mengikuti urutan berikut, kepala, struktur
maxilofacial, tulang servikal dan leher, dada, perut, dan pelvis, perineum, rectum, vagina,
muskuloskletela sistem, dan sistem neurolgis.17
Penatalaksanaan non spesifik adalah tindakan yang secara tidak langsung ditunjukan untuk
memperbaiki pertukaran gas, seperti pada tabel berikut.
Atasi Hipoksemia
Terapi Oksigen
Pada keadaan PaO2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk menaikkan
PaO2sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal nafas dari penyakit kronik yang
menjadi akut kembali dan pasien sudah terbiasa dengan keadaan hiperkarbia sehingga
pusat pernafasan tidak terangsang oleh hipercarbia drive melainkan terhadap hypoxemia
drive. Akibatnya kenaikan PaO2 yang terlalu cepat, pasien dapat menjadi
apnoe.Pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien benar-benar
membutuhkan oksigen.Indikasi untuk pemberian oksigen harus jelas.Oksigen yang
diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat, dan harus dievaluasi agar mendapat
manfaat terapi dan menghindari toksisitas.Terapi oksigen jangka pendek merupakan terapi
33
yang dibutuhkan pada pasienpasien dengan keadaan hipoksemia akut. Oksigen harus
segera diberikan dengan adekuat karena jika tidak diberikan akan menimbulkan cacat tetap
dan kematian.
Pada kondisi ini oksigen harus diberikan dengan FiO 2 60-100% dalam waktu
pendek dan terapi yang spesifik diberikan.Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis
yang dapat mengatasi hipoksemia dan meminimalisasi efek samping.Cara pemberian
oksigen secara umum ada 2 macam yaitu sistem arus rendah dan sistem arus tinggi.Kateter
nasal kanul merupakan alat dengan sistem arus rendah yang digunakan secara luas. Nasal
Kanul arus rendah mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan aliran 1-6 L/mnt, dengan
FiO2antara 0,24-0,44 (24 %-44%). Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan FiO2
secara bermakna diatas 44% dan dapat mengakibatkan mukosa membran menjadi
kering.Alat oksigen arus tinggi di antaranya ventury mask dan reservoir nebulizer
blenders.Pasien dengan PPOK dan gagal napas tipe hipoksemia, bernapas dengan mask ini
mengurangi resiko retensi CO2 dan memperbaiki hipoksemia. Sistem arus tinggi ini dapat
mengirimkan sampai 40 L/mnt oksigen melalui mask, yang umumnya cukup untuk total
kebutuhan respirasi. Dua indikasi klinis untuk penggunaan oksigen dengan arus tinggi ini
adalah pasien yang memerlukan pengendalian FiO2 dan pasien hipoksia dengan ventilasi
abnormal.
Jalan napas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi, dan pemberian obat-
obat pernapasan.Pada semua pasien gangguan pernapasan harus dipikirkan dan
diperiksa adanya obstruksi jalan napas atas.Pertimbangan untuk insersi jalan napas
buatan seperti endotracheal tube (ETT) berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas
buatan dibandingkan jalan napas alami.
Pada keadaan darurat bantuan nafas dapat dilakukan secara mulut kemulut
atau mulut ke hidung, biasanya digunakan sungkup muka berkantung (face mask atau
ambu bag) dengan memompa kantungnya untuk memasukkan udara ke dalam paru.
34
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.Peningkatan PaCO2 secara tiba-tibaselalu
berhubungan dengan asidosis respiratoris.Pasien dengan pemulihan awal diharapkan,
ventilasi mekanik non invasif dengan nasal atau face mask merupakan alternatif yang
efektif.
Fisioterapi dada.
Ditujukan untuk membersihkan jalan nafas dari sekret, sputum.Tindakan ini selain
untuk mengatasi gagal nafas juga untuk tindakan pencegahan.Pasien diajarkan bernafas
dengan baik, bila perlu dengan bantuan tekanan pada perut dengan menggunakan telapak
tangan pada saat inspirasi.Pasien melakukan batuk yang efektif.Dilakukan juga tepukan-
tepukan pada dada, punggung, dilakukan perkusi, vibrasi dan drainage postural.Kadang-
kadang diperlukan juga obat-obatan seperti mukolitik dan bronkodilator.
35
bronkodilatsi pasien dengan bronkitis kronik.Antikolinergik pada pasien gagal nafas
harus selalu dikombinasikan dengan beta adrenergik agonis.Ipratropium bromida
tersedia dalam bentuk MDI (metered dose inhaler) atau solusio untuk nebulisasi.Efek
samping jarang terjadi seperti takikardia, palpitasi, dan retensi urin.
Teofilin. Teofilin kurang kuat sebagai bronkodilator dibandingkan beta adrenergik
agonis. Mekanisme kerja adalah melalui inhibisi kerja fosfodiesterase pada AMP
siklik (cAMP), translokasi kalsium, antagonis adenosin, stimulasi reseptor beta
adrenergik, dan aktifitas anti inflamasi. Efek samping meliputi takikardia, mual dan
muntah. Komplikasi yang lebih parah adalah aritmia, hipokalemia, perubahan status
mental dan kejang.
Kortikosteroid. Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas
tidak diketahui pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi telah
didemonstrasikan setelah pemberian sistemik dan topikal. Kortikosteroid aerosol
kurang baik distribusinya pada gagal napas akut, dan hampir selalu digunakan
preparat oral atau parenteral. Efek samping kortikosteroid parenteral adalah
hiperglikemia, hipokalemia, retensi natrium dan air, miopati steroid akut (terutama
pada dosis besar), gangguan sistem imun, kelainan psikiatrik, gastritis dan perdarahan
gastrointestinal. Penggunaan kortikosteroid bersama-sama obat pelumpuh otot non
depolarisasi telah dihubungkan dengan kelemahan otot yang memanjang dan
menimbulkan kesulitan weaning.
36
penyakit yang mendasari jelas merupakan komponen penting dalam pengelolaan
kegagalan pernapasan.
Karena hal yang paling mengancam nyawa akibat gagal napas adalah gangguan pada
pertukaran gas, maka tujuan pertama dari terapi adalah memastikan bahwa hipoksemia,
asidemia, dan hiperkapnia tidak mencapai taraf yang membahayakan. PaO 2 sebesar
40mmHg atau pH sebesar 7,2 atau kurang sangat sulit ditoleransi oleh orang dewasa dan
dapat mengakibatkan gangguan pada otak, ginjal dan jantung, serta dapat terjadi
disaritmia jantung. PaCO2 sebesar 60 mmHg yang terjadi perlahan-lahan pada pasien
PPOK biasanya dapat ditoleransi, tetapi jika timbul dalam waktu singkat maka sulit untuk
ditoleransi.PaCO2sebesar 70mmHg atau lebih biasanya sulit ditoleransi pada semua
pasien dengan mengakibatkan depresi system saraf pusat dan koma.
Oksigen dapat diberikan dalam konsentrasi 40-60% kepada pasien hipoksemia dengan
PaCO2 yang normal atau rendah (masker atau keteter sebesar 8L/menit dengan
kelembaban yang sesuai) untuk koreksi cepat hipoksemia.Tetapi, konsentrasi ini
sebaiknya tidak diteruskan setelah beberapa jam, karena mempunyai efek toksik terhadap
sel-sel alveoli yang berakibat penurunan sintesis surfaktan dan berkurangnya keregangan
paru.Pemberian O2 yang berkepanjangan (lebih dari 24 – 48 jam) dalam konsentrasi
tinggi (lebih dari 50%) juga mengakibatkan atelectasis absorpsi.Hipoksemia dengan
hiperkapnia selalu ditangani dengan terapi O2 konsentrasi rendah secara bertahap, dimulai
dengan pemakaian masker dengan O2 24%.Konsentrasi O2 ini kemudian ditingkatkan
menjadi 28% jika dipandang perlu untuk mempertahankan PaO2 setinggi 50 mmHg atau
lebih. Pemantauan yang teliti dari gas-gas darah harus dilakukan setiap saat untuk
memastikan bahwa terapi O2 tidak membahayakan status respirasi pasien: pada pasien
dengan PPOK, usaha-usaha dilakukan untuk mencapai nilai PaO2 yang normal untuk
pasien tersebut (contoh 50-70mmHg) dan bukan untuk mencapai nilai normal pada orang
dewasa sehat (80 sampai 100 mmHg). Jika tidak mungkin mencapai nilai PaO 2 setinggi
50 mmHg, ventilasi buatan dengan respirator mungkin diperlukan.
Ventilasi mekanik juga terletak otot-otot pernapasan dan merupakan terapi yang tepat
untuk kelelahan otot pernafasan.
37
Dalam pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien benarbenar
membutuhkan oksigen, apakah dibutuhkan terapi oksigen jangka pendek (Short-term
oxygen therapy) atau terapi oksigen jangka panjang (Long term oxygen therapy).
38