Zakat Profesi Sesuai Fatwa MUI
Zakat Profesi Sesuai Fatwa MUI
tsaqofah, zakat
Zakat profesi (maal mustafad) ini bukan bahasan baru, para ulama fikih
sudah menjelaskan di kitab-kitab klasik, di antaranya adalah kitab al-
Muhalla (Ibnu Hazm), al-Mughni (Ibnu Quddamah), Nail al-Athar (asy-
Syaukani), maupun di kitab Subul as-Salam (ash-Shan’ani)
Menurut mereka setiap upah/gaji yang didapatkan dari pekerjaan itu wajib
zakat (wajib ditunaikan zakatnya). Diantara para ulama yang mewajibkan
zakat profesi adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Mu’awiah, ash-Shadiq, al-
Baqir, an-Nashir, Daud Umar bin Abdul Aziz, al-Hasan, az-Zuhri, dan al-
Auza’i.
Dan di Indonesia sejak tahun Juni 2003, Komisi Fatwa MUI sudah
memfatwakan bahwa penghasilan itu termasuk wajib zakat. Hal ini
mengacu pada pendapat MUI mengenai revisi UU No 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. Ijtima’ Komisi Fatwa MUI merekomendasikan Undang-
Undang tentang Pengelolaan Zakat agar diubah menjadi Undang-Undang
tentang Zakat.
Zakat Profesi disebut juga zakat pendapatan adalah zakat harta yang
dikeluarkan dari hasil pendapatan seseorang atau profesinya bila telah
mencapai nishab. Seperti pendapatan karyawan, dokter, notaris dan lain-
lain.
Kategori dan Karakteristik Profesi
Imbalan atau penghasilannya berupa upah atau gaji dalam bentuk mata
uang, baik bersifat tetap maupun tidak tetap. Semua jenis penghasilan yang
didapatkan oleh para tenaga profesional tersebut, bila memenuhi syarat
nishab dan haul, maka harus dikeluarkan zakatnya.
Berikut ini adalah dalil yang bermakna kewajiban zakat secara umum, yaitu:
Artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At Taubah: 103)
Berikut ini juga terdapat dalil yang menjelaskan kewajiban zakat terhadap
harta tertentu, yaitu:
آخ ِذي ِه ِإاَّل َأ ْن َ ِض ۖ َواَل تَيَ َّم ُموا ْال َخب
ِ ِيث ِم ْنهُ تُ ْنفِقُونَ َولَ ْستُ ْم ب ِ ْت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّما َأ ْخ َرجْ نَا لَ ُك ْم ِمنَ اَأْلر
ِ ا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ْنفِقُوا ِم ْن طَيِّبَا
تُ ْغ ِمضُوا فِي ِه ۚ َوا ْعلَ ُموا َأ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي َح ِمي ٌد
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik, …”. (Q.S Al Baqarah: 267)
Ayat pertama di atas menunjukkan lafadz atau kata yang masih umum ;
dari hasil apa saja, “.. infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik, ..” dan dalam ilmu fiqh terdapat kaidah “Al “ibrotu
bi Umumi lafdzi laa bi khususi sabab”, “bahwa ibroh (pengambilan makna)
itu dari keumuman katanya bukan dengan kekhususan sebab.” Dan tidak
ada satupun ayat atau keterangan lain yang memalingkan makna
keumuman hasil usaha tadi, oleh sebab itu profesi atau penghasilan
termasuk dalam ketegori ayat di atas.
Kesimpulan
1. Zakat profesi disebut juga zakat pendapatan adalah zakat yang
dikeluarkan dari hasil pendapatan seseorang atau profesinya bila telah
mencapai nishab.
2. Zakat profesi bukan bahasan baru
3. Zakat profesi sesuai fatwa MUI sejak tahun 2003
---------------------
Referensi Berdasarkan :
(1) Fatwa MUI tentang zakat penghasilan, dikeluarkan sejak tahun 2003
(2) Hukum Zakat hal. 469-472 dan 480-481 oleh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi
(Ketua Persatuan Cendikiawan Muslim Internasional, Presiden International
Union of Muslim Scholars, Dewan Eropa untuk Fatwa dan Penelitian, dan
Penerima Penghargaan Malaysia's Hijra Award)
(3) Fikih Zakat Kontemporer oleh Dr. Oni Sahroni, dkk
[LAZ IZI]