Laporan Biografi Tokoh Proklamasi
Laporan Biografi Tokoh Proklamasi
SOEKARNO
Ir. Soekarno adalah presiden pertama Republik Indonesia, sekaligus tokoh
proklamator negara ini. Soekarno akrab dipanggil dengan julukan Bung Karno. Bung
Karno juga dikenal sebagai Putra Sang Fajar karena lahir saat fajar menyingsing. Bung
Karno lahir di Surabaya, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Dikutip
dari laman RRI, Soekarno awalnya diberi nama Koesno Sosrodihardjo. Karena sering
sakit, namanya diganti menjadi Soekarno. Soekarno merupakan putra dari Raden
Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Ibunda Bung Karno merupakan
bangsawan Bali. Kedua orang tua Soekarno bertemu saat sang ayah menjadi guru di
Bali.
Dilansir dari buku Soekarno Hatta Ada Persamaan dan Perbedaanya (1983) karya
Tamar Djaya, tahun 1907 Soekarno masuk sekolah dasar atau sekolah rakyat (SR) pada
waktu itu, di Tulung Agung. Ia tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo. Pada
tahun 1908, Soekarno masuk ke Sekolah Dasar di HIS, kemudian melanjutkan ke
Europesche Legore School (ELS) di Mojokerto pada tahun 1913. Lulus dari ELS,
Soekarno melanjutkan pendidikannya di Hogere Burger School (HBS) di Surabaya pada
1916. Ia kemudian melanjutkan sekolahnya di Technische hoge School (THS) atau kini
lebih dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Soekarno berhasil memperoleh
gelar insinyur di tahun 1926.
Tahun 1926 Soekarno mendirikan Algeemene Studie Club di Bandung.
Organisasi ini yang kemudian menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia (PNI) yang
didirikan Soekarno pada 4 Juli 1927, dengan rumusan ajaran Marhaenisme. Usaha yang
dilakukan Soekarno membuat PNI tumbuh dan berkembang di Jawa maupun di luar
Jawa. Akibatnya aktivitas Soekarno di PNI, Belanda menangkapnya pada 29 Desember
1929. Soekarno kemudian dipenjarakan di Sukamiskin, Bandung. Ia baru dibebaskan
pada 31 Desember 1931.
Setelah bebas, Soekarno bergabung dengan Partindo (Partai Indonesia) yang
merupakan pecahan dari PNI dan memimpinnya. Hal ini mengakibatkan dirinya kembali
ditangkap Belanda dan diasingkan ke Ende, Flores pada 1933. Empat tahun kemudian
dipindahkan ke Bengkulu. Di Bengkulu Soekarno berhasil kabur dan menuju Padang.
Kemudian menyeberangi Selat Sunda dan kembali ke Jakarta pada Juli 1942.
Soekarno pada masa pendudukan pemerintah Jepang aktif menyiapkan
kemerdekaan Indonesia. Dia tergabung dalam BPUPKI dan PPKI untuk merumuskan
Pancasila, UUD 1945 dan dasar negara. Setelah mendengar Jepang menyerah pada
sekutu, pada 16 Agustus 1945, golongan muda memanfaatkan momentum untuk
menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Hal ini dilakukan agar proklamasi
kemerdekaan Indonesia digaungkan secepatnya.
Tanggal 17 Agustus 1945, bertepatan dengan bulan suci Ramadan, Soekarno dan
Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Berita kemerdekaan disebarluaskan
melalui radio Hoso Kanriyoko dan Harian Soeara Asia. Setelah proklamasi
kemerdekaan, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat menjadi Presiden dan Wakil
Presiden oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Sebelum ini, Soekarno telah merumuskan
dasar negara Pancasila pada sidang BPUPKI, 1 Juni 1945.
6. BIOGRAFI FATMAWATI
Fatmawati adalah anak tunggal dari pasangan H.Hassan Din dan Siti Chadidjah.
Beliau lahir di Bengkulu pada tanggal 5 Februari 1923. Meskipun berstatus sebagai
puteri satu-satunya, bukan berarti Fatmawati hidup dengan bergelimang harta dan
kemanjaan. Justru, kondisi ekonomi orangtuanya tidak semulus yang dikira.
Peliknya keadaan finansial keluarga saat itu membuat Fatmawati harus berpindah
sekolah dan rumah. Ia pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Tingkat II, Hollandsch
Inlandsche School (HIS), kemudian bermukim di Palembang, dan akhirnya tinggal di
Curup, sebuah kota yang berada di antara Lubuk Linggau dan Bengkulu.
Fatmawati mulai menyukai dan memberikan minta pada organisasi sejak beliau
berada sekolah dasar. Pada saat itu beliau aktif dalam organisasi naysatul asyiyah yang
merupakan organisasi perempuan dibawah organisasi muhamamdiyah. Beliau mulai
kenal dengan soekarno, sejak soekarno dipindahkan ke tempat perasinganya yaitu
didaerah Flores, NTT. Pada saat itu bung karno bekerja sebagai seorang pengajar di
sekolah muhammadiyah dan fatmawati menjadi siswanya pada saat itu.
Pada tanggal 1 Juni 1943, Fatmawati menikah dengan Soekarno. Setahun setelah
pernikahannya itu, Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Bendera Merah
Putih juga boleh dikibarkan dan lagu Kebangsaan Indonesia Raya diizinkan
berkumandang. Fatmawati kemudian berinisiatif untuk membuat bendera Merah Putih
untuk dikibarkan di Pegangsaan 56. Pada waktu itu tidak mudah mendapatkan kain
merah dan putih di luar. Chaerul Basri dalam artikelnya "Merah Putih, Ibu Fatmawati,
dan Gedung Proklamasi" yang dimuat di Harian Kompas, 16 Agustus 2001 menuliskan,
Fatmawati tidak mudah mendapatkan kain untuk bendera. Fatmawati berhasil
mendapatkan kain berkat bantuan Shimizu, orang yang ditunjuk oleh Pemerintah Jepang
sebagai perantara dalam perundingan Jepang-Indonesia.
Shimizu mengusahakannya lewat seorang pembesar Jepang, yang mengepalai
gudang di Pintu Air, di depan eks Bioskop Capitol. Bendera itulah yang berkibar di
Pegangsaan Timur saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Fatmawati menjahit
bendera itu dalam kondisi fisik cukup rentan. Ia sedang hamil tua dan sudah waktunya
untuk melahirkan putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra.
"Istriku telah membuat sebuah bendera dari dua potong kain. Sepotong kain
putih dan sepotong kain merah. Ia menjahitnya dengan tangan," ungkap Soekarno dalam
buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. "Inilah bendera resmi yang
pertama dari Republik," tambah sang proklamator yang kemudian menjadi Presiden RI
pertama ini. Fatmawati meninggal dunia di Kuala Lumpur, Malaysia, tanggal 14 Mei
1980 dalam usia 57 tahun. Pernikahannya dengan Soekarno dikaruniai 5 orang anak,
yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri,
Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
Setelah Indonesia merdeka, Iwa didaulat menjadi Menteri Sosial pada kabinet pertama.
Tak lama kemudian ia bersama Mohammad Yamin, Soebardjo dan Tan Malaka sempat
ditahan karena dianggap terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946.
Meski sempat ditahan atas tuduhan "kudeta" Iwa masih dipercaya Soekarno
untuk menduduki jabatan Menteri Pertahanan pada Kabinet Ali Sastroamidjojo (1953-
1955). Saat itu Fraksi Masyumi pernah mengajukan mosi kepada Iwa lantaran dituduh
sebagai seorang komunis dan adanya upaya kudeta oleh Angkatan Perang Republik
Indonesia. Boleh jadi karena dua tuduhan itu Iwa memutuskan mengundurkan diri dari
kursi Menteri Pertahanan.
Pada 1957, Iwa diangkat menjadi Presiden Unpad. Lalu pada tahun 1961
diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Di pemerintahan, karir
terakhirnya adalah sebagai Menteri Negara pada Kabinet Kerja IV (1963-1964) dan
Kabinet Dwikora I (1964-1966). Masa pensiunnya dihabiskan dengan menjadi ketua
Badan Penelitian Sejarah Indonesia dan aktif menerbitkan beberapa buku.
Iwa Koesoema Soemantri meninggal pada 27 September 1971 karena penyakit
jantung. jenazahnya dimakamkan di TMP Kalibata. Atas segala jasa-jassanya kepada
negara, Iwa diangkat menjadi pahlawan Indonesia pada 6 November 2002 dengan
Keppres No. 73/TK/2002.