Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN

PRAKTIKUM TATA KELOLA HUTAN

Disusun Oleh :
Nama : Dani Subakri
NIM : 1806111247
Co Ass :
Fairuz Abdussalam & Raudhatul Jannah

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
ACARA XVII
EVALUASI KELESTARIAN PHL
I. Latar Belakang

II. Tujuan

1. Memahami dengan jelas dan benar sistem pengelolaan hutan lestari untuk
evaluasi dan penilaian PHL
2. Mampu mengidentifikasi struktur permasalahan PHL secara sistematik
berdasarkan hasil evaluasi dan penilaian kelestariannya
3. Mampu merumuskan rekomendasi strategi PHL pada unit kelestarian sasaran.

III Alat dan Bahan


 Bahan:
1. Hasil inventarisasi dan survei yang dilakukan acara-acara sebelumnya
2. Hasil pengamatan dan penilaian kinerja kegiatan PUPHL dari acara-acara
sebelumnya
3. Hasil evaluasi kelestarian
 Alat:
1. Perangkat K&I
2. Ms. Excel.

IV Cara Kerja
Untuk evaluasi kelestarian dalam praktik ini diimplementasikan dalam
prosedur dengan tahapan atau proses berikut:

1. Mencermati panduan yang akan digunakan untuk evaluasi kelestarian terkait


dengan indikator, batasan skoring, prosedur, dan prasyarat seperti yang tertera
dalam Tabel Panduan Evaluasi Kelestarian Hutan (ada di link google drive)
2. Penentuan bobot skoring mengikuti aturan sebagai berikut:
 Bobot merepresentasikan tingkat kepentingan relatif atau pengaruh relatif atau
prioritas sebuah indikator, sub-kriteria maupun kriteria. Bobot yang lebih
tinggi dari sebuah indikator memperlihatkan bahwa indikator tersebut
memiliki pengaruh yang relatif lebih kuat dibanding indikator lainnya dalam
kontribusinya pada status atau tingkat kelestarian
 Jumlah bobot indikator dalam satu sub kriteria adalah 1, jumlah bobot sub-
kriteria dalam satu kriteria adalah 1, demikian pula jumlah seluruh bobot
kriteria juga 1
3. Penilaian atau skoring indikator. Skor indikator memiliki nilai 1,2, dan 3
dengan standar kesetaraan seperti disajikan oleh Tabel Panduan Evaluasi
Kelestarian Hutan.
4. Perhitungan atau agregasi skor untuk sub-kriteria, dengan menggunakan
formula,

dimana,
𝑆𝑖, = Total skor pada kriteria i, sub-kriteria j
𝑥𝑖,, = Skor indikator k, pada sub-kriteria j dan kriteria i
𝑤𝑖,, = Bobot untuk skor indikator k, pada sub-kriteria j dan kriteria i
𝑚 = Jumlah indikator pada sub-kriteria j dan kriteria i
5. Perhitungan atau agregasi skor untuk kriteria, dengan menggunakan formula,

dimana,
𝐶𝑖 = Total skor pada kriteria i
𝑏𝑖, = Bobot untuk skor sub-kriteria j pada kriteria i
𝑛 = Jumlah sub-kriteria pada kriteria i
6. Perhitungan skor total yang merepresentasikan status kelestarian
menggunakan formula,

dimana,
𝑇 = Total skor pada kriteria i
𝑟𝑖 = Bobot untuk kriteria i
𝑝 = jumlah kriteria
7. Membuat diagram radar untuk mengetahui sumbangan dari tiap aspek atau
kriteria terhadap status kelestarian
8. Diagram radar pada dasarnya menunjukkan tingkat kerawanan (sosial atau
ekologis atau produksi)
9. Berdasarkan diagram radar tersebut, interpretasikan struktur masalah PHL ini
dan formulasikan rekomendasinya.
V Hasil

Tabel 1. Skoring Aspek Produksi


Range Skor x
Kriteria dan Indikator Bobot Sko r Argume ntasi Pe mberian Skor (Singkat)
Skor Bobot
ASPEK PRODUKSI 0,4 ASPEK PRODUKSI

1.1. Kesesuaian Peruntukan Lahan 0,2 2 1-3 0,4


Adanya perubahan penggunaan lahan menjadi lahan pertanian yang didominasi lahan jagung dan tebu
Hasil di lapangan terdapat kawasan yang tidak sesuai dengan aturan peruntukan lahan yang telah ditetapkan dalam peraturan
1.2. Pengukuhan Peruntukan Lahan 0,4 1 1-3 0,4
1. Penataan dan pengukuhan kawasan
Pengorganisasian
1.3. Efektivitas Petak 0,2 2 1-3 0,4
Kawasan Ditemukan 10 pal batas sebagai tanda batas kawasan dengan kondisi miring dan tulisan yang tidak jelas

1.4. Efektivitas Pembukaan W ilayah Hutan 0,2 2 1-3 0,4


Saat di lapangan kondisi jalan hutan memenuhi spesifikasi jalan hutan namun terdapat kerusakan berupa lubang
0,3 Sko r 1,6

2.1. Kesesuaian Lahan 0,3 1 1-3 0,3 Kesesuaian tempat tumbuh cenderung rendah
2. Produktivitas
Hutan 2.2. Struktur Kelas Hutan 0,7 1 1-3 0,7 Diperoleh nilai rata-rata nilai KBD 0.12 yang menandakan kerapatan bidang dasar yang masih tergolong hutan tidak produktif (TBK)

0,3 Sko r 1

Material tanaman yang digunakan pada persemaian Kucur diperoleh dari Kebun Pangkas jati yang produksi pucuknya mampu
3.1.1. Produksi Material Tanaman 0,3 3 1-3 0,9 memenuhi kebutuhan bibit, selain itu persemaian ini juga memproduksi bibit jenis lain berupa Mahoni, Kesambi, Johar, Sono,
Flamboyan, dan Kayu putih.

Terdapat sistem penyediaan bibit secara berkelanjutan, hal ini dilihat dari status persemaian Kucur yang merupakan persemaian
3.1.2. Sistem Penyediaan Material Tanaman 0,4 3 1-3 1,2 permanen dengan kapasitas dan fasilitas persemaian memadai. Persemaian terletak di tepi jalan raya dimana dari segi aksesibilitas
sangat mendukung dalam pengangkutan bibit dan mudah dijangkau sehingga tenaga kerja dapat tercukupi.

Kegiatan pemuliaan tanaman telah dilakukan di persemaian Kucur, dimana material tanaman diperoleh dari Kebun Pangkas Jati hasil
3.1.3. Keberhasilan Kegiatan Pemuliaan Tanaman 0,3 3 1-3 0,9
pengujian klon, sehingga terdapat tegakan JPP.

0,6 Sko r 3
3. Sistem Silvikultur Belum terdapat SOP untuk sistem pemeliharaan tanaman. Hal ini dikarenakan masih terdapat transisi antara sistem Perhutani dengan
3.2.1. Kinerja Sistem Pemeliharaan 0,25 1 1-3 0,25
sistem KHDTK Getas-Ngandong.

Belum terdapat SOP untuk aspek perlindungan hama dan penyakit. Hal ini dikarenakan masih terdapat transisi antara sistem Perhutani
3.2.2. Perlindungan Hama dan Penyakit 0,25 1 1-3 0,25
dengan sistem KHDTK Getas-Ngandong.

Belum terdapat SOP untuk aspek perlindungan kebakaran hutan. Hal ini dikarenakan masih terdapat transisi antara sistem Perhutani
3.2.3. Perlindungan Kebakaran Hutan 0,25 1 1-3 0,25 dengan sistem KHDTK Getas-Ngandong. Saat pengamatan, ditemui lahan bekas kebakaran akibat kegiatan pembersihan lahan oleh
masyarakat.

Belum terdapat SOP terkait pengamanan illegal logging dan perambahan hutan. Hal ini dikarenakan masih terdapat transisi antara
3.2.4. Pengamanan Illegal Logging dan Perambahan 0,25 1 1-3 0,25 sistem Perhutani dengan sistem KHDTK Getas-Ngandong. Terdapat penambahan luas area pembibrikan di Desa Getas selama 3
tahun terakhir.

0,4 Sko r 1
0,2 Sko r 2,2

Tidak terdapat SOP untuk kegiatan penebangan dan pembagian batang, karena lahan di KHDTK Getas-Ngandong ini bukan
4.1.1. RIL pada penebangan 0,4 1 1-3 0,4 merupakan kawasan produksi dimana terdapat kegiatan penebangan layaknya lahan pemanenan di KPH Randublatung pada saat
kunjungan yang dilakukan saat praktikum sebelumnya.

Tidak terdapat SOP untuk kegiatan penyaradan, karena lahan di KHDTK Getas-Ngandong ini bukan merupakan kawasan produksi
4.1.2. RIL pada penyaradan 0,3 1 1-3 0,3 dimana terdapat kegiatan penebangan layaknya lahan pemanenan di KPH Randublatung pada saat kunjungan yang dilakukan saat
praktikum sebelumnya.
4. Pemanenan
Hutan Tidak terdapat SOP untuk kegiatan pemuatan dan pengangkutan, karena lahan di KHDTK Getas-Ngandong ini bukan merupakan
4.1.3. RIL pada pemuatan dan pengangkutan 0,3 1 1-3 0,3 kawasan produksi dimana terdapat kegiatan penebangan layaknya lahan pemanenan di KPH Randublatung pada saat kunjungan yang
dilakukan saat praktikum sebelumnya.

0,5 Sko r 1
TPK memiliki pengelolaan yang baik, alur administrasi yang jelas, kondisi TPK telah memenuhi standar fungsi TPK, serta telah
4.2.Pengelolaan TPK dan Administrasi Hasil Hutan 1 3 1-3 3
memiliki sertifikasi FSC.
0,5 Sko r 3
0,1 Sko r 2

5.1. Pengelolaan Hasil Hutan Kayu 0,5 2 1-3 1 terdapat industri rumahan yang mengolah hasil hutan kayu (mebel) namun belum ada sertifikasi
5. Pemanfaatan
Hasil Hutan 5.2. Pengelolaan Hasil Hutan Non-Kayu 0,5 1 1-3 0,5 belum ada industri yang mengolah hasil hutan non kayu yang ada di KHDTK
0,1 Sko r 1,5
Total Sko r Aspek Produksi (P) 1,57

Tabel 2. Skoring Aspek Ekologi


ASPEK EKOLOGI 0,3 .
1. Biodiversitas 1. Biodiversitas Flora 1 1 1-3 1 Keanekaragaman flora tergolong rendah, contohnya dengan ditemukannya jenis pohon yang sama seperti pohon pelangas memiliki
Flora dan Fauna 0,25 Skor 1 jumlah sebanyak 6 pohon, hal tersebut adalah jumlah paling banyak ditemukan dalam satu plot dari total 10 pohon yang ada.

2. Struktur Hutan 1 2 1-3 2 Struktur hutan yang ditemukan di Arboretum tidak lengkap. Hal itu dapat dilihat dari ID Shannon yang didominasi nilai 1.08.
2. Struktur Hutan
0,25 Skor 2

3.1. Kepastian Kawasan Lindung 0,4 1 1-3 0,4 Tidak terdapat kawasan lindung di Arboretum
3. Pengelolaan
3.2. Kondisi Vegetasi Kawasan Lindung 0,3 2 1-3 0,6 Kondisi vegetasi yang terdapat di Arboretum dapat dikatakan baik namun perlu adanya perbaikan dan pemeliharaan
Kawasan Lindung
3.3. Efektivitas Pengelolaan Kawasan Lindung 0,3 1 1-3 0,3 Tidak terdapat struktur organisasi yang jelas dan tetap
0,25 Skor 1,3
4.1. Efektivitas Penanganan Erosi 0,5 1 1-3 0,5 Tidak terdapat SOP erosi
4. Konservasi
4.2. Pengelolaan Mata Air 0,5 2 1-3 1
Tanah dan Air
0,25 Skor 1,5
Total Skor Aspek Ekologi '(E)' 1,45

Tabel 3. Skoring Aspek Sosial


ASPEK SOSIAL 0,3 ASPEK SOSIAL
Lahan secara keseluruhan/sebagian merupakan milik masyarakat adat. Masyarakat diberi hak akses untuk mengelola dan
1.1. Konflik Kepemilikan Lahan 0,6 3 1-3 1,8
memanfaatkan sebagai lahan pengelolaan adat dengan tetap menjaga kelestarian hutan adat.
1. Konflik
Ada konflik, penyebab terjadinya konflik karena adanya perbedaan pendapat antara pengelola hutan adat dengan ninik mamak (tetua
Pengelolaan Hutan 1.2. Konflik Pemanfaatan Hutan 0,4 2 1-3 0,8
adat) dan konflik tersebut dapatt diselesaikan
0,4 Skor 2,6

2. Partisipasi 2. Tingkat Partisipasi Masyarakat 1 1 1-3 1 Masyarakat sekitar hutan adat tidak dilibatkan dalam pengelolaan hutan adat.
Masyarakat
0,2 Skor 1

3. Kelembagaan 3. Efektivitas Kelembagaan Masyarakat 1 2 1-3 2 Sudah terbentuk kelambagaan adat, namun partisipasi masyarakat umum disekitar kawasan hutan adat masih kurang.
Pengelolaan Hutan
0,4 Skor 2
Total Skor Aspek Sosial (S) 2,04

Total Skor Aspek Kelestarian Hutan 1,68

Tabel 4. Matriks Klasifakasi kelestarian

E. MATRIKS KLASIFIKASI KELESTARIAN

PRODUKSI EKOLOGI SOSIAL TOTAL


SKOR 1,57 1,45 2,04 1,675

Permasalahan Pengelolaan Hutan:

Dalam pengelolaan matriks ini lebih dominan mengarah kearah sosial hal ini
karena permasalahan sosial yang ada masih ada antara pengelola dengan
masyarakat.Selain itu dalam aspek produksi juga perlu adanya perbaikan dan
pemeliharaan agar hutan tersebut menjadi lestari
Rekomendasi Strategi Pengelolaan Hutan:

Ada beberapa aspek yang perlu di perhatikan alam pengembangngan hutan


dengan menekankan ke arah produksi salah satu nya dengan mengembangkan
isu sosial dan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan sehingga nanti nya
tidak terjadi konflik terhadap pengrlolaan hutan produksi, selai itu isu ekologis
dari hutan juga tetap di perhatikan untuk menopang keberlangsungan
ekosisistem yang ada di dalam kawasan hutan sehingga nantinya dapat
kelestarian hutan tersebut

VI Pembahasan
Kegiatan pengelolaan hutan lestari dilakukan dengan memperhatikan kaidah-
kaidah pengelolaan hutan lestari yang memperhatikan aspek produksi, aspek ekologi,
dan aspek sosial. Pengelolaan lestari ini tidak lepas dari kebijakan perusahaan yang
menerapkan sistem pengelolaan hutan yang ramah lingkungan dan dapat diterima
oleh masyarakat yang tentunya juga dapat menguntungkan secara ekonomi bagi
masyarakat.

a. Aspek produksi

Perencanaan Sebagai dasar kegiatan operasional Pemanfaatan Hasil Hutan


Kayu menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Kerja Tahunan (RKT) selanjutnya
menjadi dasar legal di dalam melaksanakan seluruh kegiatan operasional hutan
tanaman. Lestari

b.Tata Batas Penataan batas areal

kerja akan dilaksanakan dengan pedoman kepada surat keputusan Direktur


Jenderal Inventarisasi dan Tata Guna Hutan dan Kebun No. 130/Kpts/VIII-1/1998
tanggal 18 Agustus 1998. Sesuai ketentuan ini maka kegiatan penataan batas
dimungkinkan dilaksanakan sendiri dan atau dibantu oleh kosultan dengan pelibatan
penuh dari panitia tata batas daerah dan instansi terkait.

Pembukaan Wilayah Hutan/Sarana dan Prasarana melaksanakan kegiatan


Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) yang meliputi pembangunan jaringan kanal dan
jalan, base camp. dan sarana prasarana lainnya. Standar teknis PWH telah ditetapkan
secara internal oleh perusahaan untuk memberikan petunjuk dan batasan teknisnya
bagi pelaksana di lapangan. Pembangunan jaringan kanal dan jalan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi lapangan. dimana sebelumnya telah dibuat desain
kanal dan jalan berdasrkan hasil survey detail situasi dan 15 hidrologi.
Jaringan kanal di lahan rawa dibuat selain mempunyai fungsi utama sebagai
jalur transportasi, juga sebagai pengatur tinggi muka air dan untuk mendapatkan
daerah perakaran yang optimal bagi tanaman.

Konflik Lahan Konflik lahan

Permasalahan konflik dari suatu daerah kawasan hutan baik hutan alam
maupun hutan produksi sering terjadi merupakan konflik kepemilikan lahan . Konflik
lahan itu terjadi karena masyarakat merasa lahan garapannya terdesak oleh aktivitas
perusahaan ataupun kawasan . Potensi konflik lahan lebih disebabkan oleh tidak
jelasnya batas wilayah yang dipahami oleh warga, pemerintah desa, dan antar
perusahaan. Ada warga yang kemudian menggarap lahan yang saat ini belum diolah
oleh perusahaan perusahaan, bahkan kemudian membangun rumah. Jika ini dibiarkan
dimungkinkan akan menimbulkan konflik lahan.

c. Aspek ekologi

Dasar kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yaitu berdasarkan


dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL) dan Dokumen AMDAL

Pengelolaan Kawasan Lindung

Rencana kegiatan pengelolaan kawasan lindung yang dilakukan adalah


pemasangan batas, pemasangan papan peringatan, rehabilitasi berupa penanaman dan
regenerasi alami, inventarisasi dan identifikasi flora fauna, penyuluhan kepada
karyawan, kontraktor dan masyarakat, serta kegiatan patroli pengamanan kawasan
lindung.

Setelah dilakukan evaluasi pengelolan hutan lestari didapatkanlah hasil skor


akhir 1,7995 dengan masing-masing aspek memiliki nilai yang berbeda aspek
produksi memiliki nilai terkecil dengan nilai 1,57 penilaian ini didapatkan setelah
melihat rata-rata kbd pada acara pengukuran dan inventarisasi sdh, dan didapatkanlah
rata-rata kbd 0,3 ini termasuk kelas hutan yang tidak produktif dan tidak
lestari .Selanjutnya untuk aspek ekologi memiliki nilai 2,025 nilai ini merupakan
yang tertinggi dari 2 aspek lainnya dan diperoleh melalui kegiatan konservasi
sumberdaya hutan di Arboretum Universitas Riau, yang dinilai dari aspek ekologi
adalah biodiversitas, struktur hutan, pengelolaan Kawasan lindung dan konservasi
tanah dan air. Untuk aspek social didapatkan skor nilai 1,88 penilaian aspek ini
dilakukan di hutan larangan kenegerian rumbio dengan mewawancarai masyarakat
tentang bagaimana pengelolaan hutan dan melihat ada tidaknya konflik di sekitar
Kawasan hutan

VII Kesimpulan
VIII Dafta Pustaka

Anda mungkin juga menyukai