Anda di halaman 1dari 25

MONITORING DAN EVALUASI KELOMPOK TANI HUTAN JELEMU

BANGGAYUAN DALAM BUDIDAYA LEBAH MADU KELULUT DESA


RANTAU LANGSAT

USUL TOPIK KHUSUS

OLEH :
DANI SUBAKRI
NIM. 1806124875

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2021
USUL TOPIK KHUSUS

OLEH :
DANI SUBAKRI
NIM. 1806124875

Sebagai salah satu syarat

Untuk menyelesaikan praktik kerja kehutanan

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur penulis panjatkan


kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan usul penelitian yang berjudul “Monitoring dan evaluasi kelompok
tani hutan jelemu banggayan dalam budidaya lebah madu kelulut”

Pada kesempatan ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan


akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan proposal ini.
Harapan penulis semoga usul penelitian ini dapat memberikan informasi
bagi pembaca dan bermanfaat untuk mengembangkan wawasan serta dapat
meningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Penulis menyadari dalam
penulisan usul penelitian ini terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
usul penelitian ini.

Rengat barat, September 2021

Dani subakri

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh ditunjuk secara hukum pada tahun 1995
melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.539/KptsII/1995 tanggal 21 Juni
dengan luas areal 144.223 hektar. Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
terdapat 22 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional
Bukit Tiga Puluh. Salah satu nya merupakan Desa Rantau Langsat yang berdiri
pada tahun 1830, desa ini pernah menjadi bagian dari kerajaan keritang sebagai
desa tertua pada masa kerajaan keritang, wilayah ini dipimpin oleh datuk patih dan
dibantu pengawal, Batin adat. Untuk saat ini pemerintahan desa dipimpin oleh
kepala desa Desa Rantau Langsat Kecamatan Batang Gansal Kabupaten Indragiri
Hulu merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan Taman
Nasional Bukit Tiga Puluh. Mayoritas masyarakat Desa Rantau Langsat memiliki
mata pencaharian sebagai petani kebun dan memanfaatkan hasil hutan. Hasil
hutan yang biasa diambil oleh masyarakat adalah buah-buahan, petai, jernang dan
durian (Zulmi, 2009).
Sistem Hutan Kerakyatan adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk
karena adanya interaksi dan hubungan timbal-balik antara sumber daya alam
(hutan, tanah, air, satwa, plasmanutfah, bahan tambang, dan lain-lain), serta
manusia dalam asatu kesatuan yang teratur”. Aspek-aspek dalam sistem hutan
kerakyatan tidak berdiri sendiri, tetapi terintegrasi sebagai komponen yang
berkaitan dalam suatu kesatuan Dalam hal ini di bentuk kebijakan oleh
kementrian lingkungan hidup dan kehutan dengan pembentukan kelompok tani
hutan.KTH Kelompok adalah kumpulan petani atau perorangan warga negara
Indonesia beserta keluarganya yang mengelola usaha di bidang kehutanan di
dalam dan di luar kawasan hutan yang meliputi usaha hasil hutan kayu, hasil
hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, baik di hulu maupun di hilir.
HHNK dari ekosistem hutan sanngat beragam jenis sumber penghasil
maupun produk serta produk turunan yang dihasilkannya. Sesuai dengan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut/2007 tentang hasil hutan
nabati dan hewani dan produk turunannya dan budidaya kecuali kayu yang
berasal dari hutan. HHNK nabati meliputi semua hasil non kayu dan turunannya
yang berasal dari tumbuhan dan tanaman salah satu diantaranya ialah Madu
kelulut
Jenis hasil hutan ini sangat baik untuk dikembangkan untuk membantu
pendapatan masyarakat contoh saja hasil hutan non kayu yakni madu,Madu
adalah cairan manis alami yang dihasilkan oleh lebah yang berasal dari berbagai
sumber nektar, yaitu nektar cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar tumbuhan yang
memiliki kandungan berbagai jenis karbohidrat diantaranya sukrosa, fruktosa,
dan glukosa. Madu juga mengandung berbagai mikronutrisi (Bogdanov et al.,
2008). Hal inilah yang menjadikan madu populer sebagai suplemen penjaga
kesehatan dan stamina tubuh. Terdapat banyak jenis lebah yang dapat
menghasilkan madu, salah satunya adalah lebah kelulut atau lebah tanpa sengat
(stingless bee)
Kelulut merupakan salah satu jenis lebah yang mempunyai bentuk fisik
yang kecil dari lebah madu, hidup berkoloni terdiri dari ratu kelulut dan para
pekerja kelulut, bersarang ditempat yang tinggi seperti pohon, dinding rumah
dalam batang pohon. tempat masuknya kelulut berbentuk seperti corong
permukaannya bulat didalam sarang terdapat sarang kelulut yang berbentuk bulat
seperti buah anggur atau seperti bola-bola tempat menyimpan madu dan sari
bunga (tepung sari). Warnanya hitam dan kuning, bola-bola yang berwarna hitam
rasanya enak sangat manis dan bola-bola yang berwarna kuning manis ada rasa
kecut sedikit. madu kelulut mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan tubuh
seperti asma, maag dan lain-lain, karena rasanya yang enak dan kaya akan
manfaat dan harganya cukup mahal dipasaran

1.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hasil monitoring budidaya madu kelulut kelompok


tani hutan Jelemu banggayuan desa Rantau langsat
2. Untuk melakukan evaluasi budidaya madu kelulut kelompok tani hutan
Jelemu banggayan desa Rantau langsat
1.3 Manfaat penelitan
Penelitan ini bertujuan untuk memberikan data evaluasi dari kenerja KTH
Jelemu banggayuan
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Hutan Non Kayu (HHNK)

Menurut Peraturan Menteri No. P35/ Menhut-II/ 2007, Hasil Hutan Non
Kayu yang selanjutnya disingkat HHNK adalah hasil hutan hayati baik nabati
maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu (Menhut,
2007). Dalam upaya mengubah haluan pengelolaan hutan dari timber extraction
menuju sustainable forest management, Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) atau
Non Timber Forest Products (NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis. Hasil
Hutan Non Kayu (HHNK) merupakan salah satu sumber daya hutan yang
memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan
masyarakat sekitar hutan. Sehingga, tidak dipungkiri lagi bahwa masyarakat di
dalam maupun di sekitar kawasan hutan berhubungan langsung maupun tidak
langsung dengan hasil hutan bukan kayu (Sihombing, 2011).
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk
memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa non kayu dengan tidak
merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil hutan non kayu (IUPHHNK) yang tertuang pada Pasal 1 (13)
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008 yang
merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun
2007, adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan non
kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau
penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran (Kemenhut, 2007)
Sumberdaya hutan juga bersifat multi guna dan memuat multi
kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil
Hutan Kayu yang hanya memberikan sumbangan 20%, melainkan juga manfaat
Hasil hutan non kayu (HHNK) dan jasa lingkungan, yang memberikan
sumbangan terbesar yakni 80 %, namun hingga saat ini potensi HHNK tersebut
belum dapat dimanfaatkan secara optimal.
Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHNK merupakan
salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling
bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHNK terbukti dapat
memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan
memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa Negara (Kemenhut,
2009).
Pemanfaatan hutan selama ini masih cenderung berorientasi pada
pengelolaan hutan sebagai penghasil kayu dalam kontek ekonomi. Kondisi ini
mendorong eksploitasi kayu secara intensif untuk memenuhi pasar dunia maupun
industri domestik tanpa memperhatikan nilai manfaat lain yang dapat diperoleh
dari hutan dan kelestarian ekosistem hutan. Oleh karena itu, paradigma tersebut
telah menyebabkan terjadinya penurunan luas, manfaat dan kualitas ekosistem
hutan. Padahal, di sisi lain, sumberdaya hutan (SDH) mempunyai potensi multi
fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi
kesejahteraan ummat manusia. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil
Hutan Kayu (HHK) seperti yang terjadi saat ini, melainkan juga manfaat hasil
hutan Non kayu (HHNK) dan jasa lingkungan (Kemenhut, 2009).
Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem
sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi
kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa
produk HHNK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki
keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar
hutan. HHNK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan
masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi
penambahan devisa negara. Ke depan pembangunan kehutanan diharapkan tidak
lagi hanya berorientasi pada hasil hutan kayu, tetapi sudah selayaknya menggali
potensi HHNK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil hutan kayu dari
ekosistem hutan hanya sebesar 10% sedangkan sebagian besar (90%) hasil lain
berupa hasil hutan Non kayu (HHNK) yang selama ini belum dikelola dan
dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(Kemenhut, 2009).
Kawasan hutan Indonesia mencapai luas 125,956,142.71 ha (KLHK,
2017) memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi 30 sampai dengan 40
ribu jenis tumbuhan tersebar di hampir seluruh pulau yang berpotensi
menghasilkan HHNK yang cukup besar (Kemenhut, 2009).
Beberapa jenis HHNK memiliki nilai cukup tinggi baik di pasar domestik
maupun di pasar global antara lain rotan, bambu, gaharu, atsiri, dan jenis lain.
Secara ekonomis HHNK memiliki nilai ekonomi tinggi dan berpeluang untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan
pendapatan negara. Walaupun memiliki nilai ekonomi tinggi namun
pengembangan usaha dan pemanfaatan HHNK selama ini belum dilakukan
secara intensif sehingga belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan
dalam meningkatkan perekonomian masyarakat dan peningkatan devisa Negara
(Kemenhut, 2009).
Pemerintah dalam hal ini melalui kementrian lingkungan hidup
melakukan upaya pembentukan perhutanan sosial,perhutanan sosial itu sendiri
merupakan program mengajak masyarakat untuk mengelola hutan dengan lestari
salah satu nya merupakan pembentukan kelompok tani hutan(KTH)

2.2 Pembentukan KTH (Kelompok Tani Hutan )

Sistem Hutan Kerakyatan adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk


karena adanya interaksi dan hubungan timbal-balik antara sumber daya alam
(hutan, tanah, air, satwa, plasmanutfah, bahan tambang, dan lain-lain), serta
manusia dalam asatu kesatuan yang teratur”. Aspek-aspek dalam sistem hutan
kerakyatan tidak berdiri sendiri, tetapi terintegrasi sebagai komponen yang
berkaitan dalam suatu kesatuan. Cara masyarakat di dalam dan sekitar hutan ini
memanfaatkan alam sekitarnya telah teruji dan berlangsung turun-temurun. Tata
cara pengelolaan ini menciptakan pola-pola atau model-model pengelolaan
sumber daya alam yang khas. Memformulasikan model-model pengelolaan
sumber daya alam yang khas masyarakat di dalam dan sekitar hutan ini sebagai
Sistem Hutan Kerakyatan (SHK) ke dalam suatu organisasi/kelompok
masyarakat ataupun komunitas merupakan paduan konsep tentang sistem
pengelolaan sumber daya alam dan sistem sosial yang juga meliputi sistem
tenurial yang termaktub di dalamnya yang ada di wilayah
komunitas/masyarakat.yang salah satu nya adalah pembentukan kelompok tani
hutan(KTH).
Kelompok Tani Hutan yang selanjutnya disingkat KTH adalah kumpulan petani
atau perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya yang mengelola
usaha di bidang kehutanan di dalam dan di luar kawasan hutan yang meliputi
usaha hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, baik di hulu
maupun di hilir.Pembentukan kelompok tani hutan di lakukan oeh beberapa
peran terkait di bidang kehutan di antaranya adalah penyuluh
kehutanan,penyuluh kehutanan berperan sebagai fasilitator dalam pembentukan
kelompok tami hutan(KTH) meliputi pemberian fasilitas pemanfaatan hasil hutan
bukan kayu dan juga pendampingan kelompok itu sendiri.Pemanfaatan yang di
lakukan oleh KTH biasanya berorientasi kepada hasil hutan bukan kayu. Hasil
Hutan Bukan Kayu selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan berupa
benda-benda hayati dan non hayati berikut turunannya selain kayu, seperti rotan,
getah, minyak kayu putih, kulit dan lain sebagainya yang dihasilkan dari hutan
serta olahannya.Dalam memanfaatkan HHBK ini di perlukan kerjasama berbagai
pihak.dengan membangun SDM yang mandiri bagi KTH itu sendiri.
Peningkatan kapasitas SDM KTH adalah peningkatan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan anggota dan pengurus KTH melalui kegiatan praktek magang, studi
banding dan kunjungan ke Kelompok Tani Hutan yang sudah maju, pelatihan,
kursus, sekolah lapang, seminar, lokakarya, sosialisasi dan kegiatan lainnya.
a.KTH memiliki azas:
Kekeluargaan,kerjasama,kesetaraan,partisipatif,keswadayaan. b.KTH
memiliki ciri:
kegiatan yang berkaitan dengan bidang kehutanan,ketergantungan
terhadap hutan dan/atau komoditas kehutanan sebagai sumber
kehidupannya,tujuan bersama untuk meningkatkan taraf hidup dan perekonomian
melalui usaha dibidang kehutanan.
c.KTH memiliki fungsi sebagai media:
pembelajaran masyarakat,peningkatan kapasitas anggota,pemecahan
permasalahan,kerjasama dan gotong royong,pengembangan usaha produktif,
pengolahan dan pemasaran hasil hutan,peningkatan kepedulian terhadap
kelestarian hutan.

2.2 Madu kelulut

2.2.1 Pengertian lebah kelulut

Lebah tanpa sengat atau kelulut adalah kelompok lebah berukuran kecil
yang termasuk dalam sebuah kelompok bernama Meliponini dan masih
berkerabat dekat dengan lebah madu bersengat (Apis spp.) dalam suku Apidae.
Ciri-ciri lebah tanpa sengat antar lain tubuh nya terbagi ke dalam tiga bagian
meliputi kepala, dada (thorax), dan abdomen. Pada bagian thorax dapat dijumpai
dua pasang sayap dan tiga pasang tangkai. Khusus pada tungkai belakang
dilengkapi dengan pollen basket. Di bagian kepala terdapat sepasang mata
majemuk dan 3 mata sederhana (oseli). Sepasang antenna menjadi organ peraba,
berada di dekat mata. Kelompok lebah tanpa sengat hidup di kawasan tropis
sampai lintang yang sedikit lebih tinggi (subtropis). Di dunia ada lebih dari 500
jenis lebah tanpa sengat. Amerika tropis menyumbangkan sebanyak 300 jenis,
Afrika sebanyak 50 jenis. Asia memiliki setidaknya 60 jenis, sedangkan
Australia sekitar 10 jenis (Bradbear, 2009).
Dalam catatan Rasmussen (2008), Indonesia sendiri memiliki setidaknya
40 jenis lebah tanpa sengat, terbagi dalam beberapa marga antara lain:
Geniotrigona, Heterotrigona, Lepidotrigona, dan Tetragonula. Nama-nama lokal
di Indonesia antara lain: kelulut (melayu), klanceng (jawa), teuweul (sunda),
gala-gala (minang), keledan (Lombok), ketape (Sulawesi), dll. Saat ini jenis jenis
yang telah banyak dipelihara oleh para pemelihara lebah antara lain:
Heterotrigona itama, Geniotrigona thoracica, Lepidotrigona terminata,
Tetragonula biroi, dan T. laeviceps.
Lebah kelulut memiliki cara hidup eusosial, sama seperti lebah Apis dan
beberapa serangga lain seperti semut, dan rayap. Eusosial adalah perilaku hidup
bersama, dengan sistem pembagian kerja. Dalam sistem sosial lebah ada satu
(atau terkadang lebih dari satu) ratu lebah, ratusan lebah jantan (drone), dan
ratusan sampai ribuan lebah pekerja. Ratu berkelamin betina dan fertil. Tugas
ratu adalah bertelur dan menjadi pemimpin. Satu „keluarga‟ lebah ini disebut
sebagai satu koloni. Lebah jantan atau drone dihasilkan dari telur yang tidak
dibuahi (Kwapong et al., 2010).
Satusatunya tugas lebah jantan adalah mengawini ratu. Lebah pekerja
merupakan lebah berkelamin betina steril (tidak menghasilkan keturunan). Lebah
pekerja memiliki beberapa tugas, baik dalam membangun dan merawat sarang,
menjaga keamanan, dan mengumpulkan pakan. membangun sarang adalah
campuran resin tanaman dan lilin lebah. Campuran material ini disebut sebagai
cerumen (Michener, 2013). Lebah-lebah pengumpul akan mengambil getah
tanaman dan diangkut di tungkai belakangnya. Resin tanaman ini bersifat lengket
dan digunakan untuk struktur sarang dan membangun kantong-kantong telur dan
cadangan makanan. Sedangkan lilin lebah dihasilkan oleh kelenjar pada bagian
ventral abdomen. Pada beberapa bagian, getah tanaman ini dicampur dengan
material padatan lain seperti pasir atau tanah liat untuk memperkuat struktur
(disebut batumen). Di dalam sarang, lebah-lebah membangun sebuah kota kecil –
jika boleh dianalogikan seperti itu – yang mendukung kehidupan koloni. Lebah
konstruksi membangun setiap bagian sarang, mulai dari pintu masuk, sampai
bagian dalam sarang. Lebah-lebah tersebut senantiasa menjaga agar sarang tidak
mengalami kebocoran dengan menutup setiap lubang selain pintu masuk sarang.
Bola-bola kecil berjumlah ribuan disusun dengan konfigurasi tertentu untuk
meletakkan telur. Bola-bola kecil yang masih terbuka kemudian diisi bahan
makanan bagi calon larva. Di atasnya ratu menempatkan telur. Setelah telur
diletakkan, kantong telur kemudian ditutup dengan sempurna.
Berbeda dengan lebah Apis yang memberi makanan pada larva setelah
telur-telur menetas, lebah tanpa sengat telah mempersiapkan makanan di awal,
sebelum telur diletakkan. Makanan larva terdiri dari pollen yang telah dicampur
dengan madu. Larva yang baru menetas akan memakan „bekal‟ yang telah
dipersiapkan untuk pertumbuhannya sampai kemudian menjadi pupa.
Aktivitas di luar sarang dilakukan mulai dari pagi hari sampai menjelang petang,
terdiri dari mencari dan mengumpulkan pakan, maupun material sarang.
Lebah-lebah pekerja yang bertugas mencari sumber pakan dan material sarang
(scout bees) akan mengeksplorasi lingkungan di sekitar sarang. Keberadaan
sumber pakan dan material sarang akan diinformasikan ke koloni. Selanjutnya
lebah pengumpul (collecting bees) akan bertugas memanen nektar (sari bunga)
dan serbuk sari sebagai pakan, dan propolis sebagai material utama sarang.
Nektar diambil dengan mulut dan masuk dalam suatu kantong di tubuh lebah
yang biasa disebut crop. Sedangkan serbuk sari dan propolis yang dipanen
kemudian dibawa pada bagian tibia kaki belakang lebah, yang biasa disebut
pollen basket. Jika diamati lebih detail, pollen basket sebenarnya adalah suatu
daerah di bagian tibia kaki belakang yang dilengkapi rambut-rambut halus yang
bisa menahan serbuk sari maupun propolis tetap menempel. Dalam proses
mengumpulkan nektar dan serbuk sari inilah peluang terjadinya penyerbukan
bunga. Serbuk sari seringkali menempel dalam tubuh lebah dan kemudian jatuh
pada putik. Jatuhnya serbuk sari pada putik memungkinkan terjadinya
pembuahan pada bakal biji di dalam bunga itu sendiri. Di kawasan tropis, lebah
tanpa sengat diperkirakan merupakan agen penyerbuk yang dominan. Ukuran
tubuh mereka yang kecil memungkinkan lebah mampu masuk ke bunga-bunga
berukuran kecil. Meskipun berukuran kecil, namun lebah-lebah tersebut mampu
menjangkau kanopi hutan, dan mengambil nektar dan serbuk sari di tajuk.

2.3 MONITORING BUDIDAYA MADU KELULUT

2.3.1 Tahap Awal Monitoring Dalam Budidaya Madu Kelulut


Monitoring merupakan suatu tindakan pemantauan suatu kegiatan untuk
menapai kualitan dan kuantitas yang ingin di harapkan.Langkah awal dalam
menyiapkan pemeliharaan lebah adalah menilai daya dukung lingkungan.
Penilaian ini penting untuk menentukan layak atau tidaknya memelihara lebah di
suatu lokasi. Kelayakan ini juga mempertimbangkan jenis lebah yang akan
dipelihara, dan jumlah koloni yang akan dipelihara.
Setiap jenis lebah memerlukan kondisi lingkungan yang spesifik. Tiap
jenis juga memiliki toleransi yang berbeda. Di Indonesia, meskipun
perkembangan perlebahan cukup pesat, namun literatur yang komprehensif
mengenai penilaian lingkungan ini masih sangat terbatas, dan umumnya masih
bersifat kualitatif. Aspek lingkungan yang pertama dinilai adalah kondisi fisik
lingkungan. Parameter yang bisa dilihat misalnya temperatur dan kelembaban
udara, serta curah hujan rata-rata tahunan.
Lokasi ideal untuk budidaya lebah memiliki suhu udara yang sejuk (tidak
panas namun juga tidak dingin). Suhu 20-30 C menjadi kisaran yang cukup ideal.
Curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan lebah kurang aktif. Selanjutnya,
komponen yang diidentifikasi adalah potensi sumber pakan (baik penghasil nektar
maupun serbuk sari), sumber propolis, maupun keberadaan air. Potensi sumber
pakan harus terpenuhi sepanjang tahun, dan jumlahnya melimpah. Informasi
mengenai periode pembungaan dari berbagai jenis tanaman mutlak diketahui
seorang pembudidaya. Untuk mengetahui ketersediaan pakan, seorang
pembudidaya wajib memiliki kalender pembungaan. Pembudidaya biasanya
menanam tanaman berbunga sepanjang tahun sebagai cadangan dalam masa-masa
krisis, saat sumber pakan sangat terbatas.
Lebah memiliki radius jelajah terbang tertentu, tergantung dari jenisnya.
Daya jelajah ini dijadikan pertimbangan dalam penilaian daya dukung
lingkungan. Usahakan penempatan koloni lebah sedekat mungkin dengan sumber
pakan. Selain untuk pertimbangan potensi pakan dan material sarang lebah dalam
radius jelajah, juga perlu diperhatikan potensi ancaman bagi koloni lebah,
misalnya potensi lahan pertanian yang menggunakan pestisida.
Lokasi yang ideal untuk pemeliharaan lebah harus bebas dari paparan
pestisida. Penilaian kondisi lingkungan menjadi kunci awal kesuksesan budidaya
lebah. Pembudidaya yang melalaikan penilaian lingkungan seringkali
menemukan kendala di belakangnya, seperti lebah yang tidak pernah
menghasilkan madu, atau bahkan koloni lebahnya semakin habis. Kualitas
lingkungan adalah kunci awal Kunci awal keberhasilan budidaya lebah adalah
lokasi yang tepat yang mendukung budidaya.
Kriteria umum lokasi yang ideal sebagai tempat budidaya kelulut sebagai
berikut: Beriklim sejuk, potensi pakan melimpah sepanjang tahun, tersedia
air.Lokasi di mana secara alami banyak dijumpai koloni liar: sekitar hutan &
lahan agroforestri. Perlu diperhatikan bahwa untuk memulai meliponikultur perlu
persiapan yang memadai, meliputi:Ketersediaan pakan Lebah sangat
membutuhkan lingkungan yang kaya akan sumber pakan maupun material
sarang. Bagi peternak lebah, memiliki lokasi yang ideal, di mana banyak tersedia
tanaman penghasil nectar dan pollen menjadi modal utama untuk mencapai
kesuksesan. Jenis-jenis tanaman pendukung budidaya adalah sebagai berikut:

a. Penghasil nektar Nektar adalah cairan manis yang dihasilkan oleh tumbuhan
pada kelenjar nektarin. Kelenjar ini umumnya terletak pada bunga, meskipun
kelenjar ini juga bisa dijumpai di ketiak daun. Nectar yang dihasilkan kelenjar
pada bunga biasanya disebut nectar floral, sedangkan nectar dari kelenjar selain
pada bunga disebut nectar ekstrafloral. Tanaman penghasil nektar floral antara
lain: randu, kaliandra, tanaman air mata pengantin. Sedangkan tanaman
penghasil nektar ekstrafloral misalnya akasia daun lebar Acacia mangium, dan
karet. b. Penghasil serbuk sari (pollen)
Serbuk sari adalah pembawa gamet jantan pada perkembangbiakan tumbuhan.
Pollen bisa dijumpai pada bunga, tepatnya pada benang sari. Sumber pollen yang
disukai misalnya kelapa, bunga matahari, widelia, bayam. c. Penghasil resin
Resin adalah eksudat tanaman yang keluar pada saat tanaman mengalami luka.
Resin bisa muncul dari berbagai bagian tumbuhan, seperti batang, dahan, bahkan
bunga. Beberapa contoh tumbuhan penghasil resin yang disukai lebah kelulut:
mangga, manggis, nangka, damar, dan meranti-merantian.
Untuk mendapatkan gambaran ketersediaan kelompok tanaman
pendukung, maka perlu dibuat Kalender Pembungaan. Kalender pembungaan
berisi daftar jenis tanaman sumber pakan dan musim pembungaannya. Dengan
adanya informasi ini, peternak lebah bisa mengetahui bila ada masa-masa kurang
pakan, dan mengambil tindakan yang diperlukan.
Kondisi fisik lingkungan Kondisi fisik lingkungan antara lain terdiri dari:
• Suhu, suhu ideal Antara 20-30o C, paling ideal sekitar 26 oC • Kelembaban
sedang, tidak terlalu kering, dan tidak terlalu lembab • Angin, lokasi hendaknya
terlindung dari angin kencang
Kondisi lahan yang ideal Lahan ideal hendaknya dekat dengan sumber
pakan dan sumber material sarang (tanaman bergetah) sesuai dengan poin
pertama yang telah disebutkan di atas. Selain itu, hendaknya lahan tempat
budidaya memiliki pohon-pohon naungan. Tersedia air di sekitar lokasi. Bebas

2.3.2. Monitoring Persiapan Media Budidaya Madu Kelulut


Untuk bisa memelihara lebah madu, kita perlu menyiapkan media yang
akan digunakan sebagai tempat meletakkan koloni yang kita pelihara. Rumah
lebah, bisa dibilang begitu. Sederhananya, rumah lebah adalah media tempat
hidup koloni. Ada banyak bentuk dan rupa rumah lebah, stup atau peti lebah
adalah yang paling umum digunakan. Pada prinsipnya, rumah lebah merupakan
wadah buatan yang digunakan untuk pemeliharaan lebah, menjadi tempat hidup
dan berkembang biak suatu koloni lebah. Di dalam media sarang ini lebah
membangun sarang, meletakkan telur-telur sampai menetas, merawat lebahlebah
muda, menyimpan cadangan makanan.
Kelangsungan hidup satu koloni tergantung pada media sarang ini. Kotak
budidaya yang terbuat dari papan kayu adalah tipe yang biasa digunakan. Bentuk
stup lebah perlu disesuaikan dengan karakteristik lebah yang akan dipelihara. Hal
ini karena tiap jenis lebah tanpa sengat memiliki konfigurasi bentuk sarang yang
berbeda-beda. Sebenarnya belum ada yang membuat aturan baku dalam
mendesain kotak sarang bagi lebah trigona. Sebagian besar berdasarkan
pengalaman para peternak lebah, karenanya bisa kita jumpai banyak variasi
model atau desain stup. Kotak budidaya untuk koloni lebah dari jenis
Tetragonula laeviceps biasanya berbentuk kotak memanjang dengan posisi
lubang pintu sarang di bagian depan. Ukuran volume yang biasa dipakai adalah
12x10x30 cm. Untuk memudahkan pemanenan madu dan beebread, bagian
tengah kotak bisa diberikan sekat sebagian yang memisahkan kotak menjadi dua
kompartemen, bagian depan untuk penempatan brood, bagian belakang untuk
penyimpanan madu. Pemecahan koloni (splitting) Saat koloni dalam kondisi
optimal, ditandai dengan jumlah lebah pekerja, telur, dan cadangan pakan yang
berlimpah; maka kita bisa melakukan perbanyakan koloni melalui pemecahan
atau biasa disebut splitting.
Teknik propagasi ini bisa dilakukan dengan membagi koloni menjadi dua
bagian, baik lebah pekerja, telur, maupun cadangan pakannya. Salah satu kunci
kesiapan koloni lebah telah siap dipecah adalah adanya royal cell atau calon ratu
baru yang masih berupa pupa. Memecah koloni memiliki resiko kegagalan yang
cukup tinggi sehingga diperlukan pengalaman yang memadai. a. Penempatan
Koloni-Koloni Lebah
Setelah mendapatkan lokasi yang ideal, tentunya kita juga perlu tahu tips
dan trik untuk mengoptimalkan budidaya lebah yang kita kelola. Salah satu hal
yang penting kita ketahui adalah penempatan stup-stup lebah yang kita pelihara.
Ada beberapa tips agar budidaya kita berhasil:
1. Tempatkan stup lebah menghadap arah matahari terbit. Semakin cepat stup
lebah terkena cahaya matahari pada pagi hari, sehingga lebah-lebah segera
menjalani aktivitasnya. Perlu diingat bahwa nektar tersedia melimpah pada pagi
hari, dan akan menguap saat terkena panas matahari.
2. Posisikan stup dekat dengan sumber pakan. Semakin dekat dengan sumber
pakan, waktu jelajah lebah dalam mengumpulkan pakan berupa nektar dan
serbuk sari menjadi lebih cepat. Begitu juga energi yang dibutuhkan untuk hilir
mudik mengunjungi bunga-bunga sumber pakan jadi lebih efisien.
Memindahkan atau menggeser stup koloni lebah Mengetahui perilaku lebah
menjadi hal yang wajib diketahui oleh seorang pembudidaya lebah kelulut. Salah
satunya dalam hal memindahkan stup-stup koloni aktif. Memindahkan stup
koloni lebah tidak bisa dilakukan sembarangan. Lebah memiliki ingatan di mana
rumah mereka berada. Lebah akan selalu kembali ke lokasi di mana sarang
mereka berada. Kesalahan pemindahan bisa berujung berkurangnya jumlah lebah
pekerja karena tersesat sehingga tidak b.hama dan binatang pengganggu
Berbagai hama dan pengganggu bisa mengancam kelangsungan hidup
koloni lebah kelulut. Hama dan pengganggu bisa berupa parasit dan predator
(pemangsa). Kerugian yang didapatkan antar lain bisa menyebabkan koloni
musnah, atau setidaknya menurunkan produktivitasnya. Binatang pengganggu
bagi kelulut antara lain: Kumbang / Coleoptera,Lalat buah,BSF (Black Souldier
Flies),Kutu ,Semut,Laba-laba,Cicak danTokek,Kadal,Kodok,Seriti/ burung
wallet, Ayam,Monyet, dll
Untuk mengurangi resiko serangan hama parasit maupun predator,
disarankan untuk: Melakukan pemantauan rutin Tidak membuka sarang/kotak
jika tidak perlu Menjaga kebersihan lingkungan Segera mengisolasi koloni jika
terserang parasit Rutin membersihkan sarang laba-laba Memberi antisemut:
kapur/oli bekas Untuk serangan seriti bisa dengan memasang benda-benda
berkilauan di sekitar peternakan, seperti piringan-piringan CD (Compact Disk)
bekas yang digantung.
c. Perawatan Koloni Lemah
Koloni lemah bisa disebabkan karena serangan hama/pengganggu, atau
mendapat serangan dari koloni lain. Jika dijumpai ratu mati, maka bisa dilakukan
donor royal cell (calon ratu baru yang berbentuk pupa). Royal cell ini diambilkan
dari koloni lain dengan catatan harus dari jenis yang sama. Demikian pula jika
jumlah pekerja berkurang secara drastis, maka bisa diberikan pupa pekerja dari
koloni lain dari jenis yang sama. d. Pengayaan Pakan
Pakan lebah terdiri dari nektar dan pollen. Nektar merupakan sumber gula
yang dioleh sebagai energi bagi lebah untuk berktivitas, sedangkan pollen atau
serbuk sari bunga menjadi sumber protein bagi lebah. Protein erat hubungannya
dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan makhluk hidup. Jika aktivitas lebah
menurun, sumber nektar perlu dievaluasi kecukupannya. Sumber nektar sebagai
suplai energi menyebabkan lebah menjadi kurang aktif. Jika telur lebah
jumlahnya berkurang, maka sumber pollen yang perlu dievaluasi, bisa jadi terjadi
kekurangan pollen sebagai sumber protein. Pada prinsipnya, untuk menjaga
koloni-koloni lebah kelulut tetap sehat dan menghasilkan produk yang bisa
dipanen, maka diperlukan lingkungan yang menyediakan sumber pakan yang
melimpah sepanjang tahun. Pastikan bahwa sumber pakan tersedia dalam radius
jelajah lebah kelulut. Untuk kelulut berukuran besar, radius jelajah maksimal bisa
mencapai 1 km, namun idealnya sumber pakan tersedia sedekat mungkin dengan
lokasi budidaya. Untuk kelulut kecil, radius jelajahnya lebih pendek, sekitar 200
meter saja.
e. Pemanenan Madu
Salah satu produk yang dapat dipanen dari lebah tanpa sengat adalah madu.
Perlu dipahami adalah bahwa madu merupakan cadangan makanan bagi koloni
lebah. Dalam mengambil madu dari koloni lebah yang kita pelihara hendaknya
dilakukan secara bijak. Pemanenan madu bisa dilakukan jika kondisi koloni
sehat, musim yang mendukung, dan sumber pakan melimpah. Untuk bisa
memproduksi madu dalam jumlah yang layak tentunya sangat tergantung
ketersediaan pakan di sekitar lokasi budidaya. Jika lingkungan sekitar lokasi
ternak kaya akan sumber pakan, kita mungkin bisa memanen madu dari koloni
lebah yang dipelihara tiap satu bulan sekali.
Dalam kondisi lingkungan yang kurang ideal, waktu pemanenan akan
lebih lama. Puncak musim panen adalah pada saat bebungaan melimpah. Pada
musim penghujan, produktivitas koloni biasanya akan turun mengingat aktivitas
lebah-lebah dalam mengumpulkan cadangan makanan juga menurun secara
signifikan. Pada masa-masa inilah lebah akan memanfaatkan cadangan makanan
yang mereka miliki. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam
pemanenan madu: -Prosedur pemanenan yang mengutamakan kelestarian antara
lain dengan meminimalkan lebah yang mati.
Panen madu hanya saat simpanan madu melimpah. Sisakan madu sebagai
cadangan pakan. -Pastikan umur madu telah layak panen, ditandai dengan pot
madu yang tertutup rapat dan tidak ada buih. -Hindari madu tercampur pollen,
agar madu tidak cepat mengalami fermentasi. -Prosedur pemanenan higienis;
peralatan bersih dan memenuhi standar pangan (foodgrade), menggunakan
sarung tangan. Pengemasan disarankan menggunakan botol kaca. Alternatif lain
adalah botol plastik foodgrade sekali pakai. Salah satu yang biasa digunakan
adalah plastik tipe PET. -Meminimalkan kontak antara madu dengan udara bebas
agar kadar air terjaga.
Metode pemanenan madu untuk jenis kelulut kecil seperti marga
Tetragonula umumnya dengan cara diperas. Dengan memeras pot-pot madu
seperti ini, biasanya madu yang diperoleh akan terpapar beebread (roti lebah).
Sedangkan untuk kelulut besar yang dipelihara dengan sistem topping,
pemanenan umumnya dilakukan dengan menyedot madu menggunakan alat
sedot madu. Kelemahan menggunakan metode sedot biasanya madu menjadi
mudah mengeluarkan gas. Alat sedot yang tidak steril dari mikrobia juga
beresiko membahayakan koloni lebah. Menjaga kualitas Mengingat karakter
madu kelulut yang memiliki kadar air yang tinggi, maka beberapa metode untuk
mempertahankan kualitas madu antara lain:
1. Pasteurisasi 2. Mengurangi kadar air 3. Melanjutkan fermentasi 4. Simpan
dalam lemari pendingin (suhu 4o C) Cara ke empat direkomendasikan untuk
peternak skala kecil karena tidak membutuhkan teknologi yang rumit. Dengan
metode penyimpanan suhu 4 o C juga menjamin madu tetap dalam kondisi yang
baik meskipun disimpan dalam waktu yang lama.
Pengemasan madu Madu kelulut membutuhkan pengemasan yang baik
untuk menjaga kualitasnya. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian antara
lain: Usahakan menggunakan botol kaca. Sterilkan botol terlebih dahulu dengan
pasteurisasi. Madu kelulut yang telah dikemas disarankan disimpan dalam lemari
pendingin (chiller) untuk menghambat fermentasi. f. Pemasaran Madu
Legalitas Produk Madu Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI no 22 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pemberian Sertifik
Produksi Pangan Industri Rumah Tangga menyebutkan bahwa MADU
merupakan salah satu jenis produk yang diijinkan untuk memperoleh SPP-IRT.
Pemasaran Permintaan madu lebah kelulut saat ini menunjukkan pola yang
menanjak. Hal ini tak lepas dari semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
akan manfaat madu dalam menjaga kesehatan. Madu kelulut dipasarkan dalam
kemasan botol berbahan kaca atau botol plastik food grade. Label kemasan
sebaiknya mencantumkan nama produk, asal tempat, dan volume madu. Untuk
ijin edar bisa dikonsultasikan dengan dinas kesehatan setempat.
2.4 Evaluasi budidaya madu kelulut

Evaluasi merupakan suatu tahapan proses yang di lakukan untuk


menyempurnakan ataupun memperbaiki tahapan-tahapan yang telah di lewati.bai
berupa kenerja maupun kesalahan-kesalahan yang di lakukan selama proses ya g
telah di lakukan
Terbatasnya pengetahuan dan pemahaman kelompok tentang budidaya
lebah Trigona Spp. dan pengelolaan panen madu merupakan faktor yang dapat
menurunkan produktivitas usaha budidaya lebah itu. Madu sesungguhnya mampu
menjadi komoditi unggulan dari desa Antapan, namun bila pengetahuan serta
pemahaman kelompok peternak masih rendah, tentu saja dapat menjadi halangan
bagi kemajuan produktivitas dan kualitas dari madu yang dihasilkan. Dari
permasalahan yang terdapat di kelompok tersebut adalah berdampak kepada
produksi madu yang selama ini dihasilkan baik dari segi kualitas maupun dari
segi kuantitasnya belum optimal sehingga belum mampu memberi kontribusi
optimal terhadap pendapatan masyarakat. (M. Dewantari 2019)

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan di desa rantau langsat bertempat di
kelompok tani hutan jelemu banggayuan desa rantau langsat

3.2 Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelompok tani


hutan jelemu banggayuan . Alat-alat yang digunakan berupa kamera,kuisioner
dan tabel evaluasi .

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Analisis Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer, yaitu data yang dikumpulkan
dan dioleh sendiri oleh peneliti langsung dari objek penelitian. Data yang
dikumpulkan berupa hasil monitoring dan evaluasi dari objek yang di amati
3.3.2 Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan kuisioner
Kuisioner di perlukan untuk menggali informasi terbaru yang di dapatkan
di lapangan dengan teknik wawancara
2. Persiapan bahan evaluasi
Bahan evaluasi di persiapkan untuk melakukan perbandingan hal-hal
yang nanti nya akan di lakukan suatu evaluasi dari hasil yang di dapat di
lapangan
3. Monitoring
Melakukukan pengecekan baik teknis maupun sistem dalam budidaya
madu di kelompok tani hutan jelemu banggayuan
4. Evaluasi
Melakuakan evaluasi terhadap hal yang telah di data melalui proses
monitoring

KUISIONER

Nama:
Umur:
Pekerjaan:
Kuisioner dampak KTH
1.Bagaimana pendapat bpk/ibu dalam upaya taman nasional bukit tigapuluh
membentuk suatu kelompok tani hutan ini?
Jawab:

2.Apakah bpk/ibu paham mengenai tujuan pembentukan kelopok tani hutan ini?
Jawab:

3.Apakah program ini bermanfaat bagi bpk/ibu untuk menunjang pengetahuan


maupun ekonomi bpk/ibu?
Jawab:
4.Apakah peran penyuluh kehutanan dapat membantu bpk/ibu
dalam pengngembangan kelompok tani hutan ini?
Jawab:
5. apa harapan bpk/ibu yang perlu sampaikan untuk pengembangan kelompok tani
hutan ini?
Jawab:
Kusioner budidaya madu kelulut:
1.berapakah jumlah panen yang dapat di hasilkan selama terbentuk nya KTH ini?
Jawab?

2.Bagaimanakah sisistem pengelolaan yang bpk/ibu lakukan untuk meningkatkan


produktifitas madu kelulut ini?
Jawab
3.Apakah saat pemanenan ada pembagian kerja yang bpk/ibu lakukan?
Jawab

4.Bagaimana perawatan yang bpk/ibu lakukan dalam budidaya madu kelulut ini?
Jawab:
5.bagaimana metode yang bpk/ibu lakukan apakah mengikuti anjuran dari
penyuluh atau tidak
Jawab
6:Bagaimana pemasaran yang bpk/ibu lakukan setelh melakukan pemanenan?
Jawab:
BAHAN EVALUASI

kesalahan Penyempurnaan Sudah baik


1

3
4

Anda mungkin juga menyukai