Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN AKHIR PRAKTEK KERJA LAPANG

PKL 1 GELOMBANG 4

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Ketua : Zulfikri Basri M021201001
Anggiota : Agnes Meilani M021201019
Ragga Ada’rannuan M011191111
Wiwiek Dwi Pratiwi M011201204
Muhammad Akbar S. M011201124
Irma Oktavianingsih M011201259
Muh. Idris M011201041
Sagiman Sadjidin M011201162
Rani Fasira M011201068
Dwyna Mulyani Sadri M011201152
Putri Nadya Salsabila M021201038
Pendamping : Aldin Al-Rasyid Laora

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan Kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta


alam. Atas izin dan karunia-Nya, sehingga saya diberikan kesehatan serta
kesempatan untuk dapat menyelesaikan laporan ini tepat waktu. Tak lupa pula
penyusun Hantarkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah
Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Penyusunan laporan berjudul “Laporan Akhir Praktek Kerja Lapang Pkl 1
Gelombang 4” bertujuan untuk memenuhi tugas akhir dari praktek kerja lapang.
Selama proses penyusunan laporan ini, penyusun mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan banyak
terima kasih.
Akhirul kalam, penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
sempurna. Besar harapan penyusun agar pembaca berkenan memberikan umpan
balik berupa kritik dan saran. Semoga laporan ini bisa memberikan manfaat bagi
berbagai pihak. Aamiin.

Maros , 08 Februari 2023


Penyusun

Kelompok 3
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena terdapat hubungan antara
masyarakat tumbuh-tumbuhan pembentuk hutan, binatang liar, dan lingkungannya
tidak berdiri sendiri, tetapi saling mempengaruhi dan sangat erat kaitannya. Hutan
sebagai tempat tinggal bagi spesies tumbuhan ataupun hewan, serta menyediakan
lahan untuk pemukiman dan pertanian (Cahyanto, 2014).
Banyaknya jenis tumbuhan yang membentuk hutan rakyat yang tergabung
dalam kelompok hasil hutan bukan kayu ini dapat berdampak pada waktu
penerimaan. Pendapatan kali ini sangat menguntungkan petani karena dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lebih lanjut, keberadaan hasil hutan bukan kayu
(HHBK) membawa manfaat sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan di semua
lapisan masyarakat. Namun sayangnya, keberadaan HHBK ini belum
dimanfaatkan secara maksimal, bahkan ketika pemanfaatan HHBK telah
dilaksanakan secara optimal hanya terjadi pada jenis-jenis HHBK tertentu, oleh
karena itu HHBK tersebut masih bersifat lokal. (Diniyati dkk, 2015).
Mengingat potensi penting HHBK sebagai sarana meningkatkan
kesejahteraan masyarakat maka Kementerian Kehutanan meluncurkan kebijakan
yang mendorong pengembangan HHBK, yaitu melalui usaha pemanfaatan HHBK
di hutan alam dan usaha pemanfaatan HHBK di hutan tanaman. Pengembangan
HHBK di hutan alam sulit diimplementasikan karena sistem silvikultur
pemanfaatan HHBK di hutan alam serta informasi tentang jenis, potensi dan
penyebarannya belum tersedia atau tersedia secara terbatas. Selain itu, hutan alam
umumnya memiliki beragam jenis HHBK yang potensi setiap jenisnya rendah.
Dalam kondisi demikian, hanya beberapa jenis HHBK dengan potensi besar yang
dapat dikembangkan (Puspitojati, 2011)
Pinus merkusii Jungh et de Vriese merupakan jenis primadona (60%) yang
ditanam dalam Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air khususnya kegiatan
reboisasi dan penghijauan oleh pemerintah melalui Kementerian Kehutanan yang
telah dilaksanakan sejak era tahun 60-an. Pemilihan jenis pinus tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: tersedianya benih cukup banyak, laju
pertumbuhannya cepat bahkan dapat menjadi jenis pionir dan dapat tumbuh pada
lahan-lahan yang marginal. Penanaman Pinus secara luas tidak menjadi
penyesalan karena hasil dari kegiatan baik reboasasi maupun penghijauan tersebut
tergolong sukses membentuk tegakan pinus yang banyak menambah devisa
negara dan meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat baik di Pulau Jawa
maupun di luar Pulau Jawa sampai sekarang (Jawa dkk., 2005).
Pinus merkusii dengan sebaran eko-geografisnya yang luas sebagai satu-
satunya generasi yang didistribusikan dibelahan bumi selatan sedang di
konfirmasi bahwa jumlah pohon pinus biasanya bertambah banyak, terutama di
daerah terganggu di daerah tropis dengan suhu tahunan 21 0C sampai 280C. Pinus
adalah salah satu jenis pohon utama yang akan ditanam dalam skema perkebunan
karena karakteristik, manfaat, dan khasiatnya. Populasi pinus juga meningkat
pendapatan dari penyadapan resin dan 61% dilihat dari sisi nilai ekonomi dan
pinus juga memainkan perananan ekologis melalui efeknya pada siklus air
(Indrajaya dan Wuri, 2008).
Variasi tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi perubahan variasi morfologi yaitu :
ketinggian tempat, suhu, kelerengan dan vegetasi umum. Faktor genetik akan
berperan dengan baik jika faktor lingkungan dalam keadaan optimum atau jika
faktor lingkungan berada dalam keadaan optimum, pertumbuhan dan hasil
tanaman akan sangat ditentukan oleh faktor genetiknya (Sufardi, 2020).
Perbedaan kondisi lingkungan berdasarkan lokasi yang berbeda berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman, kecuali daunnya. Semakin tinggi tempat tumbuh,
maka akan semakin menurun pertumbuhan tinggi tanaman tersebut. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan unsur-unsur iklim di dua lokasi tersebut,
dimana unsur iklimlah yang menyebabkan perubahan atau sangat mempengaruhi
fisiologis tumbuhan (Herwati dkk. 2008).
Salah satu tanaman yang memiliki potensi dan bisa dikembangkan jadi
komoditas yang dapat dijumpai dengan mudah adalah jenis pohon aren. Di
Indonesia tanaman aren banyak terdapat dan tersebar hampir diseluruh wilayah
Nusantara, khususnya di daerah perbukitan dan lembah. Pohon aren dapat tumbuh
pada ketinggian 9-1.400 meter di atas permukaan laut. Namun yang paling baik
pertumbuhannya pada ketinggian 500-800 meter di atas permukaan laut dengan
curah hujan lebih dari 1.200 mm setahun atau pada iklim sedang dan basah
(Rafi’i, 2010).
Burung merupakan komponen ekosistem yang memiliki peranan penting
dalam mendukung berlangsungnya suatu siklus kehidupan organisme. Keadaan
ini dapat dilihat dari rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan yang membentuk
sistem kehidupannya dengan komponen ekosistem lainnya seperti tumbuhan dan
serangga. Manfaat burung antara lain adalah peran ekologisnya yang secara jelas
dapat dilihat dan dirasakan langsung. Peran tersebut adalah seperti membantu
penyerbukan bunga (burung sesap madu), pemakan hama (burung pemakan
serangga atau tikus) dan penyangga ekosistem (terutama jenis burung pemangsa).
Fungsi utama burung disuatu lingkungan adalah pengontrol serangga sebagai
hama (Jurati dkk., 2015).
Selain jenis aves, terdapat juga jenis hewan reptil dan juga mamalia pada
tegakan hutan yaitu ular dan juga babi hutan. Keadaan reptil pada suatu varietas
dapat berdampak baik yaitu sebagai predator bagi hama atau serangga perusak
yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Berbeda dengan babi hutan,
meskipun tidak memiliki pengaruh baik bagi tanaman namun memiliki peran
penting dalam mata rantai makanan sebagai mangsa predator tingkat tinggi. Maka
dari itu, perlu diketahui potensi yang ada pada suatu tegakan hutan baik potensi
tegakan pinus, tegakan aren, serta keanekaragaman flora dan fauna yang ada pada
suatu ekosistem.
1.2 Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dan kegunaan dari Praktek Kerja Lapang ini yaitu untuk :
1. Merencanakan dan merekonstruksi tata batas
2. Memperoleh informasi terkait potensi pinus dan hasil hutan bukan kayu
berupa aren, informasi karakteristik bentang alam berupa flora & fauna,
serta sosial ekonomi masyarakat sekitar Hutan Pendidikan Unhas.
3. Memperoleh informasi mengenai simpanan karbon pada hutan alam dan
hutan tanaman, serta pembuatan rancangan rehabilitasi.
4. Menganalisis laju erosi, membuat delinasi Daerah Tangkapan Air,
mengetahui cara pengukuran dimensi sungai menggunakan metode paralon
PCC dan membuat bangunan KTA.
5. Mengetahui teknik penyadapan pinus.
6. Melakukan penanaman untuk memperbaiki fungsi hutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Penataan Areal Kerja


Penataan kawasan hutan merupakan kegiatan yang dirancang satuan unit
pengelolaan hutan diareal yang mencakup pengelompokan sumberdaya hutan
sesuai dengan tipe ekosistem dan fungsi kawasan serta potensi yang terkandung
didalamnya dengan tujuan memperoleh manfaat yang sebesarnya secara lestari,
selain memiliki fungsi dominasi sebagai fungsi produksi baik produksi hutan alam
dan hutan tananam, namun juga dalam kegiatan penataan hutan areal tersebut
dimungkin terdapat beberapa fungsi areal antara (Fazriyas, 2010) :
1. Fungsi lindung.
2. Fungsi hutan kemasyarakatan.
3. Fungsi ekowisata.
4. Fungsi hutan tanaman rakyat.
5. Fungsi jasa lingkungan lainnya.
Kegiatan penataan batas kawasan meliputi beberapa kegiatan yaitu sebagai
berikut:
1. Inventarisasi hutan, kegiatan ini merupakan langkah awal dari kegiatan
penataan hutan dengan melakukan pengumpulan data : jumlah areal dalam
wilayah satuan unit KPHP, potensi sumberdaya hutan (flora dan fauna)
kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat sekitar, tipe ekosistem,
topografi, iklim mikro, penutupan lahan, DAS, kondisi perijin yang ada dan
lainya.
2. Pembagian blok dan petak Kawasan, pembagian blok dan petak berdasarkan
hasil inventarisasi hutan. Dalam pembagiaan blok dimungkinkan terdapatnya
blok fungsi lindung (sempada sungai, rawa, gambut, flora dan fauna yang
dilindung dll), hutan adat, hutan HKm, hutan desa, rehabilitasi, reklamasi,
HCVF, dll.
3. Penataan batas, kegiatan penataan batas merupakan kegiatan setelah adanya
kegiatan inventarisasi dan pembagian blok dan petak. Penataan batas antara
blok dan petak dilakukan oleh KPHP, sedangkan penataan batas luar dan batas
antar KPHP dilakukan antara pemerintah dan KPHP.
4. Pemetaan, kegiatan inventarisasi, pembagian blok dan petak maka selanjutnya
dilakukan pembuatan peta wilayah KPHP. Unsur-unsur dalam pemetaan
wilayah KPHP antara lain: batas wilayah KPH, pembagian batas blok,
pembagian petak dengan standar peta yang berlaku.
Penataan Areal Kerja (PAK) adalah seluruh kegiatan yang meliputi desain
blok tebangan di atas peta sampai dengan rekonstruksi peta blok tebangan di
lapangan seperti kegiatan orientasi pengamatan, pengukuran, penandaan,
pencatatan dan pelaporan. Penataan Areal Kerja (PAK) merupakan kegiatan
pembuatan alur batas blok kerja tahunan, batas petak, anak petak, dan pemetaan
areal kerja. Penataan Areal Kerja bertujuan untuk mengatur blok kerja tahunan
dan petak kerja guna perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan
kegiatan pegusahaan hutan berjalan dengan tertib dan efesien serta untuk
mendapatkan suatu polygon blok tebangan dengan titik koordinat terkoreksi, yang
dapat menggambarkan batas blok dan petak-petak tebangan, kawasan produksi,
kawasan lindung berupa lereng, sungai dan sempadan sungai, serta situs-situs
yang perlu dilindungi yang ada pada kawasan blok tebangan (Haloho, 2018).
II.2 Inventarisasi Hutan

Inventarisasi hutan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk


mengetahui kekayaan suatu perusahaan yang dilaksanakan baik oleh perusahaan,
perorangan maupun pemerintah. Inventarisasi hutan ini dikenal pula dengan
Timber Cruising atau disebut Cruising saja khususnya untuk kegiatan di luar
pulau Jawa, sedangkan di pulau Jawa disebut dengan Perisalahan Hutan (Kusumo
dkk., 2016).
Dalam inventarisasi, yang menjadi objek adalah hutan di mana hutan Ini
terdiri dari komunitas tumbuhan hidup yang berbeda untuk masing-masing
komunitas sedangkan dalam proses hidup akan mengalami perkembangan dan
melakukan peremajaan untuk menggantikan beberapa anggotanya. Jadi
inventarisasi yang dibuat bertujuan untuk memperkirakan kekayaan hutan yang
biasanya dilakukan tidak sekali tetapi berulang kali di setiap interval
(Mardiatmoko dkk., 2014).
Tujuan dari inventarisasi hutan adalah untuk memperkirakan nilai tegakan,
maka ukuran utamanya adalah dengan mengukur pohon-pohon dengan keliling
dan tinggi serta jenis vegetasi yang membentuk hutan. Sedangkan faktor lain
seperti tumbuhan bawah, iklim, kondisi tanah dan yang lain harus diketahui, tetapi
fokusnya bukan pada tegakan hutan yang diukur (Mardiatmoko dkk., 2014).
Tujuan inventarisasi hutan dapat bermacam-macam sesuai dengan
kepentingan perusahaan seperti:
1. Inventarisasi hutan nasional.
2. Untuk menyusun Rencana Kerja Pengusahaan Hutan.
3. Untuk survei pengenalan.
4. Untuk menyusun Rencana Pembalakan Hutan.
5. Untuk Rencana Industri Kehutanan.
6. Untuk menaksir nilai tegakan.
7. Untuk studi mengenai tata guna lahan (land use).
8. Untuk rencana rekreasi dan wisata.
9. Untuk studi daerah aliran sungai (watershed study), dan lain lain.
Melihat berbagai tujuan inventarisasi hutan memiliki yang memiliki
pengaruh besar pada identifikasi data atau informasi yang dikumpulkan serta
keakuratan setiap informasi tersebut, dari sini sering kali tujuan inventarisasi
hutan menentukan cara pengumpulan informasi yang perlu dikumpulkan
(Mardiatmoko dkk., 2014).
Kegiatan inventarisasi terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, pertama
ketelitian (precision) adalah derajat kesesuaian (degree of agreement) dari suatu
rangkaian pengukuran. Dalam sampling, ketelitian merupakan penyimpangan dari
nilai yang ukur terhadap nilai rata-ratanya. Kedua, keakuratan/ketepatan
(accuracy) adalah ketepatan suatu nilai pengukuran terhadap nilai yang
sesungguhnya. Dalam pengambilan sampel, ketepatan ini merupakan suatu
besaran deviasi dari nilai-nilai estimasi sampel untuk nilai parameter populasi.
Meskipun pada kenyataannya, parameter populasi sering kali tidak diketahui.
Terakhir yaitu, bias adalah kesalahan sistematis yang disebabkan oleh kesalahan
dalam prosedur pengukuran, kesalahan instrumen, kesalahan dalam prosedur
pengambilan sampel, dan kesalahan dalam perhitungan (Kusumo dkk., 2016).
Dalam kegiatan inventarisasi hutan, suatu kawasan hutan akan
diinventarisasikan suatu populasi. Berasal dari populasi yang sangat besar dan
luas, dengan bentuk tertentu dan unit sampling tertentu yang diambil, sehingga
dapat diprediksi karakteristik populasi yang ada. Dalam kegiatan inventarisasi
hutan, pohon individu jarang digunakan sebagai unit sampling. Secara umum, unit
sampling untuk inventarisasi hutan ini berbentuk petak (plot) berisi sekelompok
pohon (Mardiatmoko dkk., 2014).
II.3 Pinus (Pinus merkusii)

Pinus merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang asli di Indonesia.


Pinus merkusii merupakan jenis pohon pionir berdaun jarum yang termasuk dalam
family Pinaceae. Secara alami Pinus merkusii juga dijumpai tumbuh di Aceh,
Tapanuli dan daerah Kerinci, Sumatera bagian utara. Dapat tumbuh pada daerah
ketinggian 200-2.000 m dpl, dengan curah hujan antara 1.200-3.000 mm pertahun.
Selain di Indonesia, P. merkusii juga dijumpai tumbuh secara alam di Vietnam,
Kamboja, Thailand, Burma, India, dan Philipina. Secara geografis tersebar antara
2o LS – 22o LU dan 95o 30’ BB – 120o 31’ BT (Jawa dkk., 2005).
Penanaman pinus pada lokasi di bawah 400 m dpl, tidak akan optimal
pertumbuhannya karena temperatur udara terlalu tinggi, sebaliknya apabila
ditanam pada lokasi yang terletak diatas 2.000 m dpl, tidak akan memberikan
pertumbuhan yang baik pula karena proses fotosintesa terhambat. Walaupun pinus
dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tidak selalu memberikan pertumbuhan
yang sama baik. Misalnya pada tanah yang kepadatannya kuat, pertumbuhannya
jelek, demikian juga pada tanah becek pertumbuhannya kurang baik. Pada tanah
berstruktur padat, ruang pori kurang dan tanah yang beraerasi buruk biasanya
sebagian ruang pori berisi air sehingga ruang untuk oksigen sedikit,
mengakibatkan jasad aerob menjadi berkurang sehingga fungsi dekomposisi
bahan organik terhambat dan jasad renik yang berperan dalam oksidasi Nitrogen
(N) dan Sulfur (S) akan terganggu dan berakibat pada pertumbuhan akar menjadi
terhambat. Pertumbuhan akar pinus pada tanah padat dan tanah becek kurang
berkembang dibandingkan pada tanah yang aerasi dan kesuburan fisiknya baik
(Jawa dkk., 2005).
Pinus memiliki potensi sebagai pengendali tanah longsor, karena dapat
mengurangi jumlah curah hujan netto yang jatuh kepermukaan tanah dengan
tingginya intersepsi, memperkuat lereng melalui perakaran yang panjang dan
dalam, dapat mengurangi gaya beban oleh air tanah melalui evapotranspirasi yang
tinggi, mempunyai sifat pionir sehingga memiliki pertumbuhan akar lebih cepat
dan dapat mengikat tanah lebih kuat. Infiltrasi air dari permukaan tanah dapat
menghasilkan adanya air tengger (perched water) pada batas dua material yang
berbeda permeabilitasnya. Air tengger dapat mengembangkan tekanan air pori
dalam tanah dan memberikan tambahan gaya yang menggerakkan lereng untuk
memicu terjadinya longsoran. Vegetasi pohon melalui mekanisme
evapotranspirasi dapat mengurangi tekanan air pori dalam tanah tersebut sehingga
dapat mengurangi tambahan gaya yang akan memicu terjadinya longsor
(Indrajaya dan Handayani, 2008) (Jawa dkk., 2005).
II.4 Biomassa

Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau
volume tertentu. Biomassa juga didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di
atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering
per satuan luas. Biomassa hutan (Forest biomass) adalah keseluruhan volume
makhluk hidup dari semua species pada suatu waktu tertentu dan dapat dibagi ke
dalam 3 kelompok utama yaitu pohon, semak dan vegetasi yang lain (Sutaryo,
2009).
Biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Biomasa hutan
berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Dari
keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% diantaranya terseimpan dalam vegetasi
hutan. Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan hutan, kebakaran, pembalakan
di sebagainya akan menambah jumlah karbon di atmosfer (Sutaryo, 2009).
Karbon merupakan unsur utama pembentuk bahan organik yang tersimpan
pada makhluk hidup khususnya tanaman. Hampir setengah dari biomassa
organisme hidup merupakan karbon karenanya secara alami karbon banyak
tersimpan di permukaan bumi di darat maupun lautan dibandingkan dengan
jumlah karbon di atmosfer. Jumlah karbon yang diserap oleh tanaman dapat
diketahui melalui biomassa tanaman tersebut (Bhaskara dkk., 2018).
Dinamika karbon di alam dapat dijelaskan secara sederhana dengan siklus
karbon. Siklus karbon adalah siklus biogeokimia yang mencakup pertukaran
/perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer
bumi. Siklus karbon sesungguhnya merupakan suatu proses yang rumit dan setiap
proses saling mempengaruhi proses lainnya (Sutaryo, 2009).
Simpanan karbon lain yang penting adalah deposit bahan bakar fosil.
Simpanan karbon ini tersimpan jauh di dalam perut bumi dan secara alami
terpisah dari siklus karbon di atmosfer, kecuali jika simpanan tersebut di ambil
dan dilepaskan ke atmosfer ketika bahan-bahn tersebut dibakar. Semua pelepasan
karbon dari simpanan ini akan menambah karbon yang berada di kantong karbon
aktif (active carbon pool). Apa yang terjadi saat ini selain kerusakan hutan, adalah
begitu tingginya laju pembakaran bahan bakar fosil sehingga jumlah karbon yang
berada di atmosfer meningkat dengan pesat (Sutaryo, 2009).
Terdapat dua pendekatan untuk mengestimasikan biomassa di atas
permukaan dari suatu pohon atau hutan. Dua pendekatan tersebut adalah
pendekatan langsung dengan membuat persamaan allometrik dan pendekatan
tidak langsung dengan mengggunakan “biomass expansion factor”. Meskipun
terdapat keuntungan dan kekurangan dari masing-masing pendekatan, tetapi harus
diperhatikan bahwa pendekatan tidak langsung didasarkan pada faktor yang
dikembangkan pada tingkat tegakan dari hutan dengan kanopi yang tertutup
(rapat) dan tidak dapat digunakan untuk membuat estimasi dari pohon secara
individu (Sutaryo, 2009).
II.5 Konservasi Tanah Dan Air

Air merupakan kebutuhan mutlak bagi makhluk hidup terutama bagi


manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan, seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk, maka aktifitas penggunaan sumber daya alam, khususnya sumber daya
air juga semakin meningkat, maka sumber daya air perlu ditingkatkan
pelestariannya dengan menjaga keseimbangan siklus air di bumi yang dikenal
sebagai daur hidrologi. Proses daur hidrologi di alam bermanfaat sebagai sumber
daya yang terbaharukan, secara global kuantitas sumber daya air di bumi relatif
tetap, sedangkan kualitasnya makin hari makin menurun. Konservasi tanah dan air
adalah serangkaian strategi pengaturan untuk mencegah terjadinya erosi ataupun
perubahan tanah secara mekanik, kimiawi atau biologi akibat penggunaan yang
berlebihan sehingga terjadi salinisasi, keasaman atau kontaminasi lainnya
(Harjadi, 2020).
Air juga dapat dimanfaatkan untuk pengairan, pembangkit listrik, industri,
pertanian, perikanan dan sumber baku air minum, terkait dengan kebutuhan yang
beragam tersebut, ketersediaan air yang memenuhi baik kuantitas maupun kualitas
untuk kebutuhan sangatlah terbatas, ketersediaan air terutama air permukaan
sangat bergantung pada pengelolaan asal air tersebut, yaitu sungai yang
merupakan salah satu air permukaan yang perlu dikelola, sungai-sungai tersebut
tergabung dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Secara umum DAS dapat
didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam, seperti
punggung bukit atau gunung, maupun batas bantuan seperti jalan atau tanggul,
dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberikan kontribusi aliran ke
titik kontrol (outlet) (Harjadi, 2020).
Keberadaan air yang berbeda-beda tersebut dapat dimanfaatkan oleh
manusia untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan. Hal terpenting
adalah bagaimana manusia dapat mengelola air dengan baik agar menjadi bahan
atau modal kehidupannya secara lebih baik dan lestari. Air hujan yang jatuh
kepermukaan tanah dapat membawa butiran-butiran tanah dari satu tempat yang
lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah disebut (erosi). Erosi sebagai peristiwa
pindahnya tanah atau bagian-bagiannya dari satu tempat ke tempat lain oleh media
alami (Simanjuntak, 2020).
II.6 Hasil Hutan Bukan Kayu

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.35/Menhut-II/2007,


hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan
hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali
kayu yang berasal dari hutan. Sedangkan menurut Suhesti dan Hadinoto (2015),
hasil hutan bukan kayu (HHBK) merupakan bagian dari ekosistem hutan yang
memiliki peranan yang beragam, baik terhadap lingkungan alam maupun terhadap
kehidupan manusia. HHBK yang sudah biasa dimanfaatkan dan dikomersilkan
diantaranya adalah cendana, gaharu, sagu, rotan, aren, sukun, bambu, sutera alam,
jernang, kemenyan, kayu putih, aneka tanaman obat, minyak atsiri dan madu.
(Priscylio & Anwar, 2019).
Secara ekologis HHBK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil
hutan kayu, karena sebagian besar HHBK merupakan bagian dari pohon. Istilah
Hasil Hutan Non Kayu semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan hasil hutan
yang berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat
khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual
sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri (Priscylio
& Anwar, 2019).
HHBK akhir-akhir ini dianggap semakin penting setelah produktifitas kayu
dari hutan alam semakin menurun. Perubahan paradigma dalam pengelolaan hutan
semakin cendrung kepada pegelolaan kawasan (ekosistem hutan secara utuh), juga
telah menuntut diversifikasi hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan bukan kayu
(HHBK) berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat
khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan masyarakat, dijual
sebagaikomoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk industri (Silalahi dkk.,
2020).
Masyarakat tidak dilarang memungut dan memanfaatkan HHBK baik
didalam hutan produksi maupun hutan lindung, kecuali di dalam kawasan suaka
alam dan kawasan pelestarian alam. Oleh karena itu, selain menjadi devisa bagi
negara, HHBK seperti rotan, daging binatang, madu, damar, gaharu, getah,
bergagai macam minyak tumbuhan, bahan obat- obatan, kayu bakar dan lain
sebagainya merupakan sumber penghidupan bagi jutaan masyarakat hutan.
Masyarakat hutan memanfaatkan HHBK baik secara konsumtif (dikonsumsi
langsung) seperti binatang buruan, sagu, umbi- umbian, buah-buahan, sayuran,
obat- obatan, kayu bakar dan lainnya, maupun secara produktif (dipasarkan untuk
memperoleh uang) seperti rotan, damar, gaharu, madu, minyak atsiri dan lainnya
(Silalahi dkk., 2020).
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu haruslah menjadi inti dari
pemanfaatan hasil hutan. Disamping dapat melestarikan hutan secara umum,
pemanfaatan hasil hutan bukan kayu lebih diartikan sebagai pemanfaatan secara
berkelanjutan dari hutan tanpa tegakanya atau memanfaatkan hasil sampingan dari
pohon atau hasil hutan lainnya.Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dapat menjadi
kegiatan pokok dari pemanfatan hasil hutan pada mekanisme pengeloaan hutan
oleh masyarakat seperti hutan desa. Mekanisme pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu telah dilakukan masyarakat secara turun temurun (Silalahi dkk., 2020).
HHBK banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, karena
dianggap sebagai cara alternatif dalam menggerakkan perekonomian kehutanan
selain dengan melakukan penebangan kayu misalnya getah pinus dan aren. Aren
dapat dimanfaatkan hampir seluruh bagian tanamannya, bagian luar batang aren
dimanfaatkan sebagai bahan ijuk untuk bahan atap dan tali tambang dan sapu ijuk
untuk membersihkan rumah rumah. Sedangkan daunnya sebagai bahan baku lidi
untuk sapu lidi, bagian pucuk sebagai bahan untuk merokok. Adapun yang
menjadi produk utama dari aren adalah air nira sebagai bahan baku gula merah
dan batang bagian dalam sebagai bahan baku sagu atau tepung aren serta buah
untuk bahan kolang- kaling. Oleh karena itu aren dapat dijadikan salah satu
komodity yang dapat mendorong peningkatan pendapatan masyarakat (Silalahi
dkk., 2020).
Getah yang dihasilkan pohon Pinus merkusii digolongkan sebagai oleo-resin yang
merupakan cairan asam dalam terpentin yang menetes ke luar apabila saluran
resin pada kayu atau kulit pohon jenis daun jarum tersayat atau pecah. Penamaan
oleo-resin ini dipakai untuk membedakan dari getah (natural resin) yang muncul
pada kulit atau dalam ronga-rongga jaringan kayu dari berbagai genus anggota
Dipterocarpaceae atau Leguminoceae dan Caesalpiniaceae. Getah pinus banyak
dimanfaatkan sebagai bahan dasar pengencer cat dan lain-lain (Priscylio &
Anwar, 2019).
2.7 Sosial Ekonomi

Pembangunan pada sektor kehutanan yang mengarah pada terwujudnya


kelestarian hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, memperkuat ekonomi
rakyat, mendukung perekonomian nasional bagi kesejahteraan rakyat, serta
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan, maka
kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan hutan harus lah betul-betul melibatkan
dan menyentuh langsung masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di
sekitar hutan (Mulyadi, 2013).
Program pembangunan diharapkan dapat meningkatkan kehidupan
masyarakat. Oleh sebab itu dalam level lebih operasional, pembangunan melalui
proses pemberdayaan masyarakat pada umumnya menggunakan pendekatan
community based development, yang artinya adalah pemberdayaan masyarakat
dilaksanakan dengan berbasis komunitas. Untuk mewujudkan pendekatan
pemberdayaan masyarakat tersebut perlu didukung oleh sejumlah langkah dan
tindakan yang dapat memperlancar baik proses transformasi dan transisi dari
paradigma lama ke paradigma baru, maupun dalam menjabarkan konsep pem
berdayaan sebagai pendekatan yang digunakan sebagai perspektif baru dalam
kegiatan yang lebih operasional (Mulyadi, 2013).
Sekarang rimbawan dituntut untuk menfokuskan masalah sosial dan
ekonomi sebagai bagian dari proses pengelolaan hutan yang lestari. Memecahkan
masalah sosial memerlukan sebuah pemahaman terhadap nilai-nilai yang
dipegang oleh masyarakat dan partisipasi dari kelompok masyarakat kunci dalam
membuat keputusan tentang pengelolaan hutan. Sekarang ini kunci keberhasilan
pengelolaan sumberdaya hutan ditentukan oleh keberhasilannya dalam
memecahkan masalah sosial ekonomi masyarakat. Gagal dalam pemecahan
masalah ekonomi masyarakat, akan gagal pula dalam upaya pengelolaan hutan
(Senoaji, 2011).
Pengaruh kondisi sosial ekonomi masyarakat desa hutan terhadap hutannya
mencakup berbagai kehidupan, berupa ketergantungan ekonomi, kawasan buru
untuk kebutuhan protein, areal perladangan dan perkebunan, bahan bangunan, dan
fungsi lain yang berhubungan dengan kelembagaan sosial tradisional di
masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan merupakan
variabel yang perlu diperhitungkan dalam merumuskan tujuan pengelolaan hutan.
Oleh karena itu pemahaman tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar
hutan perlu diketahui untuk mengetahui sejauh mana pengaruh keberadaan
masyarakat terhadap kualitas hutannya (Senoaji, 2011).
Mengetahui kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di sekitar hutan
merupakan suatu kajian yang perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi
tentang hubungan dan pengaruh keberadaan hutan serta fungsinya terhadap
kehidupan masyarakat di sekitar hutannya termasuk untuk membuat rencana atau
evaluasi kegiatan pengelolaan hutan. Implementasi konsep dan pendekatan
pemberdayaan masyarakat perlu didukung oleh sejumlah langkah dan tindakan,
yaitu: reorientasi, gerakan sosial, institusi lokal dan pengembangan kapasitas.
Teknik penelusuran wilayah (transect walk) adalah teknik PRA untuk
menggali informasi melalui pengamatan langsung ke lapangan dengan cara
berjalan menelusuri wilayah desa dengan mengikuti lintasan yang disiapkan.
Informasi yang dapat diperoleh adalah kondisi fisik lingkungan desa, pola usaha
tani, teknik budidaya dan pengolahan lahan, potensi dan masalah yang ada, serta
informasi tentang sosial ekonomi dan budaya serta kebiasaan masyarakat. Teknik
analisis mata pencaharian berupa kegiatan diskusi untuk mengenali dan
menganalisa keadaan kehidupan masyarakat dari aspek mata pencaharian. Dengan
teknik ini akan diketahui informasi tentang jenis-jenis mata pencaharian dan
pendapatan masyarakat. Teknik wawancara merupakan teknik penggalian
informasi berupa tanya jawab yang sistematis, bersifat semi terbuka tetapi
pembicaraannya dibatasi oleh topik yang telah ditentukan (Senoaji, 2011).
Pendapatan rumah tangga di pedesaan pada umumnya tidak berasal dari satu
sumber, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Ragam sumber
pendapatan tersebut diduga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan itu sendiri.
Tingkat pendapatan yang relatif rendah mengharuskan anggota rumah tangga
untuk lebih giat bekerja. Bagi sebagian rumah tangga, upaya tersebut tidak hanya
menambah curahan jam kerja tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan lainnya.
Perilaku masyarakat dalam pemanfaatan hutan berupa aktivitas masyarakat dalam
membuka lahan, mengambil kayu bakar, dan menebang pohon di dalam kawasan
hutan lindung. Perilaku yang pertama adalah membuka lahan. Sistem pembukaan
lahan yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan cara menebang pohon dan
menebas semak belukar dan membakarnya. Setelah lahan bersih baru dilakukan
penanaman. Jenis tanaman yang ditanam umumnya adalah kopi dan tanaman
MPTS seperti durian, kemiri, petai, dan lainnya. Perilaku masyarakat yang kedua
adalah menebang pohon sebagai sumber kayu pertukangan, baik untuk dijual atau
pemenuhan kebutuhan sendiri (Senoaji, 2011).
Perilaku masyarakat yang ketiga adalah pengambilan kayu bakar.
Pengambilan kayu bakar disini adalah kegiatan mengambil kayu di hutan lindung
dengan menebang pohon-pohon yang masih kecil. Perilaku masyarakat tersebut
sebenarnya bertentangan dengan peraturan yang berlaku tentang pemanfaatan
hutan lindung. Hanya saja semua perilaku dan kegiatan yang dilakukan
masyarakat semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena semakin
terbatasnya lahan pertanian. Pemerintah saat ini sedang merancang suatu strategi
pengelolaan hutan yang bisa mengakomodir fungsi lingkungan dari hutan lindung
dan sekaligus fungsi ekonomis bagi masyarakat sekitarnya (Senoaji, 2011).

III. METODOLOGI

III.1 Penataan Areal Kerja

III.1.1 Waktu dan Tempat


Praktek Lapangan “Penataan Areal Kerja (PAK) dan Tata Batas” ini
dilakukan pada hari Rabu, 11 Januari 2023, pukul 08.00 WITA-selesai di Hutan
Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros,
Provinsi Sulawesi Selatan.

III.1.2 Alat dan Bahan


1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada Praktek Kerja Lapang ini adalah sebagai
berikut :
1. Roll Meter digunakan untuk mengukur jarak antar patok
2. Prinsip Abney Level digunakan untuk mengukur kelerengan
3. Kompas digunakan untuk menentukan arah
4. Parang digunakan untuk membuka jalur
5. Aplikasi Avenza Maps untuk track record
6. Busur derajat digunakan untuk menentukan Azimuth pada Peta
7. Penggaris digunakan untuk mengetahui jarak setiap titik pada peta.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktek kerja lapang ini adalah
sebagai berikut :
1. Tallysheet digunakan untuk mencatat hasil pengukuran di lapangan.
III.1.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang digunakan pada praktek kerja lapang ini
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Menentukan koordinat awal
3. Menentukan Azimuth dengan menggunakan busur derajat pada peta yang
telah diprint
4. Menentukan jarak antar titik atau Jarak Datar Peta (JDP) dengan
menggunakan penggaris pada peta yang telah di print.
5. Mengambil ketinggian awal pada titik P0
6. Melakukan perjalanan ke lokasi titik yang telah ditentukan.
7. Menentukan arah Azimuth pada titik yang ada di lapangan dengan
menggunakan kompas.
8. Menentukan jarak lapang (JL) menggunakan roll meter.
9. Mengukur kelerengan dengan menggunakan abney level.
10. Menghitung jarak datar lapang (JDL) menggunakan rumus.
11. Menghitung sisa jarak datar yang harus diukur.
12. Memasang titik pal batas yang disesuaikan dengan titik pengukuran.
13. Mengolah data pengukuran yang ada di tally sheet.

III.1.4 Analisis Data


Adapun analisis data yang digunakan pada praktek kerja lapang ini adalah
sebagai berikut :

JD Lap P0 – T1 = JL x Cos θ JD Lap P0 – P1= JD Peta x Skala


= 15 x Cos 20˚ = 14 x 1000
= 14, 085 m = 14.000 cm = 140 m

Sisa = JD lap patok – JD sebelum


Bdt (Beda tinggi)=
= 140 – 14,085
=
= 125, 9 m
= 5,23 m

Sn (ketinggian)= ± Bdt n
= 760 – 5,23
= 754,77 m
III.2 Inventarisasi Pinus

III.2.1 Waktu dan Tempat


Praktek Lapangan “ Inventarisasi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Pinus merkusii” ini dilakukan di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin,
Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

III.2.2 Alat dan Bahan


1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada Praktek Kerja Lapang ini adalah sebagai
berikut :
1. Roll Meter digunakan untuk mengukur jarak antar pengamat dan pohon.
2. Prinsip Abney Level digunakan untuk mengukur kelerengan.
3. Pita meter digunakan untuk mengukur keliling pada pohon.
4. Parang digunakan untuk membuka jalur.
5. Aplikasi Avenza Maps digunakan untuk track record.
6. Palu digunakan sebagai alat bantu untuk melekatkan label pada pohon.
7. Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktek kerja lapang ini adalah
sebagai berikut:
1. Tallysheet digunakan untuk mencatat hasil pengukuran di lapangan.
2. Paku digunakan untuk melekatkan label pada pohon.
3. Label digunakan sebagai penanda pada pohon.
III.2.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang digunakan pada praktek kerja lapang ini
adalah sebagai berikut:
1. Menentukan lokasi untuk melakukan inventaisasi Hasil Hutan Bukan
Kayu (HHBK) dan Hasil Hutan Kayu (HHK).
2. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
3. Mengukur keliling, tinggi bebas cabang (Tbc), tinggi total (Ttot)
4. Mengamati kondisi pada setiap jenis pohon
5. Mengolah data pengukuran yang ada di tally sheet.

III.2.4 Analisis Data


Adapun analisis data yang digunakan pada praktek kerja lapang ini adalah
sebagai berikut :
1. Diameter
D = k/π atau d = k/3,14
Keterangan:
D = diameter
Π = 22/7 atau 3.14
K = keliling
2. Tinggi Bebas Cabang
TBC = (Tan α ± Tan ϐ)*JD + TMP
Keterangan :
TBC = Tinggi Bebas Cabang
Tan α = Sudut tembak TBC
Tan ϐ = Sudut tembak mata pengamat mata pengamat
JD = Jarak datar pengamat dari pohon
TMP = Tinggi mata pengamat
3. Tinggi Total
Ttot = (Tan α ± Tan ϐ)*JD + TMP
Keterangan :
Ttot = Tinggi total
Tan α = Sudut tembak Ttot
Tan ϐ = Sudut tembak mata pengamat mata pengamat
JD = Jarak datar pengamat dari pohon
TMP = Tinggi mata pengamat
4. LBDS
LBDS = ¼ π D2
Keterangan :
LBDS = Luas bidang dasar
Π = 3.14
D = Diameter
5. Volume Pohon
VTBC = LBDS x TBC x Fk
VTtot = LBDS x Ttot x Fk
Keterangan :
VTBC = Volume TBC
VTtot = Volume Ttot
TBC = Tinggi bebas cabang
Ttot = Tinggi total
LBDS = Luas bidang datar
Fk = Faktor koreksi (untuk hutan tanaman 0.8)
III.3 Inventarisasi Aren

III.3.1 Waktu dan Tempat


Praktek Lapangan “Inventarisasi Aren (Arenga pinnata)” ini dilakukan
pada hari Jumat, 20 Januari 2023 di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin,
Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.
III.3.2 Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktek kerja lapang ini adalah sebagai
berikut:
1. Roll meter digunakan untuk mengetahui jarak pada pembuatan plot
2. Alat berprinsip Abney level digunakan untuk mengukur derajat tinggi pada
aren
3. Kompas digunakan untuk menentukan azimuth
4. Parang digunakan untuk membuat patok
5. Pita meter, digunakan untuk mengukur keliling pohon
6. Alat tulis, digunakan untuk mencatat hasil pengukuran
7. Patok, digunakan sebagai penanda pada plot
8. Kamera Hp, digunakan sebagai alat untuk mendokumentasikan setiap
kegiatan.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktek kerja lapang ini adalah
sebagai berikut:
1. Tally sheet digunakan untuk mencatat hasil pengukuran di lapangan.
2. Tali rapiah, digunakan sebagai pembatas plot
3. Label digunakan sebagai penanda untuk setiap pohon
III.3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang digunakan pada praktek kerja lapang ini
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Melakukan perjalanan menuju lokasi blok yang telah dipilih.
3. Menentukan posisi awal untuk pembuatan plot.
4. Membuat plot persegi panjang berukuran 50 m x 20 m untuk pohon
dengan memasang patok dan tali rafia di plot pengukuran.
5. Mengukur tinggi total menggunakan alat berprinsip abney level dan
keliling dengan menggunakan pita meter.
6. Mengukur proyeksi tajuk pada setiap pohon.
7. Mengolah data pengukuran yang ada di tally sheet.
III.4 Inventarisasi Flora dan Fauna

III.4.1 Waktu dan Tempat


Praktek Lapangan “Analisis Vegetasi dan Inventarisasi Fauna” ini
dilakukan pada hari Sabtu, 21 Januari 2023, di Hutan Pendidikan Universitas
Hasanuddin, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

III.4.2 Alat dan Bahan


1. Analisis Vegetasi
a. Alat
Adapun alat yang digunakan pada analisis vegetasi ini adalah sebagai
berikut:
1. Roll Meter, digunakan untuk mengetahui jarak pada pembuatan pohon.
2. Pita Meter, digunakan untuk mengukur keliling pohon.
3. Aplikasi Clinometer, digunakan untuk mengukur kelerengan.
4. Kompas, digunakan untuk menentukan azimuth pada plot.
5. Parang, digunakan untuk membuka jalur.
6. Aplikasi Avenza Maps, digunakan untuk melihat jalur menuju blok.
7. Aplikasi PlantNet, digunkanan untuk mengidentifikasi jenis vegetasi/flora.
8. Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan fauna yang
teridentifikasi.
b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada analisis vegetasi ini adalah sebagai
berikut:
1. Tali Rafia, digunakan untuk membuat batas plot.
2. Tallysheet, digunakan untuk mencatat hasil pengamatan di lapangan.
2. Inventarisasi Fauna
a. Alat
Adapun alat yang digunakan pada inventarisasi fauna ini adalah sebagai
berikut :
1. Parang, digunakan untuk membuka jalur.
2. Aplikasi Avenza Maps, digunakan untuk melakukan track record.
3. Aplikasi Timestamp, digunakan untuk mendokumentasikan fauna yang
teridentifikasi.
b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada inventarisasi fauna ini adalah sebagai
berikut :
1. Tallysheet, digunakan untuk mencatat hasil pengamatan

III.4.3 Prosedur Kerja


1. Inventarisasi Flora
Adapun prosedur kerja yang digunakan pada inventarisasi flora ini adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan lokasi pengamatan di hutan alam
2. Membuat plot berukuran 20 x 20 m2 untuk mengidentifikasi habitus pohon,
didalam plot tersebut kemudian dibuat plot dengan ukuran 10 x 10 m2
untuk mengidentifikasi habitus tiang dan 5 x 5 m 2 untuk habitus pancang
serta 2 x 2 m2 untuk habitus semai dengan menggunakan roll meter, tali
rafia dan patok.
3. Setelah pembuatan plot selesai, selanjutnya melakukan identifikasi
vegetasi yang ada pada plot
4. Kemudian mengukur derajat tinggi pohon dan tiang yang ada pada plot
dengan menggunakan Aplikasi Clinometer
5. Mencatat hasil pengukuran ke dalam tallysheet.
2. Inventarisasi Fauna
Adapun prosedur kerja pada inventarisasi fauna yaitu sebagai berikut :
1. Menentukan lokasi pengamatan di hutan alam
2. Melakukan pengamatan fauna yang ada pada plot yang telah di tentukan
dengan metode transek jalur
3. Mengidentifikasi jenis fauna secara langsung maupun tidak langsung
4. Mencatat hasil pengamatan di tallysheet.
III.4.4 Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk analisis vegetasi adalah sebagai
berikut:
1. Kerapatan (K)
Jumlah Individu
Luas Petak Ukur

2. Kerapatan Relatif (KR)

Kerapatan Suatu Jenis


x 100 %
Kerapatan Seluruh Jenis
3. Frekuensi (F)
Jumlah Petak Penemuan Suatu Jenis
Jumlah Seluruh Petak

4. Frekuensi Relatif (FR)

Frekuensi Suatu Jenis


x 100 %
Frekuensi Seuluruh Petak

5. Dominasi (D)

Luas Bidang dasar suatu jenis


x 100 %
Luas Petak Ukur

6. Dominasi Relatif (DR)

Dominasi Suatu Jenis


x 100 %
Dominasi Seluruh petak

7. Indeks Nilai penting (INP)

KR+FR+DR

III.5 Survei Sosial Ekonomi

III.5.1 Waktu dan Tempat


Praktek Lapangan “Survei Sosial Ekonomi” ini dilakukan pada hari Rabu,
25 Januari 2023 di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kecamatan
Cenrana, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.
III.5.2 Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang kami gunakan dalam praktek
kerja lapang ini adalah dengan menggunakan metode wawancara.
III.5.3 Analisis Data
1. Analisis Deskriptif Kualitatif
TC = FC + VC
Keterangan :
TC = Total cost/biaya total (Rp/Tahun)
FC = Total fixed cost/biaya tetap (Rp/Tahun)
VC = Total variable cost/ biaya variabel (Rp/Tahun)
2. Analisis Kuantitatif
TR = Q x P
Keterangan :
TR = Total Penerimaan
Q = Quantity / Total produksi
P = Price / Harga jual produk
3. Pendapatan
T = TR – TC
Keterangan :
I = Income (pendapatan)
TR = Total revenue (total penerimaan)
TC = Total cost (total biaya)
III.6 Teknik Silvikultur

III.6.1 Waktu Dan Tempat

Praktek Lapangan Rancangan Penerapan Teknik-Teknik Silvikultur ini


dilakukan pada Minggu, 29 Januari 2023, di Hutan Pendidikan Universitas
Hasanuddin, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

III.6.2 Alat Dan Bahan


1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada rancangan penerapan teknik-teknik
silvikultur ini adalah sebagai berikut:

1. Roll Meter, digunakan untuk mengetahui jarak pada pembuatan plot


2. Pita Meter, digunakan untuk mengukur keliling pohon
3. Prinsip Abney level, digunakan untuk mengukur derajat tinggi bebas
cabang dan tinggi total pada pohon.
4. Parang, digunakan untuk membuka Jalur
5. Aplikasi Avenza Maps, digunakan untuk melihat jalur menuju plok
6. Aplikasi PlantNet, digunakanan untuk mengidentifikasi jenis vegetasi
7. Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan kegiatan di
lapangan
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada rancangan penerapan teknik-teknik
silvikultur ini adalah sebagai berikut:
1. Tali Rapiah, digunakan untuk membuat batas plot
2. Tallysheet, digunakan untuk mencatat hasil pengamatan di lapangan
3. Trasbag, digunakan untuk menyimpan serasah yang diambil dalam plot
III.6.3 Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada rancangan penerapan teknik-
teknik silvikultur ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan lokasi yang berada di Hutan Alam dan Hutan Tanaman.


2. Menentukan arah titik awal pembuatan plot menggunakan Kompas.
3. Mengukur plot persegi ukuran 20 x 20 m untuk pohon dengan memasang
patok dan tali rafiah di plot pengukuran.
4. Mengukur tinggi total dan tinggi bebas cabang menggunakan prinsip
abney level. diameter dengan menggunkan pita meter, serta jenis pada
pohon.s
5. Mengukur nilai X dan Y serta tajuk pada setiap pohon.
6. Membuat plot ukuran 10 x 10 m untuk tiang, kemudian mencatat jenis
tiang yang ada didalam plot tersebut.
7. Membuat plot ukuran 5 x 5 m untuk pancang kemudian mengidentifikasi
jenis dan jumlah individu pancang.
8. Membuat plot persegi ukuran 1 x 1 m untuk semai kemudian
mengidentifikasi jenis dan jumlah individu semai.
9. Mengumpulkan serasah di dalam plot berukuran 1 x 1 m
10. Mencatat hasil pengukuran pada tally sheet.
III.6.4 Analisis Data
Adapun analisis data yang digunakan pada rancangan penerapan
teknikteknik silvikultur ini adalah sebagai berikut :
1. Diameter
K
D=
π
Keterangan :
D : Diameter
K : Keliling
: 3.14
2. Tinggi Bebas Cabang
TBC = (tan(α) + tan(β) x JD + TMP
Keterangan :
TBC : Tinggi bebas cabang
Tan α : Sudut tembak tinggi pohon
Tan β : Sudut tembak tinggi mata pengamat
JD : jarak datar pengamat dari pohon
TMP : Tinggi mata pengamat
3. Tinggi Total
Ttot = (tan(α) + tan(β) x JD + TMP
Keterangan :

Ttot : Tinggi total


Tan α : Sudut tembak tinggi pohon
Tan β : Sudut tembak tinggi mata pengamat
JD : jarak datar pengamat dari pohon
TMP : Tinggi mata pengamat
4. Luas Bidang Datar
LBDS = ¼ x 𝝅 x D2
Keterangan :
LBDS : Luas bidang dasar
: 3.14
D : Diameter
5. Volume Pohon
V = LBDS x t x f
Keterangan :
Vbc : Volume bebas cabang/total (m3)
LBDs : Luas bidang dasar (m2)
Tbc : Tinggi bebas cabang/total (m)
f : Faktor koreksi (hutan alam=0,7 dan hutan tanaman=0,8)

6. Pendugaan potensi biomassa


𝐁𝐁𝐀 𝟏𝟎. 𝟎𝟎𝟎
𝐖=( )×( )
𝟏𝟎𝟎𝟎 𝐋𝐩𝐥𝐨𝐭

Keterangan :
W : Potensi biomassa (ton/ha)
BBA : Pendugaan biomassa per plot (kg)
Lplot : Luas Plot (m)
7. Pendugaan Simpanan Karbon (C)
𝐂 = 𝐖 × 𝟎, 𝟒𝟕

Keterangan :
C : Kandungan karbon dari biomassa (ton/ha)
W : total biomassa (kg)
8. Pendugaan Serapan Karbon
𝐒𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚𝐧 𝐂𝐎𝟐 = 𝐂 × 𝟑, 𝟔𝟕

Keterangan :
Serapan CO2 : Serapan karbon dioksida (ton/ha)
C : Kandungan karbon dari biomassa (ton/ha)
3,67 : Konstanta serapan karbon pada vegetasi hutan alam dan
tanaman
9. Biomassa dengan persamaan allometrik
Spesies Persamaan allometrik Sumber
2 0,97318 Drupadi, T. A
Pinus merkusii Y = 0,03292 + (Dbh + h)
dkk.,2021
Drupadi, T.A
Akasia Y = 0,084 𝑥 D2,788
dkk.,2021

III.7 Konservasi Tanah dan Air

III.7.1 Waktu Dan Tempat


Praktek Kerja Lapang Penerapan Teknik Konservasi Tanah dan Air ini
dilakukan pada Rabu, 01 Februari 2023, di Hutan Pendidikan Universitas
Hasanuddin, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

III.7.2 Alat Dan Bahan


1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada penerapan teknik konservasi tanah dan
air ini adalah sebagai berikut:
1. Pipa paralon PCC, digunakan untuk mengukur kedalaman sungai.
2. Roll meter, digunakan untuk mengukur lebar sungai.
3. Alat tulis menulis, digunakan untuk mencatat hasil pengukuran pada Tally
sheet.
4. Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan kagiatan di lapangan.
5. Alat berprinsip abney level, digunakan untuk mengukur kemiringan rata-
rata arus.
6. Aplikasi Waterpass, digunakan untuk menetukan posisi sejajar dari suatu
benda dengan bagian yang lainnya.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada rancangan penerapan teknik
konservasi tanah dan air ini adalah sebagai berikut:
1. Tally sheet, digunakan untuk mecatat hasil pengukuran di lapangan.
2. Bebatuan digunakan untuk pembangunan Dam penahan (Dpn).
III.7.3 Prosedur kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada rancangan penerapan teknik
konservasi tanah dan air ini adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan data titik bangunan KTA yang akan diukur kedalam SW
Maps.
2. Melakukan pengukuran di lapangan dengan Mengukur lebar sungai.
3. Menentukan titik As (titik terdalam sungai, bagian tengah sungai) dan
mengambil titik koordinat sungai dari titik Asnya setiap jarak 50 cm.
4. Memberi tanda pada titik As menggunakan pipa yang telah diberi penanda
setiap 50 cm.
5. Mengukur penampang melintang sungai dari As ke sisi kanan dan kiri
dinding sungai di ketinggian 50 cm.
6. Dalam melakukan pengukuran penampang melintang sungai digunakan
roll meter dan Waterpass bangunan. Roll meter digunakan untuk
mengukur jarak antar titik AS dan dinding sungai, sedangkan waterpass
digunakan untuk menyeimbangkan ketinggian roll meter.
7. Mencatat hasil pengukuran pada Tally sheet.
8. Membuat sketsa sederhana dari hasil pengukuran.
9. Membuat bangunan KTA berupa Dam penahan (Dpn) dengan Menyusun
bebatuan setinggi 100 cm pada tepi kanan, bagian tengah 50 cm dan tepi
kiri 100 cm.
III.8 Hasil Hutan Bukan Kayu

III.8.1 Waktu Dan Tempat


Praktek Kerja Lapang Hasil Hutan Bukan Kayu ini dilakukan pada Jum’at,
03 Februari 2023, di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kecamatan
Cenrana, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

III.8.2 Alat Dan Bahan


1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktek kerja lapang hasil hutan bukan
kayu ini adalah sebagai berikut:
1. Kadukul, digunakan untuk mengoak batang pohon pinus.
2. Kamera, digunakan untuk mendokumentasikan kagiatan di lapangan.
3. Alat berprinsip Abney level, digunakan untuk mengukur tinggi bebas
cabang dan tinggi total pohon.
4. Pita meter digunakan untuk mengukur keliling pohon
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktek kerja lapang hasil hutan
bukan kayu ini adalah sebagai berikut:
1. Plat seng, digunakan untuk mengalirkan getah pinus ke dalam wadah.
2. Paku, digunakan untuk menancapkan wadah hasil sadapan getah pinus.
3. Wadah, digunakan untuk menampung getah pinus.
3.8.3 Prosedur kerja
Metode penyadapan yang digunakan dalam pada praktek kerja lapang
hasil hutan bukan kayu adalah sistem koakan, dimana prosedurnya adalah sebagai
berikut :
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Mengukur keliling pohon dengan menggunakan pita meter
3. Mengukur derajat tinggi bebas cabang dan tinggi total pohon pinus, untuk
mengetahui pohon tersebut bisa disadap atau tidak.
4. Membuat sadapan pinus, dengan mengukur terlebih dahulu tinggi
penempatan koakan 20 cm diatas permukaan tanah
5. Membuat koakan dengan menggunakan kadukul, dengan lebar 6 cm dan
kedalaman 2,5 cm.
6. Memasang potongan seng untuk memudahkan getah mengalir ke dalam
wadah
7. Meletakkan wadah tepat dibawah ujung potongan seng.
8. Setiap tahap kegiatan di dokumentasikan dan dilampirkan di laporan.
3.8.4 Analisis Data
Metode pengukuran pohon pada pada penyadapan getah pinus yang
dilakukan saat praktek kerja lapang hasil hutan bukan kayu, dimana analisis data
yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Menghitung tinggi bebas cabang dengan menggunakan rumus :
TBC = (tan(α) + tan(β) x JD + TP

Keterangan :
α TBC = Sudut tinggi bebas cabang menggunakan abney level
Jp = Jarak pengamat ke pohon, yaitu 10 meter
Tp = Tinggi pengamat sampai mata, yaitu 1,54 meter
2. Menghitung tinggi total dengan menggunakan rumus :

Ttot = (tan(α) + tan(β) x JD + TP

Keterangan :
α Ttot = Sudut tinggi total pohon menggunakan abney level
Jp = Jarak pengamat ke pohon, 10 meter

Tp = Tinggi pengamat sampai mata, yaitu 1,54 meter


3. Menghitung diameter dengan menggunakan rumus :

K
D=
π
Keterangan :
K : Keliling
: 3.14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1Penataan Areal Kerja

IV.1.1 Hasil
Adapun hasil yang didapatkan dari Praktek Penataan Areal Kerja (PAK)
dan Tata Batas adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pengukuran Lapangan
JD JD Jarak
Azimut BDT
Patok Kelerengan Peta Lap lapangan Sisa S (m) Keterangan
h (m)
(cm) (m) (m)
P0-P1 119 0.85 30 416
20.
P0-P0a 11 9.8 10 1.99 417.99 ↑
2
15.
3 5.1 5.2 1.01 419.00 ↑
1
27 13.3 15 1.8 6.94 412.07 ↓
0 1.8 1.8 0 0.00 412.07 ↓
P1-P2 98 1.25 44 ↓
22.
3 21.4 21.5 2.07 410.00 ↓
6
30 19.6 22.6 3 11.25 421.25 ↑
0 3 3 0 0.00 421.25 ↑
P2-P3 71 1.4 49 ↑
13.
P2-P2a 19 35.9 38 12.46 433.71 ↑
1
0 13.1 13.1 0 0.00 433.71 ↑
P3-P4 151 2.5 89
62.
11 26.5 27 5.17 428.53 ↓
5
13.
10 49.2 50 8.91 419.63 ↓
3
2 13.2 13.3 0.1 1.63 418.00 ↓
P4-P5 103 0.7 27
2 26.9 27 0.1 2.32 420.32 ↑
P5-P6 109 1.2 42 ↓
2 33.9 34 8.1 2.61 417.71 ↓
10 5.9 6 2.2 1.09 416.62 ↓
0 2.2 2.2 0 0.00 416.62

P6-P7 110 2.6 90


76.
6 13.9 14 1.67 418.29 ↑
1
P13-P14 153 2.6 92
83.
27 8.9 10 4.56 422.85 ↑
1
73.
14 9.7 10 2.43 425.28 ↑
4
63.
7 9.9 10 1.41 426.70 ↑
5
51.
11 11.7 12 2.67 429.36 ↑
8
37.
21 14 15 5.39 434.75 ↑
8
24.
6 12.9 13 1.61 436.36 ↑
9
12.
8 12.8 13 2.27 434.08 ↓
1
1 11.9 12 0.2 1.55 432.54 ↓
P14-P15 128 1 37
22.
8 14.8 15 2.44 430.10 ↓
2
10.
6 11.9 12 1.55 428.55 ↓
3
JD JD Jarak
Azimut BDT
Patok Kelerengan Peta Lap lapangan Sisa S (m) Keterangan
h (m)
(cm) (m) (m)
41 7.7 10.3 2.6 6.84 421.71 ↓
10 2.5 2.6 0.1 0.71 421.00 ↓

Adapun hasil pengukuran yang telah diolah dapat dilihat pada gambar
berikut :
Gambar 1. Hasil Pengolahan Data Digital
IV.1.2 Pembahasan
Jalur yang kami dapatkan yaitu jalur 1 yang berada di Kecamatan Cenrana,
kabupaten Maros. Azimuth pada titik P0 ke titik P1 yaitu 119° dengan jarak datar
lapangan 30 m yang dimana pada jalur tersebut tidak terdapat kendala.
Selanjutnya azimuth pada titik P1 ke titik P2 yaitu 98° dengan jarak datar
lapangan 44 m, pada jalur tersebut kami memiliki sedikit kendala dikarenakan
akses untuk melewati jalur tersebut terdapat kawat berduri. Azimuth pada titik P2
ke titik P3 yaitu 71° dengan jarak datar lapangan 49 m, yang dimana pada jalur
tersebut tidak terdapat kendala. Azimuth pada titik P3 ke titik P4 yaitu 151°
dengan jarak datar lapangan 89m, pada jalur tersebut juga tidak terdapat kendala.
Azimuth pada titik P4 ke titik P5 yaitu 103° dengan jarak datar lapangan 27 m,
dimana titik tersebut kami lakukan pengukuran jarak datar lapangan dengan
menggunakan langkah kaki karena lahan tersebut merupakan lahan masyarakat,
sehingga kami tidak diizinkan untuk melakukan pengukuran menggunakan roll
meter pada jalur tersebut. Azimuth pada titik P5 ke titik P6 yaitu 109° dengan
jarak datar lapangan 42 m. Kemudian azimuth pada titik P6 ke titik P7 yaitu 110°
dengan jarak datar lapangan 90 m, pada jalur ini kami hanya melakukan
pengukuran sampai titik bantu 1 dikarenakan pada titik tersebut merupakan lahan
masyarakat sekitar sehingga kami ditegaskan untuk tidak melakukan pengukuran.
Oleh karena itu, kami tidak melakukan pengukuran dari titik P7 sampai titik P12
karena kondisi lapangan yang tidak memungkinkan. Kemudian kami melanjutkan
pengukuran pada titik P13 ke titik P14 dengan jarak datar peta yaitu 92 m dan
azimuth 153°, kemudian azimuth pada titik P14 ke titik P15 yaitu 128° dengan
jarak datar lapangan 37 m. Pada titik P13 sampai titik P15 meskipun keadaan
lapangan sangat curam, kami tetap melakukan pengukuran dengan membuka
jalur.
Pada titik P0-P1, P1-P2, P6-P7, P13-P14, dan P14-P15 keadaan vegetasi
yang dilalui yaitu cukup padat, kemudian pada titik P2-P3, P3-P4, P4-P5 dan P5-
P6 keadaan vegetasi yang tidak terlalu padat. Adapun jenis vegetasi atau pohon
yang di jumpai yaitu salak, durian, jeruk, jati, aren, coklat, pisang, alpukat, pinus,
mahoni, dan bambu. Pada titik P13-P14 kami menemukan PAL Batas berupa plat
seng,kemudian pada titik P14-P15 kami menemukan PAL Batas berupa cor/beton.

IV.2Inventarisasi Pinus
IV.2.1 Hasil
Adapun hasil yang didapatkan dari Inventarisasi Pinus merkusii adalah
sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Pengukuran Lapangan
Bekas
Tinggi Pohon Volume Sistem
D LB Penyadapan Keteran
No. Pohon Penyada
(m) DS TBC Ttot TB Tida gan
Ttot Ada pan
(m) (m) C k
BP12-PL4-III-
0.40 0.13 9.99 27.65 1.03 2.84 V Lurus
001
BP12-PL4-III-
0.22 0.04 9.99 19.64 0.30 0.60 V Lurus
001
BP12-PL4-III-
0.34 0.09 7.61 17.00 0.55 1.24 V Lurus
002
BP12-PL4-III-
0.54 0.22 7.85 26.35 1.41 4.74 V Lurus
003
BP12-PL4-III-
0.61 0.29 4.09 23.05 0.94 5.30 V Lurus
004
BP12-PL4-III-
0.32 0.08 8.35 22.10 0.55 1.46 V Lurus
005
BP12-PL4-III-
0.39 0.12 11.60 27.65 1.12 2.66 V Lurus
006
BP12-PL4-III-
0.38 0.11 9.41 26.35 0.85 2.38 V Lurus
007
BP12-PL4-III-
0.25 0.05 5.64 18.24 0.22 0.71 V Lurus
008
BP12-PL4-III-
0.43 0.14 8.87 25.16 1.01 2.88 V Lurus
009
BP12-PL4-III-
0.20 0.03 11.60 27.65 0.29 0.70 V Lurus
010
BP12-PL4-III-
0.45 0.16 13.95 21.23 1.77 2.69 V Lurus
011
BP12-PL4-III-
0.36 0.10 9.99 20.41 0.80 1.63 V Lurus
012
BP12-PL4-III-
0.46 0.17 8.35 29.07 1.12 3.89 V Lurus
013
BP12-PL4-III-
0.27 0.06 6.70 17.00 0.32 0.80 V Lurus
014
BP12-PL4-III-
0.26 0.05 12.71 27.65 0.54 1.18 V Lurus
015
BP12-PL4-III-
0.46 0.17 15.36 27.65 2.03 3.65 V Lurus
016
BP12-PL4-III-
0.33 0.08 7.37 15.88 0.50 1.07 V Lurus
017
BP12-PL4-III-
0.18 0.03 9.14 17.00 0.20 0.36 V Lurus
018
BP12-PL4-III-
0.18 0.02 7.85 14.40 0.15 0.28 V Lurus
019
BP12-PL4-III-
0.58 0.26 10.93 26.35 2.30 5.56 V Lurus
020
BP12-PL4-III- 0.49 0.19 11.60 23.05 1.73 3.44 V Lurus
021
BP12-PL4-III-
0.60 0.28 4.47 22.10 1.00 4.92 V Lurus
022
BP12-PL4-III-
0.77 0.47 2.83 22.10 1.05 8.24 V Lurus
023
BP12-PL4-III-
0.73 0.41 9.99 26.35 3.31 8.72 V Lurus
024
BP12-PL4-III-
0.75 0.44 7.37 26.35 2.59 9.27 V Lurus
025
BP12-PL4-III-
0.52 0.21 8.87 29.07 1.48 4.86 V Lurus
026
BP12-PL4-III-
0.74 0.43 5.84 27.65 2.02 9.56 V Lurus
027
BP12-PL4-III-
0.51 0.20 12.76 26.48 2.08 4.32 V Lurus
028
BP12-PL4-III-
0.47 0.17 8.35 25.16 1.15 3.46 V Lurus
029
BP12-PL4-III-
0.73 0.42 3.36 20.41 1.13 6.88 V Lurus
030
BP12-PL4-III- Bercaba
0.83 0.54 2.83 22.10 1.22 9.52 V Koakan
031 ng
BP12-PL4-III-
0.57 0.26 6.91 26.18 1.43 5.40 V Lurus
032
BP12-PL4-III-
0.56 0.25 9.14 26.35 1.82 5.26 V Lurus
033
BP12-PL4-III-
0.38 0.11 11.60 25.16 1.05 2.27 V Koakan Lurus
034
BP12-PL4-III-
0.61 0.29 14.87 25.16 3.42 5.78 V Koakan Lurus
035
BP12-PL4-III-
0.75 0.44 6.27 25.65 2.19 8.95 V Lurus
036
BP12-PL4-III-
0.31 0.07 4.43 16.80 0.27 1.01 V Lurus
037
BP12-PL4-III-
0.22 0.04 4.47 9.70 0.14 0.30 V Lurus
038
BP12-PL4-III-
0.56 0.25 7.85 25.16 1.55 4.96 V Lurus
039
BP12-PL4-III-
0.53 0.22 7.14 26.35 1.24 4.57 V Lurus
040
BP12-PL4-III-
0.67 0.35 3.18 23.05 0.89 6.47 V Lurus
041
BP12-PL4-III-
0.46 0.17 2.34 21.59 0.32 2.93 V Lurus
042
BP12-PL4-III-
0.69 0.38 4.61 25.20 1.40 7.63 V Lurus
043
BP12-PL4-III-
0.24 0.04 7.61 20.41 0.27 0.71 V Lurus
044
BP12-PL4-III-
0.33 0.09 9.14 26.35 0.63 1.82 V Lurus
045
BP12-PL4-III-
0.24 0.05 4.47 20.41 0.16 0.75 V Lurus
046
BP12-PL4-III-
0.39 0.12 6.26 24.06 0.58 2.24 V Lurus
047
BP12-PL4-III-
0.21 0.03 4.28 22.10 0.12 0.61 V Koakan Lurus
048
BP12-PL4-III-
0.24 0.04 7.37 26.35 0.26 0.94 V Lurus
049
BP12-PL4-III-
0.29 0.07 9.41 29.07 0.50 1.53 V Lurus
050
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 10.93 24.06 1.14 2.51 V Lurus
051
BP12-PL4-III-
0.20 0.03 10.29 15.36 0.27 0.40 V Lurus
052
BP12-PL4-III-
0.42 0.14 12.22 26.00 1.36 2.89 V Lurus
053
BP12-PL4-III-
0.38 0.11 9.41 15.36 0.83 1.36 V Lurus
054
BP12-PL4-III-
0.28 0.06 11.96 23.05 0.59 1.14 V Lurus
055
BP12-PL4-III-
0.21 0.03 10.29 18.92 0.29 0.52 V Lurus
056
BP12-PL4-III-
0.20 0.03 8.35 21.23 0.21 0.54 V Lurus
057
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 17.00 25.16 1.77 2.63 V Lurus
058
BP12-PL4-III-
0.34 0.09 10.93 25.16 0.81 1.87 V Koakan Lurus
059
BP12-PL4-III-
0.37 0.11 9.14 26.35 0.77 2.22 V Lurus
060
BP12-PL4-III-
0.36 0.10 6.05 27.65 0.48 2.21 V Koakan Lurus
061
BP12-PL4-III-
0.34 0.09 11.60 23.05 0.86 1.71 V Koakan Lurus
062
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 9.91 23.29 1.07 2.51 V Koakan Lurus
063
BP12-PL4-III-
0.40 0.13 11.86 28.19 1.22 2.90 V Koakan Lurus
064
BP12-PL4-III-
0.25 0.05 11.86 22.51 0.46 0.87 V Koakan Lurus
065
BP12-PL4-III-
0.39 0.12 12.32 22.10 1.17 2.10 V Lurus
066
BP12-PL4-III-
0.46 0.17 11.26 29.07 1.53 3.95 V Lurus
067
BP12-PL4-III-
0.57 0.26 10.29 26.35 2.12 5.44 V Lurus
068
BP12-PL4-III-
0.30 0.07 12.71 27.65 0.73 1.59 V Lurus
069
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 9.99 29.07 1.04 3.03 V Lurus
070
BP12-PL4-III-
0.52 0.21 12.19 25.35 2.04 4.24 V Lurus
071
BP12-PL4-III-
0.46 0.17 14.87 24.06 1.99 3.22 V Lurus
072
BP12-PL4-III-
0.54 0.22 11.60 25.16 2.09 4.52 V Lurus
073
BP12-PL4-III- 10.0
0.79 0.49 19.60 25.88 7.62 V Lurus
074 6
BP12-PL4-III-
0.40 0.13 12.32 27.65 1.25 2.80 V Lurus
075
BP12-PL4-III-
0.61 0.30 13.10 25.16 3.11 5.97 V Lurus
076
BP12-PL4-III-
0.47 0.17 16.43 29.07 2.29 4.06 V Lurus
077
BP12-PL4-III-
0.23 0.04 5.44 14.87 0.18 0.49 V Lurus
078
BP12-PL4-III-
0.20 0.03 11.60 27.65 0.30 0.72 V Lurus
079
BP12-PL4-III-
0.22 0.04 10.29 15.88 0.32 0.50 V Lurus
080
BP12-PL4-III-
0.45 0.16 7.85 29.07 1.01 3.73 V Lurus
081
BP12-PL4-III-
0.37 0.11 8.13 21.49 0.71 1.87 V Lurus
082
BP12-PL4-III-
0.21 0.03 7.41 20.71 0.20 0.56 V Lurus
083
BP12-PL4-III- 0.20 0.03 13.40 20.16 0.34 0.51 V Lurus
084
BP12-PL4-III-
0.37 0.11 15.09 22.92 1.32 2.00 V Lurus
085
BP12-PL4-III-
0.20 0.03 7.48 20.62 0.19 0.52 V Lurus
086
BP12-PL4-III-
0.21 0.03 7.29 21.21 0.20 0.59 V Lurus
087
BP12-PL4-III-
0.40 0.13 13.14 21.22 1.35 2.18 V Lurus
088
BP12-PL4-III-
0.40 0.12 9.99 25.16 0.99 2.50 V Lurus
089
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 11.96 25.16 1.27 2.67 V Lurus
090
BP12-PL4-III-
0.26 0.05 12.32 23.05 0.53 0.99 V Koakan Lurus
091
BP12-PL4-III-
0.43 0.15 11.96 26.35 1.39 3.06 V Lurus
092
BP12-PL4-III-
0.24 0.04 10.93 25.16 0.38 0.88 V Lurus
093
BP12-PL4-III-
0.25 0.05 8.51 25.09 0.34 1.00 V Lurus
094
BP12-PL4-III-
0.47 0.17 10.60 24.06 1.46 3.31 V Lurus
095
BP12-PL4-III-
0.44 0.15 9.77 24.29 1.18 2.95 V Lurus
096
BP12-PL4-III-
0.26 0.05 12.60 22.51 0.54 0.96 V Lurus
097
BP12-PL4-III-
0.44 0.15 7.52 27.71 0.93 3.41 V Lurus
098
BP12-PL4-III-
0.23 0.04 6.47 19.25 0.22 0.65 V Lurus
099
BP12-PL4-III-
0.45 0.16 9.14 22.10 1.17 2.84 V Lurus
100
BP12-PL4-III-
0.33 0.08 8.46 15.49 0.57 1.05 V Lurus
101
BP12-PL4-III-
0.64 0.32 11.85 21.75 3.02 5.54 V Lurus
102
BP12-LP4-III-
0.16 0.02 11.26 18.92 0.18 0.30 V Bengkok
103
BP12-PL4-III-
0.43 0.15 13.10 25.16 1.54 2.96 V Lurus
104
BP12-PL4-III-
0.22 0.04 8.09 15.88 0.24 0.47 V Lurus
105
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 8.09 18.92 0.87 2.04 V Lurus
106
BP12-PL4-III-
0.29 0.07 10.29 22.10 0.55 1.19 V Lurus
107
BP12-PL4-III- Bercaba
0.34 0.09 16.43 25.16 1.20 1.83 V
108 ng
BP12-PL4-III- Bercaba
0.54 0.23 3.91 19.64 0.71 3.57 V
109 ng
BP12-PL4-III-
0.22 0.04 8.60 15.88 0.26 0.48 V Lurus
110
BP12-PL4-III-
0.47 0.18 4.09 15.88 0.58 2.25 V Lurus
111
BP12-PL4-III- Bercaba
0.54 0.23 2.83 10.93 0.52 2.01 V
112 ng
BP12-PL4-III-
0.31 0.07 8.87 20.41 0.52 1.20 V Lurus
113
BP12-PL4-III- Bercaba
0.38 0.11 2.83 17.00 0.26 1.56 V
114 ng
BP12-PL4-III-
0.22 0.04 5.24 18.92 0.16 0.59 V Lurus
115
BP12-PL4-III-
0.23 0.04 6.70 14.40 0.23 0.49 V Lurus
116
BP12-PL4-III-
0.53 0.22 6.96 20.25 1.21 3.51 V Lurus
117
BP12-PL4-III- Bercaba
0.70 0.39 2.47 13.52 0.76 4.17 V
118 ng
BP12-PL4-III- Bercaba
0.58 0.27 4.28 24.00 0.91 5.12 V
119 ng
BP12-PL4-III-
0.57 0.25 7.39 25.23 1.49 5.09 V Lurus
120
BP12-PL4-III-
0.69 0.37 12.13 17.74 3.61 5.27 V Lurus
121
BP12-PL4-III-
0.51 0.20 5.10 19.94 0.83 3.25 V Lurus
122
BP12-PL4-III- - Bercaba
0.64 0.32 -0.03 22.78 5.80 V
123 0.01 ng
BP12-PL4-III- Bercaba
0.62 0.30 4.85 18.92 1.16 4.54 V Koakan
124 ng
BP12-PL4-III- 10.5 Bercaba
0.82 0.53 3.14 24.83 1.33 V
125 3 ng
BP12-PL4-III-
0.64 0.32 9.09 21.24 2.32 5.41 V Lurus
126
BP12-PL4-III-
0.75 0.44 2.07 21.57 0.73 7.65 V Lurus
127
BP12-PL4-III-
0.57 0.26 6.76 22.27 1.39 4.60 V Koakan Lurus
128
BP12-PL4-III- Bercaba
0.75 0.44 8.03 23.67 2.82 8.32 V
129 ng
BP12-PL4-III-
0.43 0.15 11.40 21.22 1.32 2.46 V Lurus
130
BP12-PL4-III-
0.49 0.19 6.30 21.88 0.96 3.35 V Lurus
131
BP12-PL4-III- Bercaba
0.53 0.22 1.95 24.60 0.34 4.27 V
132 ng
BP12-PL4-III-
0.37 0.11 6.95 18.61 0.60 1.60 V Lurus
133
BP12-PL4-III-
0.18 0.03 7.28 11.60 0.15 0.24 V Lurus
134
BP12-PL4-III-
0.29 0.07 8.33 17.17 0.44 0.91 V Lurus
135
BP12-PL4-III-
0.43 0.15 7.67 21.44 0.89 2.49 V Lurus
136
BP12-PL4-III-
0.24 0.04 6.40 12.01 0.23 0.43 V Lurus
137
BP12-PL4-III-
0.33 0.09 8.32 17.14 0.57 1.18 V Lurus
138
BP12-PL4-III-
0.29 0.07 11.01 14.68 0.58 0.77 V Lurus
139
BP12-PL4-III-
0.28 0.06 8.82 13.35 0.43 0.64 V Lurus
140
BP12-PL4-III-
0.26 0.05 11.21 14.35 0.48 0.61 V Lurus
141
BP12-PL4-III-
0.50 0.20 12.23 17.14 1.92 2.69 V Lurus
142
BP12-PL4-III-
0.19 0.03 8.05 12.41 0.18 0.28 V Bengkok
143
BP12-PL4-III-
0.24 0.04 8.51 12.35 0.30 0.44 V Lurus
144
BP12-PL4-III-
0.37 0.11 12.17 18.37 1.04 1.57 V Lurus
145
BP12-PL4-III-
0.15 0.02 4.66 9.99 0.07 0.15 V Lurus
146
BP12-PL4-III- 0.43 0.14 10.11 22.45 1.16 2.57 V Lurus
147
BP12-PL4-III-
0.36 0.10 12.47 18.39 1.03 1.52 V Lurus
148
BP12-PL4-III-
0.35 0.10 13.14 17.85 1.01 1.38 V Lurus
149
BP12-PL4-III-
0.20 0.03 6.45 10.63 0.17 0.28 V Lurus
150
BP12-PL4-III-
0.19 0.03 9.25 11.81 0.21 0.27 V Lurus
151
BP12-PL4-III-
0.24 0.05 8.70 12.79 0.32 0.47 V Lurus
152
BP12-PL4-III-
0.49 0.19 9.51 17.78 1.42 2.65 V Lurus
153
BP12-PL4-III-
0.27 0.06 6.02 12.47 0.27 0.56 V Bengkok
154
BP12-PL4-III-
0.36 0.10 13.14 24.48 1.05 1.96 V Lurus
155
BP12-PL4-III-
0.45 0.16 6.21 15.69 0.77 1.96 V Lurus
156
BP12-PL4-III-
0.30 0.07 12.35 18.56 0.68 1.02 V Lurus
157
BP12-PL4-III-
0.38 0.11 7.74 15.52 0.69 1.38 V Bengkok
158
BP12-PL4-III-
0.29 0.07 10.12 15.70 0.55 0.85 V Koakan Lurus
159
BP12-PL4-III-
0.16 0.02 9.41 11.96 0.14 0.18 V Lurus
160
BP12-PL4-III-
0.19 0.03 7.37 13.52 0.17 0.32 V Lurus
161
BP12-PL4-III-
0.38 0.11 12.71 23.05 1.17 2.11 V Lurus
162
BP12-PL4-III-
0.37 0.11 12.32 20.41 1.04 1.72 V Lurus
163
BP12-PL4-III-
0.27 0.06 8.87 14.40 0.42 0.68 V Koakan Lurus
164
BP12-PL4-III-
0.14 0.01 7.37 11.96 0.09 0.14 V Lurus
165
BP12-LP4-III-
0.47 0.17 11.26 20.41 1.55 2.81 V Lurus
166
BP12-PL4-III-
0.20 0.03 6.92 9.41 0.18 0.25 V Lurus
166
BP12-PL4-III-
0.16 0.02 4.85 10.60 0.08 0.17 V Lurus
167
BP12-PL4-III-
0.20 0.03 6.56 11.24 0.17 0.29 V Lurus
168
BP12-PL4-III-
0.14 0.01 5.95 12.17 0.07 0.14 V Lurus
169
BP12-PL4-III-
0.42 0.14 6.39 9.46 0.70 1.03 V Lurus
170
BP12-PL4-III-
0.33 0.08 6.21 16.87 0.42 1.14 V Lurus
171
BP12-PL4-III-
0.34 0.09 5.24 18.92 0.37 1.35 V Bengkok
172
BP12-PL4-III-
0.20 0.03 12.17 16.45 0.31 0.42 V Lurus
173
BP12-PL4-III-
0.39 0.12 6.13 18.56 0.57 1.73 V Lurus
174
BP12-PL4-III-
0.46 0.17 14.14 24.40 1.89 3.27 V Lurus
175
BP12-PL4-III-
0.39 0.12 10.20 18.18 0.98 1.75 V Lurus
176
BP12-PL4-III-
0.36 0.10 11.79 17.98 0.96 1.46 V Lurus
177
BP12-PL4-III-
0.24 0.04 6.02 12.02 0.21 0.42 V Lurus
178
BP12-PL4-III-
0.50 0.19 4.46 19.58 0.69 3.03 V Lurus
179
BP12-PL4-III-
0.64 0.32 3.71 17.53 0.95 4.47 V Lurus
180
BP12-PL4-III-
0.32 0.08 14.12 22.08 0.90 1.41 V Lurus
181
BP12-PL4-III-
0.53 0.22 9.09 27.26 1.62 4.84 V Lurus
182
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 4.15 23.63 0.45 2.54 V Lurus
183
BP12-PL4-III- Bercaba
0.57 0.26 2.28 26.88 0.47 5.55 V
184 ng
BP12-PL4-III-
0.65 0.33 2.77 18.70 0.74 5.01 V Lurus
185
BP12-PL4-III-
0.54 0.23 5.12 26.94 0.94 4.96 V Lurus
186
BP12-PL4-III-
0.58 0.26 6.95 24.90 1.47 5.25 V Lurus
187
BP12-PL4-III-
0.44 0.15 5.57 15.21 0.67 1.82 V Lurus
188
BP12-PL4-III-
0.42 0.14 9.70 18.92 1.09 2.13 V Lurus
189
BP12-PL4-III-
0.57 0.26 9.44 28.97 1.95 5.98 V Lurus
190
BP12-PL4-III-
0.49 0.19 5.18 25.46 0.77 3.80 V Lurus
191
BP12-PL4-III-
0.57 0.26 2.63 25.56 0.54 5.27 V Lurus
192
BP12-PL4-III-
0.48 0.18 5.84 19.64 0.84 2.81 V Lurus
193
BP12-PL4-III-
0.19 0.03 8.17 26.80 0.19 0.61 V Lurus
194
BP12-PL4-III-
0.16 0.02 11.11 20.39 0.18 0.32 V Lurus
195
BP12-PL4-III-
0.51 0.20 10.60 18.92 1.73 3.09 V Lurus
196
BP12-PL4-III-
0.33 0.08 12.98 18.72 0.88 1.26 V Lurus
197
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 15.09 28.74 1.62 3.09 V Lurus
198
BP12-PL4-III-
0.31 0.07 9.41 21.23 0.56 1.27 V Lurus
199
BP12-PL4-III-
0.32 0.08 9.99 24.06 0.64 1.53 V Lurus
200
BP12-PL4-III-
0.52 0.21 9.66 17.12 1.63 2.90 V Lurus
201
BP12-PL4-III-
0.58 0.27 6.63 28.43 1.41 6.06 V Lurus
202
BP12-PL4-III-
0.62 0.30 10.41 16.28 2.52 3.94 V Koakan Lurus
203
BP12-PL4-III-
0.47 0.18 14.71 23.20 2.08 3.28 V Lurus
204
BP12-PL4-III-
0.57 0.26 9.74 27.06 1.99 5.52 V Lurus
205
BP12-PL4-III-
0.61 0.29 4.21 24.04 0.97 5.53 V Lurus
206
BP12-PL4-III-
0.59 0.28 3.90 21.67 0.86 4.78 V Lurus
207
BP12-PL4-III-
0.73 0.42 5.47 20.14 1.84 6.79 V Lurus
208
BP12-PL4-III- 0.61 0.30 6.05 24.06 1.44 5.71 V Koakan Lurus
209
BP12-PL4-III-
0.57 0.26 10.60 27.65 2.19 5.71 V Lurus
210
BP12-PL4-III-
0.32 0.08 11.96 25.16 0.79 1.67 V Lurus
211
BP12-PL4-III-
0.31 0.07 15.36 22.10 0.92 1.32 V Lurus
212
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 2.77 19.83 0.30 2.13 V Lurus
213
BP12-PL4-III-
0.62 0.30 3.09 17.49 0.74 4.19 V Lurus
214
BP12-PL4-III-
0.28 0.06 4.02 11.60 0.20 0.57 V Lurus
215
BP12-PL4-III-
0.31 0.07 3.17 15.67 0.19 0.94 V Lurus
216
BP12-PL4-III-
0.42 0.14 7.12 20.44 0.80 2.30 V Lurus
217
BP12-PL4-III-
0.33 0.09 3.36 16.05 0.23 1.11 V Lurus
218
BP12-PL4-III-
0.55 0.24 6.48 17.60 1.23 3.36 V Lurus
219
BP12-PL4-III-
0.28 0.06 8.35 20.41 0.42 1.03 V Lurus
220
BP12-PL4-III-
0.31 0.08 7.47 18.95 0.46 1.16 V Lurus
221
BP12-PL4-III-
0.24 0.04 1.83 21.36 0.07 0.77 V Lurus
222
BP12-PL4-III-
0.47 0.17 10.00 22.55 1.38 3.10 V Lurus
223
BP12-PL4-III-
0.43 0.15 3.75 24.88 0.43 2.89 V Lurus
224
BP12-PL4-III-
0.28 0.06 7.82 15.70 0.39 0.79 V Lurus
225
BP12-PL4-III-
0.40 0.12 10.99 20.93 1.09 2.08 V Lurus
226
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 16.91 25.40 1.82 2.73 V Lurus
227
BP12-PL4-III-
0.34 0.09 11.24 26.48 0.80 1.89 V Lurus
228
BP12-PL4-III-
0.33 0.09 10.46 28.92 0.72 1.99 V Lurus
229
BP12-PL4-III-
0.38 0.11 11.32 24.48 1.02 2.21 V Lurus
230
BP12-PL4-III-
0.26 0.05 6.22 21.75 0.27 0.95 V Lurus
231
BP12-PL4-III-
0.32 0.08 4.17 17.67 0.28 1.17 V Lurus
232
BP12-PL4-III-
0.33 0.09 8.69 26.34 0.61 1.85 V Lurus
233
BP12-PL4-III-
0.75 0.44 7.68 26.75 2.68 9.33 V Lurus
234
BP12-PL4-III-
0.67 0.35 4.97 20.18 1.40 5.67 V Lurus
235
BP12-PL4-III-
0.59 0.28 9.70 27.65 2.14 6.09 V Lurus
236
BP12-PL4-III-
0.44 0.15 6.58 21.33 0.79 2.55 V Lurus
237
BP12-PL4-III- Bercaba
0.54 0.23 4.66 22.10 0.86 4.07 V
238 ng
BP12-PL4-III-
0.44 0.15 6.70 29.07 0.80 3.48 V Lurus
239
BP12-PL4-III- 11.4
0.79 0.49 8.35 29.07 3.30 V Lurus
240 8
BP12-PL4-III-
0.40 0.13 7.85 25.16 0.81 2.58 V Lurus
241
BP12-PL4-III-
0.35 0.10 7.14 26.35 0.56 2.07 V Lurus
242
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 8.35 23.05 0.87 2.40 V Lurus
243
BP12-PL4-III-
0.66 0.34 6.48 17.00 1.75 4.59 V Lurus
244
BP12-PL4-III-
0.65 0.33 8.87 21.23 2.33 5.57 V Lurus
245
BP12-PL4-III-
0.39 0.12 10.60 27.65 1.02 2.66 V Lurus
246
BP12-PL4-III-
0.34 0.09 6.48 21.23 0.47 1.55 V Lurus
247
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 5.84 19.64 0.61 2.05 V Lurus
248
BP12-PL4-III-
0.36 0.10 6.70 21.23 0.53 1.70 V Lurus
249
BP12-PL4-III-
0.86 0.58 6.34 10.90 2.95 5.06 V Lurus
250
BP12-PL4-III-
0.54 0.23 3.65 14.92 0.68 2.78 V Lurus
251
BP12-PL4-III-
0.56 0.24 5.09 10.25 0.99 2.00 V Lurus
252
BP12-PL4-III-
0.55 0.24 3.45 15.03 0.66 2.90 V Lurus
253
BP12-PL4-III-
0.33 0.08 4.05 16.62 0.27 1.12 V Lurus
254
BP12-PL4-III-
0.45 0.16 10.05 24.43 1.25 3.05 V Lurus
255
BP12-PL4-III-
0.24 0.05 6.39 13.19 0.24 0.49 V Lurus
256
BP12-PL4-III-
0.36 0.10 4.74 13.52 0.39 1.12 V Lurus
257
BP12-PL4-III-
0.44 0.15 4.63 17.57 0.57 2.16 V Lurus
258
BP12-PL4-III-
0.59 0.27 5.08 20.44 1.11 4.46 V Lurus
259
BP12-PL4-III-
0.47 0.18 2.39 23.61 0.34 3.34 V Lurus
260
BP12-PL4-III-
0.28 0.06 11.60 27.10 0.56 1.31 V Lurus
261
BP12-PL4-III-
0.52 0.21 15.85 27.10 2.65 4.53 V Lurus
262
BP12-PL4-III-
0.16 0.02 13.91 26.39 0.22 0.42 V Lurus
263
BP12-PL4-III-
0.19 0.03 8.15 15.29 0.19 0.35 V Lurus
264
BP12-PL4-III-
0.46 0.17 18.76 22.55 2.51 3.02 V Spiral
265
BP12-PL4-III-
0.62 0.30 18.76 25.79 4.54 6.25 V Spiral
266
BP12-PL4-III-
0.48 0.18 19.42 24.48 2.78 3.51 V Lurus
267
BP12-PL4-III-
0.43 0.15 17.17 23.73 1.99 2.75 V Lurus
268
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 16.25 24.24 1.75 2.61 V Lurus
269
BP12-PL4-III-
0.57 0.26 8.03 28.72 1.66 5.93 V Spiral
270
BP12-PL4-III-
0.84 0.55 10.38 21.49 4.57 9.47 V Lurus
271
BP12-PL4-III- 0.57 0.26 9.30 24.95 1.92 5.15 V Bercaba
272 ng
BP12-PL4-III- Bercaba
0.64 0.32 6.02 18.39 1.56 4.78 V
273 ng
BP12-PL4-III-
0.33 0.09 4.67 8.73 0.33 0.61 V Spiral
274
BP12-PL4-III-
0.17 0.02 3.16 9.58 0.06 0.17 V Lurus
275
BP12-PL4-III-
0.15 0.02 2.29 10.13 0.03 0.14 V Lurus
276
BP12-PL4-III-
0.16 0.02 4.19 10.95 0.06 0.17 V Lurus
277
BP12-PL4-III- Bercaba
0.65 0.33 4.16 26.00 1.11 6.96 V
278 ng
BP12-PL4-III-
0.31 0.07 11.60 26.94 0.68 1.58 V Spiral
279
BP12-PL4-III-
0.61 0.29 5.28 15.74 1.22 3.62 V Lurus
280
BP12-PL4-III-
0.55 0.24 5.68 23.84 1.08 4.54 V Lurus
281
BP12-PL4-III-
0.40 0.13 8.88 15.88 0.91 1.63 V Lurus
282
BP12-PL4-III-
0.36 0.10 7.78 21.88 0.64 1.81 V Lurus
283
BP12-PL4-III-
0.54 0.23 5.50 19.06 1.01 3.51 V Lurus
284
BP12-PL4-III-
0.54 0.23 7.60 22.44 1.40 4.13 V Lurus
285
BP12-PL4-III-
0.57 0.26 6.62 20.09 1.35 4.10 V Lurus
286
BP12-PL4-III-
0.31 0.07 8.02 14.98 0.48 0.90 V Lurus
287
BP12-PL4-III-
0.38 0.11 3.76 11.84 0.33 1.05 V Lurus
288
BP12-PL4-III-
0.60 0.28 7.37 26.35 1.68 6.00 V Lurus
289
BP12-PL4-III-
0.54 0.23 6.26 17.60 1.14 3.20 V Lurus
290
BP12-PL4-III-
0.21 0.03 6.95 13.95 0.19 0.39 V Lurus
291
BP12-PL4-III-
0.52 0.21 5.74 17.14 0.96 2.87 V Lurus
292
BP12-PL4-III-
0.18 0.03 2.97 7.63 0.06 0.16 V Lurus
293
BP12-PL4-III-
0.27 0.06 8.94 15.88 0.42 0.75 V Lurus
294
BP12-PL4-III-
0.26 0.05 5.26 12.91 0.22 0.54 V Lurus
295
BP12-PL4-III-
0.19 0.03 2.89 9.04 0.06 0.20 V Lurus
296
BP12-PL4-III-
0.48 0.18 6.81 18.95 0.98 2.72 V Lurus
297
BP12-PL4-III-
0.32 0.08 7.21 13.89 0.46 0.88 V Lurus
298
BP12-PL4-III- Bercaba
0.52 0.21 3.70 18.24 0.62 3.05 V
299 ng
BP12-PL4-III-
0.30 0.07 2.46 8.80 0.14 0.50 V Spiral
300
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 5.24 7.09 0.55 0.74 V Lurus
301
BP12-PL4-III-
0.45 0.16 5.63 16.93 0.71 2.14 V Lurus
302
BP12-PL4-III-
0.29 0.06 8.55 17.43 0.44 0.90 V Lurus
303
BP12-PL4-III-
0.46 0.17 6.09 14.69 0.82 1.97 V Lurus
304
0.36 0.10 8.33 17.70 0.68 1.44 V Lurus
BP12-PL4-III-
0.19 0.03 5.11 8.88 0.11 0.20 V Lurus
305
BP12-PL4-III-
0.42 0.14 6.53 17.78 0.72 1.97 V Lurus
306
BP12-PL4-III-
0.53 0.22 7.74 20.05 1.34 3.48 V Lurus
307
BP12-PL4-III-
0.47 0.18 5.97 22.04 0.84 3.12 V Lurus
308
BP12-PL4-III- Bercaba
0.74 0.42 2.64 15.99 0.90 5.43 V
309 ng
BP12-PL4-III-
0.43 0.14 7.02 15.34 0.80 1.75 V Lurus
310
BP12-PL4-III-
0.39 0.12 4.04 14.54 0.38 1.38 V Lurus
311
BP12-PL4-III-
0.54 0.23 2.26 16.22 0.41 2.95 V Lurus
312
BP12-PL4-III-
0.27 0.06 6.53 16.40 0.30 0.75 V Lurus
313
BP12-PL4-III-
0.72 0.40 4.39 15.81 1.42 5.10 V Lurus
314
BP12-PL4-III-
0.45 0.16 4.87 19.31 0.61 2.41 V Lurus
315
BP12-PL4-III-
0.32 0.08 5.53 18.01 0.36 1.17 V Lurus
316
BP12-PL4-III-
0.39 0.12 3.25 17.75 0.31 1.71 V Lurus
317
BP12-PL4-III-
0.40 0.13 4.25 16.22 0.44 1.67 V Lurus
318
BP12-PL4-III-
0.27 0.06 5.02 15.46 0.24 0.73 V Lurus
319
BP12-PL4-III-
0.38 0.11 4.65 15.46 0.43 1.42 V Lurus
320
BP12-PL4-III-
0.30 0.07 2.08 8.32 0.12 0.48 V Lurus
321
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 5.54 13.94 0.59 1.48 V Lurus
322
BP12-PL4-III-
0.48 0.18 4.94 22.27 0.72 3.23 V Lurus
323
BP12-PL4-III-
0.42 0.14 9.38 19.62 1.04 2.18 V Lurus
324
BP12-PL4-III-
0.68 0.36 6.24 23.04 1.82 6.72 V Lurus
325
BP12-PL4-III-
0.51 0.20 4.98 14.35 0.81 2.34 V Lurus
326
BP12-PL4-III-
0.57 0.26 3.31 17.18 0.68 3.55 V Lurus
327
BP12-PL4-III-
0.38 0.11 10.12 17.97 0.93 1.65 V Lurus
328
BP12-PL4-III-
0.52 0.21 7.71 17.97 1.32 3.08 V Lurus
328
BP12-PL4-III-
0.59 0.27 2.24 18.65 0.48 4.02 V Lurus
329
BP12-PL4-III-
0.46 0.17 7.00 17.91 0.92 2.37 V Lurus
330
BP12-PL4-III-
0.59 0.27 5.34 20.73 1.15 4.47 V Lurus
331
BP12-PL4-III-
0.68 0.36 5.08 28.13 1.48 8.21 V Lurus
332
BP12-PL4-III- 0.68 0.37 3.09 18.19 0.91 5.36 V Lurus
333
BP12-PL4-III-
0.43 0.15 2.80 10.28 0.33 1.19 V Lurus
334
BP12-PL4-III-
0.73 0.42 7.53 21.24 2.51 7.09 V Lurus
335
BP12-PL4-III-
0.69 0.37 3.96 18.73 1.19 5.62 V Lurus
336
BP12-PL4-III-
0.49 0.19 4.88 19.38 0.75 2.97 V Lurus
337
BP12-PL4-III-
0.42 0.14 6.67 21.33 0.74 2.37 V Lurus
338
BP12-PL4-III-
0.60 0.28 3.07 13.82 0.68 3.08 V Lurus
339
BP12-PL4-III-
0.18 0.03 4.85 15.49 0.10 0.33 V Lurus
340
BP12-PL4-III-
0.43 0.15 7.50 19.28 0.88 2.27 V Lurus
341
BP12-PL4-III-
0.59 0.27 3.31 16.90 0.71 3.64 V Lurus
342
BP12-PL4-III-
0.28 0.06 4.37 13.85 0.21 0.67 V Lurus
343
BP12-PL4-III-
0.44 0.15 6.62 24.92 0.81 3.07 V Lurus
344
BP12-PL4-III-
0.55 0.24 4.41 16.06 0.85 3.10 V Lurus
345
BP12-PL4-III-
0.84 0.56 4.29 16.46 1.92 7.36 V Lurus
346
BP12-PL4-III-
0.30 0.07 5.59 12.19 0.31 0.69 V Lurus
347
BP12-PL4-III-
0.64 0.32 5.68 17.59 1.45 4.48 V Lurus
348
BP12-PL4-III-
0.61 0.29 4.22 20.62 0.97 4.74 V Lurus
349
BP12-PL4-III-
0.54 0.23 6.43 18.90 1.18 3.48 V Lurus
350
BP12-PL4-III-
0.62 0.30 7.09 23.69 1.70 5.68 V Lurus
351
BP12-PL4-III-
0.75 0.44 9.30 28.18 3.27 9.91 V Lurus
352
BP12-PL4-III-
0.64 0.32 4.24 12.17 1.10 3.16 V Lurus
353
BP12-PL4-III-
0.30 0.07 3.88 7.73 0.21 0.43 V Lurus
354
BP12-PL4-III-
0.36 0.10 4.01 12.44 0.33 1.01 V Lurus
355
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 4.62 12.88 0.50 1.39 V Lurus
356
BP12-PL4-III-
0.32 0.08 6.70 15.88 0.43 1.01 V Lurus
357
BP12-PL4-III-
0.32 0.08 5.59 16.07 0.37 1.06 V Lurus
358
BP12-PL4-III- Bercaba
0.74 0.43 2.05 15.76 0.70 5.40 V
359 ng
BP12-PL4-III-
0.35 0.10 2.87 16.92 0.22 1.30 V Lurus
360
BP12-PL4-III-
0.39 0.12 2.20 16.47 0.22 1.61 V Lurus
361
BP12-PL4-III-
0.32 0.08 6.21 12.38 0.39 0.77 V Lurus
362
BP12-PL4-III-
0.23 0.04 3.28 15.80 0.11 0.51 V Lurus
363
BP12-PL4-III-
0.32 0.08 4.29 12.98 0.27 0.81 V Lurus
363
BP12-PL4-III-
0.28 0.06 5.66 14.04 0.27 0.68 V Lurus
364
BP12-PL4-III-
0.74 0.43 5.34 21.36 1.83 7.32 V Lurus
365
BP12-PL4-III-
0.58 0.27 3.20 18.37 0.68 3.92 V Lurus
366
BP12-PL4-III-
0.24 0.04 4.19 10.31 0.15 0.37 V Lurus
367
BP12-PL4-III-
0.25 0.05 2.82 10.83 0.11 0.43 V Lurus
368
BP12-PL4-III-
0.37 0.11 7.56 19.89 0.65 1.70 V Lurus
369
BP12-PL4-III-
0.52 0.21 9.83 20.95 1.64 3.50 V Lurus
370
BP12-PL4-III-
0.49 0.19 5.47 16.69 0.84 2.55 V Lurus
371
BP12-PL4-III-
0.53 0.22 4.72 18.72 0.83 3.29 V Lurus
372
BP12-PL4-III-
0.43 0.15 7.91 22.66 0.92 2.63 V Lurus
373
BP12-PL4-III-
0.43 0.15 6.05 19.42 0.71 2.29 V Lurus
374
BP12-PL4-III-
0.54 0.23 2.55 19.26 0.48 3.59 V Lurus
375
BP12-PL4-III-
0.44 0.15 3.44 19.44 0.42 2.39 V Lurus
376
BP12-PL4-III-
0.36 0.10 3.56 15.38 0.29 1.25 V Lurus
377
BP12-PL4-III-
0.63 0.31 5.35 16.66 1.34 4.16 V Lurus
378
BP12-PL4-III-
0.64 0.32 2.46 12.35 0.64 3.21 V Lurus
379
BP12-PL4-III-
0.82 0.52 6.48 17.17 2.70 7.17 V Lurus
380
BP12-PL4-III-
0.65 0.33 4.28 26.35 1.12 6.92 V Lurus
381
BP12-PL4-III-
0.49 0.19 4.28 27.65 0.65 4.18 V Lurus
381
BP12-PL4-III-
0.64 0.32 11.33 22.27 2.89 5.68 V Lurus
382
BP12-PL4-III-
0.44 0.15 7.14 27.65 0.85 3.31 V Lurus
383
BP12-PL4-III-
0.35 0.10 9.99 22.10 0.78 1.73 V Lurus
384
BP12-PL4-III-
0.29 0.06 10.45 21.75 0.54 1.12 V Lurus
385
BP12-PL4-III-
0.70 0.38 0.45 17.95 0.14 5.48 V Lurus
386
BP12-PL4-III-
0.73 0.42 6.94 27.10 2.34 9.13 V Lurus
387
BP12-PL4-III-
0.30 0.07 1.76 16.62 0.10 0.96 V Lurus
388
BP12-PL4-III-
0.23 0.04 1.76 16.62 0.06 0.55 V Lurus
388
BP12-PL4-III-
0.50 0.20 1.76 16.62 0.28 2.64 V Lurus
388
BP12-PL4-III-
0.53 0.22 7.34 20.59 1.30 3.66 V Lurus
389
BP12-PL4-III- 14.5
0.93 0.67 4.93 26.89 2.66 V Lurus
390 0
BP12-PL4-III-
0.69 0.38 5.13 24.95 1.55 7.55 V Lurus
391
BP12-PL4-III- 0.31 0.07 4.94 14.80 0.29 0.87 V Lurus
392
BP12-PL4-III-
0.28 0.06 5.04 12.71 0.24 0.61 V Lurus
392
BP12-PL4-III-
0.88 0.61 2.19 19.81 1.06 9.61 V Lurus
393
BP12-PL4-III-
0.36 0.10 4.06 18.37 0.33 1.49 V Lurus
394
BP12-PL4-III-
0.68 0.37 5.63 21.08 1.66 6.21 V Lurus
395
BP12-PL4-III-
0.52 0.21 3.17 18.39 0.53 3.07 V Lurus
396
BP12-PL4-III-
0.44 0.15 9.94 25.99 1.19 3.11 V Lurus
397
BP12-PL4-III-
0.31 0.07 11.24 24.80 0.66 1.46 V Lurus
398
BP12-PL4-III-
0.31 0.07 8.02 13.73 0.47 0.81 V Lurus
399
BP12-PL4-III-
0.48 0.18 8.09 21.23 1.18 3.08 V Lurus
400
BP12-PL4-III-
0.73 0.42 6.70 26.35 2.26 8.88 V Lurus
401
BP12-PL4-III-
0.65 0.33 7.61 17.00 2.00 4.46 V Lurus
402
BP12-PL4-III-
0.59 0.28 12.32 19.64 2.72 4.33 V Lurus
403
BP12-PL4-III-
0.49 0.19 8.60 23.05 1.28 3.44 V Lurus
404
BP12-PL4-III-
0.51 0.20 11.96 25.16 1.93 4.05 V Lurus
405
BP12-PL4-III-
0.57 0.26 12.71 29.07 2.62 6.00 V Lurus
406
BP12-PL4-III-
0.50 0.20 13.10 27.65 2.06 4.34 V Lurus
407
BP12-PL4-III-
0.34 0.09 6.26 22.10 0.45 1.58 V Lurus
408
BP12-PL4-III-
0.45 0.16 6.05 25.16 0.77 3.19 V Lurus
409
BP12-PL4-III-
0.51 0.21 7.61 26.35 1.26 4.35 V Lurus
410
BP12-PL4-III-
0.34 0.09 4.91 16.40 0.36 1.20 V Lurus
411
BP12-PL4-III-
0.60 0.28 4.49 20.93 1.01 4.71 V Lurus
412
BP12-PL4-III-
0.41 0.13 9.72 25.36 1.01 2.65 V Lurus
413
BP12-PL4-III-
0.47 0.18 6.47 19.54 0.91 2.76 V Lurus
414
BP12-PL4-III-
0.49 0.19 5.70 22.45 0.86 3.39 V Lurus
415
BP12-PL4-III-
0.50 0.20 6.91 21.49 1.10 3.42 V Lurus
416
BP12-PL4-III-
0.23 0.04 4.27 14.19 0.15 0.48 V Lurus
417
BP12-PL4-III-
0.32 0.08 1.60 14.93 0.10 0.95 V Lurus
418
BP12-PL4-III-
0.21 0.04 1.60 12.46 0.05 0.36 V Lurus
419
BP12-PL4-III-
0.22 0.04 1.60 13.69 0.05 0.43 V Lurus
420
BP12-PL4-III-
0.44 0.15 7.77 15.81 0.94 1.92 V Lurus
421
BP12-PL4-III-
0.25 0.05 1.60 9.70 0.06 0.37 V Lurus
422
BP12-PL4-III-
0.22 0.04 1.60 8.80 0.05 0.27 V Lurus
423
BP12-PL4-III-
0.20 0.03 1.60 6.92 0.04 0.17 V Lurus
424
BP12-PL4-III-
0.30 0.07 1.27 12.51 0.07 0.69 V Lurus
425
BP12-PL4-III-
0.59 0.28 7.85 11.96 1.73 2.63 V Lurus
426
BP12-PL4-III-
0.36 0.10 2.52 13.04 0.20 1.04 V Lurus
427
BP12-PL4-III-
0.25 0.05 1.60 10.88 0.06 0.43 V Lurus
428
BP12-PL4-III-
0.26 0.05 1.60 10.60 0.07 0.45 V Lurus
429
IV.2.2 Pembahasan
Perkembangan tanaman pohon merkusii umumnya dikenal sebagai
tanaman reboisasi. Secara alami, jenis pohon tersebut tumbuh membentuk tegakan
hutan alam di daerah Sumatra, tepatnya di daerah Tapanuli dan Kerinci
(Darmawan dkk., 2018). Tanda-tanda khusus dari pohon pinus adalah tidak
berbanir, kulit luar kasar berwarna coklat kelabu sampai coklat tua, tidak
mengelupas dan beralur lebar (Siregar, 2005). Ciri lain dari pohon pinus adalah
pohon besar, batang lurus, silindris. Tegakan pinus dewasa dapat mencapai tinggi
30 m dan diameter 60–80 cm, sedangkan tegakan tua dapat mencapai tinggi 45 m
dan diameter 140 cm (Hidayat dan Hansen, 2001). Pohon pinus berbunga dan
berbuah sepanjang tahun, terutama pada bulan Juli-November (Siregar, 2005).
Pohon pinus berumah satu dengan bunga berkelamin tunggal, bunga jantan
dan betina berada dalam satu tunas, buah pinus berbentuk kerucut, silindris
dengan panjang 5–10 cm dan lebar 2–4 cm, lebar setelah terbuka lebih dari 10 cm,
dan biji pinus memiliki sayap yang dihasilkan dari dasar setiap sisik buah. Setiap
sisik menghasilkan dua biji dengan panjang sayap 22–30 mm dan lebar 5–8 mm,
dalam satu strobilus buah umumnya terdapat 35–40 biji per kerucut dengan
jumlah biji 50.000–60.000 biji per kg (Hidayat dan Hansen, 2001).
Inventarisasi hutan merupakan suatu teknik pengumpulan, pengevaluasian,
dari menyajikan informasi yang terspesifikasi dari suatu areal hutan karena secara
umum hutan merupakan areal yang luas, maka data biasanya di kumpulkan
dengan kegiatan sensus maupun sampling. Tujuannya adalah mendapatkan data
yang akan diolah menjadi informasi yang dipergunakan sebagai bahan
perencanaan dan perumusan kebijaksanaan strategis jangka panjang, jangka
menengah dan operasional jangka pendek sesuai dengan tingkatan dan kedalam
inventarisasi yang dilaksanakan. Ruang lingkup inventarisasi hutan meliputi
survei mengenai status dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumberdaya
manusia serta kondisi sosial masyarakat di dalam dan sekitar hutan (Usman,
2013).
Inventarisasi pinus dimulai pada hari Sabtu, 14 Januari 2023 sampai 17
Januari 2023 di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin tepatnya di sub-blok
pengembangan pemanenan modern. Kegiatan ini dilakukan dengan mengukur
Tinggi Bebas Cabang, Tinggi total, Keliling dan Kelerengan pada pohon pinus.
Pada lokasi inventarisasi pinus yang dilakukan berupa hutan alam dengan dengan
kelerengan agak curam sampai sangat curam hal ini merupakan salah satu kendala
pada saat melakukan inventarisasi pinus. Pohon pinus yang berada di hutan alam
sangat berbeda yang ada di hutan tanaman, perbedaannya ialah sebaran tegakan
pinus yang pada suatu titik biasanya terdapat pohon pinus 10-25 pohon dengan
jarak tanam yang bervariasi mulai < 1 m hingga ± 15 m dan kebanyakan pinus
yang di temukan pada hutan alam kondisi pohonnya masih belum disadap hanya
terdapat 17 pohon yang memiliki bekas penyadapan dengan sistem sadap yaitu
koakan.
Beragamnya jarak tanam antar pohon menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan pohon beragam pula sehingga kondisi pohon yang ditemukan
bermacam-macam pada suatu tegakan, terdapat pohon yang yang memiliki tinggi
dan diameter melebihi pohon-pohon yang ada di sekitarnya dan juga terdapat
pohon pinus yang telah mati dengan usia yang muda. Hal ini disebabkan karena
terjadinya kompetisi pada tegakan tersebut dengan jarak tanam yang tidak teratur
mengakibatkan adanya pohon pinus yang tumbuh lebih besar dari pohon yang ada
di sekitarnya, pinus yang pertumbuhan dan perkembangannya lambat
dibandingkan dengan pinus yang lainnya hingga pinus yang sudah mati karena
tidak mampu bersaing dengan pohon pinus dalam suatu tegakan. Ditemukannya
juga kondisi pohon pinus yang tidak biasa atau abnormal contohnya pohon pinus
yang bercabang dua hingga bercabang tiga, pinus yang bercabang seperti ini
terdapat di hutan alam dan kita masih belum mengetahui penyebabnya.
Hasil yang didapatkan dalam kegiatan inventarisasi pinus hari pertama
yaitu didapatkan 200 pohon. Kemudian dilanjutkan dengan menginven 111
pohon, pada hari ketiga pinus yang didapatkan sebanyak 89 pohon dan pada hari
ketiga setelah melakukan inventarisasi di dalam blok kami melakukan penyisiran
diluar area blok agar kita dapat mengetahui potensi pinus yang ada di luar blok
dan didapatkan pohon pinus sebanyak 29 pohon.
Getah pinus merupakan salah satu komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK) yang cukup potensial dan Indonesia menduduki peringkat ke 3 di dunia
setelah Cina dan Brazil. Getah pinus dapat diperoleh melalui pelukaan atau
penyadapan. Getah pinus mampu menghasilkan manfaat berupa gondorukem dan
terpentin. Kegunaan dari gondorukem adalah sebagai bahan vernis, bahan
pembuat sabun, bahan pembuat batik, bahan solder, tinta printer, cat dan lain-lain.
Terpentin bisa digunakan sebagai bahan pengencer cat dan vernis, bahan pelarut
lilin dan bahan pembuatan kamper sintesis. Peluang pasar gondorukem yang
potensial tersebut mendorong pengelola hutan untuk meningkatkan produksi getah
pinus. Rata-rata pohon pinus menghasilkan getah sebanyak 18,0 g/m 2 yang
disadap dengan menggunakan kedukul. Sedangkan penyadapan dengan cara
mujitech dan bor masing-masing menghasilkan getah sebanyak 11,2 g/m 2 dan
11,5 g/m2. Harga getah pinus Rp 3.560/kg di tingkat perhutani.
Pohon induk benih adalah suatu individu pohon yang memiliki syarat-
syarat sebagai pohon penghasil benih. Benih yang bermutu baik harus dipanen
dari pohon yang telah berumur tua atau minimal telah menghasilkan buah 3 – 5
kali. Secara umum pohon yang belum mencapai 3 kali musim berbuah, biasanya
menghasilkan benih/biji dengan persen kecambah yang rendah dan kemampuan
tumbuh yang rendah. Hal ini karena pada pohon-pohon yang mulai belajar
menghasilkan buah, biasanya keseimbangan pembagian produk fotosintensis
(makanan) dari pohon masih banyak didominasi oleh pertumbuhan vegetatif,
sehingga pertumbuhan generatif (bunga dan buah) hanya mendapat sedikit suplai
makanan. Kondisi ini juga menyebabkan banyak kegagalan pembuahan karena
putik (bunga betina) dan benang sari (bunga jantan) gugur sebelum terjadi
persilangan. Diameter dan tinggi pohon sangat penting dalam penilaian pohon
induk benih karena keduanya merupakan hasil akumulasi dari produk fotosintesis.
Pohon-pohon dengan diameter yang besar dan bebas cabang yang tinggi
menunjukan bahwa pohon-pohon tersebut memiliki kemampuan yang lebih dalam
pemanfaatan faktor lingkungan seperti cahaya, unsur hara, air dan CO2. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pohon-pohon tersebut akan banyak memiliki
hasil fotosintesis, sehingga sebagian besar dari hasil tersebut akan dapat dipakai
untuk pertumbuhan generatif tanaman. Rata-rata diameter pohon yang dijadikan
sebagai sumber benih adalah pohon yang memiliki diameter 20 cm keatas, tinggi
bebas cabang > 66%, memiliki batang yang lurus, tinggi pohon > 76%, tidak
memiliki bekas percabangan, batang silindris, dan batang mulus tanpa cacat dan
bekas serangan hama penyakit. Dari data pohon yang didapatkan, beberapa pohon
yang dapapat dijadikan sebagai sumber benih adalah pohon 002, 015, 016, 034,
dan 035.
Dalam seleksi pohon induk benih biasanya ukuran tajuk pohon tidak
banyak mendapat perhatian karena hanya dengan nilai diameter dan tinggi pohon
sudah dapat memberikan hasil yang maksimal dalam penilaian sumber benih.
Tetapi dengan melihat ukuran tajuk pohon dapat juga menilai seberapa bagus
benih pohon tersebut. Semakin bagus ukuran tajuk suatu pohon, maka semakin
bagus benih yang dihasilkan. Persyaratan posisi atau letak pohon induk benih
lebih difokuskan pada posisi/letak terhadap datangnya sinar matahari pagi.
Sinar matahari pagi adalah sinar yang efektif bagi proses fotosintesis
tanaman karena hanya mengandung sedikit energi panas sehingga efektif dalam
pemanfaataannya. Pada siang hari terutama pada jam 12 siang dan seterusnya,
sinar matahari cenderung memiliki energi panas lebih tinggi sehingga tumbuhan
melakukan antisipasi penutupan stomata agar tidak terjadi kerusakan sel-sel
stomata dan transpirasi tidak berlebihan. Oleh karena itu disarankan agar pohon
yang posisinya mendapat cukup sinar matahari pagi, harus menjadi pilihan untuk
pohon induk benih. Bahkan disarankan agar benih hanya dikoleksi dari bagian
tajuk pohon yang mendapat cukup sinar matahari pagi.
IV.3Inventarisasi Aren

IV.3.1 Hasil
Adapun hasil dari praktek kerja lapang ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Pengukuran Dengan Metode Sensus

No. D Ttot Hasil Pohon Hasil Produksi Jumlah


Petak Jenis Pohon LBDS Ttot Ket
Pohon (m) (m) Buah Nira Aren Gula Gula Pelepah
Batok Semut
BK-PL4- Aren (Arenga
0,61 0,48 27 8,7 17
III-001 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,55 0,43 27 7,9 15
III-002 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,49 0,39 21 5,4 12
III-003 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,45 0,36 1,3 5
III-004 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,44 0,34 2,2 5
III-005 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,49 0,39 1,9 5
III-006 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
HPBKL41 0,58 0,46 30 5,2 11
III-007 pinnata)
(Dalam
BK-PL4- Aren (Arenga
Plot) 0,45 0,35 24 7,2 10
III-008 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,46 0,36 14 5,3 9
III-009 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,52 0,41 38 8,7 13
III-010 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,54 0,42 36 8,2 12
III-011 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,54 0,43 16 2,7 7
III-012 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,54 0,43 33 6,4 14
III-013 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,17 0,13 2,1 4
III-014 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,55 0,43 49 14,1 14
III-015 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,48 0,38 47 13,6 11
III-016 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,33 0,26 39 10,4 7
III-017 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,27 0,21 36 10,3 5
III-018 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,35 0,28 15 4,8 9
III-019 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,35 0,28 40 10,3 11
III-020 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,37 0,29 32 6,6 9
III-021 pinnata)
HPBKL41 BK-PL4- Aren (Arenga
0,34 0,27 35 11,0 11
(Luar Plot) III-022 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,35 0,27 23 4,8 7
III-023 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,25 0,19 28 4,9 5
III-024 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,43 0,34 36 10,8 12
III-025 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,32 0,25 19 6,6 5
III-026 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,35 0,27 37 6,9 11
III-027 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,45 0,35 39 8,8 14
III-028 pinnata)
BK-PL4- Aren (Arenga
0,44 0,35 17 2,7 7
III-029 pinnata)
Tabel 4. Hasil Pengukuran Dengan Metode Sampling
Posisi Ju
Hasil Pohon Hasil Produksi Proyeksi Tajuk
Pohon mla
Tto K
Nomor Jenis D LB Gul Gul h
Petak t e
Pohon Pohon (m) DS Bu Nir Are a a Pel
(m) X Y U T B S t
ah a n Bat Se apa
ok mut h
BK- Aren 0,6 0,4 8,6 11, 12, 6, 6 6, 5, 17
HPBK PL4- (Arenga 1 8 6 1 15 7 , 1 7
L41 III-001 pinnata) 9
(Dalam
BK- Aren 0,5 0,4 7,8 11, 12, 4, 6 3, 6,
Plot) 15
PL4- (Arenga 5 3 8 1 6 7 , 5 4
III-002 pinnata) 6
BK- Aren 7
0,4 0,3 5,4 11, 16, 6, 5, 6,
PL4- (Arenga , 12
9 9 4 3 1 5 7 3
III-003 pinnata) 1
BK- Aren 2
0,4 0,3 1,3 12, 16, 1, 2, 2,
PL4- (Arenga , 5
5 6 0 3 8 7 2 4
III-004 pinnata) 1
BK- Aren 5
0,4 0,3 2,2 12, 16, 5, 6, 6,
PL4- (Arenga , 5
4 4 0 3 3 8 8 9
III-005 pinnata) 6
BK- Aren 3
0,4 0,3 1,9 12, 16, 2, 5, 5,
PL4- (Arenga , 5
9 9 0 4 5 9 7 9
III-006 pinnata) 8
BK- Aren 6
0,5 0,4 5,1 21, 4, 3, 4,
PL4- (Arenga 6,5 , 11
8 6 7 6 9 2 8
III-007 pinnata) 7
BK- Aren 4
0,4 0,3 7,2 18, 18, 4, 5, 4,
PL4- (Arenga , 10
5 5 4 4 3 9 5 7
III-008 pinnata) 7
BK- Aren 6
0,4 0,3 5,2 19, 18, 4, 4, 7,
PL4- (Arenga , 9
6 6 9 3 6 3 7 8
III-009 pinnata) 3
BK- Aren 6
0,5 0,4 8,7 32, 7, 3, 4,
PL4- (Arenga 7,9 , 13
2 1 0 5 4 3 1
III-010 pinnata) 3
BK- Aren 6
0,5 0,4 8,1 30, 7, 3, 3,
PL4- (Arenga 7,9 , 12
4 2 5 6 4 1 7
III-011 pinnata) 5
BK- Aren 6
0,5 0,4 2,6 35, 3, 7,
PL4- (Arenga 18 2 , 7
4 3 9 6 2 3
III-012 pinnata) 3
BK- Aren
0,5 0,4 6,4 43, 8, 5, 8,
PL4- (Arenga 18 7 14
4 3 5 9 2 6 3
III-013 pinnata)
BK- Aren 3, 4 3,
0,1 0,1 2,1 19, 49, 4,
PL4- (Arenga 1 , 1 4
7 3 0 8 2 3
III-014 pinnata) 4 2 5

Gambar 2. Sketsa Pohon Aren (Arenga pinnata) Dalam Plot 20 x 50 m


IV.3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh data yaitu tinggi pohon, diameter
pohon dan keliling pohon yang telah dilakukan pada pohon Aren (Arenga
pinnata) yang terdapat pada Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin. Lokasi
pengukuran pohon aren memiliki kelerengan landai yaitu berkisar antara 8-15 %.
Selain pohon aren dalam blok pengukuran kami juga mendapatkan pohon pinang,
mangga, pohon kelapa, dan jambu. Kerapatan vegetasi pada blok pengukuran
kami tidak rapat sehingga hanya terdapat beberapa jenis vegetasi tumbuhan yang
terdapat didalamnya.
Produktivitas pohon aren Petani dan pelaku usaha industri pengolahan
aren dalam satu harinya bisa memperoleh sekitar 20 - 30 liter nira per pohon dari
3 – 5 pohon yang disadap. Rata-rata 1 kg gula merah yang dihasilkan diolah dari
7- 8 liter nira tergantung dari kadar konsentrasi gula di dalam nira. Pengambilan
nira dilakukan oleh petani sebanyak 2 kali (pagi dan sore hari) menggunakan
bumbung bambu sepanjang 9 ruas atau 2,5-3 meter. Bumbung bambu ini setelah
air nira dituangkan kedalam wadah pengolahan maka dilakukan sterilisasi dengan
cara dipanaskan. Hasil sadapan air nira jika diolahakan diperoleh gula merah
sebanyak 8-20 kg per hari dengan harga jual Rp12.000,- per kg sehingga
diperoleh penerimaan sebesar Rp100.000,- hingga Rp 240.000, per hari.
Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan metode sensus total
dari keseluruhan pohon aren terdapat 29 pohon aren. Saat melakukan penyisiran
didapatkan 15 pohon aren. Untuk diameter tertinggi pada blok penyisiran terdapat
pada nomor pohon BK-PL4-III-015 yaitu 0,55 m, tinggi total 14,1 m, dengan
dengan jumlah pelepah terbanyak yaitu 14 pelepah. untuk diameter terendah
terdapat pada pohon BK-PL4-III-018 yaitu 0,27 m, tinggi total 10,3 m, dengan
jumlah pelepah tergolong sedikit yaitu 5 pelepah.
Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan metode sampling,
pada plot yang telah dibuat berukuran 20 m x 50 m terdapat 14 pohon aren.
Dimana pada plot ini terdapat pohon aren dengan diameter terbesar terdapat pada
BK-PL4-III-001 diameter sebesar 0,61 m, tinggi total 8,7 m, jumlah pelepah
terbanyak yaitu 17 pelepah, dengan proyeksi tajuk 6,7 m, 6,9 m, 6,1 m dan 5,7 m
memiliki produktivitas menghasilkan nira lebih tinggi dibandingkan dengan
pohon aren yang ada di dalam plot tersebut. Untuk diameter terkecil terdapat pada
BK-PL4-III-014 diameter 0,17 m, tinggi total 2,1 m, dengan jumlah pelepah
tergolong sedikit yaitu 4 pelepah sehingga belum memasuki usia produktif atau
belum siap panen.
Sejalan dengan pendapat Widyati (2012) nira aren bisa diambil dari tandan
bunga jantan atau bunga betina, akan tetapi dengan pertimbangan kelangsungan
populasi aren maka yang diambil niranya adalah bunga jantan agar bunga betina
tetap dapat menghasilkan buah dan biji. Pengambilan nira baru bisa dilakukan
setelah keluar bunga jantan, kurang lebih sekitar umur 8 tahun. Tandan bunga
jantan dikatakan siap disadap jika tepung sarinya sudah berjatuhan.
IV.4Inventarisasi Flora dan Fauna

IV.4.1 Hasil
Tabel 5. Data Hasil Pengamatan Pohon dan Tiang
POHON
Jenis Tinggi Pohon
Pl N K D LB J
Nama TB TBC Tt Ttot ϐ JD
ot o Nama latin (m) (m) DS L
lokal C (m) ot (m)
1 3 1
1 Pinus Pinus merkusii 0.97 0.31 0.07 1 37 13.29 8.48
2 0
3 1
2 Pinus Pinus merkusii 0.83 0.26 0.05 2.3 43 15.07 7.99
7 0
4 1
3 Pinus Pinus merkusii 0.68 0.22 0.04 2.1 19 10.76 7.55
1 0
4 Pinus Pinus merkusii 0.76 0.24 0.05 1.8 27 11.69 3 1 7.99
7 0
3 1
5 Akasia Acacia mangium 1.2 0.38 0.11 1.4 28 11.69 8.19
5 0
3 1
6 Akasia Acacia mangium 0.8 0.25 0.05 2 30 12.07 8.19
5 0
1 1
1 Litsea Litsea 0.97 0.31 0.07 2.2 65 24.74 9.74
3 0
1 1
2 Akasia Acacia mangium 1.05 0.33 0.09 1.2 62 22.35 9.66
5 0
2
1 1
3 Saprosma Saprosma ternata 0.98 0.31 0.08 1.9 53 16.78 9.74
3 0
1 1
4 Ficus sp Ficus insipda 1.09 0.35 0.09 1.6 56 17.94 9.85
0 0
2 1
1 Litsea Litsea 1.3 0.41 0.13 1.5 63 23.51 9.34
1 0
1 1
2 Saprosma Saprosma ternata 0.91 0.29 0.07 2.2 61 21.61 9.66
5 0
2 1
3 Ficus sp Ficus insipda 0.78 0.25 0.05 2.6 63 23.63 8.91
7 0
3
1 1
4 Akasia Acacia mangium 1.4 0.45 0.16 1.2 32 10.63 9.51
8 0
2 1
5 Akasia Acacia mangium 1.1 0.35 0.10 0.9 51 16.71 9.34
1 0
1 1
6 Litsea Litsea 0.75 0.24 0.04 0.57 38 12.24 9.46
9 0
1 1
1 Pinus Pinus merkusii 1.09 0.35 0.09 1.9 49 15.63 9.51
8 0
2 1
2 Pinus Pinus merkusii 1.35 0.43 0.15 1.5 40 13.02 9.34
1 0
2 1
3 Litsea Litsea 0.68 0.22 0.04 0.78 35 11.72 9.34
1 0
2 1
4 4 Saprosma Saprosma ternata 0.79 0.25 0.05 0.92 34 12.35 8.75
9 0
2 1
5 Akasia Acacia mangium 0.82 0.26 0.05 2.1 35 12.17 9.06
5 0
2 1
6 Saprosma Saprosma ternata 0.97 0.31 0.07 0.7 37 12.95 8.83
8 0
2 1
7 Akasia Acacia mangium 0.89 0.28 0.06 1.9 36 12.08 9.27
2 0
1 1
1 Akasia Acacia mangium 0.83 0.26 0.05 17 6.8 43 12.94 9.74
3 0
1 1
2 Litsea Litsea 0.91 0.29 0.07 15 6.9 45 13.97 9.61
6 0
5
1 1
3 Litsea Litsea 0.73 0.23 0.04 14 4.1 42 12.62 9.74
3 0
1 1
4 Saprosma Saprosma ternata 0.86 0.27 0.06 21 4.4 43 13.07 9.70
4 0
T I A N G
Jenis Tinggi Pohon
Pl N K D LB J
Nama TB TBC Tt Ttot ϐ JD
ot o Nama latin (m) (m) DS L
lokal C (m) ot (m)
Daun Phyllantus tenellus 0.00 1 1
1 0.22 0.07 -10 1.95 13 5.94 9.78
pulau R 4 2 0
Daun Phyllantus tenellus 0.00 1 1
2 0.21 0.07 0.93 15 6.78 9.66
pulau R 4 5 0
Daun Phyllantus tenellus 0.00 1 1
1 3 0.17 0.05 0.63 12 5.43 9.85
pulau R 2 0 0
0.00 1 1
4 Pinus Pinus merkusii 0.27 0.09 -11 2.1 17 6.99 9.70
6 4 0
Daun Phyllantus tenellus 0.00 1 1
5 0.25 0.08 0.73 11 6.22 9.61
pulau R 5 6 0
0.00 1
1 Litsea Litsea 0.27 0.09 0.32 31 8.62 6 9.95
6 0
Pouteria 0.01 1
2 Sawo 0.38 0.12 0.43 18 5.71 5 9.96
campechiana 1 0
2 Chionantus 0.00 1
3 Zaitun 0.32 0.10 0.51 17 5.85 7 9.93
ramiflorus 8 0
0.01 1
4 Antides Antides montanum 0.42 0.13 0.72 21 6.30 5 9.96
4 0
5 Mimba Azadirachta indica 0.29 0.09 0.00 0.89 24 6.57 3 1 9.99
7 0
0.01 1
1 Litsea Litsea 0.38 0.12 1.3 35 9.45 5 9.96
1 0
0.01 1 1
2 Antides Antides montanum 0.42 0.13 1.8 19 8.11 9.46
4 9 0
Chionantus 0.01 1 1
3 Zaitun 0.36 0.11 2.1 12 6.08 9.70
ramiflorus 0 4 0
Daun Phyllantus tenellus 0.00 1 1
3 4 0.27 0.09 1.1 15 6.93 9.61
pulau R 6 6 0
Daun Phyllantus tenellus 0.00 1
5 0.29 0.09 2.5 34 9.83 9 9.88
pulau R 7 0
Chionantus 0.01 1
6 Zaitun 0.49 0.16 0.95 27 7.88 7 9.93
ramiflorus 9 0
0.02 1 1
7 Antides Antides montanum 0.57 0.18 1.6 25 7.93 9.85
6 0 0
0.00 1 1
1 Antides Antides montanum 0.27 0.09 0.75 21 8.05 9.61
6 6 0
Akar Arisaema 0.00 1 1
2 0.32 0.10 0.56 26 8.30 9.82
naga dracontium L 8 1 0
0.01 1
3 Antides Antides montanum 0.41 0.13 0.98 29 8.48 8 9.90
3 0
4
Akar Arisaema 0.00 1
4 0.29 0.09 0.66 25 7.28 6 9.95
naga dracontium L 7 0
0.01 1 1
5 Litsea Litsea 0.37 0.12 0.87 25 8.09 9.82
1 1 0
0.00 1 1
6 Antides Antides montanum 0.21 0.07 0.73 25 8.54 9.70
4 4 0
0.00 1 1
1 Sp1 Quercus phellos L. 0.32 0.10 0.82 18 7.17 9.70
8 4 0
0.00 1 1
2 Sp1 Quercus phellos L. 0.29 0.09 0.79 25 8.69 9.66
7 5 0
5
0.01 1 1
3 Litsea Litsea 0.43 0.14 0.93 16 7.57 9.46
5 9 0
0.00 1 1
4 Sp1 Quercus phellos L. 0.22 0.07 0.74 19 7.67 9.61
4 6 0

Tabel 6. Data Hasil Pengamatan Pancang dan Semai


PANCANG
N
Plot Jenis Jumlah
o
1 Camptotheca acuminata D. 3
1 2 Quercus phellos L. 5
Jumlah 8
1 Litsea 2
2 Cratoxylum cochinchinense 6
3 Pouteria campechiana 1
2
4 Chionantus ramiflorus 2
5 Majidea zanguebaerica 2
Jumlah 13
1 Zanthoxylum zanthoxyloides 2
2 Antidesma montanum 3
3 3 Phyllantus tenellus R. 6
4 Pouteria campechiana 5
Jumlah 16
1 Garcenia madruno 3
4 2 Majidea zanguebaerica 3
3 Antidesma montanum 4
4 Chionantus ramiflorus 6
5 Quercus phellos L. 7
Jumlah 23
1 Pouteria campechiana 3
2 Litsea 4
3 Majidea zanguebaerica 1
5
4 Cratoxylum cochinchinense 2
5 Antidesma montanum 2
Jumlah 12
SEMAI
N
Plot Jenis Jumlah
o
1 Azadirachta indica 3
2 Flacourtia jangomas 5
3 Arisaema dracontium L. 2
1
4 Didymosalpinx norae 3
5 Lantana grisebachii S. 5
Jumlah 18
1 Ficus insipda 4
2 Saprosma ternate 2
3 Scolopia chinensis 3
2 4 Melicope elleryana 4
5 Didymosalpinx norae 5
6 Lantana grisebachii S. 4
Jumlah 22
1 Phyllantus tenellus R. 5
2 Eugenia gatopensis G. 3
3 Verbena urticifolia L. 9
3
4 Anemia mexicana K. 13
5 Cynanchum racemosum 10
Jumlah 40
1 Lantana grisebachii S. 7
2 Cynanchum racemosum 5
4 3 Didymosalpinx norae 3
4 Arisaema dracontium L. 9
Jumlah 24
1 Melicope elleryana 3
2 Scolopia chinensis 4
3 Arisaema dracontium L. 1
5
4 Anemia mexicana K. 2
5 Cynanchum racemosum 2
Jumlah 12
Tabel 7. Hasil pengamatan Fauna
Jumlah Cara Mengetahui Keberadaan Satwa
No Jenis Fauna Waktu
Individu Dilihat langsung Melalui jejak
1 Ular 1 √ 12:12
2 Burung 1 √ 13:16

Jejak yang ditinggalkan


Tingkah Jarak Sudut
Sisa Ba Jejak Habitat Keterangan
Bulu Kotoran Lainnya Laku Pengamat Pengamat
makanan u kaki
Sisik HA
√ HA

IV.4.2 Pembahasan
Vegetasi tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang
menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-
lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh
komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang
tumbuh secara alamiah pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan
pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami
perubahan drastis karena pengaruh anthropogenik. Keanekaragaman hewan
menunjukkan berbagai variasi dalam bentuk, struktur tubuh, warna, jumlah, dan
sifat lainnya di suatu daerah. Sumber alam hayati merupakan bagian dari mata
rantai tatanan lingkungan hidup, yang menjadikan lingkungan ini hidup dan
mampu menghidupkan manusia dari generasi ke generasi.
Analisis vegetasi dilakukan di Hutan Alam dengan mengukur keliling dan
derajat tinggi pada tiang dan pohon, serta mengidentifikasi jumlah spesies
pancang dan semai pada plot. Kegiatan inventarisasi flora menggunakan metode
plot terdapat 27 pohon, 27 tiang, 72 pancang dan 116 semai. Berdasarkan hasil
pengamatan yang didapatkan yaitu dominan terdapat pohon akasia dan daun
pulau. Inventarisasi fauna dilakukan dengan metode transek jalur, fauna yang
diinventarisasi ialah kelompok fauna jenis aves, reptil, dan mamalia. Adapun hasil
yang didapatkan sebanyak 2 fauna dengan kelompok fauna jenis aves dan reptil
yaitu burung dan ular. Burung ditemukan dengan meninggalkan jejak kotoran
sedanglkan ular meninggalkan sisiknya.
IV.5Survei Sosial Ekonomi

IV.5.1 Narasumber
1. Responden 1
a. Identitas
Nama : Harmia
Alamat : Dusun Mocongjai, Desa Rompegading
No. Hp : 081241631154
Asal Responden: Warga Asli
Berapa anggota keluarga : 5 Orang
Nama kepala rumah tangga :
- Nama : Ibu Becce
- Umur : 90 Tahun
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Agama : Islam
b. Komoditi dan Lahan
Jenis komoditi yang ditanam: Padi dan Kacang
Luas Lahan: 0,8 ha
Ternak: -
c. Pendapatan
1. Biaya
Tabel 8. Modal Fixed Cost Responden 1
Fixed Cost Fixed Cost
Kebutuhan
No. Jenis Jumlah Satuan (Harga (Total Harga Keterangan
Lahan
Satuan) Satuan)
Cangkul 1 unit Rp. 130.000 Rp. 130.000
Alat yang
1. Sabit 1 unit Rp. 20.000 Rp. 20.000
digunakan
Parang 1 unit Rp. 50.000 Rp. 50.000
Total Fixed Cost Rp. 200.000

Variable
Variable Cost
Kebutuhan Cost
No. Jenis Jumlah Satuan (Total Harga Keterangan
Lahan (Harga
Satuan)
Satuan)
Urea 5 Karung Rp. 130.000 Rp. 1.040.000
1. Pupuk
Posca 2 Karung Rp. 135.000 Rp. 270.000
2. Pestisida Gramoxone 2 Botol Rp. 92.000 Rp. 184.000
Bahan
5 Bakar Pertalite 121 Liter Rp. 11.000 Rp. 2.676.000
(Motor)
Total Variable Cost Rp. 4.170.000
Tabel 9. Modal Variable Cost Responden 1

Biaya = Fixed Cost + Variable Cost


= Rp. 200. 000 + Rp. 4.170.000
= Rp. 4.370.000
2. Penerimaan
Tabel 10. Penerimaan Responden 2
No. Produk Jumlah Satuan Harga Total Harga
1. Padi 15 Karung Rp. 546.000 Rp. 8.190.000
2. Kacang 10 Karung Rp. 935.000 Rp. 9.350.000
Total Penerimaan Rp. 17.540.000

3. Pendapatan
Pendapatan = Penerimaan - Biaya
= Rp. 17.540. 000 - Rp. 4.370.000
= Rp. 13. 170.000
d. Jadwal harian
Responden 1
Jadwal Kegiatan
04.00-05.00 Bangun Tidur
05.00-05.30 Memasak
05.30-06.00 Sarapan
06.00-06.30 Siap-Siap ke sawah
06.30-06.45 Berangkat ke sawah
06.45-12.00 bekerja di sawah
12.00-13.00 Ishoma
13.00-16.00 Lanjut bekerja di sawah
16.00-16.15 Pulang ke rumah
16.15-16.45 bersih-bersih badan
16.45-18.30 Istirahat
18.30-19.40 Makan malam
19.40-21.30 Kumpul bersama keluarga
21.30-04.00 Tidur

2. Responden 2
a. Identitas
Nama : Husnaini
Alamat : Dusun Mocongjai, Desa Rompegading
No. Hp : 082197320009
Asal Responden: Warga Asli
Berapa anggota keluarga : 3 Orang
Nama kepala rumah tangga :
- Nama : Abd. Haris
- Umur : 73 Tahun
- Pekerjaan : Petani
- Agama : Islam
b. Komoditi dan Lahan
Jenis komoditi yang ditanam: Padi dan Kacang
Luas Lahan: 0,5 ha
Ternak:-
c. Pendapatan
1. Biaya
Tabel 11. Modal Fixed Cost Responden 2
Fixed Cost Fixed Cost
Kebutuhan
No. Jenis Jumlah Satuan (Harga (Total Harga Keterangan
Lahan
Satuan) Satuan)
Alat yang Sabit 1 unit Rp. 20.000 Rp. 20.000
1.
digunakan Cangkul 1 unit Rp. 130.000 Rp. 130.000
Total Fixed Cost Rp. 150.000

Tabel 12. Modal Variable Cost Responden 2


Variable
Variable Cost
Kebutuhan Cost
No. Jenis Jumlah Satuan (Total Harga Keterangan
Lahan (Harga
Satuan)
Satuan)
Urea 3 Karung Rp. 130.000 Rp. 390.000
1. Pupuk
kandang 6 Karung Rp. 10.000 Rp. 60.000
2. Pestisida Gramoxone 2 Botol Rp. 92.000 Rp. 184.000
Bahan
5 Bakar Solar 20 Liter Rp. 7.000 Rp. 140.000
(Traktor)
Total Variable Cost Rp. 774.000

Biaya = Fixed Cost + Variable Cost


= Rp. 150. 000 + Rp. 774.000
= Rp. 924.000
2. Penerimaan
Tabel 13. Penerimaan Responden 2
No. Produk Jumlah Satuan Harga Total Harga
1. Padi 10 Karung Rp. 650.000 Rp. 6.500.000
2. Kacang 5 Karung Rp. 935.000 Rp. 4.675.000
Total Penerimaan Rp. 11.175.000

3. Pendapatan
Pendapatan = Penerimaan - Biaya
= Rp. 11.175. 000 - Rp. 924.000
= Rp. 10.251.000
d. Jadwal harian
Responden 2
Jadwal Kegiatan
04.30-05.15 Bangun tidur
05.15-06.15 Sarapan
06.15-06.45 Siap-Siap ke sawah
06.45-07.00 Berangkat ke sawah
07.00-12.00 bekerja di sawah
12.00-13.00 Ishoma
13.00-16.00 Lanjut bekerja di sawah (Pembersihan)
16.00-16.20 Pulang ke rumah
16.20-16.50 Mandi
16.50-18.30 Istirahat
18.30-19.40 Makan malam
19.40-21.30 Nonton TV bersama keluarga
21.30-22.00 Bermain bersama cucu-cucu
22.00-04.30 TIdur

3. Responden 3
a. Identitas
Nama : Baharuddin
Alamat: Dusun Mocongjai, Desa Rompegading
No. Hp: -
Asal Responden: Warga Asli
Berapa anggota keluarga : 3 Orang
Nama kepala rumah tangga :
- Nama : Baharuddin
- Tempat/Tanggal Lahir : Mahasa, 1 April 1967
- Pekerjaan : Petani
- Agama : Islam
b. Komoditi dan Lahan
Jenis komoditi yang ditanam: Padi, kacang dan semangka
Luas Lahan: 1 ha
Ternak: -
c. Pendapatan
1. Biaya

Tabel 14. Modal Fixed Cost Responden


Fixed Cost Fixed Cost
Kebutuhan
No. Jenis Jumlah Satuan (Harga (Total Harga Keterangan
Lahan
Satuan) Satuan)
Alat yang Cangkul 2 unit Rp. 210.000 Rp. 420.000
1.
digunakan Gembor 1 unit Rp. 400.000 Rp. 400.000
Non-rupiah.
Menerapkan
sistem bagi
Upah
6. - 2 Pekerja Rp.- hasil pada hasil
Pekerja
panen dengan
perbandingan
5:1.
Total Modal Fixed Cost Rp. 820.000

Tabel 15. Modal Variable Cost Responden 3


Variable
Variable Cost
Kebutuhan Cost
No. Jenis Jumlah Satuan (Total Harga Keterangan
Lahan (Harga
Satuan)
Satuan)
Za 2 Karung Rp. 150.000 Rp. 300.000 Perbandingan
Posca 2 Karung Rp. 135.000 Rp. 270.000 3:1:1
1. Pupuk penggunaan
Urea 8 Karung Rp. 130.000 Rp. 1.040.000 Urea, Posca dan
Za
Kacang 10 Kg Rp. 85.000 Rp. 850.000
2. Bibit
Semangka 2 Bungkus Rp. 65.000 Rp. 130.000
Gramoxone 3 Botol Rp. 92.000 Rp. 276.000
3. Pestisida
Themix 1 Botol Rp. 112.000 Rp. 112.000
Bahan
5 Bakar Solar 30 Liter Rp. 7.000 Rp. 210.000
(Traktor)
Total Modal Variable Cost Rp. 3.188.000

Biaya = Fixed Cost + Variable Cost


= Rp. 820. 000 + Rp. 3.188.000
= Rp. 4.008.000
2. Penerimaan
Tabel 16. Penerimaan Dalam 12 Bulan Responden 3
No. Produk Jumlah Satuan Harga Total Harga
1. Padi 50 Karung Rp. 546.000 Rp. 27.300.000
2. Kacang 20 Karung Rp. 935.000 Rp. 18.700.000
3. Semangka 600 Biji Rp. 15.000 Rp. 9.000.000
Total Penerimaan Rp. 55.000.000

3. Pendapatan
Pendapatan : Penerimaan - biaya
:Rp. 55.000.000 - 4.008.000
:Rp. 50.992.000
d. Jadwal Harian
Jadwal Kegiatan
06.00-06.15 siap-siap ke sawah
06.15-06.45 Perjalanan ke sawah
06.45-08.30 pencampuran pupuk
08.30-10.00 penaburan pupuk
10.00.10.45 istirahat
10.45-13.00 pembersihan sekitar sawah
13.00-14.00 Melanjutkan penaburan
14.00-15.30 Pembersihan sekitar sawah
15.30-16.30 istirahat
16.30-17.00 Pulang ke rumah
17.00-20.30 bersih-bersih, sholat dan makan
20.30-22.00 minum kopi dan nonton tv
22.00-06.00 tidur

IV.5.2 Sosial Ekonomi Masyarakat di Dalam dan Sekitar Hutan


1. Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi umumnya membahas mengenai hal-hal yang berkenaan
dengan unsur pertanian, perkebunan, transportasi, pasar dan lain- lain. Aspek
ekonomi merupakan tahapan produksi, distribusi dan konsumsi masyarakat
menggunakan dan memanfaatkan sumber daya. Dalam kegiatan produksi petani
menanam padi dan menghasilkan beras, pada proses distribusi beras yang sudah
dibersihkan didistribusikan ke pasar, supermarket atau toko. Sedangkan tahap
konsumsi masyarakat membeli beras untuk memenuhi kebutuhan pangannya.
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada masyarakat Moncong Jai yang
didapatkan hasil bahwa keempat responden melakukan kegiatan bertani dan
bercocok tanam. Responden pertama melakukan kegiatan produksinya dengan
menggunakan bibit padi sendiri dan proses pemanenan padi menggunakan tenaga
bantuan buruh dengan upah gabah, sedangkan untuk produksi kacang
menggunakan bibit yang dibeli dan pupuk yang digunakan merupakan pupuk
yang dibeli serta dibuat sendiri dengan memanfaatkan kotoran hewan (organik).
Padi yang telah dipanen digiling di mesin gilingan dengan ongkos 5%. Hasil dari
bertani dan bercocok tanam menghasilkan 10-15 karung beras dan 5-8 karung
kacang. Pada kegiatan distribusi, gabah-gabah yang telah di giling dijual ke pasar
yang diangkuit dengan kendaraan pribadi (motor). Pada tahapan konsumsi
responden menjual ¾ dari hasil panennya.
Pada responden kedua melakukan kegiatan produksi menggunakan bibit
padi & kacang yang dibeli. Saat proses pemupukan digunakan sebanyak 10
karung pupuk dan proses pemanenan padi dilakukan secara beramai-ramai dengan
bantuan buruh dengan ongkos bagi hasil panen. Padi yang telah dipanen digiling
di mesin gilingan dengan ongkos 5%. Hasil dari bertani dan bercocok tanam
menghasilkan 10 karung beras dan 1 karung kacang. Pada kegiatan distribusi,
gabah-gabah yang telah di giling dijual ke pasar yang diangkut dengan kendaraan
pribadi (motor). Pada tahapan konsumsi responden menjual 7 karung dari hasil
panennya.
Pada responden ketiga melakukan kegiatan produksi menggunakan bibit
sendiri untuk padi, bibit semangka dan kacang yang di beli. Pada proses
pemupukan menggunakan 4 jenis pupuk dengan rincian 1 karung pupuk ZA, 1
karung POSCA, 3 karung pupuk urea, dan pupuk kendang digunakan untuk
semangka dan kacang. Padi yang telah dipanen digiling di mesin gilingan dengan
ongkos 2 %. Hasil dari bertani dan bercocok tanam menghasilkan menghasilkan
20-25 karung beras, 20 karung kacang, dan 5-10 karung semangka. Pada kegiatan
distribusi, gabah-gabah yang telah di giling dijual ke pasar yang diangkut dengan
kendaraan pribadi (motor). Sedangkan untuk kacang dan semangka dijual di kios
yang dimiliki oleh responden di pinggir jalan. Pada tahapan konsumsi responden
menjual 27-30 karung dari hasil panennya.
2. Aspek Kelembagaan
Lembaga merupakan wadah atau tempat orang-orang berkumpul, bekerja
sama secara berencana terorganisasi, terkendali, terpimpin dengan memanfaatkan
sumber daya untuk satu tujuan yang sudah ditetapkan. kelembagaan petani
sangatlah penting untuk terus mendorong petani anggota didalamnya menaikkan
hasil produksi, memperhatikan kualitas produk, dan memberikan jaminan mutu
hasil pertanian. Dari hasil wawancara terkait kelembagaan yang diikuti oleh
responden didapatkan bahwa responden pertama tidak mengikuti kelembagaan
apapun, dengan alasan ketidak-tahuan dan informasi yang kurang terkait
kelembagaan. Responden kedua mengikuti kelompok tani tunas muda dan
perkumpulan keluarga harapan (PKH). Keuntungan yang didaptkan berupa
bantuan pupuk dari kelompok tani tunas muda dan bantuan berupa uang tunai
sebesar Rp. 350.000.00 dari PKH. Responden ketiga mengikuti kelompok tani.
Keuntungan yang didapat ialah berupa bantuan bibit dari pemerintah.
3. Aspek Sosial-Budaya
Aspek sosial-budaya segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam
sebuah masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. Aspek sosial-
budaya meliputi segala hal yang melekat pada kehidupan manusia seperti tradisi,
adat, kelompok dan masyarakat. Dari hasil wawancara didapatkan hasil bahwa
masyarakat di kecamatan Mocong jai berasal dari suku bugis, makassar. Kegiatan
gotong-royong masih menjadi kebiasaan masyarakat setempat tetapi tidak
terjadwalkan.
4. Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan yang dipertimbangkan oleh para responden yaitu
kondisi lahan yang perlu diperhatikan untuk meminimalisir kerugiaan yang
terjadi. Dari hasil wawancara yang didapatkan ialah, kerugian yang dimiliki ketiga
responden yaitu disebabkan oleh serangan hama, maka dari itu ia menggunakan
pestisida dan memperhatikan jenis pupuk yang akan digunakan untuk mengurangi
terjadinya kerugiaan pada pasca panen.
IV.5.3 Transect Walk

IV.5.4 Kalender Musim


Tabel 17. Kalender Musim Responden 1
Musim Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Hujan
Tanam Padi
Perawatan Padi
Panen Padi
Kemarau
Tanam Kacang
Perawatan Kacang
Maulid
Tabel 18. Kalender Musim Responden 2
Tabel 19. Kalender Musim Responden 3
IV.5.5 Aspirasi
Aspirasi merupakan keinginan dengan sikap yang sangat kuat untuk
mendapatkan sesuatu hal yang dianggap lebih positif dan bernilai lebih tinggi
Musim Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus SeptemberOktober NovemberDesember
Hujan
Musim Padi
Tanam Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus SeptemberOktober NovemberDesember
Hujan
Perawatan Padi
TanamPadi
Panen Padi
Perawatan Padi
Kemarau
Panen Padi
Tanam Kacang
Kemarau Kacang
Perawatan
Tanam Kacang
Maulid
Perawatan Kacang
Maulid

dari keadaan sekarang. Dalam hal ini persepsi dan aspirasi serta interaksi sosial
yang dimaksudkan mengenai keberadaan Hutan Pendidikan Unhas terhadap
kehidupan masyarakat desa sekitar hutan. Pengambilan aspirasi dilakukan
terhadap setiap responden.
Dari hasil wawancara didapatkan, responden pertama menyampaikan
bahwa keberadaan Hutan Pendidikan sangat berarti penting karena hampir setiap
minggu ada mahasiswa yang datang ke sekitar wilayah hutan yang membuat
suasana menjadi ramai. Responden kedua menyampaikan bahwa keberadaan
Hutan Pendidikan membuat akses untuk memasuki hutan menjadi sulit, sehingga
masyarakat tidak dapat memanfaatkan wilayah sekitar hutan Pendidikan karena
harus melakukan perizinan terlebih dahulu. Responden ketiga menyampaikan
bahwa keberadaan Hutan Pendidikan membantu secara finansial, yakni
pengunjung dan mahasiswa sering membeli hasil kebun dari responden ketiga.

IV.6Teknik Silvikultur

IV.6.1 Hasil
1. Hasil Pengukuran Hutan Pinus Bekas Kebakaran
Tabel 20. Hasil Pengukuran Pohon
No Nama Lokal Nama Latin D (m) LBDS TBC (m) Ttot (m) Volume TBC Volume Ttot X Y T S U B
1 Pinus Pinus merkusii 0.31 0.07 10.60 17.00 0.64 1.02 2.3 5.4 4.3 4.9 5 4.3
2 Pinus Pinus merkusii 0.32 0.08 11.12 22.82 0.74 1.51 6.9 13 3 3.5 4.2 2.9
3 Pinus Pinus merkusii 0.44 0.15 6.01 26.75 0.72 3.20 6.7 8.9 5.2 6.3 5.4 5.8
4 Pinus Pinus merkusii 0.28 0.06 5.24 18.24 0.25 0.88 9.8 14 4 2.3 3.4 5.2
5 Pinus Pinus merkusii 0.52 0.21 6.32 16.44 1.07 2.78 11 19 5 4.3 4.8 6.8
6 Pinus Pinus merkusii 0.42 0.14 1.60 19.25 0.18 2.14 20 19 4.8 3.9 5.6 6.2
Tabel 21. Hasil Pengukuran Tiang
No Nama Lokal Nama Latin D (m) LBDS TBC (m) Ttot Volume TBC Volume X Y T S U B
(m) Ttot
1 Lobe-Lobe Flocourtia inermis 1.69 2.24 0.93 3.65 1.66 6.54 5 3 2.5 4.3 2 3.6
2 Pinus Pinus merkusii 2.29 4.13 1.95 3.86 6.44 12.74 7 5 3.5 2.3 3 2.7
Tabel 22. Hasil Pengukuran Pancang
No Nama Lokal Nama Latin Jumlah
1 Senggani Melastoma 3
malabathricum
2 Homalanthus Homalanthus populneus 2
3 Pinus Pinus merkusii 6
4 Kapu' Litsea glutinosa 2
5 Ficus Insipd Ficus Insipida 4
Tabel 23. Hasil Pengukuran Semai
No Nama Lokal Nama Latin Jumlah
1 Senggani Melastoma 7
malabathricum
2 Garcenia Garcenia mangostana 4
3 Loba-Lobe Flocourtia inermis 2
4 Kapu' Litsea glutinosa 3
5 Sinamomon Cinnamomum verum 6
6 Sapindaseae Sapindaceae 5
Tabel 24. Hasil Perhitungan Biomassa
NILAI PERSAMAAN ALOMETRIK POTENSI BIOMASSA TEGAKAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON PENDUGAAN SERAPAN CO2

PINUS 110.486 2.762159717 1.298215067 4.764449295

Gambar 3. Tajuk Pohon Pinus Bekas Kebakaran


2. Hasil Pengukuran Hutan Kerapatan Tinggi
Tabel 25. Hasil Pengukuran Pohon
No Nama Lokal Nama Latin D (m) LBDS TBC (m) Ttot (m) Volume TBC Volume Ttot X Y T S U B
1 Pinus Pinus merkusii 0.46 0.17 7.09 20.22 0.94 2.67 7.8 2.6 4.9 6.5 1.5 1.4
2 Pinus Pinus merkusii 0.29 0.06 7.14 15.34 0.37 0.79 10 3 4.9 4.1 4.8 1.4
0.25 0.05 7.37 10.59 0.29 0.41 10 3 4.9 4.1 4.8 1.4
3 Akasia Acacia mangium 0.68 0.36 4.22 21.65 1.23 6.32 2.3 6.9 4.2 5 5.6 3.9
4 Pinus Pinus merkusii 0.32 0.08 9.71 9.15 0.61 0.57 15 7.2 4.2 5 5.7 3.6
5 Pinus Pinus merkusii 0.42 0.14 4.79 14.16 0.53 1.57 20 3.9 4.4 4.8 5 3.8
6 Pinus Pinus merkusii 0.34 0.09 9.93 15.26 0.72 1.11 19 8.4 4.7 5.2 4.9 4
7 Akasia Acacia mangium 0.23 0.04 11.68 20.87 0.40 0.71 17 12 5 5.3 5.5 4.8
8 Pinus Pinus merkusii 0.29 0.06 8.14 13.58 0.42 0.70 20 13 4.3 4.5 4.8 4.1
9 Akasia Acacia mangium 0.41 0.13 4.44 14.74 0.47 1.56 17 20 4.1 6 5.8 3.9
10 Pinus Pinus merkusii 0.25 0.05 5.83 16.39 0.24 0.67 10 12 4.3 4.7 4.5 4.2
11 Pinus Pinus merkusii 0.50 0.19 9.97 14.84 1.55 2.30 20 16 5 4.3 4.6 4.8
Tabel 26. Hasil Pengukuran Tiang
No Nama Lokal Nama Latin D (m) LBDS TBC (m) Ttot (m) Volume TBC Volume Ttot X Y T S U B
1 Cemara Umbellularia californica 1.69 2.24 2.82 5.22 5.05 9.34 3.9 8.2 2.5 4.3 2.3 3.6
2 Kacang babi Carya glabra 2.29 4.13 2.00 5.01 6.60 16.54 5.6 4.2 3.5 2.3 3.4 2.7

Tabel 27. Hasil Pengukuran Pancang


No Nama Lokal Nama Latin Jumlah
1 Cemara Umbellularia californica 5
2 Senggani Melastoma 2
melabathricum
3 Kanon Palicourea guianensis 3
Tabel 28. Hasil Pengukuran Semai
No Nama Lokal Nama Latin Jumlah
1 Cemara Umbellularia californica 10
2 Kirinyuh Choromoleana odorata 4
Tabel 29. Hasil Perhitungan Biomassa
Pohon Persamaan Alometrik Potensi Biomassa Tegakan Pendugaan Cadangan Karbon Pendugaan Serapan CO2
PINUS 121.7722433 3.044 1.43 5.25
AKASIA 41768.91723 1044.223 490.784777 1801.180133
TOTAL 41890.68947 1047.267237 492.2156013 1806.431257

Gambar 4. Tajuk Pohon Kerapatan Tinggi


2.1.3 Hasil Pengukuran Hutan Alam
Tabel 30. Hasil Pengukuran Pohon
Volume Volume
No Nama Lokal Nama Latin D (m) LBDS X Y TBC (m) Ttot (m) T S U B
TBC Ttot
Acacia
1 Akasia 0.40 0.13 7.8 2.6 9.99 25.16 0.90 2.26 3.2 6.1 2.3 4.2
mangium
Acacia
2 Akasia 0.37 0.11 8.7 2 10.88 23.19 0.83 1.77 1.5 4.5 5.5 2.7
mangium
Acacia
3 Akasia 0.21 0.03 10.5 3 10.00 22.31 0.24 0.53 3.5 5.8 6.8 6
mangium
Acacia
4 Akasia 0.20 0.03 4.2 6.4 16.33 23.08 0.36 0.51 1.6 5 4.5 2.5
mangium
Acacia
5 Akasia 0.37 0.11 15.1 7.2 17.34 25.00 1.32 1.91 2.7 7 5.3 3.7
mangium
6 Pinus Pinus merkusii 0.20 0.03 2.7 6.9 8.51 22.00 0.19 0.49 6 4.7 5.4 3.9
7 Pinus Pinus merkusii 0.40 0.13 17.4 12.4 4.63 10.31 0.42 0.93 3.3 2.1 5.3 6.7
Acacia
8 Akasia 0.25 0.05 15.3 7.2 5.08 17.52 0.18 0.61 4 3.9 6.2 1.7
mangium
Acacia
9 Akasia 0.47 0.17 16.2 3.9 2.39 13.63 0.29 1.64 7.1 5.1 5.5 3.5
mangium
Acacia
10 Akasia 0.44 0.15 17.6 4.3 7.52 25.97 0.80 2.76 1.8 3.7 5.2 2.3
mangium
Acacia
11 Akasia 0.26 0.05 15.6 12.3 14.81 21.61 0.57 0.83 1.2 5.8 6.6 5
mangium
Acacia
12 Akasia 0.23 0.04 14.3 16.2 6.56 14.07 0.19 0.42 3 6.1 4.3 4.4
mangium
Acacia
13 Akasia 0.44 0.15 17.6 12.4 9.07 22.11 0.95 2.31 5 3.5 4.6 6.5
mangium
Acacia
14 Akasia 0.34 0.09 18.3 18.3 4.06 15.71 0.26 1.00 2.1 6.3 5.8 4.1
mangium
Acacia
15 Akasia 0.33 0.08 19.6 16.5 8.03 18.75 0.47 1.11 4.4 5.5 6 3.3
mangium
Acacia
16 Akasia 0.22 0.04 19.9 12.6 4.95 17.54 0.14 0.48 6.7 6.4 4.6 5.8
mangium
Acacia
17 Akasia 0.29 0.07 19.7 15.6 8.51 19.49 0.39 0.90 6.1 6.9 5.2 5.4
mangium
18 Pinus Pinus merkusii 0.22 0.04 16.5 19.9 8.45 22.58 0.22 0.60 4.8 2.7 1.8 5.6
Tabel 31. Hasil Pengukuran Tiang
LBD TBC Ttot
No Nama Lokal Nama Latin D (m) X Y Volume TBC Volume Ttot T S U B
S (m) (m)
1 Pinus Pinus merkusii 0.17 0.02 2.1 0.8 0.30 5.22 0.005 0.082 3.3 3.7 3.5 3.2
2 Pinus Pinus merkusii 0.12 0.01 8.5 3.2 0.60 4.63 0.005 0.035 4.2 3.7 3.9 4
4 Akasia Acacia mangium 0.15 0.02 5.7 4.9 2.65 5.03 0.031 0.059 2.7 2.5 2.5 2.2
Antidesma
5 Buni 0.11 0.01 3.6 9.1 0.80 5.43 0.006 0.039 3.1 3 3.3 3
madagascariense
Antidesma
6 Buni 0.16 0.02 8.1 8.7 2.82 5.81 0.038 0.078 2.5 2.7 2.4 2.3
madagascariense
Antidesma
7 Buni 0.16 0.02 1.1 9.3 2.46 7.71 0.036 0.112 2.2 2 1.9 2
madagascariense
Antidesma
8 Buni 0.13 0.01 9.7 1.6 2.96 8.14 0.026 0.073 2.4 2 2.5 2.3
madagascariense
Tabel 32. Hasil Pengukuran Pancang
No Nama Lokal Nama Latin Jumlah
1 Senggani Melastoma malabathricum 3
2 Ki Hiur Siparuna cuspidata 5
3 Euodia Melicope elleryana 1
Tabel 33. Hasil Pengukuran Semai
No Nama Lokal Nama Latin Jumlah
1 Jambu mawar Syzygium jambos 2
Tabel 34. Hasil Perhitungan Biomassa
PENDUGAAN BIOMASSA (KG) POTENSI BIOMASSA TEGAKAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON PENDUGAAN SERAPAN CO2

Pinus 288.759 7.219 3.393 12.452


Akasia 30736.15073 768.4037683 361.149771105 1325.419660
TOTAL 31024.910 775.623 364.543 1337.872
Gambar 5. Tajuk Pohon Hutan Alam
IV.6.2 Pembahasan

Penerapan teknik-teknik silvikultur dimulai pada hari Sabtu, 28 Januari


2023 sampai 30 Januari 2023 di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin
terbagi atas tiga sub-blok yaitu hutan tanaman bekas kebakaran, hutan tanaman
dan hutan alam dengan tujuan untuk membandingkan hasil inventarisasi antara
plot dan membandingkan potensi biomassa yang terdapat pada hutan tersebut.
Inventarisasi pada hutan tanaman bekas kebakaran, hutan tanaman dan hutan
alam dilakukan dengan membuat plot 20 x 20 m untuk identifikasi pohon, 10 x
10 m untuk identifikasi tiang, 5 x 5 untuk identifikasi pancang dan 1 x 1 untuk
identifikasi semai atau tumbuhan bawah yang terdapat pada plot tersebut.
Pada lokasi inventarisasi yang dilakukan hutan tanaman bekas kebakaran
pada blok 6 terdapat 6 pohon dengan jenis Pinus merkusii dengan diameter
tertinggi 0,52 m, tinggi bebas cabang 6,32 m dengan tinggi total 16,4 m. Untuk
diameter terendah yaitu 0,28 m, tinggi bebas cabang 5,24 m dengan tinggi total
18,24 m. Jenis tiang yang terdapat hutan tanaman bekas kebakaran yaitu Lobe-
lobe (Flacourtia inermis) dan Pinus merkusii. Pancang terdapat 5 jenis yaitu
Senggani (Melastoma malabathricum), Homalanthus (Homalanthus populneus),
Pinus (Pinus merkusii), Kapu’ (Litsea glutinosa) dan Ficus (Ficus Insipida).
Untuk semai terdapat 6 jenis yaitu 7 Senggani (Melastoma malabathricum), 4
Garcenia (Garcenia mengostana), 2 Lobe-lobe (Flacourtia inermis), 3 Kapu’
(Litsea glutinosa), 6 Sinamomon (Cinnamomum verum) dan 6 sapindaseae
(Sapindaceae).
Pada lokasi inventarisasi yang dilakukan hutan tanaman kerapatan tinggi
pada blok 6 terdapat 11 pohon dengan 8 pohon pinus (Pinus merkusii) dan 3
pohon akasia (Acacia mangium). Untuk diameter tertinggi 0,68 m, tinggi bebas
cabang 4,22 m dengan tinggi total 21,65 m. Untuk diameter terendah yaitu 0,23
m, tinggi bebas cabang 11,65 m dengan tinggi total 20,87 m. Jenis tiang yang
terdapat hutan tanaman kerapatan tinggi yaitu cemara (Umbellularia californica)
dan kacang babi (Carya glabra). Pancang terdapat 3 jenis yaitu 5 Cemara
(Umbellularia californica), 2 Senggani (Melastoma malabathricum), 3 Kanon
(Palicourea guianensis). Untuk semai terdapat 2 jenis yaitu 10 Cemara
(Umbellularia californica) dan 4 Krinyuh (Choromoleana odorata).
Pada lokasi inventarisasi yang dilakukan hutan alam di blok 3 terdapat 2
jenis pohon yang masuk dalam plot dengan jumlah keseluruhan 18 pohon. Pada
jenis pertama yaitu pinus (Pinus merkusii) yang berjumlah 3 dan jenis kedua
adalah akasia (Acacia mangium), Adapun diameter terbesar adalah pohon akasia
(Acacia mangium) dengan diameter 0,47 m, selain itu diameter terkecil yaitu 0,20
m, pada penentuan tinggi total tertinggi yang didapatkan adalah 25,97 m, dan
tinggi total tertinggi terendah adalah 10,31 m, selain itu Adapun tinggi bebas
cabang tertinggi yang didapatkan adalah 17,34m dan tinggi terendah adalah
2,39m. Untuk pengamatan jumlah tiang yang berada dalam plot yaitu 3 dengan
jenis (Pinus merkusii), (Acacia mangium), dan (Antidesma madagascariense).
Selain itu adapun pancang yang di dapatkan sebanyak 3 jenis yaitu 3 Senggani
(Melastoma malabathricum), 5 Ki Hiur (Siparuna cuspidatai), Euodia (Melicope
elleryana). Adapuan semai yang didaptkan adalah Jambu mawar (Syzygium
jambos).
Berdasarkan pengamatan dilapangan dapat diketahui perbandingan dari
hutan alam dan hutan tanaman bekas kebakaran dan hutan tanaman kerapatan
tinggi dapat berupa struktur tegakan, dimana pada hutan alam memiliki struktur
yang tidak teratur dan cukup rapat dengan berbagai jenis spesies yang tumbuh.
Sementara pada hutan tanaman, tanaman yang tumbuh hanya satu jenis tanaman
dominan dengan jarak antar tanaman yang satu dengan tanaman lainnya tidak
terlalu rapat atau memiliki jarak yang memungkinkan untuk tanaman yang
tumbuh mendapatkan sinar matahari yang cukup begitupun pada hutan tanaman
kerapatan tinggi.
Untuk perbandingan potensi biomassa pada hutan tanaman, plot 6 hutan
bekas kebakaran memiliki potensi biomassa sebesar 110.486 ton/ha. Pada plot 6
hutan kerapatan tinggi memiliki potensi biomassa pohon pinus sebesar
121.7722433 ton/ha sedangkan untuk pohon akasia sebesar 41768.91723 ton/ha.
Plot 3 hutan alam memiliki potensi biomassa pohon pinus sebesar 288.759 ton/ha
dan pohon akasia 30736.15073 ton/ha. Berdasarkan pengamatan dilapangan
mengenai perancangan rehabilitasi hutan yang berbasis plot dan lokasi
penginventarisasian jenis tanaman yang cocok adalah tanaman suren (Toona
sinensis roem).
Dimana produktivitas suren (Toona sinensis roem) (riap) tegakan yang
tinggi, kualitas kayu yang baik, kelestarian hutan dan produksi yang
berkesinambungan merupakan sasaran utama dalam pembangunan hutan
tanaman tersebut. Suren (Toona sinensis Roem) merupakan salah satu jenis yang
dikembangkan untuk penanaman pada program. Gerakan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (GERHAN) serta menjadi jenis pilihan utama pada pengembangan Hutan
Rakyat (HR). Berat jenis rata-rata kayu suren 0,39 (0,27 - 0,67), termasuk kelas
kuat IV dan kelas awet IV-V. Suren merupakan tanaman yang cepat tumbuh dan
kayunya dapat digunakan untuk papan dan bahan bangunan perumahan, peti,
vinir, alat musik, kayu lapis, dan mebel (Harjayanto, 2013).
IV.7Konservasi Tanah dan Air

IV.7.1 Hasil
Tabel 35. Data Teknis Lapangan

No Elemen Hasil Pengukuran

1. Penutupan : Ladang/sawah dan


Penutupan dan pemanfaatan lahan hutan alam
Pemanfaatan : Sumber air
2. Luas DTA (Ha)
3. Hulu ke hilir : -5o = 1,38%
Kemiringan rata-rata alur (%) Hilir ke hulu : 5o =1,38%
4. Kanan ke kiri : 19o = 5,27%
Kemiringan rata-rata DTA (%) Kiri ke kanan : 2o = 0.55%
5. Erosi percik
Erosi alur/parit/jurang (pilih salah
Erosi tebing sungai
satu)
6. Terdapat tanah dan bebatuan
Aksesibilitas

7. Bambu
Ketersediaan Bahan di lapangan (Batu,
Pasir
Bambu atau kayu) Kayu
Batu
8. Kawasan Hutan Pendidikan
Kepemilikan lahan (Status Universitas Hasanuddin
Kepemilikan (Milik/ Kawasan)
9.
Obyek vital yang ada

Tabel 36. Data Dimensi Sungai

No Hasil Pengukuran
Elemen Posisi
Kanan (cm) Kiri (cm)
Dasar 61 68

50 cm 100 70
1 Lebar Alur 100 cm 112 148

150 cm 144 187

200 cm 179 188

Tepi kiri 11
2 Kedalaman Alur Tengah 14

Tepi kanan 8

Dasar Alur Batu, pasir, dan bebatuan besar


3 Kondisi Tanah Dinding Serasah, tanah, lumut, dan pohon pisang
Alur

Penghujan 14 cm
4 Kedalaman
Aliran
Kemarau

Karakteristik Erosi
Koordinat
Dimensi Eorsi Bentuk Sedimentasi
No Nama Erosi Tutupan Lahan
Lebar (cm) Arah Eorsi
x y Panjang (cm) Kedalaman (cm) Tanah Pasir Batuan
L1 L2 L3
1 4.97058 119.774387 Erosi tebing Pisang, bambu 218 197 201 230 21 151  
2 4.97036 199.77433 Erosi percik Ladang, sawah 26 31 24 26 2 201  

Tabel 37. Data Erosi

IV.7.2 Pembahasan
Tindakan konservasi tanah merupakan perbandingan antara besarnya erosi
yang terjadi pada suatu lahan dengan tindakan konservasi yang dilakukan pada
erosi tersebut. Faktor P menunjukkan keadaan dari pengaruh tindakan konservasi
pada suatu lahan seperti strip cropping, countouring, ataupun penggunaan
drainase di bawah permukaan. Tindakan-tindakan konservasi yang dilakukan akan
berpengaruh terhadap terjadinya erosi dengan memodifikasi pola aliran,
mengurangi jumlah dan tingkat limpasan, serta arah aliran permukaan. Bentuk
usaha yang dilakukan untuk mengurangi erosi pada tanah juga menjadi salah satu
teknik konservasi tanah. Oleh karena itu dalam pengukuran dimensi sungai ini,
yang perlu dipelajari tidak hanya mengenai erosi itu sendiri, namun perlu juga
melihat tindakan-tindakan konservasi di dalamnya (Harahap, 2018).
Konservasi tanah dan air dilakasanakan pada hari Rabu, 01 Februari 2023
di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin. Dimana praktek kerja lapang
konservasi tanah dan air dilakukan dengan melakukan pengukuran dimensi sungai
dan pengamatan karakteristik erosi yang terdapat pada lokasi pengukuran tersebut.
Pengukuran dimensi sungai menggunakan metode paralon PCC mengkur tinggi
permukaan, tengah dan dasar sungai, selain itu pengukuran tinggi dilakukan
dengan menyambungkan pipa yang memiliki tinggi 50 cm. Selain itu pengukuran
tiap tinggi tepi sungai yang dilakukan menggunakan roll meter.
Berdasarkan hasil pengukuran dimensi sungai yang kami dapatkan dari
lapangan untuk penutupan lahannya kami menemukan ladang/sawah dan hutan
alam. Dengan kemiringan rata-rata alur dari hulu ke hilir yaitu -5o atau 1,38% dari
hilir ke hulu +5o atau 1,38%. Untuk kemiringan rata-rata DTA yaitu tepi kanan 19
o o
atau 5,27% dan tepi kiri 2 atau 0,55%. Erosi yang terjadi pada pengukuran
dimensi sungai yaitu erosi percik dan erosi tebing sungai. Aksesibilitas menuju
lokasi pengukuran dengan melalui jalan aspal, beton, tanah, sungai berbatu.
Ketersediaan bahan di lapangan yang dapat dijadikan sebagai Dam penahan (Dpn)
terdapat bambu, pasir, kayu dan batu. Status kepemilikan lahan yaitu kahawasan
hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin.
Setelah dilakukan pengukuran maka diperoleh data dimensi sungai dengan
melakukan pengukuran lebar alur sungai dilakukan sebanyak 5 kali. Pengukuran
lebar alur dimulai dari bagian dasar terdapat bagian kanan 61 cm dan kiri 68 cm.
Kemudian pengukuran kedua tepi kanan 100 cm dan tepi kiri 70 cm. Pengukuran
ketiga tepi kanan 112 cm dan tepi kiri 148 cm. Pengukuran keempat tepi kanan
144 cm dan tepi kiri 187 cm. Pengukuran kelima tepi kanan 179 cm dan tepi kiri
188 cm.
Pengukuran kedalaman alur yang dilakukan dengan cara mengukur
kedalaman alur bagian kanan, kiri dan tengah. Hasil pengukuran kedalaman alur
bagian kanan adalah 8 cm, bagian kiri 11 cm dan bagian tengah 14 cm. Adapun
pengamatan kondisi tanah pada dinding alur yaitu terdapat serasah, bertanah,
berlumut dan terdapat pohon pisang. Kemudian kondisi pada dasar alur yaitu
berbatu, berpasir dan terdapat banyak bebatuan besar. Untuk kedalaman aliran
yang didapatkan adalah 14 cm pada musim penghujan. Adapun hasil pengamatan
erosi yang dilakukan terdapat dua macam erosi yaitu erosi tebing dengan panjang
230 cm kedalaman 21 cm serta arah erosi 151cm dan erosi percik dengan panjang
26 cm kedalaman 2 cm serta arah erosi 201 cm. Adapun bentuk sedimentasi dari
setiap erosi adalah tanah dan batuan.
Setelah dilakukan pengukuran dimensi sungai dan pengamatan
karakteristik erosi, selanjutnya dilakukan pembangunan bangunan KTA yang
berupa Dam penahan (Dpn). Dimana pembangunan Dam penahan (Dpn) terbuat
dari bebatuan yang disusun yang memiliki fungsi sebagai penahan laju erosi dan
sedimentasi di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin. Pembangunan KTA ini
diharapkan dapat menanggulangi dampak buruk terjadinya erosi disuatu daerah.
Dam penahan (Dpn) adalah bendungan kecil yang lolos air dengan
konstruksi bronjong batu atau bambu/kayu yang dibuat pada alur jurang dengan
tinggi maksimum 4 m, yang bermanfaat untuk mengendalikan endapan dan aliran
air permukaan dari daerah tangkapan air di bagian hulu dan meningkatnya
permukaan air tanah di bagian hilirnya. Bangunan ini dilengkapi dengan tutup ijuk
yang berfungsi sebagai saringan untuk mengendalikan erosi dan sedimentasi di
bagian hulu tubuh Dam penahan (Dpn) Untuk memperkuat daya dukung pondasi
khususnya pada tanah lunak, bagian bawah Dpn biasanya dipasangi cerucuk
kayu/bambu yang dilengkapi dengan lantai kerja. Kawat bronjong pada bangunan
ini digunakan untuk memperkuat stabilitas tubuh Dpn sehingga bisa dipasang
bersusun dan bertingkat (Simatupang, dkk., 2018).
IV.8Hasil Hutan Bukan Kayu

IV.8.1 Hasil
Adapun hasil yang didapatkan dari praktek kerja lapang hasil hutan bukan
kayu ini adalah sebagai berikut :
Tabel 38. Pengukuran Tegakan Pinus (Pinus merkusii)

N Jenis Sebelum Sesudah K D TBC Ttot


o Pohon disadap disadap (m) (m) (m) (m)

Pinus
(Pinus
1 2,43 77,38 9.44 22.31
merkusii
)

Pinus
(Pinus
2 2,41 76,75 7.02 20.98
merkusii
)

IV.8.2 Pembahasan
Kegiatan praktek kerja lapang hasil hutan bukan kayu mengenai
penyadapan getah pinus (Pinus merkusii) yang dilaksanakan di Hutan Pendidikan
Universitas Hasanuddin dengan jumlah pohon keseluruhan sebanyak 2 pohon
dengan masing-masing pohon terdiri dari 2 koakan. Kemudian dilakukan
pengukuran yang dilakukan yaitu pengukuran keliling dengan menggunakan pita
meter, tinggi bebas cabang dan tinggi total menggunakan alat dengan prinsip
Abney level.
Pada pengukuran keliling untuk Pinus merkusii pertama didapatkan 2,43
m dan diameternya sebesar 77,38 m dengan pengolahan data tinggi bebas cabang
(TBC) 9,44 m, dan tinggi total (TTot) 22,31 m. Pengukuran keliling untuk Pinus
merkusii kedua didapatkan 2,41 m dan diameter 76,75 m dengan pengolahan data
tinggi bebas cabang (TBC) 7,02 m dan tinggi total (TTot) 20,98 m. Dari keliling
yang didapatkan, kedua pohon memenuhi kriteria untuk dilakukan pengoakan
lebih dari satu koakan, sehingga masing-masing pohon dibuat 2 koakan.
Metode penyadapan yang digunakan adalah berdasarkan bekas luka
sadapan dengan sistem koakan dengan cara koakan (quarre) bentuk huruf U
terbalik. Koakan dibuat sejajar panjang batang dengan kedalaman 2 cm dan lebar
10 cm dengan menggunakan alat sadap konvensional yang disebut kedukul.
Dimana keuntungan dari menggunakan sistem koakan ini mudah dilakukan dan
tidak memerlukan persyaratan keterampilan tinggi harga alat sadap
(kedukul/patel) murah dan perawatannya sederhana, biaya penyadapan rendah
waktu penyadapan bidang sadap (3 tahun) lebih lama daripada sistem penyadapan
lainnya (Lempang, 2018).
Kelemahan dari sistem koakan Lebih banyak mengakibatkan luka batang
dibandingkan dengan penyadapan sistem kopral, kedalaman luka sadap sulit
dikontrol sesuai ketentuan (maksimum 2 cm), kualitas hasil getah rendah karena
tercampur dengan kotoran, waktu penyembuhan luka sadap lama (8-9 tahun),
resiko robohnya pohon lebih besar dan kerusakan kayu banyak (Lempang, 2018).
Getah Pinus merkusii yang telah disadap kemudian diolah dan
menghasilkan gondorukem yang terpenting. Gondorukem digunakan sebagai
bahan baku yang penting bagi industri-industri batik, kulit, sabun cuci, cat,
isolator, kertas dan vernis. Sedangkan terpenting digunakan untuk bahan industri
cat dan vernis, ramuan semir sepatu, pelarut bahan organik, bahan pembuatan
kamfer sintesis, dan kegunaan lainnya. Getah Pinus merkusii dapat diperoleh
melalui perlukaan atau penyadapan lestari (Risna, 2021).
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktek kerja lapangan ini dapat disimpulkan bahwa Penataan


Areal Kerja (PAK) merupakan kegiatan pembuatan alur batas blok kerja tahunan,
pada praktikum yang dilakukan mencakup pengelompokan sumberdaya hutan
sesuai dengan tipe ekosistem dan fungsi kawasan hutan, kemudian pada
inventarisasi tegakan pinus dengan diameter yang cukup untuk disadap namun
sebagian besar belum disadap. Adapun inventarisasi fauna ditemukan jenis aves
dan reptil. Kemudian pada inventarisasi flora di temukan terdapat 27 pohon, 27
tiang, 72 pancang dan 116 semai. Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan
yaitu dominan terdapat pohon akasia dan daun pulai.
Pada kegiatan survey sosial ekonomi dari 3 data responden dapat
disimpulkan bahwa kemampuan biaya produksi dan luas lahan mempengaruhi
pendapatan responden. Selain itu, kemampuan produksi petani juga dipengaruhi
oleh cuaca dan gangguan dari hama. Serta dengan memperhatikan aspek
kelembagaan, aspek sosial-budaya, dan aspek lingkungan. Berdasarkan hasil
kegiatan pemuliaan yang telah dilakukan diperoleh nilai simpanan karbon yang
terdapat dalam bentuk biomassa pohon yang terdiri dari 2 vegetasi dengan total
nilai simpanan karbon pada vegetasi Pinus merkusii 1.218.121678 ton/ha, akasia
4.176.922.459,15073 ton/ha.
Pada kegiatan inventarisasi tegakan aren dengan menggunakan metode
sensus terdapat total 29 pohon. Pada plot berukuran 20m x 50m terdapat 14 pohon
dan diluar plot didapatkan 15 pohon. Menganalisis laju erosi, membuat delinasi
Daerah Tangkapan Air, mengetahui cara pengukuran dimensi sungai
menggunakan metode paralon PCC dan membuat bangunan KTA. Dimana
Pengukuran dimensi sungai menggunakan Metode Paralon PCC yaitu pengukuran
penampang melintang sungai dari titik As ke sisi kanan dan kiri dinding sungai
dengan menggunakan pipa yang telah diberi penanda setiap 50 cm. Pengamatan
erosi diperoleh jenis erosi yang mendominasi yaitu erosi percikan dan tebing
sungai, hampir disegala tempat terdapat erosi alur yang diakibatkan curah hujan
dan tipe topografi antara 20-40% (agak curam).
DAFTAR PUSTAKA

Bhaskara, D. R., Qurniati, R., Duryat, D., & Banuwa, I. S. (2018). Carbon Stock
in Repong Damar Agroforest at Pahmungan Village, Pesisir Tengah Sub-
District, Pesisir Barat Regency. Jurnal Sylva Lestari, 6(2), 32.
https://doi.org/10.23960/jsl2632-40
Jawa, D., Dengan, T., Masa, K. G., Wiyono, B., Penelitian, P., & Hutan, H.
(2005). Pinus merkusii,. September, 3–5.
Mulyadi, M. (2013). Pemberdayaan Masyarakat Adat Dalam Pembangunan
Kehutanan. Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, 10(4), 224–
234.
Priscylio, G., & Anwar, S. (2019). Вопросы Утилизации Сточных Вод На
Ямсовейском Нефтегазоконденсатном Месторождении Ю. И.
Сальникова 1 *, В. А. Бешенцев 2 , Р. Н. Абдрашитова 2. J. Pijar MIPA,
14(1), 19–29.
Senoaji, G. (2011). Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Hutan Lindung
Bukit Daun Di Bengkulu. Sosiohumaniora, 13(1), 1.
https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v13i1.5458
Silalahi, R. H., Sihombing, B. H., & Sinaga, P. S. (2020). Potensi Hasil Hutan
Bukan Kayu (HHBK) Di Hutan Lindung Raya Humala Kabupaten
Simalungun. Jurnal Akar, 8(1), 38–51. https://doi.org/10.36985/jar.v8i1.113
Sutaryo, D. (2009). Penghitungan Biomassa: Sebuah pengantar untuk studi
karbon dan perdagangan karbon. 1–38.
Cahyanto, T., Chairunnisa, D., & Sudjarwo, T. (2014). Analisis Vegetasi Pohon
Hutan Alam Gunung Manglayang Kabupaten Bandung. ISSN, 8.
Diniyati, D., & Achmad, B. (2015). Kontribusi Pendapatan Hasil Hutan Bukan
Kayu Pada Usaha Hutan Rakyat Pola Agroforestri Di Kabupaten
Tasikmalaya. Jurnal Ilmu Kehutanan, 9(1), 23-31.
Jawa, D., Dengan, T., Masa, K. G., Wiyono, B., Penelitian, P., & Hutan, H.
(2005). Pinus merkusii,. September, 3–5.
Jurati, Ade, F. Y., & Dahlia. (2015). Jenis-jenis Burung (Aves) di Persawahan
Desa Pasir Baru Kabupaten Rokan Hulu Riau. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
FKIP Prodi Biologi, 1(1), 1–4.
Sufardi. 2020. Pertumbuhan Tanaman. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Indrajaya, Y dan Wuri, H. 2008. Potensi hutan Pinus merkusii Jungh. et de Vriese
sebagai pengendali tanah longsor di Jawa. Info. Hutan.
Herwati, A., Suwarso, dan Yulaikha, S. 2008. Laporan akhir hasil penelitian.
Pengembangan varietas lokal tembakau. Malang.
Rafi’i, Suryatna. 2010. Meteorologi dan Klimatologi. Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai