Anda di halaman 1dari 25

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM


BALAI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGA PULUH
Jl. Lintas Timur km.3, Puncak Selasih, Rengat Barat, Inhu, Riau. Telp.0769-2341008,
Email: umum.btnbt@gmail.com

PENYUSUNAN KRITERIA/INDIKATOR KEGIATAN


PEMULIHAN EKOSISTEM DENGAN MEKANISME ALAM
DI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGA PULUH

OLEH :

BAMBANG SANTOSO, SP., M.Si / NIP. 198404242002121004

RENGAT, FEBRUARI 2019


PENYUSUNAN KRITERIA/INDIKATOR KEGIATAN
PEMULIHAN EKOSISTEM DENGAN MEKANISME ALAM
DI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGA PULUH

Rengat, Februari 2019

Mengesahkan, Penyusun
Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Azmardi, S.Si. MH Bambang Santoso, SP., M.Si


NIP. 19750412 199903 1 004 NIP. 19840424 200212 1 004

Mengetahui,
Kepala Balai TNBT

Darmanto, SP.,M.AP
NIP. 19710317 200003 1 004
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat karunia, curahan kasih
sayang, rahmat dan hidayah-Nya dalam penyusunan Kriteria/indikator kegiatan Pemulihan
Ekosistem Dengan Mekanisme Alam di Wilayah Kerja SPTN Wilayah I Tebo Tengah Jambi dan
SPTN II Belilas ini dapat diselesaikan.

Penyusunan Kriteria/indikator kegiatan ini merupakan pedoman pelaksanaan


kegiatan yang menguraikan tahapan pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan di
lapangan. Selanjutnya, kami megucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama proses penyelesaian pembuatan Kriteria/indikator kegiatan ini.

Akhirnya demikian kami sampaikan, semoga Kriteria/indikator kegiatan ini dapat


bermanfaat untuk pengelolaan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh.

Rengat, Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v

I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Maksud dan Tujuan 2
C. Ruang Lingkup Kegiatan 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 3


A. Kondisi Umum Kawasan 3
a. Letak 3
b. Iklim 3
c. Topografi 3
d. Flora 4
e. Fauna 4
B. Pemulihan Ekosistem Mekanisme Alam 5

III. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN 8


A. Dasar Pelaksanaan Kegiatan 8
B. Waktu dan Lokasi 9
C. Pelaksana 9
D. Alat dan Bahan 10
E. Metode Pelaksanaan 10
a. Patroli Dalam Lokasi Pemulihan Ekosistem 10
b. Teknik Metode Titik Pusat Kuadran 11
c. Satwa Liar 12
F. Analisis Data 11
G. Rancangan Anggaran Biaya 13

DAFTAR PUSTAKA 15

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar petugas pelaksana kegiatan 9


Tabel 2. Rancangan Anggaran Biaya 14

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rencana Pemulihan Ekosistem TNBT 9


Gambar 2. Desain point-centered quarter method di lapangan 11

iv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) ditetapkan melalui Surat
Keputusan Menteri Kehutanan nomor 6407/Kpts-II/2002 tanggal 21 Juni 2002 dengan
luas 144.223 ha. TNBT memiliki ekosistem asli berupa hutan hujan tropis dataran rendah
dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Ekosistem ini memiliki berbagai fungsi, baik
ekologi, hidroorologi, sosial budaya, hingga fungsi ekonomi. Fungsi TNBT yaitu sebagai
pelindung sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis satwa,
tumbuhan dan ekosistem, serta menyediakan sumberdaya hayati untuk pemanfaatan
secara berkelanjutan. Fungsi-fungsi tersebut memberikan kontribusi yang sangat besar
bagi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan.
Kondisi kawasan TNBT jika dilihat dari sejarah pembentukan kawasan, diketahui
bahwa sebagian merupakan areal bekas Hutan Produksi Terbatas (HPT) terutama untuk
wilayah Riau. Kegiatan dalam areal HPT meninggalkan jejak berupa bekas jalan sarat
(jalan pengangkutan kayu) dan areal terbuka lainnya, meskipun telah mengalami suksesi,
kondisi ini mudah teramati dengan banyaknya tumbuhan pioner dan paku resam sebagai
tumbuhan penutup tanah. Akses menuju kawasan yang cukup tinggi karena merupakan
bekas jalan areal HPT terhubung dengan wilayah luar. Hal ini menambah tingginya
tekanan terhadap kawasan disamping pengaruh pertumbuhan penduduk dan arus
mobilitas masyarakat pendatang ke sekitar kawasan yang rata-rata lapar dan haus
kebutuhan lahan. Perubahan kawasan penyangga TNBT yang berubah menjadi ladang
dan perkebunan masyarakat memperburuk kondisi ekosistem kawasan secara
menyeluruh.
Kawasan TNBT yang mengalami kerusakan sebagaimana amanah Undang-undang
No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya bahwa areal
yang mengalami kerusakan harus diikuti dengan upaya rehabilitasi secara berencana dan
berkelanjutan untuk mengembalikan ke kondisi ekosistem alami. Amanah undang-undang
ini menjadi dasar terbitnya Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), terutama yang
terkandung dalam pasal 29 menyebutkan pemulihan ekosistem dilakukan untuk
memulihkan struktur, fungsi, dinamika populasi, keanekaragaman hayati dan

v
ekosistemnya, yang dilakukan melalui mekanisme alam, rehabilitasi dan restorasi .
Tata cara pemulihan ekosistem diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.48/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemulihan Ekosistem pada KSA dan
KPA. Peraturan ini juga mengamanahkan pengelola KPA termasuk di dalamnya pengelola
kawasan taman nasional untuk menyusun Rencana Pemulihan Ekosistem (RPE). RPE
TNBT telah disusun untuk masa pengelolaan lima tahun yaitu 2016 sampai dengan 2020.
Kegiatan pemulihan ekosistem didalam kawasan TNBT adalah seluas 3.000 ha
sebagaimana Keputusan Dirjen KSDAE Nomor SK.18/KSDAE/KK/KSDAE.1/1/2016 tentang
Penetapan Lokasi Pemulihan Ekosistem Pada Kawasan Konservasi Yang Terdegrasi Seluas
100.000 Ha Pada RPJM 2015-2019. Rencana Kerja Tahun (RKT) 2019 pada RPE TNBT
tahun 2016-2020 mempunyai target lokasi secara mekanisme alam : Akses Jalan Datai
206 Ha, Suo-Suo 109 Ha, Aur Cina 75 Ha, Papunauan 779 Ha, Camp Granit I 605 Ha dan
Camp Granit II 229 Ha. Oleh karena itu, diperlukan tindakan pemulihan ekosistem
mekanisme alam dalam rangka pelaksanaan RKT 2019.

B. Maksud dan tujuan

Maksud dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk memberikan gambaran


mengenai areal yang akan dipulihkan melalui mekanisme alam.
Tujuan kegiatan pemulihan ekosistem mekanisme alam ini adalah : terlaksananya
tindakan perlindungan terhadap kelangsungan proses alami terhadap ekosistem yang
terindikasi mengalami penurunan fungsi.

C. Ruang lingkup kegiatan


Ruang lingkup kegiatan pemulihan ekosistem mekanisme alam ini adalah Akses
Jalan Datai 206 Ha, Suo-Suo 109 Ha, Aur Cina 75 Ha, Papunauan 779 Ha, Camp Granit I
305 Ha dan Camp Granit II 300 Ha.

vi
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kondisi Umum Kawasan

a. Letak
TNBT secara geografis terletak pada koordinat 040’ - 125’ LS dan 10210” -
10250’ BT. Secara administratif terletak pada 2 (dua) propinsi yaitu Propinsi
Riau dan Propinsi Jambi dan 4 (empat) kabupaten yaitu Kabupaten Indragiri Hulu
dan Indragiri Hilir (Riau) serta Kabupaten Tebo dan Kabupaten Tanjung Jabung
Barat (Jambi) (BTNBT, 2014).
Resort siambul adalah sebuah resort pengelolaan kawasan TNBT secara
fungsional berada di bawah Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Belilas.
Resort Siambul secara administrasi memangku wilayah Desa Rantau Langsat,
Desa Siambul, Desa Usul dan Desa Seberida Kecamatan Batang Gansal.
Wilayah Resort Talang Lakat adalah sebuah resort pengelolaan kawasan TNBT
secara fungsional berada di bawah Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II
Belilas. Resort Talang Lakat secara administrasi memangku wilayah Desa Sungai
Akar, Desa Talang Lakat dan Desa Seberida Kecamatan Batang Gansal,
Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau (BTNBT, 2014).
b. Iklim
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, TNBT termasuk tipe iklim A,
curah hujan rata-rata 2,577 mm/tahun, dengan kelembaban relatif antara 50%
dan 90% temperatur udara antara 20,8 - 33 C (BTNBT, 2014).

c. Topografi
Topografi kawasan TNBT dengan perbukitan yang cukup curam dengan
ketinggian berkisar antara 60 – 843 m dpl dan secara garis besar fisiografi dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian (BTNBT, 2014), yaitu:
- Pegunungan dengan lereng sangat curam (75%).
- Pegunungan dengan lereng agak curam sampai sangat curam (24% - 75%).
- Daratan antar pegunungan dan perbukutan kecil (<16%).
Relief pada umumnya berbukit-bukit dan merupakan daerah aliran sungai.

vii
d. Flora
TNBT memiliki keragaman tumbuhan yang tinggi, hal ini ditunjukkan oleh nilai
dari indek keragaman Shannon sebesar 4,66 dimana skala yang dipergunakan
adalah 0 sampai dengan 5,23 (Meirani,2010 dalam BTNBT, 2014). Tidak kurang
dari 1.500 spesies tumbuhan terdapat di TNBT yang sebagian besar adalah jenis
penghasil kayu, getah, kulit, buah, dan obat-obatan (SBKSDA Riau 1997 dalam
BTNBT, 2014). Selain itu, terdapat 27 jenis tumbuhan hias, 16 jenis untuk
bumbu masak, 10 jenis sumber karbohidrat, 5 jenis penghasil lateks dan resin,
26 jenis keperluan ritual, dan 3 jenis sumber pewarna (Schumacer 1994 dalam
BTNBT, 2014).
Flora yang terdapat pada TNBT seperti : cendawan mukarimau (Rafflesia
hasseltii), salo (Johannesteijsmannia altifrons), mapau (Pinanga multiflora),
mapau kalui (Iguanura wallichiana), jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonistylus
bancanus), kemenyan (Styrax benzoin), pasak bumi (Eurycoma longifolia), pinang
bacung (Nenga gajah), kabau tupai (Archidendron bubalinum), akar mendera
(Phanera kochiana), keduduk rimba (Baccaurea racemosa), silima tahun
(Baccaurea stipulata), (Wiriadinata, H 1994 dalam BTNBT, 2014).
e. Fauna
TNBT merupakan habitat ideal beragam jenis satwa terutama satwa-satwa
endemik Sumatera. Terdapat sekitar 59 jenis mamalia, 193 jenis burung, 18 jenis
kelelawar, dan 134 jenis serangga yang tercatat dan ditemukan di dalam dan
sekitar TNBT (Danielsen dan Heegard 1994 dalam BTNBT, 2014).
Keanekaragaman jenis ikan di TNBT cukup tinggi, dicatat 97 jenis ikan dari 52
genus dan 25 famili diperairan sekitar TNBT (Siregar et al 1993 dalam BTNBT,
2014). Dari jenis satwaliar tersebut, terdapat jenis yang tergolong terancam
punah dengan status perlindungan khusus, baik menurut PP. 7/1999, CITES, dan
IUCN.
Jenis fauna yang menjadi spesies kunci di TNBT adalah harimau sumatera
(Panthera tigris sumatrae). Sejak tahun 1996 harimau sumatera dikategorikan
sebagai satwa terancam punah yang dilindungi oleh undang-undang. Pada

viii
tahun 1992, jumlah harimau sumatera diperkirakan di dua taman nasional dan
dua Kawasan Suaka Margasatwa sekitar 400 ekor, sedangkan yang berada di luar
kawasan konservasi diperkirakan sekitar 100 ekor (Soehartono et al. 2007 dalam
BTNBT, 2014).

B. Pemulihan Ekosistem Mekanisme Alam


Pemulihan ekosistem adalah kegiatan pemulihan ekosistem KSA/KPA termasuk
didalamnya pemulihan terhadap alam hayatinya sehingga terwujud
keseimbangan alam hayati dan ekosistemnya dikawasan tersebut.
Pemulihan ekosistem penyusun KSA dan KPA bertujuan untuk mengembalikan
sepenuhnya integritas ekosistem kembali ke tingkat/kondisi aslinya dan kepada
kondisi masa depan tertentu dengan tujuan pengelolaan kawasan.
Kegiatan pemulihan ekosistem penyusun KSA atau KPA meliputi kegiatan
perlindungan dan pengamanan KSA atau KPA termasuk koridor bagi penyebaran
satwa liar dan transfer materi genetik, pemulihan habitat bagi spesies satwa
atau tumbuhan asli atau endemik, mempertahankan dan memulihkan dinamika
populasi dan struktur vegetasi, mengurangi atau menghilangkan ancaman
terhadap kerusakan ekosistem untuk kembali ke kondisi asli atau sesuai dengan
tujuan pengelolaan.
Ekosistem penyusun KSA dan KPA yang mengalami kerusakan ringan atau
terdegradasi merupakan areal yang telah berubah secara ringan atau gradual
namun telah mengurangi integritas dan kesehatan ekologis. Ekosistem yang
mengalami kerusakan sedang atau terganggu merupakan areal yang mengalami
perubahan secara akut dan nyata. Ekosistem yang mengalami kerusakan berat
atau terdestruksi merupakan areal yang mengalami kerusakan yang telah
menghilangkan semua kehidupan makroskopik dan umumnya telah
menghancurkan lingkungan fisik, termasuk telah terjadi konversi ekosistem
menjadi ekosistem lain. Pemulihan ekosistem dilakukan dengan cara mekanisme
alam, rehabilitasi atau restorasi (Permenhut Nomor 48, 2014).
Pelaksanaan pemulihan ekosistem mekanisme alam dilakukan melalui kegiatan
perlindungan dan pengamanan terhadap proses suksesi alam untuk mencegah

ix
kerusakan lebih lanjut akibat aktivitas manusia. Kegiatan perlindungan dari
gangguan akibat kebakaran hutan, penebangan liar, perambahan kawasan,
penggembalaan liar, serta kegiatan campur tangan pemeliharaan tumbuhan
secara terbatas berupa pembersihan tumbuhan asli dari gulma serta
perlindungan terhadap pohon induk, satwa penyerbuk, tempat kawin dan
bersarangnya satwa liar. Pengamanan dilakukan melalui kegiatan penjagaan,
patroli, pengawasan dan pelaporan.
Indikator keberhasilan pemulihan ekosistem mekanisme alam dapat diukur
apabila ekosistem telah berisi karakteristik berupa spesies yang terdapat pada
ekosistem referensi dan ekosistem tersebut telah memperlihatkan struktur
vegetasi dan dinamika populasi menyerupai ekosistem referensi atau kondisi
asli.
Selain indikator, tingkat keberhasilan dicirikan juga melalui kondisi seluruh
kelompok fungsional tumbuhan dan satwa seperti tumbuhan pakan, herbivora,
karnivora, dekompuser, nitrogen fixerdan pollinator telah terwakili. Untuk
kelompok yang belum terwakili dan mempunyai potensi untuk mengkoloni
secara alami harus dicirikan dengan telah berkembangnya spesies dominan yang
dapat mempengaruhi spesies lain pembentuk ekosistem untuk tumbuh dan
berkembang.
Lingkungan fisik seperti mata air, aliran air, kondisi tanah, humus, cahaya, suhu
udara, suhu tanah dan kelembaban telah mampu mendukung populasi
tumbuhan dan satwa untuk berproduksi, terutama jenis-jenis penting bagi
stabilitas atau perkembangan ekosistem menuju kea rah ekosistem referensi.
Tahap perkembangan ekologis tertentu menampakkan fungsi yang normal, tidak
terdapat tanda-tanda adanya disfungsi dan hubungan timbal balik antara
komponen biotik dan fisik tidak terjadi hambatan.
Ekosistem telah terintegrasi dengan komponen ekologis atau bentang alam yang
lebih luas dan ekosistem berinteraksi melalui aliran atau pertukaran materi
biotik dan abiotik, yang ditunjukkan dengan adanya aliran materi fisik seperti air,
udara, suhu yang telah menyatu dengan lingkungan sekitarnya serta adanya

x
perpindahan spesies satwa maupun tumbuhan yang dibawa satwa telah terjadi
dari dan ke areal yang dipulihkan.
Potensi ancaman yang dapat menjadi tekanan (stressor) terhadap kesehatan
dan integritas ekosistem ekosistem dari bentang alam di sekelilingnya seperti
api, badai, banjir dan salinitas telah hilang atau berkurang secara signifikan
(Permenhut Nomor 48, 2014).

xi
III. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Dasar Pelaksanaan Kegiatan


Dasar Pelaksanaan Kegiatan adalah :
1. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
2. Undang – Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
3. Undang – Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2014 tenang Tata Cara
Pelaksanaan Pemulihan Ekosistem pada KSA dan KPA
5. Peraturan Dirjen KSDAE No. P.7/KSDAE/SET/Ren.2/9/2016 tentang Standar Kegiatan
dan Biaya Bidang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Tahun 2017
6. Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor :
P.12/KSDAE-Set/2015 tentang Pedoman Tata Cara Penanaman dan Pengkayaan
Dalam Rangka Pemulihan Ekosistem Daratan Pada Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam
7. Keputusan Dirjen KSDAE Nomor SK.159/KSDAE/Set/KSA.0/6/2016, tentang Zonasi
Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Provinsi Riau dan Provinsi Jambi
8. Keputusan Dirjen KSDAE Nomor SK.18/KSDAE/KK/ KSDAE.1/1/2016 tentang
Penetapan Lokasi Pemulihan Ekosistem Pada Kawasan Konservasi Yang Terdegrasi
Seluas 100.000 ha Pada RPJM 2015-2019
9. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TN. Bukit Tigapuluh Tahun 2015 – 2024
10. Rencana Pemulihan Ekosistem Balai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Tahun 2016 –
2020
11. Rencana Operasional DIPA Balai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Tahun Anggaran
2019

12
B. Waktu dan Lokasi
Kegiatan pemulihan ekosistem mekanisme alam dilaksanakan pada bulan Juni
2019 di Akses Jalan Datai 206 Ha, Suo-Suo 109 Ha, Aur Cina 75 Ha, Papunauan 779 Ha,
Camp Granit I 605 Ha dan Camp Granit II 229 Ha Wilayah Kerja SPTN Wilayah I Tebo
Tengah Jambi dan SPTN Wilayah II Belilas Riau.

Gbr.1. Peta Rencana Pemulihan Ekosistem TNBT

C. Pelaksana
Pelaksana kegiatan pemulihan ekosistem dengan mekanisme alam wilayah kerja
Resort SPTN Wilayah I Tebo Tengah Jambi dan SPTN Wilayah II Belilas Riau adalah
petugas Balai TNBT sebanyak 3 (tiga) orang, dibantu oleh masyarakat setempat sebagai
tenaga buruh lapangan sebanyak 5 (lima) orang, sebagai berikut :
Tabel.1. Daftar Petugas Pelaksana Kegiatan
No Nama / NIP Jabatan Keterangan
1. PM - Ketua
2. PM - Anggota
3. PM - Anggota

13
D. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan sebagai instrumen pelaksanaan kegiatan ini yaitu :
ATK(pensil, pena, penggaris), GPS, Clinometer, tally sheet, kompas, kamera, Roll meter,
parang, pitameter, tenda (personal use), tali tambang plastik.
Bahan yang digunakan terdiri dari peta kerja, bahan spanduk, plang nama
Pemulihan ekosistem.

E. Metode Pelaksanaan
a. Patroli Dalam Lokasi Pemulihan Ekosistem
Patroli adalah salah satu kegiatan pengamanan sebagai usaha mencegah terjadinya
ganguan keamanan yang disebabkan oleh adanya potensi gangguan, ambang
gangguan dan gangguan nyata dengan cara mendatangi, menjelajahi, mengamati,
mengawasi, memperhatikan situasi, dan/atau kondisi yang diperkirakan akan
menimbulkan gangguan nyata yang memerlukan kehadiran petugas untuk
melakukan tindakan-tindakan pengamanan.
Patroli dilaksanakan dengan tujuan mengidentifikasi ancaman dan gangguan
terhadap keamanan kawasan serta tindakan penanganan gangguan keamanan
dalam lokasi Pemulihan Ekosistem. Sasaran patroli meliputi orang, kawasan,
termasuk tumbuhan, satwa liar, dan ekosistem penyusunnya.
Kegiatan patroli dilakukan dengan metode berjalan/bergerak melalui perpindahan
dari satu tempat ke tempat lain sesuai lokasi yang telah ditentukan sebagai lokasi
patroli. Selain bergerak, patroli juga berhenti sambil melakukan pengamatan,
dan/atau penilaian karena menemukan hal-hal yang dapat menjadi ancaman dan
gangguan terhadap keamanan kawasan. Dalam kegiatan patroli, dilakukan observasi
dengan melakukan pengamatan terhadap objek tertentu demi mencegah dan
mengurangi tindakan pengrusakan kawasan dengan melibatkan semua indera,
sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas terhadap objek sasaran patroli.
Penilaian melalui pengambilan kesimpulan sementara petugas patroli setelah
melakukan observasi. Tindakan penanganan gangguan keamanan hasil penilaian dari
patroli yang telah disimpulkan untuk mencegah terjadinya gangguan keamanan.

14
b. Teknik Metode Titik Pusat Kuadran
Penentuan analisis vegetasi menggunakan metode tanpa plot (plotless) yang
terpusat di titik (point-centered quarter method) atau metode titik pusat kuadran.
Metode ini diawali dengan penentuan titik awal sampel secara purposive sampling
pada lokasi areal kerja yang telah ditetapkan. Metode penentuan sampel yang
dilakukan secara sengaja dianggap representatif (Fachrul, 2012). Membuat garis
transek dengan menggunakan kompas yang pada jarak-jarak tertentu di sepanjang
garis tersebut dibuat titik pengukuran.
Pembagian areal titik pengukuran menjadi empat kuadran yang berukuran sama
dengan menggunakan kompas dan mencatat koordinat data GPS dalam tally sheet
untuk selanjutnya membuat garis absis dan ordinat. Titik pengukuran dengan
intensitas sampling 0.25% dari luasan masing-masing lokasi area. Jarak antara stand
titik pengukuran satu dengan yang berikutnya per 200 m. Selanjutnya, pilih pohon,
tiang dan pancang disetiap kuadran yang letaknya paling dekat dengan titik
pengukuran dan ukur jarak dari masing-masing tegakan tersebut ke titik pengukuran.
Pengukuran dimensi pohon, tiang dan pancang hanya dilakukan terhadap keempat
pohon yang terpilih. Pengukuran dimensi pohon, tiang dan pancang melalui
diameter batang setinggi dada (dbh), tinggi bebas cabang dan tinggi total dengan
terlebih dahulu membersihkan batang dari liana dan epifit. Pemberian label tempel
pada tegakan yang berisikan data nomor titik pengukuran, jenis, jarak dari titik
pengukuran, diameter dan tinggi. Desain digambarkan di bawah ini :

Gbr.2. Desain point-centered quarter method di lapangan

15
c. Satwa Liar
Pengambilan data satwa liar melalui penjumpaan langsung dan tidak langsung
dilokasi pengamatan. Metode jelajah digunakan dalam pengambilan data dengan
titik pengamatan dan jalur transek ditentukan terlebih dahulu. Pengamatan
dilakukan pada jalur transek yang telah ditentukan dengan mengamati daerah
sekitarnya yang masih terpantau. Pencatatan jenis satwa yang ditemui, koordinat
lapangan, perjumpaan langsung dan tidak langsung (jejak, kotoran, cakaran, scrap
dan bekas makan).
F. Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif yaitu bertujuan untuk
menggambarkan situasi atau kejadian yang berhubungan dengan keadaan sesuatu
kondisi yang ada. Data patroli, data satwa liar yang dijumpai baik secara langsung dan
tidak langsung serta data analisa vegetasi dianalisa secara deskriptif.
Data analisa vegetasi berupa keanekaragaman jenis/biodiversitas
dikuantifikasikan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
a. Jarak rata-rata individu ke titik pengukuran
d 1+d 2+ …+dn
d=
n
Dimana :
d1,d2 = jarak individu pohon ke titik pengukuran di setiap kuadran
n = banyaknya pohon
d = rata-rata unit area/ind (rata-rata luasan permukaan tanah yang
diokupasi oleh satu individu tumbuhan

b. Kerapatan total semua jenis (K)


Unit Area
K=
(d )2

c. Kerapatan relative suatu jenis (KR)


jumlah individu suatu jenis
KR= ×100 %
jumlah individu semua jenis

d. Kerapatan suatu jenis (KA)


KR × K
KA =
100

e. Dominasi suatu jenis (D)


D=KA × Dominasi rata−rata per jenis

16
f. Dominasi relative suatu jenis (DR)
D
DR= ×100 %
Dominasi seluruh jenis

g. Frekuensi suatu jenis (F)


Jumlah titik ditemukannya suatu jenis
F=
Jumlah semuatitik pengukuran

h. Frekuensi relative (FR)


F
FR= × 100 %
Frekuensi semua jenis

i. Indeks Nilai Penting (INP)


INP=KR + FR + DR

G. Rancangan Anggaran Biaya


Tabel 2. Rancangan Anggaran Biaya
No Uraian Pengeluaran Volume Kegiatan Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
1. Belanja Bahan
- Alat dan Bahan 1 Keg 800.000 800.000
- Bahan Makan Buruh 30 OH 50.000 1.500.000
- Penggandaan & Pelaporan 10 Eks 30.000 300.000
2. Belanja Barang Non Operasional
Lainnya
- Upah Buruh Lapangan 30 HOK 75.000 2.250.000
- Perlengkapan Lapangan 1 Keg 950.000 950.000
3. Belanja Sewa
- Sewa Kendaraan 2 Hari 750.000 1.500.000
4. Belanja Perjalanan Biasa
- Uang Harian Pelaksana 24 HOJ 300.000 7.200.000
Jumlah 14.500.000

17
DAFTAR PUSTAKA

BTNBT. (2014). Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
Periode 2015-2024. Kabupaten Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Tebo, Tanjung Jabung
Barat Provinsi Riau Jambi. Balai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Direktorat
Jenderal PHKA. Kementerian Kehutanan. Rengat.
BTNBT. (2017). Laporan Pelaksanaan Kegiatan Survey Sosial Ekonomi Kecamatan Batang
Gansal. Balai Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Direktorat Jenderal PHKA.
Kementerian Kehutanan. Rengat.
Fachrul, M., F. (2012). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Bumi Aksara.
Keputusan Dirjen KSDAE Nomor SK.159.(2016). tentang Zonasi Taman Nasional Bukit Tiga
Puluh, Provinsi Riau dan Provinsi Jambi
Keputusan Dirjen KSDAE Nomor SK.18.(2016). tentang Penetapan Lokasi Pemulihan
Ekosistem Pada Kawasan Konservasi Yang Terdegrasi Seluas 100.000 ha Pada
RPJM 2015-2019
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48., (2014). tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pemulihan Ekosistem pada KSA dan KPA
Peraturan Dirjen KSDAE Nomor. P.7. (2016). tentang Standar Kegiatan dan Biaya Bidang
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Tahun 2017.
Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor : P.12.,
(2015). tentang Pedoman Tata Cara Penanaman dan Pengkayaan Dalam Rangka
Pemulihan Ekosistem Daratan Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam
Undang – Undang Nomor 5.(1990). tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
Undang – Undang Kehutanan Nomor 41 .(1999). tentang Kehutanan
Undang – Undang No 32 .(2009). tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup

18
TALLY SHEET KEGIATAN PEMULIHAN EKOSISTEM MEKANISME ALAM
HARI/TANGGAL :
LOKASI :
TIM PELAKSANA :
A. PELAKSANAAN PATROLI LOKASI PE
KOORDINAT
NO KEJADIAN TINDAKAN / DOKUMENTASI
X Y

TALLY SHEET KEGIATAN PEMULIHAN EKOSISTEM MEKANISME ALAM


HARI/TANGGAL :
LOKASI :
TIM PELAKSANA :
B. Identifikasi gangguan (tipihiut/tumbuhan invasif) di lokasi PE Mekanisme Alam
No Penyebab Gangguan Ada (dilengkapi dokumentasi)/Tidak

 1 Penebangan Liar
 2  Perambahan
 3  Penggembalaan liar
 4  Tumbuhan Invasif
 5  Kebakaran hutan
 6  (lain-lain)………………….

TALLY SHEET KEGIATAN PEMULIHAN EKOSISTEM MEKANISME ALAM


HARI/TANGGAL :
LOKASI :
TIM PELAKSANA :
C. Tindakan penanganan gangguandi lokasi PE Mekanisme Alam
No Penyebab Gangguan Uraian Tindakan

Penebangan Liar

 Perambahan

 Penggembalaan liar

 Tumbuhan Invasif

 Kebakaran hutan

 (lain-lain)………………….

TALLY SHEET KEGIATAN PEMULIHAN EKOSISTEM MEKANISME ALAM


HARI/TANGGAL :
LOKASI :
TIM PELAKSANA :
D. Pengukuran analisa vegetasi di
lokasi PE Mekanisme Alam
Metode transek kombinasi plot kuadran
data yang diukur masing2 kuadran adalah 1 pohon, 1 tiang, 1 pancang yang terdekat dari titik ikat
tiap pohon, tiang dan pancang diberi label taging
Pohon titi ikat diberi nomor kuadran
Jarak antar titik pengukuran 200m
Tinggi
Tinggi
Jarak pohon ke titik Keliling Bebas
No Plot Kuadran Jenis Total
ikat (m) (cm) Cabang
(m)
(m)
1 I Pohon
X Tiang
Y Pancang
II Pohon
Tiang
Pancang
III Pohon
Tiang
Pancang
IV Pohon
Tiang
Pancang
2 I Pohon
X Tiang
Y Pancang
II Pohon
Tiang
Pancang
III Pohon
Tiang
Pancang
IV Pohon
Tiang
Pancang

TALLY SHEET KEGIATAN PEMULIHAN EKOSISTEM MEKANISME ALAM


HARI/TANGGAL :
LOKASI :
TIM PELAKSANA :
E. Satwa Liar
KOORDINAT Penjumpaan Dengan Satwa
Tidak Langsung
NO Jenis Satwa yang Ditemui (Jejak, kotoran,
X Y Langsung (V)
cakaran, satwa,
bekas makan

Anda mungkin juga menyukai