Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak
di pantai barat Pulau Sumatera, dan merupakan pintu gerbang masuk di wilayah
barat pulau ini. Provinsi Sumatera Barat dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 61 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I
Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Secara administrasi, wilayah Provinsi Sumatera
Barat terdiri dari 12 (dua belas) wilayah kabupaten dan 7 (tujuh) wilayah kota
dengan jumlah kecamatan sebanyak 166 kecamatan.
Selain itu secara geologis Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah rawan
gempa bumi, terutama di jalur gunung berapi. Hal ini terkait dengan kondisi fisik
Pulau Sumatera sebagai Great Sumatra Fault di sepanjang pesisir barat
Sumatera dan Mentawai Fault di kepulauan Mentawai yang saling mendesak
sehingga terjadi gerakan di lempeng besar dan micro plate. Kondisi tersebut
menjadikan rentan terhadap bencana alam seperti tanah longsor, letusan gunung
berapi, dan dan gempa bumi yang berpotensi terjadinya gelombang tinggi
dan/atau tsunami.
Hal. 1 - 1
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Hal. 1 - 2
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Hal. 1 - 3
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Hal. 1 - 4
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Hal. 1 - 5
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Hal. 1 - 6
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
44. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 174 Tahun
2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
45. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 4 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Sumatera Barat Tahun
2006-2010.
46. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang.
Dengan letak tersebut menjadikan provinsi ini sebagai gerbang masuk wilayah
barat Indonesia yang didukung oleh prasarana baik transportasi darat, laut dan
udara yang memadai, seperti jalan nasional Trans Sumatera, Bandara
Internasional Minangkabau (BIM), maupun pelabuhan laut Internasional Teluk
Bayur. Provinsi ini juga termasuk dalam pengembangan Kawasan Ekonomi Sub
Regional (KESR) segitiga pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand (IMT-GT).
Luas daratan Provinsi Sumatera Barat ± 42.297,30 km² dan luas perairan (laut) ±
52.882,42 km² dengan panjang pantai wilayah daratan ± 375 km ditambah
panjang garis pantai kepulauan mentawai ± 1.003 km, sehingga total garis pantai
keseluruhan ± 1.378 km. Perairan laut ini memiliki 375 pulau-pulau kecil dengan
jumlah pulau terbanyak yaitu 323 pulau berada di Kabupaten Kepulauan
Mentawai. Untuk lebih jelasnya mengenai letak dan luas wilayah Provinsi
Sumatera Barat dapat dilihat pada Tabel 1.1, Gambar 1.1 dan Gambar 1.2.
Hal. 1 - 7
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Tabel 1.1
Luas Wilayah Daratan Provinsi Sumatera Barat
Dirinci Menurut Kabupaten/Kota
Hal. 1 - 8
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Daratan Provinsi Sumatera Barat yang sangat luas termasuk pulau-pulau kecil
merupakan modal pembangunan yang sangat potensial untuk dikembangkan,
tidak saja untuk kegiatan pertanian (khususnya perkebunan) dan kehutanan
(HTI), tetapi juga pada beberapa bagian wilayahnya dapat dikembangkan untuk
permukiman maupun industri. Secara umum pemanfaatan lahan darat di provinsi
ini yang berada di Pulau Sumatera telah berkembang secara intensif untuk
pengembangan ekonomi daerah, sementara daratan kepulauan khususnya
Kepulauan Mentawai pemanfaatannya masih menghadapi beberapa kendala,
terutama terkait dengan kondisi fisiografi. Secara fisik kondisi daratan Provinsi
Sumatera Barat umumnya berupa perbukitan dan pegunungan sehingga
membutuhkan kehati-hatian agar tidak menimbulkan bencana alam, terutama
tanah longsor.
1. Kawasan Permukiman
Hal. 1 - 11
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
3. Kawasan Perkebunan
Lahan di Provinsi Sumatera Barat sangat sesuai untuk pengembangan budidaya
perkebunan, untuk tanaman karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, dan kakao sebagai
komoditas utama, dan komoditi lain yang meliputi gambir, kasiavera, pala,
cengkeh, tembakau, tebu, pinang, nilam, kemiri dan sebagainya termasuk dalam
komoditi unggulan lokal. Pemasaran komoditi utama telah menembus pasar
internasional, terutama Singapura, Jepang, Amerika, dan beberapa negara
Eropa.
Pengelolaan dan pengembangan perkebunan dilakukan oleh berbagai pihak baik
pemerintah, BUMN, swasta maupun masyarakat yang menyebar di seluruh
wilayah kabupaten/kota. Budidaya perkebunan di provinsi ini sebagian besar
dikelola oleh perkebunan rakyat, dan sisanya dikelola oleh pemerintah dan
Hal. 1 - 12
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
swasta. Sampai tahun 2007, tanaman kelapa sawit menunjukkan luas terbesar
yaitu mencapai sekitar 291.734 Ha dan menunjukkan pertambahan dari tahun ke
tahun. Hal ini terjadi karena perluasan dan pembangunan kawasan perkebunan
yang dilakukan oleh BUMN maupun perusahaan swasta cukup besar dalam
sepuluh tahun terakhir. Dari segi produktivitas, kelapa sawit mempunyai produksi
paling tinggi dibandingkan dengan komoditas perkebunan utama lainnya.
4. Kawasan Peternakan
5. Industri
Sampai tahun 2007 jumlah industri kecil baik formal maupun non formal memiliki
42.483 unit usaha, dan menyerap tenaga kerja sebanyak 147.002 orang, dengan
total investasi sebesar Rp. 295.698.914.000. Industri menengah besar menurut
kelompok industri IAK (Industri Agro dan Kimia) dan ILMTA (Industri Logam,
Mesin, Tekstil dan Aneka) mengalami perkembangan dari tahun 2003 sebanyak
248 unit dengan jumlah tenaga kerja 16.385 orang, dan pada tahun 2007 menjadi
276 unit dengan jumlah tenaga kerja 34.118 orang, sedangkan nilai investasi
Hal. 1 - 13
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
industri menegah dan besar mengalami penurunan, pada tahun 2006 berjumlah
Rp. 5.388.181.093.000 dan tahun 2007 hanya Rp. 3.116.600.704.000.
Potensi industri yang ada dapat dikembangkan dalam kawasan atau zona industri
secara terpadu sehingga memudahkan dalam pemantauan limbah yang
dihasilkan. Kendala pengembangan terutama industri perkayuan disebabkan
semakin berkurangnya bahan baku kayu dari hutan produksi. Potensi hutan
produksi yang semakin berkurang disebabkan oleh illegal logging dan konversi
hutan untuk kegiatan non kehutanan.
Industri semen yang merupakan pabrik semen pertama di Indonesia juga
menghadapi permasalahan lokasi/potensi bahan baku yang berada didalam
kawasan hutan lindung, sehingga menjadi kendala dalam upaya peningkatan
kapasitas produksi.
6. Kawasan Pertambangan
Pengelolaan usaha pertambangan yang ditetapkan dalam wilayah pertambangan
(WP), terdiri dari wilayah usaha pertambangan (WUP), wilayah pertambangan
rakyat (WPR) dan wilayah pencadangan negara (WPN), sedangkan untuk potensi
usaha pertambangan dapat dikelompokkan menjadi pertambangan mineral dan
pertambangan batu bara. Selanjutnya pertambangan mineral digolongkan atas
pertambangan mineral radioaktif, pertambangan mineral logam, pertambangan
mineral bukan logam dan pertambangan batuan.
Sebaran bahan pertambangan batubara dan pertambangan mineral di Provinsi
Sumatera Barat terdapat hampir di seluruh wilayah kabupaten/kota. Bahan
pertambangan batubara potensinya cukup besar dan telah diusahakan untuk
memasok kebutuhan bahan bakar di beberapa industri dan pembangkit listrik
tenaga uap, baik di dalam maupun di luar wilayah Provinsi Sumatera Barat.
Penyebaran lokasi pertambangan batubara diantaranya di Kota Sawahlunto,
Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten
Limapuluh Kota dan Kabupaten Solok Selatan.
Sebaran bahan pertambangan mineral logam seperti emas berada di wilayah
Kabupaten Pasaman, Kabupaten Limapuluh Kota, Kabupaten Solok, Kabupaten
Solok Selatan, Kabupaten Dharmasraya, Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung,
dan Kabupaten Pesisir Selatan. Bahan mineral bijih besi diantaranya di
Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten
Agam, Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung, dan Kabupaten Pasaman Barat.
Hal. 1 - 14
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Hal. 1 - 15
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
fisik provinsi ini sangat membutuhkan kawasan hutan lindung untuk menjaga
kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya bencana alam (banjir dan tanah
longsor). Untuk lebih jelasnya sebaran bahan tambang ditunjukkan Gambar 1.3.
Produksi ikan dari perikanan laut di Provinsi Sumatera Barat tahun 2007
sebanyak 184.561,3 ton, dengan jumlah nelayan penuh sebanyak 16.073 orang
nelayan dan 30.061 orang nelayan sambilan. Potensi pembudidayaan perikanan
darat (perairan umum dan budidaya) di Provinsi Sumatera Barat cukup besar.
Potensi lahan budidaya perikanan darat tahun 2007 di perairan umum seluas
53.806 Ha dengan produksi 9.360 ton. Budidaya perikanan darat seluas 31.228,3
Ha yang terdiri dari 9.620,4 Ha di kolam dengan produksi 30.407,2 ton, seluas
1.698,9 Ha yang dimanfaatkan untuk usaha mina padi dengan produksi 6.232,7
ton. Budidaya ikan keramba seluas 19.909 Ha dengan produksi sebanyak 4.294,4
ton. Budidaya perikanan darat lainya berupa jala apung dan kolam air deras
dengan produksi masing-masing yaitu 10.554,9 ton dan 3.260,9 ton.
Hal. 1 - 16
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
8. Kawasan Hutan
Hal. 1 - 18
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Tabel 1.2
Luas dan Fungsi Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2007
Luas
No. Fungsi Hutan
Ha %
1.3.4 Kependudukan
Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2002 hingga 2007
menunjukkan peningkatan rata-rata 1,32% per tahun. Tahun 2002 jumlah
penduduk sebanyak 4.289.647 jiwa dan tahun 2007 meningkat menjadi
4.641.774 jiwa. Tingkat pertambahan ini cukup tinggi, sehingga perlu diambil
langkah-langkah yang tepat agar pertambahannya dapat dikendalikan dan sesuai
dengan daya dukung lingkungan. Kebijakan lain yang dapat dilakukan adalah
dengan mengatur distribusi penduduk untuk setiap permukiman sesuai daya
tampung.
Hal. 1 - 19
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Hasil perhitungan jumlah penduduk tahun 2029, Kota Padang masih menjadi
orientasi utama penduduk Provinsi Sumatera Barat dan diperkirakan berjumlah
sebanyak 1,3 juta jiwa. Untuk itu maka penataan wilayah Kota Padang
mengakumulasikan jumlah penduduk tersebut perlu dilakukan secara terpadu
dengan wilayah yang berbatasan (Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten
Solok dan Kabupaten Pesisir Selatan) dan kota-kota di sekitarnya yang menjadi
satu kesatuan kawasan pendukung kawasan metropolitan (Kota Pariaman dan
Kota Solok). Hal ini dapat dilakukan dengan penyediaan sarana dan prasarana
perkotaan secara terpadu melalui pengembangan konsep kawasan perkotaan
metropolitan. Lebih jelasnya sebaran kepadatan penduduk provinsi ini dapat
dilihat pada Gambar 1.5.
Wilayah Provinsi Sumatera Barat termasuk dalam kawasan yang rawan bencana
alam baik berupa gempa bumi, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi,
gelombang tinggi dan tsunami. Pada Tabel 1.3 disampaikan kejadian bencana
alam di Provinsi Sumatera Barat tahun 2005-2007 dan Gambar 1.6 menunjukkan
sebaran potensi daerah rawan bencana alam.
Bencana alam gempa bumi ini terkait dengan letak geografis Provinsi Sumatera
Barat yang berada pada pertemuan lempeng benua. Sedangkan tanah longsor
dan banjir lebih diakibatkan oleh sifat fisik dan tutupan lahan (hutan) yang
semakin berkurang. Demikian juga bahaya bencana alam lain saling berkaitan
penyebabnya.
Selama ini jenis bencana alam di Provinsi ini tentunya menjadi kendala dalam
upaya pengembangan kawasan budidaya untuk meningkatkan pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat.
Tabel 1.3
Kejadian Bencana Alam di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2007
Tahun
No. Jenis Bencana
2005 2006 2007
1 Gempa - 11 5
2 Tanah longsor 7 11 3
3 Banjir 11 16 12
4 Abrasi Pantai 1 - 2
5 Gelombang Pasang 3 - -
6 Angin Puting Beliung 3 2 3
7 Gunung Meletus 1 - -
Jumlah 87 52 57
Sumber : Bappeda Provinsi Sumatera Barat, 2007/2008
Hal. 1 - 21
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
1.3.6 Perekonomian
Struktur ekonomi Provinsi Sumatera Barat tahun 2007 didominasi oleh sektor
pertanian, baik atas harga berlaku maupun harga kostan dimana dari PDRB atas
dasar berlaku terlihat bahwa sumbangan sektor ini tahun 2007 sebesar 24,67 %;
sedang menurut harga konstan tahun 2000 kontribusinya sebesar 24,42%. Sektor
lain yang cukup besar memberikan kontribusinya terhadap PDRB Provinsi
Sumatera Barat adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor jasa-jasa,
sektor pengangkutan dan komunikasi; dan sektor industri pengolahan yang
memberikan kontribusi antara 12%-18%. Pada Tabel 1.4 ditunjukkan distribusi
sektor terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Barat Tahun 2007.
Tabel 1.4
Distribusi Sektor Ekonomi Provinsi Sumatera Barat Tahun 2007
Menurut Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2000
Harga Berlaku Harga Konstan th. 2000
No Sektor
Rp % Rp %
1 Pertanian 14.754.867,69 24,67 8.038.919,12 24,42
2 Pertambangan dan Penggalian 2.059.937,26 3,44 1.028.828,26 3,13
3 Industri Pengolahan 7.179.242,77 12,01 4.209.069,40 12,79
4 Listrik, Gas dan Air Minum 822.189,05 1,37 394.432,98 1,20
5 Bangunan 3.290.146,38 5,50 1.627.195,26 4,94
6 Perdagangan, Hotel dan restoran 10.367.999,17 17,34 6.056.682,55 18,40
7 Pengangkutan dan Komunikasi 9.009.321,18 15,07 4.526.737,30 13,75
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.963.365,97 4,96 1.692.546,42 5,14
9 Jasa-Jasa 9.351.975,83 15,64 5.338.557,30 16,22
Jumlah 59.799.045,30 100,00 32.912.968,59 100,00
Sumber : Bappeda Provinsi Sumatera Barat, 2007/2008
Hal. 1 - 24
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Sebagai sektor unggulan di Provinsi Sumatera Barat yang dilihat dari nilai LQ
setiap sektor, dengan kriteria jika sektor yang bersangkutan mempunyai nilai LQ ≥
1. Dari hasil perhitungan LQ menunjukkan bahwa sektor pertanian, khususnya
pertanian tanaman pangan dan perkebunan merupakan sektor unggulan yang
mampu memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah. Sub sektor
perkebunan yang menjadi unggulan terutama dari komoditi karet, dan kelapa
sawit, walaupun komoditi perkebunan lain juga potensial menjadi unggulan.
1.3.7 Pariwisata
Pembangunan kepariwisataan di Provinsi Sumatera Barat dilakukan melalui
pengembangan industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran dan
kelembagaan pariwisata. Provinsi Sumatera Barat memiliki berbagai ragam daya
tarik wisata andalan maupun potensial, meliputi daya tarik wisata alam (gunung,
danau, sungai, ngarai, panorama, keunikan struktur geologi, dsb), daya tarik
wisata minat khusus, dan daya tarik wisata budaya/sejarah, hal ini tidak terlepas
dari keindahan alamnya yang terkenal hingga ke mancanegara, banyaknya
peninggalan sejarah serta berbagai ragam budaya yang terdapat hampir
diseluruh daerah.
Selain itu, pengembangan wisata tirta telah menjadi salah satu produk usaha dan
tujuan wisata (destinasi) yang penting. Hal ini ditunjukkan dengan semakin
meningkatnya permintaan jasa wisata dan olahraga air di perairan laut, pantai,
Hal. 1 - 25
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
sungai, danau dan waduk, baik oleh wisatawan manca negara, nusantara
maupun wisatawan lokal.
Pada tahun 2007 tercatat sebanyak 4.871.800 orang wisatawan yang berkunjung
ke Provinsi Sumatera Barat dengan perincian 27.978 orang wisatawan asing dan
4.843.822 wisatawan domestik. Dengan difungsikannya beberapa kawasan
wisata tirta ini, diharapkan akan mampu menarik minat kunjungan wisatawan
untuk berkunjung ke Sumatera Barat terutama untuk menikmati keindahan
potensi laut/bahari yang ada.
Berikut beberapa lokasi objek wisata tirta yang terdapat di Propinsi Sumatera
Barat :
• Pantai Padang : Kota Padang.
• Pantai Bungus : Kota Padang.
Hal. 1 - 26
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
1. Prasarana Transportasi
Hal. 1 - 27
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
2. Prasarana Telekomunikasi
3. Prasarana Energi
Pemenuhan energi listrik di Provinsi Sumatera Barat dilakukan oleh PT. PLN
(Persero) KITLUR SUMBAGSEL dan PLN (Persero) P3B Wilayah Sumatera.
Hal. 1 - 28
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Pembangkit listrik yang dikelola oleh KITLUR umumnya berkapasitas besar, yang
terdiri dari PLTA, PLTG, PLTD dan PLTU. Unit KITLUR telah dimekarkan untuk
efektifitas operasional menjadi :
a. PT PLN (Persero) KIT Sumbagsel : mengelola pembangkitan berkapasitas
besar untuk wilayah Sumatera bagian Selatan.
b. PT PLN (Persero) P3B Sumatera : mengelola penyaluran dan pengaturan
beban untuk seluruh wilayah Sumatera.
Selain itu beberapa PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) juga telah
dibangun oleh perusahaan swasta, koperasi dan swadaya masyarakat seperti
ditunjukkan pada Tabel 1.5 Namun demikian, sekitar 80 % PLTMH yang ada
sudah tidak beroperasi lagi karena sudah masuknya jaringan PLN.
Tabel 1.5
Jumlah dan Total Daya PLTMH di Sumatera Barat Tahun 2007
Jumlah Total Daya
No Kabupaten Daya (KVA)
(Unit) (KVA)
1. Kab. Agam 27 3 – 60 317
2. Kab. 50 Kota 8 3 –10 51
3. Kab. Pasaman 30 2 - 60 280
4. Kab. Solok 14 3 - 60 338
5. Kab. Pesisir Selatan 8 2 - 40 85
6. Kab. SWL Sijunjung 2 5 - 30 35
7. Kab. Tanah Datar 4 3 - 15 26
Total 93 2 - 60 1.132
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Tahun 2008
Hal. 1 - 30
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
4. Sumberdaya Air
Kondisi ini memerlukan adanya sinkronisasi pola ruang antar wilayah agar
tatanan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan kelestariannya. Sungai-
sungai yang tersebar di Provinsi Sumatera Barat menjadi penopang dalam
mensuplai ketersediaan air bagi daerah irigasi yang diatur melalui saluran irigasi.
Hal. 1 - 31
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
1. Bencana alam.
Bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, letusan gunung
berapi, dan gelombang tinggi telah menimbulkan korban dan kerusakan di
beberapa wilayah Provinsi Sumatera Barat. Kondisi ini terkait dengan letak
geografis Provinsi Sumatera Barat yang berpotensi terjadinya bencana alam.
Gempa bumi terkait dengan kondisi geologi yang berada pada gugus Bukit
Barisan dan gunung berapi aktif. Selain itu wilayah Provinsi Sumatera Barat
juga terletak pada jalur Patahan Sumatera dan lempeng benua yang rawan
terjadinya gempa bumi dan berpotensi terjadinya tsunami.
Hal. 1 - 34
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
dikeluarkanya Perda Nomor 9 Tahun 2000 dan direvisi oleh Perda Nomor 2
Tahun 2007. Pelaksanaan kedua program tersebut secara umum telah
berjalan dan pada tahun 2006 telah terdapat 520 nagari yang secara resmi
berada dalam struktur pemerintahan. Kembali ke Nagari berimplikasi kepada
revitalisasi budaya dan adat Minangkabau. Sementara itu Kembali ke Surau
berimplikasi kepada aktualisasi nilai-nilai syara’ secara komprehensif.
5. Pemekaran Wilayah.
Kebijakan politik yang mengakomodasikan perkembangan aspirasi
masyarakat, terutama pemekaran wilayah kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Barat yang tentunya berpengaruh terhadap perubahan struktur
dan pola ruang yang telah ditetapkan. Pemekaran yang dilakukan sampai
tahun 2007 meliputi Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kota Pariaman,
Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Solok
Selatan.
Hal. 1 - 35
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
Hal. 1 - 36
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
BAB 1 PENDAHULUAN
Hal. 1 - 37
RTRW Provinsi Sumatera Barat 2009-2029
an kawasan strategis.
BAB 6 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG PROVINSI SUMATERA BARAT
Hal. 1 - 38