Anda di halaman 1dari 457

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR


NOMOR 5 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI
TAHUN 2011—2031

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 23 ayat


(6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011—2031;

Mengingat: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan-
Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang
Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950
(Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3274);

5. Undang-Undang
-2-

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi


Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3419);
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881);
7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4412);
8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4152);
9. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4169);
10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4247);
11. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas
Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4327);
12. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4377);

13. Undang-Undang
-3-

13. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang


Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4411);
14. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5073);
15. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
16. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4444);
17. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4700);
18. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4722);
19. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
20. Undang-Undang
-4-

20. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman


Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4724);
21. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
22. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
23. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4746);
24. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4843);
25. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4849);
26. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4851);
27. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
28. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4925);
29. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4956);
30. Undang-Undang
-5-

30. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang


Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
31. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4966);
32. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5025);
33. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5052);
34. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
35. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5066);
36. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5068);
37. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5168);
38. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5188);
39. Undang-Undang
-6-

39. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
40. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5280);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang
Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3934);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan
Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4242);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4385);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4453) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 137, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5056);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan
Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4489) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan
Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5019);
46. Peraturan
-7-

46. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang


Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4490);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4624);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4655);
50. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Kegiatan Usaha Panas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 132, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4777);
52. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang
Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4779);
53. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828);
54. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
55. Peraturan
-8-

55. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang


Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
56. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4859);
57. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan
Penanaman Modal di Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4861);
58. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4987);
59. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5004);
60. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048);
61. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5070);
62. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5097);

63. Peraturan
-9-

63. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang


Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5098);
64. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
65. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
66. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5111);
67. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5112);
68. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5116);
69. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 101, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5151);
70. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010 tentang
Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5154);

71. Peraturan
- 10 -

71. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang


Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160);
72. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5185);
73. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5186);
74. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5217);
75. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5230);
76. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum;
77. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar;
78. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional;
79. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan
Bawah Tanah;
80. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang
Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5172) ;
81. Peraturan
- 11 -

81. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang


Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 2011—2025;
82. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2011 tentang
Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air;
83. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Pulau Jawa-Bali;
84. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
85. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang
Penetapan Cekungan Air Tanah;
86. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan
Lindung di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
(Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Tahun 1991 Nomor 1 Seri C);
87. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun
2003 tentang Pengelolaan Hutan di Provinsi Jawa Timur
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2003 Nomor
1 Seri E);
88. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun
2005 tentang Penertiban dan Pengendalian Hutan Produksi
di Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Timur Tahun 2005 Nomor 2 Seri E);
89. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun
2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2005—2025 (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 Nomor 1 Seri E);
90. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
2011 Nomor 2 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Timur Nomor 2);

Dengan Persetujuan
- 12 -

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
dan
GUBERNUR JAWA TIMUR

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG


WILAYAH PROVINSI TAHUN 2011—2031.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Provinsi adalah Provinsi Jawa Timur.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
4. Kabupaten/Kota adalah kabupaten/kota di Jawa Timur.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang
laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan
makhluk lain hidup melakukan kegiatan dan memelihara
kelangsungan hidupnya.
6. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata
ruang.

8. Struktur
- 13 -

8. Struktur Ruang adalah susunan sistem pusat pelayanan


dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
9. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam
suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi
daya.
10. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya yang ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
11. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang
yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat
wilayah.
12. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
13. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk
menentukan struktur ruang dan pola ruang yang
meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana
tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk
mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan.
16. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur yang
selanjutnya disingkat RTRW Provinsi adalah rencana tata
ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi, yang
merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, dan yang berisi tujuan, kebijakan, dan strategi
penataan ruang wilayah provinsi; rencana struktur ruang
wilayah provinsi; rencana pola ruang wilayah provinsi;
penetapan kawasan strategis provinsi; arahan
pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan arahan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
18. Kebijakan
- 14 -

17. Kebijakan penataan ruang wilayah provinsi adalah


arahan pengembangan wilayah provinsi yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Provinsi guna mencapai tujuan
penataan ruang wilayah provinsi dalam kurun waktu 20
(dua puluh) tahun.
18. Strategi penataan ruang wilayah provinsi adalah
penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-
langkah pencapaian tindakan yang lebih nyata yang
menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur
ruang dan rencana pola ruang wilayah provinsi.
19. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung
dan budi daya.
20. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
21. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
22. Sistem perkotaan di wilayah provinsi adalah susunan
kota dan kawasan perkotaan di dalam wilayah provinsi
yang menunjukkan keterkaitan antarkota/antarper-
kotaan yang membentuk hierarki pelayanan dengan
cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah
provinsi.
23. Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat WP
adalah suatu kesatuan wilayah yang terdiri atas satu
dan/atau beberapa kabupaten/kota yang membentuk
kesatuan struktur pelayanan secara berhierarki yang di
dalamnya terdapat pusat pertumbuhan dan wilayah
pendukung.
24. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala internasional, kegiatan nasional,
atau kegiatan beberapa provinsi.
25. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala provinsi atau kegiatan beberapa
kabupaten/kota.
27. Pusat
- 15 -

26. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya


disingkat PKWP adalah pusat kegiatan yang
dipromosikan untuk kemudian hari dapat ditetapkan
sebagai PKW.
27. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau melayani
kegiatan beberapa kecamatan.
28. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disingkat
PKLP adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk
kemudian hari dapat ditetapkan sebagai PKL.
29. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
serta pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
30. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber
daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
31. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang
terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri
sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan
perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan
fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan
prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah
penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya
1.000.000 (satu juta) jiwa.
32. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas
satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan
sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan
sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh
adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan
satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis.

34. Kawasan
- 16 -

33. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budi daya,


baik di ruang darat maupun di ruang laut yang
pengembangannya diarahkan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi bagi wilayah tersebut dan wilayah
sekitarnya.
34. Kawasan pesisir adalah kawasan yang merupakan
peralihan antara ekosistem darat dan laut, ke arah darat
mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah
laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis
pantai.

35. Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya disingkat


KSN adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting secara nasional terhadap kedaulatan negara,
pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang
telah ditetapkan sebagai warisan dunia.

36. Kawasan Strategis Provinsi yang selanjutnya disingkat


KSP adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan.

37. Wilayah sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah


kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-
pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan
2.000 km².

38. Daerah aliran sungai yang selanjutnya disingkat DAS


adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang
berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alamiah, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

40. Bahan
- 17 -

39. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya


disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain
yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
40. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan.

41. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk


dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

42. Mitigasi bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko


bencana, baik secara struktur atau fisik melalui
pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun
nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan
kemampuan menghadapi bencana di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.

43. Imbuhan Air Tanah adalah daerah resapan air yang


mampu menambah air tanah secara alamiah pada
cekungan air tanah.

44. Cekungan Air tanah yang selanjutnya disingkat CAT


adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis
seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan
air tanah berlangsung.

45. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur


dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka dan tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

46. Lahan produktif adalah lahan yang sedang digunakan


untuk kegiatan usaha manusia di bidang pertanian,
khususnya sawah.

48. Kawasan
- 18 -

47. Kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang


mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari
sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas
perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan
pendukung lainnya.

48. Kawasan peruntukan pertambangan adalah wilayah yang


memiliki potensi sumber daya bahan tambang yang
berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan peta/data
geologi dan merupakan tempat dilakukannya sebagian
atau seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang
meliputi penelitian, penyidikan umum, eksplorasi,
operasi produksi/eksploitasi dan pasca tambang, baik di
wilayah daratan maupun perairan, serta tidak dibatasi
oleh penggunaan lahan, baik kawasan budidaya maupun
kawasan lindung.

49. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang


ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk
kepentingan pertahanan.

50. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan


dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
51. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang
selanjutnya disingkat BKPRD adalah badan bersifat ad-
hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan
tugas Gubernur dalam koordinasi penataan ruang di
Provinsi Jawa Timur.
52. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
53. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang
termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau
pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam
penataan ruang.
54. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat
dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.

BAB II
- 19 -

BAB II
RUANG LINGKUP DAN FUNGSI
RTRW PROVINSI JAWA TIMUR

Bagian Kesatu
Ruang Lingkup

Pasal 2

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur


memuat:
a. visi, misi, tujuan, kebijakan, dan strategi penataan
ruang wilayah provinsi;
b. rencana struktur ruang wilayah provinsi;
c. rencana pola ruang wilayah provinsi;
d. penetapan kawasan strategis provinsi;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
provinsi.
(2) Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
mencakup perencanaan seluruh wilayah administrasi
Provinsi Jawa Timur, yang meliputi daratan seluas kurang
lebih 4.779.975 Ha terdiri dari 38 Kabupaten/Kota,
wilayah pesisir dan laut sejauh 12 mil dari garis pantai,
ruang di dalam bumi serta wilayah udara, dengan batas-
batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa - Pulau
Kalimantan (Provinsi Kalimantan Selatan)
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali - Pulau
Bali
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera
Indonesia
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah

Bagian kedua
- 20 -

Bagian Kedua
Fungsi

Pasal 3

Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur


sebagai pedoman:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang
daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah
daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah provinsi;
d. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta
keserasian antarsektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
g. penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

BAB III
VISI, MISI, TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Visi dan Misi Penataan Ruang

Pasal 4

Visi Penataan Ruang Provinsi adalah ―terwujudnya ruang


wilayah Provinsi berbasis agribisnis dan jasa komersial yang
berdaya saing global dalam pembangunan berkelanjutan‖.

Pasal 5
- 21 -

Pasal 5

Misi penataan ruang adalah mewujudkan:


a. keseimbangan pemerataan pembangunan antarwilayah
dan pertumbuhan ekonomi;
b. pengembangan pusat pertumbuhan wilayah dalam
meningkatkan daya saing daerah dalam kancah Asia;
c. penyediaan sarana dan prasarana wilayah secara
berkeadilan dan berhierarki serta bernilai tambah tinggi;
d. pemantapan fungsi lindung dan kelestarian sumber daya
alam dan buatan;
e. optimasi fungsi budi daya kawasan dalam meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam persaingan global;
f. keterpaduan program pembangunan berbasis agribisnis
dan jasa komersial yang didukung seluruh pemangku
kepentingan; dan
g. kemudahan bagi pengembangan investasi daerah serta
peningkatan kerja sama regional.

Bagian Kedua

Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi

Pasal 6

Penataan Ruang Wilayah Provinsi bertujuan untuk


mewujudkan ruang wilayah provinsi yang berdaya saing tinggi
dan berkelanjutan melalui pengembangan sistem agropolitan
dan sistem metropolitan.

Bagian Ketiga

Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Provinsi

Pasal 7

Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi


meliputi pengembangan:

a. wilayah
- 22 -

a. wilayah;

b. struktur ruang;

c. pola ruang; dan

d. kawasan strategis.

Paragraf 1
Pengembangan Wilayah

Pasal 8

(1) Kebijakan pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 7 huruf a meliputi:
a. pemantapan sistem perkotaan PKN sebagai kawasan
metropolitan di Jawa Timur; dan
b. peningkatan keterkaitan kantong-kantong produksi
utama di Jawa Timur dengan pusat pengolahan dan
pemasaran sebagai inti pengembangan sistem
agropolitan.
(2) Strategi untuk memantapkan sistem perkotaan PKN
sebagai kawasan metropolitan di Jawa Timur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan ekonomi wilayah berbasis strategi
pemasaran kota;
b. pemantapan fungsi-fungsi perdagangan jasa berskala
nasional dan internasional;
c. pengembangan infrastruktur transportasi dan
telekomunikasi skala internasional;
d. peningkatan kemudahan investasi untuk
pembangunan infrastruktur metropolitan;
e. peningkatan aksesibilitas barang, jasa, dan informasi
antara kawasan metropolitan dan perkotaan lainnya;
dan
f. pengembangan kawasan metropolitan berbasis ekologi.

(3) Strategi
- 23 -

(3) Strategi untuk meningkatkan keterkaitan kantong-


kantong produksi utama di Jawa Timur dengan pusat
pengolahan dan pemasaran sebagai inti pengembangan
sistem agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. pemantapan sentra-sentra produksi pertanian
unggulan sebagai penunjang agrobisnis dan
agroindustri;
b. pengembangan sarana dan prasarana produksi
pertanian ke pusat-pusat pemasaran hingga ke pasar
internasional;
c. pemantapan suprastruktur pengembangan pertanian
yang terdiri atas lembaga tani dan lembaga keuangan;
dan
d. pengembangan pertanian dan kawasan perdesaan
berbasis eco-region.

Paragraf 2
Pengembangan Struktur Ruang

Pasal 9

Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang wilayah


provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b
meliputi:
a. kebijakan dan strategi pengembangan sistem pusat
pelayanan; dan
b. kebijakan dan strategi pengembangan sistem jaringan
prasarana wilayah.

Pasal 10

(1) Kebijakan pengembangan sistem pusat pelayanan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi:
a. pembentukan sistem perkotaan;
b. pengembangan sistem perdesaan; dan
c. pembentukkan
- 24 -

c. pembentukan sistem dan fungsi perwilayahan.


(2) Strategi untuk pembentukan sistem perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penetapan sistem perkotaan secara berhierarki dengan
membentuk PKN, PKW, dan PKL;
b. revitalisasi dan percepatan pembangunan kawasan
metropolitan sebagai pusat pertumbuhan utama di
Jawa Timur yang didukung oleh pusat-pusat
pertumbuhan wilayah dan pusat-pusat pertumbuhan
lokal; dan
c. pengembangan kawasan perkotaan sesuai dengan
fungsi dan perannya.
(3) Strategi untuk pengembangan sistem perdesaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. penguatan dan memantapkan hubungan desa-kota
melalui pemantapan sistem agropolitan;
b. pengembangan pusat-pusat pertumbuhan pada
kawasan perdesaan sebagai inti kawasan agropolitan;
c. pengembangan kawasan perdesaan berbasis
agropolitan untuk dua atau lebih wilayah kabupaten
dilaksanakan oleh Provinsi sebagai kawasan strategis
dari sudut kepentingan ekonomi; dan
d. peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur,
terutama infrastruktur jalan untuk mendukung sistem
agropolitan.
(4) Strategi untuk pembentukan sistem dan fungsi
perwilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c meliputi:
a. pembentukan WP berdasarkan potensi dan
permasalahan;
b. pembentukan struktur pelayanan dan sistem kegiatan
pada setiap WP; dan
c. pengembangan WP sesuai dengan fungsi dan perannya.

Pasal 11
- 25 -

Pasal 11

(1) Kebijakan pengembangan sistem jaringan prasarana


wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b
meliputi pemantapan penyediaan prasarana wilayah
dengan meningkatkan kelengkapan, skala pelayanan,
pemerataan, serta sistem interkonektivitas dan
keterpaduan antarjenis prasarana dengan wilayah-wilayah
yang dilayani secara efisien pada:
a. sistem jaringan transportasi;
b. sistem jaringan energi;
c. sistem jaringan telekomunikasi dan informatika;
d. sistem jaringan sumber daya air; dan
e. sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan.
(2) Strategi pengembangan sistem jaringan transportasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pemantapan dan pengembangan jaringan transportasi
darat, laut, dan udara yang terintegrasi dengan
kebijakan pengembangan wilayah;
b. peningkatan integrasi intermoda dan antarmoda yang
didukung dengan sarana dan prasarana; dan
c. pengembangan sistem jaringan transportasi turut
mempertimbangkan kepentingan evakuasi bencana.
(3) Strategi pengembangan sistem jaringan energi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengembangan diversifikasi sumber energi baru dan
terbarukan, antara lain: energi mikrohidro, energi
angin, energi surya, energi air, energi panas bumi,
energi gelombang laut, energi biogas, dan energi
biomassa;
b. pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik di
kawasan perkotaan dan perdesaan;
c. peningkatan eksplorasi dan eksploitasi migas dengan
teknologi dan metode yang ramah lingkungan; dan
d. pembukaan peluang investasi sumber energi potensial
berupa panas bumi sebagai sumber energi baru yang
ramah lingkungan.
(4) Strategi
- 26 -

(4) Strategi pengembangan sistem jaringan telekomunikasi


dan informatika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. pengembangan jaringan primer dengan sistem kabel
dan nirkabel; dan
b. pengembangan sistem prasarana telekomunikasi dan
informatika yang efektif dan efisien.
(5) Strategi pengembangan sistem jaringan sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. pengembangan pemanfaatan air permukaan yang
meliputi sungai, danau, rawa, dan sumber air
permukaan lainnya;
b. perlindungan dan pelestarian sumber air melalui
konservasi kawasan lindung;
c. peningkatan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air;
d. pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi;
e. pengembangan sarana pengendali banjir yang
didukung kerja sama antara pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota;
f. pengendalian daya rusak air yang dilakukan pada
sungai, danau, waduk, dan/atau bendungan, rawa,
cekungan air tanah, sistem irigasi yang mencakup
pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan; dan
g. penyediaan informasi sumber daya air yang meliputi
informasi kondisi hidrologis, hidrometeorologis,
hidrogeologis, kebijakan sumber daya air, prasarana
sumber daya air, teknologi sumber daya air, dan
lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya.
(6) Strategi pengembangan sistem jaringan prasarana
pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e meliputi:
a. pembangunan dan pemfasilitasan kerja sama
antardaerah dalam pengelolaan sampah;
b. pembangunan tempat pengolahan sampah terpadu
antarwilayah yang dikelola secara bersama;
c. pembangunan
- 27 -

c. pembangunan dan pengembangan sistem pengelolaan


limbah B3 yang melayani wilayah provinsi;
d. pengendalian pencemaran di sekitar tempat
pengolahan sampah dan limbah B3; dan
e. mengkoordinasi pengembangan sistem drainase di
kawasan perkotaan.

Paragraf 3
Pengembangan Pola Ruang
Pasal 12

Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang wilayah


provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c
meliputi:
a. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung;
b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya;
dan
c. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil.

Pasal 13

(1) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 12 huruf a meliputi pemantapan,
pelestarian, dan perlindungan kawasan lindung untuk
mencapai perlindungan lingkungan sumber daya
alam/buatan dan ekosistemnya, meminimalkan risiko dan
mengurangi kerentanan bencana, mengurangi efek
pemanasan global yang berprinsip partispasi, menghargai
kearifan lokal, serta menunjang pariwisata, penelitian,
dan edukasi pada:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya;
d. kawasan rawan bencana alam;
e. kawasan
- 28 -

e. kawasan lindung geologi; dan


f. kawasan lindung lainnya.
(2) Strategi pengembangan kawasan hutan lindung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
dengan meningkatkan upaya preservasi dan konservasi
hutan lindung untuk menjaga luas kawasan dan
meminimalkan kerusakan melalui:
a. pengembangan sistem tata batas (deliniasi) persebaran
hutan lindung di seluruh wilayah Jawa Timur sehingga
jelas batasan antara kawasan hutan lindung dan
sekitarnya untuk meminimalkan potensi perusakan
oleh masyarakat;
b. penetapan luas kawasan hutan minimal 30% dari luas
daratan dalam setiap DAS dan/atau pulau;
c. pengembangan upaya untuk mempertahankan dan
menambah luasan hutan, terutama hutan dengan
fungsi lindung;
d. pemantapan fungsi lindung dengan prinsip pengelolaan
berkelanjutan; dan
e. pengendalian perubahan fungsi kawasan hutan
lindung.
(3) Strategi pengembangan kawasan perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b melalui:
a. penetapan dan/atau penegasan batas lapangan
kawasan perlindungan setempat;
b. pengamanan kawasan perlindungan setempat dengan
prinsip konservasi;
c. pengendalian kegiatan yang tidak berkaitan dengan
perlindungan; dan
d. peningkatan nilai ekonomis kawasan dengan tetap
mempertahankan fungsi lindungnya.
(4) Strategi pengembangan kawasan suaka alam, pelestarian
alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi:
a. penetapan dan/atau penegasan batas lapangan
kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya;
b. pemantapan perlindungan kawasan suaka alam,
pelestarian alam, dan cagar budaya;
c. mempertahankan
- 29 -

c. mempertahankan dan peningkatan kelestarian


keanekaragaman hayati yang masih berkembang
beserta ekosistemnya;
d. peningkatan nilai ekonomis kawasan dengan tetap
mempertahankan fungsi lindung kawasan; dan
e. peningkatan keterpaduan pembangunan kawasan
konservasi dengan pembangunan wilayah, terutama
peningkatan kesejahteraan dan kepedulian masyarakat
di sekitar kawasan konservasi.
(5) Strategi untuk kawasan rawan bencana alam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan
dengan mengelola kawasan rawan bencana alam yang
terdiri atas kawasan rawan longsor, kawasan rawan
gelombang pasang, kawasan rawan banjir, dan kawasan
rawan bencana kebakaran hutan yang meliputi:
a. penetapan kawasan rawan bencana alam;
b. pengidentifikasian tingkat risiko wilayah pada kawasan
rawan bencana alam; dan
c. pengembangan manajemen pengelolaan pada kawasan
rawan bencana alam.
(6) Strategi pengembangan kawasan lindung geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan
dengan mengelola kawasan lindung geologi yang terdiri
atas cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam
geologi, dan kawasan imbuhan air tanah dengan cara:
a. menetapkan kawasan lindung geologi;
b. mengembangkan pengelolaan kawasan cagar alam
geologi;
c. mengidentifikasi tingkat risiko wilayah pada kawasan
rawan bencana alam geologi; dan
d. mengembangkan manajemen pengelolaan pada
kawasan rawan bencana alam geologi.
(7) Strategi pengembangan kawasan lindung lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan
melalui upaya pelestarian ekosistem terumbu karang
dengan cara:
a. memantapkan perlindungan terumbu karang;
b. melarang
- 30 -

b. melarang pemakaian alat atau bahan berbahaya untuk


mencari ikan;
c. merehabilitasi terumbu karang yang telah rusak; dan
d. mengembangkan terumbu karang pada kawasan-
kawasan yang potensial.

Pasal 14

(1) Kebijakan pengembangan kawasan budi daya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilakukan
melalui upaya pengembangan kawasan budi daya sesuai
dengan karakter dan daya dukung yang dimiliki, terutama
untuk mendukung pemantapan sistem metropolitan dan
sistem agropolitan dalam rangka peningkatan
pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat,
meliputi:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perkebunan;
e. kawasan peruntukan peternakan;
f. kawasan peruntukan perikanan;
g. kawasan peruntukan pertambangan;
h. kawasan peruntukan industri;
i. kawasan peruntukan pariwisata;
j. kawasan peruntukan permukiman;
k. kawasan andalan; dan
l. peruntukan kawasan budi daya lainnya.
(2) Strategi pengembangan kawasan peruntukan hutan
produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan dengan:
a. mengembangkan kawasan hutan produksi dengan
pemanfaatan secara lestari dan partisipatif;
b. membatasi alih fungsi hutan produksi untuk kegiatan
di luar kehutanan; dan
c. mengawasi pemanfaatan hutan produksi.
(3) Strategi
- 31 -

(3) Strategi pengembangan kawasan hutan rakyat


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
dengan membangun dan mengembangkan kegiatan hutan
rakyat secara partisipatif.
(4) Strategi pengembangan kawasan peruntukan pertanian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan
dengan menetapkan wilayah Jawa Timur sebagai lumbung
pangan nasional yang dicapai melalui:
a. pemertahanan luasan sawah beririgasi termasuk lahan
pertanian pangan berkelanjutan dengan
mengendalikan secara ketat alih fungsi sawah dan
lahan produktif;
b. peningkatan upaya pengelolaan untuk mengoptimalkan
hasil produksi pertanian;
c. pengoptimalan pengolahan dan peningkatan nilai
tambah hasil produksi pertanian melalui
pengembangan agropolitan;
d. peningkatan pemasaran yang terintegrasi dengan
kawasan agropolitan;
e. peningkatan pembinaan, penyuluhan, dan pelatihan
untuk pengembangan pertanian;
f. pengembangan kemitraan antarpemangku
kepentingan; dan
g. pengembangan sarana dan prasarana pendukung
kawasan agropolitan.
(5) Strategi pengembangan kawasan peruntukan perkebunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan
dengan:
a. mengembangkan komoditas unggulan perkebunan di
wilayah potensial dan prospektif; dan
b. mengoptimalkan pengolahan dan peningkatan nilai
tambah hasil perkebunan melalui pengembangan
agropolitan.
(6) Strategi pengembangan kawasan peruntukan peternakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan
dengan:
a. mengembangkan
- 32 -

a. mengembangkan komoditas unggulan peternakan


besar, kecil, serta unggas di wilayah potensial dan
prospektif; dan
b. mengoptimalkan pengolahan dan peningkatan nilai
tambah hasil peternakan melalui pengembangan
agropolitan.
(7) Strategi pengembangan kawasan peruntukan perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan
dengan:
a. meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi
perikanan;
b. membentuk sentra pengolahan hasil perikanan untuk
mendukung pengoptimalan pengolahan dan
peningkatan nilai tambah hasil perikanan melalui
pengembangan minapolitan;
c. menata wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai
dengan daya dukung yang dimiliki untuk menjamin
keberlangsungan ekosistem pada wilayah tersebut;
d. pemantapan kawasan tambak garam;
e. pemertahanan luasan dan sebaran kawasan tambak
garam; dan
f. pengoptimalan produksi garam dan peluang
pengembangan serta kerja sama produksi garam
dengan investor.
(8) Strategi pengembangan kawasan peruntukan
pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
g dilakukan dengan mengembangkan kawasan
pertambangan yang meliputi pertambangan mineral,
minyak dan gas bumi (migas) serta panas bumi secara
berkelanjutan dan dilakukan melalui:
a. pengidentifikasian potensi kandungan bahan tambang;
b. peningkatan eksplorasi dan eksploitasi potensi minyak
dan gas bumi dengan berwawasan lingkungan; dan
c. pengembangan kawasan pertambangan berdasarkan
potensi bahan galian, kondisi geologi, dan geohidrologi
dengan prinsip kelestarian lingkungan.

(9) Strategi
- 33 -

(9) Strategi pengembangan kawasan peruntukan industri


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dilakukan
dengan mengembangkan industri berdasarkan potensi
sumber daya, jaringan infrastruktur, dan pasar melalui:
a. pengembangan kawasan peruntukan industri yang
memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan
wilayah, pemerataan, dan keberlanjutan;
b. pengidentifikasian potensi pengembangan industri;
c. pengembangan industri melalui penyediaan ruang dan
didukung pengembangan infrastruktur wilayah;
d. pengembangan industri berteknologi tinggi dan ramah
lingkungan di kawasan perkotaan;
e. pengembangan industri kecil, menengah, dan rumah
tangga;
f. pengembangan perindustrian berdasarkan prinsip
keterkaitan antara kegiatan hulu-hilir, klaster, dan
sentra; dan
g. pengembangan sarana dan prasarana pendukung
industri.
(10) Strategi pengembangan kawasan peruntukan pariwisata
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i dilakukan
dengan mengembangkan daya tarik wisata yang meliputi
wisata alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang
terintegrasi secara spasial dengan memperhatikan
keunggulan dan daya saing secara global melalui:
a. pengidentifikasian potensi daya tarik wisata alam,
budaya, dan hasil buatan manusia;
b. penetapan potensi daya tarik wisata unggulan;
c. pembentukan jalur pengembangan wisata yang
terintegrasi dengan pengembangan infrastruktur
wilayah;
d. pengembangan kegiatan penunjang wisata;
e. pelestarian tradisi atau kearifan masyarakat lokal; dan
f. peningkatan pembinaan, penyuluhan, dan pelatihan
kepada masyarakat dan/atau perajin lokal untuk
pengembangan pariwisata.
(11) Strategi pengembangan kawasan peruntukan permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j meliputi:
a. pengembangan
- 34 -

a. pengembangan kawasan permukiman perkotaan,


terutama pengembangan permukiman yang efisien dan
terintegrasi dengan sistem transportasi;
b. pengembangan kawasan permukiman yang
mendukung pengembangan agropolitan di kawasan
perdesaan;
c. pengembangan penyediaan perumahan dengan pola
hunian berimbang;
d. pengembangan penyediaan perumahan untuk semua
lapisan masyarakat; dan
e. pengembangan kawasan perumahan yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan dengan dukungan
sarana dan prasarana permukiman yang memadai.
(12) Strategi pengembangan kawasan andalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf k dilakukan dengan
mengembangkan kegiatan budi daya unggulan di dalam
kawasan beserta prasarana secara sinergis dan
berkelanjutan untuk mendorong pengembangan
perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya melalui:
a. mengakomodasi penetapan kawasan andalan di
wilayah Provinsi Jawa Timur sebagai bagian dari
pengembangan kawasan andalan nasional; dan
b. mendukung pengembangan kawasan andalan agar
terintegrasi dan operasional.
(13) Strategi pengembangan peruntukan kawasan budi daya
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l
dilakukan dengan mengoptimalkan fungsi dan peran
kawasan pertahanan dan keamanan melalui :
a. penetapan dan/atau penegasan batas lapangan
kawasan pertahanan dan keamanan;
b. penetapan jarak bebas aman kawasan pertahanan dan
keamanan dengan guna lahan lainnya, terutama
permukiman;
c. pengendalian pemanfaatan lahan di sekitar kawasan
pertahanan dan keamanan secara ketat;
d. mendukung penetapan kawasan strategis nasional
dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan;

e. mengembangkan
- 35 -

e. mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di


dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional untuk
menjaga fungsi pertahanan dan keamanan negara;
f. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan
budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis
nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan
kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya
tidak terbangun; dan
g. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset
pertahanan dan keamanan negara.

Pasal 15

(1) Kebijakan pengembangan kawasan pesisir dan pulau-


pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf
c meliputi:
a. peningkatan konservasi ekosistem kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil yang menjadi fungsi perlindungan,
baik perlindungan bagi kawasan bawahannya,
kawasan perlindungan setempat, maupun cagar alam;
dan
b. pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil.
(2) Strategi peningkatan konservasi ekosistem kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil yang menjadi fungsi
perlindungan, baik perlindungan bagi kawasan
bawahannya, kawasan perlindungan setempat, maupun
cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. penetapan zonasi pemanfaatan ruang kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil melalui penetapan batas-batas
fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan
daya dukung serta proses ekologis yang berlangsung
sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir;
b. pempertahanan dan penjagaan kelestarian ekosistem
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
c. pembatasan kegiatan yang mengakibatkan
terganggunya ekosistem di kawasan pesisir dan pulau-
pulau kecil.
(3) Strategi
- 36 -

(3) Strategi pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir


dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:

a. pengoptimalan pemanfaatan kawasan pesisir dan


pulau-pulau kecil sebagai kawasan permukiman,
pelabuhan, dan industri;

b. peningkatan kegiatan kepariwisataan dan penelitian di


kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan

c. peningkatan operasionalisasi perwujudan


pengembangan kawasan andalan laut melalui
pengembangan produk unggulan sektor kelautan dan
perikanan.

Paragraf 4

Pengembangan Kawasan Strategis

Pasal 16

(1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis provinsi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d meliputi:

a. pengembangan kawasan ekonomi potensial yang dapat


mempercepat perkembangan wilayah;

b. percepatan perkembangan dan kemajuan kawasan


tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat
perkembangan antarkawasan;

c. pemantapan fungsi kawasan untuk pertahanan dan


keamanan wilayah nasional di provinsi;

d. pemantapan dan peningkatan fungsi dan peran


kawasan sosial dan budaya;

e. pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi


tinggi secara optimal untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat; dan

f. pelestarian
- 37 -

f. pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung


lingkungan hidup untuk mempertahankan dan
meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan
keanekaragaman hayati, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, serta
melestarikan keunikan bentang alam.

(2) Strategi pengembangan kawasan ekonomi potensial yang


dapat mempercepat perkembangan wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui upaya
peningkatan dan pemantapan fungsi dan peran kawasan
industri berteknologi tinggi, kawasan ekonomi unggulan,
kawasan agropolitan, kawasan koridor metropolitan,
kawasan perbatasan antarprovinsi, dan kawasan
perbatasan antarkabupaten/antarkota di wilayah provinsi
dengan cara:

a. mengoptimalkan pengembangan kawasan melalui


peningkatan nilai ekonomis kawasan;

b. meningkatkan komoditas unggulan, sarana, dan


prasarana pendukung proses produksi;
c. meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia, baik sebagai tenaga ahli maupun tenaga
pendukung;
d. mempercepat alih teknologi yang lebih efisien dan
efektif;
e. memberikan dukungan kebijakan melalui pemberian
instrumen insentif antara lain berupa keringanan pajak
dan pembebasan pajak sementara;
f. menjalin kerja sama dengan pihak investor, terkait
pemberian kredit/modal usaha;
g. menelusuri potensi kawasan atau subsektor strategis
yang dapat dikembangkan dengan penetapan kawasan
ekonomi unggulan baru; dan
h. meningkatkan kerja sama antardaerah untuk
mengoptimalkan pertumbuhan daerah perbatasan,
baik antarkabupaten/antarkota di Jawa Timur
maupun antarkawasan perbatasan provinsi.
(3) Strategi
- 38 -

(3) Strategi percepatan perkembangan dan kemajuan


kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan
tingkat perkembangan antarkawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. penelusuran potensi kawasan atau subsektor strategis
yang dapat dikembangkan di kawasan tertinggal;
b. pemasukan subsektor strategis ke kawasan tertinggal
sebagai pemacu pertumbuhan wilayah;
c. penyediaan infrastruktur strategis sebagai pemacu
pertumbuhan wilayah;
d. peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik
sebagai tenaga ahli maupun tenaga pendukung; dan
e. pemberian dukungan kebijakan melalui pemberian
instrumen insentif.
(4) Strategi pemantapan fungsi kawasan untuk pertahanan
dan keamanan wilayah nasional di provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan
mengakomodasi dan mendukung pengembangan kawasan
pertahanan dan keamanan dalam lingkup nasional.
(5) Strategi pemantapan dan peningkatan fungsi dan peran
kawasan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d dilakukan dengan memelihara nilai
sejarah dan budaya yang tinggi serta nilai-nilai yang asli
dengan pengelolaan yang mengapreasiasi nilai tersebut
melalui:
a. pelestarian kawasan sosial dan budaya;
b. pengendalian perkembangan lahan terbangun di
sekitar kawasan;
c. peningkatan nilai ekonomis kawasan, antara lain
pemanfaatan sebagai aset wisata, penelitian, dan
pendidikan; dan
d. pembinaan masyarakat sekitar untuk ikut berperan
dalam menjaga peninggalan sejarah.

(6) Strategi
- 39 -

(6) Strategi pemanfaatan sumber daya alam dan/atau


teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e meliputi:
a. pengoptimalan pengembangan kawasan melalui
peningkatan nilai ekonomis kawasan, antara lain
dengan pengembangan kegiatan penunjang dan/atau
kegiatan turunan dari pemanfaatan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi;
b. peningkatan keterkaitan kegiatan pemanfaatan sumber
daya alam dan/atau teknologi tinggi dengan kegiatan
penunjang dan/atau turunannya; dan
c. pencegahan dampak negatif pemanfaatan sumber daya
alam dan/atau teknologi tinggi terhadap fungsi
lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat.
(7) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan
meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan
keanekaragaman hayati, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, serta
melestarikan keunikan bentang alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:
a. pembatasan dan pencegahan pemanfaatan ruang yang
berpotensi mengurangi fungsi perlindungan kawasan;
b. pelarangan alih fungsi pada kawasan yang telah
ditetapkan sebagai kawasan lindung;
c. pembatasan pengembangan sarana dan prasarana di
dalam dan di sekitar kawasan yang ditetapkan untuk
fungsi lindung yang dapat memicu perkembangan
kegiatan budi daya;
d. perehabilitasian fungsi lindung yang menurun akibat
dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di
dalam dan di sekitar kawasan lindung;

e. pengoptimalan
- 40 -

e. pengoptimalan pengembangan kawasan dengan


peningkatan nilai ekonomis kawasan lindung melalui
pemanfaatan untuk daya tarik wisata, pendidikan,
dan penelitian berbasis lingkungan hidup, dan/atau
pemanfaatan bakau dan terumbu karang sebagai
sumber ekonomi perikanan yang berkelanjutan;
f. peningkatan kerja sama antara Pemerintah Daerah
Provinsi dan masyarakat setempat;
g. pengembalian kegiatan yang mendorong
pengembangan fungsi lindung;
h. peningkatan keanekaragaman hayati kawasan
lindung; dan
i. pengendalian kawasan sekitar perlindungan ekosistem
dan lingkungan hidup secara ketat.

BAB IV

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 17

(1) Rencana struktur ruang wilayah provinsi terdiri atas:

a. sistem pusat pelayanan; dan

b. sistem jaringan prasarana wilayah provinsi.

(2) Rencana struktur ruang wilayah provinsi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) digambarkan dengan ketelitian
peta skala 1:250.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
peraturan daerah ini.

Bagian Kedua
- 41 -

Bagian Kedua

Rencana Sistem Pusat Pelayanan

Pasal 18

Rencana sistem pusat pelayanan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 17 ayat (1) terdiri atas rencana sistem perkotaan
disertai dengan penetapan fungsi WP-nya dan sistem
perdesaan.

Paragraf 1
Rencana Sistem Perkotaan

Pasal 19

(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,


meliputi:
a. PKN : Kawasan Perkotaan Gresik–Bangkalan–
Mojokerto–Surabaya–Sidoarjo–Lamongan
(Gerbangkertosusila) dan Malang;
b. PKW : Probolinggo, Tuban, Kediri, Madiun,
Banyuwangi, Jember, Blitar, Pamekasan,
Bojonegoro, dan Pacitan;
c. PKWP : Pasuruan dan Batu;
d. PKL : Jombang, Ponorogo, Ngawi, Nganjuk,
Tulungagung, Lumajang, Sumenep, Magetan,
Situbondo, Trenggalek, Bondowoso,
Sampang, Kepanjen, Mejayan, Kraksaan,
Kanigoro, dan Bangil; dan
e. Kawasan perkotaan di wilayah kabupaten yang
memiliki potensi sebagai pusat kegiatan bagi beberapa
kecamatan dapat diusulkan sebagai PKLP oleh
kabupaten masing-masing kepada Pemerintah Daerah
Provinsi.
(2) Fungsi setiap pusat kegiatan dalam sistem perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan skala
pelayanan perkotaan masing-masing.

(3) WP
- 42 -

(3) WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 terdiri atas 8


(delapan) WP yang meliputi:
a. WP Germakertosusila Plus dengan pusat di Kota
Surabaya meliputi: Kota Surabaya, Kabupaten Tuban,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro,
Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Mojokerto, Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang,
Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten
Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten
Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep, dengan fungsi:
pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura,
kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan,
perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata,
transportasi, dan industri;
b. WP Malang Raya dengan pusat di Kota Malang
meliputi: Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten
Malang, dengan fungsi: pertanian tanaman pangan,
perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan,
peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa,
pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan industri;
c. WP Madiun dan sekitarnya dengan pusat di Kota
Madiun meliputi: Kota Madiun, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan, Kabupaten
Pacitan, dan Kabupaten Ngawi dengan fungsi:
pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura,
kehutanan, peternakan, pertambangan, pariwisata,
pendidikan, kesehatan, dan industri;
d. WP Kediri dan sekitarnya dengan pusat di Kota Kediri,
meliputi: Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kabupaten
Nganjuk, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten
Tulungagung dengan fungsi: pertanian tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan,
peternakan, pertambangan, pendidikan, kesehatan,
pariwisata, perikanan, dan industri;
e. WP Probolinggo–Lumajang dengan pusat di Kota
Probolinggo meliputi: Kota Probolinggo, Kabupaten
Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang, dengan fungsi:
pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
kehutanan, peternakan, perikanan, pertambangan,
pariwisata, pendidikan, dan kesehatan;

f. WP
- 43 -

f. WP Blitar dengan pusat di Kota Blitar meliputi: Kota


Blitar dan Kabupaten Blitar dengan fungsi: pertanian
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan,
pendidikan, kesehatan dan pariwisata;
g. WP Jember dan sekitarnya dengan pusat di Perkotaan
Jember meliputi: Kabupaten Jember, Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten Situbondo dengan fungsi
pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan,
pendidikan, kesehatan, dan pariwisata; dan
h. WP Banyuwangi dengan pusat di Perkotaan
Banyuwangi meliputi: Kabupaten Banyuwangi dengan
fungsi: pertanian tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan,
pertambangan, industri, pendidikan, kesehatan, dan
pariwisata.

Paragraf 2
Rencana Sistem Perdesaan

Pasal 20

(1) Rencana sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 18 dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan
perdesaan secara berhierarki.
(2) Pusat pelayanan perdesaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) secara berhierarki memiliki hubungan dengan:
a. pusat pelayanan wilayah kecamatan sebagai kawasan
perkotaan terdekat;
b. perkotaan sebagai pusat pelayanan sub-WP; dan
c. ibukota kabupaten masing-masing.
(3) Sistem pelayanan perdesaan dikembangkan seiring dengan
pengembangan sistem agropolitan.
(4) Keterkaitan antara sistem pelayanan perkotaan dan sistem
pelayanan perdesaan dapat berbentuk sistem agroindustri.

(5) Pengembangan
- 44 -

(5) Pengembangan sistem agropolitan dan sistem agroindustri


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat
dilaksanakan oleh provinsi dan/atau kabupaten/kota.

Bagian Ketiga
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 21

Rencana sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b meliputi:
a. rencana sistem jaringan transportasi;
b. rencana sistem jaringan energi;
c. rencana sistem jaringan telekomunikasi dan informatika;
d. rencana sistem jaringan sumber daya air; dan
e. rencana sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Paragraf 1
Rencana Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 22

(1) Rencana sistem jaringan transportasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 21 huruf a terdiri atas:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.
(2) Rencana sistem jaringan transportasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk:
a. mengembangkan sistem transportasi yang
mengintegrasikan antarpusat pengembangan;
b. mengembangkan sistem transportasi antarpulau;
c. mengembangkan sistem transportasi pendukung
perdagangan ekspor komoditi unggulan; dan

d. mengembangkan
- 45 -

d. mengembangkan sistem transportasi pembuka akses


wilayah tertinggal, terutama di wilayah selatan Jawa
Timur dan Kepulauan Madura serta pembuka akses
wilayah terisolir, terutama pulau-pulau kecil.
(3) Rencana sistem jaringan transportasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi sistem jaringan
transportasi yang sudah ada dan yang akan
dikembangkan.

Pasal 23

Rencana sistem jaringan transportasi darat sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a meliputi:
a. jaringan jalan;
b. jaringan kereta api; dan
c. jaringan sungai, danau, dan penyeberangan.

Pasal 24

(1) Rencana jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 23 huruf a terdiri atas:
a. jalan; dan
b. terminal.
(2) Rencana jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 huruf b terdiri atas:
a. jaringan jalur kereta api umum;
b. stasiun;
c. dry port; dan
d. terminal barang.
(3) Rencana jaringan sungai, danau, dan penyeberangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c berupa
pelabuhan penyeberangan.

Pasal 25

(1) Rencana jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat


(1) huruf a meliputi jalan nasional dan jalan provinsi.
(2) Rencana
- 46 -

(2) Rencana jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) meliputi jalan bebas hambatan, jalan nasional arteri
primer, jalan nasional kolektor primer, dan jalan strategis
nasional rencana.
(3) Rencana jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi jalan provinsi kolektor primer dan jalan
strategis provinsi.

Pasal 26

(1) Jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 25 ayat (2) yang sudah ada terdiri atas:
a. jalan bebas hambatan antarkota, yaitu:
1) Jembatan Surabaya–Madura (Jembatan Suramadu).
b. jalan bebas hambatan dalam kota meliputi:
1) Surabaya–Gempol;
2) Surabaya–Gresik; dan
3) Simpang Susun (SS) Waru–Bandara Juanda.
(2) Rencana pengembangan jalan bebas hambatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi:
a. jalan bebas hambatan antarkota terdiri atas:
1) Mantingan–Ngawi;
2) Ngawi–Kertosono;
3) Kertosono–Mojokerto;
4) Mojokerto–Surabaya;
5) Gempol–Pandaan;
6) Pandaan–Malang;
7) Gempol–Pasuruan;
8) Pasuruan–Probolinggo;
9) Probolinggo–Banyuwangi;
10) Gresik–Tuban;
11) Demak–Tuban;
12) Porong–Gempol; dan
13) Surabaya-Suramadu-Tanjung Bulupandan.
b. jalan
- 47 -

b. jalan bebas hambatan dalam kota meliputi:


1) Waru (Aloha)–Wonokromo–Tanjung Perak; dan
2) Bandara Juanda–Tanjung Perak.
(3) Jalan nasional arteri primer sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi:
a. Surabaya–Malang;
b. Surabaya–Mojokerto–Jombang–Kertosono–Nganjuk–
Caruban–Ngawi–Mantingan;
c. Surabaya–Lamongan–Widang–Tuban–Bulu (Batas
Jateng);
d. Surabaya–Sidoarjo–Gempol–Pasuruan–Probolinggo–
Situbondo–Banyuwangi; dan
e. Kamal–Bangkalan–Sampang–Pamekasan–Sumenep–
Kalianget.
(4) Jalan nasional kolektor primer sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi:
a. Gresik–Sadang–Tuban;
b. Babat–Bojonegoro–Padangan–Ngawi;
c. Ngawi–Maospati–Madiun–Caruban;
d. Mojokerto–Mojosari–Gempol;
e. Glonggong–Pacitan–Panggul–Durenan–Tulungagung–
Blitar–Kepanjen–Turen–Lumajang–Wonorejo–Jember–
Gentengkulon–Jajag–Benculuk–Rogojampi–
Banyuwangi;
f. Tulungagung–Kediri–Kertosono;
g. Malang–Kepanjen;
h. Wonorejo–Probolinggo;
i. Srono–Muncar; dan
j. Ploso–Pacitan–Hadiwarno.
(5) Jalan strategis nasional rencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi:
a. Jalan Merr II-C (Surabaya);
b. Jalan Lingkar Timur Sidoarjo (Sidoarjo);
c. Jalan Airlangga (Mojosari);
d. Padangan–Batas Jawa Tengah (Cepu);
e. Madiun
- 48 -

e. Madiun–Batas Kabupaten Ponorogo;


f. batas Kabupaten Madiun–Ponorogo;
g. Ponorogo–Dengok;
h. Jalan Diponegoro (Ponorogo);
i. Jalan Alun-Alun Barat (Ponorogo);
j. Jalan Gatot Subroto (Ponorogo);
k. Dengok–Batas Kabupaten Trenggalek;
l. Trenggalek–Batas Kabupaten Ponorogo;
m. Jalan Soekarno Hatta (Trenggalek);
n. Jalan Panglima Sudirman (Trenggalek);
o. Jalan Yos Sudarso (Trenggalek);
p. Jalan Mayjen Sungkono (Trenggalek);
q. Panggul–Manjungan–Prigi;
r. Durenan (Jalan Raya Tulungagung)–Prigi;
s. Prigi–Ngrejo;
t. Ngrejo–Batas Kabupaten Tulungagung/Kabupaten
Blitar;
u. Batas Kabupaten Tulungagung/Kabupaten Blitar–
Pantai Serang;
v. Pantai Serang–Batas Kabupaten Malang;
w. Batas Kabupaten Malang–Wonogoro;
x. Wonogoro–Sendangbiru;
y. Sendangbiru–Talok;
z. Jarit–Batas Jember;
aa. Batas Jember–Puger;
bb. Puger–Sumberejo;
cc. Sumberejo–Tengkinol;
dd. Tengkinol–Glenmore;
ee. Situbondo–Garduatak;
ff. Garduatak–Silapak;
gg. Silapak–Paltuding;
hh. Paltuding–Banyuwangi;
ii. Bangkalan
- 49 -

ii. Bangkalan–Pelabuhan Tanjung Bumi;


jj. Krian By Pass–Legundi;
kk. Legundi–Pertigaan Bunder;
ll. Ponorogo–Biting;
mm. Jalan Trunojoyo (Ponorogo);
nn. Jalan Hayam Wuruk (Ponorogo);
oo. Bangkalan–Tanjung Bulupandan–Ketapang–Sotabar–
Sumenep; dan
pp. Kamal–Kwanyar–Modung–Sampang.

Pasal 27

(1) Jalan provinsi kolektor primer sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 25 ayat (3) meliputi:
a. Nganjuk–Bojonegoro–Ponco–Jatirogo–Batas Jawa
Tengah;
b. Ponco–Pakah;
c. Kandangan–Pulorejo–Jombang–Ploso–Babat;
d. Mojokerto–Gedek–Lamongan;
e. Mojokerto–Mlirip–Legundi–Driyorejo–Wonokromo;
f. Gedek–Ploso;
g. Padangan–Cepu;
h. Turen–Malang–Pendem–Kandangan–Pare–Kediri;
i. Batu–Pacet–Mojosari–Krian–Legundi–Bunder;
j. Karanglo–Pendem;
k. Pare–Pulorejo;
l. Pandaan–Tretes;
m. Purwodadi–Nongkojajar;
n. Purwosari–Kejayan–Pasuruan;
o. Kejayan–Tosari;
p. Pilang–Sukapura;
q. Lumajang–Kencong–Kasihan–Balung–Ambulu–Mangli;
r. Kasihan–Puger;
s. Jember
- 50 -

s. Jember–Bondowoso–Situbondo;
t. Gentengkulon–Wonorekso–Rogojampi;
u. Dengok–Trenggalek;
v. Blitar–Srengat–Kediri–Nganjuk;
w. Arjosari–Nawangan;
x. Pacitan–Arjosari–Dengok–Ponorogo–Madiun;
y. Maospati–Magetan–Cemorosewu;
z. Bangkalan–Tanjung Bumi–Ketapang–Sotobar–Sumenep
–Lumbang;
aa. Ponorogo–Biting;
bb. Ngantru–Srengat;
cc. Gemekan–Gondang–Pacet–Trawas;
dd. Talok–Druju–Sendang Biru;
ee. Grobogan–Pondok Dalem;
ff. Balung–Rambipuji;
gg. Situbondo–Buduan;
hh. Maesan–Kalisat–Sempolan;
ii. Genteng–Temuguruh–Wonorekso;
jj. Jajag–Bangorejo–Pasanggaran;
kk. Benculuk–Grajagan;
ll. Glagahagung–Tegaldlimo;
mm. Sampang–Ketapang;
nn. Sampang–Omben–Pamekasan; dan
oo. Pamekasan–Sotabar.
(2) Rencana pengembangan jalan strategis provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) meliputi:
a. Lakarsantri–Bringkang;
b. Jalan Raya Menganti (Kota Surabaya);
c. Cemeng Kalang–Sukodono;
d. Sukodono–Dungus;
e. Dungus–Kletek;
f. Ploso–Batas Kabupaten Nganjuk;
g. Batas Kabupaten Jombang–Kertosono;
h. Blitar
- 51 -

h. Blitar–Pantai Serang;
i. Jalan Bali (Kota Blitar);
j. Batas Kota Malang–Bandara Abdul Rachman Saleh;
k. Jalan Laksda Adisucipto (Kota Malang);
l. Karangploso–Giri Purwo (Batas Kota Batu);
m. Batas Kabupaten Malang–Simpang Tiga Jalan Brantas
(Kota Batu);
n. Sukapura–Lambang Kuning;
o. Sukapura–Ngadisari;
p. Tempeh–Kunir;
q. Kunir–Karangrejo;
r. Karangrejo–Yosowilangun;
s. Asembagus–Jangkar;
t. Rogung–Torjun;
u. Sampang–Rogung;
v. Kedungpring–Mantup; dan
w. Slopeng–Lombang.

Pasal 28

(1) Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)


huruf b yang sudah ada terdiri atas:
a. terminal tipe A meliputi:
1) Terminal Pacitan di Kabupaten Pacitan;
2) Terminal Seloaji di Kabupaten Ponorogo;
3) Terminal Tulungagung di Kabupaten Tulungagung;
4) Terminal Tawangalun di Kabupaten Jember;
5) Terminal Sri Tanjung di Kabupaten Banyuwangi;
6) Terminal Ngawi di Kabupaten Ngawi;
7) Terminal Kambang Putih di Kabupaten Tuban;
8) Terminal Aryawiraraja di Kabupaten Sumenep;
9) Terminal Tamanan di Kota Kediri;
10) Terminal Patria di Kota Blitar;
11) Terminal
- 52 -

11) Terminal Arjosari di Kota Malang;


12) Terminal Bayuangga di Kota Probolinggo;
13) Terminal Purbaya di Kota Madiun;
14) Terminal Purabaya di Kabupaten Sidoarjo;
15) Terminal Tambak Oso Wilangun di Kota Surabaya;
16) Terminal Pandaan di Kabupaten Pasuruan;
17) Terminal Rejakwesi di Kabupaten Bojonegoro;
18) Terminal Bangkalan di Kabupaten Bangkalan; dan
19) Terminal Ceguk di Kabupaten Pamekasan.
b. terminal tipe B meliputi:
1) Terminal Trenggalek di Kabupaten Trenggalek;
2) Terminal Purwoasri di Kabupaten Kediri;
3) Terminal Kepanjen dan Terminal Dampit di
Kabupaten Malang;
4) Terminal Minak Koncar di Kabupaten Lumajang;
5) Terminal Arjasa di Kabupaten Jember;
6) Terminal Wiroguno dan Terminal Brawijaya di
Kabupaten Banyuwangi;
7) Terminal Bondowoso di Kabupaten Bondowoso;
8) Terminal Situbondo dan Terminal Besuki di
Kabupaten Situbondo;
9) Terminal Larangan di Kabupaten Sidoarjo;
10) Terminal Kepuhsari di Kabupaten Jombang;
11) Terminal Anjuk Ladang dan Terminal Kertosono di
Kabupaten Nganjuk;
12) Terminal Caruban di Kabupaten Madiun;
13) Terminal Magetan di Kabupaten Magetan;
14) Terminal Padangan di Kabupaten Bojonegoro;
15) Terminal Lamongan dan Terminal Babat di
Kabupaten Lamongan;
16) Terminal Bunder di Kabupaten Gresik;
17) Terminal Sampang di Kabupaten Sampang;
18) Terminal Landungsari dan Terminal Hamid Rusdi di
Kota Malang;
19) Terminal Untung Suropati di Kota Pasuruan;
20) Terminal
- 53 -

20) Terminal Kertajaya di Kota Mojokerto;


21) Terminal Joyoboyo di Kota Surabaya; dan
22) Terminal Batu di Kota Batu.
(2) Rencana pengembangan terminal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. terminal tipe A meliputi:
1) Terminal Situbondo di Kabupaten Situbondo;
2) Terminal Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo;
3) Terminal Kepuhsari di Kabupaten Jombang;
4) Terminal Rajegwesi di Kabupaten Bojonegoro;
5) Terminal Burneh di Kabupaten Bangkalan;
6) Terminal Minak Koncar di Kabupaten Lumajang;
7) Terminal Sumenep di Kabupaten Sumenep;
8) Terminal Pasuruan di Kabupaten Pasuruan;
9) Terminal Paciran di Kabupaten Lamongan;
10) Terminal Kertajaya di Kota Mojokerto;
11) Terminal Joyoboyo di Kota Surabaya;
12) Terminal Trenggalek di Kabupaten Trenggalek; dan
13) Terminal Batu di Kota Batu
b. terminal tipe B meliputi:
1) Terminal Kraksaan di Kabupaten Probolinggo;
2) Terminal Wlingi di Kabupaten Blitar;
3) Terminal Sendang Biru di Kabupaten Malang;
4) Terminal Prigi di Kabupaten Trenggalek;
5) Terminal Pare di Kabupaten Kediri; dan
6) Terminal Maospati di Kabupaten Magetan.
(3) Arahan pengembangan terminal selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan dengan mengikuti peraturan perundang-
undangan.

Pasal 29

(1) Jalur perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 24 ayat (2) huruf a yang sudah ada meliputi:
a. Jalur
- 54 -

a. Jalur Utara : Surabaya (Pasar Turi)–Lamongan–


Babat–Bojonegoro–Cepu;
b. Jalur Tengah : Surabaya (Semut)–Surabaya
(Gubeng)–Surabaya (Wonokromo)–
Jombang–Kertosono–Nganjuk–
Madiun–Solo;
c. Jalur Timur : Surabaya (Semut)–Surabaya
(Gubeng)–Surabaya (Wonokromo)–
Sidoarjo–Bangil–Pasuruan–
Probolinggo–Jember–Banyuwangi; dan
d. Jalur Lingkar : Surabaya (Semut)–Surabaya
(Gubeng)–Surabaya (Wonokromo)–
Sidoarjo–Bangil–Lawang–Malang–
Blitar–Tulungagung–Kediri–Kertosono–
Surabaya.
(2) Rencana pengembangan jalur kereta api umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a
meliputi:
a. jalur Tulangan–Gunung Gangsir sebagai relokasi jalur
kereta api akibat luapan lumpur Sidoarjo;
b. jalur kereta api ganda meliputi:
1) Jalur Utara : Surabaya (Pasar Turi)–Lamongan–
Babat–Bojonegoro–Cepu;
2) Jalur Tengah : Surabaya (Semut)–Surabaya
(Gubeng)–Surabaya (Wonokromo)–
Jombang–Kertosono–Nganjuk–
Madiun–Solo;
3) Jalur Timur : Surabaya (Semut)–Surabaya
(Gubeng)–Surabaya (Wonokromo)–
Sidoarjo–Bangil–Pasuruan–
Probolinggo–Jember–Banyuwangi;
4) Jalur Lingkar : Surabaya (Semut)–Surabaya
(Gubeng)–Surabaya (Wonokromo)–
Sidoarjo–Bangil–Lawang–Malang–
Blitar–Tulungagung–Kediri–
Kertosono–Surabaya;
5) Sidoarjo–Tulangan–Tarik; dan
6) Gubeng–Juanda.
c. konservasi
- 55 -

c. konservasi jalur perkeretaapian mati meliputi:


1) Bojonegoro–Jatirogo;
2) Madiun–Ponorogo–Slahung;
3) Mojokerto–Mojosari–Porong;
4) Ploso–Mojokerto–Krian;
5) Malang–Turen–Dampit;
6) Malang–Pakis–Tumpang;
7) Babat–Jombang;
8) Babat–Tuban;
9) Kamal–Bangkalan–Sampang–Pamekasan–Sumenep;
10) Jati–Probolinggo–Paiton;
11) Klakah–Lumajang–Pasirian;
12) Lumajang–Gumukmas–Balung–Rambipuji;
13) Panarukan–Situbondo–Bondowoso–Kalisat–Jember;
14) Rogojampi–Benculuk; dan
15) Perak–Wonokromo (bekas jalur Trem).
d. pengembangan jalur kereta api di Pulau Madura
yang menghubungkan Bangkalan–Kamal–Sampang–
Pamekasan–Sumenep yang terintegrasi dengan
jaringan perkeretaapian di Surabaya;
e. pengembangan jalur kereta api melayang pada wilayah
Kota Surabaya dan sekitarnya;
f. revitalisasi perlintasan tidak sebidang di seluruh
wilayah Jawa Timur; dan
g. pembangunan peringatan dini di seluruh perlintasan
sebidang.
(3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (2) huruf b yang sudah ada meliputi:
a. Stasiun Nganjuk dan Stasiun Kertosono di Kabupaten
Nganjuk;
b. Stasiun Jombang di Kabupaten Jombang;
c. Stasiun Tulungagung di Kabupaten Tulungagung;
d. Stasiun Bojonegoro di Kabupaten Bojonegoro;
e. Stasiun Lamongan di Kabupaten Lamongan;
f. Stasiun
- 56 -

f. Stasiun Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo;


g. Stasiun Bangil di Kabupaten Pasuruan;
h. Stasiun Klakah di Kabupaten Lumajang;
i. Stasiun Jember di Kabupaten Jember;
j. Stasiun Banyuwangi Baru di Kabupaten Banyuwangi;
k. Stasiun Lawang di Kabupaten Malang;
l. Stasiun Madiun di Kota Madiun;
m. Stasiun Kediri di Kota Kediri;
n. Stasiun Blitar di Kota Blitar;
o. Stasiun Mojokerto di Kota Mojokerto;
p. Stasiun Surabaya Pasar Turi, Stasiun Surabaya Kota,
Stasiun Sidotopo, Stasiun Kalimas, Stasiun
Wonokromo, Stasiun Surabaya Gubeng di Kota
Surabaya;
q. Stasiun Probolinggo di Kota Probolinggo;
r. Stasiun Pasuruan di Kota Pasuruan; dan
s. Stasiun Kota Baru dan Kota Lama di Kota Malang.
(4) Rencana pengembangan stasiun kereta api sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b meliputi:
a. Stasiun Kamal dan Stasiun Bangkalan di Kabupaten
Bangkalan;
b. Stasiun Sampang di Kabupaten Sampang;
c. Stasiun Pamekasan di Kabupaten Pamekasan; dan
d. Stasiun Sumenep di Kabupaten Sumenep.
(5) Pengembangan stasiun kereta api juga dapat dilakukan
pada lokasi yang potensial, strategis, dan yang mempunyai
permintaan pasar yang tinggi dengan tetap mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

Pasal 30

(1) Dry port sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)


huruf c yang sudah ada yaitu Rambipuji di Kabupaten
Jember.

(2) Rencana
- 57 -

(2) Rencana pengembangan dry port sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c meliputi dry port di Kota
Malang, Kota Madiun, dan Kota Kediri.

Pasal 31

(1) Terminal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24


ayat (2) huruf d yang sudah ada meliputi:
a. Terminal Barang Waru di Kabupaten Sidoarjo;
b. Terminal Barang Babat di Kabupaten Lamongan; dan
c. Terminal Barang Pasar Turi di Kota Surabaya.
(2) Rencana pengembangan terminal barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf d yaitu Kalimas di
Kota Surabaya.
(3) Arahan pengembangan terminal barang selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan dengan mengikuti peraturan
perundang-undangan

Pasal 32

(1) Pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 24 ayat (3), yang sudah ada, yaitu:
a. pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan
antarprovinsi, meliputi:
1) Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi;
dan
2) Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya.
b. pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan
antarkabupaten/ kota dalam provinsi meliputi:
1) Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya;
2) Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan;
3) Pelabuhan Jangkar di Kabupaten Situbondo; dan
4) Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep.
c. Pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan dalam
wilayah kabupaten/kota, meliputi:
1) Pelabuhan
- 58 -

1) Pelabuhan Kalianget, Pelabuhan Kangean dan


Pelabuhan Sapudi di Kabupaten Sumenep; dan
2) Pelabuhan Gresik dan Pelabuhan Bawean di
Kabupaten Gresik.
(2) Rencana pengembangan pelabuhan penyeberangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) terdiri
atas:
a. pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan
antarprovinsi, meliputi:
1) Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi;
dan
2) Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan.
b. pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan
antarkabupaten/kota dalam provinsi meliputi:
1) Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya;
2) Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan;
3) Pelabuhan Bawean di Kabupaten Gresik;
4) Pelabuhan Jangkar di Kabupaten Situbondo;
5) Pelabuhan Kalianget, Pelabuhan Raas, Pelabuhan
Kangean dan Pelabuhan Sapudi di Kabupaten
Sumenep;
6) Pelabuhan Gili Ketapang di Kabupaten Probolinggo;
7) Pelabuhan Probolinggo di Kota Probolinggo; dan
8) Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan.
c. Pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan dalam
wilayah kabupaten dikembangkan sesuai kebutuhan di
masing-masing kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pasal 33

(1) Rencana pengembangan sistem transportasi darat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 didukung oleh
pengembangan sistem angkutan umum massal yang
terdiri atas:
a. angkutan umum perkotaan; dan
b. angkutan umum antarkota.
(2) Sistem
- 59 -

(2) Sistem angkutan umum massal sebagaimana dimaksud


pada huruf a dan huruf b diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Gubernur.

Pasal 34

Rencana sistem jaringan transportasi laut sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b dilakukan dengan
pengembangan pelabuhan laut, terdiri atas:
a. pelabuhan utama;
b. pelabuhan pengumpul; dan
c. pelabuhan pengumpan.

Pasal 35

(1) Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34


yang sudah ada terdiri atas:
a. pelabuhan utama, yaitu Pelabuhan Tanjung Perak di
Kota Surabaya;
b. pelabuhan pengumpul meliputi:
1) Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan;
2) Pelabuhan Bawean dan Pelabuhan Gresik di
Kabupaten Gresik;
3) Pelabuhan Tanjung Wangi di Kabupaten
Banyuwangi;
4) Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan;
5) Pelabuhan Paiton di Kabupaten Probolinggo;
6) Pelabuhan Tanjung Tembaga di Kota Probolinggo;
7) Pelabuhan Kalbut di Kabupaten Situbondo; dan
8) Pelabuhan Kangean, Pelabuhan Sapudi, dan
Pelabuhan Sepeken di Kabupaten Sumenep.
c. pelabuhan pengumpan meliputi:
1) Pengumpan Regional, yaitu:
a) Pelabuhan Boom Banyuwangi di Kabupaten
Banyuwangi;
b) Pelabuhan
- 60 -

b) Pelabuhan Panarukan di Kabupaten Situbondo;


c) Pelabuhan Brondong di Kabupaten Lamongan;
d) Pelabuhan Branta dan Pelabuhan Pasean di
Kabupaten Pamekasan;
e) Pelabuhan Telaga Biru di Kabupaten Bangkalan;
f) Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep;
dan
g) Pelabuhan Boom di Kabupaten Tuban.
2) Pengumpan Lokal, yaitu:
a) Pelabuhan Masa Lembo, Pelabuhan Gayam,
Pelabuhan Giliraja, dan Pelabuhan Keramaian,
dan Pelabuhan Raas di Kabupaten Sumenep;
b) Pelabuhan Gilimandangin dan Pelabuhan Tanlok
di Kabupaten Sampang;
c) Pelabuhan Jangkar dan Pelabuhan Besuki di
Kabupaten Situbondo; dan
d) Pelabuhan Sepulu di Kabupaten Bangkalan.
(2) Rencana pengembangan pelabuhan laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 meliputi:
a. pelabuhan utama yang terdiri atas:
1) Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya dalam
satu sistem dengan rencana pengembangan
pelabuhan di wilayah antara Teluk Lamong sampai
Kabupaten Gresik, Pelabuhan Socah di Kabupaten
Bangkalan, dan untuk jangka panjang diarahkan
ke Pelabuhan Tanjung Bulupandan di Kabupaten
Bangkalan; dan
2) Pelabuhan Tanjung Wangi di Kabupaten
Banyuwangi.
b. pelabuhan pengumpul meliputi:
1) pelabuhan Gelon di Kabupaten Pacitan;
2) Pelabuhan Sampang/Taddan di Kabupaten
Sampang;
3) Pelabuhan Sendang Biru di Kabupaten Malang;
4) Pelabuhan Prigi d Kabupaten Trenggalek; dan
5) Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan.
c. pelabuhan
- 61 -

c. pelabuhan pengumpan meliputi:


1) Pelabuhan pengumpan regional berupa Pelabuhan
Tuban di Kabupaten Tuban; dan
2) Pelabuhan pengumpan lokal berupa Pelabuhan
Dungkek, Pelabuhan Pagerungan dan Pelabuhan
Nunggunung di Kabupaten Sumenep.

Pasal 36

Pengembangan pelabuhan selain yang telah disebutkan pada


pasal 35 juga dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat umum dan khusus dengan memperhatikan
persyaratan teknis, ekonomi, dan lingkungan.

Pasal 37

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi


udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1)
huruf c terdiri atas:
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Rencana pengembangan tatanan kebandarudaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. bandar udara umum; dan
b. bandar udara khusus.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, terdiri atas kelas A, kelas B, kelas C,
kelas D, kelas E, kelas F, dan kelas G.

Pasal 38

(1) Bandar udara umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal


37 ayat (2) huruf a yang sudah ada meliputi:
a. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan
primer, yaitu bandar udara Juanda di Kabupaten
Sidoarjo untuk penggunaan internasional utama,
regional, dan haji.
b. bandar
- 62 -

b. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan


tersier, yaitu bandar udara Abdulrachman Saleh di
Kabupaten Malang.
c. bandar udara pengumpan meliputi:
1) bandar udara Blimbingsari di Kabupaten
Banyuwangi;
2) bandar udara Trunojoyo di Kabupaten Sumenep;
3) bandar udara Noto Hadinegoro di Kabupaten
Jember; dan
4) bandar udara Bawean di Kabupaten Gresik.
(2) Rencana pengembangan bandar udara umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a
meliputi:
a. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan
primer, yaitu:
1) bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo; dan
2) alternatif pembangunan bandar udara baru di
Kabupaten Lamongan;
b. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan
tersier, yaitu peningkatan fungsi bandar udara
Abdulrachman Saleh di Kabupaten Malang untuk
penerbangan sipil;
c. bandar udara pengumpan meliputi:
1) pengembangan bandar udara Trunojoyo di
Kabupaten Sumenep;
2) pengembangan bandar udara Blimbingsari di
Kabupaten Banyuwangi;
3) pengembangan bandar udara Bawean di Kabupaten
Gresik;
4) pengembangan bandar udara Noto Hadinegoro di
Kabupaten Jember;
5) pengembangan bandar udara di Kabupaten Blitar;
dan
6) pengembangan bandar udara di Kabupaten
Bojonegoro.
(3) Bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (2) huruf b yang sudah ada meliputi:
a. bandar udara khusus militer terdiri atas:
1) Lapangan
- 63 -

1) Lapangan Udara TNI AU Iswahyudi di Kabupaten


Magetan;
2) Lapangan Udara TNI AU Pacitan di Kabupaten
Pacitan;
3) Lapangan Udara TNI AL Raci di Kabupaten
Pasuruan; dan
4) Lapangan Udara TNI AD Melik di Kabupaten
Situbondo.
b. bandar udara khusus sipil, yaitu bandar udara khusus
di Pagerungan Kabupaten Sumenep.
(4) Arahan pengembangan bandar udara khusus selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dengan mengikuti
peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2
Rencana Sistem Jaringan Energi

Pasal 39

(1) Pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 21 huruf b dimaksudkan untuk
menunjang penyediaan energi listrik dan pemenuhan
energi lainnya.
(2) Rencana pengembangan energi baru dan terbarukan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dalam menunjang penyediaan sumber
daya energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. energi air untuk pembangkit listrik tenaga mikrohidro
di Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Bojonegoro,
Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo,
Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupaten
Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Magetan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten
Mojokerto, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Jombang,
Kabupaten Gresik dan Kota Batu;

b. energi
- 64 -

b. energi angin di Kabupaten Pacitan, Kabupaten


Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten
Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang,
Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi,
Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Bangkalan,
Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan,
Kabupaten Sumenep, Kabupaten Tuban, dan
kabupaten lainnya di wilayah pesisir dan kepulauan;

c. energi surya di seluruh kabupaten/kota di Jawa


Timur;

d. energi air untuk PLTA di Karangkates, Wlingi, Ledoyo,


Selorejo, Sengguruh, Tulungagung, Mendalan, Siman,
Madiun, Kesamben, dan Kalikonto;

e. energi panas bumi di Melati dan Arjosari di Kabupaten


Pacitan, Telaga Ngebel–Wilis di Kabupaten Ponorogo
dan Kabupaten Madiun, Gunung Pandan di Kabupaten
Madiun, Kabupaten Bojonegoro, dan Kabupaten
Nganjuk, Gunung Arjuno Welirang di Kabupaten
Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten
Malang, Cangar dan Songgoriti di Kota Batu dan
Kabupaten Malang, Aeng Panas Tirtosari di Kabupaten
Sumenep, Argopuro di Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, dan
Kabupaten Jember, Tiris (Gunung Lamongan) di
Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang,
Belawan-Ijen di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten
Situbondo, dan Kabupaten Banyuwangi, serta Gunung
Lawu di Kabupaten Magetan;

f. energi gelombang laut di Kabupaten Pacitan,


Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung,
Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten
Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten Tuban, Kabupaten
Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten
Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep;

g. energi biogas di seluruh kabupaten/kota di Jawa


Timur; dan

h. energi
- 65 -

h. energi biomassa di seluruh kabupaten/kota di Jawa


Timur.

Pasal 40

(1) Pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) meliputi:
a. pembangkit tenaga listrik;
b. jaringan transmisi tenaga listrik; dan
c. jaringan pipa minyak dan gas bumi.
(2) Rencana pengembangan pembangkit tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Plant di Grindulu PS (4 x 250 MW);
b. IPP on Going di PLTU Paiton 3-4 (800 MW);
c. Percepatan di PLTU Tanjung Awar-Awar (2 x 350 MW);
d. PLTU Jatim Selatan (2 x 315 MW);
e. PLTU Paiton Baru (1 x 660 MW);
f. Penanganan Krisis di Madura (2 x 100 MW); dan
g. Panas bumi di Ngebel (3 x 55 MW), dan Belawan Ijen (2
x 55 MW).
(3) Rencana pengembangan jaringan transmisi untuk
pengembangan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan dengan cara:
a. pengembangan sistem transmisi 500 kV, melalui:
1) Program penambahan trafo IBT 500 MVA 500/150
kV di Kediri dan Paiton;
2) Pembangunan GITET baru berikut transmisi terkait
sistem Jawa–Bali di Surabaya Selatan, Ngimbang,
KebonAgung, dan Ngoro;
3) Pembangunan transmisi 500 kV baru terkait
dengan proyek pembangkit Paiton–Grati sirkit 3;
dan
4) Pembangunan transmisi 500 kV Paiton–Kapal,
termasuk overhead line 500 kV menyeberangi selat
Bali (Jawa–Bali Crossing) sebagai solusi jangka
panjang pasokan listrik ke pulau Bali;
b. pengembangan
- 66 -

b. pengembangan sistem transmisi 150 kV melalui:


1) pembangunan GI Baru dan program penambahan
trafo distribusi 150/20 kV dalam rangka
memenuhi pertumbuhan kebutuhan listrik
mengenai kapasitas keseimbangan gardu induk,
sedangkan penambahan trafo distribusi 70/20 kV
merupakan program relokasi trafo dari Jawa Barat
ke Jawa Timur;
2) pembangunan transmisi baru 150 kV terkait dengan
proyek pembangkit PLTU percepatan, PLTU IPP,
dan PLTP IPP; dan
3) perkuatan transmisi 150 kV eksisting dilokasi
tersebar di sistem Jawa Bali dalam rangka
memenuhi kriteria keandalan.
(4) Pelaksanaan rencana pengembangan jaringan transmisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. pengembangan jaringan transmisi, yakni:
1) pengembangan sistem transmisi 500 kV di
Ngimbang-Inc. (Sbrat-Ungar), Paiton New-Paiton
Old, Surabaya Selatan-Grati, Paiton-Grati 3rd,
Grindulu PS-Kebonagung, Kapal JB Crossing-
Paiton, Grati-Kediri 1st, Kebonagung-Inc. (Grati-
Kediri) 1st, Ngoro-Inc (Paiton-Kediri) 2nd, dan
Tanjung Pelang PLTU-Kediri;
2) pengembangan sistem transmisi 150 kV di Babat-
Tuban, Bambe/Bringkang-Karangpilang, Buduran
II/Sedati-Inc (Bangil-Waru), Cerme–Inc (Sgmdu-
Lmgan), Grati-Gondangwetan, Jatim Selatan PLTU-
Pacitan II, Jatim Selatan PLTU-Wonogiri, Jombang-
Jayakertas, Kabel Jawa Madura-Suramadu,
Kalisari-Surabaya Selatan, Ketapang-Gilimanuk,
Kraksaan-Probolinggo, New Ngimbang-Babat, New
Ngimbang-Mliwang, Paciran- Brondong–Lamongan,
Pacitan II-Ponorogo, Padangsambian-Pesanggaran,
Paiton New-Paiton Old, Perak-Ujung, Sambi
Kerep/Tandes II-Inc (Waru-Gresik),
Simogunung/Gsari (Swhan-Waru), Tanjung Awar-
awar PLTU-Tuban, Tulungagung II-Kediri,
Wlingi II
- 67 -

Wlingi II-Kediri, Banyuwangi-Gilimanuk,


Banyuwangi-Ketapang, Blimbing II-Inc. (PIER-
Pakis), Ponorogo II-Manisrejo, Purwosari/Sukorejo
II-Inc. (PIER-Pakis), Waru-Darmo Granti, New
Porong-Ngoro Sidoarjo/Porong I-Bangil, Ijen PLTP-
Banyuwangi, New Banyuwangi-Genteng, Ponorogo
II-New Tulungagung, Madura PLTU-Inc. (Spang-
Pksan), Kalikonto PLTA-Bumi Cokro, Wilis/Ngebel
PLTP-Pacitan II, Arjuno PLTP-Mojokerto, Iyang
Argopuro PLTP-Probolinggo, dan Turen II-Inc.
(Kbagn Pakis); dan
3) pengembangan sistem transmisi 70 kV di Driyorejo-
Miwon.
b. pengembangan gardu induk (GI), yakni:
1) pengembangan gardu induk 500/150 kV di Kediri,
Paiton, Surabaya Selatan, Grati, Krian,
Kebonagung, dan Ngoro;
2) pengembangan gardu induk 150/70 kV di
Sekarputih, dan Bangil (GIS);
3) pengembangan gardu induk 150/20 kV di
Bondowoso, Buduran, Driyorejo, Segoromadu,
Sekarputih, Sengkaling, Situbondo, Sumenep,
Tulungagung II, Wlingi II, Blimbing II, Gondang
Wetan, Ponorogo II, Purwosari/Sukorejo II,
Sidoarjo, Ujung, Kebonagung, New Porong,
Buduran I/Sedati, Petrokimia, Banyuwangi,
Genteng, Kedinding, Kraksaan, Kupang, Lawang,
Manyar, Surabaya Selatan, Tuban, Wlingi I, Cerme,
Jombang, Paiton, PIER, PLTP Ijen, Simpang,
Undaan, Rungkut, Wonokromo, Bangkalan,
Bojonegoro, Jember, Perak, PLTA Kesamben, PLTA
Kalikonto, Tanggul, Babat, Lamongan, Mojoagung,
Ngawi, Balongbendo, Bangil, Kasih Jatim,
Lumajang, Ngagel, Ngoro, Pamekasan, Pemaron,
Sawahan, Gunungsari/ Simogunung, Karangkates,
Karangpilang, Kediri Baru, Kertosono II, Krian,
Ngimbang, Paciran/Brondong, Padang Sambian,
PLTP Iyang Argopuro, Probolinggo, Simpang,
Sukolilo, Waru, Bringkang/Bambe, Bulukandang,
Gembong, Jayakertas
- 68 -

Gembong, Jayakertas, Kalisari, Sampang,


Sedati/Buduran II, Turen II, Babadan, Baturiti,
Darmogrand, Pacitan II, dan Wlingi; dan
4) pengembangan gardu induk 70/20 di Blimbing,
Tarik, Trenggalek, Nganjuk, Turen, Dolopo, Selorejo
PLTA, Pare, Sengguruh PLTA, Magetan, Siman,
Blitar Baru, Ponorogo, Caruban, Mranggen,
Polehan, Tulungagung PLTA, dan Sukorejo.
(5) Rencana pengembangan jaringan pipa minyak dan gas
bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. Beji–Gunung Gangsir–Pandaan dengan panjang 5,37
km;
b. Wunut–R/S Porong dengan panjang 8,7 km;
c. Wunut–Taman dengan panjang 28,8 km;
d. R/S Porong–Kota Sidoarjo dengan panjang 15,3 km;
e. Cerme–Legundi dengan panjang 20,67 km;
f. Manyar - Panceng dengan panjang 30,13 km;
g. Kota Pasuruan dengan panjang 11,08 km;
h. Pandaan sepanjang 5,6 km;
i. Jetis sepanjang 20,1 km;
j. Mojokerto–Jombang dengan panjang 50,09 km;
k. Panceng–Tuban dengan panjang 70,2 km;
l. Jombang–Nganjuk dengan panjang 40,1 km;
m. Kertosono–Kediri dengan panjang 40,3 km;
n. Bunder–Lamongan dengan panjang 30,08 km;
o. Lamongan–Babat dengan panjang 29,16 km;
p. Pandaan–Purwodadi dengan panjang 35,07 km;
q. Babat–Bojonegoro dengan panjang 35,16 km;
r. Purwodadi–Lawang dengan panjang 15,08 km;
s. Nganjuk–Madiun dengan panjang 50,07 km; dan
t. Kangean - R/S Porong (Kabupaten Sidoaarjo) -
Kecamatan Bungah (Kabupaten Gresik);
u. Jaringan gas ke arah utara menjangkau Kecamatan
Bungah dan Pulau Bawean di Kabupaten Gresik;
v. jaringan gas ke arah selatan terbatas pada Kecamatan
Pandaan, Kabupaten Pasuruan;
w. jaringan
- 69 -

w. jaringan gas ke arah barat terbatas pada Kota


Mojokerto;
x. jaringan gas ke arah timur menjangkau Kabupaten
dan Kota Probolinggo serta Leces; dan
y. jaringan pipa minyak, gas, dan bangunan lepas pantai
di Ujungpangkah, Poleng, Ojong, dan di sekitar
perairan Pulau Kangean hingga ke provinsi Jawa
Tengah dan Pulau Kalimantan.
(6) Selain rencana pengembangan jaringan pipa minyak dan
gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), terdapat
rencana pengembangan sumber dan prasarana minyak
dan gas bumi yang meliputi:
a. Kabupaten Bojonegoro;
b. Kabupaten Bangkalan;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kabupaten Lamongan;
e. Kabupaten Pamekasan;
f. Kabupaten Sidoarjo;

g. Kabupaten Sampang;

h. Kabupaten Sumenep;

i. Kabupaten Tuban; dan

j. Kabupaten/kota lain berdasarkan hasil eksplorasi.

Paragraf 3

Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi dan Informatika

Pasal 41

(1) Sistem jaringan telekomunikasi dan informatika


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c
merupakan perangkat komunikasi dan pertukaran
informasi yang dikembangkan untuk tujuan pengambilan
keputusan dan peningkatan kualitas pelayanan publik
ataupun privat.
(2) Sistem jaringan telekomunikasi dan informatika yang
dikembangkan meliputi:
a. jaringan
- 70 -

a. jaringan terestrial; dan


b. jaringan satelit.
(3) Rencana jaringan terestrial sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a meliputi:
a. jaringan terestrial yang menggunakan sistem kabel
yang diarahkan untuk melayani seluruh wilayah
kabupaten/kota sampai wilayah terpencil; dan
b. jaringan terestrial yang menggunakan sistem nirkabel
atau base transceiver station (BTS) diarahkan untuk
melayani seluruh wilayah kabupaten/kota.
(4) Rencana sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dapat menggunakan tower ataupun
nontower yang melayani wilayah terpencil.

Paragraf 4

Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 42

Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 21 huruf d meliputi:
a. jaringan sumber daya air untuk mendukung air baku
pertanian;
b. jaringan sumber daya air untuk kebutuhan air baku
industri dan kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
c. jaringan sumber daya air untuk kebutuhan air minum;
dan
d. pengelolaan sumber daya air untuk pengendalian daya
rusak air di wilayah provinsi serta mendukung
pengelolaan sumber daya air lintas provinsi.

Pasal 43
- 71 -

Pasal 43

(1) Pengembangan jaringan sumber daya air untuk


mendukung air baku pertanian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 huruf a dilakukan dengan prinsip
keberlanjutan dan kesamaan hak antarwilayah.
(2) Rencana pengembangan jaringan irigasi dalam rangka
mendukung air baku pertanian dilaksanakan dengan
memperhatikan rencana pengembangan air baku pada
wilayah sungai yang bersangkutan, yaitu:
a. di Wilayah Sungai Bengawan Solo meliputi:
1) Waduk Kedung Bendo di Kabupaten Pacitan;
2) Telaga Ngebel Dam, Waduk Bendo, Waduk
Slahung, dan Bendungan Badegan di Kabupaten
Ponorogo;
3) Bendung Gerak Bojonegoro, Waduk Nglambangan,
Waduk Kedung Tete, Waduk Pejok, Waduk Kerjo,
Waduk Gonseng, Waduk Mundu, Waduk Belung,
dan Bendungan Belah di Kabupaten Bojonegoro;
4) Bendung Gerak Karangnongko, Waduk Kedung
Bendo, Waduk Sonde, Waduk Pakulon, Waduk
Alastuwo, dan Bendungan Genen di Kabupaten
Ngawi;

5) Waduk Kresek dan Waduk Tugu di Kabupaten


Madiun;

6) Waduk Tawun dan Waduk Ngampon di Kabupaten


Tuban;

7) Bendung Gerak Sembayat, Waduk Gondang, dan


Waduk Cawak di Kabupaten Lamongan; dan

8) Waduk Gonggang di Kabupaten Magetan;

b. di Wilayah Sungai Brantas meliputi:

1) Bendungan Genteng I, Bendungan Lesti III,


Bendungan Kepanjen, Bendungan Lumbangsari,
Bendungan Kesamben, Bendungan Kunto II, dan
Karangkates III, IV di Kabupaten Malang;

2) Bendungan
- 72 -

2) Bendungan Tugu di Kabupaten Trenggalek;

3) Bendungan Beng dan Bendungan Kedungwarok di


Kabupaten Jombang;

4) Bendungan Ketandan, Bendungan Semantok, dan


Bendungan Kuncir di Kabupaten Nganjuk;

5) Bendungan Babadan di Kabupaten Kediri; dan

6) Bendungan Wonorejo di Kabupaten Tulungagung;

c. di Wilayah Sungai Welang Rejoso meliputi:

1) Bendung Licin di Kabupaten Pasuruan; dan

2) Waduk Suko, Waduk Kuripan, dan Embung Boto


di Kabupaten Probolinggo;

d. di Wilayah Sungai Pekalen Sampean meliputi:

1) Waduk Taman, Embung Pace, Embung Gubri,


Embung Klabang, Waduk Tegalampel, Waduk
Karanganyar, Waduk Sukokerto, Waduk
Botolinggo, Embung Blimbing, dan Embung Krasak
di Kabupaten Bondowoso; dan

2) Embung Banyuputih, Embung Tunjang, Embung


Wringinanom, dan Embung Nogosromo di
Kabupaten Situbondo;

e. di Wilayah Sungai Baru Bajulmati meliputi Embung


Singolatri, Waduk Kedawang, Waduk Bajulmati,
Embung Bomo, dan Embung Sumber Mangaran di
Kabupaten Banyuwangi;
f. di Wilayah Sungai Bondoyudo Bedadung, yaitu Waduk
Antrogan di Kabupaten Jember;
g. di Wilayah Sungai Kepulauan Madura meliputi:

1) Waduk Nipah di Kabupaten Sampang;

2) Waduk Blega di Kabupaten Bangkalan;

3) Waduk Samiran di Kabupaten Pamekasan; dan

4) Waduk Tambak Agung di Kabupaten Sumenep.

(3) Daerah Irigasi di Provinsi meliputi:

a. kewenangan pusat lintas provinsi;

b. kewenangan pusat lintas kabupaten/kota;

c. kewenangan
- 73 -

c. kewenangan pusat utuh kabupaten/kota;

d. kewenangan provinsi lintas kabupaten/kota;

e. kewenangan provinsi utuh kabupaten/kota; dan

f. kewenangan kabupaten/kota utuh kabupaten/kota


diatur oleh kabupaten/kota masing-masing.

(4) Selain rencana pengembangan sebagaimana dimaksud


pada ayat (2), juga terdapat rencana pengembangan sistem
irigasi teknis yang meliputi:

a. DAS Kondang Merak di Kabupaten Malang;

b. DAS Ringin Bandulan di Kabupaten Blitar dan


Kabupaten Tulungagung; dan

c. DAS Tengah di Kabupaten Situbondo.

Pasal 44

Rencana pengembangan jaringan air baku untuk industri


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b meliputi:

a. Jaringan Telaga Sarangan-Magetan;

b. Sumber mata air Umbulan;

c. Wilayah Sungai (WS); dan

d. Pengambilan air tanah.

Pasal 45

Rencana pengembangan jaringan air baku untuk air minum


regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c
meliputi:
a. Sistem Penyediaan Air Minum Regional Pantura;
b. Sistem Penyediaan Air Minum Regional Lintas Tengah;

c. Sistem Penyediaan Air Minum Regional Malang Raya; dan

d. Sistem Penyediaan Air Minum Regional Umbulan.

e. Jaringan
- 74 -

Pasal 46

Rencana pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 42 huruf d meliputi:

a. pengaturan sungai dan sistem pompa banjir DAS Kali


Madiun tersebar di Kabupaten Madiun, Kota Madiun,
Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Ponorogo;

b. pintu darurat banjir floodway Pelangwot–Sedayu Lawas di


Kabupaten Lamongan;

c. perkuatan tanggul dan Jabung retarding basin di


Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Lamongan;

d. pengaturan sungai dan sistem pengendali banjir Kali


Lamong tersebar di Kabupaten Gresik, Kabupaten
Mojokerto dan Kota Surabaya;

e. sistem pengendali banjir Kali Kemuning di Kabupaten


Sampang;

f. sistem pengendali banjir Kali Kedunglarangan dan sungai-


sungai di Wilayah Sungai Welang Rejoso di Kota Pasuruan
dan Kabupaten Pasuruan;

g. kemungkinan pembangunan sistem pengendali banjir di


wilayah lainnya sesuai dengan kebutuhan dan peraturan
perundang-undangan; dan

h. pengaturan sistem drainase baik eksisting dan rencana di


wilayah provinsi.

Pasal 47

Selain rencana pengembangan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 43 sampai dengan Pasal 46, terdapat rencana
pengembangan WS, yaitu:

a. WS Strategis Nasional yaitu WS Brantas;

b. WS
- 75 -

b. WS Lintas Provinsi yaitu WS Bengawan Solo; dan


c. WS Lintas Kabupaten/Kota dalam provinsi yang meliputi:
1) WS Welang–Rejoso;
2) WS Pekalen–Sampean;
3) WS Baru–Bajulmati;
4) WS Bondoyudo–Bedadung; dan
5) WS Kepulauan Madura.

Paragraf 5
Rencana Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan

Pasal 48
(1) Rencana pengembangan sistem prasarana pengelolaan
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf
e berupa:
a. kawasan pengelolaan sampah dan limbah terpadu
yang disebut sebagai Kawasan Daur Ulang Ramah
Lingkungan; dan
b. sistem drainase perkotaan.
(2) Rencana pengembangan prasarana lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
rencana pengelolaan prasarana yang digunakan lintas
kabupaten/kota.
(3) Rencana pengembangan sistem drainase perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diselenggarakan oleh kabupaten/kota.
(4) Rencana pengembangan prasarana yang digunakan lintas
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. tempat pemrosesan akhir (TPA) yang dilengkapi dengan
instalasi pemanfaatan limbah untuk energi yang
dikelola bersama untuk kepentingan antarwilayah;
b. instalasi pengolahan limbah tinja; dan
c. pengelolaan limbah B3;

(5) Pengembangan
- 76 -

(5) Pengembangan sistem prasarana pengelolaan lingkungan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan sanitasi
lingkungan bagi kegiatan permukiman, produksi, jasa, dan
kegiatan sosial ekonomi lainnya.
(6) Rencana pengembangan TPA regional meliputi:
a. Kabupaten Gresik yang melayani Kota Surabaya,
Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik;
b. Malang Raya yang melayani Kota Malang, Kota Batu,
dan Kabupaten Malang;
c. Mojokerto yang melayani Kota Mojokerto dan
Kabupaten Mojokerto;
d. Madiun yang melayani Kota Madiun dan Kabupaten
Madiun;
e. Kediri yang melayani Kota Kediri dan Kabupaten
Kediri;
f. Blitar yang melayani Kota Blitar dan Kabupaten Blitar;
g. Pasuruan yang melayani Kota Pasuruan dan
Kabupaten Pasuruan; dan
h. Probolinggo yang melayani Kota Probolinggo dan
Kabupaten Probolinggo.

BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 49

(1) Rencana pola ruang wilayah provinsi terdiri atas:


a. rencana kawasan lindung;
b. rencana kawasan budi daya; dan
c. rencana kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Rencana pola ruang wilayah provinsi digambarkan dengan
ketelitian peta skala 1:250.000 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
- 77 -

Bagian Kedua
Rencana Kawasan Lindung

Pasal 50

Rencana kawasan lindung provinsi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
d. kawasan rawan bencana alam;
e. kawasan lindung geologi; dan
f. kawasan lindung lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung

Pasal 51
(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 huruf a ditetapkan dengan luas sekurang-
kurangnya 344.742 Ha meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Bojonegoro;
e. Kabupaten Bondowoso;
f. Kabupaten Jember;
g. Kabupaten Jombang;
h. Kabupaten Kediri;
i. Kabupaten Lamongan;
j. Kabupaten Lumajang;
k. Kabupaten Madiun;
l. Kabupaten Magetan;
m. Kabupaten Malang;
n. Kabupaten Mojokerto;
o. Kabupaten Nganjuk;
p. Kabupaten
- 78 -

p. Kabupaten Ngawi;
q. Kabupaten Pacitan;
r. Kabupaten Pamekasan;
s. Kabupaten Pasuruan;
t. Kabupaten Ponorogo;
u. Kabupaten Probolinggo;
v. Kabupaten Situbondo;
w. Kabupaten Sumenep;
x. Kabupaten Trenggalek;
y. Kabupaten Tuban;
z. Kabupaten Tulungagung;
aa. Kota Batu; dan
bb. Kota Kediri.
(2) Arahan pengelolaan kawasan hutan lindung meliputi:
a. pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian
kawasan konservasi dan kawasan hutan lindung;
b. mempertahankan luasan kawasan hutan lindung;
c. pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya;
d. pengembangan kerja sama antarwilayah dalam
pengelolaan kawasan lindung;
e. percepatan rehabilitasi hutan dan lahan yang
termasuk kriteria kawasan lindung dengan melakukan
penanaman pohon lindung yang dapat digunakan
sebagai perlindungan kawasan bawahannya yang
dapat dimanfaatkan hasil hutan nonkayunya;
f. pemanfaatan jalur wisata alam jelajah/pendakian
untuk menanamkan rasa memiliki terhadap alam; dan
g. pemanfaatan kawasan lindung untuk sarana
pendidikan penelitian dan pengembangan kecintaan
terhadap alam.

Paragraf 2
- 79 -

Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 52

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 50 huruf b meliputi:
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau atau waduk;
d. kawasan sekitar mata air; dan
e. kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. wilayah pesisir kepulauan Jawa Timur;
b. sempadan pantai utara Jawa Timur;
c. sempadan pantai timur Jawa Timur; dan
d. sempadan pantai selatan Jawa Timur.
(3) Arahan pengelolaan kawasan sempadan pantai meliputi:
a. perlindungan kawasan sempadan pantai 100 meter
dari pasang tertinggi dan dilarang melakukan alih
fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas
pantai;
b. perlindungan sempadan pantai dan sebagian kawasan
pantai yang merupakan pesisir terdapat ekosistem
bakau, terumbu karang, padang lamun, dan estuaria
dari kerusakan;
c. pengaturan reorientasi pembangunan di kawasan
permukiman, baik di kawasan perdesaan maupun
perkotaan dengan menjadikan pantai dan laut sebagai
bagian dari latar depan;
d. penanaman bakau di kawasan yang potensial untuk
menambah luasan area bakau;
e. pemanfaatan kawasan sepanjang pantai di dalam
kawasan lindung disesuaikan dengan rencana tata
ruang kawasan pesisir;
f. penyediaan sistem peringatan dini terhadap
kemungkinan terjadinya bencana;
g. pemantapan fungsi lindung di daratan untuk
menunjang kelestarian kawasan lindung pantai;
h. mengarahkan
- 80 -

h. mengarahkan lokasi bangunan di luar sempadan


pantai, kecuali bangunan yang harus ada di sempadan
pantai; dan
i. penetapan kawasan lindung sepanjang pantai yang
memiliki nilai ekologis sebagai daya tarik wisata dan
penelitian.
(4) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terletak di sepanjang aliran sungai di Jawa Timur.
(5) Arahan pengelolaan kawasan sempadan sungai meliputi:
a. pembatasan dan pelarangan pengadaan alih fungsi
lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas sungai;
b. pembatasan dan pelarangan penggunaan lahan secara
langsung untuk bangunan sepanjang sempadan
sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian
atau pengelolaan sungai;
c. reorientasi pembangunan dengan menjadikan sungai
sebagai bagian dari latar depan pada kawasan
permukiman perdesaan dan perkotaan; dan
d. penetapan wilayah sungai sebagai salah satu bagian
dari wisata perairan dan transportasi sesuai dengan
karakter masing-masing.
(6) Kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c terletak di sekitar danau
atau waduk di Jawa Timur.
(7) Arahan pengelolaan kawasan sekitar danau atau waduk
meliputi:
a. perlindungan sekitar danau atau waduk dari kegiatan
yang menyebabkan alih fungsi lindung dan
menyebabkan kerusakan kualitas sumber air;
b. pelestarian waduk beserta seluruh tangkapan air di
atasnya;
c. pengembangan kegiatan pariwisata dan/atau kegiatan
budi daya lainnya di sekitar lokasi danau atau waduk
diizinkan membangun selama tidak mengurangi
kualitas tata air; dan
d. pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan
tinggi, dan penutup tanah untuk melindungi
pencemaran dan erosi terhadap air.
(8) Kawasan sekitar mata air sebagaimana disebutkan dalam
ayat (1) huruf d terletak di seluruh kawasan sekitar mata
air di Jawa Timur.
(9) Arahan
- 81 -

(9) Arahan pengelolaan kawasan sekitar mata air meliputi:


a. penetapan perlindungan pada sekitar mata air
minimum berjari-jari 200 meter dari sumber mata air
jika di luar kawasan permukiman dan 100 meter jika
di dalam kawasan permukiman;
b. perlindungan sekitar mata air untuk kegiatan yang
menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan
kerusakan kualitas sumber air;
c. pembuatan sistem saluran bila sumber dimanfaatkan
untuk air minum atau irigasi;
d. pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan
tinggi, dan penutup tanah untuk melindungi
pencemaran dan erosi terhadap air;
e. pembatasan penggunaan lahan secara langsung untuk
bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi
mata air; dan
f. perlindungan sekitar mata air yang terletak pada
kawasan lindung tidak dilakukan secara khusus sebab
kawasan lindung tersebut sekaligus berfungsi sebagai
pelindung terhadap lingkungan dan air.
(10) Kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. kawasan permukiman budaya suku Samin di
Kabupaten Bojonegoro;
b. kawasan permukiman budaya suku Tengger di
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang, Kabupaten
Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang;
c. kawasan permukiman budaya suku Osing di
Kabupaten Banyuwangi; dan
d. kawasan permukiman budaya di Gunung Kawi.
(11) Arahan pengelolaan kawasan lindung spiritual dan
kearifan lokal meliputi:
a. pelestarian kawasan lindung spiritual dan kearifan
lokal yang masih terdapat di berbagai wilayah
kabupaten/kota;
b. pembatasan dan pelarangan perubahan keaslian
kawasan dengan pemodernan ke bentuk lain; dan
c. perlindungan terhadap kawasan lindung spiritual dan
kearifan lokal ditetapkan dalam peraturan yang
terdapat pada rencana tata ruang kabupaten/kota.
Pasal 53
- 82 -

Pasal 53

Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c meliputi:
a. suaka margasatwa;
b. cagar alam;
c. kawasan pantai berhutan bakau;
d. taman nasional;
e. taman hutan raya;
f. taman wisata alam; dan
g. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

Pasal 54

(1) Suaka margasatwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53


huruf a ditetapkan seluas kurang lebih 18.009 ha yang
merupakan kawasan lindung nasional meliputi:
a. Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang terletak di
Kecamatan Krucil, Sumber Malang, Panti, dan
Sukorambi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten
Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten
Jember ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya
14.177 ha; dan
b. Suaka Margasatwa Pulau Bawean terletak di
Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak,
Kabupaten Gresik ditetapkan dengan luas sekurang-
kurangnya 3.832 ha.
(2) Arahan pengelolaan kawasan suaka margasatwa meliputi:
a. pelestarian ekosistem yang masih berkembang;
b. pemerketatan patroli untuk menghindari adanya
penebangan pohon liar serta membatasi merambahnya
kawasan budi daya ke kawasan lindung; dan
c. penerapan kerja sama antarwilayah dalam pengelolaan
kawasan tersebut, terutama dalam melakukan
pengawasan terhadap ancaman berkurangnya lahan
kawasan lindung.
Pasal 55
- 83 -

Pasal 55

(1) Cagar alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf


b ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya 10.958 ha
terdiri atas:
a. Besowo Gadungan di Kabupaten Kediri dengan luas
sekurang-kurangnya 7 ha;
b. Cagar Alam Ceding di Kabupaten Bondowoso dengan
luas sekurang-kurangnya 2 ha;
c. Cagar Alam Sungai Kolbu Iyang Plateu di Kabupaten
Bondowoso dengan luas sekurang-kurangnya 19 ha;
d. Cagar Alam Watangan Puger I di Kabupaten Jember
dengan luas sekurang-kurangnya 2 ha;
e. Curah Manis I–VIII di Kabupaten Jember dengan luas
sekurang-kurangnya 17 ha;
f. Gunung Abang di Kabupaten Pasuruan dengan luas
sekurang-kurangnya 50 ha;
g. Gunung Picis di Kabupaten Ponorogo dengan luas
sekurang-kurangnya 28 ha;
h. Gunung Sigogor di Kabupaten Ponorogo dengan luas
sekurang-kurangnya 190,50 ha;
i. Guwo Lowo/Nglirip di Kabupaten Tuban dengan luas
sekurang-kurangnya 3 ha;
j. Kawah Ijen Merapi Unggup-Unggup di Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi dengan luas
sekurang-kurangnya 2.468 ha;
k. Manggis Gadungan di Kabupaten Kediri dengan luas
sekurang-kurangnya 12 ha;
l. Nusa Barong di Kabupaten Jember dengan luas
sekurang-kurangnya 6.100 ha;
m. Pancuran Ijen I dan II di Kabupaten Bondowoso
dengan luas sekurang-kurangnya 9 ha;
n. Pulau Bawean di Kabupaten Gresik dengan luas
sekurang-kurangnya 725 ha;
o. Pulau Noko dan Pulau Nusa di Kabupaten Gresik
dengan luas sekurang-kurangnya 15 ha;
p. Pulau Saobi di Kepulauan Kangean Kabupaten
Sumenep dengan luas sekurang-kurangnya 430 ha;
q. Pulau
- 84 -

q. Pulau Sempu di Kabupaten Malang dengan luas


sekurang-kurangnya 877 ha; dan
r. Janggangan Rogojampi I/II di Kabupaten Banyuwangi
dengan luas sekurang-kurangnya lebih 7,50 ha.
(2) Arahan pengelolaan kawasan cagar alam meliputi:
a. rehabilitasi tanah rusak/kawasan kritis terutama pada
kelerengan 40%;
b. pengelolaan cagar alam;
c. peningkatan fungsi lindung cagar alam; dan
d. pengembangan kegiatan secara lebih spesifik
berdasarkan karakteristik kawasan dengan
mengedepankan fungsi lindung kawasan.

Pasal 56

(1) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 53 huruf c tersebar di sepanjang pantai utara,
pantai timur, dan pantai selatan Jawa Timur serta wilayah
pesisir kepulauan.
(2) Arahan pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau
meliputi:
a. pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau yang
dilakukan melalui penanaman tanaman bakau dan
nipah di pantai; dan
b. pengembangan pariwisata berwawasan edukasi tanpa
mengubah rona alam di kawasan pantai berhutan
bakau.

Pasal 57

(1) Taman Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53


huruf d ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya
180.202 ha yang terdiri atas:
a. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dengan luas
sekurang-kurangnya 50.276 ha;
b. Taman Nasional Baluran dengan luas sekurang-
kurangnya 25.000 ha;
c. Taman
- 85 -

c. Taman Nasional Meru Betiri dengan luas sekurang-


kurangnya 58.000 ha;
d. Taman Nasional Alas Purwo dengan luas sekurang-
kurangnya 43.420 ha; dan
e. Taman Nasional Perairan Baluran dengan luas
sekurang-kurangnya 3.506 ha.
(2) Arahan pengelolaan Taman Nasional meliputi:
a. pengembalian fungsi konservasi pada kawasan taman
nasional; dan
b. pengembangan kegiatan secara lebih spesifik
berdasarkan karakteristik kawasan dengan
mengedepankan fungsi lindung kawasan.

Pasal 58

(1) Taman Hutan Raya (Tahura) sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 53 huruf e yaitu Tahura R. Soeryo ditetapkan
dengan luas sekurang-kurangnya 27.868,30 ha, terletak di
Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten
Malang, Kabupaten Jombang, dan Kota Batu;
(2) Arahan pengelolaan Tahura meliputi:
a. pelestarian alam, yaitu flora, fauna, dan ekosistemnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. pengelolaan tahura partisipatif dengan masyarakat
desa penyangga;
c. reboisasi dengan melakukan penanaman pohon
endemik/konservatif yang dapat digunakan sebagai
perlindungan; dan
d. pemanfaatan jalur wisata alam jelajah/pendakian
untuk menanamkan rasa memiliki terhadap alam.

Pasal 59

(1) Taman Wisata Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal


53 huruf f ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya
298 ha yang terdiri atas:
a. Taman Wisata Alam Tretes di Kabupaten Pasuruan
dengan luas sekurang-kurangnya 10 ha;
b. Taman
- 86 -

b. Taman Wisata Gunung Baung di Kabupaten Pasuruan


dengan luas sekurang-kurangnya 195 ha; dan
c. Taman Wisata Alam Ijen Merapi Unggup-Unggup di
Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi
dengan luas sekurang-kurangnya 92 ha.
(2) Arahan pengelolaan Taman Wisata Alam meliputi:
a. pemerketatan/pengendalian izin mendirikan bangunan
pada lokasi yang telah ditetapkan sebagai kawasan
konservasi atau sesuai kriteria kawasan lindung;
b. pengembalian fungsi lindung pada wilayah yang telah
dibuka dengan reboisasi sesuai dengan jenis
tumbuhan dengan tegakan yang dapat memberikan
fungsi lindung; dan
c. pengembangan kegiatan pariwisata alam.

Pasal 60

(1) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf g terdiri
atas:
a. lingkungan nonbangunan;
b. lingkungan bangunan non-gedung;
c. lingkungan bangunan gedung dan halamannya; dan
d. kebun raya.
(2) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan berupa
lingkungan nonbangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Monumen keganasan PKI di Kabupaten Madiun;
b. Monumen Trisula di Kabupaten Blitar;
c. Petilasan Gunung Kawi di Kabupaten Malang;
d. Petilasan Sri Aji Joyoboyo di Kabupaten Kediri; dan
e. Situs Purbakala Trinil di Kabupaten Ngawi.
(3) Arahan pengelolaan kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan berupa lingkungan nonbangunan meliputi:
a. pelestarian kawasan sekitar dan pemberian gambaran
berupa relief atau sejarah yang menerangkan
objek/situs tersebut;
b. pembinaan
- 87 -

b. pembinaan masyarakat sekitar dan ikut berperan


dalam menjaga peninggalan sejarah;
c. pemanfaatan kawasan tersebut sebagai obyjek wisata
sejarah; dan
d. pelestarian budaya sekitar.
(4) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan berupa
lingkungan bangunan non-gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. Arca Totok Kerot di Kabupaten Kediri;
b. Candi Cungkup, Makam Gayatri, dan Candi Dadi di
Kabupaten Tulungagung;
c. Candi Jawi di Kabupaten Pasuruan;
d. Candi Jolotundo di Kabupaten Mojokerto;
e. Candi Penataran dan Candi Simping di Kabupaten
Blitar;
f. Candi Singosari, Candi Jago, Candi Kidal, dan Candi
Badut di Kabupaten Malang;
g. Kawasan Trowulan di Kabupaten Mojokerto;
h. Kompleks Makam K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wachid
Hasyim, Gus Dur, dan Sayyid Sulaiman di Kabupaten
Jombang;
i. Makam Asta Tinggi di KabupatenSumenep;
j. Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo;
k. Makam Batu Ampar di Kabupaten Pameksan;
l. Makam Maulana Malik Ibrahim, Makam Sunan Giri
(Giri Kedaton), Makam Fatimah Binti Maimun, Makam
Kanjeng Sepuh, dan Kawasan Gunung Surowiti di
Kabupaten Gresik;
m. Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban;
n. Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan;
o. Makam Syaikona Kholil dan Pesarean Aer Mata Ebu di
Kabupaten Bangkalan;
p. Recolanang di Kabupaten Mojokerto;
q. Situs Sarchopagus dan Megalith di Kabupaten
Bondowoso; dan
r. Makam Sunan Ampel dan Mbah Bungkul di Kota
Surabaya.
(5) Arahan
- 88 -

(5) Arahan pengelolaan kawasan cagar budaya dan ilmu


pengetahuan berupa lingkungan bangunan non-gedung
meliputi:
a. peningkatan pelestarian situs, candi, dan artefak lain
yang merupakan peninggalan sejarah;
b. pengembangan pencarian situs bersejarah, terutama di
kawasan Jolotundo, Trowulan di Kabupaten Mojokerto
serta di wilayah lainnya;
c. pendirian museum purbakala sebagai sarana
penelitian dan pendidikan bagi masyarakat; dan
d. pengembangan kawasan sebagai objek daya tarik
wisata sejarah.
(6) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan berupa
lingkungan bangunan gedung dan halamannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas
a. Benteng Pendem Van den Bosch di Kabupaten Ngawi;
b. pelestarian bangunan pabrik gula di Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan,
Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Kediri, dan
Kabupaten Malang;
c. Makam Proklamator, Museum Bung Karno, Istana
Gebang, Petilasan Aryo Blitar, dan Monumen PETA
(Soeprijadi) di Kota Blitar; dan
d. bangunan bersejarah dan cagar budaya di Kota
Surabaya.
(7) Arahan pengelolaan kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan berupa lingkungan bangunan gedung dan
halamannya meliputi:
a. pelestarian bangunan kuno;
b. penjagaan keaslian bangunan;
c. pemfungsian bangunan tersebut sehingga dapat
terkontrol dan terawat kelestariannya; dan
d. pelindungan bangunan peninggalan sejarah.
(8) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan berupa
kebun raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
yaitu Kebun Raya Purwodadi di Kabupaten Pasuruan
seluas kurang lebih 85 ha.
Pasal 61
- 89 -

Pasal 61

Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 50 huruf d meliputi:
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang;
c. kawasan rawan banjir;
d. kawasan rawan bencana kebakaran hutan; dan
e. kawasan rawan angin kencang dan puting beliung.

Pasal 62

(1) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 61 huruf a meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi;
b. Kabupaten Blitar;
c. Kabupaten Bojonegoro;
d. Kabupaten Bondowoso;
e. Kabupaten Jember;
f. Kabupaten Kediri;
g. Kabupaten Lumajang;
h. Kabupaten Madiun;
i. Kabupaten Magetan;
j. Kabupaten Malang;
k. Kabupaten Nganjuk;
l. Kabupaten Ngawi;
m. Kabupaten Pacitan;
n. Kabupaten Pasuruan;
o. Kabupaten Ponorogo;
p. Kabupaten Probolinggo;
q. Kabupaten Situbondo;
r. Kabupaten Trenggalek;
s. Kabupaten Tuban;
t. Kabupaten Tulungagung; dan
u. Kota Batu.
(2) Arahan
- 90 -

(2) Arahan pengelolaan kawasan rawan tanah longsor


meliputi:
a. penataan ruang; dan
b. rekayasa teknologi.
(3) Arahan pengelolaan kawasan rawan tanah longsor melalui
penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a meliputi:
a. pengidentifikasian lokasi rawan longsor;
b. pengarahan pembangunan pada tanah yang stabil;
c. pemanfaatan wilayah rentan longsor tinggi sebagai
ruang terbuka hijau;
d. pengendalian daerah rawan bencana untuk
pembangunan permukiman dan fasilitas utama
lainnya; dan
e. penghijauan dengan tanaman yang sistem
perakarannya dalam dan jarak tanamnya tepat.
(4) Arahan pengelolaan kawasan rawan tanah longsor melalui
rekayasa teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b meliputi:
a. perbaikan drainase tanah;
b. pembangunan berbagai pekerjaan struktur;
c. pembangunan terasering dengan sistem drainase yang
tepat;
d. pembuatan tanggul penahan, khusus untuk runtuhan
batu; dan
e. peningkatan dan pemeliharaan drainase, baik air
permukaan maupun air tanah.

Pasal 63

(1) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 61 huruf b di kawasan pesisir sepanjang
pantai adalah kawasan yang berbatasan dengan Laut
Jawa, Selat Bali, Selat Madura, Samudera Hindia, atau
dengan kawasan kepulauan.
(2) Arahan pengelolaan kawasan rawan gelombang pasang
meliputi:
a. reklamasi pantai;
b. pembangunan pemecah ombak;
c. penataan
- 91 -

c. penataan bangunan di sekitar pantai;


d. pengembangan kawasan hutan bakau; dan
e. pembangunan tembok penahan ombak.

Pasal 64

(1) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 61 huruf c meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Bojonegoro;
e. Kabupaten Bondowoso;
f. Kabupaten Gresik;
g. Kabupaten Jember;
h. Kabupaten Jombang;
i. Kabupaten Kediri;
j. Kabupaten Lamongan;
k. Kabupaten Lumajang;
l. Kabupaten Madiun
m. Kabupaten Magetan;
n. Kabupaten Malang;
o. Kabupaten Mojokerto;
p. Kabupaten Nganjuk;
q. Kabupaten Ngawi;
r. Kabupaten Pacitan;
s. Kabupaten Pasuruan;
t. Kabupaten Ponorogo;
u. Kabupaten Probolinggo;
v. Kabupaten Sampang;
w. Kabupaten Sumenep;
x. Kabupaten Sidoarjo;
y. Kabupaten Situbondo;
z. Kabupaten
- 92 -

z. Kabupaten Trenggalek;
aa. Kabupaten Tuban;
bb.Kabupaten Tulungagung;
cc. Kota Malang;
dd.Kota Pasuruan; dan
ee. Kota Surabaya.
(2) Arahan pengelolaan kawasan rawan banjir meliputi:

a. penataan ruang; dan


b. mitigasi struktural.
(3) Arahan pengelolaan kawasan rawan banjir melalui
penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a meliputi:

a. identifikasi wilayah rawan banjir;


b. pengarahan pembangunan untuk menghindari daerah
rawan banjir yang dilanjutkan dengan kontrol
penggunaan lahan;
c. revitalisasi fungsi resapan tanah;
d. pembangunan sistem dan jalur evakuasi yang
dilengkapi sarana dan prasarana;
e. penyuluhan kepada masyarakat mengenai mitigasi dan
respon terhadap kejadian bencana banjir; dan
f. peningkatan koordinasi antarpemangku kepentingan.
(4) Arahan pengelolaan kawasan rawan bencana banjir
dengan upaya mitigasi struktural sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf b meliputi:

a. pembangunan tembok penahan dan tanggul di


sepanjang sungai serta tembok laut sepanjang pantai
yang rawan badai atau tsunami;

b. pengaturan kecepatan aliran dan debit air permukaan


dari daerah hulu sangat membantu mengurangi
terjadinya bencana banjir; dan

c. pengerukan sungai dan pembuatan sudetan sungai,


baik saluran terbuka maupun tertutup atau
terowongan.

Pasal 65
- 93 -

Pasal 65

(1) Kawasan rawan bencana kebakaran hutan di Jawa Timur


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf d meliputi:
a. kawasan di Gunung Arjuno;
b. kawasan di Gunung Kawi;
c. kawasan di Gunung Welirang;
d. kawasan di Gunung Kelud; dan
e. kawasan Tahura R. Soeryo
(2) Arahan pengelolaan kawasan rawan bencana kebakaran
hutan meliputi:
a. pelaksanaan kampanye dan sosialisasi kebijakan
pengendalian kebakaran lahan dan hutan;
b. peningkatan penegakan hukum;
c. pembentukan pasukan pemadaman kebakaran,
khususnya untuk penanggulangan kebakaran secara
dini;
d. pengembangan sumber air untuk pemadaman api;
e. pembuatan sekat bakar, terutama antara lahan,
perkebunan, pertanian, dan hutan;
f. pencegahan pembukaan lahan dengan cara
pembakaran;
g. pencegahan penanaman tanaman sejenis untuk
daerah yang luas;
h. pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan
lahan secara ketat;
i. penanaman kembali daerah yang telah terbakar
dengan tanaman yang heterogen;
j. partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di
daerahnya;
k. pengembangan teknologi pembukaan lahan tanpa
membakar; dan
l. pembentukan kesatuan persepsi dalam pengendalian
kebakaran lahan dan hutan.
Pasal 66
- 94 -

Pasal 66

(1) Kawasan rawan bencana angin kencang dan puting


beliung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf e
meliputi seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur.
(2) Arahan pengelolaan kawasan rawan bencana angin
kencang dan puting beliung meliputi:
a. pengembangan tanaman tahunan tegakan tinggi yang
rapat di sekitar permukiman;
b. penerapan aturan standar bangunan yang
memperhitungkan beban angin; dan
c. pengembangan struktur bangunan yang memenuhi
syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya
angin.

Pasal 67

Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal


50 huruf e meliputi:
a. kawasan cagar alam geologi;
b. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
c. kawasan imbuhan air tanah.

Pasal 68

(1) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 67 huruf a terdiri atas:
a. kawasan keunikan bentang alam;
b. kawasan keunikan batuan dan fosil; dan
c. kawasan keunikan proses geologi.
(2) Kawasan keunikan bentang alam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, berupa kawasan karst lindung
meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Blitar;
c. Kabupaten Lamongan;
d. Kabupaten Malang;
e. Kabupaten
- 95 -

e. Kabupaten Pacitan;
f. Kabupaten Pamekasan;
g. Kabupaten Ponorogo;
h. Kabupaten Sampang;
i. Kabupaten Sumenep;
j. Kabupaten Trenggalek;
k. Kabupaten Tuban; dan
l. Kabupaten Tulungagung.
(3) Arahan pengelolaan kawasan karst lindung meliputi:
a. penetapan lahan sebagai kawasan konservasi dan
tidak diizinkan untuk alih fungsi lahan serta mutlak
tidak boleh dieksploitasi;
b. percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat
peresapannya masih tetap berfungsi; dan
c. peningkatan pengawasan dan pengendalian untuk
menjaga agar fungsi kawasan karst lindung tidak
berubah.
(4) Kawasan keunikan batuan dan fosil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. situs geologi–arkeologi (geoarkeologi) Trowulan di
Kabupaten Mojokerto;
b. Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;
c. Kabuh di Kabupaten Jombang;
d. situs geologi–arkeologi (geoarkeologi) Perning di
Kabupaten Mojokerto;
e. situs geologi–arkeologi (geoarkeologi) Wringanom di
Kabupaten Gresik;
f. situs geologi–arkeologi (geoarkeologi) Trinil di
Kabupaten Ngawi;
g. formasi kujung Kecamatan Panceng di Kabupaten
Gresik;
h. Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;
i. Teluk Grajagan di Kabupaten Banyuwangi;
j. Desa Trinil di Kabupaten Mojokerto, lokasi penemuan
pertama fosil manusia homo erectus;
k. Sepanjang
- 96 -

k. Sepanjang Bengawan Solo di sekitar Ngandong, lokasi


penemuan homo ngandongensis; dan
l. Kedungbrubus di timur laut Ngawi, lokasi penemuan
fosil vertebrata.
(5) Arahan pengelolaan kawasan keunikan batuan dan fosil
meliputi:
a. penetapan kawasan sebagai kawasan konservasi dan
tidak diizinkan untuk melakukan kegiatan
pertambangan dan membangun bendungan di atasnya;
b. pembuatan papan nama yang menunjukkan
pentingnya kawasan tersebut; dan
c. pembuatan papan narasi geologi di kawasan-kawasan
tersebut dan brosur sebagai media sosialisasi ke
masyarakat dan pelajar/mahasiswa.
(6) Kawasan keunikan proses geologi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Mud Vulcano desa Katol Barat kecamatan Geger di
Kabupaten Bangkalan, Gununganyar di Kota
Surabaya, dan Kalanganyar di Kabupaten Sidoarjo;
dan
b. Semburan Lumpur Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo.
(7) Arahan pengelolaan kawasan keunikan proses geologi
meliputi:
a. penetapan kawasan sebagai kawasan konservasi dan
tidak diizinkan untuk melakukan kegiatan
pertambangan dan membangun bendungan di atasnya;
b. pembuatan papan nama yang menunjukkan
pentingnya kawasan tersebut; dan
c. pembuatan papan narasi geologi di kawasan-kawasan
tersebut dan brosur sebagai media sosialisasi ke
masyarakat dan pelajar/mahasiswa.

Pasal 69

(1) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 67 huruf b meliputi:
a. kawasan rawan letusan gunung api;
b. kawasan rawan gempa bumi;
c. kawasan
- 97 -

c. kawasan rawan tsunami; dan


d. kawasan rawan luapan lumpur.
(2) Kawasan rawan letusan gunung api sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kawasan sekitar Gunung Ijen;
b. kawasan sekitar Gunung Semeru;
c. kawasan sekitar Gunung Bromo;
d. kawasan sekitar Gunung Lamongan;
e. kawasan sekitar Gunung Arjuno-Welirang;
f. kawasan sekitar Gunung Kelud; dan
g. kawasan sekitar Gunung Raung.
(3) Arahan pengelolaan kawasan rawan letusan gunung api
meliputi:
a. identifikasi daerah bahaya letusan gunung api;
b. perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas
penting jauh atau di luar dari kawasan rawan bencana
letusan gunung api;
c. penghindaran kegiatan budi daya di kawasan risiko
bencana letusan gunung api;
d. penerapan desain bangunan yang tahan terhadap
tambahan beban akibat abu gunung api;
e. pembangunan sistem dan jalur evakuasi yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana;
f. penyuluhan kepada masyarakat tentang pengenalan
risiko bermukim di kawasan sekitar gunung api,
mitigasi bencana, dan tindakan dalam menghadapi
bencana gunung api; dan
g. peningkatan kesiapan dan koordinasi segenap
pemangku kepentingan dalam mengantisipasi dan
menghadapi kejadian bencana gunung api.
(4) Kawasan rawan gempa bumi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi;
b. Kabupaten Blitar;
c. Kabupaten Bondowoso;
d. Kabupaten Jember;
e. Kabupaten
- 98 -

e. Kabupaten Jombang;
f. Kabupaten Kediri;
g. Kabupaten Lumajang;
h. Kabupaten Madiun;
i. Kabupaten Magetan;
j. Kabupaten Malang;
k. Kabupaten Mojokerto;
l. Kabupaten Nganjuk;
m. Kabupaten Ngawi;
n. Kabupaten Pacitan;
o. Kabupaten Pasuruan;
p. Kabupaten Ponorogo;
q. Kabupaten Probolinggo;
r. Kabupaten Situbondo;
s. Kabupaten Trenggalek; dan
t. Kabupaten Tulungagung.
(5) Arahan pengelolaan kawasan rawan gempa bumi meliputi:
a. penataan ruang; dan
b. rekayasa teknologi.
(6) Arahan pengelolaan kawasan rawan gempa bumi melalui
penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf a meliputi:
a. identifikasi lokasi dan tingkat risiko gempa bumi;
b. penempatan bangunan perumahan dan fasilitas umum
yang vital di wilayah yang aman dari gempa bumi;
c. pengarahan struktur bangunan sesuai dengan
karakteristik risiko gempa bumi;
d. pembangunan sistem dan jalur evakuasi yang
dilengkapi sarana dan prasarana;
e. penyuluhan kepada masyarakat tentang pengenalan
upaya dalam menghadapi kejadian gempa; dan
f. peningkatan kesiapan dan koordinasi seluruh
pemangku kepentingan dalam mengantisipasi dan
menghadapi kejadian bencana gempa bumi.
(7) Arahan
- 99 -

(7) Arahan pengelolaan kawasan rawan gempa bumi melalui


rekayasa teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf b meliputi:
a. pengembangan teknik konstruksi tahan gempa; dan
b. verifikasi kapabilitas bangunan dan pekerjaan
rekayasa untuk menahan kekuatan gempa, terutama
bendungan.
(8) Kawasan rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi;
b. Kabupaten Jember;
c. Kabupaten Pacitan;
d. Kabupaten Trenggalek;
e. Kabupaten Malang (bagian selatan);
f. Kabupaten Blitar (bagian selatan);
g. Kabupaten Lumajang; dan
h. Kabupaten Tulungagung.
(9) Arahan pengelolaan kawasan rawan tsunami meliputi:
a. melalui penataan ruang; dan
b. melalui rekayasa teknologi.
(10) Arahan pengelolaan kawasan rawan tsunami melalui
penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
huruf a meliputi:
a. pembatasan pembangunan fasilitas umum di zona
rawan bencana tsunami;
b. penyediaan zona penyangga untuk mengurangi energi
tsunami; dan
c. pembangunan sistem dan jalur evakuasi yang
dilengkapi sarana dan prasarana.
(11) Arahan pengelolaan kawasan rawan tsunami melalui
rekayasa teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
huruf b meliputi:
a. pelengkapan sistem peringatan dini;
b. pemerkuatan bangunan agar tahan terhadap tekanan
gelombang dan arus kuat;
c. pemodifikasian sistem transportasi untuk dapat
memfasilitasi evakuasi massal secara cepat; dan
d. penggunaan
- 100 -

d. penggunaan struktur penahan gelombang laut untuk


menahan atau mengurangi tekanan tsunami.
(12) Kawasan luapan lumpur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d meliputi area terdampak dari bahaya
luapan lumpur, polusi gas beracun, dan penurunan
permukaan tanah di wilayah Kabupaten Sidoarjo.
(13) Arahan pengelolaan kawasan luapan lumpur meliputi:
a. penanganan luapan lumpur;
b. penanganan infrastruktur sekitar semburan lumpur;
c. pengamanan Kali Porong; dan
d. penanganan dampak sosial masyarakat akibat luapan
lumpur.
(14) Arahan pengelolaan kawasan luapan lumpur dengan
penanganan luapan lumpur sebagaimana dimaksud pada
ayat (13) huruf a meliputi:
a. peningkatan kapasitas tampungan kolam lumpur yang
dilaksanakan secara bertahap dan dapat berfungsi
melindungi permukiman dan infrastruktur vital; dan
b. pemanfaatan debit Kali Porong yang cukup besar di
musim hujan untuk melancarkan aliran endapan
lumpur dengan pengerukan di muara sungai,
pengerukan dasar laut di muara, membangun dermaga
(jetty) untuk mengendalikan aliran lumpur, dan
memanfaatkan sebagian lumpur untuk
mereklamasikan daerah pantai.
(15) Arahan pengelolaan kawasan luapan lumpur dengan
penanganan infrastruktur sekitar semburan lumpur
sebagaimana dimaksud pada ayat (13) huruf b meliputi:
a. penanganan sistem drainase dengan memperbaiki atau
membuat saluran drainase baru agar dapat
mengalirkan air hujan/drainase lingkungan;
b. normalisasi saluran drainase utama (Kali Ketapang
dan Afvour Jatianom);
c. perbaikan jalan lingkungan untuk mengurangi beban
lalu lintas di jalan arteri Porong dengan memanfaatkan
jalan lingkungan;
d. perbaikan
- 101 -

d. perbaikan sebagian ruas jalan arteri Porong;


e. peningkatan jalan alternatif lainnya sepanjang ± 14 km
untuk mengurangi beban lalu lintas di jalan arteri
Porong; dan
f. pengadaan tanah untuk pembangunan jalan bebas
hambatan Surabaya–Gempol (segmen Porong–Gempol),
relokasi jalur kereta api Sidoarjo–Gunung Gangsir,
relokasi saluran udara tegangan tinggi (SUTET), dan
konstruksi relokasi pipa air baku PDAM Kota
Surabaya.
(16) Arahan pengelolaan kawasan luapan lumpur dengan
pengamanan Kali Porong sebagaimana dimaksud pada
ayat (13) huruf c meliputi:
a. penjagaan kapasitas pengaliran Kali Porong; dan
b. penjagaan keamanan tanggul dan tebing sungai
dengan memasang perlindungan tebing
sungai/tanggul.
(17) Arahan pengelolaan kawasan luapan lumpur dengan
penanganan dampak sosial masyarakat akibat luapan
lumpur sebagaimana dimaksud pada ayat (13) huruf d
meliputi:
a. pemberian bantuan sosial kepada masyarakat yang
terkena dampak luapan lumpur maupun penurunan
tanah;
b. perlindungan sosial terhadap hak-hak masyarakat atas
harta benda miliknya yang hilang atau berkurang
karena dampak luapan lumpur; dan
c. pemulihan sosial masyarakat yang terkena dampak
luapan lumpur.

Pasal 70

(1) Kawasan imbuhan air tanah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 67 huruf c, yaitu kawasan imbuhan air tanah
pada Cekungan Air Tanah (CAT), meliputi:
a. CAT Lintas Provinsi yaitu CAT Lasem, CAT
Randublatung, dan CAT Ngawi-Ponorogo.
b. CAT
- 102 -

b. CAT Lintas Kabupaten/Kota yaitu CAT Surabaya-


Lamongan, CAT Tuban, CAT Panceng, CAT Brantas,
CAT Bulukawang, CAT Pasuruan, CAT Probolinggo,
CAT Jember-Lumajang, CAT Besuki, CAT Bondowoso-
Situbondo, CAT Wonorejo, CAT Ketapang, CAT
Sampang-Pamekasan, dan CAT Sumenep.
c. CAT Kabupaten yaitu CAT Sumberbening, CAT
Banyuwangi, CAT Blambangan, CAT Bangkalan, dan
CAT Toranggo.
(2) Arahan pengelolaan kawasan imbuhan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemertahanan kemampuan imbuhan air tanah;
b. pelarangan kegiatan pengeboran, penggalian atau
kegiatan lain dalam radius 200 (dua ratus) meter dari
lokasi pemunculan mata air; dan
c. pembatasan penggunaan air tanah, kecuali untuk
pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.

Pasal 71

(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 50 huruf f, terdiri atas:

a. Kawasan terumbu karang; dan

b. Kawasan tanah timbul.

(2) Kawasan terumbu karang sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf a, meliputi:

c. Kabupaten Banyuwangi;

d. Kabupaten Jember;

e. Kabupaten Malang;

f. Kabupaten Pacitan;

g. Kabupaten Probolinggo;

h. Kabupaten Situbondo; dan

i. Kabupaten Sumenep.

(3) Arahan
- 103 -

(3) Arahan pengelolaan kawasan terumbu karang


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. pencegahan perusakan terumbu karang;

b. pemanfaatan sumber daya laut yang tidak merusak


terumbu karang;
c. rehabilitasi terumbu karang yang rusak;
d. pengembangan penelitian dan pariwisata; dan
e. perluasan terumbu karang buatan.
(4) Kawasan tanah timbul sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, yaitu kawasan timbul (tanah oloran) di muara
Sungai Lamong perbatasan antara Kota Surabaya dengan
Kabupaten Gresik

(5) Arahan pengelolaan kawasan tanah timbul sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) meliputi:

a. pengembangan kegiatan konservasi; dan

b. pemanfaatan berupa kegiatan budidaya yang tidak


merusak fungsi konservasi.

Bagian Ketiga
Rencana Kawasan Budi daya

Pasal 72

Rencana pola ruang untuk kawasan budi daya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b meliputi:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perkebunan;
e. kawasan peruntukan peternakan;
f. kawasan peruntukan perikanan;
g. kawasan peruntukan pertambangan;
h. kawasan peruntukan industri;
i. kawasan peruntukan pariwisata;
j. kawasan
- 104 -

j. kawasan peruntukan permukiman; dan


k. peruntukan kawasan budi daya lainnya.

Paragraf 1
Rencana Kawasan Budidaya

Pasal 73

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 72 huruf a berupa Hutan Produksi
Tetap (HP) ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya
782.772 ha yang meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Bojonegoro;
e. Kabupaten Bondowoso;
f. Kabupaten Gresik;
g. Kabupaten Jember;
h. Kabupaten Jombang;
i. Kabupaten Kediri;
j. Kabupaten Lamongan;
k. Kabupaten Lumajang;
l. Kabupaten Madiun;
m. Kabupaten Magetan;
n. Kabupaten Malang;
o. Kabupaten Mojokerto;
p. Kabupaten Nganjuk;
q. Kabupaten Ngawi;
r. Kabupaten Pacitan;
s. Kabupaten Pamekasan;
t. Kabupaten Pasuruan;
u. Kabupaten Ponorogo;
v. Kabupaten Probolinggo;
w. Kabupaten
- 105 -

w. Kabupaten Sampang;
x. Kabupaten Situbondo;
y. Kabupaten Sumenep;
z. Kabupaten Trenggalek;
aa. Kabupaten Tuban;
bb. Kabupaten Tulungagung;
cc. Kota Batu; dan
dd. Kota Kediri.
(2) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan hutan produksi
meliputi:
a. pengusahaan hutan produksi dengan menerapkan
sistem silvikultur tebang habis permudaan buatan
(THPB);
b. reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan
dan tidak diizinkan pengalihfungsian ke budi daya
nonkehutanan;
c. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan
hutan serta gangguan keamanan hutan lainnya;
d. pengembalian fungsi hutan semula dengan reboisasi
pada kawasan yang mengalami perambahan atau
bibrikan;
e. percepatan reboisasi dan pengayaan tanaman di
kawasan hutan produksi yang mempunyai tingkat
kerapatan tegakan rendah;
f. pengembangan zona penyangga di kawasan hutan
produksi yang berbatasan dengan hutan lindung; dan
g. pengembalian kondisi hutan bekas tebangan melalui
reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis.

Pasal 74

Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72


huruf b ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya
425.570,43 ha meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten
- 106 -

c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Bojonegoro;
e. Kabupaten Bondowoso;
f. Kabupaten Gresik;
g. Kabupaten Jember;
h. Kabupaten Jombang;
i. Kabupaten Kediri;
j. Kabupaten Lamongan;
k. Kabupaten Lumajang;
l. Kabupaten Madiun;
m. Kabupaten Magetan;
n. Kabupaten Malang;
o. Kabupaten Mojokerto;
p. Kabupaten Nganjuk;
q. Kabupaten Ngawi;
r. Kabupaten Pacitan;
s. Kabupaten Pamekasan;
t. Kabupaten Pasuruan;
u. Kabupaten Ponorogo;
v. Kabupaten Probolinggo;
w. Kabupaten Sampang;
x. Kabupaten Sidoarjo;
y. Kabupaten Situbondo;
z. Kabupaten Sumenep;
aa. Kabupaten Trenggalek;
bb. Kabupaten Tuban;
cc. Kabupaten Tulungagung; dan
dd. Kota Batu.

Pasal 75

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 72 huruf c meliputi:
a. pertanian lahan basah;
b. pertanian
- 107 -

b. pertanian lahan kering; dan


c. hortikultura.
(2) Pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a berupa sawah beririgasi direncanakan dengan
luas sekurang-kurangnya 957.239 ha dan dengan luas
sekurang-kurangnya 802.357,9ha ditetapkan sebagai
lahan pertanian pangan berkelanjutan meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Bojonegoro;
e. Kabupaten Bondowoso;
f. Kabupaten Gresik;
g. Kabupaten Jember;
h. Kabupaten Jombang;
i. Kabupaten Kediri;
j. Kabupaten Lamongan;
k. Kabupaten Lumajang;
l. Kabupaten Madiun;
m. Kabupaten Magetan;
n. Kabupaten Malang;
o. Kabupaten Mojokerto;
p. Kabupaten Nganjuk;
q. Kabupaten Ngawi;
r. Kabupaten Pacitan;
s. Kabupaten Pamekasan;
t. Kabupaten Pasuruan;
u. Kabupaten Ponorogo;
v. Kabupaten Probolinggo;
w. Kabupaten Sampang;
x. Kabupaten Sidoarjo;
y. Kabupaten Situbondo;
z. Kabupaten Sumenep;
aa. Kabupaten Trenggalek;
bb. Kabupaten Tuban;
cc. Kabupaten Tulungagung;
dd. Kota
- 108 -

dd. Kota Batu;


ee. Kota Blitar;
ff. Kota Kediri;
gg. Kota Madiun;
hh. Kota Mojokerto;
ii. Kota Pasuruan; dan
jj. Kota Probolinggo.
(3) Pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b direncanakan dengan luas sekurang-
kurangnya 849.033 ha dan dengan luas sekurang-
kurangnya 215,191.83 ha ditetapkan sebagai lahan
pertanian pangan berkelanjutan yang tersebar di seluruh
kabupaten/kota.
(4) Pengembangan hortikultura sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c direncanakan di wilayah:
a. sentra penghasil sayur;
b. sentra penghasil bunga;
c. sentra penghasil buah; dan
d. sentra penghasil biofarmaka.
(5) Pengembangan hortikultura di wilayah sentra penghasil
sayur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
direncanakan di kawasan pertanian lahan basah dan
lahan kering di seluruh kabupaten/kota.
(6) Pengembangan hortikultura di wilayah sentra penghasil
bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b
direncanakan di wilayah-wilayah:
a. Kabupaten Gresik;
b. Kabupaten Magetan;
c. Kabupaten Malang;
d. Kabupaten Mojokerto;
e. Kabupaten Pasuruan; dan
f. Kota Batu.
(7) Pengembangan hortikultura di wilayah sentra penghasil
buah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
direncanakan berdasarkan komoditas:
a. pisang dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Banyuwangi;
2) Kabupaten
- 109 -

2) Kabupaten Blitar;
3) Kabupaten Jember;
4) Kabupaten Lumajang;
5) Kabupaten Magetan;
6) Kabupaten Malang;
7) Kabupaten Pacitan;
8) Kabupaten Trenggalek; dan
9) Kabupaten Tulungagung.
b. jeruk dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Banyuwangi;
2) Kabupaten Jember;
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun;
5) Kabupaten Magetan;
6) Kabupaten Malang;
7) Kabupaten Pacitan;
8) Kabupaten Pamekasan;
9) Kabupaten Tuban; dan
10) Kota Batu.
c. rambutan dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Blitar; dan
3) Kabupaten Jember.
d. mangga dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Bondowoso;
2) Kabupaten Gresik;
3) Kabupaten Kediri;
4) Kabupaten Magetan;
5) Kabupaten Nganjuk.
6) Kabupaten Pasuruan;
7) Kabupaten Probolinggo; dan
8) Kabupaten Situbondo.
e. apel dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Malang;
2) Kabupaten
- 110 -

2) Kabupaten Pasuruan; dan


3) Kota Batu.
f. jambu air dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Jombang.
2) Kabupaten Tuban; dan
3) Kepulauan Madura.
g. blimbing dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Blitar;
2) Kabupaten Tuban; dan
3) Kota Blitar.
h. salak dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Bojonegoro;
3) Kabupaten Lumajang;
4) Kabupaten Malang
5) Kabupaten Mojokerto; dan
6) Kabupaten Pasuruan.
i. alpukat dikembangkan di wilayah Kabupaten
Lumajang.
j. durian dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Bondowoso;
2) Kabupaten Jember;
3) Kabupaten Jombang;
4) Kabupaten Madiun;
5) Kabupaten Malang;
6) Kabupaten Pasuruan; dan
7) Kabupaten Trenggalek.
k. manggis dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Banyuwangi;
2) Kabupaten Blitar;
3) Kabupaten Jember;
4) Kabupaten Ponorogo;
5) Kabupaten Probolinggo; dan
6) Kabupaten Trenggalek.
(8) Pengembangan
- 111 -

(8) Pengembangan hortikultura di wilayah sentra penghasil


biofarmaka sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d
direncanakan di wilayah:
a. Kabupaten Pacitan;
b. Kabupaten Ponorogo;
c. Kabupaten Probolinggo; dan
d. Kabupaten Trenggalek.
(9) Arahan pengelolaan kawasan peruntukkan pertanian
meliputi:
a. area lahan sawah beririgasi harus dipertahankan agar
tidak berubah fungsi menjadi peruntukan yang lain;
b. pengalihan fungsi areal sebagaimana dimaksud pada
huruf a wajib disediakan lahan pengganti;
c. pengembangan sawah beririgasi teknis dilakukan
dengan memprioritaskan perubahan sawah nonirigasi
menjadi sawah irigasi melalui dukungan
pengembangan dan perluasan jaringan irigasi,
pembukaan areal baru pembangunan irigasi, dan
pengembangan waduk/embung;
d. peningkatan produksi dan produktivitas tanaman
pangan dengan mengembangkan kawasan pertanian
terpadu (cooperative farming), dan hortikultura dengan
mengembangkan kawasan budi daya pertanian ramah
lingkungan (good agriculture practices); dan
e. pengembangan kelembagaan kelompok tani ke arah
kelembagaan ekonomi/koperasi.
(10) Penggantian lahan pertanian yang dialihfungsikan
sebagaimana dimaksud pada ayat 9 huruf b mengikuti
aturan:
a. apabila yang dialihfungsikan merupakan lahan
beririgasi, penggantiannya paling sedikit sebanyak 3
(tiga) kali luas lahan;
b. apabila yang dialihfungsikan merupakan lahan
reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut,
penggantiannya paling sedikit 2 (dua) kali luas lahan;
dan

c. apabila
- 112 -

c. apabila yang dialihfungsikan adalah lahan tidak


beririgasi (lahan kering), penggantiannya paling sedikit
adalah 1 (satu) kali luas lahan.

Pasal 76

(1) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 72 huruf d direncanakan dengan luas
sekurang-kurangnya 398.036 ha yang meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Bojonegoro;
e. Kabupaten Bondowoso;
f. Kabupaten Gresik;
g. Kabupaten Jember;
h. Kabupaten Jombang;
i. Kabupaten Kediri;
j. Kabupaten Lamongan;
k. Kabupaten Lumajang;
l. Kabupaten Madiun;
m. Kabupaten Magetan;
n. Kabupaten Malang;
o. Kabupaten Mojokerto;
p. Kabupaten Nganjuk;
q. Kabupaten Ngawi;
r. Kabupaten Pacitan;
s. Kabupaten Pamekasan;
t. Kabupaten Pasuruan;
u. Kabupaten Ponorogo;
v. Kabupaten Probolinggo;
w. Kabupaten Sampang;
x. Kabupaten Sidoarjo;
y. Kabupaten Situbondo;
z. Kabupaten Sumenep;
aa. Kabupaten
- 113 -

aa. Kabupaten Trenggalek;


bb. Kabupaten Tuban;
cc. Kabupaten Tulungagung;
dd. Kota Batu;
ee. Kota Kediri;
ff. Kota Madiun;
gg. Kota Malang; dan
hh. Kota Probolinggo.
(2) Kawasan peruntukan perkebunan di wilayah Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. perkebunan tanaman semusim; dan
b. perkebunan tanaman tahunan.
(3) Pengembangan perkebunan tanaman semusim
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. tembakau meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Bojonegoro;
3) Kabupaten Bondowoso;
4) Kabupaten Jember;
5) Kabupaten Jombang;
6) Kabupaten Lamongan;
7) Kabupaten Pamekasan;
8) Kabupaten Probolinggo;
9) Kabupaten Sampang;
10) Kabupaten Situbondo; dan
11) Kabupaten Sumenep.
b. tebu meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Blitar;
3) Kabupaten Bojonegoro;
4) Kabupaten Bondowoso;
5) Kabupaten Gresik;
6) Kabupaten Jember;
7) Kabupaten Jombang;
8) Kabupaten
- 114 -

8) Kabupaten Kediri;
9) Kabupaten Lamongan;
10) Kabupaten Lumajang;
11) Kabupaten Madiun;
12) Kabupaten Magetan;
13) Kabupaten Malang;
14) Kabupaten Mojokerto;
15) Kabupaten Ngawi;
16) Kabupaten Probolinggo;
17) Kabupaten Sampang;
18) Kabupaten Sidoarjo;
19) Kabupaten Situbondo;
20) Kabupaten Tuban; dan
21) Kabupaten Tulungagung.
(4) Perkebunan tanaman tahunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. kapas meliputi:
1) Kabupaten Lamongan;
2) Kabupaten Mojokerto;
3) Kabupaten Pasuruan; dan
4) Kabupaten Ponorogo.
b. jambu mete meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Ngawi;
3) Kabupaten Pamekasan;
4) Kabupaten Ponorogo;
5) Kabupaten Sampang;
6) Kabupaten Sumenep; dan
7) Kabupaten Tuban.
c. kopi meliputi:
1) Kabupaten Banyuwangi;
2) Kabupaten Blitar;
3) Kabupaten Bondowoso;
4) Kabupaten Jember;
5) Kabupaten
- 115 -

5) Kabupaten Kediri;
6) Kabupaten Lumajang.
7) Kabupaten Magetan;
8) Kabupaten Malang;
9) Kabupaten Pacitan;
10) Kabupaten Pasuruan;
11) Kabupaten Probolinggo; dan
12) Kabupaten Situbondo.
d. cengkeh meliputi:
1) Kabupaten Jombang;
2) Kabupaten Nganjuk;
3) Kabupaten Ponorogo; dan
4) Kabupaten Trenggalek.
e. teh meliputi:
1) Kabupaten Malang;
2) Kabupaten Mojokerto;
3) Kabupaten Ngawi;
4) Kabupaten Pasuruan; dan
5) Kota Batu.
f. karet meliputi:
1) Kabupaten Banyuwangi.
2) Kabupaten Bondowoso; dan
3) Kabupaten Jember;
g. kakao meliputi:
1) Kabupaten Banyuwangi;
2) Kabupaten Blitar;
3) Kabupaten Jombang;
4) Kabupaten Madiun;
5) Kabupaten Malang;
6) Kabupaten Nganjuk;
7) Kabupaten Ngawi;
8) Kabupaten Pacitan;
9) Kabupaten Ponorogo; dan
10) Kabupaten Trenggalek.
h. panili meliputi:
1) Kabupaten Jombang;
2) Kabupaten
- 116 -

2) Kabupaten Malang; dan


3) Kota Batu.
i. kelapa meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Banyuwangi;
3) Kabupaten Blitar;
4) Kabupaten Bojonegoro;
5) Kabupaten Gresik;
6) Kabupaten Jember;
7) Kabupaten Kediri;
8) Kabupaten Lumajang;
9) Kabupaten Madiun;
10) Kabupaten Malang;
11) Kabupaten Nganjuk;
12) Kabupaten Ngawi;
13) Kabupaten Pacitan;
14) Kabupaten Pamekasan;
15) Kabupaten Ponorogo;
16) Kabupaten Sidoarjo;
17) Kabupaten Situbondo;
18) Kabupaten Sumenep;
19) Kabupaten Trenggalek;
20) Kabupaten Tuban; dan
21) Kabupaten Tulungagung.
j. nilam meliputi:
1) Kabupaten Blitar;
2) Kabupaten Malang; dan
3) Kabupaten Nganjuk.
(5) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan perkebunan
meliputi:
a. pemertahanan luasan lahan perkebunan saat ini;
b. peningkatan produktivitas, nilai tambah, dan daya
saing produk perkebunan;
c. pewilayahan komoditi sesuai dengan potensinya yakni
pengembangan wilayah Madura, Pantura, wilayah
tengah, dan wilayah selatan; dan
d. pengembangan
- 117 -

d. pengembangan kelembagaan kelompok tani ke arah


kelembagaan ekonomi/koperasi.

Pasal 77

(1) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 72 huruf e meliputi:
a. sentra peternakan ternak besar;
b. sentra peternakan ternak kecil; dan
c. sentra peternakan unggas dan lainnya.
(2) Sentra peternakan ternak besar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dikembangkan di wilayah:
a. kawasan sentra ternak besar meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Banyuwangi;
3) Kabupaten Blitar;
4) Kabupaten Bojonegoro;
5) Kabupaten Bondowoso;
6) Kabupaten Jember;
7) Kabupaten Jombang;
8) Kabupaten Kediri;
9) Kabupaten Lamongan;
10) Kabupaten Lumajang;
11) Kabupaten Magetan;
12) Kabupaten Malang;
13) Kabupaten Mojokerto;
14) Kabupaten Nganjuk;
15) Kabupaten Ngawi;
16) Kabupaten Pacitan;
17) Kabupaten Pamekasan;
18) Kabupaten Pasuruan;
19) Kabupaten Ponorogo;
20) Kabupaten Probolinggo;

21) Kabupaten
- 118 -

21) Kabupaten Sampang;


22) Kabupaten Situbondo;
23) Kabupaten Sumenep;
24) Kabupaten Trenggalek;
25) Kabupaten Tuban; dan
26) Kabupaten Tulungagung.
b. pengembangan sapi Madura sebagai genetik ternak asli
meliputi seluruh kabupaten di Pulau Madura.
(3) Sentra peternakan ternak kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dikembangkan di seluruh
kabupaten.
(4) Sentra peternakan unggas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. Kabupaten Blitar;
b. Kabupaten Jombang;
c. Kabupaten Kediri;
d. Kabupaten Mojokerto;
e. Kabupaten Pasuruan;
f. Kabupaten Sidoarjo; dan
g. Kabupaten Tulungagung.
(5) Pengembangan kawasan peruntukan peternakan yang
memerlukan persyaratan khusus diatur oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota masing-masing.
(6) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan peternakan
meliputi:
a. pengembangan kawasan peternakan yang mempunyai
keterkaitan dengan pusat distribusi pakan ternak dan
sektor industri pendukung lainnya;
b. pemertahanan ternak plasma nuftah sebagai potensi
daerah;
c. pengembangan kawasan peternakan diarahkan pada
pengembangan komoditas ternak unggulan;

d. kawasan
- 119 -

d. kawasan budi daya ternak yang berpotensi


menularkan penyakit dari hewan ke manusia atau
sebaliknya pada permukiman padat penduduk
ditempatkan terpisah sesuai dengan standar teknis
kawasan usaha peternakan dengan memperhatikan
kesempatan berusaha dan melindungi daerah
permukiman penduduk dari penularan penyakit hewan
menular;
e. pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakkan
serta tata niaga hewan dan produk bahan asal hewan
di kawasan perkotaan;
f. peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola
dan mengolah hasil ternak; dan
g. pengembangan kelembagaan kelompok tani ke arah
kelembagaan ekonomi/koperasi.
(7) Pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakan serta
tata niaga hewan dan produk asal hewan di kawasan
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf e
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 78

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 72 huruf f merupakan kawasan minapolitan
meliputi:
a. peruntukan perikanan tangkap;
b. peruntukan perikanan budi daya; dan
c. pengolahan dan pemasaran hasil perikanan
(2) Pengembangan kawasan peruntukan perikanan tangkap
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan komoditi utama perikanan meliputi
Tamperan di Kabupaten Pacitan, Prigi di Kabupaten
Trenggalek, Sendangbiru di Kabupaten Malang, Puger
di Kabupaten Jember, Ujungpangkah di Kabupaten
Gresik, Brondong di Kabupaten Lamongan,
Pondokmimbo di Kabupaten Situbondo, Bulu di
Kabupaten Tuban
- 120 -

Kabupaten Tuban, dan Pasongsongan di Kabupaten


Sumenep;
b. pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
meliputi Prigi di Kabupaten Trenggalek dan Brondong
di Kabupaten Lamongan;
c. pengembangan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
meliputi Muncar di Kabupaten Banyuwangi, Puger di
Kabupaten Jember, Pondokdadap di Kabupaten
Malang, Mayangan di Kota Probolinggo, Paiton di
Kabupaten Probolinggo, Lekok di Kabupaten Pasuruan,
Tamperan di Kabupaten Pacitan, dan Bawean di
Kabupaten Gresik; dan
d. pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
meliputi Pancer di Kabupaten Banyuwangi, Bulu di
Kabupaten Tuban, dan Pasongsongan di Kabupaten
Sumenep.
(3) Pengembangan kawasan peruntukan perikanan budi daya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. perikanan budi daya air payau;
b. perikanan budi daya air tawar; dan
c. perikanan budi daya air laut.
(4) Pengembangan kawasan perikanan budi daya air payau
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a yaitu:
a. komoditas perikanan air payau, meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Banyuwangi;
3) Kabupaten Blitar;
4) Kabupaten Gresik;
5) Kabupaten Jember;
6) Kabupaten Lamongan;
7) Kabupaten Lumajang;
8) Kabupaten Malang;
9) Kabupaten Pacitan;
10) Kabupaten Pamekasan;
11) Kabupaten Pasuruan;
12) Kabupaten
- 121 -

12) Kabupaten Probolinggo;


13) Kabupaten Sampang;
14) Kabupaten Sidoarjo;
15) Kabupaten Situbondo;
16) Kabupaten Sumenep;
17) Kabupaten Trenggalek;
18) Kabupaten Tuban;
19) Kabupaten Tulungagung;
20) Kota Pasuruan;
21) Kota Probolinggo; dan
22) Kota Surabaya.
b. komoditas garam, meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Gresik;
3) Kabupaten Lamongan;
4) Kabupaten Pamekasan;
5) Kabupaten Pasuruan;
6) Kabupaten Probolinggo;
7) Kabupaten Sampang;
8) Kabupaten Sumenep;
9) Kabupaten Tuban;
10) Kota Pasuruan; dan
11) Kota Surabaya.
(5) Pengembangan kawasan perikanan budi daya air tawar
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dibagi
berdasarkan:
a. komoditas ikan konsumsi; dan
b. komoditas ikan hias.
(6) Pengembangan kawasan perikanan budi daya air tawar
untuk budi daya komoditas ikan konsumsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf a dikembangkan di seluruh
kabupaten/kota.
(7) Pengembangan
- 122 -

(7) Pengembangan kawasan perikanan budi daya air tawar


untuk budi daya komoditas ikan hias sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf b dikembangkan di wilayah:
a. Kabupaten Blitar;
b. Kabupaten Kediri;
c. Kabupaten Tulungagung; dan
d. Kota Kediri.
(8) Pengembangan kawasan perikanan budi daya air laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Gresik;
e. Kabupaten Jember;
f. Kabupaten Lamongan;
g. Kabupaten Lumajang;
h. Kabupaten Malang;
i. Kabupaten Pacitan;
j. Kabupaten Pamekasan;
k. Kabupaten Pasuruan;
l. Kabupaten Probolinggo;
m. Kabupaten Sampang;
n. Kabupaten Situbondo;
o. Kabupaten Sumenep;
p. Kabupaten Trenggalek;
q. Kabupaten Tuban; dan
r. Kabupaten Tulungagung.
(9) Pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi;
b. Kabupaten Blitar;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kabupaten Lamongan;
e. Kabupaten Malang;
f. Kabupaten Pacitan;
g. Kabupaten
- 123 -

g. Kabupaten Pasuruan;
h. Kabupaten Sidoarjo;
i. Kabupaten Sumenep;
j. Kabupaten Trenggalek;
k. Kabupaten Tuban; dan
l. Kota Probolinggo.
(10) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan perikanan
meliputi:
a. pemertahanan, perehabilitasian, dan perevitalisasian
tanaman bakau/mangrove dan terumbu karang;
b. pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budi
daya;
c. penjagaan kelestarian sumber daya air terhadap
pencemaran limbah industri;
d. pengendalian pemanfaatan sumber daya di wilayah
pesisir melalui penetapan rencana pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil;
e. pengembangan sarana dan prasarana pendukung
perikanan;
f. peningkatan nilai ekonomi perikanan dengan
meningkatkan pengolahan dan pemasaran hasil
perikanan;
g. pengembangan kelembagaan kelompok nelayan ke
arah kelembagaan ekonomi/koperasi.
h. pemertahanan luasan dan sebaran kawasan tambak
garam agar tidak berubah fungsi;
i. pembukaan peluang pengembangan tambak garam
baru dalam rangka meningkatkan produksi garam dan
membuka peluang investasi;
j. pengembangan teknologi dalam rangka meningkatkan
kuantitas dan kualitas produksi garam; dan
k. pengembangan kawasan tambak garam dengan
mempertimbangkan aspek lingkungan hidup yang
keberlanjutan.

Pasal 79
- 124 -

Pasal 79

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 71 huruf g meliputi:
a. pertambangan mineral;
b. pertambangan minyak dan gas bumi; dan
c. pertambangan panas bumi.
(2) Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. pertambangan mineral logam;
b. pertambangan mineral bukan logam; dan
c. pertambangan batuan.
(3) Pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi;
b. Kabupaten Blitar;
c. Kabupaten Jember;
d. Kabupaten Lumajang;
e. Kabupaten Malang;
f. Kabupaten Pacitan;
g. Kabupaten Trenggalek; dan
h. Kabupaten Tulungagung.
(4) Pertambangan mineral bukan logam sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b tersebar di seluruh
wilayah kabupaten.
(5) Pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c tersebar di seluruh wilayah kabupaten.
(6) Pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Bojonegoro;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kabupaten Jombang;
e. Kabupaten Lamongan;
f. Kabupaten Mojokerto;
g. Kabupaten
- 125 -

g. Kabupaten Nganjuk;
h. Kabupaten Pamekasan;
i. Kabupaten Sampang;
j. Kabupaten Sidoarjo;
k. Kabupaten Sumenep;
l. Kabupaten Tuban; dan
m. Kota Surabaya.
(7) Pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. Argopuro di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten
Jember, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten
Situbondo;
b. Belawan-Ijen di Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten
Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo;
c. Cangar dan Songgoriti di Kabupaten Malang dan Kota
Batu;
d. Gunung Arjuno-Welirang di Kabupaten Malang,
Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Pasuruan;
e. Gunung Lawu di Kabupaten Magetan;
f. Gunung Pandan di Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten
Madiun, dan Kabupaten Nganjuk;
g. Melati dan Arjosari di Kabupaten Pacitan;
h. Telaga Ngebel di Kabupaten Madiun dan Kabupaten
Ponorogo;
i. Tiris (Gunung Lamongan) di Kabupaten Lumajang dan
Kabupaten Probolinggo; dan
j. Tirtosari di Kabupaten Sumenep.
(8) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan pertambangan
meliputi:
a. pengembangan kawasan pertambangan dengan
mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi
geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan
kelestarian lingkungan;
b. pengelolaan kawasan bekas penambangan sebagai
kawasan hijau atau kegiatan budi daya lainnya dengan
tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan
hidup; dan
c. penyimpanan
- 126 -

c. penyimpanan dan pengamanan lapisan tanah atas (top


soil) terhadap setiap kegiatan usaha pertambangan
untuk keperluan rehabilitasi dan/atau reklamasi lahan
bekas penambangan.

Pasal 80

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 72 huruf h direncanakan dengan luas
sekurang-kurangnya 69.288,52 Ha meliputi:
a. kawasan industri;
b. kawasan peruntukan industri di luar kawasan
industri; dan
c. sentra industri.
(2) Kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a berada di seluruh wilayah kabupaten/kota di
Jawa Timur dengan prioritas pengembangan meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kabupaten Jombang;
e. Kabupaten Lamongan;
f. Kabupaten Malang;
g. Kabupaten Mojokerto;
h. Kabupaten Pasuruan;
i. Kabupaten Probolinggo;
j. Kabupaten Sidoarjo;
k. Kabupaten Tuban;
l. Kota Madiun; dan
m. Kota Surabaya.
(3) Kawasan peruntukan industri di luar kawasan industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Bojonegoro;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kabupaten
- 127 -

d. Kabupaten Jember;
e. Kabupaten Jombang;
f. Kabupaten Lamongan;
g. Kabupaten Madiun;
h. Kabupaten Malang;
i. Kabupaten Mojokerto;
j. Kabupaten Nganjuk;
k. Kabupaten Ngawi;
l. Kabupaten Pasuruan;
m. Kabupaten Probolinggo;
n. Kabupaten Sidoarjo;
o. Kabupaten Situbondo;
p. Kabupaten Tuban;
q. Kota Kediri;
r. Kota Madiun; dan
s. Kota Surabaya.
(4) Sentra industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c direncanakan di seluruh kabupaten/kota.
(5) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan industri
meliputi:
a. pengembangan kawasan peruntukan industri yang
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekologis
dan tidak dilakukan pada lahan produktif;
b. pengembangan kawasan peruntukan industri yang
harus didukung oleh adanya jalur hijau sebagai
penyangga antarfungsi kawasan;
c. pengembangan kawasan peruntukan industri yang
terletak pada sepanjang jalan arteri atau kolektor yang
harus dilengkapi dengan jalan pengantar (frontage
road) untuk kelancaran aksesibilitas;
d. pengembangan kegiatan industri yang harus didukung
oleh sarana dan prasarana industri;
e. pengelolaan kegiatan industri yang dilakukan dengan
mempertimbangkan keterkaitan proses produksi mulai
dari industri dasar/hulu dan industri hilir serta
industri antara yang dibentuk berdasarkan
pertimbangan efisiensi biaya produksi, biaya
keseimbangan lingkungan
- 128 -

keseimbangan lingkungan, dan biaya aktivitas sosial;


f. setiap kegiatan industri yang harus dilengkapi dengan
upaya pengelolaan terhadap kemungkinan adanya
bencana industri; dan
g. relokasi industri yang terkena dampak bencana
lumpur Sidoarjo dan infrastruktur yang
dibutuhkannya ke arah barat menjauhi semburan
lumpur, khususnya di sebelah utara Sungai Porong
yang merupakan batas Kabupaten Sidoarjo dan
Kabupaten Pasuruan.

Pasal 81

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 72 huruf i meliputi:
a. daya tarik wisata alam;
b. daya tarik wisata budaya; dan
c. daya tarik wisata hasil buatan manusia.
(2) Daya tarik wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. Air Terjun Dlundung di Kabupaten Mojokerto;
b. Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di
Kabupaten Nganjuk;
c. Air Terjun Madakaripura, Bromo-Ngadisari, dan Pantai
Bentar di Kabupaten Probolinggo;
d. Air Terjun Watu Ondo di perbatasan Kabupaten
Mojokerto dan Kota Batu;
e. Api Abadi di Kabupaten Pamekasan;
f. Arak-Arak di Kabupaten Bondowoso;
g. Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, dan Pantai
Teleng Ria di Kabupaten Pacitan;
h. Bukit Bededung dan Pantai Pasir Putih di Kabupaten
Situbondo;
i. Coban Glotak, Pantai Balekambang, dan Pantai Ngliyep
di Kabupaten Malang;
j. Danau Kastoba dan Pantai Labuhan di Pulau Bawean
Kabupaten Gresik;
k. Grajagan
- 129 -

k. Grajagan, Pantai Plengkung, Pantai Sukamade, dan


Kawah Ijen di Kabupaten Banyuwangi;
l. Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta
Jualita di Kabupaten Trenggalek;
m. Gua Maharani dan Pantai Tanjung Kodok di
Kabupaten Lamongan;
n. Gunung Kelud di Kabupaten Blitar dan Kabupaten
Kediri;
o. Gunung Wilis di Kabupaten Kediri, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten
Trenggalek, dan Kabupaten Tulungagung;
p. Hutan Bambu, Pantai Watu Godeg, Ranu Bedali, Ranu
Klakah, dan Ranu Pane di Kabupaten Lumajang;
q. Hutan Surya, Pemandian Talun, dan Waduk Pondok di
Kabupaten Ngawi;
r. Kakek Bodo di Kabupaten Pasuruan;
s. Kayangan di Kabupaten Bojonegoro;
t. Kawah ijen di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten
Bondowoso;
u. Pantai Lombang dan Pantai Slopeng di Kabupaten
Sumenep;
v. Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;
w. Pantai Rongkang di Kabupaten Bangkalan;
x. Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;
y. Pemandian Air Panas Cangar Tahura R. Soerjo di Kota
Batu;
z. Tahura R. Soeryo di Kabupaten Jombang, Kabupaten
Malang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan,
dan Kota Batu;
aa. Taman Nasional Bromo–Tengger–Semeru (BTS) di
Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten
Pasuruan, dan Kabupaten Probolinggo;
bb. Telaga Ngebel dan Tirto Manggolo di Kabupaten
Ponorogo; dan
cc. Telaga Sarangan di Kabupaten Magetan.
(3) Daya tarik wisata budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. Asta
- 130 -

a. Asta Yusuf, Asta Tinggi, Keraton, Masjid Agung, dan


Museum di Kabupaten Sumenep;
b. Candi Jabung di Kabupaten Malang;
c. Candi Jabung Tirto di Kabupaten Probolinggo;
d. Candi Penampihan di Kabupaten Tulungagung;
e. Candi Penataran di Kabupaten Blitar;
f. Gereja Poh Sarang dan Petilasan Jayabaya di
Kabupaten Kediri;
g. Gua Akbar, Makam Bekti Harjo, Makam Ibrahim
Asmorokondi, dan Makam Sunan Bonang di
Kabupaten Tuban;
h. Kompleks Makam K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wachid
Hasyim, Gus Dur, dan Sayid Sulaiman di Kabupaten
Jombang;
i. Makam Aer Mata Ebu di Kabupaten Bangkalan;
j. Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo;
k. Makam Proklamator Bung Karno di Kota Blitar;
l. Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang;
m. Makam Sunan Ampel dan Mbah Bungkul di Kota
Surabaya;
n. Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan;
o. Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim,
dan Fatimah Binti Maemun di Kabupaten Gresik;
p. Makam Troloyo di Kabupaten Mojokerto;
q. Pura Mandara Giri Semeru Agung di Kabupaten
Lumajang; dan
r. Situs Peninggalan Budaya Majapahit di Kabupaten
Mojokerto.
(4) Daya tarik wisata hasil buatan manusia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Bendungan Widas dan Taman Umbul di Kabupaten
Madiun;
b. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) di
Kabupaten Bangkalan dan Kota Surabaya;
c. Kebun Binatang Surabaya di Kota Surabaya;
d. Kebun
- 131 -

d. Kebun Raya Purwodadi dan Pemandian Banyubiru di


Kabupaten Pasuruan;
e. Kolam Renang Ubalan di Kabupaten Mojokerto;
f. Pemandian Blambangan, Pemandian Kebon Agung,
dan Pemandian Petemon di Kabupaten Jember;
g. Pemandian Talun dan Waduk Pondok di Kabupaten
Ngawi;
h. Sumber Boto dan Tirta Wisata di Kabupaten Jombang;
i. Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal, dan Tirtosari
di Kabupaten Magetan;
j. Taman Safari di Kabupaten Pasuruan;
k. Taman Sengkaling dan Waduk Selorejo di Kabupaten
Malang;
l. Taman Suruh di Kabupaten Banyuwangi;
m. Ubalan Kalasan di Kabupaten Kediri;
n. Waduk Gondang dan Wisata Bahari Lamongan (WBL)
di Kabupaten Lamongan; dan
o. Waduk Wonorejo di Kabupaten Tulungagung.
(5) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan pariwisata
meliputi:
a. pelengkapan sarana dan prasarana pariwisata sesuai
dengan kebutuhan, rencana pengembangan, dan
tingkat pelayanan setiap kawasan daya tarik wisata;
b. penguatan sinergitas daya tarik wisata unggulan dalam
bentuk koridor pariwisata;
c. pengembangan daya tarik wisata baru di destinasi
pariwisata yang belum berkembang kepariwisataannya;
dan
d. pengembangan pemasaran pariwisata melalui
pengembangan pasar wisatawan, citra destinasi wisata,
kemitraan pemasaran pariwisata, dan perwakilan
promosi pariwisata.
(6) Rencana pengembangan koridor pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf b terdiri atas:
a. Jalur Pengembangan Koridor A;
b. Jalur Pengembangan Koridor B;
c. Jalur
- 132 -

c. Jalur Pengembangan Koridor C; dan


d. Jalur Pengembangan Koridor D.
(7) Jalur pengembangan koridor A sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf a meliputi:
a. Api Abadi di Kabupaten Pamekasan;
b. Asta Yusuf, Asta Tinggi, Keraton, Museum, Pantai
Lombang, dan Pantai Slopeng di Kabupaten Sumenep;
c. Gua Akbar, Makam Bekti Harjo, Makam Ibrahim
Asmorokondi, dan Makam Sunan Bonang di
Kabupaten Tuban;
d. Gua Maharani, Makam Sunan Drajat, Pantai Tanjung
Kodok, Waduk Gondang, dan Wisata Bahari Lamongan
(WBL) di Kabupaten Lamongan;
e. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS), Kebun
Binatang Surabaya, dan Makam Sunan Ampel di Kota
Surabaya;
f. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS), Makam
Aer Mata Ebu, dan Pantai Rongkang di Kabupaten
Bangkalan;
g. Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim,
dan Fatimah Binti Maemun di Kabupaten Gresik; dan
h. Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang.
(8) Jalur pengembangan koridor B sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf b meliputi:
a. Air Terjun Dlundung, Candi Tikus, dan Kolam Renang
Ubalan di Kabupaten Mojokerto;
b. Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di
Kabupaten Nganjuk;
c. Bendungan Widas dan Taman Umbul di Kabupaten
Madiun;
d. Hutan Surya, Pemandian Talun, dan Waduk Pondok di
Kabupaten Ngawi;
e. Sumber Boto dan Tirta Wisata di Kabupaten Jombang;
f. Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal, Telaga
Sarangan, dan Tirtosari di Kabupaten Magetan; dan
g. Kota Surabaya.
(9) Jalur
- 133 -

(9) Jalur pengembangan koridor C sebagaimana dimaksud


pada ayat (6) huruf c meliputi:
a. Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, dan Pantai
Teleng Ria di Kabupaten Pacitan;
b. Candi Penampihan dan Pantai Popoh di Kabupaten
Tulungagung;
c. Candi Penataran di Kabupaten Blitar;
d. Coban Glotak, Pantai Balekambang, Pantai Ngliyep,
Taman Sengkaling, dan Waduk Selorejo di Kabupaten
Malang;
e. Gereja Poh Sarang, Petilasan Jayabaya, dan Ubalan
Kalasan di Kabupaten Kediri;
f. Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta
Jualita di Kabupaten Trenggalek;
g. Makam Batoro Katong, Telaga Ngebel, dan Tirto
Manggolo di Kabupaten Ponorogo;
h. Makam Proklamator Bung Karno di Kota Blitar; dan
i. Kota Malang.
(10) Jalur pengembangan koridor D sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf d meliputi:
a. Arak-Arak, Bukit Bededung, dan Pantai Pasir Putih di
Kabupaten Situbondo;
b. Bromo-Ngadisan, Candi Jabung Tirto, dan Pantai
Bentar di Kabupaten Probolinggo;
c. Grajagan, Kawah Ijen, Pantai Plengkung, Pantai
Sukamade, dan Taman Suruh di Kabupaten
Banyuwangi;
d. Gunung Bromo, Kakek Bodo, Kebun Raya Purwodadi,
Pemandian Banyubiru, dan Taman Safari di Kabupaten
Pasuruan;
e. Hutan Bambu, Pantai Watu Godeg, Pura Mandara Giri
Semeru Agung, Ranu Bedali, Ranu Klakah, dan Ranu
Pane di Kabupaten Lumajang; dan
f. Pantai Watu Ulo, Pemandian Blambangan, Pemandian
Kebon Agung, dan Pemandian Petemon di Kabupaten
Jember.
(11) Penetapan
- 134 -

(11) Penetapan pusat pelayanan koridor wisata meliputi:


a. Jalur pengembangan koridor A dengan pusat
pelayanan wisata di Kabupaten Tuban dan Kota
Surabaya;
b. Jalur pengembangan koridor B dengan pusat
pelayanan di Kabupaten Magetan dan Kota Surabaya;
c. Jalur pengembangan koridor C dengan pusat
pelayanan di Kabupaten Pacitan dan Kota Malang; dan
d. Jalur pengembangan koridor D dengan pusat
pelayanan di Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten
Situbondo, dan Kota Probolinggo.

Pasal 82

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 71 huruf j meliputi:
a. permukiman perdesaan; dan
b. permukiman perkotaan.
(2) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a direncanakan tersebar di seluruh
kawasan perdesaan.
(3) Arahan pengelolaan kawasan permukiman perdesaan
meliputi:
a. pengelompokan lokasi permukiman perdesaan yang
sudah ada;
b. pengembangan permukiman perdesaan sedapat
mungkin menghindari terjadinya alih fungsi lahan
produktif;
c. Penanganan kawasan permukiman kumuh di
perdesaan melalui perbaikan rumah tidak layak huni;
dan
d. penataan kawasan permukiman perdesaan melalui
konsolidasi tanah.
(4) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b direncanakan tersebar di seluruh
kawasan perkotaan.
(5) Arahan
- 135 -

(5) Arahan pengelolaan kawasan permukiman perkotaan


meliputi:
a. pengaturan perkembangan pembangunan permukiman
perkotaan baru;
b. pengembangan permukiman perkotaan dengan
memperhitungkan daya tampung perkembangan
penduduk, sarana, dan prasarana yang dibutuhkan;
c. penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan
dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun;
dan
d. penataan kawasan permukiman perkotaan melalui
konsolidasi tanah.
(6) Rencana pengembangan kawasan permukiman yang
terkait dengan pengembangan industri, pertambangan,
pelabuhan, perdagangan, pariwisata, sekitar gerbang jalan
bebas hambatan, dan kawasan rawan bencana diatur
lebih lanjut dalam rencana tata ruang yang lebih rinci.

Pasal 83

(1) Peruntukan kawasan budi daya lainnya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 72 huruf k, yaitu kawasan
pertahanan dan keamanan terdiri atas:
a. TNI AD meliputi:
1) Kodam V Brawijaya beserta Badan Pelaksananya
serta Satuan Jajaran Kodam;
2) Brigif – 16 Wirayudha di Mojoroto Kediri;
3) daerah latihan militer Rindam V/BRWJ: Blitar,
Lodoyo, dan Suruh Wadang;
4) daerah latihan militer Dodilatpur: Panarukan,
Situbondo, Bondowoso, Sumbergading, Asembagus,
Tanjung Sumber Batok, Blawan, Bajulmati,
Tamanan, Gunung Raung, Sumber Jati, Kalibaru,
Gunung Merapi, P. Tabacan, Rogojampi, dan
Banyuwangi;
5) daerah latihan militer Dodik Secaba: Jember Utara,
Jember Selatan, Sumber Jati, Tamanan, dan
Durung;
6) daerah
- 136 -

6) daerah latihan militer Dodikjur: Kepanjen, Turen,


dan Tumpang;
7) daerah latihan militer Dodik Secata: Magetan,
Gunung Lawu, dan Madiun;
8) daerah latihan militer Yonif-500/R: Mojosari,
Mojokerto, Gunung Arjuno, Mojoagung, dan
Pasuruan;
9) daerah latihan militer Yonif-511/DY: Blitar, Wlingi,
Pujon, dan Lodoyo;
10) daerah latihan militer Yonif-512/QY: Kepanjen,
Turen, dan Tumpang;
11) daerah latihan militer Yonif-516/BY: Gunung Sari,
Ujung Pangkah, Driyorejo, dan Wonorejo;
12) daerah latihan militer Yonif-521/DY: Gunung
Klotok Desa Kasijen Kecamatan Banyakan
Kabupaten Kediri, dan Desa Parang Kecamatan
Grogol Kabupaten Kediri;
13) daerah latihan militer Yonif-512: Semen Gresik
Desa Palang Kecamatan Palang Kabupaten Tuban;
14) daerah latihan militer Yonkav-3/Serbu: Gunung
Unpuk Kecamatan Malang, Dawar Blandong
Mojokerto, Bedali Lawang, Pandanwangi Lumajang,
dan Sumber Manjing Kabupaten Malang;
15) daerah latihan militer Yonarmed-1/105: Bedali
Lawang, Purwasari, Godang Wetan, dan Pasuruan;
16) daerah latihan militer Yonhamudse-8: Sidoarjo,
Pandanwangi, dan Lumajang;
17) daerah latihan militer Yonzipur-5/ABW: Kepanjen,
Gunung Kawi, Pagat, Turen, dan Gunung Pegan;
18) daerah militer, Konstrad Div-2: Kecamatan Kemlagi
Jetis Kabupaten Mojokerto;
19) daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Asem Bagus
Situbondo, Pandanwangi Lumajang, Seputih
Jember, Klucing Bondowoso, Kali Tengah Tanggul
Jember, Kotakan Situbondo, Curanpoh Bondowoso,
Arak-Arak Besuki dan Silosanen Jember;
20) daerah latihan militer, Kostrad Div-2:Gunung
Payung, Warak Komplek, Tuntang Komplek dan
Kedung Ombo Komplek;

21) daerah
- 137 -

21) daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Jabung


Malang, Gunung Buring Malang, Pandanwangi
Lumajang, dan Gunung Arjuna Malang;
22) daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Secaba
Rindam V/BRW Sukorejo, Panyangan Ambulu
Jember, Pandanwangi Lumajang, Asembagus
Situbondo, Damar, Lantangan, Wuluhan dan Lap
Ambulu Jember;
23) daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Lap.
Yonarmed 12 Ngawi, Lapbak Ngantru Kodim Ngawi,
Pandanwangi Lumajang, dan Ngawi sekitarnya;
24) daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Asembagus
Kabupaten Situbondo, Grati Kabupaten Pasuruan,
dan Pantai Pandanwangi Lumajang;
25) daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Tumpang-
Wajak, Jabung, Trajeng-Sidorejo, dan Busu
Kabupaten Malang; dan
26) Daerah Latihan Yonif – 527 / BY di Lumajang.
b. TNI AL meliputi:
1) instalasi militer: Koarmatim dan Ujung di Kota
Surabaya;
2) instalasi militer: Lanmar di Kota Surabaya;
3) instalasi militer: Lanudal Juanda di Kabupaten
Sidoarjo;
4) instalasi militer: Fasharkan di Kota Surabaya;
5) instalasi militer: Fasharkan Batu Poron di
Kabupaten Bangkalan;
6) instalasi militer: Lanal di Kabupaten Banyuwangi;
7) instalasi militer: Posal Muncar di Kabupaten
Banyuwangi;
8) instalasi militer: Posal Pancer di Kabupaten
Banyuwangi;
9) instalasi militer: Posal Paiton di Kabupaten
Probolinggo;
10) instalasi militer: Lanal Sumenep/Batuporon di
Kabupaten Bangkalan;
11) instalasi militer: Posal Pagerungan di Kabupaten
Sumenep;
12) instalasi militer: Lanal Malang di Kabupaten
Malang;
13) instalasi
- 138 -

13) instalasi militer: Posal Sendang Biru di Kabupaten


Malang;
14) daerah latihan militer: Grati di Kabupaten
Pasuruan;
15) daerah latihan militer: Paiton (Sukodadi) di
Kabupaten Probolinggo;
16) daerah latihan militer (kobangdikal): Sumber Anyar
di Kabupaten Probolinggo;
17) daerah latihan militer: Laut Jawa;
18) daerah latihan militer: Puslatpur Baluran di
Kabupaten Situbondo;
19) daerah latihan militer: Purboyo di Kabupaten
Malang;
20) daerah latihan militer: Gunung Bentar di
Kabupaten Probolinggo;
21) daerah latihan militer: Selogiri di Kabupaten
Banyuwangi;
22) daerah latihan militer: Lampon di Kabupaten
Banyuwangi;
23) daerah latihan militer: Wringinanom Asembagus di
Kabupaten Situbondo;
24) daerah latihan militer: Tanjung Jangkar di
Kabupaten Situbondo;
25) daerah latihan militer: Bancar di Kabupaten Tuban;
dan
26) daerah latihan militer (uji coba senjata dan
amunisi): Pengpanjung Modung di Kabupaten
Bangkalan.
c. TNI AU meliputi:
1) Lanud Iswahyudi di Magetan beserta jajarannya;
2) Lanud Abdurrahman Saleh di Malang beserta
jajarannya;
3) instalasi militer Pangkalan Kecamatan Maospati
Kabupaten Magetan;
4) instalasi militer Pangkalan Desa Keldokan
Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan;
5) instalasi militer Pemancar Desa Karang Rejo
Kecamatan Karang Rejo Kabupaten Magetan;
6) instalasi militer Gudang Ammo 60 Desa Nitikan
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan;
7) instalasi
- 139 -

7) instalasi militer Poliklinik Teratai Desa Kejoran


Kecamatan Taman Kabupaten Madiun;
8) instalasi militer Pangkalan/Lanud Pacitan Desa
Sidoharjo Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan;
9) instalasi militer Demolisi Desa Poko Kecamatan
Pringkuku Kabupaten Pacitan;
10) instalasi militer AWR Pulung Desa Suren
Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo;
11) instalasi militer Gudang Amunisi Desa Kaliwono
Kecamatan Kedung Gelar Kabupaten Ngawi;
12) instalasi militer AWR Pulung Desa Kaponan
Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo;
13) instalasi militer Gudang Amunisi Desa Nitikan
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan;
14) instalasi militer Gudang Bom Desa Nitikan
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan;
15) instalasi militer Desa Durenan Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan;
16) instalasi militer Pelepasan Tekanan Air Desa
Tambran Kecamatan Tambran Kabupaten Magetan;
17) instalasi militer Pangkalan Desa Dengkol
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang;
18) instalasi militer Pangkalan Desa Gunung Jati
Kecamatan Jabung Kabupaten Malang;
19) instalasi militer Lapangan Apel Desa Sapto Renggo
Kecamatan Pakis Kabupaten Malang;
20) instalasi militer Air Stip Hellyped Desa Ngrancah
Senggren Kecamatan Sumber Pucung Kabupaten
Malang;
21) instalasi militer Air Strip Desa Ponggok Pojok
Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar;
22) instalasi militer Gudang Ammo Desa Gunung Jati
Kecamatan Jabung Kabupaten Malang;
23) instalasi militer NDB Desa Kali Rejo Kecamatan
Lawang Kabupaten Malang;
24) instalasi militer Sumber Air Desa Kemiri
Kecamatan Jabung Pucung Kabupaten Malang;
25) instalasi
- 140 -

25) instalasi militer Sumber Air Desa Lowok Baru


Kecamatan Lowok Baru Kabupaten Malang;
26) instalasi militer Sumber Air Desa Kedung Salam
Kecamatan Donomulyo Baru Kabupaten Malang;
27) instalasi militer Satrat 252 Desa Ngliyep Kecamatan
Donomulyo Kabupaten Malang;
28) instalasi militer AWR Desa Pandan Wangi
Kecamatan Tempeh Kabupaten Lumajang;
29) instalasi militer Pelepasan Tekanan Air Desa
Tawang Anom Kecamatan Tawang Anom
Kabupaten Magetan;
30) instalasi militer Pelepasan Tekanan Air Desa
Kalang Kecamatan Kalang Kabupaten Magetan;
31) instalasi militer Pelepasan Tekanan Air Desa
Sidorejo Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan;
dan
32) instalasi militer Pro Air Bersih Desa Pancalan
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
(2) Pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan di
luar dari yang telah disebutkan dapat diakomodasi lebih
lanjut di kabupaten/kota.
(3) Arahan pengelolaan peruntukan kawasan pertahanan
keamanan meliputi:
a. pembatasan antara lahan terbangun di sekitar
kawasan pertahanan keamanan dengan kawasan
lainnya yang belum terbangun sehingga diperoleh
batas yang jelas dalam pengelolaannya;
b. pemberian hak pengelolaan kepada masyarakat atau
pemerintah berdasarkan kerja sama; dan
c. pemanfaatan kawasan pertahanan keamanan
dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan.

Paragraf 2
- 141 -

Paragraf 2
Rencana Kawasan Andalan

Pasal 84

(1) Rencana penetapan kawasan andalan terdiri atas:


a. kawasan andalan darat; dan
b. kawasan andalan laut.
(2) Kawasan andalan darat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. Kawasan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya,
Sidoarjo, dan Lamongan (Gerbangkertosusila) dengan
sektor unggulan pertanian, perikanan, industri, dan
pariwisata;
b. Kawasan Malang dan sekitarnya dengan sektor
unggulan pertanian, perikanan, industri, perkebunan,
dan pariwisata;
c. Kawasan Probolinggo-Pasuruan-Lumajang dengan
sektor unggulan pertanian, industri, pertambangan,
perkebunan, pariwisata, dan perikanan;
d. Kawasan Tuban-Bojonegoro dengan sektor unggulan
pariwisata, industri, perkebunan, pertanian,
perikanan, dan pertambangan;
e. Kawasan Kediri-Tulungagung-Blitar dengan sektor
unggulan pertanian, perkebunan, industri, perikanan,
dan pariwisata;
f. Kawasan Situbondo-Bondowoso-Jember dengan sektor
unggulan perkebunan, pertanian, industri, pariwisata,
dan perikanan laut;
g. Kawasan Madiun dan sekitarnya dengan sektor
unggulan pertanian, industri, perikanan, perkebunan,
dan pariwisata;
h. Kawasan Banyuwangi dan sekitarnya dengan sektor
unggulan perikanan dan pertanian; dan
i. Kawasan Madura dan Kepulauan dengan sektor
unggulan pertanian, perkebunan, industri, pariwisata,
dan perikanan.
(3) Kawasan
- 142 -

(3) Kawasan andalan laut sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf b yakni Kawasan Andalan Laut Madura dan
sekitarnya dengan sektor unggulan perikanan,
pertambangan, dan pariwisata.

Bagian Keempat
Rencana Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 85

(1) Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana


dimaksud pada Pasal 49 ayat (1) huruf c berupa kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil di seluruh wilayah Jawa
Timur.
(2) Arahan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
dilakukan dengan:
a. membatasi pengembangan kawasan terbangun pada
kawasan perlindungan ekosistem; dan
b. mengembangkan kegiatan budi daya yang bersinergi
dengan potensi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3) Perencanaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil diatur
dalam peraturan daerah tersendiri.

BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS PROVINSI JAWA TIMUR

Pasal 86

(1) Kawasan strategis di wilayah provinsi meliputi:


a. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan
dan keamanan;
c. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan
budaya;
d. kawasan strategis dari sudut kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi
tinggi; dan
e. Kawasan
- 143 -

e. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan


daya dukung lingkungan.
(2) Rencana kawasan strategis wilayah provinsi digambarkan
dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:250.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan
daerah ini.

Pasal 87

Rencana pengembangan kawasan strategis dari sudut


kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86
ayat (1) huruf a meliputi:
a. rencana kawasan strategis yang berada dalam lingkup
pengelolaan pemerintah pusat yaitu kawasan
Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto,
Surabaya, Sidoarjo, Lamongan) sebagai KSN.
b. rencana kawasan strategis yang berada dalam lingkup
pengelolaan Pemerintah Daerah Provinsi sebagai KSP
meliputi:
1) kawasan industri berteknologi tinggi Surabaya
Industrial Estate Rungkut (SIER) di Kota Surabaya dan
Berbek di Kabupaten Sidoarjo;
2) kawasan ekonomi unggulan terdiri atas LIS (Lamongan
Integrated Shorebase) dan sekitarnya di Kabupaten
Lamongan, Pelabuhan Tanjung Bulupandan dan
sekitarnya di Kabupaten Bangkalan, Pelabuhan
Sendang Biru dan sekitarnya di Kabupaten Malang,
Pelabuhan Teluk Lamong dan sekitarnya di Kabupaten
Gresik dan Kota Surabaya, dan Industri Perhiasan
Gemopolis di Kabupaten Sidoarjo;

3) kawasan
- 144 -

3) kawasan agropolitan regional yang terdiri atas Sistem


Agropolitan Wilis (meliputi Kabupaten Madiun,
Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Ponorogo, dan Kota Madiun),
Sistem Agropolitan Bromo-Tengger-Semeru (meliputi
Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten
Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten
Sidoarjo), Sistem Agropolitan Ijen (meliputi Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten
Jember, dan Kabupaten Situbondo), dan Sistem
Agropolitan Kepulauan Madura (meliputi Kabupaten
Bangkalan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten
Sampang, Kabupaten Sumenep);
4) kawasan agroindustri, yaitu Agroindustri Gelang
(Gresik dan Lamongan) Utara;
5) kawasan koridor metropolitan meliputi Kawasan Kaki
Jembatan Suramadu di Kabupaten Bangkalan,
Kawasan Kaki Jembatan Suramadu di Kota Surabaya,
kawasan pusat bisnis Kota Surabaya, kawasan
industri berteknologi tinggi di Kota Surabaya dan
Kabupaten Sidoarjo, Kawasan Industri Gempol di
Kabupaten Pasuruan, Kawasan Komersial Lawang di
Kabupaten Malang dan perkotaan Malang, kawasan
pusat bisnis Kota Malang, dan pusat pariwisata di Kota
Batu;
6) Kawasan perbatasan antarprovinsi, yaitu Provinsi
Jawa Timur-Jawa Tengah-DI Yogyakarta dilakukan
melalui kerja sama regional meliputi Ratubangnegoro
(Kabupaten Blora, Kabupaten Tuban, Kabupaten
Rembang, dan Kabupaten Bojonegoro),
Karismapawirogo (Kabupaten Karanganyar, Kabupaten
Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Magetan,
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten
Ponorogo), Pawonsari (Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri, dan Kabupaten Wonosari), dan Golekpawon
(Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek,
Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Wonogiri);
7) Kawasan
- 145 -

7) Kawasan perbatasan antarkabupaten/kota meliputi


Gerbangkertosusila (GKS) dan segitiga emas
pertumbuhan Tuban–Lamongan-Bojonegoro; dan
8) Kawasan tertinggal berupa kabupaten/kota dengan
keberadaan desa-desa tertinggal yang di dalamnya
memiliki pengaruh signifikan terhadap pemerataan
dan pertumbuhan ekonomi wilayah kota/kabupaten
dan provinsi yang penyebarannya meliputi Kabupaten
Bangkalan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten
Pamekasan, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten
Situbondo.

Pasal 88

Rencana pengembangan kawasan strategis dari sudut


kepentingan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf b yaitu rencana
kawasan strategis yang berada dalam lingkup pengelolaan
pemerintah pusat sebagai KSN, berupa kawasan perbatasan
negara pulau kecil terluar yang berhadapan dengan laut lepas
meliputi:
a. Pulau Barung di Kecamatan Gumukmas Kabupaten
Jember dengan luas sekurang-kurangnya 8.008,83 Ha;
b. Pulau Panehan di Kecamatan Munjungan Kabupaten
Trenggalek dengan luas sekurang-kurangnya 15,55 Ha;
dan
c. Pulau Sekel di Kecamatan Munjungan Kabupaten
Trenggalek dengan luas sekurang-kurangnya 14,11 Ha.

Pasal 89

Rencana pengembangan kawasan strategis dari sudut


kepentingan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud pada
Pasal 86 ayat (1) huruf c yang berada dalam lingkup
pengelolaan Pemerintah Daerah Provinsi sebagai KSP meliputi:
a. Majapahit Park di Kabupaten Mojokerto; dan
b. Bromo
- 146 -

b. Bromo-Tengger-Semeru beserta pemukiman adat suku


Tengger di Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang,
Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Probolinggo.

Pasal 90

Rencana pengembangan kawasan strategis dari sudut


kepentingan pendayagunaan Sumber Daya Alam dan/atau
kepentingan teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada
Pasal 86 ayat (1) huruf d meliputi:
a. rencana kawasan strategis yang berada dalam lingkup
pengelolaan pemerintah pusat, yaitu kawasan Stasiun
Pengamat Dirgantara Watukosek di Kabupaten Pasuruan
sebagai KSN;
b. rencana kawasan strategis yang berada dalam lingkup
pengelolaan Pemerintah Daerah Provinsi sebagai KSP,
terdiri atas:
1) kawasan pertambangan minyak dan gas bumi meliputi
Bangkalan dan sekitarnya, Bojonegoro dan sekitarnya,
Gresik dan sekitarnya, Sidoarjo dan sekitarnya,
Sumenep dan sekitarnya, serta Tuban dan sekitarnya;
2) kawasan Pembangkit PLTG, PLTU, dan PLTD meliputi
Lekok di Kabupaten Pasuruan, Ngadirojo di Kabupaten
Pacitan, Paiton di Kabupaten Probolinggo, Singosari di
Kabupaten Gresik, dan Tanjung Awar-awar di
Kabupaten Tuban; dan
3) kawasan pengembangan potensial panas bumi,
meliputi Argopuro di Kabupaten Bondowoso,
Kabupaten Jember, Kabupaten Probolinggo, dan
Kabupaten Situbondo; Belawan-Ijen di Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten
Situbondo; Cangar di Kota Batu; Gunung Arjuno
Welirang di Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto,
dan Kabupaten Pasuruan; Telaga Ngebel di Kabupaten
Madiun dan Kabupaten Ponorogo; dan Tiris (Gunung
Lamongan) di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten
Probolinggo.

Pasal 91
- 147 -

Pasal 91

Rencana pengembangan kawasan strategis dari sudut


kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 86 ayat (1) huruf e
meliputi rencana kawasan strategis yang berada dalam
lingkup Pemerintah Daerah Provinsi sebagai KSP, yakni WS
Bengawan Solo dan WS Brantas.

Pasal 92

(1) Kewenangan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan


kawasan strategis meliputi pelaksanaan KSN
Gerbangkertosusila, KSN kawasan pengamat dirgantara di
daerah Watukosek di Kabupaten Pasuruan, KSN kawasan
perbatasan Negara pulau kecil terluar yang meliputi Pulau
Barung, Sekel, dan Panehan.
(2) Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dalam
pengelolaan KSP meliputi penetapan, perencanaan,
pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang KSP
Germakertosusila meliputi

a. kawasan industri berteknologi tinggi (High Tech


Industrial Park/HTIP) SIER-Berbek di Kota Surabaya
dan Kabupaten Sidoarjo;
b. Kawasan Ekonomi Unggulan (KEU) berupa Lamongan
Integrated Shorebase (LIS) dan sekitarnya di Kabupaten
Lamongan, Pelabuhan Tanjung Bulupandan dan
sekitarnya di Kabupaten Bangkalan, Pelabuhan Teluk
Lamong dan sekitarnya di Kabupaten Gresik dan Kota
Surabaya, Industri Perhiasan Gemopolis di Kabupaten
Sidoarjo;
c. Kawasan Agroindustri Gresik dan Lamongan (Gelang)
Utara;
d. Kawasan Metropolitan berupa Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu di Kabupaten Bangkalan, Kawasan Kaki
Jembatan Suramadu di Kota Surabaya, Kawasan
Pusat Bisnis (Central Bussines District/CBD) Surabaya,
High tech industrial Park (HTIP) SIER-Berbek di Kota
Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo;
e. Kawasan Perbatasan antarkabupaten/kota meliputi
Gerbangkertosusila dan segitiga emas pertumbuhan
Tuban–Lamongan-Bojonegoro;
f. Mojopahit
- 148 -

f. Mojopahit Park di Kabupaten Mojokerto;


g. kawasan pertambangan minyak dan gas bumi,
meliputi: Sidoarjo dan sekitarnya, Gresik dan
sekitarnya, Tuban dan sekitarnya, Bangkalan dan
sekitarnya; dan
h. Kawasan Pembangkit PLTG, PLTU, dan PLTD meliputi
Singosari di Kabupaten Gresik, Tanjung Awar-awar di
Kabupaten Tuban.

BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

Bagian Pertama
Umum

Pasal 93

(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan


program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.
(2) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilaksanakan
dengan menyelenggarakan penatagunaan tanah,
penatagunaan air, penatagunaan udara, dan
penatagunaan sumber daya alam lainnya.
(3) Program pemanfaatan ruang dapat didukung melalui
penyelenggaraan pencadangan lahan.

Bagian Kedua
Pemanfaatan Ruang Wilayah

Paragraf 1
Kebijakan Strategis Operasional Penataan Ruang

Pasal 94

(1) Penataan ruang sesuai dengan RTRW Provinsi


dilaksanakan secara sinergis dengan peraturan daerah
lain yang ada di provinsi.
(2) Penataan ruang dilaksanakan secara terus menerus dan
sinergis antara perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Pemanfaatan
- 149 -

(3) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


meliputi:
a. dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang, kepala daerah
mempersiapkan kebijaksanaan yang berisi pengaturan
bagi wilayah atau kawasan yang akan dimanfaatkan
sesuai dengan fungsi lindung dan budi daya yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang;
b. pengaturan berupa penetapan keputusan kepala
daerah tentang ketentuan persyaratan teknis bagi
pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung dan
kawasan budi daya;
c. ketentuan persyaratan teknis bagi pemanfaatan ruang
dalam kawasan lindung dan kawasan budi daya sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan; dan
d. penetapan ketentuan persyaratan teknis yang
dilakukan oleh Gubernur berupa kebijakan umum
dengan mempertimbangkan rona dari kemampuan
wilayah serta nilai budaya setempat.

Paragraf 2
Program Pembiayaan dan Prioritas Pembangunan

Pasal 95

(1) Program pembiayaan terdiri atas:


a. program utama;
b. lokasi;
c. instansi pelaksana;
d. sumber pembiayaan: APBN, APBD Provinsi, APBD
kota/kabupaten, investasi swasta, dan/atau kerja
sama pendanaan; dan
e. jangka waktu pelaksanaan 5 tahunan.
(2) Prioritas pelaksanaan pembangunan disusun berdasarkan
atas perkiraan kemampuan pembiayaan dan kegiatan
yang mempunyai efek pengganda (multiplier effects) sesuai
dengan arahan umum pembangunan daerah.
(3) Indikasi
- 150 -

(3) Indikasi pemanfaatan ruang lima tahunan provinsi


dicantumkan dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

BAB VIII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 96

Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui


penetapan indikasi:
a. arahan peraturan zonasi;
b. arahan perizinan;
c. arahan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan pengenaan sanksi.

Paragraf 1
Arahan Peraturan Zonasi

Pasal 97

(1) Indikasi arahan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 96 huruf a, disusun sebagai dasar
pelaksanaan pemanfaatan ruang, menyeragamkan arahan
peraturan zonasi di seluruh wilayah provinsi untuk
peruntukan ruang yang sama, dan sebagai arahan
peruntukan fungsi ruang yang diperbolehkan,
diperbolehkan dengan syarat, dan dilarang, serta
intensitas pemanfaatan ruang.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem Provinsi meliputi:
a. indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem
jaringan prasarana wilayah provinsi; dan
b. indikasi arahan peraturan zonasi untuk pola ruang
wilayah provinsi.

(3) Indikasi
- 151 -

(3) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan


prasarana wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a memuat:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jaringan prasarana; dan
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk pola ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat
antara lain:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang; dan/atau
c. ketentuan khusus jika diperlukan.

Pasal 98

(1) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan


prasarana wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 97 ayat (2) huruf a meliputi:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
prasarana utama; dan
b. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
prasarana lainnya.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
prasarana utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
transportasi darat;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
transportasi laut; dan
c. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
transportasi udara.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
energi;
b. Indikasi
- 152 -

b. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan


telekomunikasi dan informatika;
c. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
sumber daya air; dan
d. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
prasarana pengelolaan lingkungan.

Pasal 99

(1) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan


transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan jalan;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
kereta api; dan
c. Indikasi arahan peraturan zonasi jaringan sungai,
danau, dan penyeberangan.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan bebas hambatan;
b. jaringan jalan arteri primer; dan
c. jaringan jalan kolektor primer.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi jaringan jalan bebas
hambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jalan bebas hambatan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kegiatan pemanfaatan
ruang budidaya dan lindung yang tidak mengakses
secara langsung ruas jalan bebas hambatan; dan
2) diizinkan pengembangan fasilitas dan pelayanan
penunjang operasional jalan bebas hambatan,
namun dilarang dihubungkan dengan akses apapun
dari luar jalan bebas hambatan.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum terdiri dari:
1) setiap ruas jalan bebas hambatan harus dilakukan
pemagaran, dan dilengkapi dengan fasilitas
penyeberangan jalan dalam bentuk jembatan atau
terowongan;
2) pada
- 153 -

2) pada tempat-tempat yang membahayakan pengguna


jalan bebas hambatan, diharuskan penyediaan
bangunan pengamanan yang mempunyai kekuatan
dan struktur yang dapat menyerap energi benturan
kendaraan;
3) dilengkapi dengan perlengkapan jalan antara lain
rambu lalu lintas, marka jalan, dan/atau alat
pemberi isyarat lalu lintas;
4) dilengkapi sarana komunikasi, sarana deteksi
pengamanan lain yang memungkinkan pertolongan
dapat segera sampai ke tempat kejadian, serta upaya
pengamanan terhadap pelanggaran, kecelakaan, dan
gangguan keamanan lainnya; dan
5) dilengkapi tempat istirahat dan pelayanan.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi jaringan jalan arteri
primer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jalan arteri primer terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan ruang di sepanjang jalan
arteri primer dengan intensitas rendah dan sedang
yang dibatasi akses langsungnya dengan jarak
minimal antar jalan masuk/akses langsung minimal
500 meter;
2) diizinkan pemanfaatan ruang dengan intensitas
sedang dan tinggi dengan syarat tidak berdampak
langsung terhadap hambatan samping lalu lintas
sepanjang jalan arteri primer dengan wajib
menyediakan jalur lambat (frontage road);
3) diizinkan peletakan jaringan utilitas secara paralel
dengan tidak saling mengganggu fungsi
antarprasarana; dan
4) dilarang semua pemanfaatan pada zona inti, kecuali
untuk pergerakan orang/barang dan kendaraan.

b. ketentuan
- 154 -

b. ketentuan prasarana dan sarana minimum terdiri dari:

1) jalan arteri primer dengan 4 lajur atau lebih


dilengkapi median jalan; dan

2) mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, antara


lain rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas,
lampu penerangan jalan, dan lain-lain.

(5) Indikasi arahan peraturan zonasi jaringan jalan kolektor


primer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
meliputi:

a. ketentuan kegiatan dan penggunan lahan di sekitar


jalan kolektor primer terdiri dari:

1) diizinkan pemanfaatan ruang di sepanjang jalan


kolektor primer dengan intensitas sedang dan tinggi
yang dibatasi akses langsungnya dengan jarak
minimal antar jalan masuk/akses langsung minimal
250 meter;

2) diizinkan pemanfaatan ruang dengan intensitas


tinggi dengan syarat tidak berdampak langsung
terhadap hambatan samping lalu lintas sepanjang
jalan dengan wajib menyediakan jalur lambat
(frontage road);

3) diizinkan peletakan jaringan utilitas secara paralel


dengan tidak saling mengganggu fungsi
antarprasarana; dan

4) dilarang semua pemanfaatan pada zona inti, kecuali


untuk pergerakan orang/barang dan kendaraan.

b. ketentuan prasarana dan sarana minimum terdiri dari:

1) jalan kolektor primer dengan 4 lajur atau lebih


dilengkapi median jalan; dan

2) mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, antara


lain rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas,
lampu penerangan jalan, dan lain-lain.

(6) Indikasi
- 155 -

(6) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan kereta


api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jalur kereta api terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan ruang budidaya dan lindung
di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api diluar dari
daerah milik jalur kereta api;
2) diizinkan pemanfaatan ruang di ruang pengawasan
jalur kereta api dengan persyaratan tidak
membahayakan operasi kereta api;
3) diiizinkan kegiatan atau pemanfaatan ruang yang
dapat bersinergi dengan jaringan transportasi kereta
api sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
4) dilarang pemanfaatan lahan yang dapat mengganggu
kepentingan operasi dan keselamatan transportasi
perkeretaapian; dan
5) dilarang pemanfaatan ruang yang peka terhadap
dampak lingkungan akibat lalu lintas kereta api di
sepanjang daerah pengawasan jalur kereta api.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum terdiri dari:
1) dilengkapi dengan stasiun kereta api dan fasilitas
operasi kereta api; dan
2) dilengkapi dengan tanda batas daerah manfaat jalur
kereta api.
(7) Indikasi arahan peraturan zonasi jaringan sungai, danau,
dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
sungai, danau, dan penyeberangan meliputi:
1) diizinkan pengembangan kegiatan yang menunjang
operasionalisasi transportasi laut berupa pelabuhan
dan prasarana penunjang;
2) diizinkan pengembangan kegiatan yang dapat
memanfaatkan transportasi laut;
3) dilarang kegiatan selain fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang di daerah lingkungan kerja pelabuhan;
4) dilarang
- 156 -

4) dilarang kegiatan yang mengganggu operasional


kerja sistem transportasi laut; dan
5) dilarang kegiatan di ruang udara bebas di atas
badan air yang berdampak pada keberadaan jalur
transportasi laut.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) dilengkapi dengan tanda batasan yang jelas pada
daerah lingkungan kerja pelabuhan; dan
2) dilengkapi penyediaan dan/atau pelayanan jasa
kapal, penumpang, dan barang serta jasa terkait
dengan kepelabuhanan.

Pasal 100

Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi


laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) huruf b
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jaringan transportasi laut meliputi:
1) diizinkan pengembangan kegiatan yang menunjang
operasionalisasi transportasi laut berupa pelabuhan
dan prasarana penunjang;
2) diizinkan pengembangan kegiatan yang dapat
memanfaatkan transportasi laut;
3) dilarang kegiatan selain fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang di daerah lingkungan kerja pelabuhan;
4) dilarang kegiatan yang mengganggu operasional kerja
sistem transportasi laut; dan
5) dilarang kegiatan di ruang udara bebas di atas badan
air yang berdampak pada keberadaan jalur
transportasi laut.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) dilengkapi dengan tanda batasan yang jelas pada
daerah lingkungan kerja pelabuhan; dan
2) dilengkapi penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal,
penumpang, dan barang serta jasa terkait dengan
kepelabuhanan.
Pasal 101
- 157 -

Pasal 101

Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi


udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) huruf c
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jaringan transportasi udara terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
bandara pada kawasan sekitar bandara;
2) diizinkan mendirikan, mengubah, atau melestarikan
bangunan, serta menanam atau memelihara
pepohonan di dalam kawasan keselamatan operasi
penerbangan dengan syarat tidak boleh melebihi batas
ketinggian kawasan keselamatan operasi penerbangan;
3) Dilarang pengembangan kegiatan yang mengurangi
fungsi keselamatan pada Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan; dan
4) Setiap orang dilarang berada di daerah tertentu di
bandar udara, membuat halangan (obstacle), dan/atau
melakukankegiatan lain di kawasan keselamatan
operasi penerbangan yang dapat membahayakan
keselamatan dan keamananpenerbangan, kecuali
memperoleh izin dari otoritas bandar udara.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) fasilitas penunjang pelayanan jasa kebandarudaraan
meliputi pelayanan jasa pesawat udara, penumpang,
barang, dan pos; dan
2) fasilitas penunjang pelayanan jasa terkait bandar
udara.

Pasal 102

Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan energi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) huruf a
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jaringan energi terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan pertanian dan perkebunan di
zona penyangga selama tidak mengganggu operasional
dan keselamatan sistem jaringan energi;
2) diizinkan
- 158 -

2) diizinkan pengembangan perumahan, perdagangan


dan jasa, serta industri skala kecil dan sedang pada
kawasan yang berbatasan dengan zona penyangga;
3) dilarang kegiatan yang beresiko menimbulkan
gangguan terhadap keamanan dan operasional sistem
jaringan energi; dan
4) dilarang kegiatan permukiman sedang hingga padat,
fasilitas penting dan aktivitas manusia lainnya dengan
intensitas tinggi di sekitar zona penyangga.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum terdiri dari:
1) terdapat penanda antarzona di fasilitas energi dan
disertai dengan informasi yang cukup untuk menjamin
operasional dan keselamatan kegiatan enegi maupun
sekitarnya; dan
2) terdapat penanda dan batasan yang jelas pada
sepanjang jaringan energi yang disesuaikan dengan
karakterisitiknya masing-masing, berupa daerah
bebas, daerah terbatas, daerah perlakuan khusus, dan
lainnya.

Pasal 103

Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan


telekomunikasi dan informatika sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 98 ayat (3) huruf b meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jaringan telekomunikasi dan informatika terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan budidaya non bangunan pada zona
penyangga di sekitar fasilitas dan jaringan
telekomunikasi dan informatika berupa pertanian dan
perkebunan;
2) diizinkan pengembangan jaringan lainnya dalam ruang
yang dapat dimanfaatkan bersama dan tidak saling
mengganggu; dan
3) dilarang mengembangkan kegiatan di dalam zona inti
dan zona penyangga pada jaringan dan/atau fasilitas
telekomunikasi dan informatika yang dapat megganggu
kelancaran operasional telekomunikasi.
b. ketentuan
- 159 -

b. ketentuan prasarana dan sarana minimum meliputi:


1) disediakan penada dan batas pada zona inti dan zona
penyangga di sekitar jaringan dan fasilitas
telekomunikasi dan informatika; dan
2) disediakan fasilitas penyedia energi cadangan, dan
fasilitas lainnya untuk menunjang operasional dan
menjamin kelancaran telekomunikasi dan informatika.

Pasal 104

(1) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan sumber


daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3)
huruf c meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
sistem jaringan sumber daya air terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan konservasi pada kawasan sekitar
sumber air dan jaringan distribusi air;
2) diizinkan pemanfaatan ruang budidaya non
terbangun berupa pertanian, perkebunan pada
sekitar sumber air dan jaringan tanpa mengurangi
fungsi penyediaan air dan sistem distribusi air;
3) diizinkan pengembangan perumahan, perdangangan
dan jasa, serta industri skala kecil dan sedang pada
kawasan di luar dari zona penyangga;
4) dilarang semua pemanfaatan selain lndung pada
zona inti; dan
5) dilarang pemanfaatan lahan yang mengganggu
fungsi fasilitas dan jaringan sumber daya air yang
berakibat pada terganggunya penyediaan air dan
pengendalian daya rusak air.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) dilengkapi prasarana dan sarana untuk mendukung
keamanan dan operasional sistem jaringan sumber
daya air; dan
2) dilengkapi dengan tanda peringatan pada jaringan
sumber daya air terutama jaringan bawah tanah
untuk menghindari konflik dengan kegiatan lainnya.

(2) Indikasi
- 160 -

(2) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan sumber


daya air sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian tidak terpisahkan dari pengelolaan pola
ruang dan peraturan zonasi kawasan perlindungan
setempat.

Pasal 105

Indikasi arahan peraturan zonasi sistem prasarana


pengelolaan lingkungan berupa tempat pengelolaan sampah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) huruf d
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan pola ruang di sekitar jaringan
pengelolaan lingkungan terdiri dari:
1) kegiatan yang diizinkan pada zona penyangga berupa 0
– 100 meter diharuskan berupa sabuk hijau dan 101 –
500 meter untuk pertanian non pangan dan hutan;
2) kegiatan yang diizinkan pada zona budidaya terbatas
berupa semua kegiatan yang terkait dengan
pengelolaan sampah antara lain industri terkait
pengolahan sampah, rekreasi, RTH, pertanian non
pangan, dan perumahan penunjang kegiatan
pengelolaan sampah;
3) diizinkan kegiatan budidaya perumahan pada zona
budidaya; dan
4) dilarang kegiatan yang beresiko terganggu oleh
keberadaan fasilitas pengelolaan sampah.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) disediakan akses dan jaringan jalan masuk ke tempat
pengelolaan sampah;
2) disediakan sistem drainase yang baik;
3) disediakan fasilitas parkir dan bongkar muat sampah
terpilah yang akan didaur ulang di lokasi lain; dan
4) disediakan fasilitas pemilahan, pengemasan, dan
penyimpanan sementara.

Pasal 106
- 161 -

Pasal 106

(1) Indikasi arahan peraturan zonasi pola ruang sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 97 ayat (2) huruf b meliputi:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung;
dan
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan budidaya.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan hutan
lindung;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan
perlindungan setempat;
c. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan suaka
alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
d. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
bencana alam;
e. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung
geologi; dan
f. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung
lainnya.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan budidaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
hutan produksi dan hutan rakyat;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
pertanian;
c. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
perkebunan;
d. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
peternakan;
e. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
perikanan;
f. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
pertambangan;
g. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
industri;
h. Indikasi
- 162 -

h. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan


pariwasata;
i. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
permukiman; dan
j. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
budidaya lainnya.

Pasal 107

Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan hutan lindung


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) huruf a
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan hutan lindung berupa
pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan,
dan pemungutan hasil hutan bukan kayu dengan
syarat tidak merusak lingkungan dan tidak
mengurangi fungsi utama hutan lindung;
2) diizinkan pemanfaatan kawasan hutan untuk lokasi
evakuasi bencana dengan tidak merubah bentang
alam;
3) diizinkan penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan
di dalam kawasan hutan tanpa mengubah fungsi
pokok kawasan hutan;
4) diizinkan penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan pertambangan melalui pemberian izin
pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan
batasan luas dan jangka waktu tertentu serta
kelestarian lingkungan;
5) dilarang kegiatan yang berpotensi mengurangi fungsi
utama kawasan dan luas kawasan hutan;
6) dilarang kegiatan pertambangan dengan pola
pertambangan terbuka; dan
7) dilarang
- 163 -

7) dilarang kegiatan budidaya baru dan budidaya yang


telah ada di kawasan lindung yang dapat mengganggu
fungsi lindung dan kelestarian hutan.
b. intensitas pemanfaatan ruang selain hutan lindung yang
diizinkan maksimum adalah 10% berupa kegiatan yang
tidak mengurangi fungsi lindung.

Pasal 108

(1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan perlindungan


setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2)
huruf b terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sempadan
pantai;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sempadan
sungai;
c. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sekitar
danau atau waduk;
d. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sekitar
mata air; dan
e. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung
spritual dan kearifan lokal.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sempadan
pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan penanaman tanaman hutan bakau di
pantai yang landai dan berlumpur atau tanaman
keras pada pantai yang terjal/bertebing curam
serta aktivitas konservasi lainnya;
2) diizinkan pembangunan bangunan pelindung atau
pengaman pantai antara lain tanggul-tanggul
pantai/cerucuk pantai/pemecah gelombang
sebagai pengaman wilayah daratan dari pengaruh
negatif dinamika laut;
3) diizinkan pemanfaatan ruang sempadan pantai
untuk pemenuhan kebutuhan jalan dan
infrastruktur penting lainnya;
4) diizinkan
- 164 -

4) diizinkan pemanfaatan ruang yang mendukung


fungsi konservasi seperti ruang terbuka hijau;
5) diizinkan kegiatan budidaya terbatas dengan syarat
tidak mengganggu fungsi lindung kawasan
setempat dan disertai dengan kegiatan pengawasan
dan penertiban pemanfaatan ruang;
6) dilarang kegiatan budidaya yang mengganggu
bentang alam, berdampak negatif terhadap fungsi
pantai, dan mengganggu akses terhadap kawasan
sempadan pantai; dan
7) dilarang semua kegiatan yang mengancam fungsi
konservasi pada pantai.
b. intensitas pemanfaatan ruang berupa kegiatan
budidaya di sempadan pantai adalah maksimum 30 %
pada kawasan perdesaan, 50% pada kawasan
perkotaan.
c. ketentuan khusus untuk menunjang sinergi antara
fungsi lindung dan budidaya yang diperbolehkan perlu
dilengkapi dengan bangunan dan fasilitas pelindung
atau pengaman terhadap kemungkinan abrasi pantai
antara lain tanggul-tanggul pantai/cerucuk
pantai/pemecah gelombang.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sempadan
sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan untuk budidaya perikanan, hutan
produksi, pertanian, serta perkebunan dengan jenis
tanaman yang diizinkan antara lain tanaman keras,
perdu, tanaman pelindung sungai;
2) diizinkan untuk pemasangan papan reklame, papan
penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu
pekerjaan/pengamanan;
3) diizinkan untuk pemasangan rentangan kabel listrik,
kabel telepon, dan pipa air minum;
4) diizinkan pemancangan tiang atau pondasi
prasarana jalan/jembatan baik umum maupun
kereta api;
5) diizinkan
- 165 -

5) diizinkan untuk pembangunan prasarana lalu lintas


air dan bangunan pengambilan dan pembuangan
air;
6) diizinkan kegiatan bangunan untuk menunjang
pengelolaan sungai seperti pengontrol debit dan
kualitas air;
7) diizinkan kegiatan pertambangan bahan galian
golongan C dan golongan lainnya di sungai dengan
syarat tidak mengganggu fungsi konservasi dan
kegiatan budidaya lainnya;
8) diizinkan kegiatan/bangunan penunjang pariwisata
dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi;
9) dilarang pendirian bangunan yang tidak
berhubungan secara langsung dengan fungsi sungai;
dan
10) dilarang kegiatan budidaya yang berpotensi
mencemari sungai dan mengganggu fungsi sungai.
b. intensitas pemanfaatan ruang berupa kegiatan
budidaya pada sempadan sungai yang diizinkan adalah
sebesar maksimum 90% untuk kegiatan non
terbangun selain pertambangan dan 30% pada
kegiatan terbangun.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sekitar danau
atau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan untuk budidaya perikanan, hutan
produksi, pertanian, serta perkebunan dengan jenis
tanaman yang diizinkan antara lain tanaman keras,
perdu, dan tanaman pelindung;
2) diizinkan untuk pemasangan papan reklame, papan
penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu
pekerjaan/pengamanan;
3) diizinkan kegiatan budidaya yang terkait dengan
keberadaaan waduk antara lain: pengolahan ikan,
pelabuhan, pariwisata dan lainnya selama tidak
mengganggu kualitas tata air; dan
4) dilarang
- 166 -

4) dilarang kegiatan dan pemanfaatan lahan yang


mengganggu konservasi waduk.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya pada sempadan sungai yang
diizinkan adalah sebesar maksimum 90% untuk
kegiatan non terbangun selain pertambangan dan 30%
pada kegiatan terbangun.
(5) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sekitar mata
air sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf d
terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan untuk budidaya perikanan, hutan
produksi, pertanian, serta perkebunan dengan jenis
tanaman yang diizinkan antara lain tanaman keras,
perdu, dan tanaman pelindung;
2) diizinkan untuk pemasangan papan reklame, papan
penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu
pekerjaan/pengamanan;
3) diizinkan kegiatan budidaya yang terkait dengan
keberadaaan waduk antara lain: pengolahan ikan,
pelabuhan, pariwisata dan lainnya selama tidak
mengganggu kualitas tata air; dan
4) dilarang kegiatan dan pemanfaatan lahan yang
mengganggu konservasi sekitar mata air.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya pada sekitar mata air yang diizinkan
adalah sebesar maksimum 30% untuk kegiatan non
terbangun selain pertambangan dan 10% pada
kegiatan terbangun.
(6) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung
spritual dan kearifan lokal sebagaimana dimaksud dalam
pada ayat (1) huruf e diatur sesuai dengan rencana rinci
tata ruang dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Pasal 109
- 167 -

Pasal 109

(1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan suaka alam,


pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan suaka
margasatwa;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar alam;
c. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan pantai
berhutan bakau;
d. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan taman
nasional;
e. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan taman
hutan raya;
f. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan taman
wisata alam; dan
g. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar
budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan suaka
margasatwa sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kegiatan wisata alam dan
fasilitas penunjangnya secara terbatas pada blok
rimba atau zona pemanfataan dan kawasan
penyangga;
2) diizinkan kegiatan budidaya berupa permukiman
penduduk yang telah ada dengan metode enclave;
dan
3) dilarang pemanfaatan pada blok inti bagi kegiatan
selain penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya pada kawasan suaka marga satwa
yang diizinkan adalah sebesar maksimum 5% untuk
kegiatan yang mendukung konservasi.
(3) Indikasi
- 168 -

(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar alam


sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan ruang hanya untuk
penelitian dan ilmu pengetahuan;
2) diizinkan pengembangan kegiatan wisata alam
secara terbatas;
3) dilarang memasukkan jenis tumbuhan dan satwa
yang bukan asli ke kawasan yang merusak
kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistem;
4) dilarang adanya perubahan bentang alam kawasan
yang menggangu kehidupan tumbuhan dan satwa;
dan
5) dilarang adanya kegiatan yang berpotensi
mengganggu kelestarian dan kekhasan obyek
perlindungan.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya pada kawasan cagar alam yang
diizinkan adalah sebesar maksimum 5% untuk
kegiatan yang mendukung konservasi.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan pantai
berhutan bakau sebagaimana dimaksud dalam pada ayat
(1) huruf c meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan untuk kegiatan rehabilitasi/reboisasi
lahan;
2) diizinkan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan
wisata alam;
3) diizinkan memanfaatkan hasil hutan bakau;
4) dilarang pemanfaatan kayu bakau;
5) dilarang kegiatan yang mengurangi luas bakau atau
mencemari ekosistem bakau; dan
6) dilarang kegiatan yang mengubah bentang alam dan
ekosistem, mengganggu kelestarian flora fauna serta
keanekaragaman hayati.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya pada kawasan pantai berhutan
bakau yang diizinkan adalah sebesar maksimum 5 %
untuk kegiatan yang mendukung konservasi.

(5) Indikasi
- 169 -

(5) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan taman nasional


sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pemanfataan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang
budidaya, serta pariwisata dan rekreasi dengan
syarat perlindungan keanekaragaman (biodiversity)
dan ekosistemnya;
2) diizinkan pemanfaatan lahan untuk lokasi evakuasi
bencana;
3) diizinkan penggunaan kawasan taman nasional
untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan
kehutanan hanya dilakukan dalam kawasan taman
nasional;
4) diizinkan penggunaan kawasan taman nasional
dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok
kawasan taman nasional;
5) dilarang kegiatan yang berpotensi mengurangi luas
kawasan taman nasional; dan
6) pencegahan kegiatan budidaya baru dan budidaya
yang telah ada di kawasan lindung yang dapat
mengganggu fungsi lindung dan kelestarian
lingkungan hidup.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya pada kawasan taman nasional yang
diizinkan adalah sebesar maksimum 5 % untuk
kegiatan yang mendukung konservasi.
(6) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan taman hutan
raya sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf e
terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan aktivitas pendidikan, penelitian, dan
wisata alam;
2) diizinkan pendirian bangunan dibatasi hanya untuk
menunjang kegiatan pendidikan, penelitian, dan
wisata alam;
3) dilarang
- 170 -

3) dilarang kegiatan lainnya yang merusak atau


mengganggu koleksi flora dan fauna; dan
4) dilarang kegiatan lainnya yang mengubah bentang
alam dan ekosistem, mengganggu kelestarian flora
fauna serta keanekaragaman hayati.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya pada kawasan taman hutan raya
yang diizinkan adalah sebesar maksimum 5 % untuk
kegiatan yang mendukung konservasi.
(7) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan taman wisata
alam sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf f
terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan untuk wisata alam, penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dengan syarat
tidak merubah bentang alam;
2) diizinkan pemanfaatan lahan untuk lokasi evakuasi
bencana;
3) diizinkan bangunan penunjang pariwisata dan
fasilitas pendukunnya secara terbatas; dan
4) dilarang kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi
zona pemanfaatan dan zona lain dari taman wisata
alam.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya pada kawasan taman wisata alam
yang diizinkan adalah sebesar maksimum 10 % untuk
kegiatan yang mendukung fungsi wisata alam.
(8) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar budaya
dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam pada
ayat (1) huruf g terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan dan pendirian bangunan
untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata;
2) dilarang kegiatan yang mengubah bentukan geologi
tertentu yang mempunyai manfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan;
3) dilarang
- 171 -

3) dilarang kegiatan yang mengganggu atau merusak


kekayaan budaya dan upaya pelestariannya; dan
4) dilarang kegiatan yang mengganggu kelestarian
lingkungan di sekitar peninggalan sejarah,
bangunan arkeologi, monumen nasional, serta
wilayah dengan bentukan geologi tertentu.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya pada kawasan cagar budaya yang
diizinkan adalah sebesar maksimum 10 % untuk
kegiatan yang mendukung fungsi cagar budaya.

Pasal 110

(1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan bencana


alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2)
huruf d terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
tanah longsor;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
gelombang pasang;
c. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
banjir;
d. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
bencana kebakaran hutan; dan
e. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
angin kencang dan puting beliung.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan tanah
longsor sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf
a terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan kehutanan, perkebunan, dan
pertanian yang tidak menambah resiko terjadi tanah
longsor;
2) diizinkan bangunan dan kegiatan untuk
kepentingan pemantauan bencana dan kepentingan
umum;

3) dilarang
- 172 -

3) dilarang membangun prasarana wilayah melintasi


kawasan rawan bencana tanah longsor; dan
4) dilarang seluruh kegiatan berupa kawasan
terbangun.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya pada kawasan rawan tanah longsor
yang diizinkan adalah sebesar maksimum 10% untuk
kegiatan budidaya non bangunan.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
gelombang pasang sebagaimana dimaksud dalam pada
ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan konservasi mangrove sebagai
sistem barier alamiah terhadap abrasi dan penahan
gelombang;
2) diizinkan pembangunan bangunan pelindung atau
pengaman pantai antara lain tanggul-tanggul
pantai/cerucuk pantai/pemecah gelombang sebagai
pengaman wilayah daratan dari pengaruh negatif
dinamika laut;
3) diizinkan kegiatan budidaya perikanan;
4) diizinkan secara terbatas pemanfaatan
ruang/kegiatan pada kawasan yang beresiko
mengalami bencana air pasang;
5) dilarang seluruh kegiatan yang meningkatkan
dampak bencana air pasang; dan
6) dilarang merubah fungsi konservasi mangrove.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya terbangun pada kawasan rawan
gelombang pasang yang diizinkan adalah sebesar
maksimum 10% yang memiliki struktur bangunan
tahan bencana.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan banjir
sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kegiatan berupa hutan,
perkebunan, pertanian, peternakan dan perikanan;

2) diizinkan
- 173 -

2) diizinkan pembangunan sarana dan prasarana


untuk kepentingan pemantauan bencana dan
kepentingan mitigasi bencana khususnya di
wilayah perkotaan yang luas dan pada antara lain
sistem peringatan dini, pembuatan sumur resapan,
saluran pengendali banjir dan lainnya;
3) diizinkan bangunan pendukung pengembangan
peternakan dan perikanan dengan intensitas
rendah;
4) diizinkan pengembangan permukiman dengan
turut serta memperhatikan sistem drainase sebagai
upaya penanggulangan banjir;
5) diizinkan pembangunan infrastruktur yang tidak
terganggu oleh bencana banjir dan tidak
meningkatkan resiko banjir; dan
6) dilarang kegiatan dan penggunaan lahan yang
meningkatkan resiko bencana banjir.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang yang beresiko
pada peningkatan bencana banjir mengikuti ketentuan
pada kawasan lindung dan kawasan budidaya.
c. ketentuan khusus berupa pengembangan kawasan
permukiman perkotaan harus disertai dengan
pengembangan sistem drainase yang terintegrasi
dengan kawasan sekitarnya.
(5) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan bencana
kebakaran hutan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat
(1) huruf d terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kawasan lindung;
2) diizinkan pengembangan kegiatan yang dapat
mengurangi resiko terjadinya bencana kebakaran
hutan; dan
3) dilarang semua kegiatan budidaya terutama
pemanfaatan lahan terbangun.
b. ketentuan khusus berupa penyediaan tanda pada zona
rawan kebakaran hutan yang dilengkapi dengan papan
informasi.
(6) Indikasi
- 174 -

(6) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan angin


kencang dan puting beliung sebagaimana dimaksud dalam
pada ayat (1) huruf e terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kegiatan budidaya dengan
memperhatikan keselamatan terhadap resiko
bencana angin kencang dan puting beliung;
2) diizinkan pengembangan pemanfaatan lahan
terbangun dengan dilengkapi sistem struktur
bangunan yang tahan terhadap angin; dan
3) dilarang mengubah bentang alam yang dapat
meningkatkan resiko dan kejadian bencana angin
kencang dan puting beliung.
b. ketentuan khusus berupa pada kawasan yang rawan
terjadi angin kencang dan puting beliung
dikembangkan kegiatan yang dapat mengurangi
dampak bencana.

Pasal 111

(1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung geologi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) huruf e
terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar alam
geologi; dan
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
bencana alam geologi.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar alam
geologi sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf
a terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan yang dapat membantu
perlindungan di lokasi cagar alam geologi;
2) diizinkan pemanfaatan ruang hanya untuk
penelitian dan ilmu pengetahuan; dan
3) diizinkan pengembangan kegiatan wisata alam
secara terbatas.
b. ketentuan
- 175 -

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang terdiri dari:


1) kegiatan budidaya pada kawasan rawan cagar alam
geologi berupa situs adalah keseluruhannya
merupakan kawasan lindung; dan
2) kegiatan budidaya pada kawasan rawan cagar alam
geologi berupa area atau kawasan adalah
maksimum 10% untuk kegiatan terbangun yang
menunjang fungsi lindung dan 30% untuk budidaya
non terbangun selain pertambangan.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan bencana
alam geologi sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) dilarang mengembangkan kegiatan budidaya yang
bersifat permanen pada kawasan terkena dampak
letusan gunung berapi;
2) diizinkan kegiatan permukiman terbatas yang
dilengkapi dengan jalur evakuasi pada kawasan
letusan gunung api, gempa bumi, dan tsunami;
3) diizinkan pengembangan pemanfataan lahan
terbangun yang dilengkapi dengan struktur yang
tahan terhadap resiko bencana di kawasan rawan
gempa bumi;
4) diizinkan pengembangan pemanfaatan lahan
terbangun dengan jarak aman tertentu dari bibir
pantai pada kawasan rawan tsunami; dan
5) dilarang pengembangan pemanfaatan lahan
terbangun dan infrastruktur penting pada kawasan
yang terkena dampak luapan lumpur.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang mengikuti
pengaturan intensitas pemanfaatan ruang sesuai
dengan jenis kegiatan lindung dan budidaya di wilayah
atasnya.
Pasal 112
- 176 -

Pasal 112

Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung lainnya


berupa kawasan terumbu karang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 ayat (2) huruf f meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan perikanan dengan memperhatikan
aspek kelestarian sumber daya kelautan;
2) diizinkan kegiatan wisata dan pendidikan dengan
memperhatikan aspek kelestarian terumbu karang;
3) dilarang kegiatan pembuangan dan penyaluran air
buangan permukiman dan industri tanpa disertai
pengelolaan sesuai baku mutu air buangan; dan
4) dilarang pengembangan kegiatan yang mengganggu
ekosistem terumbu karang.
b. ketentuan khusus berupa penyediaan tanda pada
kawasan terumbu karang yang dilindungi.

Pasal 113

Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi


dan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
ayat (3) huruf a meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan aktivitas yang tidak mengolah tanah secara
intensif seperti pertanian tumpang sari;
2) diizinkan kegiatan pertambangan melalui pemberian
izin pinjam pakai oleh Menteri terkait dengan
memperhatikan batasan luas dan jangka waktu
tertentu serta kelestarian hutan/lingkungan;
3) diizinkan secara terbatas kegiatan wisata alam
berbasis ekowisata, penelitian dan pendidikan;
4) dilarang pemanfaatan selain peruntukan hutan
produksi/hutan rakyat yang berpotensi mengganggu
produtivitas hasil hutan; dan
5) dilarang
- 177 -

5) dilarang kegiatan eksploitasi hutan produksi/hutan


rakyat yang beresiko merusak kelestarian hayati serta
berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan
hidup dan menimbulkan bencana.
b. ketentuan Intensitas pemanfaatan ruang untuk klasifikasi
non hutan adalah maksimum 20% dan berupa jenis
pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu aktivitas
kehutanan.
c. ketentuan khusus mempertimbangkan pengembangan
hutan produksi dan hutan rakyat merupakan bagian dari
upaya pencapaian target kawasan hutan seluas minimum
30% dari luas daratan hingga diberlakukan kaidah
konservasi dan pelestarian.

Pasal 114

Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan pertanian


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) huruf b
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan ruang untuk permukiman
perdesaan dengan kepadatan rendah terutama pada
lahan pertanian non irigasi;
2) diizinkan pemanfaatan ruang untuk kegiatan
perkebunan tanaman tahunan tanpa mengganggu
sistem ketahanan pangan;
3) diizinkan secara terbatas kegiatan penunjang
pertanian, wisata alam berbasis ekowisata, penelitian
dan pendidikan;
4) dilarang adanya aktivitas budidaya yang mengurangi
luas kawasan sawah irigasi dan/atau memutus
jaringan irigasi, kecuali untuk pembangunan jaringan
prasarana utama dan kepentingan umum sesuai
peraturan perundang-undangan;
5) dilarang aktivitas budidaya yang mengurangi atau
merusak fungsi lahan dan kualitas tanah untuk
pertanian;
6) dilarang mendirikan bangunan pada kawasan sawah
irigasi; dan
7) dilarang mengalihfungsikan lahan pertanian pangan
berkelanjutan selain untuk kegiatan pertanian.

b. ketentuan
- 178 -

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk klasifikasi


non pertanian adalah maksimum 30% dan berupa jenis
pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu aktivitas
pertanian.
c. ketentuan khusus berupa penggunaan lahan hortikultura
untuk kegiatan yang lain diizinkan selama tidak
mengganggu produk unggulan daerah dan merusak
lingkungan hidup.

Pasal 115

Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan perkebunan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) huruf c
meliputi:
a. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan ruang untuk permukiman
perdesaan dengan kepadatan rendah;
2) diizinkan pemanfaatan ruang untuk kegiatan
pertanian non irigasi tanpa mengganggu produktivitas
perkebunan;
3) diizinkan aktivitas pendukung perkebunan, misalnya
penyelenggaraan aktivitas pembenihan;
4) diizinkan secara terbatas kegiatan penunjang
perkebunan, wisata alam berbasis ekowisata,
penelitian dan pendidikan;
5) dilarang aktivitas budidaya yang mengurangi atau
merusak fungsi lahan dan kualitas tanah untuk
perkebunan dan/atau memiliki potensi pencemaran;
dan
6) dilarang pengembangan kawasan terbangun pada
lahan yang ditetapkan sebagai lahan perkebunan yang
produktivitasnya tinggi.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk klasifikasi
non perkebunan adalah maksimum 30 % dan berupa jenis
pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu aktivitas
perkebunan.

Pasal 116

Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan peternakan


sebagaimana dimaksud pada Pasal 106 ayat (3) huruf d
meliputi:
a. ketentuan
- 179 -

a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:


1) diizinkan pemanfaatan ruang untuk permukiman
perdesaan dengan kepadatan rendah;
2) diizinkan pemanfaatan ruang untuk kawasan
pemijahan;
3) diizinkan pemanfaatan ruang untuk usaha tani baik
berbasis tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
maupun perikanan tanpa mengganggu produktivitas
peternakan;
4) diizinkan secara terbatas kegiatan penunjang
peternakan, wisata alam berbasis ekowisata, penelitian
dan pendidikan; dan
5) dilarang adanya aktivitas maupun kawasan terbangun
yang mengganggu produktivitas peternakan.
b. ketentuan Intensitas pemanfaatan ruang berupa untuk
klasifikasi non peternakan adalah maksimum 30% dan
berupa jenis pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu
aktivitas peternakan.

Pasal 117

Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan perikanan


sebagaimana dimaksud pada Pasal 106 ayat (3) huruf e
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan non perikanan pada areal budidaya
perikanan darat berupa pertanian dalam kondisi
kering;
2) diizinkan pemanfaatan ruang untuk permukiman
perdesaan dengan kepadatan rendah, kegiatan
pertanian dan perkebunan tanaman tahunan disekitar
areal budidaya ikan tanpa mengganggu produktivitas
perikanan;
3) diizinkan pengembangan kawasan perikanan secara
bersama-sama dengan fungsi wisata berbasis
ekowisata, penelitian dan pendidikan;
4) dilarang adanya kawasan budidaya yang mengganggu
produktivitas perikanan;

5) dilarang
- 180 -

5) dilarang segala aktivitas budidaya yang akan


mengganggu kualitas air sungai, waduk, pantai, rawa
dan kawasan lainnya yang berpotensi untuk
pengembangan kegiatan perikanan;
6) diizinkan membangun sarana dan prasarana produksi
garam;
7) dilarang semua kegiatan dan bangunan yang
mengancam penurunan kuantitas dan kualitas
produksi garam; dan
8) dilarang aktivitas budidaya yang memiliki potensi
pencemaran dan menggaganggu produktivitas kawasan
tambak garam.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang pada kawasan
sekitar kegiatan perikanan terdiri dari:
1) mengikuti ketentuan pada kawasan perlindungan
setempat dan kawasan budidaya lainnya; dan
2) untuk klasifikasi non tambak garam adalah
maksimum 10 % untuk kegiatan permukiman dan
industri pendukung kawasan tambak garam.
c. ketentuan khusus bagi sekitar kawasan perikanan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari kawasan
perlindungan setempat.

Pasal 118

Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan pertambangan


sebagaimana dimaksud pada Pasal 106 ayat (3) huruf f
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan ruang untuk mengembangkan
aktivitas pertanian, perkebunan, peternakan dan
kehutanan pada zona penyangga;
2) diizinkan secara terbatas kegiatan budi daya lainnya di
kawasan pertambangan dengan menyesuaikan dengan
rencana pengembangan dan reklamasi, tidak
mendirikan bangunan permanen, tidak mengganggu
aktivitas penambangan, serta memperhatikan
ketentuan yang berlaku dalam lingkungan kegiatan
eksploitasi;
3) diizinkan
- 181 -

3) diizinkan secara terbatas, pengembangan industri


terkait dengan pengolahan pertambangan di luar zona
inti pertambangan;
4) diizinkan pengembangan kawasan pertambangan
secara bersama-sama dengan penelitian dan
pendidikan;
5) diizinkan pengembangan infrastruktur yang
mendukung kegiatan pertambangan;
6) dilarang pengembangan permukiman di kawasan
penyangga; dan
7) dilarang pengembangan industri yang tidak
berhubungan dengan kegiatan pertambangan.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk klasifikasi
non pertambangan disesuaikan dengan jenis tambang.

Pasal 119

Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan industri


sebagaimana dimaksud pada Pasal 106 ayat (3) huruf g
meliputi:
a. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan mengembangkan aktivitas permukiman skala
kecil untuk buruh/karyawan di dalam kawasan
industri dengan intensitas bangunan berkepadatan
sedang;
2) diizinkan mengembangkan aktivitas budidaya
produktif lain di luar zona penyangga peruntukan
industri;
3) dilarang adanya kegiatan atau pemanfaatan ruang
yang mengurangi fungsi perindustrian pada kawasan
peruntukan industri; dan
4) dilarang pengembangan kawasan peruntukan industri
yang tidak disertai dengan upaya-upaya mengurangi
dampak buruk aktivitas perindustrian.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa ruang
untuk klasifikasi non industri adalah maksimum 30 %
dan pada kawasan sentra industri mengikuti ketentuan
kawasan permukiman.

c. Ketentuan
- 182 -

c. Ketentuan khusus terdiri dari:


1) pengembangan kawasan industri harus dilengkapi
dengan jalur hijau (greenbelt) sebagai penyangga antar
fungsi kawasan, dan sarana pengolahan limbah;
2) pengembangan zona industri yang terletak pada
sepanjang jalan arteri atau kolektor harus dilengkapi
dengan frontage road untuk kelancaran aksesibilitas;
3) kegiatan industri harus dilengkapi dengan instalasi
pengolahan limbah;
4) pengembangan zona industri harus dilengkapi dengan
upaya pengelolaan lingkungan, sistem pengelolaan
limbah dan upaya pematauan lingkungan serta
dilakukan studi AMDAL; dan
5) pengembangan sentra industri menjadi bagian dari
kawasan permukiman serta harus memperhatikan
upaya pelestarian lingkungan hidup dan tidak boleh
mengganggu kegiatan permukiman.

Pasal 120

Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan pariwisata


sebagaimana dimaksud Pasal 106 ayat (3) huruf h meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan aktivitas dan bangunan
komersial sesuai dengan skala daya tarik pariwisata
dengan syarat di luar zona utama pariwisata dan tidak
mengganggu bentang alam daya tarik pariwisata;
2) diizinkan secara terbatas pengembangan aktivitas
permukiman dengan syarat di luar zona utama
pariwisata dan tidak mengganggu bentang alam daya
tarik pariwisata;
3) diizinkan secara terbatas pengembangan bangunan
penunjang pendidikan dan pelatihan;
4) dilarang kegiatan dan penggunaan lahan yang
mengganggu dan mengurangi kualitas daya tarik
wisata;
5) dilarang mendirikan bangunan selain untuk
menunjang pariwisata pada zona inti pariwisata; dan

6) dilarang
- 183 -

6) dilarang pengembangan aktivitas industri dan


pertambangan skala besar yang mengganggu fungsi
daya tarik wisata.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk kegiatan
lainnya di kawasan pariwisata mengikuti jenis dan
karakter daya tarik wisata.
c. ketentuan khusus pada kawasan pariwisata yang
bersinergi dengan fungsi lindung berupa tidak boleh
mengganggu fungsi konservasi.

Pasal 121

Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan permukiman


sebagaimana dimaksud Pasal 106 ayat (3) huruf i meliputi:
a. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kawasan lindung setempat;
2) diizinkan pengembangan sarana dan prasarana
pendukung permukiman seperti fasilitas umum,
fasilitas sosial serta fasilitas ekonomi dengan syarat
disesuaikan dengan skalanya;
3) diizinkan kegiatan pariwisata yang bersinergis dengan
kawasan permukiman;
4) dilarang pengembangan kegiatan industri dan
pertambangan skala besar yang mengganggu fungsi
permukiman; dan
5) dilarang pengembangan kawasan permukiman yang
bisa menyebabkan alih fungsi lahan pertanian pangan
berkelanjutan dan kawasan lindung.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk klasifikasi
non permukiman adalah maksimum 70 % dan berupa
jenis pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu aktivitas
permukiman
c. Ketentuan lainnya terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kawasan permukiman
vertikal di kawasan perkotaan;

2) diizinkan
- 184 -

2) diizinkan pemindahan permukiman yang terletak pada


kawasan rawan bencana, kawasan perlindungan
setempat, hutan lindung maupun fungsi lindung
lainnya harus memperhatikan kaidah keberlanjutan
permukiman; dan
3) penyediaan RTH secara proporsional dengan fungsi
kawasan setidaknya 30% dari kawasan peruntukan
permukiman.

Pasal 122

(1) Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan budidaya


lainnya sebagaimana dimaksud Pasal 106 ayat (3) huruf j
adalah berupa kawasan pertahanan keamanan, meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
kawasan pertahanan keamanan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kegiatan budidaya non
terbangun di sekitar zona penyangga; dan
2) dilarang menyelenggarakan kegiatan yang
menyebabkan terganggunya fungsi pertahanan
keamanan seperti pengembangan industri yang
menyerap banyak tenaga kerja sehingga berpotensi
mengganggu mobilisasi kepentingan hankam.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk
klasifikasi kawasan pertahanan keamanan diatur
sesuai dengan peraturan perundangan terkait.
c. ketentuan khusus untuk kawasan sekitar pertahanan
dan keamanan memperhatikan karakter, tingkat
keamanan dan resiko konflik yang ditimbulkan
terhadap kegiatan budidaya lain di sekitarnya.

Paragraf 2
Arahan Perizinan

Pasal 123

(1) Arahan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96


huruf b
- 185 -

huruf b ditujukan pada perizinan yang terkait dengan izin


pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan ruang.
(2) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan
sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat
dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan
prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan
penggantian yang layak.
(3) Dalam memberikan pertimbangan secara substansi,
pemberi izin melakukan kajian dan evaluasi teknis dan
yuridis antara lain berdasarkan pada:
a. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi;
b. kesesuaian dengan peraturan zonasi;
c. kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan
bidang teknis lainnya;
d. kesesuaian rencana penggunaan tanah dengan jenis
hak atas tanahnya; dan
e. kelayakan desain dan lokasi lahan.
(4) Arahan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai:
a. dasar pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
menyusun ketentuan perizinan;
b. alat pengendali pengembangan kawasan;
c. penjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
tata ruang, peraturan zonasi, standar pelayanan
minimal, dan kualitas minimum yang ditetapkan;
d. alat untuk menghindari dampak negatif; dan
e. pelindung kepentingan umum.
(5) Arahan perizinan wilayah provinsi terdiri atas:
a. bentuk izin pemanfaatan ruang yang mengacu pada
RTRW yang menjadi kewenangan provinsi dan
rekomendasi bagi pemerintah kabupaten/kota;
b. mekanisme perizinan pemanfaatan ruang yang menjadi
wewenang Pemerintah Daerah Provinsi; dan
c. aturan lain mengenai keterlibatan lembaga pengambil
keputusan dalam mekanisme perizinan.

Pasal 124
- 186 -

Pasal 124

(1) Gubernur menerbitkan perizinan sesuai dengan rencana


tata ruang wilayah berupa kawasan pengendalian ketat,
yaitu kawasan yang memerlukan pengawasan secara
khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk
mempertahankan daya dukung, mencegah dampak
negatif, menjamin proses pembangunan berkelanjutan
yang meliputi:
a. kawasan perdagangan regional;
b. kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya
dan Kabupaten Bangkalan yang meliputi kawasan
tertentu/fair ground, interchange (simpangan) jalan
akses, dan/atau rencana reklamasi pantai;
c. wilayah aliran sungai, sumber air, dan stren kali
dengan sempadannya;
d. kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian
Iingkungan hidup yang meliputi kawasan resapan air
atau sumber daya air dan kawasan konservasi hutan
bakau;
e. transportasi terkait kawasan jaringan jalan, jalur
perkeretaapian, daerah kepentingan pelabuhan, dan
kawasan sekitar bandara;
f. prasarana wilayah dalam skala regional lainnya seperti
area di sekitar jaringan pipa gas, jaringan SUTET, dan
TPA terpadu;
g. kawasan rawan bencana;
h. kawasan lindung prioritas dan pertambangan skala
regional;
i. kawasan konservasi alami, budaya, dan yang bersifat
unik dan khas;
j. kawasan untuk kegiatan yang menggunakan bahan
baku dan/atau mempunyai pengaruh antarwilayah di
Jawa Timur; dan
k. kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah
dan administratif Jawa Timur; dan
l. kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria
kawasan pengendalian ketat.
(2) Setiap
- 187 -

(2) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan


perizinan dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.
(3) Penjabaran dari setiap butir bentuk perizinan
pemanfaatan ruang, mekanisme perizinan, dan aturan
terkait lainnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Gubernur.
(4) Gubernur mempunyai kewenangan untuk menetapkan
lokasi dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum.

Paragraf 3
Arahan Insentif dan Disinsentif

Pasal 125

(1) Arahan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 96 huruf c, yaitu bahwa insentif merupakan
perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang, sedangkan disinsentif merupakan
perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan,
atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang.
(2) Arahan insentif dan disinsentif disusun berdasarkan:
a. struktur ruang, pola ruang, dan KSP;
b. indikasi arahan peraturan zonasi; dan
c. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
(3) Arahan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi untuk:
a. arahan penyusunan perangkat untuk mendorong
kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
b. katalisator perwujudan pemanfaatan ruang; dan
c. stimulan untuk mempercepat perwujudan struktur
ruang dan pola pemanfaatan ruang.
(4) Arahan insentif diberikan dalam bentuk:
a. arahan insentif fiskal yang berupa keringanan atau
pembebasan pajak atau retribusi daerah; dan
b. arahan
- 188 -

b. arahan insentif nonfiskal yang berupa arahan


penambahan dana alokasi khusus, pemberian
kompensasi, subsidi silang, kemudahan prosedur
perizinan, imbalan, sewa ruang, urun saham,
pembangunan dan pengadaan infrastruktur,
pengurangan retribusi, prasarana dan sarana,
penghargaan dari pemerintah kepada masyarakat,
swasta, dan/atau pemerintah daerah provinsi,
dan/atau publisitas atau promosi.
(5) Arahan insentif meliputi:

a. arahan insentif kepada pemerintah daerah provinsi


lainnya;

b. arahan insentif dari pemerintah daerah provinsi


kepada pemerintah daerah kabupaten/kota atau
pemerintah daerah provinsi lainnya dalam bentuk
pemberian kompensasi dari pemerintah daerah
kabupaten/kota penerima manfaat kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota pemberi manfaat atas manfaat
yang diterima oleh pemerintah penerima manfaat;
arahan penyediaan sarana dan prasarana; serta
arahan pemberian publisitas atau promosi daerah;

c. arahan insentif dari Pemerintah Daerah Provinsi


kepada masyarakat umum dalam bentuk arahan
untuk pemberian kompensasi insentif; arahan untuk
pengurangan retribusi; arahan untuk pemberian
imbalan, pemberian sewa ruang dan urun saham,
penyediaan sarana dan prasarana, pemberian
kemudahan perizinan dari Pemerintah Daerah Provinsi
penerima manfaat kepada masyarakat umum; dan

d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta,


dan/atau pemerintah daerah.

(6) Arahan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


berfungsi untuk mencegah, membatasi pertumbuhan,
atau mengurangi kegiatan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang.

(7) Arahan
- 189 -

(7) Arahan disinsentif diberikan dalam bentuk:

a. arahan disinsentif fiskal berupa arahan pengenaan


pajak/retribusi daereah yang tinggi yang disesuaikan
dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
pemanfaatan ruang, dan

b. arahan disinsentif nonfiskal berupa arahan untuk


pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan
kompensasi, pemberian penalti, pengurangan dana
alokasi khusus, persyaratan khusus dalam perizinan,
dan/atau pemberian status tertentu dari pemerintah
atau Pemerintah Daerah Provinsi.
(8) Arahan disinsentif meliputi:
a. arahan disinsentif dari Pemerintah Daerah Provinsi
kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
wilayah provinsi dan kepada wilayah provinsi lainnya
diberikan dalam bentuk arahan untuk pengajuan
pemberian kompensasi dari Pemerintah Daerah
Provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota pelanggar
penataan ruang yang berdampak pada wilayah
kabupaten/kota pemberi kompensasi dan/atau arahan
untuk pembatasan penyediaan sarana dan prasarana;
dan
b. arahan disinsentif dari Pemerintah Daerah Provinsi
kepada masyarakat umum yang diberikan dalam
bentuk arahan untuk pemberian kompensasi
disinsentif, arahan untuk ketentuan persyaratan
khusus perizinan dalam rangka kegiatan pemanfaatan
ruang oleh masyarakat umum/lembaga komersial,
arahan untuk ketentuan kewajiban membayar
imbalan, dan/atau arahan untuk pembatasan
penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur.
(9) Ketentuan mengenai tata laksana dan penetapan insentif
dan disinsentif diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Gubernur.

Paragraf 4
- 190 -

Paragraf 4
Arahan Sanksi

Pasal 126

(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96


huruf d merupakan tindakan penertiban yang dilakukan
terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
(2) Apabila terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan
penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(3) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


tidak hanya diberikan kepada pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan
ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah
yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

BAB IX
KELEMBAGAAN

Pasal 127

(1) Dalam rangka mengoordinasikan penyelenggaraan


penataan ruang dan kerja sama antarsektor dan
antardaerah bidang penataan ruang dibentuk Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), yang bersifat
ad hoc.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan
Gubernur.

BAB X
- 191 -

BAB X

HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT DALAM


PENATAAN RUANG

Pasal 128

Dalam penataan ruang setiap orang berhak untuk:

a. mengetahui rencana tata ruang;

b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat


penataan ruang;

c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang


timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang
sesuai dengan rencana tata ruang;

d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang


terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang di wilayahnya;

e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian


pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah
dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
menimbulkan kerugian.

Pasal 129

Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib:


a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik
umum.
Pasal 130
- 192 -

Pasal 130

(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh


pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.
(2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:
a. perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa:
a. masukan mengenai:
1) persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2) penentuan arah pengembangan wilayah atau
kawasan;
3) pengidentifikasian potensi dan masalah
pembangunan wilayah atau kawasan;
4) perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5) penetapan rencana tata ruang.
b. kerja sama dengan pemerintah daerah dan/atau
sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata
ruang.
(4) Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:

a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;

b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah,


dan/atau sesama unsur masyarakat dalam
pemanfaatan ruang;

c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan


kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan;

d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian


dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang
udara, dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. kegiatan
- 193 -

e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan


keamanan serta memelihara dan meningkatkan
kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya
alam; dan

f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian


pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c berupa:

a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi,


perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta
pengenaan sanksi;

b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi


pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang


berwenang dalam hal menemukan dugaan
penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan
ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang
berwenang terhadap pembangunan yang dianggap
tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 131

(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat


disampaikan secara langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat disampaikan kepada:
a. gubernur, untuk rencana tata ruang provinsi;
dan/atau
b. bupati/walikota, untuk rencana tata ruang
kabupaten/kota.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
juga dapat disampaikan melalui unit kerja terkait pada
gubernur/bupati/walikota.
Pasal 132
- 194 -

Pasal 132

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah


Daerah Provinsi membangun sistem informasi dan
dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan
mudah oleh masyarakat.

Pasal 133

Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan


ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.

BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 134

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 129 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(3) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf i dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-
sama dengan pengenaan sanksi administratif yang lain.

(4) Ketentuan
- 195 -

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara serta penetapan


sanksi administratif diatur dalam Peraturan Gubernur.

BAB XII
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 135

(1) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan


Pemerintah Daerah Provinsi diberi wewenang untuk
melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran
ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah ini.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang penataan ruang agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan bidang
penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau
badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang
penataan ruang;
d. memeriksa buku catatan dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang penataan ruang;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan
bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
penataan ruang;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotet
- 196 -

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak


pidana di bidang penataan ruang;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan tindak pidana di bidang penataan ruang
menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut
umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB XIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 136

(1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai


dengan rencana tata ruang sehingga mengakibatkan
perubahan fungsi ruang, kerugian terhadap harta benda
atau kerusakan barang, dan/atau kematian orang dikenai
sanksi pidana.
(2) Pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

BAB XIV

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 137

(1) RTRW Provinsi memiliki jangka waktu 20 (dua puluh)


tahun ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan dapat
dilakukan peninjauan kembali minimum 5 (lima) tahun
sekali.
(2) Dalam
- 197 -

(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang


berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau
perubahan batas teritorial wilayah provinsi yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, RTRW
Provinsi dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
juga dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan
nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan
ruang provinsi dan/atau dinamika internal provinsi.

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 138

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka


pelaksanaan peraturan daerah yang berkaitan dengan
Penataan Ruang Daerah yang telah ada dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
daerah ini.

(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:

a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan


telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini
tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;

b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi


tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini
berlaku ketentuan:

1) untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya,


izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini;

2) untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya,


pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait
habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian

dengan fungsi
- 198 -

dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan


Daerah ini; dan

3) untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya


dan tidak memungkinkan untuk dilakukan
penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan
Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan
dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang
timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut
dapat diberikan penggantian yang layak.

c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan


tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan
penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini;

d. pemanfaatan ruang di daerah yang diselenggarakan


tanpa izin ditentukan sebagai berikut:

1) yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan


Daerah ini, pemanfaatan ruang yang bersangkutan
ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan
Daerah ini;

2) yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,


dipercepat untuk mendapatkan izin yang
diperlukan.

(3) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua


rencana terkait pemanfaatan ruang dan sektoral yang
berkaitan dengan penataan ruang di provinsi tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan RTRW Provinsi.

(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai teknis penggantian


yang layak diatur dengan Peraturan Gubernur.

BAB XVI
- 199 -

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 139

Pada saat peraturan daerah ini mulai berlaku, Peraturan


Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Nomor 2 Seri E),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 140

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini,


sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Gubernur.

(2) Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak
diundangkannya peraturan daerah ini.

Pasal 141

Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan
dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur.

Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 21 Juni 2012

GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd

Dr. H. SOEKARWO

PENJELASAN
- 200 -

Diundangkan di Surabaya
Pada tanggal 22 Juni 2012

SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR

ttd.

Dr. H. RASIYO, M.Si

LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR


TAHUN 2012 NOMOR 3 SERI D.

Sesuai dengan aslinya


a.n. SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
Kepala Biro Hukum

ttd.

SUPRIANTO, SH, MH
Pembina Utama Muda
NIP 19590501 198003 1 010
-1-

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR 5 TAHUN 2012
TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI


TAHUN 2011—2031

I. UMUM

Sesuai dengan amanat Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26


Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Provinsi merupakan pedoman untuk penyusunan rencana
pembangunan jangka panjang daerah; penyusunan rencana pembangunan
jangka menengah daerah; pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah provinsi; pewujudan keterpaduan, keterkaitan,
dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta
pewujudan keserasian antarsektor; penetapan lokasi dan fungsi ruang
untuk investasi; penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota. Oleh karena itu, RTRW Provinsi disusun
dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah provinsi; isu-isu strategis
wilayah; tantangan eksternal berupa isu globalisasi, isu dampak
pemanasan global, dan lain-lain; isu penanganan kawasan perbatasan
antarprovinsi dan kabupaten/kota; serta hal-hal yang ingin dicapai dalam
periode waktu 20 (dua puluh) tahun yang akan datang.

Dalam rangka mengantisipasi dinamika internal dan eksternal


tersebut, pembangunan penataan ruang perlu ditingkatkan melalui upaya
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk
mengalokasikan sumber daya secara berdaya guna dan berhasil guna.
Salah satunya adalah melalui peningkatan keterpaduan dan keserasian
pembangunan di segala sektor pembangunan yang secara spasial
diakomodasi dalam RTRW Provinsi. Dengan demikian, RTRW Provinsi
merupakan matra spasial dalam pembangunan wilayah provinsi yang
mencakup pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan dengan
mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup secara tertib, aman,
efektif, dan efisien.

RTRW Provinsi
-2-

RTRW Provinsi memadukan dan menyerasikan tata guna tanah, tata


guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya dalam
satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang
oleh pengelolaan perkembangan penduduk yang serasi dan pendekatan
wilayah yang memperhatikan aspek lingkungan alam dan lingkungan
sosial. Untuk itu, penyusunan RTRW Provinsi didasarkan pada upaya
untuk mewujudkan misi penataan ruang wilayah provinsi, yaitu
mewujudkan keseimbangan pemerataan pembangunan antarwilayah dan
pertumbuhan ekonomi; mewujudkan pengembangan pusat pertumbuhan
wilayah dalam meningkatkan daya saing daerah dalam kancah Asia;
mewujudkan penyediaan sarana dan prasarana wilayah secara berkeadilan
dan berhierarki serta bernilai tambah tinggi; mewujudkan pemantapan
fungsi lindung dan kelestarian sumber daya alam dan buatan;
mewujudkan optimasi fungsi budi daya kawasan dalam meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam persaingan global; mewujudkan
keterpaduan program pembangunan berbasis agribisnis dan jasa komersial
yang didukung seluruh pemangku kepentingan; dan mewujudkan
kemudahan bagi pengembangan investasi daerah serta peningkatan kerja
sama regional.

RTRW Provinsi menetapkan visi, misi, dan tujuan penataan ruang,


kebijakan dan strategi penataan ruang, rencana struktur ruang wilayah
provinsi, rencana pola ruang wilayah provinsi, penetapan kawasan strategis
provinsi, arahan pemanfaatan ruang wilayah yang meliputi indikasi
program utama lima tahunan dan program utama tahunan, arahan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah yang meliputi indikasi arahan
peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.
Pasal 4
-3-

Pasal 4

Yang dimaksud dengan ―agribisnis‖ adalah sistem dan usaha kegiatan


pembangunan pertanian di kawasan agropolitan (kawasan sentra
produksi pangan) dan wilayah sekitarnya. Agribisnis meliputi:

a. subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) yang


mencakup: mesin, peralatan pertanian pupuk, dan lain-lain;
b. subsistem usaha tani/pertanian primer (on farm agribusiness) yang
mencakup usaha: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
perikanan, peternakan, dan kehutanan;
c. subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yang
meliputi: industri pengolahan dan pemasarannya, termasuk
perdagangan untuk kegiatan ekspor; dan
d. subsistem jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi
agribisnis) seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian
dan pengembangan, pendidikan, penyuluhan, infrastruktur, serta
kebijakan pemerintah.

Yang dimaksud dengan ―jasa komersial‖ adalah kegiatan yang


berorientasi pada keuntungan ekonomi.

Yang dimaksud dengan ―pembangunan berkelanjutan‖ adalah upaya


sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup,
sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin
keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan; atau upaya memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengorbankan kebutuhan masa yang akan datang.

Pasal 5

Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ―pusat pertumbuhan wilayah (regional
growth centre)‖ adalah suatu daerah tertentu yang potensial
direncanakan untuk pengembangan perencanaan ekonomi, sosial,
dan fisik; yang bertujuan menghidupkan (lebih lanjut) wilayah
permukiman (kota dan desa) agar dapat mengangkat
pertumbuhan daerah yang bersangkutan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ―berkeadilan‖ adalah sesuai dengan
-4-

kebutuhan dan potensi yang akan dikembangkan.


Yang dimaksud

Yang dimaksud dengan ―berhierarki‖ adalah sistem pelayanan


yang berjenjang dan terstruktur sesuai dengan tingkatan dan
ukuran tertentu yang saling berkaitan sehingga tercipta efisiensi
dalam penggunaannya.
Yang dimaksud dengan ―bernilai tambah tinggi‖ adalah pemberian
hasil dan nilai yang lebih besar dari upaya yang dilakukan dalam
rangka memacu pertumbuhan wilayah dan memberi efek
pengganda.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.

Pasal 6

Yang dimaksud dengan ―sistem agropolitan‖ adalah satu kesatuan


yang terdiri atas subsistem kawasan sentra produksi pangan,
subsistem kegiatan agribisnis, dan subsistem jasa penunjang yang
saling berhubungan dan berinteraksi secara interdependensi.
Subsistem jasa penunjang terdiri atas:
a. penunjang fisik: transportasi, komunikasi, sistem energi (listrik dan
BBM), pusat perdagangan dan promosi, serta sumber daya air (air
minum, industri, pertanian); dan
b. penunjang nonfisik: sistem keuangan (bank, koperasi, LKU), sistem
informasi (keunggulan komparatif, IPTEK, pasar, profil investasi),
sistem tata pamong, serta sistem pemberdayaan dan pendampingan
masyarakat;
atau dapat juga disebutkan sistem agropolitan terdiri atas subsistem
sektor primer berupa budi daya, sektor sekunder berupa pengolahan
hasil, sektor tertier berupa jasa penunjang fisik, dan sektor kuarter
berupa jasa penunjang nonfisik.
-5-

Yang dimaksud
-6-

Yang dimaksud ―sistem metropolitan‖ adalah satu kesatuan yang


terdiri atas subsistem wilayah kota berupa kota besar (berpenduduk
minimal 500 ribu jiwa) dan daerah pengaruh sekitarnya sehingga
jumlah penduduk minimal 1 juta jiwa sebagai pusat pertumbuhan
dengan berbagai subsistem kegiatan di bidang ekonomi, sosial,
industri, perdagangan, administrasi, bersama-sama daerah
pengaruhnya memiliki potensi yang tinggi untuk perkembangan masa
depan.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan ―strategi pemasaran kota (city


marketing)‖ adalah strategi promosi kota atau bagian
wilayah kota dengan tujuan untuk mendorong
pengembangan aktivitas tertentu. Strategi ini digunakan
untuk menciptakan persepsi eksternal terhadap kota
tersebut agar menarik wisatawan dan masuknya investasi.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Ayat (3)
-7-

Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ―eco-region” adalah suatu wilayah
yang secara ekologi dan geografi lebih besar dari ekosistem,
yang terdiri atas perairan dan/atau daratan yang
mengandung karakteristik sumber daya alam, komunitas,
dan spesies yang khas secara geografis. Keragaman flora,
fauna, dan ekosistemnya mencerminkan suatu eco-region
berbeda dengan eco-region lainnya, berupa pola ekosistem
yang berulang terkait dengan karakteristik kombinasi
tanah, bentuk tanah, dan fenomena geografi (geologi,
fisiografi, vegetasi, iklim, hidrologi, fauna daratan dan
perairan, tanah, pola guna lahan, perubahan vegetasi) yang
berbeda secara kualitas, kesehatan, dan integritas
ekosistem. Batas suatu eco-region adalah suatu komunitas
alamiah yang asli sebelum mengalami gangguan perubahan.

Pasal 9

Huruf a
Yang dimaksud dengan ―sistem pusat pelayanan‖ adalah bagian
dari struktur ruang yang terdiri atas rencana sistem perkotaan
yang disertai dengan penetapan fungsi wilayah
pengembangannya, sistem perdesaan, dan sistem perwilayahan
pembangunan.
Huruf b
Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)
Kebijakan ini dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan
wilayah dan pemerataan pelayanan di perdesaan dan perkotaan
agar terjadi efisiensi fungsi
Ayat (2)
-8-

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ―hubungan desa-kota‖ adalah
sistem keterkaitan antara desa dan kota dalam bentuk
hubungan fungsional dan sistem pelayanan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ―energi mikrohidro‖ adalah energi
yang berasal dari aliran air yang memiliki perbedaan
ketinggian tertentu. Energi mikrohidro dapat dimanfaatkan
sebagai pembangkit listrik (PLTMH).

Yang dimaksud dengan ―energi biogas‖ adalah energi yang


berasal dari gas hasil aktivitas anaerobik atau fermentasi
dari bahan organik. Biogas dapat digunakan sebagai bahan
bakar kendaraan atau untuk menghasilkan listrik.

Yang dimaksud dengan ―energi biomassa‖ adalah energi


yang berasal dari bahan organik, seperti kayu, tanaman,
pupuk, dan beberapa jenis sampah. Limbah kayu atau
sampah ini dapat dibakar sehingga menghasilkan uap yang
dapat digunakan untuk pembangkit listrik, atau penyedia
panas untuk industri dan rumah.

Yang dimaksud
-9-

Yang dimaksud dengan ―energi lainnya‖ adalah sumber


energi yang mungkin ditemukan pada masa yang akan
datang.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Informasi kondisi hidrologis, misalnya tentang curah hujan,


debit sungai, dan tinggi muka air pada sumber air.

Informasi kondisi hidrometeorologis, misalnya tentang


temperatur udara, kecepatan angin, dan kelembaban udara.

Informasi kondisi hidrogeologis mencakup cekungan air


tanah, misalnya potensi air tanah dan kondisi akuifer atau
lapisan pembawa air.

Ayat (6)
- 10 -

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ―kawasan hutan lindung‖ adalah
kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu
memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir, dan
pencegah erosi serta yang mampu memelihara kesuburan
tanah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ―kawasan perlindungan setempat‖
adalah kawasan lindung yang melindungi kawasan tertentu
yang ada di sekitarnya, antara lain sempadan sungai,
sempadan pantai, kawasan sekitar mata air, kawasan
sekitar waduk/danau, kawasan lindung spiritual, dan
kearifan lokal.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ―kawasan suaka alam‖ adalah
kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun
di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem
penyangga kehidupan.

Yang dimaksud dengan ―kawasan pelestarian alam‖ adalah


kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun
di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Yang dimaksud dengan ―kawasan cagar budaya‖ adalah


kawasan yang memiliki hasil budaya manusia bernilai tinggi
dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata dan
ilmu pengetahuan.

huruf d
- 11 -

Huruf d
Yang dimaksud dengan ―kawasan rawan bencana alam‖
adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
mengalami bencana alam.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan ―kawasan lindung lainnya‖ adalah
terumbu karang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan ―cagar alam geologi‖ adalah kawasan
yang memiliki keunikan bentang alam, keunikan batuan dan
fosil, dan keunikan proses geologi.

Yang dimaksud dengan ―kawasan rawan bencana alam geologi‖


adalah kawasan rawan letusan gunung api, gempa bumi, dan
rawan tsunami.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
- 12 -

Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Yang dimaksud dengan ―peruntukan kawasan budi daya
lainnya‖ adalah kawasan pertahanan dan keamanan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ―kegiatan di luar kehutanan‖ adalah
kegiatan untuk tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan,
antara lain kegiatan pertambangan, pembangunan jaringan
listrik, telepon, instalasi air, kepentingan religi, dan
kepentingan pertahanan keamanan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
- 13 -

Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ―minapolitan‖ adalah konsepsi
pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis
kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi,
berkualitas, dan percepatan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.

Ayat (9)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan ―industri berteknologi tinggi dan


ramah lingkungan‖ adalah industri yang menggunakan
teknologi tinggi dalam proses produksi dan/atau yang
menghasilkan produk berteknologi tinggi dengan

meminimalkan limbah
- 14 -

meminimalkan limbah dan/atau polusi, antara lain:


industri komponen elektronika, bioteknologi, peralatan
elektronika dan informatika.

Kawasan ini diarahkan dalam bentuk kawasan yang


kompak dan juga mendukung fungsi pendidikan, wisata,
dan perdagangan.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Ayat (10)

Cukup jelas.

Ayat (11)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan ―pola hunian berimbang‖ adalah


sebuah upaya membentuk permukiman/kawasan hunian
yang dilengkapi dengan kebutuhan dan sarana dan
prasarana secara proporsional.

Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (12)

Cukup jelas.

Ayat (13)

Cukup jelas.

Pasal 15
- 15 -

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan ―kawasan ekonomi unggulan‖ adalah


kawasan dengan perlakuan regulasi yang khusus dalam rangka
insentif pengembangan kawasan untuk pengembangan suatu
komoditas atau sektor unggulan tertentu.

Yang dimaksud dengan ―kawasan koridor metropolitan‖ adalah


sabuk pengembangan ekonomi antara Kabupaten Bangkalan,
Kota Surabaya, hingga Kabupaten Malang yang dicirikan oleh
aktivitas perkotaan atau metropolitan.

Yang dimaksud dengan ―kawasan perbatasan antarprovinsi‖


adalah kawasan perbatasan Provinsi Jawa Timur-Jawa Tengah-
DI Yogyakarta yang memiliki potensi kerja sama regional.

Yang dimaksud dengan ―kawasan perbatasan antarkabupaten/


kota‖ adalah kawasan perbatasan antarkabupaten/antarkota di
Provinsi Jawa Timur yang memiliki potensi kerja sama daerah.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ―kawasan tertinggal‖ adalah kawasan
yang cenderung tertinggal dibandingkan kawasan lain di
sekitarnya atau dalam satu kesatuan wilayah. Kawasan tertinggal
ditekankan pada kawasan yang memiliki tingkat kemiskinan
rata-rata tertinggi di kabupaten/kota masing-masing dan
memiliki tingkat kemajuan pembangunan ekonomi, manusia, dan
fisik spasial yang rendah.
Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d
- 16 -

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan ―instrumen insentif‖ adalah suatu


instrumen yang dimaksudkan untuk merangsang
pertumbuhan kawasan tertinggal tersebut melalui berbagai
upaya, di antaranya berupa keringanan pajak dan
peningkatan program pembangunan strategis.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan ‖sejarah dan budaya yang tinggi serta


nilai-nilai yang asli‖ adalah sejarah dan budaya yang menjadi
dasar dan kekayaan budaya bangsa yang baik dan memberikan
nilai positif.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ―rencana struktur ruang‖ adalah


gambaran struktur ruang yang dikehendaki untuk dicapai hingga
akhir tahun rencana (20 tahun) yang mencakup struktur ruang
yang sudah ada dan yang akan dikembangkan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 18

Pengembangan sistem pusat pelayanan dibangun oleh konstelasi


sistem perkotaan yang berhierarki satu sama lain dan berkaitan

dengan sistem
- 17 -

dengan sistem perdesaan serta pembagian perwilayahan di Jawa


Timur yang serasi, selaras, dan saling memperkuat dalam ruang
wilayah provinsi sehingga membentuk satu sistem yang menunjang
pertumbuhan dan penyebaran berbagai kegiatan.

Pasal 19

Ayat (1)

Sistem perkotaan disusun secara berhierarki menurut fungsi dan


besarannya meliputi penetapan fungsi kota dan hubungan
hierarkisnya berdasarkan penilaian kondisi sekarang dan
rencana pengembangan di masa yang akan datang.

Sistem perkotaan wilayah provinsi merupakan pusat


pertumbuhan yang ada di wilayah provinsi, yang terdiri atas:
Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW),
dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

Pusat kegiatan yang memiliki potensi dan peluang untuk


dikembangkan di kemudian hari, tetapi belum terakomodasi
dalam penetapan dapat diusulkan penetapannya. Pusat kegiatan
yang dimaksud meliputi PKW Promosi (PKWP) dan PKL Promosi
(PKLP).

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)
Wilayah pengembangan (WP) disusun dengan kedalaman
penataan struktur permukiman perkotaan meliputi penetapan
wilayah pengembangan, fungsi wilayah, dan pusat
pengembangannya berdasarkan penilaian potensi sesuai dengan
karakteristik wilayah saat ini dan rencana pengembangan pada
masa yang akan datang.

Pusat pengembangan WP merupakan pusat permukiman kota


atau perkotaan. Beberapa WP yang berpotensi berkembang lebih
besar dari konsep yang diarahkan dibagi lagi menjadi beberapa
cluster dan setiap cluster terdiri atas beberapa kawasan
perkotaan dengan fungsi pengembangan dan spesifikasi kegiatan
masing-masing.

Pembagian Wilayah
- 18 -

Pembagian wilayah pengembangan (WP) dilakukan (i) untuk


menciptakan keserasian dan keseimbangan struktur ruang
wilayah, (ii) sebagai pusat pertumbuhan bagi wilayah hinterland-
nya, (iv) sebagai motor penggerak perekonomian wilayah, dan (v)
sebagai stimulator bagi perkembangan pembangunan dan
pertumbuhan perekonomian wilayah.

Pasal 20

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pengembangan sistem agropolitan dan sistem agroindustri
dilakukan oleh provinsi dan kabupaten/kota. Pada sistem
agropolitan dan sistem agroindustri yang mencakup dua atau
lebih kabupaten/kota dilakukan oleh provinsi.
Pengembangan sistem agropolitan meliputi pertanian dalam arti
seluas-luasnya, termasuk pengembangan minapolitan sebagai
bagian dari sistem perdesaan.

Pasal 21

Sistem jaringan prasarana wilayah provinsi dibentuk oleh sistem


jaringan transportasi sebagai jaringan prasarana utama dan dilengkapi
dengan sistem jaringan prasarana lainnya yang meliputi sistem
jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan
sumber daya air, dan sistem prasarana pengelolaan lingkungan yang
mengintegrasikan dan memberikan layanan bagi pusat kegiatan yang
ada di wilayah provinsi.

Pasal 22

Cukup jelas.
Pasal 23
- 19 -

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ―dryport‖ adalah fasilitas di darat
untuk menerima dan memindahkan barang dalam
kontainer dengan fungsi bongkar muat barang dalam
kontainer dan terintegrasi dengan sistem transportasi darat
lainnya.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29
- 20 -

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Huruf a
Yang dimaksud dengan ―pelabuhan utama‖ adalah pelabuhan
yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam
negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri
dan internasional dalam jumlah besar, sebagai tempat asal
tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.

Huruf b
Yang dimaksud dengan ―pelabuhan pengumpul‖ adalah
pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
jumlah menengah, sebagai tempat asal tujuan penumpang
dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan
jangkauan pelayanan antarprovinsi.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ―pelabuhan pengumpan‖ adalah
pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama

dan pelabuhan
- 21 -

dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan


penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan
dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.
Berdasarkan skala pelayanannya, pelabuhan pengumpan dibagi
menjadi 2 yaitu:
1. Pelabuhan pengumpan regional yang ditetapkan dengan
memperhatikan:
a. berperan sebagai pengumpan pelabuhan hub
internasional, pelabuhan internasional pelabuhan
nasional;
b. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan
barang dari/ke pelabuhan utarna dan pelabuhan
pengumpan:
c. berperan melayani angkutan taut antar Kabupaten/Kota
dalam propinsi;
d. berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau ± 25
mil:
e. kedalaman minimal pelabuhan -4 m LWS:
f. memiliki dermaga minimal panjang 70 m; dan
g. jarak dengan pelabuhan regional lainnya 20 - 50 mil.
2. Pelabuhan pengumpan lokal yang ditetapkan dengan
memperhatikan:
a. berperan sebagai pengumpan pelabuhan hub
internasional, pelabuhan internasional, pelabuhan
nasional dan pelabuhan regional;
b. berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah
terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah perbatasan yang
hanya didukung oleh mode transportasi laut;
c. berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi
laut untuk mendukung kehidupan masyarakat dan
berfungsi sebagai tempat multifungsi selain sebagai
terminal untuk penumpang juga untuk melayani bongkar
muat kebutuhan hidup masyarakat disekitamya;
d. berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi
laut reguler kecuali keperintisan;
e. kedalaman minimal pelabuhan -1,5 m LWS;
f. memiliki fasilitas tambat; dan
g. jarak dengan pelabuhan lokal lainnya 5 - 20 mil.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36
- 22 -

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ―tatanan kebandarudaraan‖ adalah
suatu sistem kebandarudaraan nasional yang memuat
hierarki, peran, fungsi, klasifikasi, jenis penyelenggaraan
kegiatan, keterpaduan intramoda dan antarmoda, serta
keterpaduan dengan sektor lainnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ―ruang udara untuk penerbangan‖
adalah ruang udara yang dimanfaatkan untuk kegiatan
transportasi udara atau kegiatan penerbangan sebagai
salah satu moda transportasi dalam sistem transportasi
nasional.
Ruang transportasi udara ditunjukkan oleh informasi
penerbangan regional (flight information region).
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ―bandar udara umum‖ adalah
bandar udara yang digunakan untuk melayani kepentingan
umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ―bandar udara khusus‖ adalah
bandar udara yang digunakan untuk melayani kepentingan
sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ―kelas A‖ adalah ruang udara yang
memiliki kriteria sebagai berikut:
1. hanya digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen;
2. diberikan separasi kepada semua pesawat udara;
3. diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;
4. tidak ada pembatasan kecepatan;
5. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
6. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
kepada pilot (Air Traffic Control Clearance).
Yang dimaksud
- 23 -

Yang dimaksud dengan ―kelas B‖ adalah ruang udara yang


memiliki kriteria sebagai berikut:
1. digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen dan visual;
2. diberikan separasi kepada semua pesawat udara;
3. diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;
4. tidak ada pembatasan kecepatan;
5. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
6. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
kepada pilot.

Yang dimaksud dengan ―kelas C‖ adalah ruang udara yang


memiliki kriteria sebagai berikut:
1. untuk kaidah penerbangan instrumen:
a. diberikan separasi kepada:
1) antarkaidah penerbangan instrumen; dan
2) antarkaidah penerbangan instrumen dengan kaidah
penerbangan visual.
b. pelayanan yang diberikan berupa:
1) layanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk
pemberian separasi dengan kaidah penerbangan
instrumen; dan
2) layanan informasi lalu lintas penerbangan antarkaidah
penerbangan visual.
c. tidak ada pembatasan kecepatan;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
kepada pilot.
2. Untuk kaidah penerbangan visual:
a. diberikan separasi antara penerbangan visual dan
penerbangan instrumen;
b. pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;
c. kecepatan dibatasi 250 knot pada ketinggian di bawah
10.000 kaki di atas permukaan laut;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
kepada pilot.

Yang dimaksud dengan ―kelas D‖ adalah ruang udara yang


memiliki kriteria sebagai berikut:
1. untuk kaidah penerbangan instrumen:
a. separasi
- 24 -

a. separasi diberikan antarkaidah penerbangan instrumen;


b. diberikan layanan pemanduan lalu lintas penerbangan
dan informasi tentang lalu lintas penerbangan visual;
c. kecepatan dibatasi 250 knot pada ketinggian di bawah
10.000 kaki di atas permukaan laut;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
kepada pilot.
2. untuk kaidah penerbangan visual:
a. tidak diberikan separasi;
b. diberikan informasi lalu lintas penerbangan instrumen
kepada penerbangan visual dan antarpenerbangan visual;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
kepada pilot.

Yang dimaksud dengan ―kelas E‖ adalah ruang udara yang


memiliki kriteria sebagai berikut:
1. untuk kaidah penerbangan instrumen:
a. diberikan separasi antarkaidah penerbangan instrumen;
b. diberikan layanan pemanduan lalu lintas penerbangan
sepanjang dapat dilaksanakan atau informasi lalu lintas
penerbangan untuk penerbangan visual;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
kepada pilot.
2. untuk kaidah penerbangan visual:
a. tidak diberikan separasi;
b. diberikan informasi lalu lintas penerbangan sepanjang
dapat dilaksanakan;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. tidak diperlukan komunikasi radio; dan
e. tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu
lintas penerbangan kepada pilot.

Yang dimaksud
- 25 -

Yang dimaksud dengan ―kelas F‖ adalah ruang udara yang


memiliki kriteria sebagai berikut:
1. untuk kaidah penerbangan instrumen:
a. diberikan separasi antarkaidah penerbangan instrumen
sepanjang dapat dilaksanakan;
b. diberikan bantuan layanan pemanduan lalu lintas
penerbangan atau layanan informasi lalu lintas
penerbangan;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu
lintas penerbangan kepada pilot.
2. untuk kaidah penerbangan visual:
a. tidak diberikan separasi;
b. diberikan layanan informasi penerbangan;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. tidak diperlukan komunikasi radio; dan
e. tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu
lintas penerbangan kepada pilot.

Yang dimaksud dengan ―kelas G‖ adalah ruang udara yang


memiliki kriteria sebagai berikut:
1. untuk kaidah penerbangan instrumen:
a. tidak diberikan separasi;
b. diberikan layanan informasi penerbangan;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu
lintas penerbangan kepada pilot.
2. untuk kaidah penerbangan visual:
a. tidak diberikan separasi;
b. diberikan layanan informasi penerbangan;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. tidak diperlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu
lintas penerbangan kepada pilot.
Pasal 38
- 26 -

Pasal 38

Yang dimaksud dengan ―bandar udara pengumpul (hub)‖ adalah


bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan yang luas dari
berbagai bandar udara yang melayani penumpang dan/atau kargo
dalam jumlah besar dan mempengaruhi perkembangan ekonomi
secara nasional atau berbagai provinsi.

Bandar udara pengumpul (hub) terdiri atas bandar udara pengumpul


dengan skala pelayanan primer, sekunder, dan tersier.

Yang dimaksud dengan ―bandar udara pengumpul (hub) dengan skala


pelayanan primer― adalah bandar udara sebagai salah satu prasarana
penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang melayani
penumpang dengan jumlah lebih besar atau sama dengan 5.000.000
(lima juta) orang per tahun.

Yang dimaksud dengan ―bandar udara pengumpul (hub) dengan skala


pelayanan tersier― adalah bandar udara sebagai salah satu prasarana
penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW) yang melayani penumpang dengan jumlah
lebih besar dari atau sama dengan 500.000 (lima ratus) dan lebih kecil
dari 1.000.000 (satu juta) orang per tahun.

Yang dimaksud dengan "bandar udara pengumpan (spoke)‖ adalah


bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan dan
mempengaruhi perkembangan ekonomi terbatas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ―pembangkit tenaga listrik‖ adalah
fasilitas untuk kegiatan memproduksi tenaga listrik.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ―jaringan transmisi tenaga listrik‖
adalah jaringan yang menyalurkan tenaga listrik untuk
kepentingan umum yang dapat berupa jaringan transmisi
tegangan tinggi, ekstra tinggi, dan/atau ultra tinggi.
Huruf c
- 27 -

Huruf c
Yang dimaksud dengan ―jaringan pipa minyak dan gas bumi‖
adalah jaringan yang terdiri atas pipa transmisi dan
distribusi minyak dan gas bumi yang dikembangkan untuk
menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitas produksi ke
kilang pengolahan dan/atau penyimpanan, atau dari kilang
pengolahan atau penyimpanan ke konsumen sebagai
fasilitas produksi, kilang pengolahan, dan tempat
penyimpanan minyak dan gas bumi.
Ayat (2)

Huruf a

Plant adalah pembangkit.

Huruf b

Independent Power Producer (IPP) adalah proyek pembangkit


tenaga listrik baru yang pendanaannya berasal dari swasta.

Huruf c

PLTU adalah pembangkit listrik tenaga uap.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Angka 1)

Interbus trafo (IBT) adalah transformator untuk


penghubung bus jaringan (terkait dengan
kesetimbangan beban jaringan).

Angka 2)

GITET adalah Gardu Induk Tegangan Esktra Tinggi.

Angka 3)
- 28 -

Angka 3)

Cukup jelas.

Angka 4)

Overhead line adalah saluran transmisi yang


menylurkan energi listrik melalui kawat-kawat yang
digantung pada isolator antara menara atau tiang
transmisi.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ―jaringan terestrial‖ adalah jaringan
mikro digital, serat optik (fiber optic), mikro analog, dan
kabel laut.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ―jaringan satelit‖ adalah peranti
komunikasi yang memanfaatkan teknologi satelit.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 42

Cukup jelas.
Pasal 43
- 29 -

Pasal 43

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Daerah irigasi (DI) kewenangan pusat lintas provinsi
meliputi:
1. DI Colo seluas 24.961 ha sebagai DI Lintas Provinsi Jawa
Tengah dan Provinsi Jawa Timur (BBWS Bengawan Solo).
Provinsi Jawa Timur seluas 500 ha di Kabupaten Ngawi;
dan
2. DI Semen/Krinjo seluas 929 ha sebagai DI Lintas
Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur (BBWS
Jratunseluna). Provinsi Jawa Timur seluas 365 ha di
Kabupaten Tuban.
Huruf b
Daerah Irigasi kewenangan pusat lintas kabupaten/kota
meliputi:
1. DI Is Kedung Kandang seluas 5.183 ha meliputi
Kabupaten Malang seluas 4.582 ha dan Kota Malang
seluas 601 ha;
2. DI Lodoyo seluas 12.219 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 1.637 ha dan Kabupaten Tulungagung seluas
10.582 ha;
3. DI Mrica Kiri/W–K seluas 17.964 ha meliputi Kabupaten
Kediri seluas 375 ha dan Kabupaten Nganjuk seluas
12.065 ha;
4. DI Siman seluas 23.562 ha meliputi Kabupaten Kediri
seluas 5.524 ha dan Kabupaten Jombang seluas 18.038
ha;
5. DI Mrica Kanan seluas 17.001 ha meliputi Kabupaten
Kediri seluas 3.945 ha dan Kabupaten Jombang seluas
13.056 ha;
6. DI Menturus seluas 3.632 ha meliputi Kabupaten
Mojokerto seluas 3.223 ha dan Kabupaten Jombang
seluas 409 ha;
7. DI
- 30 -

7. DI Padi Pomahan seluas 4.309 ha meliputi Kabupaten


Mojokerto seluas 4.256 ha dan Kabupaten Jombang
seluas 53 ha;
8. DI Delta Brantas seluas 24.061 ha meliputi Kabupaten
Sidoarjo seluas 23.883 ha dan Kabupaten Mojokerto
seluas 178 ha;

9. DI Gombal/Dupok seluas 6.741 ha meliputi Kabupaten


Madiun seluas 2.803 ha dan Kabupaten Ponorogo seluas
3.938 ha;
10. DI Sim seluas 10.859 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 2.831 ha, Kota Madiun seluas 447 ha, Kabupaten
Magetan seluas 3.746 ha, dan Kabupaten Ngawi seluas
3.835 ha;
11. DI Jejeruk seluas 5.107 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 43 ha dan Kabupaten Magetan seluas 5.064 ha;
12. DI Sampean Baru seluas 8.145 ha meliputi Kabupaten
Bondowoso seluas 1.876 ha dan Kabupaten Situbondo
seluas 6.269 ha; dan
13. DI Bandoyudo seluas 11.784 ha meliputi Kabupaten
Lumajang seluas 887 ha dan Kabupaten Jember seluas
10.897 ha.
Huruf c
Daerah Irigasi kewenangan pusat utuh kabupaten/kota
meliputi:
1. DI Pacal seluas 16.688 ha di Kabupaten Bojonegoro;
2. DI Molek seluas 3.974 ha di Kabupaten Malang;
3. DI Waduk Bening seluas 8.753 ha di Kabupaten
Nganjuk;
4. DI Sungkur seluas 3.065 ha di Kabupaten Ponorogo;
5. DI Waduk Pondok seluas 3.128 ha di Kabupaten Ngawi;
6. DI Beron seluas 4.834 ha di Kabupaten Tuban;
7. DI Bengawan Jero seluas 8.230 ha, DI Wd. Prijetan
seluas 4.513 ha, dan DI Gondang seluas 10.588 ha di
Kabupaten Lamongan;
8. DI Banyuputih seluas 3.575 ha dan DI Sampean seluas
10.359 ha di Kabupaten Situbondo;
9. DI Setail Teknik seluas 5.788 ha, DI Poroliggo seluas
3.515 ha, DI Baru seluas 15.910 ha, dan DI K (Setail)
seluas 6.422 ha di Kabupaten Banyuwangi;
10. DI
- 31 -

10. DI Talang seluas 8.844 ha, DI Bedadung seluas 13.245


ha, DI Pondok Waluh seluas 7.606 ha, dan DI Kencong
Barat seluas 3.110 ha di Kabupaten Jember;
11. DI Pakelen seluas 6.486 ha dan DI Pekalen 2/Andung
Biru seluas 3.642 di Kabupaten Probolinggo;dan
12. DI Jatiroto seluas 4.337 ha di Kabupaten Lumajang.
Huruf d
Daerah Irigasi kewenangan provinsi lintas kabupaten/kota
meliputi:
1. DI Bakalan seluas 154 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 59 ha dan Kota Malang seluas 95 ha;
2. DI Bodo seluas 156 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 97 ha dan Kota Malang seluas 59 ha;
3. DI Kadalpang seluas 1.209 ha meliputi Kabupaten
Malang seluas 1.103 ha dan Kota Malang seluas 106 ha;
4. DI Kajar 2a seluas 20 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 10 ha dan Kota Malang seluas 10 ha;
5. DI Kali Metro seluas 559 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 514 dan Kota Malang seluas 45 ha;
6. DI Kalilanang seluas 457 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 243 ha dan Kota Batu seluas 214 ha;
7. DI Kebalon seluas 107 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 10 ha dan Kota Malang seluas 97 ha;
8. DI Losawi seluas 39 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 37 ha dan Kota Malang seluas 2 ha;
9. DI Ngukir seluas 282 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 168 ha dan Kota Batu seluas 114 ha;
10 DI Pakis seluas 726 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 723 ha dan Kota Batu seluas 3 ha;
10. DI Peniwen seluas 63 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 26 ha dan Kota Batu seluas 37 ha;
11. DI Podokaton seluas 70 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 15 ha dan Kota Batu seluas 55 ha;
12. DI Sedudut seluas 53 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 12 ha dan Kota Batu seluas 41 ha;
13. DI Sengkaling Kanan seluas 193 ha meliputi Kabupaten
Malang seluas 21 ha dan Kota Batu seluas 172 ha;
14. DI
- 32 -

14. DI Sengakaling Kiri seluas 455 ha meliputi Kabupaten


Malang seluas 16 ha dan Kota Batu seluas 439 ha;
15. DI Sumber Tekik seluas 16 ha meliputi Kabupaten
Malang seluas 15 ha dan Kota Batu seluas 1 ha;
16. DI Sumber Turus seluas 32 ha meliputi Kabupaten
Malang seluas 19 ha dan Kota Batu seluas 13 ha;
17. DI Trimo Semut seluas 46 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 2 ha dan Kota Batu seluas 44 ha;
18. DI Urung-Urung seluas 59 ha meliputi Kabupaten
Malang seluas 56 ha dan Kota Batu seluas 3 ha;
19. DI Sbr. Gayam seluas 1.931 ha meliputi Kabupaten
Tulungagung seluas 1.466 ha dan Kabupaten Trenggalek
seluas 465 Ha;
20. DI Kaliboto seluas 165 ha meliputi Kabupaten
Tulunggagung seluas 8 ha dan Kabupaten Blitar seluas
157 ha;
21. DI Paingan seluas 551 ha meliputi Kabupaten
Tulungagung seluas 533 ha dan Kabupaten Trenggalek
18 ha;
22. DI Widoro seluas 2.962 ha meliputi Kabupaten
Tulungagung seluas 1.544 ha dan Kabupaten Trenggalek
seluas 1.418 ha;
23. DI Sukorame seluas 66 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 33 ha dan Kota Blitar seluas 33 ha;
24. DI Jempor seluas 57 ha meliputi Kabupaten Blitar seluas
2 ha dan Kota Blitar seluas 55 ha;
25. DI Tambakrejo I seluas 23 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 2 ha dan Kota Blitar seluas 21 ha;
26. DI Rembang seluas 42 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 33 ha dan Kota Blitar seluas 9 ha;
27. DI Plosotengah seluas 51 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 16 ha dan Kota Blitar seluas 35 ha;
28. DI Sawahan seluas 82 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 18 ha dan Kota Blitar seluas 64 ha;
29. DI Ngrebo seluas 62 ha meliputi Kabupaten Blitar seluas
10 ha dan Kota Blitar seluas 52 ha;
30. DI Janten seluas 34 ha meliputi Kabupaten Blitar seluas
34 ha dan Kota Blitar seluas 0 ha;
31. DI
- 33 -

31. DI Jatinom seluas 56 ha meliputi Kabupaten Blitar


seluas 51 ha dan Kota Blitar seluas 5 ha;
32. DI Sumber Tulung seluas 38 ha meliputi Kabupaten
Blitar seluas 14 ha dan Kota Blitar seluas 24 ha;
33. DI Sumber Jaran seluas 84 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 84 ha dan Kota Blitar seluas 0 ha;
34. DI Sumber Patihan seluas 5 ha meliputi Kabupaten
Blitar seluas 5 ha dan Kota Blitar seluas 0 ha;
35. DI Sumber Tiloro seluas 1 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 1 ha dan Kota Blitar seluas 0 ha;
36. DI Sumber Ipik seluas 32 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 0 ha dan Kota Blitar seluas 32 ha;
37. DI Sumber Berjo seluas 18 Ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 13 ha dan Kota Blitar seluas 5 ha;
38. DI Jaten Termas seluas 461 ha meliputi Kabupaten
Blitar seluas 34 ha dan Kabupaten Kediri seluas 427 ha;
39. DI Gunting seluas 387 ha meliputi Kota Kediri seluas
216 ha dan Kabupaten Kediri seluas 171 ha;
40 DI Kembangan seluas 305 ha meliputi Kota Kediri seluas
109 ha dan Kabupaten Kediri seluas 196 ha;
41 DI Klitik Bendokrosok seluas 332 ha meliputi Kota Kediri
seluas 146 ha dan Kabupaten Kediri seluas 186 ha;
42 DI Klitih Kresek seluas 108 ha meliputi Kota Kediri
seluas 75 ha dan Kabupaten Kediri seluas 33 ha;
43. DI Ngaglik seluas 98 ha meliputi Kota Kediri seluas 63 ha
dan Kabupaten Kediri seluas 35 ha;
44. DI Tawangsari seluas 62 ha meliputi Kabupaten
Jombang seluas 40 ha dan Kabupaten Mojokerto seluas
22 ha;
45. DI Kejagan seluas 314 ha meliputi Kabupaten Jombang
seluas 197 ha dan Kabupaten Mojokerto seluas 117 ha;
46. DI Kawedan seluas 69 ha meliputi Kabupaten Jombang
seluas 20 ha dan Kabupaten Mojokerto seluas 49 ha;
47. DI Mernung seluas 661 ha meliputi Kabupaten Mojokerto
seluas 544 ha dan Kabupaten Jombang seluas 117 ha;
48. DI
- 34 -

48. DI Subantoro seluas 618 ha meliputi Kabupaten


Mojokerto seluas 518 ha dan Kota Mojokerto seluas 100
ha;
49. DI Sinoman seluas 269 ha meliputi Kabupaten Mojokerto
seluas 55 ha dan Kota Mojokerto seluas 214 ha;
50. DI Penewon seluas 971 ha meliputi Kabupaten Mojokerto
seluas 780 ha dan Kota Mojokerto seluas 191 ha;
51. DI Jati Kulon seluas 638 ha meliputi Kabupaten
Mojokerto seluas 586 ha dan Kota Mojokerto seluas
52 ha;
52. DI Candi Limo seluas 1.911 ha meliputi Kabupaten
Mojokerto seluas 1.911 ha dan Kota Mojokerto seluas 0
dam;
53. DI Lebak Sumengko seluas 968 da meliputi Kabupaten
Mojokerto seluas 968 da dan Kota Mojokerto seluas 0
dam;
54. DI Cau seluas 1.232 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 1.200 ha dan Kota Madiun seluas 32 ha;
55. DI Brangkal Bawah seluas 1.155 ha meliputi Kabupaten
Madiun seluas 1.026 ha dan Kota Madiun seluas 129 ha;
56. DI Blodro seluas 422 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 421 ha dan Kota Madiun seluas 1 ha;
57. DI Piring 1 seluas 195 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 56 ha dan Kota Madiun seluas 139 ha;
58. DI Sono seluas 684 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 650 ha dan Kota Madiun seluas 34 ha;
59. DI Trate seluas 461 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 137 ha dan Kota Madiun seluas 324 ha;
60. DI Kedungrejo seluas 1.554 ha meliputi Kabupaten
Madiun seluas 1.436 ha dan Kabupaten Ngawi seluas
118 ha;
61. DI Gandongkerik seluas 745 ha meliputi Kabupaten
Madiun seluas 329 ha dan Kabupaten Magetan seluas
416 ha;
62. DI Margopadang seluas 230 ha meliputi Kabupaten
Magetan seluas 205 ha dan Kabupaten Ponorogo seluas
25 ha;
63. DI Turi seluas 367 ha meliputi Kabupaten Magetan
seluas 367 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 0 ha;
64. DI
- 35 -

64. DI Dung Timun seluas 215 ha meliputi Kabupaten


Magetan seluas 128 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 87
ha;
65. DI Dung Lo seluas 165 ha meliputi Kabupaten Magetan
seluas 132 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 33 ha;
66. DI Klalung seluas 629 ha meliputi Kabupaten Magetan
seluas 196 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 433 ha;
67. DI Kerep seluas 4.674 ha meliputi Kabupaten Magetan
seluas 2.334 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 2.340 ha;
68. DI Taji seluas 789 ha meliputi Kabupaten Magetan
seluas 744 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 45 ha;
69. DI Kuluhan seluas 344 ha meliputi Kabupaten Magetan
seluas 113 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 231 ha;
70. DI Jabung seluas 13 ha meliputi Kabupaten Ngawi
seluas 13 ha dan Kabupaten Magetan seluas 0 ha;
71. DI Grogolan seluas 146 ha meliputi Kabupaten Ngawi
seluas 146 ha dan Kabupaten Magetan seluas 0 ha;
72. DI Rawa Jabung seluas 2.143 ha meliputi Kabupaten
Lamongan seluas 2.143 ha dan Kabupaten Tuban seluas
0 ha;
73. DI Kali Corong seluas 2.721 ha meliputi Kabupaten
Lamongan seluas 1.742 ha dan Kabupaten Gresik seluas
979 ha;
74. DI Waduk Sumengko seluas 1.146 ha meliputi
Kabupaten Lamongan seluas 53 ha dan Kabupaten
Gresik seluas 1.093 ha;
75. DI Sbr. Pakem seluas 1.151 ha meliputiKabupaten
Bondowoso seluas 985 ha dan Kabupaten Jember seluas
166 ha;
76. DI Arjasa seluas 319 ha meliputi Kabupaten Bondowoso
seluas 131 ha dan Kabupaten Jember seluas 188 ha;
77. DI Nurbiha seluas 298 ha meliputi Kabupaten
Bondowoso seluas 272 ha dan Kabupaten Situbondo
seluas 26 ha;
78. DI Gumpolo/Dawuhan seluas 378 ha meliputi
Kabupaten Bondowoso seluas 242 ha dan Kabupaten
Situbondo seluas 136 ha;
79. DI
- 36 -

79. DI Prinduri seluas 64 ha meliputi Kabupaten Bondowoso


seluas 18 ha dan Kabupaten Situbondo seluas 46 ha;
80. DI Bajulmati seluas 711 ha meliputi Kabupaten
Situbondo seluas 243 ha dan Kabupaten Banyuwangi
seluas 468 ha;
81. DI IS Pakis seluas 188 ha meliputi Kabupaten
Probolinggo seluas 10 ha dan Kota Probolinggo seluas
178 ha;
82. DI Lontong seluas 140 ha meliputi Kabupaten
Probolinggo seluas 20 ha dan Kota Probolinggo seluas
120 ha;
83. DI Warujinggo seluas 62 ha meliputi Kabupaten
Probolinggo seluas 50 ha dan Kota Probolinggo seluas 12
ha;
84. DI Taposan seluas 714 ha meliputi Kabupaten
Probolinggo seluas 696 ha dan Kota Probolinggo seluas
18 ha;
85. DI Krasak seluas 628 ha meliputi Kabupaten Probolinggo
seluas 588 ha dan Kota Probolinggo seluas 40 ha;
86. DI Mbok Siti seluas 445 ha meliputi Kabupaten
Probolinggo seluas 364 ha dan Kota Probolinggo seluas
81 ha;
87. DI Kedung Galeng seluas 404 ha meliputi Kabupaten
Probolinggo seluas 0 ha dan Kota Probolinggo seluas 404
ha;
88. DI Tegal Juwet seluas 118 ha meliputi Kabupaten
Probolinggo seluas 37 ha dan Kota Probolinggo seluas 81
ha;
89. DI Grinting seluas 705 ha meliputi Kabupaten Pasuruan
seluas 668 ha dan Kota Pasuruan seluas 37 ha;
90. DI Licin seluas 510 ha meliputi Kabupaten Pasuruan
seluas 325 ha dan Kota Pasuruan seluas 185 ha;
91. DI Plered seluas 538 ha meliputi Kabupaten Pasuruan
seluas 109 ha dan Kota Pasuruan seluas 429 ha;
92. DI Tanggulangin seluas 2.445 ha meliputi Kabupaten
Pasuruan seluas 1.750 ha dan Kota Pasuruan seluas 695
ha; dan
93. DI Surak seluas 886 ha meliputi Kota Pasuruan seluas
805 ha dan Kabupaten Pasuruan seluas 81 ha.
Huruf e
- 37 -

Huruf e
Daerah Irigasi kewenangan provinsi utuh kabupaten/kota
meliputi:
1. DI Gelang seluas 1.381 ha di Kabupaten Tulungagung;
2. DI Ketandan seluas 1.637 ha, DI Pohblembem seluas
1.086 ha, DI Demo seluas 2.557 ha, DI Kalasan seluas
1.754 ha, DI Sbr Ampomangiran seluas 1.628 ha, DI
Sukorejo seluas 1.558 ha, DI Sempu seluas 1.291 ha, DI
Toyoaning seluas 1.286 ha, DI Keling seluas 1.201 ha, DI
Lanang seluas 1.038 ha, dan DI Hardisingat seluas 1.008
ha di Kabupaten Kediri;
3. DI Bulakmojo seluas 1.225 ha, DI Kedung Gerit seluas
1.470 ha, dan DI Ngrambe seluas 1.201 ha di Kabupaten
Nganjuk;
4. DI Slumbung seluas 1.184 ha dan DI Jatimlerek seluas
1.711 ha di Kabupaten Jombang;

5. DI Kromong II seluas 1.055 ha di Kabupaten Mojokerto;

6. DI Sewu seluas 1.332 ha, DI Bedilan seluas 1.058 ha, DI


Wates seluas 1.045 ha, DI Sarangan seluas 1.273 ha,
dan DI Notopuro seluas 2.433 ha di Kabupaten Madiun;

7. DI Dalem seluas 1.403 ha, DI Cepogo seluas 1.000 ha, DI


Wilangan seluas 1.727 ha, DI Watu Putih seluas 1.096
ha, DI Sumorobangun seluas 1.787 ha, dan DI Sampung
seluas 1.370 ha di Kabupaten Ponorogo;

8. DI Kedung Bendo seluas 1.341 ha, DI Waduk Sangiran


seluas 1.468 ha, DI Gurdo seluas 1.593 ha, DI Bekoh
seluas 1.921 ha, DI Teguhan seluas 1.337 ha, DI
Kedungputri seluas 1.896 ha, DI Guyung seluas 1.258
ha, dan DI Widodaren seluas 1.375 ha di Kabupaten
Ngawi;

9. DI Wd. Laren seluas 1.144 ha, DI Pirang seluas 1.347 ha,


dan DI Cawak Bojonegoro seluas 1.733 ha di Kabupaten
Bojonegoro;

10. DI Maibit seluas 1.229 ha, DI Nglirip seluas 1.292 ha, DI


Merak Urak seluas 1.475 ha, dan DI Kening seluas 2.522
ha di Kabupaten Tuban;

11.DI
- 38 -
- 39 -

11. DI Wd. Rande seluas 1.044 ha, DI PA Kaligerman seluas


1.120 ha, DI PA Butungan seluas 1.185 ha, DI Rawa
Cangkup seluas 1.274 ha, dan DI Rawa Semando seluas
1.661 ha di Kabupaten Lamongan;

12. DI Rawa Sekaran seluas 1.779 ha, DI Wd. Gogor seluas


1.054 ha, DI Mengdame seluas 1.057 ha, DI Kali Wadak
seluas 1.476 ha, dan DI Wd Lowayu seluas 1.445 ha di
Kabupaten Gresik;

13. DI Balud seluas 1.074 ha dan DI Wonosroyo seluas 1.510


ha di Kabupaten Bondowoso;

14. DI Nangger seluas 2.382 ha dan DI Dawuhan seluas


1.213 ha di Kabupaten Situbondo;

15. DI Gembleng seluas 1.736 ha, DI Tenggoro seluas 1.074


ha, dan DI Blambangan Banyuwangi seluas 1.523 ha di
Kabupaten Banyuwangi;

16. DI Sumber Nangka seluas 1.393 ha, DI Kembar seluas


1.447 ha, DI Grogol seluas 1.239 ha, DI Mrawan seluas
1.244 ha, DI Kottok seluas 1.879 ha, DI Bago seluas
2.188 ha, DI Kertosari seluas 2.056 ha, DI Karanglo
seluas 2.323 ha, dan DI Kencong Timur seluas 2.263 ha
di Kabupaten Jember;
17. DI Tekung I seluas 1.920 ha, DI Curah
Menjangan/Kedungsangku seluas 1.867 ha, DI Umbul
Pringtali seluas 1.262 ha, DI Brug Purwo seluas 1.094
ha, DI Jurang Dawir seluas 1.088 ha, dan DI Bodang
seluas 1.200 ha di Kabupaten Lumajang;
18. DI Ramah Bawah seluas 1.126 ha, DI Topi seluas 1.514
ha, DI Arah Makam Bawah seluas 1.523 ha, DI Jeruk
Taman seluas 1.765 ha, dan DI Sbr. Bendo Jeruk seluas
1.909 ha di Kabupaten Probolinggo;
19. DI Klosod seluas 1.033 ha, DI Ranugrati seluas 1.088 ha,
DI Telebuki seluas 1.138 ha, DI Selowongko seluas 1.455
ha, DI Bekacak seluas 1.638 ha, DI Pateguan seluas
1.618 ha, DI Baong seluas 1.843 ha, dan DI Domas
seluas 1.070 ha di Kabupaten Pasuruan;
20. DI Dam Ombul seluas 1.085 ha dan DI Tunjung seluas
1.807 ha di Kabupaten Bangkalan;
21. DI Klampis seluas 2.603 ha di Kabupaten Sampang
22.DI
- 40 -

22. DI Samirani seluas 2.462 ha di Kabupaten Pamekasan;


dan
23. DI Jepun seluas 1.424 ha di Kabupaten Sumenep.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Dalam rangka peningkatan pelayanan air minum yang efesien, efektif,


ekonomis, dan merata dalam penyelenggaraan maupun operasional,
dikembangkan jaringan air baku untuk air minum regional meliputi:
1. SPAM Regional PANTURA yang memanfaatkan Sungai Bengawan
Solo (Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kabupaten
Lamongan, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Bangkalan);

2. SPAM Regional Lintas Tengah yang memanfaatkan Sungai Brantas


(Kabupaten Ngajuk, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Jombang);

3. SPAM Regional Malang Raya yang memanfaatkan Mata Air Ngepoh,


Wendit, Kota Batu, Waduk Karangkates (Kota Malang, Kota Batu,
dan Kabupaten Malang); dan

4. SPAM Regional Umbulan yang memanfaatkan Mata Air Umbulan


(Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kota
Surabaya, dan Kabupaten Gresik).

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49
- 41 -

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan ―rehabilitasi‖ adalah usaha untuk
mengembalikan fungsi lindung dengan mengubah fungsi
ruang eksisting kepada fungsi lindung dengan melakukan
penanaman kembali pohon-pohon yang dapat mendukung
fungsi lindung.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.

Pasal 52
- 42 -

Pasal 52

Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ―kawasan sempadan pantai‖ adalah
kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
pantai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ―kawasan sempadan sungai‖ adalah
dataran sepanjang tepian sungai, baik bertanggul maupun
tidak bertanggul yang lebar kawasan perlindungannya
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan terkait.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ―kawasan sekitar danau atau waduk‖
adalah daratan dengan jarak 50 (lima puluh) sampai dengan
100 (seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk
tertinggi atau daratan sepanjang tepian waduk atau danau
yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi
fisik waduk atau danau.
Huruf d

Yang dimaksud dengan ―kawasan sekitar mata air‖ adalah


kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat
penting atau berpengaruh untuk mempertahankan
kelestarian fungsi mata air.

Huruf e

Yang dimaksud dengan ―kawasan lindung spiritual dan


kearifan lokal‖ adalah kawasan yang mempunyai tata cara
secara adat yang melestarikan lingkungan, kawasan yang
masyarakatnya mempunyai budaya yang dilestarikan, dan
kawasan yang masyarakatnya mempunyai kegiatan ekonomi
yang cenderung tradisional tapi lestari.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.
- 43 -

Huruf b

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Bangunan yang harus ada di sempadan pantai antara lain


dermaga, mercusuar, serta menara penjaga keselamatan
pelayaran dan pengunjung pantai.

Huruf i

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Ayat (10)
- 44 -

Ayat (10)

Cukup jelas.

Ayat (11)

Cukup jelas.

Pasal 53

Huruf a

Yang dimaksud dengan ―kawasan suaka margasatwa‖ adalah


kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas yang berupa
keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk
kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap
habitatnya.

Huruf b

Yang dimaksud dengan ―kawasan cagar alam‖ adalah kawasan


suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan
tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu
yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara
alami.

Huruf c

Yang dimaksud dengan ―kawasan pantai berhutan bakau‖ adalah


kawasan tempat tumbuhnya tanaman mangrove di wilayah
pesisir dan laut yang berfungsi untuk melindungi habitat,
ekosistem, dan aneka biota laut, melindungi pantai dari
sedimentasi, abrasi dan proses akresi (pertambahan pantai) dan
mencegah terjadinya pencemaran pantai.

Huruf d

Yang dimaksud dengan ‗kawasan taman nasional‖ adalah


kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli yang
dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk
keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan pendidikan serta
dimanfaatkan untuk menunjang budi daya, pariwisata, dan
rekreasi.

Huruf e
- 45 -

Huruf e

Yang dimaksud dengan ―kawasan taman hutan raya‖ adalah


kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan
dan/atau satwa yang alamiah atau bukan alamiah, jenis asli
dan/atau bukan jenis asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan, dan pendidikan, serta
dimanfaatkan untuk menunjang budi daya, budaya, pariwisata,
dan rekreasi.

Huruf f

Yang dimaksud dengan ―kawasan taman wisata alam‖ adalah


kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.

Huruf g

Yang dimaksud dengan ‗kawasan cagar budaya dan ilmu


pengetahuan‖ adalah kawasan yang merupakan lokasi bangunan
hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan
geologi alami yang khas.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Ayat (1)
Cukup jelas.
- 46 -

Ayat (2)
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pengelolaan tahura partisipatif dengan masyarakat desa
penyangga bertujuan untuk memberikan pemahaman
tentang pentingnya hutan selain mempunyai fungsi ekologis
juga secara tidak langsung memiliki nilai ekonomis.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 59

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c

Kegiatan pariwisata alam, antara lain, adalah pengamatan


pengembangbiakkan rusa, peningkatan atraksi dengan
mengembangkan fasilitas penelitian flora, dan pengamatan
fasilitas perkemahan.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Yang dimaksud dengan ―kawasan rawan bencana alam‖ adalah


kawasan yang terpengaruh oleh keadaan rawan bencana karena faktor
alam.
- 47 -

Pasal 62

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Lokasi yang rawan longsor antara lain area yang rawan


getaran gempa bumi, area pegunungan terutama yang
memiliki kemiringan lereng yang curam, area dengan
degradasi lahan yang parah, area yang tertutup butir-butir
pasir yang lembut, dan area dengan curah hujan tinggi.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari


40 derajat atau sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak
terlalu rapat serta diselingi dengan tanaman yang lebih
pendek dan ringan, di bagian dasar ditanam rumput,
sebaiknya dipilih tanaman lokal yang digemari masyarakat,
dan tanaman tersebut harus secara teratur dipangkas
rantingnya/cabangnya atau dipanen.

Ayat (4)

Huruf a

Perbaikan drainase tanah, seperti perbaikan sistem


drainase hydroseeding, dan soil nailing.

Huruf b

Pekerjaan struktural, seperti: rock netting, shotcrete, block


pitching, stone pitching, retaining wall, gabion wall,
installation of geotextile.
- 48 -

Huruf c

Huruf c

Sistem drainase yang tepat adalah drainase pada teras-teras


dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapnya air ke dalam
tanah.

Huruf d

Tanggul penahan dapat berupa bangunan konstruksi,


tanaman, ataupun parit.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.
- 49 -

Pasal 71
Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kawasan peruntukan hutan rakyat dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan akan hasil hutan.
Kawasan hutan rakyat berada pada lahan masyarakat dan
dikelola oleh masyarakat.
Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Pasal 73

Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok


memproduksi hasil hutan.
- 50 -

Pasal 74

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan ―pertanian lahan kering‖ adalah


pertanian dengan mendayagunakan hamparan lahan tanpa
penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman
dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d
- 51 -

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Komoditas jambu air di Kabupaten Jombang berupa Jambu


Darsono.

Huruf g

Komoditas blimbing di Kabupaten Tuban berupa Blimbing


Tasikmadu.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ―kawasan pertanian terpadu
(cooperative farming)‖ adalah kawasan pertanian yang
dikembAngkan dengan memberdayakan kelompok tani
melalui rekayasa sosial, ekonomi, teknologi.
Suatu kawasan
- 52 -

Suatu kawasan dapat ditentukan sebagai kawasan


cooperative farming apabila memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. memiliki hamparan minimal 50 ha dan terdapat dalam
satu jaringan irigasi tersier;
2. memiliki kelompok cooperative farming yang merupakan
penyempurnaan kelompok tani sebelumnya;
3. memiliki sarana/prasarana cooperative farming, antara
lain kantor kelompok, kios saprodi, alat mesin, dan modal
usaha pertanian.

Yang dimaksud dengan ―kawasan pertanian ramah


lingkungan (good agriculture practice)‖ adalah kawasan
pertanian dengan cara budi daya yang baik sesuai dengan
standar operasional yang ramah lingkungan.

Huruf e
Pengembangan kelembagaan kelompok tani dilakukan
melalui upaya penguatan modal, kewirausahaan, membuka
akses pasar, kemitraan, serta pemberdayaan asosiasi
petani.
Ayat (10)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ―lahan beririgasi‖, yaitu sawah
beririgasi teknis, sawah beririgasi setengah teknis, sawah
beririgasi sederhana, dan sawah perdesaan/non-PU.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 76

Ayat (1)

Pengembangan komoditas perkebunan tidak hanya di kawasan


perkebunan, tetapi juga dapat dikembangkan di areal pertanian
lahan basah maupun lahan kering. Luasan rencana lahan
perkebunan yang disebutkan adalah rencana lahan untuk
pengembangan komoditas ekspor perkebunan.

Ayat (2)
- 53 -

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 77

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan ―ternak besar‖ adalah sapi, kerbau,


dan kuda.

Huruf b

Yang dimaksud dengan ―ternak kecil‖ adalah kambing,


domba, dan babi.

Huruf c

Selain ternak unggas terdapat ternak lainnya antara lain


kelinci yang dikembAngkan sesuai dengan potensi
kabupaten/kota masing-masing.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)
- 54 -

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 78

Ayat (1)

Kawasan minapolitan berdasarkan turunan kawasan agropolitan


merupakan kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
perikanan dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem minabisnis.

Penerapan kriteria kawasan peruntukan perikanan secara tepat


diharapkan akan mendorong terwujudnya kawasan perikanan
yang dapat memberikan manfaat berikut:

1. meningkatkan produksi perikanan dan mendayagunakan


investasi;

2. meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor


dan subsektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya;

3. meningkatkan fungsi lindung;

4. meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumber daya


alam;

5. meningkatkan pendapatan masyarakat;

6. meningkatkan pendapatan nasional dan daerah;

7. meningkatkan kesempatan kerja;

8. meningkatkan ekspor; dan/atau

9. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)
- 55 -

Ayat (3)

Huruf a

Komoditas perikanan budi daya air payau terdiri atas


komoditas perikanan air payau dan komoditas garam.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Ayat (10)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f
- 56 -

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Pengembangan kelembagaan kelompok nelayan dilakukan


melalui upaya penguatan modal, kewirausahaan, membuka
akses pasar, kemitraan, serta pemberdayaan asosiasi
nelayan.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84
- 57 -

Pasal 84

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Kawasan andalan laut ditetapkan dengan kriteria:

1. memiliki sumber daya kelautan;

2. memiliki pusat pengolahan hasil laut; dan

3. memiliki akses menuju pasar nasional atau


internasional.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 85

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Kawasan perlindungan ekosistem terdiri atas hutan bakau


dan terumbu karang.

Huruf b

Kegiatan budi daya yang bersinergi dengan potensi kawasan


pesisir dan pulau-pulau kecil dapat berupa kegiatan
pariwisata dan penelitian.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 86

Cukup jelas.

Pasal 87
- 58 -

Pasal 87

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Angka 1)

Lingkup kawasan industri berteknologi tinggi meliputi


Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER).

Angka 2)

Cukup jelas.

Angka 3)

Cukup jelas.

Angka 4)

Cukup jelas.

Angka 5)

Cukup jelas.

Angka 6)

Cukup jelas.

Angka 7)

Cukup jelas.

Angka 8)

Cukup jelas.

Pasal 88

Cukup jelas.

Pasal 89

Cukup jelas.

Pasal 90

Cukup jelas.
Pasal 91
- 59 -

Pasal 91

Cukup jelas.

Pasal 92

Cukup jelas.

Pasal 93

Cukup jelas.

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Cukup jelas.

Pasal 96

Cukup jelas.

Pasal 97

Cukup jelas.

Pasal 98

Cukup jelas.

Pasal 99

Cukup jelas.

Pasal 100

Cukup jelas.

Pasal 101

Cukup jelas.
Pasal 102
- 60 -

Pasal 102

Cukup jelas.

Pasal 103

Cukup jelas.

Pasal 104

Cukup jelas.

Pasal 105

Cukup jelas.

Pasal 106

Cukup jelas.

Pasal 107

Cukup jelas.

Pasal 108

Cukup jelas.

Pasal 109

Cukup jelas.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Cukup jelas.

Pasal 113

Cukup jelas.
Pasal 114
- 61 -

Pasal 114

Cukup jelas.

Pasal 115

Cukup jelas.

Pasal 116

Cukup jelas.

Pasal 117

Cukup jelas.

Pasal 118

Cukup jelas.

Pasal 119

Cukup jelas.

Pasal 120

Cukup jelas.

Pasal 121

Cukup jelas.

Pasal 122

Cukup jelas.

Pasal 123

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)
- 62 -

Ayat (3)

Dalam hal pemberian izin, diterbitkan pertimbangan teknis


pertanahan dalam rangka izin lokasi, penetapan lokasi, dan izin
perubahan penggunaan tanah sebagai persyaratan dalam
penyelenggaraan administrasi pertanahan.

Adapun bentuk perizinan mencakup kegiatan:

1. izin lokasi;

2. izin peruntukan penggunaan tanah/advice planning;

3. kajian tata ruang;

4. izin mendirikan bangunan;

5. izin gangguan;

6. izin pengeringan tanah;

7. izin usaha;

8. izin trayek;

9. izin pengambilan air tanah; dan

10. izin pemasangan reklame.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 124

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
- 63 -

Huruf e
Yang dimaksud dengan kawasan jaringan jalan meliputi
jaringan jalan dengan kewenangan nasional dan provinsi,
jaringan jalan dengan fungsi arteri dan kolektor, jaringan
jalan bebas hambatan, jaringan jalan strategis provinsi dan
nasional.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Yang dimaksud dengan ―kegiatan yang menggunakan bahan
baku dan/atau mempunyai pengaruh antarwilayah di Jawa
Timur‖ adalah kegiatan dan produksi yang dianggap
berpengaruh secara luas lintas kabupaten/kota.
Kegiatan tersebut perlu dikendalikan untuk menciptakan
sinergitas dan efisiensi antarkegiatan, antarfungsi, ataupun
antarkawasan. Di antaranya adalah untuk menjamin
kegiatan produksi dan pengolahan bahan baku agar sesuai
antara pasokan dan permintaan. Misalnya, keberadaan
pabrik gula perlu memperhatikan persebaran ataupun
distribusi komoditas tebu yang kemudian pengaturannya
perlu dilakukan agar terjadi keseimbangan pasokan-
permintaan dan persaingan usaha sehat yang
menguntungkan petani.
Huruf k
Yang dimaksud kegiatan yang mengubah rona (bentuk)
wilayah dan administratif Jawa Timur meliputi kegiatan
yang mencakup wilayah lintas kota/kabupaten dan/atau
wilayah dengan lingkup kewenangan provinsi, serta dapat
juga berupa kegiatan yang berdampak lintas
kota/kabupaten sehingga perlu adanya pengendalian oleh
provinsi dalam rangka menjaga keterhubungan
antarkota/antarkabupaten yang memperhatikan aspek
lingkungan hidup berkelanjutan .
Misalnya:
- 64 -

1. kegiatan
1. kegiatan reklamasi yang berpengaruh terhadap
perubahan rona wilayah dan/atau administrasi
kota/kabupaten ataupun batas kewenangan
kota/kabupaten dan provinsi serta berpengaruh
terhadap alur pelayaran dan ekosistem lingkungan
hidup;
2. pemanfaatan lahan yang mengubah bentuk dan daya
dukung lingkungan di suatu kota/kabupaten yang
berdampak terhadap perubahan kondisi lingkungan di
kota/kabupaten lainnya.
Huruf l

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 125

Cukup jelas.

Pasal 126

Cukup jelas.

Pasal 127

Cukup jelas.

Pasal 128

Huruf a
Masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang melalui
lembaran lembaran daerah, pengumuman, dan/atau
penyebarluasan oleh pemerintah.

Pengumuman atau
- 65 -

Pengumuman atau penyebarluasan tersebut dapat diketahui


masyarakat melalui pengembangan sistem informasi tata ruang
(SITR). Pengembangan SITR bertujuan untuk mendorong public
awarness melalui pendidikan/kampanye publik antara lain
dalam bentuk dialog publik di TV dan Radio, iklan layanan
masyarakat di TV dan radio, tulisan di berbagai media massa.
Aplikasi SITR wilayah provinsi meliputi:
1. penyebaran informasi tata ruang melalui jaringan internet
dengan membangun laman (website) yang berisi informasi
tentang peraturan perundang-udangan dan rencana tata
ruang wilayah;
2. program pesan singkat (SMS) sehingga masyarakat dapat
secara langsung mengirimkan aspirasi, masukan, saran, dan
melaporkan berbagai bentuk penyimpangan pemanfaatan
ruang;
3. penyebaran informasi tata ruang melalui media cetak dan
elektronik dengan mengembangkan forum dialog dan diskusi
penataan ruang yang dilakukan secara berkala dengan
bekerja sama dengan media cetak dan elektronik lokal; dan
4. pemasangan peta rencana tata ruang wilayah provinsi pada
lokasi strategis yang mudah diakses masyarakat, antara lain:
tempat umum, kantor kelurahan, dan/atau kantor yang
secara fungsional menangani rencana tata ruang.
Huruf b
Pertambahan nilai ruang dapat dilihat dari sudut pandang
ekonomi, sosial, budaya, dan kualitas lingkungan yang dapat
berupa dampak langsung tehadap peningkatan ekonomi
masyarakat, sosial, budaya, dan kualitas lingkungan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ―penggantian yang layak‖ adalah bahwa
nilai atau besarnya penggantian tidak menurunkan tingkat
kesejahteraan orang yang diberi penggantian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 129
- 66 -

Pasal 129

Huruf a
Yang dimaksud dengan ―menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan‖ adalah kewajiban setiap orang untuk memiliki izin
pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebelum
pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ―memanfaatkan ruang sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang‖ adalah kewajiban setiap orang untuk
melaksanakan pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang
yang tercantum dalam izin pemanfaatan ruang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ―mematuhi ketentuan yang ditetapkan
dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang‖ adalah kewajiban
setiap orang untuk memenuhi ketentuan amplop ruang dan
kualitas ruang.
Huruf d
Pemberian akses dimaksudkan untuk menjamin agar masyarakat
dapat mencapai kawasan yang dinyatakan dalam peraturan
perundang-undangan sebagai milik umum. Kewajiban
memberikan akses dilakukan apabila memenuhi syarat berikut:
a. untuk kepentingan masyarakat umum; dan/atau
b. tidak ada akses lain menuju kawasan dimaksud.
Yang termasuk dalam kawasan yang dinyatakan sebagai milik
umum, antara lain, adalah sumber air dan pesisir pantai.

Pasal 130

Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Masukan dapat berupa informasi, bantuan pemikiran, usul,
saran, pendapat, pertimbangan, dan/atau tanggapan.

Angka 1)
- 67 -

Angka 1)
Persiapan penyusunan rencana tata ruang merupakan
kegiatan untuk mempersiapkan penyusunan rencana
tata ruang dalam satu wilayah tertentu termasuk
penyusunan kerangka acuan (Terms of Reference) yang
memuat latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang
lingkup, jadwal pelaksanaan, serta sumber
pembiayaan.
Angka 2)
Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan
merupakan kegiatan untuk menentukan arah
pengembangan wilayah atau kawasan yang akan
dicapai ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, budaya,
daya dukung, dan daya tampung lingkungan serta
fungsi pertahanan keamanan.
Angka 3)
Pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan
merupakan kegiatan untuk mengidentifikasikan
berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam
satu wilayah atau kawasan perencanaan termasuk
bantuan untuk memperjelas hak atas ruang.
Angka 4)
Cukup jelas.
Angka 5)
Cukup jelas.
Huruf b
Bentuk-bentuk kerja sama antara lain kerja sama dalam
penelitian dan pengembangan, penyelenggaraan forum
konsultasi, serta penyebarluasan informasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam kerja sama, masyarakat antara lain dapat
memberikan bantuan teknik dan/atau keahlian.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kerja sama masyarakat dengan Pemerintah/pemerintah
daerah antara lain dapat berbentuk public private
participation, privatisasi, ruilslag, dan turn key.
Dalam kerja sama, masyarakat antara lain dapat
memberikan bantuan teknik dan/atau keahlian.

Huruf c
- 68 -

Huruf c
Yang dimaksud dengan ―kearifan lokal‖ adalah nilai-nilai
luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ―dugaan penyimpangan atau
pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang‖ antara lain
adalah adanya indikasi memanfaatkan ruang dengan izin
pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai dengan
peruntukannya; memanfaatkan ruang tanpa izin
pemanfaatan ruang di lokasi yang sesuai peruntukannya;
dan/atau memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan
ruang di lokasi yang tidak sesuai peruntukannya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan ―pembangunan‖ adalah kegiatan
fisik yang memanfaatkan ruang.
Pengajuan keberatan harus disertai dengan alasan yang
jelas, dapat dipertanggungjawabkan dengan mencantumkan
identitas yang jelas, dan dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 131

Cukup jelas.

Pasal 132

Cukup jelas

Pasal 133

Cukup jelas.

Pasal 133
- 69 -

Pasal 134

Cukup jelas.

Pasal 135

Cukup jelas.

Pasal 136

Cukup jelas.

Pasal 137

Cukup jelas.

Pasal 138

Cukup jelas.

Pasal 139

Cukup jelas.

Pasal 140

Cukup jelas.

Pasal 141

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15

LAMPIRAN I
-1-
LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR : 5 TAHUN 2012
TANGGAL : 21 JUNI 2012

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR

PETA RENCANA STRUKTUR RUANG


PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd

Dr. H. SOEKARWO
LAMPIRAN II
-2-

LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR


NOMOR : 5 TAHUN 2012
TANGGAL : 21 JUNI 2012

.
RENCANA POLA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR

PETA RENCANA POLA RUANG


PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd

Dr. H. SOEKARWO
LAMPIRAN III
-3-

LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR


NOMOR : 5 TAHUN 2012
TANGGAL : 21 JUNI 2012

RENCANA KAWASAN STRATEGIS WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR

A. KAWASAN STRATEGIS KEPENTINGAN EKONOMI PROVINSI JAWA TIMUR

PETA KAWASAN STRATEGIS


EKONOMI PROVINSI JAWA TIMUR

B. KAWASAN
-4-

B. KAWASAN STRATEGIS (PERTAHANAN DAN KEAMANAN, KEPENTINGAN SOSIAL DAN BUDAYA, PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA ALAM/TEKNOLOGI TINGGI,
KEPENTINGAN FUNGSI DAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN) PROVINSI JAWA TIMUR

PETA KAWASAN STRATEGIS NON


EKONOMI PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd

Dr. H. SOEKARWO

LAMPIRAN IV
LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR : 5 TAHUN 2012
TANGGAL : 21 JUNI 2012

IV.A. INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

A. Perwujudan Struktur Ruang


1. Perwujudan Sistem Perkotaan
 Perencanaan tata ruang dan Kawasan Perkotaan 2 unit APBN, Dept. PU,
zonasi kawasan perkotaan Gerbangkertosusila dan masterplan APBD Bapeda Provinsi,
PKN Malang Provinsi Dinas PU Cipta
 Pengembangan perdagangan Kawasan Perkotaan – Karya dan Tata
dan jasa Gerbangkertosusila Ruang Provinsi
 Pengembangan industri, Kawasan Perkotaan Malang –
pariwisata, dan pendidikan
 Perencanaan tata ruang dan Probolinggo, Tuban, Kediri, 10 unit APBD Dept. PU,
zonasi kawasan perkotaan Madiun, Banyuwangi, masterplan Provinsi Bapeda Provinsi,
PKW Jember, Blitar, Pamekasan, Dinas PU Cipta
Bojonegoro, dan Pacitan Karya dan Tata
Ruang Provinsi
2. Perwujudan Sistem Prasarana
2.1 Sistem Jaringan
Transportasi
2.1.1. Sistem Jaringan
Transportasi Darat
A. Jaringan Jalan
 Pemantapan jaringan Jembatan Surabaya – 5,4 km APBN, Ditjen Bina
jalan bebas hambatan Madura (Jembatan Investasi Marga Dept. PU,
antarkota Suramadu) Swasta, Dinas Bina
 Penyelesaian 1. Mantingan – Ngawi 1. 27,00 km dan/atau Marga Provinsi
pengembangan 2. Ngawi – Kertosono 2. 84,00 km Kerjasama dan Kab/Kota,
jaringan jalan bebas 3. Kertosono – Mojokerto 3. 38,00 km Pendanaan BPN Provinsi
-2-

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

hambatan antarkota 4. Mojokerto – Surabaya 4. 37,00 km dan Kab/Kota,


5. Gempol – Pandaan 5. 14,00 km Jasa Marga
6. Pandaan – Malang 6. 30,00 km
7. Gempol – Pasuruan 7. 32,00 km
8. Pasuruan – Probolinggo 8. 40,00 km
9. Probolinggo – 9. 156,00 km
Banyuwangi 10. –
10. Gresik – Tuban 11. –
11. Demak – Tuban 12. –
12. Surabaya – Suramadu –
Tanjung Bulupandan
 Pemantapan jaringan 1. Surabaya – Gempol 1. 49,00 km
jalan bebas hambatan 2. Surabaya – Gresik 2. 20,70 km
dalam kota 3. Simpang Susun (SS) 3. 13,50 km
Waru – Bandara Juanda
 Pengembangan 1. Waru (Aloha) – 1. 18,40 km
jaringan jalan bebas Wonokromo – Tanjung 2. 23,00 km
hambatan dalam kota Perak
2. Bandara Juanda –
Tanjung Perak
 Percepatan Porong – Gempol –
penyelesaian jaringan
jalan bebas hambatan
antarkota yang
strategis
 Pemantapan jalan 1. Surabaya–Malang – APBN, Ditjen Bina
nasional sebagai 2. Surabaya – Mojokerto – Investasi Marga Dept. PU,
jaringan jalan arteri Jombang – Kertosono – Swasta, Dinas Bina
primer Nganjuk – Caruban – dan/atau Marga Provinsi
Ngawi – Mantingan Kerjasama dan Kab/Kota,
3. Surabaya – Lamongan – Pendanaan BPN Provinsi
-3-

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Widang – Tuban – Bulu dan Kab/Kota


(Batas Jateng)
4. Surabaya – Sidoarjo –
Gempol – Pasuruan –
Probolinggo – Situbondo
– Banyuwangi
5. Kamal – Bangkalan –
Sampang – Pamekasan –
Sumenep – Kalianget
 Pemantapan jalan 1. Gresik – Sadang – Tuban –
nasional sebagai 2. Babat – Bojonegoro –
jaringan jalan kolektor Padangan – Ngawi
primer 3. Ngawi – Maospati –
Madiun – Caruban
4. Mojokerto – Mojosari –
Gempol
5. Glonggong – Pacitan –
Panggul – Durenan –
Tulungagung – Blitar –
Kepanjen – Turen –
Lumajang – Wonorejo –
Jember – Gentengkulon
– Jajag – Benculuk –
Rogojampi – Banyuwangi
6. Tulungagung – Kediri –
Kertosono
7. Malang – Kepanjen
8. Wonorejo – Probolinggo
9. Srono – Muncar
10. Ploso – Pacitan –
Hadiwarno
-4-

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

 Pemantapan jaringan 1. Jalan Merr II-C 1. 6,45 km


jalan strategis nasional (Surabaya) 2. 10,9 km
2. Jalan Lingkar Timur 3. 0,25 km
Sidoarjo (Sidoarjo) 4. 2,138 km
3. Jalan Airlangga 5. 15,762
(Mojosari) km
4. Padangan – Batas Jawa 6. 4,986 km
Tengah (Cepu) 7. 2,879 km
5. Madiun – Batas 8. 0,57 km
Kabupaten Ponorogo; 9. 0,21 km
6. Batas Kabupaten 10. 0,63 km
Madiun – Ponorogo 11. 28,478
7. Ponorogo – Dengok km
8. Jalan Diponegoro 12. 12,95 km
(Ponorogo) 13. 2,010 km
9. Jalan Alun-alun Barat 14. 0,55 km
(Ponorogo) 15. 0,7 km
10. Jalan Gatot Subroto 16. 4,06 km
(Ponorogo) 17. 45 km
11. Dengok – Batas 18. 25 km
Kabupaten Trenggalek 19. 46,93 km
12. Trenggalek – Batas 20. 30,17 km
Kabupaten Ponorogo 21. 19,2 km
13. Jalan Soekarno Hatta 22. 45,3 km
(Trenggalek) 23. 37,8 km
14. Jalan Panglima 24. 15,5 km
Sudirman (Trenggalek) 25. 41,84 km
15. Jalan Yos Sudarso 26. 31,5 km
(Trenggalek) 27. 35 km
16. Jalan Mayjen Sungkono 28. 15 km
(Trenggalek) 29. 45,7 km
17. Panggul – Manjungan – 30. 34,9 km
-5-

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Prigi 31. 22,9 km


18. Durenan (Jalan Raya 32. 33 km
Tulungagung) – Prigi 33. 21,22 km
19. Prigi – Ngrejo 34. 28,468
20. Ngrejo – Batas km
Kabupaten 35. 12 km
Tulungagung/Kabupate 36. 1,95 km
n Blitar 37. 25,5 km
21. Batas Kabupaten 38. 15,72 km
Tulungagung/Kabupate 39. 1,11 km
n Blitar – Pantai Serang 40. 2,61 km
22. Pantai Serang – Batas 41. –
Kabupaten Malang 42. –
23. Batas Kabupaten
Malang – Wonogoro
24. Wonogoro – Sendangbiru
25. Sendangbiru – Talok
26. Jarit – Batas Jember
27. Batas Jember – Puger
28. Puger – Sumberejo
29. Sumberejo – Tengkinol
30. Tengkinol – Glenmore
31. Situbondo – Garduatak
32. Garduatak – Silapak
33. Silapak – Paltuding
34. Paltuding – Banyuwangi
35. Bangkalan – Pelabuhan
Tanjung Bumi
36. Krian By Pass – Legundi
37. Legundi – Pertigaan
Bunder
38. Ponorogo – Biting
-6-

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

39. Jalan Trunojoyo


(Ponorogo)
40. Jalan Hayam Wuruk
(Ponorogo)
41. Bangkalan – Tanjung
Bulupandan – Ketapang
– Sotabar – Sumenep
42. Kamal – Kwanyar –
Modung – Sampang
 Pemantapan jalan 1. Nganjuk – Bojonegoro – – APBD Dinas Bina
provinsi sebagai Ponco – Jatirogo – Batas Provinsi, Marga Provinsi
jaringan jalan kolektor Jawa Tengah Investasi dan Kab/Kota,
primer 2. Ponco – Pakah Swasta, BPN Provinsi
3. Kandangan – Pulorejo – dan/atau dan Kab/Kota
Jombang – Ploso – Kerjasama
Babat
4. Mojokerto – Gedek –
Lamongan
5. Mojokerto – Mlirip –
Legundi – Driyorejo –
Wonokormo
6. Gedek – Ploso
7. Pandangan – Cepu
8. Turen – Malang –
Pendem – Kandangan –
Pare – Kediri
9. Batu – Pacet – Mojosari –
Krian – Legundi –
Bunder
10. Karanglo – Pendem
11. Pare – Pulorejo
12. Pandaan – Tretes
-7-

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

13. Purwodadi – Nongkojajar


14. Purwosari – Kejayan –
Pasuruan
15. Kejayan – Tosari
16. Pilang – Sukapura
17. Lumajang – Kencong –
Kasihan – Balung –
Ambulu – Mangli
18. Kasihan – Puger
19. Jember – Bondowoso –
Situbondo
20. Gentengkulon –
Wonorekso – Rogojampi
21. Dengok – Trenggalek
22. Blitar – Srengat – Kediri
– Nganjuk
23. Arjosari – Nawangan
24. Pacitan – Arjosari –
Dengok – Ponorogo –
Madiun
25. Maospati – Magetan –
Cemorosewu
26. Bangkalan – Tanjung
Bumi – Ketapang –
Sotobar – Sumenep –
Lumbang
27. Ponorogo – Biting
28. Ngantru – Srengat
29. Gemekan – Gondang –
Pacet – Trawas
30. Talok – Druju – Sendang
Biru
-8-

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

31. Grobogan – Pondok


Dalem
32. Balung – Rambipuji
33. Situbondo – Buduan
34. Maesan – Kalisat –
Sempolan
35. Genteng – Temuguru –
Wonorekso
36. Jajag – Bangorejo –
Pasanggaran
37. Benculuk – Grajagan
38. Glagahagung –
Tegaldimo
39. Sampang – Ketapang
40. Sampang – Omben –
Pamekasan
41. Pamekasan – Sotabar
 Pengembangan 1. Lakarsantri – Bringkang 1. 7,3 km APBD
jaringan jalan strategis 2. Jalan Raya Menganti 2. 9,18 km Provinsi,
provinsi (Kota Surabaya) 3. 5,9 km Investasi
3. Cemeng Kalang – 4. 1,25 km Swasta,
Sukodono 5. 4 km dan/atau
4. Sukodono – Dungus 6. 8,4 km Kerjasama
5. Dungus – Kletek 7. 21,71 km
6. Ploso – Batas Kabupaten 8. 43,9 km
Nganjuk 9. 0,15 km
7. Batas Kabupaten 10. 4,9 km
Jombang – Kertosono 11. 2,05 km
8. Blitar – Pantai Serang 12. 4,6 km
9. Jalan Bali (Kota Blitar) 13. 4,384 km
10. Batas Kota Malang – 14. 3,99 km
Bandara Abdul 15. 13,2 km
-9-

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Rachman Saleh 16. 6,1 km


11. Jalan Laksda Adisucipto 17. 4,6 km
(Kota Malang) 18. 6,7 km
12. Karangploso – Giri 19. 3,8 km
Purwo (Batas Kota Batu) 20. 8,92 km
13. Batas Kabupaten 21. 14, 01
Malang – Simpang Tiga 22. –
Jalan Brantas (Kota 23. –
Batu)
14. Sukapura – Lambang
Kuning
15. Sukapura – Ngadisari
16. Tempeh – Kunir
17. Kunir – Karangrejo
18. Karangrejo –
Yosowilangun
19. Asembagus – Jangkar
20. Rogung – Torjun
21. Sampang – Rogung
22. Kedungpring – Mantup
23. Slopeng – Lombang
 Pemantapan prasarana 1. Terminal Pacitan di 20 terminal APBD Dinas
terminal penumpang Kabupaten Pacitan (19 Provinsi, Perhubungan
tipe A 2. Terminal Seloaji di Kabupaten/Ko Investasi Provinsi dan
Kabupaten Ponorogo ta) Swasta, Kab/Kota
3. Terminal Tulungagung dan/atau
di Kabupaten Kerjasama
Tulungagung
4. Terminal Tawangalun di
Kabupaten Jember
5. Terminal Brawijaya dan
Terminal Sri Tanjung di
- 10 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Kabupaten Banyuwangi
6. Terminal Ngawi di
Kabupaten Ngawi
7. Terminal Kambang Putih
di Kabupaten Tuban
8. Terminal Aryawiraraja
di Kabupaten
Sumenep
9. Terminal Tamanan di
Kota Kediri
10. Terminal Patria di Kota
Blitar
11. Terminal Arjosari di Kota
Malang
12. Terminal Bayuangga di
Kota Probolinggo
13. Terminal Purbaya di
Kota Madiun
14. Terminal Purabaya di
Kabupaten Sidoarjo
15. Terminal Tambak Oso
Wilangun di Kota
Surabaya
16. Terminal Pandaan di
Kabupaten Pasuruan
17. Terminal Rejakwesi di
Kabupaten Bojonegoro
18. Terminal Bangkalan di
Kabupaten Bangkalan
19. Terminal Ceguk di
Kabupaten Pamekasan
- 11 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

 Pemantapan prasarana 1. Terminal Purwoasri di 27 terminal


terminal penumpang Kabupaten Kediri (22
tipe B 2. Terminal Kepanjen dan Kabupaten/Ko
Terminal Dampit di ta)
Kabupaten Malang
3. Terminal Arjasa di
Kabupaten Jember
4. Terminal Wiroguno dan
Terminal Brawijaya di
Kabupaten Banyuwangi
5. Terminal Bondowoso di
Kabupaten Bondowoso
6. Terminal Besuki di
Kabupaten Situbondo
7. Terminal Larangan di
Kabupaten Sidoarjo
8. Terminal Kepuhsari di
Kabupaten Jombang
9. Terminal Anjuk Ladang
dan Terminal Kertosono
di Kabupaten Nganjuk
10. Terminal Caruban di
Kabupaten Madiun
11. Terminal Magetan di
Kabupaten Magetan
12. Terminal Padangan di
Kabupaten Bojonegoro
13. Terminal Lamongan dan
Terminal Babat di
Kabupaten Lamongan
14. Terminal Bunder di
Kabupaten Gresik
- 12 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

15. Terminal Sampang di


Kabupaten Sampang
16. Terminal Landungsari
dan Terminal Hamid
Rusdi di Kota Malang
17. Terminal Untung
Suropati di Kota
Pasuruan
18. Terminal Kertajaya di
Kota Mojokerto
 Pengembangan 1. Terminal Sidoarjo di 7 terminal (7
terminal penumpang Kabupaten Sidoarjo Kabupaten/Ko
tipe A 2. Terminal Kepuhsari di ta)
Kabupaten Jombang
3. Terminal Rajegwesi di
Kabupaten Bojonegoro
4. Terminal Burneh di
Kabupaten Bangkalan
5. Terminal Sumenep di
Kabupaten Sumenep
6. Terminal Paciran di
Kabupaten Lamongan
7. Terminal Kertajaya di
Kota Mojokerto
 Peningkatan kelas 1. Terminal Trenggalek di 5 terminal (5
prasarana terminal Kabupaten Trenggalek Kabupaten/
penumpang menjadi 2. Terminal Minak Koncar Kota)
tipe A di Kabupaten Lumajang
3. Terminal Situbondo di
Kabupaten Situbondo
4. Terminal Joyoboyo di
Kota Surabaya
- 13 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

5. Terminal Batu di Kota


Batu
 Pengembangan/ 1. Terminal Kraksaan di 6 terminal (6
Peningkatan kelas Kabupaten Probolinggo Kabupaten)
prasarana terminal 2. Terminal Wlingi di
penumpang menjadi Kabupaten Blitar
tipe B 3. Terminal Sendang Biru
di Kabupaten Malang
4. Terminal Prigi di
Kabupaten Trenggalek
5. Terminal Pare di
Kabupaten Kediri
6. Terminal Maospati di
Kabupaten Magetan
B. Jaringan Kereta Api
 Pemantapan sistem 1. Surabaya (Pasar Turi) – 4 rute APBN, Dept.
jaringan kereta api Lamongan – Babat – APBD Perhubungan,
Bojonegoro – Cepu Provinsi, Dinas
2. Surabaya (Semut) – Investasi Perhubungan
Surabaya (Gubeng) – Swasta, Provinsi dan
Surabaya (Wonokromo) – dan/atau Kab/Kota, PT.
Jombang – Kertosono – Kerjasama KAI
Nganjuk – Madiun – Solo Pendanaan
3. Surabaya (Semut) –
Surabaya (Gubeng) –
Surabaya (Wonokromo)
– Sidoarjo – Bangil –
Pasuruan – Probolinggo
– Jember – Banyuwangi
4. Surabaya (Semut) –
Surabaya (Gubeng) –
- 14 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Surabaya (Wonokromo)
– Sidoarjo – Bangil –
Lawang – Malang – Blitar
– Tulungagung – Kediri
– Kertosono – Surabaya
 Pengembangan jalur 1. Surabaya (Pasar Turi) – 5 rute
kereta api ganda Lamongan – Babat –
Bojonegoro – Cepu
2. Surabaya (Semut) –
Surabaya (Gubeng) –
Surabaya (Wonokromo) –
Jombang – Kertosono –
Nganjuk – Madiun – Solo
3. Surabaya (Semut) –
Surabaya (Gubeng) –
Surabaya (Wonokromo) –
Sidoarjo – Bangil –
Pasuruan – Probolinggo –
Jember – Banyuwangi
4. Surabaya (Semut) –
Surabaya (Gubeng) –
Surabaya (Wonokromo) –
Sidoarjo – Bangil –
Lawang – Malang –Blitar –
Tulungagung – Kediri –
Kertosono – Surabaya
5. Gubeng – Juanda
 Revitalisasi jaringan Bangkalan – Kamal – 1 rute
kereta api di Pulau Sampang – Pamekasan -
Madura, dalam satu Sumenep
jaringan transportasi
massal kereta api yang
- 15 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

terintegrasi dengan
jaringan
perkeretaapian di
Surabaya
 Optimalisasi Sidoarjo – Tulangan – Tarik 1 rute
konservasi jalur
perkeretaapian mati
sebagai alternatif jalur
kereta api bila jalur
Porong ditutup
 Percepatan Sidoarjo (Tulangan) – 1 rute
pembangunan baru Gunung Gangsir
jaringan jalur KA
Porong – Gempol
akibat luapan lumpur
lapindo
 Konservasi jalur 1. Bojonegoro – Jatirogo 15 rute
perkeretaapian mati 2. Madiun – Ponorogo –
Slahung
3. Mojokerto – Mojosari –
Porong
4. Ploso – Mojokerto –
Krian
5. Malang – Turen –
Dampit
6. Malang – Pakis –
Tumpang
7. Babat – Jombang
8. Babat – Tuban
9. Kamal – Bangkalan –
Sampang – Pamekasan –
- 16 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Sumenep
10. Jati – Probolinggo –
Paiton
11. Klakah – Lumajang –
Pasirian
12. Lumajang – Gumukmas
– Balung – Rambipuji
13. Panarukan – Situbondo
– Bondowoso – Kalisat –
Jember
14. Rogojampi – Benculuk
15. Perak – Wonokromo
(bekas jalur Trem)
 Pengembangan jalur Kota Surabaya dan 1 rute
kereta api melayang sekitarnya
 Pemantapan dan 1. Stasiun Nganjuk dan 26 stasiun (19
pengembangan Stasiun Kertosono di Kabupaten/Ko
prasarana stasiun Kabupaten Nganjuk ta)
kereta api 2. Stasiun Jombang di
Kabupaten Jombang
3. Stasiun Tulungagung di
Kabupaten Tulungagung
4. Stasiun Bojonegoro di
Kabupaten Bojonegoro
5. Stasiun Lamongan di
Kabupaten Lamongan
6. Stasiun Sidoarjo di
Kabupaten Sidoarjo
7. Stasiun Bangil di
Kabupaten Pasuruan
8. Stasiun Klakah di
Kabupaten Lumajang
- 17 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

9. Stasiun Jember di
Kabupaten Jember
10. Stasiun Banyuwangi
Baru di Kabupaten
Banyuwangi
11. Stasiun Lawang di
Kabupaten Malang
12. Stasiun Madiun di Kota
Madiun
13. Stasiun Kediri di Kota
Kediri
14. Stasiun Blitar di Kota
Blitar
15. Stasiun Mojokerto di
Kota Mojokerto
16. Stasiun Surabaya Pasar
Turi, Stasiun Surabaya
Kota, Stasiun Sidotopo,
Stasiun Kalimas,
Stasiun Wonokromo,
Stasiun Surabaya
Gubeng di Kota
Surabaya
17. Stasiun Probolinggo di
Kota Probolinggo
18. Stasiun Pasuruan di
Kota Pasuruan
19. Stasiun Kota Baru dan
Kota Lama di Kota
Malang
 Pembangunan stasiun 1. Stasiun Kamal dan 5 stasiun (4
kereta api di Pulau Stasiun Bangkalan di Kabupaten)
- 18 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Madura Kabupaten Bangkalan


2. Stasiun Sampang di
Kabupaten Sampang
3. Stasiun Pamekasan di
Kabupaten Pamekasan
4. Stasiun Sumenep di
Kabupaten Sumenep
 Pemantapan prasarana Rambipuji di Kabupaten 1 lokasi
dryport Jember
 Pengembangan 1. Kota Malang 3 lokasi
prasarana dryport 2. Kota Madiun
3. Kota Kediri
 Pemantapan prasarana 1. Terminal barang Waru di 3 terminal (3
terminal barang Kabupaten Sidoarjo Kabupaten/Ko
2. Terminal barang Babat ta)
di Kabupaten Lamongan
3. Terminal barang Pasar
Turi di Kota Surabaya
 Pengembangan Terminal barang Kalimas di 1 terminal (1
prasarana terminal Kota Surabaya Kota)
barang
C. Pelabuhan
Penyeberangan
 Pemantapan Pelabuhan Tanjung Perak di 1 pelabuhan APBN, Dept.
pelabuhan pelayanan Kota Surabaya (1 Kota) Investasi Perhubungan,
penyeberangan Swasta, Dinas
antarprovinsi dan/atau Perhubungan
 Pengembangan 1. Pelabuhan Ketapang di 2 pelabuhan Kerjasama Provinsi dan
pelabuhan pelayanan Kabupaten Banyuwangi (2 Kabupaten) Pendanaan Kab/Kota, PT.
penyeberangan 2. Pelabuhan Paciran di Pellindo
antarprovinsi Kabupaten Lamongan
- 19 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

 Pengembangan 1. Pelabuhan Ujung di Kota 11 pelabuhan APBD Dinas


pelabuhan pelayanan Surabaya (8 Provinsi, Perhubungan
penyeberangan 2. Pelabuhan Kamal di Kabupaten/Ko Investasi Provinsi dan
antarkabupaten/kota Kabupaten Bangkalan ta) Swasta, Kab/Kota, PT.
3. Pelabuhan Bawean di dan/atau Pellindo
Kabupaten Gresik Kerjasama
4. Pelabuhan Jangkar di Pendanaan
Kabupaten Situbondo
5. Pelabuhan Kalianget,
Pelabuhan Raas,
Pelabuhan Kangean dan
Pelabuhan Sapudi di
Kabupaten Sumenep
6. Pelabuhan Gili Ketapang
di Kabupaten
Probolinggo
7. Pelabuhan Probolinggo
di Kota Probolinggo
8. Pelabuhan Paciran di
Kabupaten Lamongan
 Pemantapan 1. Pelabuhan Kangean dan 3 pelabuhan APBD Dinas
pelabuhan Pelabuhan Sapudi di (2 kabupaten) Kab/Kota, Perhubungan
penyeberangan dalam Kabupaten Sumenep Investasi Provinsi dan
wilayah 2. pelabuhan Gresik di Swasta, Kab/Kota, PT.
kabupaten/kota Kabupaten Gresik. dan/atau Pellindo
Kerjasama
Pendanaan
- 20 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

2.1.2. Transportasi Laut


A. Pelabuhan angkutan
laut
 Pemantapan Pelabuhan Tanjung Perak di 1 pelabuhan APBN, Dept.
pelabuhan utama Kota Surabaya (1 Kota) APBD Perhubungan,
 Pengembangan 1. pelabuhan di wilayah 3 pelabuhan Provinsi dan Dinas
pelabuhan utama antara Teluk Lamong (3 Kabupaten) Kab/Kota, Perhubungan
Tanjung Perak dalam sampai Kabupaten Investasi Provinsi dan
satu sistem dengan Gresik Swasta, Kab/Kota, PT.
rencana 2. pelabuhan Socah di dan/atau Pellindo
pengembangan Kabupaten Bangkalan Kerjasama
pelabuhan di 3. pelabuhan Tanjung Pendanaan
sekitarnya Bulupan dan di
Kabupaten Bangkalan
 Pengembangan 1. Pelabuhan Sendangbiru 2 pelabuhan
pelabuhan utama di Kabupaten Malang (2 Kota)
2. Pelabuhan Tanjung
Wangi di Kabupaten
Banyuwangi
 Pemantapan Pelabuhan Gresik di 1 pelabuhan
pelabuhan pengumpul Kabupaten Gresik (1 Kabupaten)
 Pengembangan 1. Pelabuhan Gelon di 5 pelabuhan
pelabuhan pengumpul Kabupaten Pacitan (5
2. Pelabuhan Kabupaten/Ko
Sampang/Taddan di ta)
Kabupaten Sampang
3. Pelabuhan Sendang Biru
di Kabupaten Malang
4. Pelabuhan Prigi di
Kabupaten Trenggalek
5. Pelabuhan Pasuruan di
- 21 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Kota Pasuruan
 Pemantapan Pelabuhan Tuban di 1 pelabuhan
pelabuhan pengumpan Kabupaten Tuban (1 kabupaten)
regional
 Pengembangan Pelabuhan Dungkek, 3 pelabuhan
pelabuhan pengumpan Pelabuhan Pagerungan dan (1 kabupaten)
lokal Pelabuhan Nunggunung di
Kabupaten Sumenep
2.1.3. Transportasi Udara
A. Bandar Udara Umum
 Pengembangan bandar Bandar udara Juanda di 1 bandar APBN, Dept.
udara pengumpul Kabupaten Sidoarjo udara (1 APBD Perhubungan,
(hub) skala pelayanan kabupaten) Provinsi dan Dinas
primer Kab/ Kota, Perhubungan
 Peningkatan bandar Bandar udara 1 bandar Investasi Provinsi dan
udara pengumpul Abdulrachman Saleh di udara (1 Swasta, Kab/Kota,
(hub) skala pelayanan Kabupaten Malang kabupaten) dan/atau Angkasa Pura
tersier Kerjasama
 Alternatif Kabupaten Lamongan 1 bandar Pendanaan
pembangunan baru udara (1
bandar udara sebagai kabupaten)
pengembangan bandar
udara Juanda
 Pengembangan bandar 1. Bandar udara Trunojoyo 6 bandar APBD
udara pengumpan di Kabupaten Sumenep udara (6 Provinsi dan
(spoke) 2. Bandar udara kabupaten) Kab/Kota,
Blimbingsari di Investasi
Kabupaten Banyuwangi Swasta,
3. Bandar udara Bawean di dan/atau
Kabupaten Gresik Kerjasama
4. Bandar udara Noto Pendanaan
- 22 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Hadinegoro di
Kabupaten Jember
5. Bandar udara di
Kabupaten Blitar
6. Bandar udara di
Kabupaten Bojonegoro
B. Bandar Udara Khusus
 Pemantapan bandar 1. Lapangan Udara TNI–AU 4 bandar
udara khusus militer Iswahyudi di Kabupaten udara (4
Magetan kabupaten)
2. Lapangan Udara TNI–AU
Pacitan di Kabupaten
Pacitan
3. Lapangan Udara TNI–AL
Raci di Kabupaten
Pasuruan
4. Lapangan Udara TNI–AD
Melik di Kabupaten
Situbondo
 Pemantapan bandar bandar udara Pagerungan di 1 lokasi (1
udara khusus sipil Kabupaten Sumenep kabupaten)
2.2 Sistem Jaringan Energi
2.1.4. Sumber Energi
 Pengembangan energi air 1. Kabupaten Nganjuk 21 APBD PLN, Dinas
untuk pembangkit listrik 2. Kabupaten Bojonegoro kabupaten/ko Provinsi dan Energi dan
tenaga mikrohidro 3. Kabupaten Banyuwangi ta Kab/Kota, Sumber Daya
4. Kabupaten Situbondo Investasi Mineral, Swasta
5. Kabupaten Bondowoso Swasta,
6. Kabupaten Jember dan/atau
7. Kabupaten Lumajang Kerjasama
8. Kabupaten Malang Pendanaan
- 23 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

9. Kabupaten Probolinggo,
10. Kabupaten Blitar
11. Kabupaten Tulungagung
12. Kabupaten Trenggalek
13. Kabupaten Pacitan
14. Kabupaten Madiun
15. Kabupaten Magetan
16. Kabupaten Pasuruan
17. Kabupaten Mojokerto
18. Kabupaten Ponorogo
19. Kabupaten Jombang
20. Kabupaten Gresik
21. Kota Batu
 Pengembangan energi 1. Kabupaten Pacitan 14 kabupaten
angin 2. Kabupaten Trenggalek
3. Kabupaten Tulungagung
4. Kabupaten Blitar
5. Kabupaten Malang
6. Kabupaten Lumajang
7. Kabupaten Jember
8. Kabupaten Banyuwangi
9. Kabupaten Bondowoso
10. Kabupaten Bangkalan
11. Kabupaten Sampang
12. Kabupaten Pamekasan
13. Kabupaten Sumenep
14. Kabupaten Tuban
 Pengembangan energi air 1. Karangkates, Wlingi 11 lokasi
untuk PLTA 2. Ledoyo
3. Selorejo
4. Sengguruh
5. Tulungagung
- 24 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

6. Mendalan
7. Siman
8. Madiun
9. Kesamben
10. Kalikonto
 Pengembangan energi Seluruh kabupaten/kota di 38 APBN, Dept. ESDM,
surya Jawa Timur kabupaten/ko APBD Dinas ESDM
ta Provinsi dan Provinsi dan
 Pengembangan energi 1. Melati dan Arjosari di 10 lokasi Kab/Kota, Kab/Kota, PLN
panas bumi Kabupaten Pacitan Investasi
2. Telaga Ngebel - Wilis di Swasta,
Kabupaten Ponorogo dan dan/atau
Kabupaten Madiun Kerjasama
3. Gunung Pandan di Pendanaan
Kabupaten Madiun,
Kabupaten Bojonegoro,
dan Kabupaten Nganjuk
4. Gunung Arjuno Welirang
di Kabupaten Mojokerto,
Kabupaten Pasuruan,
dan Kabupaten Malang
5. Cangar dan Songgoriti di
Kota Batu dan
Kabupaten Malang
6. Aeng Panas Tirtosari di
Kabupaten Sumenep
7. Argopuro di Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten
Situbondo, Kabupaten
Bondowoso, dan
Kabupaten Jember)
8. Tiris (Gunung
- 25 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Lamongan) di Kabupaten
Probolinggo dan
Kabupaten Lumajang
9. Belawan-Ijen di
Kabupaten Bondowoso,
Kabupaten Situbondo,
dan Kabupaten
Banyuwangi
10. Gunung Lawu di
Kabupaten Magetan

 Pengembangan energi 1. Kabupaten Pacitan 13 kabupaten Dept. Kelautan


gelombang laut 2. Kabupaten Trenggalek dan Perikanan,
3. Kabupaten Tulungagung Dinas Kelautan
4. Kabupaten Blitar dan Perikanan
5. Kabupaten Malang Provinsi dan
6. Kabupaten Lumajang Kab/Kota, PLN
7. Kabupaten Jember
8. Kabupaten Banyuwangi
9. Kabupaten Tuban
10. Kabupaten Bangkalan
11. Kabupaten Sampang
12. Kabupaten Pamekasan
13. Kabupaten Sumenep
 Pengembangan biogas Seluruh kabupaten/kota di 38
Jawa Timur kabupaten/ko
ta
 Pengembangan energi Seluruh kabupaten/kota di 38
biomassa Jawa Timur kabupaten/ko
ta
- 26 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

2.1.5. Kelistrikan Dept. Kelautan


 Pengembangan 1. Plant di Grindulu PS 8 lokasi dan Perikanan,
pembangkit untuk (4x250 MW) Dinas Kelautan
peningkatan kapasitas 2. IPP on Going di PLTU dan Perikanan
tenaga listrik di Jawa Bali Paiton 3-4 (800 MW) Provinsi dan
(termasuk Pulau Madura) 3. PLTU Tanjung Awar- Kab/Kota, PLN
Awar (2x350 MW)
4. PLTU Jatim Selatan
(2x315 MW)
5. PLTU Paiton Baru
(1x660MW)
6. Madura (2x100 MW)
7. Ngebel (3x55 MW)
8. Belawan Ijen (2x55 MW)
 Pengembangan jaringan 1. Ngimbang-Inc. (Sbrat- 10 lokasi
transmisi 500 kV Ungar)
2. Paiton New-Paiton Old
3. Surabaya Selatan-Grati
4. Paiton-Grati 3rd
5. Grindulu PS-
Kebonagung
6. Kapal JB Crossing-
Paiton
7. Grati-Kediri 1st
8. Kebonagung- Inc. (Grati-
Kediri) 1st
9. Ngoro-Inc (Paiton-Kediri)
2nd
10. Tanjung Pelang PLTU-
Kediri
- 27 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

 Pengembangan jaringan 1. Babat–Tuban 40 lokasi


transmisi 150 kV 2. Bambe/Bringkang–
Karangpilang
3. Buduran II/Sedati–Inc
(Bangil–Waru)
4. Cerme-Inc(Sgmdu–
Lmgan)
5. Grati–Gondangwetan
6. Jatim Selatan PLTU–
Pacitan II
7. Jatim Selatan PLTU–
Wonogiri
8. Jombang–Jayakertas
9. Kabel Jawa Madura–
Suramadu
10. Kalisari–Surabaya
Selatan
11. Ketapang–Gilimanuk
12. Kraksaan–Probolinggo
13. New Ngimbang–Babat
14. New Ngimbang-Mliwang
15. Paciran–Brondong–
Lamongan
16. Pacitan II–Ponorogo
17. Padangsambian–
Pesanggaran
18. Paiton New–Paiton Old
19. Perak–Ujung
20. Sambi Kerep/Tandes II–
Inc. (Waru–Gresik)
21. Simogunung/Gsari–
(Swhan–Waru)
- 28 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

22. Tanjung Awar-awar


PLTU–Tuban
23. Tulungagung II–Kediri
24. Wlingi II–Kediri
25. Banyuwangi–Gilimanuk
26. Banyuwangi–Ketapang
27. Blimbing II–Inc. (PIER–
Pakis)
28. Ponorogo II–Manisrejo
29. Purwosari/Sukorejo II–
Inc. (PIER-Pakis)
30. Waru–Darmo Granti
31. New Porong–Ngoro
Sidoarjo/Porong I–Bangil
32. Ijen PLTP–Banyuwangi
33. New Banyuwangi–
Genteng
34. Ponorogo II–New
Tulungagung
35. Madura PLTU–Inc.
(Spang-Pksan)
36. Kalikonto PLTA–Bumi
Cokro
37. Wilis/Ngebel PLTP–
Pacitan II
38. Arjuno PLTP–Mojokerto
39. Iyang Argopuro PLTP–
Probolinggo
40. Turen II-Inc. (Kbagn
Pakis)
 Pengembangan jaringan Driyorejo-Miwon 1 lokasi
transmisi 70 kV
- 29 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

 Pengembangan gardu 1. Kediri 7 lokasi


induk 500/150 2. Paiton
3. Surabaya Selatan
4. Grati
5. Krian
6. Kebonagung
7. Ngoro
 Pengembangan gardu 1. Sekarputih 2 lokasi
induk 150/70 2. Bangil (GIS)
 Pembangunan gardu 1. Bondowoso 86 lokasi
induk 150/20 kV 2. Buduran
3. Driyorejo
4. Segoromadu
5. Sekarputih
6. Sengkaling
7. Situbondo
8. Sumenep
9. Tulungagung II
10. Wlingi II
11. Blimbing II
12. Gondang Wetan
13. Ponorogo II
14. Purwosari/Sukorejo II
15. Sidoarjo
16. Ujung
17. Kebonagung
18. New Porong
19. Buduran I/Sedati
20. Petrokimia
21. Banyuwangi
22. Genteng
23. Kedinding
- 30 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

24. Kraksaan
25. Kupang
26. Lawang
27. Manyar
28. Surabaya Selatan
29. Tuban
30. Wlingi I
31. Cerme
32. Jombang
33. Paiton
34. PIER
35. PLTP Ijen
36. Simpang
37. Undaan
38. Rungkut
39. Wonokromo
40. Bangkalan
41. Bojonegoro
42. Jember
43. Perak
44. PLTA Kesamben
45. PLTA Kalikonto
46. Tanggul
47. Babat
48. Lamongan
49. Mojoagung
50. Ngawi
51. Balongbendo
52. Bangil
53. Kasih Jatim
54. Lumajang
55. Ngagel
- 31 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

56. Ngoro
57. Pamekasan
58. Pemaron
59. Sawahan
60. Gunungsari/
Simogunung
61. Karangkates
62. Karangpilang
63. Kediri Baru
64. Kertosono II
65. Krian
66. Ngimbang
67. Paciran/Brondong
68. Padang Sambian
69. PLTP Iyang Argopuro
70. Probolinggo
71. Simpang
72. Sukolilo
73. Waru
74. Bringkang/Bambe
75. Bulukandang
76. Gembong
77. Jayakertas
78. Kalisari
79. Sampang
80. Sedati/Buduran II
81. Turen II
82. Babadan
83. Baturiti
84. Darmogrand
85. Pacitan II
86. Wlingi
- 32 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

 penambahan trafo 1. Blimbing 18 lokasi


distribusi 70/20 kV 2. Tarik
3. Trenggalek
4. Nganjuk
5. Turen
6. Dolopo
7. Selorejo PLTA
8. Pare
9. Sengguruh PLTA
10. Magetan
11. Siman
12. Blitar Baru
13. Ponorogo
14. Caruban
15. Mranggen
16. Polehan
17. Tulungagung PLTA
18. Sukorejo
2.2.3. Migas
 Pemantapan jaringan Jaringan pipa minyak, gas, –
pipa minyakdan gas dan bangunan lepas pantai
bumi di Ujungpangkah, Poleng,
Ojongm dan di sekitar
perairan Pulau Kangean
 Pengembangan jaringan 1. Beji – Gunung Gangsir – 1. 5,37 Km Dept. ESDM,
pipa minyak dan gas Pandaan 2. 8,7 Km Dinas ESDM
bumi 2. Wunut – R/S Porong 3. 28,8 Km Provinsi dan
3. Wunut – Taman 4. 15,3 Km Kab/Kota,
4. R/S Porong – Kota 5. 20,67 Km Pertamina
Sidoarjo 6. 30,13 Km
5. Cerme – Legundi 7. 11,08 Km
- 33 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

6. Manyar – Panceng 8. 5,6 Km


7. Kota Pasuruan 9. 20,1 Km
8. Pandaan 10. 50,09 Km
9. Jetis 11. 70,2 Km
10. Mojokerto – Jombang 12. 40,1 Km
11. Panceng – Tuban 13. 40,3 Km
12. Jombang – Nganjuk 14. 30,08 Km
13. Kertosono – Kediri 15. 29,16 Km
14. Bunder – Lamongan 16. 35,07 Km
15. Lamongan – Babat 17. 35,16 Km
16. Pandaan –Purwodadi 18. 15,08 Km
17. Babat – Bojonegoro 19. 50,07 Km
18. Purwodadi – Lawang 20. –
19. Nganjuk – Madiun 21. –
20. Kangean - R/S Porong 22. –
(Kabupaten Sidoaarjo) - 23. –
Kecamatan Bungah 24. –
(Kabupaten Gresik) 25. –
21. Jaringan gas ke arah
utara menjangkau
Kecamatan Bungah dan
Pulau Bawean di
Kabupaten Gresik
22. jaringan gas ke arah
selatan terbatas pada
Kecamatan Pandaan,
Kabupaten Pasuruan
23. jaringan gas ke arah
barat terbatas pada Kota
Mojokerto
24. jaringan gas ke arah
timur menjangkau
- 34 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Kabupaten dan Kota


Probolinggo serta Leces
25. jaringan pipa minyak,
gas, dan bangunan lepas
pantai di Ujungpangkah,
Poleng, Ojong, dan di
sekitar perairan Pulau
Kangean hingga ke
provinsi Jawa Tengah
dan Pulau Kalimantan.
 Pengembangan sumber 1. Kabupaten Bojonegoro 9 kabupaten
dan prasarana minyak 2. Kabupaten Bangkalan
dan gas bumi 3. Kabupaten Gresik
4. Kabupaten Lamongan
5. Kabupaten Pemekasan
6. Kabupaten Sidoarjo
7. Kabupaten Sampang
8. Kabupaten Sumenep
9. Kabupaten Tuban
2.3 Sistem Jaringan
Telekomunikasi dan
Informatika
 Pengembangan jaringan Seluruh wilayah – APBN, Depkominfo,
terrestrial yang kabupaten/kota sampai APBD Dinas Informasi
menggunakan sistem kabel wilayah terpencil Provinsi dan dan Komunikasi,
 Pengembangan jaringan Seluruh kabupaten/kota di 38 Kab/Kota, PT. Telkom
terrestrial tower yang Jawa Timur kabupaten/ Investasi
menggunakan sistem kota Swasta,
nirkabel atau BTS (Base dan/atau
Transceiver Station) terpadu Kerjasama
Pendanaan
- 35 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

 Pengembangan jaringan Wilayah terpencil di –


satelit, dapat menggunakan kabupaten/kota di Jawa
tower maupun non tower Timur
2.4 Sistem Jaringan Sumber
Daya Air
 Pengelolaan sumber daya air a.Wilayah Sungai Bengawan – APBN, Dinas PU Cipta
di wilayah sungai Solo : APBD karya dan
1. Waduk Kedung Bendo di Provinsi dan Pengairan
Kabupaten Pacitan Kab/Kota, Provinsi dan
2. Telaga Ngebel Dam, Investasi Kab/Kota,
Waduk Bendo, Waduk Swasta, PDAM, Jasa
Slahung dan Bendungan dan/atau Tirta
Badegan di Kabupaten Kerjasama
Ponorogo Pendanaan
3. Bendungan Gerak
Bojonegoro, Waduk
Nglambangan, Waduk
Kedung Tete, Waduk
Pejok, Waduk Kerjo,
Waduk Gonseng, Waduk
Mundu, Waduk Belung,
dan Bendungan Belah di
Kabupaten Bojonegoro
4. Bendungan Gerak
Karangnongko, Waduk
Kedung Bendo, Waduk
Sonde, Waduk Pakulon,
Waduk Alastuwo, dan
Bendungan Genen di
Kabupaten Ngawi
5. Waduk Kresek dan
Waduk Tugu di
- 36 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Kabupaten Madiun
6. Waduk Tawun dan
Waduk Ngampon di
Kabupaten Tuban
7. Bendung Gerak
Sembayat, Waduk
Gondang, dan Waduk
Cawak di Kabupaten
Lamongan
8. Waduk Gonggang di
Kabupaten Magetan

b.Wilayah Sungai Brantas :


1. Bendungan Genteng I,
Bendungan Lesti III,
Bendungan Kepanjen,
Bendungan
Lumbangsari,
Bendungan Kesamben,
Bendungan Kunto II,
dan Karangkates III, IV
di Kabupaten Malang
2. Bendungan Tugu di
Kabupaten Trenggalek
3. Bendungan Beng dan
Bendungan
Kedungwarok di
Kabupaten Jombang
4. Bendungan Ketandan,
Bendungan Semantok
dan Bendungan Kuncir
di Kabupaten Nganjuk
- 37 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

5. Bendungan Babadan di
Kabupaten Kediri
6. Bendungan Wonorejo di
Kabupaten Tulungagung

c.Wilayah Sungai Welang


Rejoso :
1. Bendung Licin di
Kabupaten Pasuruan
2. Waduk Suko, Waduk
Kuripan, Embung Boto
di Kabupaten
Probolinggo

d.Wilayah Sungai Pekalen


Sampean :
1. Waduk Taman, Embung
Pace, Embung Gubri,
Embung Klabang,
Waduk Tegalampel,
Waduk Karanganyar,
Waduk Sukokerto,
Waduk Botolinggo,
Embung Blimbing dan
Embung Krasak di
Kabupaten Bondowoso
2. Embung Banyuputih,
Embung Tunjang,
Embung Wringinanom
dan Embung Nogosromo
di Kabupaten Situbondo
- 38 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

e.Wilayah Sungai Baru


Bajulmati :
1. Embung Singolatri,
Waduk Kedawang,
Waduk Bajulmati,
Embung Bomo dan
Embung Sumber
Mangaran di Kabupaten
Banyuwangi

f.Wilayah Sungai Bondoyudo


Bedadung :
1. Waduk Antrogan di
Kabupaten Jember

g.Wilayah Sungai Kepulauan


Madura :
1. Waduk Nipah di
Kabupaten Sampang
2. Waduk Blega di
Kabupaten Bangkalan
3. Waduk Samiran di
Kabupaten Pamekasan
4. Waduk Tambak Agung
di Kabupaten Sumenep
 Pengembangan sistem irigasi 1. DAS Kondang Merak di 3 lokasi
teknis Kabupaten Malang
2. DAS Ringin Bandulan di
Kabupaten Blitar dan
Tulungagung
3. DAS Tengah di
Kabupaten Situbondo
- 39 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

 Optimalisasi pengembangan 1. Jaringan Telaga -


jaringan air baku untuk Sarangan - Magetan
industri 2. Sumber mata air
Umbulan
 Optimalisasi pengembangan 1. SPAM Regional 4 klaster
jaringan air baku untuk air PANTURA (Kabupaten jaringan
minum regional Bojonegoro, Kabupaten
Tuban, Kabupaten
Lamongan, Kabupaten
Gresik, dan Kabupaten
Bangkalan)
2. SPAM Regional Lintas
Tengah (Kabupaten
Nganjuk, Kabupaten
Kediri, dan Kabupaten
Jombang)
3. SPAM Regional Malang
Raya (Kota Malang, Kota
Batu, dan Kabupaten
Malang)
4. SPAM Regional Umbulan
(Kabupaten Pasuruan,
Kota Pasuruan,
Kabupaten Sidoarjo,
Kota Surabaya, dan
Kabupaten Gresik)
 Optimalisasi pengembangan 1. Pengaturan sungai dan –
jaringan pengendali banjir sistem Pompa banjir
DAS Kali Madiun
tersebar di Kabupaten
Madiun, Kota Madiun,
Kabupaten Ngawi dan
- 40 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

Kabupaten Ponorogo
2. Pintu darurat banjir
floodway Pelangwot –
Sedayu Lawas di
Kabupaten Lamongan
3. Perkuatan tanggul dan
Jabung retarding basin
di Kabupaten Bojonegoro
dan Kabupaten
Lamongan
4. Pengaturan sungai dan
sistem pengendali banjir
Kali Lamong tersebar di
Kabupaten Gresik,
Kabupaten Mojokerto
dan Kota Surabaya;
5. Sistem pengendali banjir
Kali Kemuning di
Kabupaten Sampang
6. Sistem pengendali banjir
Kali Kedunglarangan
dan sungai-sungai di
Wilayah Sungai Welang
Rejoso di Kota Pasuruan
dan Kabupaten
Pasuruan
 Optimalisasi pengembangan WS Brantas 1 lokasi
WS Strategis Nasional Wilayah
Sungai (WS)
 Optimalisasi pengembangan WS Bengawan Solo 1 lokasi
WS Lintas Provinsi Wilayah
Sungai (WS)
- 41 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-4

 Optimalisasi pengembangan 1. WS Welang – Rejoso 5 lokasi


WS Lintas Kabupaten/Kota 2. WS Pekalen – Sampean Wilayah
3. WS Baru – Bajulmati Sungai (WS)
4. WS Bondoyudo –
Bedadung
5. WS Kepulauan Madura.

2.5 Sistem Prasarana


Pengelolaan Lingkungan
 Pengembangan TPA regional 1. Kabupaten Gresik (Kota 8 lokasi APBN, Bapeda Provinsi
Surabaya, Kabupaten APBD dan Kab/Kota,
Sidoarjo, dan Kabupaten Provinsi dan Dinas
Gresik) Kab/Kota, Persampahan
2. Malang Raya (Kota Investasi dan pertamanan
Malang, Kota Batu, dan Swasta,
Kabupaten Malang) dan/atau
3. Mojokerto (Kota Kerjasama
Mojokerto dan Pendanaan
Kabupaten Mojokerto)
4. Madiun (Kota Madiun
dan Kabupaten Madiun)
5. Kediri (Kota Kediri dan
Kabupaten Kediri)
6. Blitar (Kota Blitar dan
Kabupaten Blitar)
7. Pasuruan (Kota
Pasuruan dan
Kabupaten Pasuruan)
8. Probolinggo (Kota
Probolinggo dan
Kabupaten Probolinggo)
- 42 -

a ruang
Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
B Perwujudan Pola Ruang
1 Perwujudan Kawasan Lindung
1.1 Hutan Lindung
 Penetapan sistem deliniasi 1. Kabupaten Bangkalan 28 wilayah APBN, Bappeda Provinsi
persebaran hutan lindung 2. Kabupaten Banyuwangi kabupaten/k APBD Jawa Timur,
3. Kabupaten Blitar ota Provinsi, Dinas Kehutanan
 Penetapan wilayah prioritas 314.720 Ha investasi dan Perhutani
4. Kabupaten Bojonegoro
rehabilitasi hutan swasta,
5. Kabupaten Bondowoso
dan/atau
6. Kabupaten Jember
 Peningkatan kapasitas kerjasama
7. Kabupaten Jombang
kelembagaan, sarana dan pendanaan
8. Kabupaten Kediri
prasarana rehabilitasi hutan
9. Kabupaten Lamongan
 Peningkatan teknologi
10. Kabupaten Lumajang
konservasi
11. Kabupaten Madiun
 Perencanaan wilayah
prioritas rehabilitasi hutan 12. Kabupaten Magetan
 Pengembangan kawasan
13. Kabupaten Malang
hutan lindung untuk 14. Kabupaten Mojokerto
mendukung fungsi 15. Kabupaten Nganjuk
perlindungan lingkungan 16. Kabupaten Ngawi
17. Kabupaten Pacitan
18. Kabupaten Pamekasan
19. Kabupaten Pasuruan
20. Kabupaten Ponorogo
21. Kabupaten Probolinggo
22. Kabupaten Situbondo
23. Kabupaten Sumenep
24. Kabupaten Trenggalek
- 43 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
25. Kabupaten Tuban
26. Kabupaten Tulungagung
27. Kota Batu
28. Kota Kediri

1.2 Kawasan Perlindungan


Setempat
1.2.1 Sempadan Pantai
 Memantapkan kawasan 1. Kabupaten Pacitan 21 APBN, Bappeda Provinsi
lindung di daratan untuk 2. Kabupaten Trenggalek kabupaten/k APBD Jawa Timur,
menunjang kawasan 3. Kabupaten Tulungagung ota Provinsi, Dinas Kelautan
lindung pantai 4. Kabupaten Blitar investasi dan Perikanan,
 Pengendalian kegiatan 5. Kabupaten Malang swasta, dan Dinas PU
budidaya di kawasan 6. Kabupaten Lumajang dan/atau Pengairan
pantai 7. Kabupaten Jember kerjasama
 Perencanaan fungsi 8. Kabupaten Banyuwangi pendanaan
perlindungan pantai 9. Kabupaten Situbondo
secara alami ataupun 10. Kabupaten Probolinggo
buatan 11. Kabupaten Pasuruan
 Pembangunan prasarana 12. Kota Pasuruan
pengamanan pantai 13. Kabupaten Sidoarjo
terutama pada daerah- 14. Kota Surabaya
daerah rawan abrasi air 15. Kabupaten Gresik
laut pada wilayah 16. Kabupaten Lamongan
strategis, daerah 17. Kabupaten Tuban
tertinggal, serta pulau- 18. Kabupaten Bangkalan
pulau kecil 19. Kabupaten Sampang
 Pengembangan kawasan 20. Kabupaten Pamekasan
lindung sepanjang pantai 21. Kabupaten Sumenep
yang memiliki nilai
- 44 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
ekologis sebagai daya
tarik wisata dan
penelitian
1.2.2 Sempadan Sungai
 Penetapan delineasi Sepanjang aliran sungai di Jawa - APBN, Bappeda Provinsi
kawasan sempadan Timur APBD Jawa Timur dan
sungai Provinsi, Dinas PU
 Penertiban kawasan investasi Pengairan
bantaran sungai swasta,
 Perencanaan kawasan dan/atau
sempadan sungai untuk kerjasama
kegiatan yang pendanaan
menunjang fungsi
lingkungan hidup
 Pengembangan kawasan
sempadan sungai untuk
kegiatan non budidaya
dan penelitian

1.2.3 Kawasan sekitar danau


atau waduk
 Penetapan delineasi Sekitar danau/waduk di Jawa - APBN, Bappeda Provinsi
kawasan perlindungan Timur APBD Jawa Timur dan
sekitar danau/waduk Provinsi, Dinas PU
 Perencanaan fungsi investasi Pengairan
perlindungan sekitar swasta,
danau/waduk secara dan/atau
alami ataupun buatan kerjasama
 Perencanaan pendanaan
pembatasan kegiatan
yang tidak berkaitan
- 45 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
dengan perlindungan
kawasan sekitar
danau/waduk
 Pengembangan kawasan
sekitar danau/waduk
untuk peningkatan nilai
ekonomis kawasan

1.2.4 Kawasan sekitar mata


air
 Penetapan delineasi Sekitar mata air di Jawa Timur - APBN, Bappeda Provinsi
kawasan perlindungan APBD Jawa Timur,
sekitar mata air Provinsi, Dinas
 Perencanaan fungsi investasi Kehutanan,
perlindungan sekitar swasta, Perhutani dan
mata air secara alami dan/atau Dinas PU
ataupun buatan kerjasama Pengairan
 Pembatasan kegiatan pendanaan
yang tidak berkaitan
dengan perlindungan
kawasan sekitar mata air
 Pengembangan kawasan
untuk peningkatan nilai
ekonomis kawasan
1.2.5 Kawasan lindung
spiritual dan kearifan
lokal
 Penetapan kawasan 1. Kawasan permukiman budaya 4 lokasi APBN, Bappeda Provinsi
lindung spiritual dan Suku Samin di Kabupaten APBD Jawa Timur dan
kearifan lokal sebagai Bojonegoro Provinsi, Dinas
aset budaya local 2. Kawasan permukiman budaya investasi Kebudayaan dan
- 46 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
heritage yang Suku Tengger di Kabupaten swasta, Pariwisata
dipreservasi Probolinggo, Kabupaten dan/atau
 Perencanaan Malang, Kabupaten Pasuruan, kerjasama
pembatasan perubahan dan Kabupaten Lumajang pendanaan
keaslian kawasan 3. Kawasan permukiman budaya
dengan modernisasi ke suku Osing di Kabupaten
bentuk lain. Banyuwangi
 Perlindungan terhadap 4. Kawasan permukiman budaya
kawasan lindung di Gunung Kawi
spiritual dan kearifan
lokal
1.3 Kawasan Suaka Alam,
Pelestarian Alam dan Cagar
Budaya
1.3.1 Kawasan suaka
margasatwa
 Rehabilitasi suaka 1. Suaka Margasatwa Dataran 1. 14.177 Ha APBN, Bappeda Provinsi
margasatwa Tinggi Yang di Kecamatan Krucil, 2. 3.832 Ha APBD Jawa Timur,
 Konservasi sumberdaya Sumber Malang, Panti dan Provinsi, Dinas Kehutanan
hutan, flora-fauna serta Sukorambi, Kabupaten investasi dan Dinas
ekosistemnya Situbondo, Kabupaten swasta, Kebudayaan dan
 Pengembangan Bondowoso, Kabupaten dan/atau Pariwisata
kerjasama pengelolaan Probolinggo dan Kabupaten kerjasama
kawasan suaka alam Jember. pendanaan
lintas kabupaten/kota 2. Suaka Margasatwa Pulau
dan provinsi Bawean di Kecamatan
Sangkapura dan Kecamatan
Tambak, Kabupaten Gresik.
- 47 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
1.3.2 Kawasan cagar alam
 Rehabilitasi cagar alam 1. Besowo Gadungan di 1. 7 Ha APBN, Bappeda Provinsi
Kabupaten Kediri 2. 2 Ha APBD Jawa Timur,
2. Cagar Alam Ceding di 3. 19 Ha Provinsi, Dinas Kehutanan
Kabupaten Bondowoso 4. 2 Ha investasi dan Dinas
 Pengembangan fungsi 3. Cagar Alam Sungai Kolbu 5. 17 Ha swasta, Kebudayaan dan
ekonomi dan pendidikan Iyang Plateu di Kabupaten 6. 50 Ha dan/atau Pariwisata
untuk kepariwisataan Bondowoso 7. 28 Ha kerjasama
dan penelitian 4. Cagar Alam Watangan Puger I 8. 190,50 pendanaan
di Kabupaten Jember Ha
5. Curah Manis I – VIII di 9. 3 Ha
Kabupaten Jember 10. 2.468 Ha
6. Gunung Abang di Kabupaten 11. 12 Ha
Pasuruan 12. 6100 Ha
7. Gunung Picis di Kabupaten 13. 9 Ha
Ponorogo 14. 725 Ha
8. Gunung Sigogor di Kabupaten 15. 15 Ha
Ponorogo 16. 430 Ha
9. Guwo Lowo/Nglirip di 17. 877 Ha
Kabupaten Tuban 18. 7,50 Ha
10. Kawah Ijen Merapi Unggup-
Unggup di Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten
Banyuwangi
11. Manggis Gadungan di
Kabupaten Kediri
12. Nusa Barong di Kabupaten
Jember
13. Pancuran Ijen I dan II di
Kabupaten Bondowoso
14. Pulau Bawean di Kabupaten
- 48 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
Gresik
15. Pulau Noko dan Pulau Nusa di
Kabupaten Gresik
16. Pulau Saobi di Kepulauan
Kangean Kabupaten Sumenep
17. Pulau Sempu di Kabupaten
Malang
18. Janggangan Rogojampi I/II di
Kabupaten Banyuwangi
1.3.3 Kawasan pantai
berhutan bakau
 Rehabilitasi ekosistem 1. Kabupaten Pacitan 21 APBN, Bappeda Provinsi
dan habitat yang rusak 2. Kabupaten Trenggalek Kabupaten/K APBD Jawa Timur,
di kawasan hutan, 3. Kabupaten Tulungagung ota Provinsi, Dinas Kelautan
pesisir (terumbu karang, 4. Kabupaten Blitar investasi dan Perikanan
mangrove, padang 5. Kabupaten Malang swasta, dan Dinas
lamun, dan estuaria), 6. Kabupaten Lumajang dan/atau Kebudayaan dan
perairan, bekas kawasan 7. Kabupaten Jember kerjasama Pariwisata
pertambangan 8. Kabupaten Banyuwangi pendanaan
 Perencanaan 9. Kabupaten Situbondo
pengembangan kawasan 10. Kabupaten Probolinggo
hutan bakau/mangrove 11. Kabupaten Pasuruan
untuk kegiatan 12. Kota Pasuruan
perlindungan ekosistem 13. Kabupaten Sidoarjo
dan lingkungan 14. Kota Surabaya
15. Kabupaten Gresik
16. Kabupaten Lamongan
17. Kabupaten Tuban
18. Kabupaten Bangkalan
19. Kabupaten Sampang
20. Kabupaten Pamekasan
21. Kabupaten Sumenep
- 49 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4

1.3.4 Taman Nasional


 Pemantapan fungsi 1. Taman Nasional Bromo 1. 50.276 Ha APBN, Bappeda Provinsi
kawasan lindung Tengger Semeru di Kabupaten 2. 25.000 Ha APBD Jawa Timur,
termasuk pengembangan Malang, Kabupaten Pasuruan, 3. 58.000 Ha Provinsi, Dinas Kehutanan
flora fauna khas Kabupaten Probolinggo dan 4. 43.420 Ha investasi dan Dinas
 Perencanaan Kabupaten Lumajang 5. 3.506 Ha swasta, Kebudayaan dan
pengembangan kawasan 2. Taman Nasional Baluran di dan/atau Pariwisata
taman nasional dengan Kecamatan Banyuputih kerjasama
partisipasi masyarakat Kabupaten Situbondo dan pendanaan
sekitar Kecamatan Wongsorejo
 Pengembangan kawasan Kabupaten Banyuwangi
penelitian terbatas untuk 3. Taman Nasional Meru Betiri di
pengembangan fungsi perbatasan Kabupaten Jember
pendidikan pada dan Kabupaten Banyuwangi
kawasan taman nasional (Selatan)
 Kerjasama pengelolaan 4. Taman Nasional Alas Purwo di
secara terpadu lintas Kecamatan Tegal Dlimo,
kabupaten/kota dan Kabupaten Bayuwangi
provinsi (Selatan)
5. Taman Nasional Perairan
Baluran
1.3.5 Taman Hutan Raya
 Pemantapan dan 1. Kabupaten Mojokerto 27. 868 Ha APBN, Bappeda Provinsi
rehabilitasi fungsi 2. Kabupaten Pasuruan APBD Jawa Timur,
Taman Hutan Raya R. 3. Kabupaten Malang Provinsi, Dinas Kehutanan
Soeryo 4. Kabupaten Jombang investasi dan Dinas
 Pengelolaan hutan 5. Kota Batu swasta, Kebudayaan dan
kemitraan secara dan/atau Pariwisata
terpadu dengan kerjasama
partisipasi masyarakat pendanaan
- 50 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
 Perencanaan kawasan
untuk pengembangan
fungsi ekonomi dan
pendidikan untuk
kepariwisataan dan
penelitian
1.3.6 Taman Wisata Alam
 Pemantapan dan 1. Taman Wisata Alam Tretes di 1. 10 Ha APBN, Bappeda Provinsi
rehabilitasi fungsi taman Kabupaten Pasuruan 2. 195 Ha APBD Jawa Timur,
wisata alam 2. Taman Wisata Gunung Baung di 3. 92 Ha Provinsi, Dinas Kehutanan
 Perencanaan taman Kabupaten Pasuruan investasi dan Dinas
wisata alam dengan 3. Taman Wisata Alam Ijen Merapi swasta, Kebudayaan dan
partisipasi masyarakat Unggup-Unggup di Kabupaten dan/atau Pariwisata
 Pengembangan kegiatan Bondowoso dan Kabupaten kerjasama
pariwisata alam, Banyuwangi pendanaan
meningkatkan atraksi
dengan mengembangkan
fasilitas penelitian flora,
dan pengembangan
fasilitas perkemahan
1.3.7 Kawasan Cagar Budaya
dan Ilmu Pengetahuan
 Penetapan batas 1. Lingkungan nonbangunan: 32 lokasi APBN, Bappeda Provinsi
lapangan yang jelas a) Monumen keganasan PKI di APBD Jawa Timur,
Kabupaten Madiun Provinsi, Dinas
b) Monumen Trisula di investasi Pendidikan dan
Kabupaten Blitar swasta, Dinas
- 51 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
 Pemeliharaan kawasan c) Petilasan Gunung Kawi dan/atau Kebudayaan dan
cagar budaya dan ilmu Kabupaten Malang kerjasama Pariwisata
pengetahuan d) Petilasan Sri Aji Joyoboyo di pendanaan
Kabupaten Kediri
e) Situs Purbakala Trinil di
Kabupaten Ngawi
2. Lingkungan bangunan non-
gedung:
a) Arca Totok Kerot di
Kabupaten Kediri
b) Candi Cungkup, Makam
Gayatri, dan Candi Dadi di
Kabupaten Tulungagung
c) Candi Jawi di Kabupaten
Pasuruan
 Pemantapan d) Candi Jolotundo di
pengembangan sebagai Kabupaten Mojokerto
daya tarik wisata sejarah e) Candi Penataran dan Candi
serta untuk Simping di Kabupaten Blitar
pengembangan f) Candi Singosari, Candi Jago,
penelitian dan Candi Kidal, dan Candi Badut
pendidikan bagi di Kabupaten Malang
masyarakat g) Kawasan Trowulan di
Kabupaten Mojokerto
h) Kompleks Makam K.H.
Hasyim Asy’ari, K.H. Wachid
Hasyim, Gus Dur, dan Sayyid
Sulaiman di Kabupaten
Jombang
i) Makam Asta Tinggi di
Kabupaten Sumenep
j) Makam Batoro Katong di
- 52 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
Kabupaten Ponorogo
k) Makam Batu Ampar di
Kabupaten Pameksan
l) Makam Maulana Malik
Ibrahim, Makam Sunan Giri
(Giri Kedaton), Makam
Fatimah Binti Maimun,
Makam Kanjeng Sepuh, dan
Kawasan Gunung Surowiti di
Kabupaten Gresik
m) Makam Sunan Bonang di
Kabupaten Tuban
n) Makam Sunan Drajat di
Kabupaten Lamongan
o) Makam Syaikona Kholil dan
Pesarean Aer mata Ebu
Kabupaten Bangkalan
p) Recolanang di Kabupaten
Mojokerto
q) Situs Sarchopagus dan
Megalith di Kabupaten
Bondowoso
r) Makam Sunan Ampel dan
Mbah Bungkul di Kota
Surabaya

3. Lingkungan bangunan gedung


dan halamannya:
a) Benteng Pendem Van den
Bosch di Kabupaten Ngawi
b) Pelestarian bangunan pabrik
gula di Kabupaten Sidoarjo,
- 53 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
Kabupaten Madiun,
Kabupaten Magetan,
Kabupaten Bondowoso,
Kabupaten Kediri dan
Kabupaten Malang
c) Makam Proklamator, Museum
Bung Karno, Istana Gebang,
Petilasan Aryo Blitar, dan
Monumen PETA (Soeprijadi) di
Kota Blitar
d) bangunan bersejarah dan
cagar budaya di Kota
Surabaya

4. Kebun Raya Purwodadi di


Kabupaten Pasuruan
1.4 Kawasan Rawan Bencana
Alam
1.4.1 Kawasan rawan tanah
longsor
 Penetapan zona-zona 1. Kabupaten Banyuwangi 21 APBN, Bappeda Provinsi
bahaya dan 2. Kabupaten Blitar kabupaten/ APBD Jawa Timur,
tingkatannya 3. Kabupaten Bojonegoro kota Provinsi, BNPB, Dinas
4. Kabupaten Bondowoso investasi Kehutanan,
5. Kabupaten Jember swasta, Dinas PU
6. Kabupaten Kediri dan/atau Pengairan
7. Kabupaten Lumajang kerjasama
8. Kabupaten Madiun pendanaan
 Pemantapan dan 9. Kabupaten Magetan
penanggulangan 10. Kabupaten Malang
bencana longsor 11. Kabupaten Nganjuk
- 54 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
 Penanganan pasca 12. Kabupaten Ngawi
bencana longsor 13. Kabupaten Pacitan
 Peningkatan tanggap 14. Kabupaten Pasuruan
darurat 15. Kabupaten Ponorogo
16. Kabupaten Probolinggo
17. Kabupaten Situbondo
18. Kabupaten Trenggalek
19. Kabupaten Tuban
20. Kabupaten Tulungagung
21. Kota Batu
1.4.2 Kawasan rawan
gelombang pasang
 Penetapan zona-zona 1. Kabupaten Pacitan 21 APBN, Bappeda Provinsi
bahaya dan 2. Kabupaten Trenggalek kabupaten/ APBD Jawa Timur,
tingkatannya 3. Kabupaten Tulungagung kota Provinsi, BNPB, Dinas
 Pemantapan strategi 4. Kabupaten Blitar investasi Kehutanan,
mitigasi bencana 5. Kabupaten Malang swasta, Dinas PU
gelombang pasang 6. Kabupaten Lumajang dan/atau Pengairan
7. Kabupaten Jember kerjasama
 Penanganan pasca 8. Kabupaten Banyuwangi pendanaan
bencana gelombang 9. Kabupaten Situbondo
pasang 10. Kabupaten Probolinggo
11. Kabupaten Pasuruan
 Peningkatan tanggap 12. Kabupaten Sidoarjo
darurat 13. Kabupaten Gresik
14. Kabupaten Lamongan
15. Kabupaten Tuban
16. Kabupaten Bangkalan
17. Kabupaten Sampang
18. Kabupaten Pamekasan
19. Kabupaten Sumenep
20. Kota Pasuruan
- 55 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
21. Kota Surabaya

1.4.3 Kawasan rawan banjir


 Penetapan zona-zona 1. Kabupaten Bangkalan 31 APBN, Bappeda Provinsi
bahaya dan 2. Kabupaten Banyuwangi kabupaten/ APBD Jawa Timur,
tingkatannya 3. Kabupaten Blitar kota Provinsi, BNPB, Dinas
 Pemantapan strategi4. Kabupaten Bojonegoro investasi Kehutanan,
mitigasi bencana 5. Kabupaten Bondowoso swasta, Dinas PU
6. Kabupaten Gresik dan/atau Pengairan
7. Kabupaten Jember kerjasama
8. Kabupaten Jombang pendanaan
 Penanganan pasca 9. Kabupaten Kediri
bencana 10. Kabupaten Lamongan
11. Kabupaten Lumajang
12. Kabupaten Madiun
13. Kabupaten Magetan
 Peningkatan tanggap 14. Kabupaten Malang
darurat 15. Kabupaten Mojokerto
16. Kabupaten Nganjuk
17. Kabupaten Ngawi
18. Kabupaten Pacitan
19. Kabupaten Pasuruan
20. Kabupaten Ponorogo
21. Kabupaten Probolinggo
22. Kabupaten Sampang
23. Kabupaten Sumenep
24. Kabupaten Sidoarjo
25. Kabupaten Situbondo
26. Kabupaten Trenggalek
- 56 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
27. Kabupaten Tuban
28. Kabupaten Tulungagung
29. Kota Malang
30. Kota Pasuruan
31. Kota Surabaya
1.4.4 Kawasan rawan
bencana kebakaran
hutan
 Penetapan zona-zona 1. kawasan di Gunung Arjuno 5 lokasi APBN,
bahaya dan 2. kawasan di Gunung Kawi APBD
tingkatannya 3. kawasan di Gunung Welirang Provinsi,
 Pemantapan strategi 4. kawasan di Gunung Kelud investasi
mitigasi bencana 5. kawasan Tahura R. Soeryo swasta,
 Penanganan pasca dan/atau
bencana kerjasama
 Peningkatan tanggap pendanaan
darurat
1.4.5 Kawasan rawan
bencana angin
kencang dan puting
beliung
 Pemantapan strategi seluruh kabupaten/kota di Jawa 38 APBN,
mitigasi bencana Timur kabupaten/k APBD
ota Provinsi,
 Penanganan pasca investasi
bencana swasta,
 Peningkatan tanggap dan/atau
darurat kerjasama
pendanaan
- 57 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
1.5 Kawasan Lindung Geologi
1.5.1 Kawasan Cagar Alam
Geologi
1.5.1.1 Kawasan Keunikan
Bentang Alam
 Penetapan delineasi 1. Kabupaten Bangkalan 12 APBN, Bappeda Provinsi
kawasan yang 2. Kabupaten Blitar kabupaten APBD Jawa Timur,
dilindungi 3. Kabupaten Lamongan Provinsi, Dinas
4. Kabupaten Malang investasi Kehutanan,
5. Kabupaten Pacitan swasta, Dinas ESDM,
 Perencanaan dan 6. Kabupaten Pamekasan dan/atau Dinas PU
pengembangan 7. Kabupaten Ponorogo kerjasama Pengairan
reboisasi lahan 8. Kabupaten Sampang pendanaan
yang rusak agar 9. Kabupaten Sumenep
sifat peresapannya 10. Kabupaten Trenggalek
masih tetap 11. Kabupaten Tuban
berfungsi 12. Kabupaten Tulungagung
 Peningkatan
pengawasan dan
pengendalian fungsi
kawasan karst
lindung
1.5.1.2 Kawasan Keunikan
Batuan dan fosil
 Penetapan kawasan 1. situs geologi – arkeologi 12 lokasi APBN, Bappeda Provinsi
sebagai kawasan (geoarkeologi) Trowulan di APBD Jawa Timur,
konservasi Kabupaten Mojokerto Provinsi, Dinas
 Pembuatan papan 2. Pantai Watu Ulo di Kabupaten investasi Kehutanan,
nama yang Jember swasta, Dinas
menunjukkan 3. Kabuh di Kabupaten Jombang dan/atau Kebudayaan dan
pentingnya 4. situs geologi – arkeologi kerjasama Pariwisata, Dinas
kawasan tersebut (geoarkeologi) Perning di pendanaan PU Pengairan
- 58 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
 Pembuatan papan Kabupaten Mojokerto
narasi geologi di 5. situs geologi – arkeologi
kawasan-kawasan (geoarkeologi) Wringanom di
tersebut dan leaflet Kabupaten Gresik
sebagai media 6. situs geologi – arkeologi
sosialisasi ke (geoarkeologi) Trinil di
masyarakat dan Kabupaten Ngawi
pelajar/mahasiswa. 7. formasi kujung Kecamatan
Panceng di Kabupaten Gresik
8. Pantai Popoh di Kabupaten
Tulungagung
9. Teluk Grajagan di Kabupaten
Banyuwangi;
10. Desa Trinil di Kabupaten
Mojokerto, lokasi penemuan
pertama fosil manusia homo
erectus
11. Sepanjang Bengawan Solo di
sekitar Ngandong, lokasi
penemuan homo
ngandongensis
12. Kedungbrubus di timur laut
Ngawi, lokasi penemuan fosil
vertebrata
- 59 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
1.5.1.3 Kawasan Keunikan
Proses Geologi
 Penetapan kawasan 1. Mud Vulcano desa Katol Barat 4 lokasi (3 APBN, Bappeda Provinsi
sebagai kawasan kecamatan Geger di Kabupaten kabupaten/k APBD Jawa Timur,
konservasi Bangkalan, Gununganyar di ota) Provinsi, Dinas
 Pembuatan papan Kota Surabaya, dan investasi Kebudayaan dan
nama yang Kalanganyar di Kabupaten swasta, Pariwisata, Dinas
menunjukkan Sidoarjo dan/atau ESDM
pentingnya 2. Semburan Lumpur Sidoarjo di kerjasama
kawasan tersebut Kabupaten Sidoarjo pendanaan
 Pembuatan papan
narasi geologi di
kawasan-kawasan
tersebut dan leaflet
sebagai media
sosialisasi ke
masyarakat dan
pelajar/mahasiswa.
1.5.2 Kawasan Rawan Bencana
Geologi
 Penetapan zona-zona 1. Kawasan rawan letusan - APBN, Bappeda Provinsi
bahaya dan gunung api: APBD Jawa Timur,
tingkatannya a. Kawasan sekitar Gunung Provinsi, BNPB, Dinas
 Pemantapan strategi Ijen di Kabupaten investasi Kehutanan,
mitigasi bencana Bondowoso dan Kabupaten swasta, Dinas PU
 Penanganan pasca Banyuwangi dan/atau Pengairan
bencana b. Kawasan sekitar Gunung kerjasama
Semeru di Kabupaten pendanaan
 Peningkatan tanggap
darurat Malang dan Kabupaten
Lumajang
c. Kawasan sekitar Gunung
- 60 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
Bromo di Kabupaten
Malang, Kabupaten
Lumajang, Kabupaten
Probolinggo, dan
Kabupaten Pasuruan
d. Kawasan sekitar Gunung
Lamongan di Kabupaten
Lumajang dan Kabupaten
Probolinggo
e. Kawasan sekitar Gunung
Arjuno-Welirang di
Kabupaten Pasuruan dan
Kabupaten Mojokerto
f. Kawasan sekitar Gunung
Kelud di Kabupaten Kediri,
Kabupaten Blitar dan
Kabupaten Malang
g. Kawasan sekitar Gunung
Raung di Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten
Bondowoso, dan
Kabupaten Jember

2. Kawasan rawan gempa bumi:


a. Kabupaten Banyuwangi
b. Kabupaten Blitar
c. Kabupaten Bondowoso
d. Kabupaten Jember
e. Kabupaten Jombang
f. Kabupaten Kediri
g. Kabupaten Lumajang
- 61 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
h. Kabupaten Madiun
i. Kabupaten Magetan
j. Kabupaten Malang
k. Kabupaten Mojokerto
l. Kabupaten Nganjuk
m. Kabupaten Ngawi
n. Kabupaten Pacitan
o. Kabupaten Pasuruan
p. Kabupaten Ponorogo
q. Kabupaten Probolinggo
r. Kabupaten Situbondo
s. Kabupaten Trenggalek
t. Kabupaten Tulungagung

3. Kawasan rawan tsunami:


a. Kabupaten Banyuwangi
b. Kabupaten Jember
c. Kabupaten Pacitan
d. Kabupaten Trenggalek
e. Kabupaten Malang (bagian
selatan)
f. Kabupaten Blitar (bagian
selatan)
g. Kabupaten Lumajang
h. Kabupaten Tulungagung

4. Kawan luapan lumpur :


Kabupaten Sidoarjo
- 62 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
1.5.3 Kawasan Rawan Bencana
Geologi
 Penetapan delineasi 1. CAT Lintas Provinsi : _ APBN, Bappeda Provinsi
kawasan Cekungan Air a. CAT Lasem APBD Jawa Timur,
Tanah b. CAT Randublatung Provinsi, Dinas ESDM
c. CAT Ngawi-Ponorogo investasi
2. CAT Lintas Kabupaten/Kota: swasta,
a. CAT Surabaya-Lamongan dan/atau
b. CAT Tuban kerjasama
c. CAT Panceng pendanaan
d. CAT Brantas
e. CAT Bulukawang
f. CAT Pasuruan
g. CAT Probolinggo
 Pengoptimalan
h. CAT Jember-Lumajang
pengembangan sumber
i. CAT Besuki
air tanah untuk
j. CAT Bondowoso-Situbondo
meningkatkan cadangan
k. CAT Wonorejo
air baku
l. CAT Ketapang
m. CAT Sampang-Pamekasan
n. CAT Sumenep.
3. CAT Kabupaten:
a. CAT Sumberbening
b. CAT Banyuwangi
c. CAT Blambangan
d. CAT Bangkalan,
e. CAT Toranggo.
1.6. Kawasan Lindung Lainnya
 Penetapan delineasi kawasan 1. Kabupaten Banyuwangi 7 kabupaten APBN, Bappeda Provinsi
lindung lainnya untuk 2. Kabupaten Jember APBD Jawa Timur,
perlindungan terumbu 3. Kabupaten Malang Provinsi, Dinas Kelautan
- 63 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
karang 4. Kabupaten Pacitan investasi dan Perikanan,
 Perencanaan kawasan hulu 5. Kabupaten Probolinggo swasta, dan Dinas
supaya jernih dan 6. Kabupaten Situbondo dan/atau Kebudayaan dan
mengurangi sedimentasi 7. Kabupaten Sumenep kerjasama Pariwisata
akibat pencemaran dan pendanaan
perusakan lingkungan
 Pengembangan manfaat
kawasan untuk kegiatan
penelitian dan pariwisata

2 Perwujudan Kawasan Budidaya

2.1 Kawasan Peruntukan Hutan


Produksi
 Penetapan delineasi kawasan
1. Kabupaten Bangkalan 30 APBN, Dinas
hutan produksi 2. Kabupaten Banyuwangi kabupaten/ APBD Kehutanan,
 Pengembangan 3.
hutan Kabupaten Blitar kota Provinsi, Perhutani
4.
tanaman industri, terutama Kabupaten Bojonegoro 782.772 Ha investasi
pada kawasan hutan non- 5. Kabupaten Bondowoso swasta,
produktif, 6.
termasuk Kabupaten Gresik dan/atau
7.
kemudahan perijinan usaha Kabupaten Jember kerjasama
dan permodalan/pinjaman 8. Kabupaten Jombang pendanaan
9. Kabupaten Kediri
10. Kabupaten Lamongan
 Pengembangan hasil hutan 11. Kabupaten Lumajang
non-kayu dan jasa 12. Kabupaten Madiun
lingkungan 13. Kabupaten Magetan
14. Kabupaten Malang
15. Kabupaten Mojokerto
- 64 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
 Pengembangan potensi 16. Kabupaten Nganjuk
wilayah pedesaan di sekitar 17. Kabupaten Ngawi
hutan dengan 18. Kabupaten Pacitan
mengembangkan produk 19. Kabupaten Pamekasan
unggulan kompetitif untuk 20. Kabupaten Pasuruan
mendukung terciptanya 21. Kabupaten Ponorogo
lapangan kerja baru 22. Kabupaten Probolinggo
23. Kabupaten Sampang
24. Kabupaten Situbondo
25. Kabupaten Sumenep
26. Kabupaten Trenggalek
27. Kabupaten Tuban
28. Kabupaten Tulungagung
29. Kota Batu
30. Kota Kediri
- 65 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
2.2 Kawasan Hutan Rakyat
 Identifikasi, deliniasi dan 1. Kabupaten Bangkalan 30 APBN, Dinas
penetapan kawasan hutan 2. Kabupaten Banyuwangi kabupaten/k APBD Kehutanan
rakyat 3. Kabupaten Blitar ota Provinsi,
4. Kabupaten Bojonegoro 612.000 Ha investasi
5. Kabupaten Bondowoso swasta,
6. Kabupaten Gresik dan/atau
7. Kabupaten Jember kerjasama
8. Kabupaten Jombang pendanaan
9. Kabupaten Kediri
10. Kabupaten Lamongan
11. Kabupaten Lumajang
12. Kabupaten Madiun
13. Kabupaten Magetan
14. Kabupaten Malang
15. Kabupaten Mojokerto
16. Kabupaten Nganjuk
17. Kabupaten Ngawi
18. Kabupaten Pacitan
19. Kabupaten Pamekasan
20. Kabupaten Pasuruan
 Perencanaan pemanfaatan 21. Kabupaten Ponorogo
hutan rakyat dan penetapan 22. Kabupaten Probolinggo
peraturan pemanfaatan
23. Kabupaten Sampang
hutan rakyat 24. Kabupaten Sidoarjo
25. Kabupaten Situbondo
26. Kabupaten Sumenep
- 66 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
 Pengembangan peningkatan 27. Kabupaten Trenggalek
nilai ekonomi secara 28. Kabupaten Tuban
terkendali dengan kemitraan 29. Kabupaten Tulungagung
masyarakat – sektor privat 30. Kota Batu

2.3 Kawasan Peruntukan


Pertanian
2.3.1 Kawasan pertanian
lahan basah
 Delineasi dan penetapan 1. Kabupaten Bangkalan 29 APBN, Bappeda Provinsi
lahan pertanian lahan 2. Kabupaten Banyuwangi kabupaten APBD Jawa Timur dan
basah 3. Kabupaten Blitar Provinsi, Dinas Pertanian
 Pengembangan dan 4. Kabupaten Bojonegoro investasi
rehabilitasi infrastruktur 5. Kabupaten Bondowoso swasta,
pertanian 6. Kabupaten Gresik dan/atau
 Optimalisasi 7. Kabupaten Jember kerjasama
pemanfaatan teknologi 8. Kabupaten Jombang pendanaan
pertanian 9. Kabupaten Kediri
 Peningkatan akses 10. Kabupaten Lamongan
terhadap sumberdaya 11. Kabupaten Lumajang
produktif, terutama 12. Kabupaten Madiun
permodalan 13. Kabupaten Magetan
- 67 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
 Pengembangan kawasan 14. Kabupaten Malang
pertanian di perdesaan 15. Kabupaten Mojokerto
16. Kabupaten Nganjuk
17. Kabupaten Ngawi
18. Kabupaten Pacitan
19. Kabupaten Pamekasan
20. Kabupaten Pasuruan
21. Kabupaten Ponorogo
22. Kabupaten Probolinggo
23. Kabupaten Sampang
24. Kabupaten Sidoarjo
25. Kabupaten Situbondo
26. Kabupaten Sumenep
27. Kabupaten Trenggalek
28. Kabupaten Tuban
29. Kabupaten Tulungagung
2.3.2 Kawasan pertanian
Lahan Kering
 Pengembangan kawasan Daerah-daerah yang belum 849.033 Ha APBN, Bappeda Provinsi
pertanian lahan kering terlayani jaringan irigasi di seluruh APBD Jawa Timur,
wilayah kabupaten/kota di Jawa Provinsi, Dinas Pertanian
Timur. investasi dan Dinas
swasta, Perkebunan
dan/atau
kerjasama
pendanaan
2.3.3 Kawasan pertanian
hortikultura
 Pengembangan kawasan  sentra penghasil sayur : di - APBN, Bappeda Provinsi
pertanian holtikultura kawasan pertanian lahan basah APBD Jawa Timur,
 Pengembangan jejaring dan lahan kering di seluruh Provinsi, Dinas Pertanian
- 68 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
perdagangan untuk kabupaten/kota investasi dan Dinas
mendorong swasta, Perkebunan
pengembangan pasar  Sentra penghasil bunga : dan/atau
yang efisien, termasuk 1. Kabupaten Gresik kerjasama
pengembangan sarana 2. Kabupaten Magetan pendanaan
prasarana perdagangan. 3. Kabupaten Malang
4. Kabupaten Mojokerto
5. Kabupaten Pasuruan
6. Kota Batu

 Sentra penghasil buah :


a. Komoditas pisang:
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jember
4) Kabupaten Lumajang
5) Kabupaten Magetan
6) Kabupaten Malang
7) Kabupaten Pacitan
8) Kabupaten Trenggalek
9) Kabupaten Tulungagung
b. Komoditas jeruk:
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Jember
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun
5) Kabupaten Magetan
6) Kabupaten Malang
7) Kabupaten Pacitan
8) Kabupaten Pamekasan
9) Kabupaten Tuban
10) Kota Batu
- 69 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
c. Komoditas rambutan:
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jember
d. Komoditas mangga:
1) Kabupaten Bondowoso
2) Kabupaten Gresik
3) Kabupaten Kediri
4) Kabupaten Magetan
5) Kabupaten Nganjuk
6) Kabupaten Pasuruan
7) Kabupaten Probolinggo
8) Kabupaten Situbondo
e. Komoditas apel:
1) Kabupaten Malang
2) Kabupaten Pasuruan
3) Kota Batu
f. Komoditas jambu air:
1) Kabupaten Jombang
2) Kabupaten Tuban
3) Kepulauan Madura
g. Komoditas blimbing :
1) Kabupaten Blitar
2) Kabupaten Tuban
3) Kota Blitar
h. Komoditas salak:
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Bojonegoro
3) Kabupaten Lumajang
4) Kabupaten Malang
5) Kabupaten Mojokerto
6) Kabupaten Pasuruan.
- 70 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
i. Komoditas alpukat:
1) Kabupaten Lumajang
j. Komoditas durian:
1) Kabupaten Bondowoso
2) Kabupaten Jember
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun
5) Kabupaten Malang
6) Kabupaten Pasuruan
7) Kabupaten Trenggalek.
k. Komoditas manggis:
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jember
4) Kabupaten Ponorogo
5) Kabupaten Probolinggo
6) Kabupaten Trenggalek

 sentra penghasil biofarmaka:


1) Kabupaten Pacitan
2) Kabupaten Ponorogo
3) Kabupaten Probolinggo
4) Kabupaten Trenggalek

2.4 Kawasan Peruntukkan


Perkebunan
 Pengembangan kawasan 1. Tanaman semusim 34 APBN, Bappeda Provinsi
perkebunan pendukung  Tembakau kabupaten APBD Jawa Timur,
kawasan strategis 1) Kabupaten Bangkalan 398.036 Ha Propinsi, Dinas Pertanian
agropolitan 2) Kabupaten Bojonegoro investasi dan Dinas
3) Kabupaten Bondowoso swasta, Perkebunan
- 71 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
4) Kabupaten Jember dan/atau
5) Kabupaten Jombang kerjasama
6) Kabupaten Lamongan pendanaan
7) Kabupaten Pamekasan
8) Kabupaten Probolinggo
9) Kabupaten Sampang
10) Kabupaten Situbondo
11) Kabupaten Sumenep

 Tebu
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Bojonegoro
4) Kabupaten Bondowoso
5) Kabupaten Gresik
6) Kabupaten Jember
7) Kabupaten Jombang
8) Kabupaten Kediri
9) Kabupaten Lamongan
10) Kabupaten Lumajang
11) Kabupaten Madiun
12) Kabupaten Magetan
13) Kabupaten Malang
14) Kabupaten Mojokerto
15) Kabupaten Ngawi
16) Kabupaten Probolinggo
17) Kabupaten Sampang
18) Kabupaten Sidoarjo
19) Kabupaten Situbondo
20) Kabupaten Tuban
21) Kabupaten Tulungagung.
- 72 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
2. Tanaman tahunan
 Kapas
1) Kabupaten Lamongan
2) Kabupaten Mojokerto
3) Kabupaten Pasuruan
4) Kabupaten Ponorogo.

 Jambu mete
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Ngawi
3) Kabupaten Pamekasan
4) Kabupaten Ponorogo
5) Kabupaten Sampang
6) Kabupaten Sumenep
7) Kabupaten Tuban.

 Kopi
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Bondowoso
4) Kabupaten Jember
5) Kabupaten Kediri
6) Kabupaten Lumajang
7) Kabupaten Magetan
8) Kabupaten Malang
9) Kabupaten Pacitan
10) Kabupaten Pasuruan
11) Kabupaten Probolinggo
12) Kabupaten Situbondo.
- 73 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
 Cengkeh
1) Kabupaten Jombang
2) Kabupaten Nganjuk
3) Kabupaten Ponorogo
4) Kabupaten Trenggalek

 Teh
1) Kabupaten Malang
2) Kabupaten Mojokerto
3) Kabupaten Ngawi
4) Kabupaten Pasuruan
5) Kota Batu

 Karet
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Bondowoso
3) Kabupaten Jember

 Kakao
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun
5) Kabupaten Malang
6) Kabupaten Nganjuk
7) Kabupaten Ngawi
8) Kabupaten Pacitan
9) Kabupaten Ponorogo
10) Kabupaten Trenggalek.
- 74 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
 Panili
1) Kabupaten Jombang
2) Kabupaten Malang
3) Kota Batu.

 Kelapa
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Banyuwangi
3) Kabupaten Blitar
4) Kabupaten Bojonegoro
5) Kabupaten Gresik
6) Kabupaten Jember
7) Kabupaten Kediri
8) Kabupaten Lumajang
9) Kabupaten Madiun
10) Kabupaten Malang
11) Kabupaten Nganjuk
12) Kabupaten Ngawi
13) Kabupaten Pacitan
14) Kabupaten Pamekasan
15) Kabupaten Ponorogo
16) Kabupaten Sidoarjo
17) Kabupaten Situbondo
18) Kabupaten Sumenep
19) Kabupaten Trenggalek
20) Kabupaten Tuban
21) Kabupaten Tulungagung.

 Nilam
1) Kabupaten Blitar
2) Kabupaten Malang
- 75 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
3) Kabupaten Nganjuk

2.5 Kawasan Peruntukkan


Peternakan
 Pengembangan sentra 1. Sentra peternakan ternak besar: 3 sentra APBN, Bappeda Provinsi
peternakan pendukung  Kawasan sentra ternak besar: peternakan APBD Jawa Timur dan
agropolitan. 1. Kabupaten Bangkalan di 38 Provinsi, Dinas
2. Kabupaten Banyuwangi kabupaten/ investasi Peternakan
 Peningkatan kualitas 3. Kabupaten Blitar kota swasta,
bibit/benih, kapasitas 4. Kabupaten Bojonegoro dan/atau
produksi dan pengembangan 5. Kabupaten Bondowoso kerjasama
komoditas peternakan 6. Kabupaten Jember pendanaan
bernilai ekonois tinggi dan 7. Kabupaten Jombang
berdaya saing tinggi 8. Kabupaten Kediri
9. Kabupaten Lamongan
10. Kabupaten Lumajang
11. Kabupaten Magetan
12. Kabupaten Malang
13. Kabupaten Mojokerto
14. Kabupaten Nganjuk
15. Kabupaten Ngawi
16. Kabupaten Pacitan
17. Kabupaten Pamekasan
18. Kabupaten Pasuruan
19. Kabupaten Ponorogo
20. Kabupaten Probolinggo
21. Kabupaten Sampang
22. Kabupaten Situbondo
23. Kabupaten Sumenep
- 76 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
24. Kabupaten Trenggalek
25. Kabupaten Tuban
26. Kabupaten Tulungagung
 Pengembangan Sapi Madura
sebagai genetik ternak asli :
1. Kabupaten Bangkalan
2. Kabupaten Pamekasan
3. Kabupaten Sampang
4. Kabupaten Sumenep

2. Sentra peternakan ternak kecil:


di seluruh Kabupaten

3. Sentra peternakan unggas:


1. Kabupaten Blitar
2. Kabupaten Jombang
3. Kabupaten Kediri
4. Kabupaten Mojokerto
5. Kabupaten Pasuruan
6. Kabupaten Sidoarjo
7. Kabupaten Tulungagung
2.6 Kawasan peruntukkan
perikanan
2.6.1Pengembangan
kawasan perikanan
tangkap
 Pengembangan kawasan 1. Pengembangan Komoditi Utama - APBN, Bapedda, Dinas
perikanan tangkap Perikanan: APBD Kelautan dan
a. Tamperan di Kabupaten Provinsi, Perikanan
Pacitan investasi
 Peningkatan sarana b. Prigi di Kabupaten Trenggalek swasta,
- 77 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
prasarana untuk c. Sendangbiru di Kabupaten dan/atau
pengembangan Malang kerjasama
perikanan dan teknologi d. Puger di Kabupaten Jember pendanaan
penangkapan ikan yang e. Ujungpangkah di Kabupaten
ramah lingkungan Gresik
f. Brondong di Kabupaten
Lamongan
g. Pondokmimbo di Kabupaten
Situbondo
h. Bulu di Kabupaten Tuban
i. Pasongsongan di Kabupaten
Sumenep

2. Pengembangan Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN):
a. Prigi di Kabupaten Trenggalek
b. Brondong di Kabupaten
Lamongan

3. Pengembangan Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) :
a. Muncar di Kabupaten
Banyuwangi
b. Puger di Kabupaten Jember
c. Pondokdadap di Kabupaten
Malang
d. Mayangan di Kota Probolinggo
e. Paiton di Kabupaten
Probolinggo
f. Lekok di Kabupaten Pasuruan
g. Tamperan di Kabupaten
Pacitan
- 78 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
h. Bawean di Kabupaten Gresik

4. Pengembangan Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) :
a. Pancer di Kabupaten
Banyuwangi
b. Bulu di Kabupaten Tuban
c. Pasongsongan di Kabupaten
Sumenep.
2.6.2Pengembangan kawasan
perikanan budidaya
 pengembangan kawasan 1. Pengembangan kawasan 11 APBN, Dinas Kelautan
tambak garam perikanan budi daya air payau: Kabupaten/ APBD dan Perikanan
A. komoditas garam, meliputi: Kota Provinsi,
1) Kabupaten Bangkalan; investasi
2) Kabupaten Gresik; swasta,
3) Kabupaten Lamongan; dan/atau
4) Kabupaten Pamekasan; kerjasama
5) Kabupaten Pasuruan; pendanaan
6) Kabupaten Probolinggo;
7) Kabupaten Sampang;
8) Kabupaten Sumenep;
9) Kabupaten Tuban;
10) Kota Pasuruan; dan
11) Kota Surabaya.
 Pengembangan sentra B. komoditas perikanan air - APBN, Bappeda, Dinas
perikanan dan payau: APBD Kelautan dan
minapolitan 1) Kabupaten Bangkalan Provinsi, Perikanan
- 79 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
2) Kabupaten Banyuwangi investasi
3) Kabupaten Blitar swasta,
4) Kabupaten Gresik dan/atau
5) Kabupaten Jember kerjasama
6) Kabupaten Lamongan pendanaan
7) Kabupaten Lumajang
8) Kabupaten Malang
9) Kabupaten Pacitan
10) Kabupaten Pamekasan
11) Kabupaten Pasuruan
12) Kabupaten Probolinggo
13) Kabupaten Sampang
14) Kabupaten Sidoarjo
 Pengembangan sarana 15) Kabupaten Situbondo
dan prasarana untuk 16) Kabupaten Sumenep
pengembangan 17) Kabupaten Trenggalek
perikanan dan teknologi 18) Kabupaten Tuban
penangkapan ikan yang 19) Kabupaten Tulungagung
ramah lingkungan 20) Kota Pasuruan
21) Kota Probolinggo
22) Kota Surabaya.

2. Pengembangan kawasan
perikanan budi daya air tawar:
A. ikan konsumsi di seluruh
wilayah kota/kabupaten.
B. Ikan hias:
a. Kabupaten Blitar
b. Kabupaten Kediri
c. Kabupaten Tulungagung
d. Kota Kediri
- 80 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
3. Pengembangan kawasan
perikanan budi daya air laut:
a. Kabupaten Bangkalan
b. Kabupaten Banyuwangi
c. Kabupaten Blitar
d. Kabupaten Gresik
e. Kabupaten Jember
f. Kabupaten Lamongan
g. Kabupaten Lumajang
h. Kabupaten Malang
i. Kabupaten Pacitan
j. Kabupaten Pamekasan
k. Kabupaten Pasuruan
l. Kabupaten Probolinggo
m. Kabupaten Sampang
n. Kabupaten Situbondo
o. Kabupaten Sumenep
p. Kabupaten Trenggalek
q. Kabupaten Tuban
r. Kabupaten Tulungagung

4. Pengolahan dan pemasaran


hasil perikanan:
a. Kabupaten Banyuwangi
b. Kabupaten Blitar
c. Kabupaten Gresik
d. Kabupaten Lamongan
e. Kabupaten Malang
f. Kabupaten Pacitan
g. Kabupaten Pasuruan
h. Kabupaten Sidoarjo
i. Kabupaten Sumenep
- 81 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
j. Kabupaten Trenggalek
k. Kabupaten Tuban
l. Kota Probolinggo

2.7 Kawasan Peruntukan


Pertambangan
2.7.1 Kawasan pertambangan
mineral
 Pengembangan kawasan 1. Pertambangan mineral logam: - APBN, Bappeda, Dinas
pertambangan mineral a. Kabupaten Banyuwangi APBD ESDM
berdasarkan potensi b. Kabupaten Blitar Provinsi,
bahan galian, kondisi c. Kabupaten Jember investasi
geologi dan geohidrologi d. Kabupaten Lumajang swasta,
dengan prinsip e. Kabupaten Malang dan/atau
kelestarian lingkungan kerjasama
f. Kabupaten Pacitan
 Penetapan wilayah pendanaan
g. Kabupaten Trenggalek
prioritas rehabilitasi
h. Kabupaten Tulungagung
pertambangan
 Penetapan kawasan 2. Pertambangan mineral bukan
andalan pertambangan logam : di seluruh wilayah
dan pengolahannya kabupaten di Jawa Timur

3. Pertambangan batuan : di
seluruh wilayah kabupaten di
Jawa Timur
- 82 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
2.7.2 Kawasan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi
 Pengembangan kawasan 1. Kabupaten Bangkalan 18 APBN, Bappeda, Dinas
pertambangan minyak 2. Kabupaten Bojonegoro kabupaten APBD ESDM
dan gas bumi 3. Kabupaten Gresik Provinsi,
4. Kabupaten Jombang investasi
5. Kabupaten Lamongan swasta,
6. Kabupaten Mojokerto dan/atau
7. Kabupaten Nganjuk kerjasama
8. Kabupaten Pamekasan pendanaan
9. Kabupaten Sampang
10. Kabupaten Sidoarjo
11. Kabupaten Sumenep
12. Kabupaten Tuban
13. Kota Surabaya
 Pengembangan Di seluruh area pertambangan
pemanfaatan dan
konservasi air bawah
tanah
 Peningkatan eksplorasi
dan eksploitasi potensi
minyak dan gas bumi
dengan pengelolaan
mandiri dan berwawasan
lingkungan
 Pemulihan lingkungan
pasca tambang
2.7.3 Kawasan Potensi
Daerah Panas Bumi
 pengembangan kawasan 1. Argopuro di Kabupaten 10 lokasi APBN, Bappeda, Dinas
pertambangan dilakukan Bondowoso, Kabupaten APBD ESDM
- 83 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
dengan Probolinggo, dan Kabupaten Provinsi,
mempertimbangkan Situbondo investasi
potensi bahan galian, 2. Belawan-Ijen di Kabupaten swasta,
kondisi geologi dan Banyuwangi, Kabupaten dan/atau
geohidrologi dalam Bondowoso, dan Kabupaten kerjasama
kaitannya dengan Situbondo pendanaan
kelestarian lingkungan3. Cangar dan Songgoriti di
Kabupaten Malang dan Kota
Batu
4. Gunung Arjuno-Welirang di
Kabupaten Malang, Kabupaten
Mojokerto, dan Kabupaten
Pasuruan
5. Gunung Lawu di Kabupaten
Magetan
6. Gunung Pandan di Kabupaten
Bojonegoro, Kabupaten
Madiun, dan Kabupaten
Nganjuk
7. Melati dan Arjosari di
Kabupaten Pacitan
8. Telaga Ngebel di Kabupaten
Madiun dan Kabupaten
Ponorogo
9. Tiris (Gunung Lamongan) di
Kabupaten Lumajang dan
Kabupaten Probolinggo
10. Tirtosari di Kabupaten
Sumenep
 pengelolaan kawasan Di seluruh area bekas 20 lokasi
bekas pertambangan pertambangan
- 84 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
2.8 Kawasan Peruntukkan
Industri
2.8.1 Kawasan Industri
 Perencanaan kawasan 1. Kabupaten Bangkalan 13 APBN, Bappeda, Dinas
industri 2. Kabupaten Banyuwangi kabupaten/k APBD Perindustrian
 Pengembangan industri 3. Kabupaten Gresik ota Provinsi, dan Perdagangan
berteknologi tinggi dan 4. Kabupaten Jombang investasi
ramah lingkungan 5. Kabupaten Lamongan swasta,
 Mendorong 6. Kabupaten Malang dan/atau
pengembangan dan 7. Kabupaten Mojokerto kerjasama
pemanfaatan manajemen 8. Kabupaten Pasuruan pendanaan
produksi yang 9. Kabupaten Probolinggo
memperhatikan 10. Kabupaten Sidoarjo
keseimbangan dan daya 11. Kabupaten Tuban
dukung lingkungan 12. Kota Madiun
hidup, serta teknik 13. Kota Surabaya
produksi yang ramah
lingkugan
 Pengembangan
infrastruktur
kelembagaan
standarisasi produk
industri manufaktur
2.8.2 Kawasan Peruntukan
Industri di Luar
Kawasan Industri
 Delineasi dan penetapan 1. Kabupaten Bangkalan 19 APBN, Bappeda, Dinas
kawasan peruntukkan 2. Kabupaten Bojonegoro Kabupaten/K APBD Perindustrian
industri 3. Kabupaten Gresik ota Provinsi, dan Perdagangan
4. Kabupaten Jember investasi
5. Kabupaten Jombang swasta,
- 85 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
 Perencanaan kawasan 6. Kabupaten Lamongan dan/atau
peruntukkan industri 7. Kabupaten Madiun kerjasama
8. Kabupaten Malang pendanaan
9. Kabupaten Mojokerto
10. Kabupaten Nganjuk
11. Kabupaten Ngawi
12. Kabupaten Pasuruan
13. Kabupaten Probolinggo
14. Kabupaten Sidoarjo
15. Kabupaten Situbondo
16. Kabupaten Tuban
17. Kota Kediri
18. Kota Madiun
19. Kota Surabaya
2.8.3 Sentra Industri
 Perencanaan dan di seluruh kabupaten/kota di Jawa 38 APBN, Bappeda, Dinas
pengembangan sentra Timur kabupaten/k APBD Perindustrian
industri ota Provinsi, dan Perdagangan
 Penumbuhan dan investasi
pengembangan industri swasta,
berorientasi ekspor yang dan/atau
memanfaatkan sumber kerjasama
daya lokal pendanaan
 Pengembangan dan
penerapan layanan
informasi yang
mencakup peluang
usaha, kebutuhan bahan
baku, akses permodalan,
iklim usaha dan akses
peningkatan kualitas
- 86 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
sumber daya manusia
2.9 Kawasan Peruntukkan
Wisata
 perintisan 1. Jalur Pengembangan Koridor A : 4 Koridor APBN, Bapedda, Dinas
pengembangan jejaring a. Api Abadi di Kabupaten pariwisata APBD Kebudayaan dan
destinasi pariwisata Pamekasan Provinsi, Pariwisata
unggulan (lead b. Asta Yusuf, Asta Tinggi, investasi
destination) dalam Keraton, Museum, Pantai swasta,
bentuk koridor Lombang, dan Pantai Slopeng dan/atau
pariwisata di Kabupaten Sumenep kerjasama
 pengembangan, c. Gua Akbar, Makam Bekti pendanaan
peningkatan, dan/atau Harjo, Makam Ibrahim
revitalisasi inovasi Asmorokondi, dan Makam
manajemen produk dan Sunan Bonang di Kabupaten
kapasitas daya tarik Tuban
wisata melalui d. Gua Maharani, Makam
diversifikasi atau Sunan Drajat, Pantai Tanjung
keragaman nilai daya Kodok, Waduk Gondang, dan
tarik wisata dalam Wisata Bahari Lamongan
berbagai tema, (WBL) di Kabupaten
peningkatan Lamongan
pemanfaatan teknologi e. Kawasan Kaki Jembatan
dan penciptaan Suramadu (KKJS), Kebun
keunikan produk wisata Binatang Surabaya, dan
- 87 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
 pengembangan dan Makam Sunan Ampel di Kota
peningkatan kemudahan Surabaya.
aksesibilitas (transportasi) f. Kawasan Kaki Jembatan
antardestinasi wisata dalam Suramadu (KKJS), Makam
satu koridor pariwisata Aer Mata Ebu, dan Pantai
Rongkang di Kabupaten
Bangkalan
g. Makam Sunan Giri, Makam
Maulana Malik Ibrahim, dan
Fatimah Binti Maemun di
 peningkatan akselerasi Kabupaten Gresik
program pengembangan h. Makam Ratu Ebu di
destinasi pariwisata Kabupaten Sampang
unggulan (lead destination)
di masing-masing koridor 2. Jalur Pengembangan Koridor B :
 pengembangan dan a. Air Terjun Dlundung, Candi
peningkatan pemberdayaan Tikus, dan Kolam Renang
masyarakat pariwisata Ubalan di Kabupaten
 intensifikasi program Mojokerto
pemasaran dan promosi b. Air Terjun Sedudo dan
untuk pasar utama, pasar Pemandian Sumber Karya di
berkembang, dan pasar baru Kabupaten Nganjuk
c. Bendungan Widas dan
Taman Umbul di Kabupaten
Madiun
d. Hutan Surya, Pemandian
Talun, dan Waduk Pondok di
Kabupaten Ngawi
e. Sumber Boto dan Tirta
Wisata di Kabupaten
Jombang
f. Taman Kosala Tirta, Taman
- 88 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
Manunggal, Telaga
Sarangan, dan Tirtosari di
Kabupaten Magetan
g. Kota Surabaya

3. Jalur Pengembangan Koridor C :


a. Banyuanget, Gua Gong, Gua
Tabuhan, dan Pantai Teleng
Ria, di Kabupaten Pacitan
b. Candi Penampihan dan
Pantai Popoh di Kabupaten
Tulungagung
c. Candi Penataran di
Kabupaten Blitar
d. Coban Glotak, Pantai
Balekambang, Pantai Ngliyep,
Taman Sengkaling, dan
Waduk Selorejo di Kabupaten
Malang
e. Gereja Poh Sarang, Petilasan
Jayabaya, dan Ubalan
Kalasan di Kabupaten Kediri
f. Guo Lowo, Pantai
Karanggongso, Pantai Prigi,
dan Tirta Jualita di
Kabupaten Trenggalek
g. Makam Batoro Katong,
Telaga Ngebel, dan Tirto
Manggolo di Kabupaten
Ponorogo
h. Makam Proklamator Bung
Karno di Kota Blitar
- 89 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
i. Kota Malang

4. Jalur Pengembangan Koridor D :


a. Arak-Arak, Bukit Bededung,
dan Pantai Pasir Putih di
Kabupaten Situbondo
b. Bromo-Ngadisan, Candi
Jabung Tirto, dan Pantai
Bentar di Kabupaten
Probolinggo
c. Grajagan, Kawah Ijen, Pantai
Plengkung, Pantai Sukamade,
dan Taman Suruh di
Kabupaten Banyuwangi
d. Gunung Bromo, Kakek Bodo,
Kebun Raya Purwodadi,
Pemandian Banyubiru, dan
Taman Safari di Kabupaten
Pasuruan
e. Hutan Bambu, Pantai Watu
Godeg, Pura Mandara Giri
Semeru Agung, Ranu Bedali,
Ranu Klakah, dan Ranu Pane
di Kabupaten Lumajang
f. Pantai Watu Ulo, Pemandian
Blambangan, Pemandian
Kebon Agung, dan Pemandian
Petemon di Kabupaten
Jember
- 90 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
2.10 Kawasan Peruntukan
Permukiman
 Relokasi pemukiman yang Di seluruh kabupaten/kota 38 APBN, Bappeda, Dinas
terkena dan/atau rawan kabupaten/k APBD PU Cipta Karya
bencana alam ota Provinsi,
 Fasilitasi kerjasama dengan investasi
pengembang dalam swasta,
pelaksaaan pembangunan dan/atau
perumahan yang layak, sehat kerjasama
dengan harga terjangkau pendanaan
 Pengembangan rusun di Kawasan Gerbangkertosusila 14
kawasan perkotaan Kawasan perkotaan lain kabupaten/k
ota

2.11 Kawasan Budidaya


Lainnya
 Pemantapan kawasan a. TNI AD, meliputi _ APBN Dept. Pertahanan
pertahanan dan keamanan 1) Kodam V Brawijaya beserta dan Keamanan
Badan Pelaksananya serta
Satuan Jajaran Kodam
2) Brigif – 16 Wirayudha di
Mojoroto Kediri
3) daerah latihan militer Rindam
V/BRWJ: Blitar, Lodoyo, dan
Suruh Wadang
4) daerah latihan militer
Dodilatpur: Panarukan,
Situbondo, Bondowoso,
Sumbergading, Asembagus,
- 91 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
Tanjung Sumber Batok,
Blawan, Bajulmati, Tamanan,
Gunung Raung, Sumber Jati,
Kalibaru, Gunung Merapi, P.
Tabacan, Rogojampi, dan
Banyuwangi
5) daerah latihan militer Dodik
Secaba: Jember Utara,
Jember Selatan, Sumber Jati,
Tamanan, dan Durung
6) daerah latihan militer
Dodikjur: Kepanjen, Turen,
dan Tumpang
7) daerah latihan militer Dodik
Secata: Magetan, Gunung
Lawu, dan Madiun
8) daerah latihan militer Yonif-
500/R: Mojosari, Mojokerto,
Gunung Arjuno, Mojoagung,
dan Pasuruan
9) daerah latihan militer Yonif-
511/DY: Blitar, Wlingi, Pujon,
dan Lodoyo
10) daerah latihan militer Yonif-
512/QY: Kepanjen, Turen,
dan Tumpang
11) daerah latihan militer Yonif-
516/BY: Gunung Sari, Ujung
Pangkah, Driyorejo, dan
- 92 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
Wonorejo
12) daerah latihan militer Yonif-
521/DY: Gunung Klotok Desa
Kasijen Kecamatan Banyakan
Kabupaten Kediri, dan Desa
Parang Kecamatan Grogol
Kabupaten Kediri
13) daerah latihan militer Yonif-
512: Semen Gresik Desa
Palang Kecamatan Palang
Kabupaten Tuban
14) daerah latihan militer
Yonkav-3/Serbu: Gunung
Unpuk Kecamatan Malang,
Dawar Blandong Mojokerto,
Bedali Lawang, Pandanwangi
Lumajang, dan Sumber
Manjing Kabupaten Malang
15) daerah latihan militer
Yonarmed-1/105: Bedali
Lawang, Purwasari, Godang
Wetan, dan Pasuruan
16) daerah latihan militer
Yonhamudse-8: Sidoarjo,
Pandanwangi, dan Lumajang
17) daerah latihan militer
Yonzipur-5/ABW: Kepanjen,
Gunung Kawi, Pagat, Turen,
dan Gunung Pegan
- 93 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
18) daerah militer, Konstrad Div-
2: Kecamatan Kemlagi Jetis
Kabupaten Mojokerto
19) daerah latihan militer,
Kostrad Div-2: Asem Bagus
Situbondo, Pandanwangi
Lumajang, Seputih Jember,
Klucing Bondowoso, Kali
Tengah Tanggul Jember,
Kotakan Situbondo,
Curanpoh Bondowoso, Arak-
Arak Besuki dan Silosanen
Jember
20) daerah latihan militer,
Kostrad Div-2:Gunung
Payung, Warak Komplek,
Tuntang Komplek dan Kedung
Ombo Komplek
21) daerah latihan militer,
Kostrad Div-2: Jabung
Malang, Gunung Buring
Malang, Pandanwangi
Lumajang, dan Gunung
Arjuna Malang
22) daerah latihan militer,
Kostrad Div-2: Secaba
Rindam V/BRW Sukorejo,
Panyangan Ambulu Jember,
Pandanwangi Lumajang,
Asembagus Situbondo,
- 94 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
Damar, Lantangan, Wuluhan
dan Lap Ambulu Jember
23) daerah latihan militer,
Kostrad Div-2: Lap. Yonarmed
12 Ngawi, Lapbak Ngantru
Kodim Ngawi, Pandanwangi
Lumajang, dan Ngawi
sekitarnya
24) daerah latihan militer,
Kostrad Div-2: Asembagus
Kabupaten Situbondo, Grati
Kabupaten Pasuruan, dan
Pantai Pandanwangi
Lumajang
25) daerah latihan militer,
Kostrad Div-2: Tumpang-
Wajak, Jabung, Trajeng-
Sidorejo, dan Busu
Kabupaten Malang
26) Daerah Latihan Yonif – 527 /
BY di Lumajang.

b. TNI AL, meliputi:


1) Instalasi Militer: Koarmatim
dan Ujung di Kota Surabaya
2) Instalasi Militer: Lanmar di
Kota Surabaya
3) Instalasi Militer: Lanudal
Juanda di Kabupaten
Sidoarjo
- 95 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
4) Instalasi Militer: Fasharkan
di Kota Surabaya
5) Instalasi Militer: Fasharkan
Batu Poron di Kabupaten
Bangkalan
6) Instalasi Militer: Lanal di
Kabupaten Banyuwangi
7) Instalasi Militer: Posal
Muncar di Kabupaten
Banyuwangi
8) Instalasi Militer: Posal
Pancer di Kabupaten
Banyuwangi
9) Instalasi Militer: Posal Paiton
di Kabupaten Probolinggo
10) Instalasi Militer: Lanal
Sumenep/Batuporon di
Kabupaten Bangkalan
11) Instalasi Militer: Posal
Pagerungan di Kabupaten
Sumenep
12) Instalasi Militer: Lanal
Malang di Kabupaten
Malang
13) Instalasi Militer: Posal
Sendang Biru di Kabupaten
Malang
14) Daerah Latihan Militer: Grati
di Kabupaten Pasuruan
15) Daerah Latihan Militer:
Paiton (Sukodadi) di
Kabupaten Probolinggo
- 96 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
16) Daerah Latihan Militer
(Kobangdikal): Sumber
Anyar di Kabupaten
Probolinggo
17) Daerah Latihan Militer: Laut
Jawa
18) Daerah Latihan Militer:
Puslatpur Baluran di
Kabupaten Situbondo
19) Daerah Latihan Militer:
Purboyo di Kabupaten
Malang
20) Daerah Latihan Militer:
Gunung Bentar di
Kabupaten Probolinggo
21) Daerah Latihan Militer:
Selogiri di Kabupaten
Banyuwangi
22) Daerah Latihan Militer:
Lampon di Kabupaten
Banyuwangi
23) Daerah Latihan Militer:
Wringinanom Asembagus di
Kabupaten Situbondo
24) Daerah Latihan Militer:
Tanjung Jangkar di
Kabupaten Situbondo
25) Daerah Latihan Militer:
Bancar di Kabupaten Tuban
26) Daerah Latihan Militer (uji
coba senjata dan amunisi):
Pengpanjung Modung di
- 97 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
Kabupaten Bangkalan

c. TNI AU meliputi:
1) Lanud Iswahyudi di Magetan
beserta jajarannya
2) Lanud Abdurrahman Saleh
di Malang beserta jajarannya
3) Instalasi Militer Pangkalan
Kecamatan Maospati
Kabupaten Magetan
4) Instalasi Militer Pangkalan
Desa Keldokan Kecamatan
Bendo Kabupaten Magetan
5) Instalasi Militer Pemancar
Desa Karang Rejo
Kecamatan Karang Rejo
Kabupaten Magetan
6) Instalasi Militer Gudang
Ammo 60 Desa Nitikan
Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan
7) Instalasi Militer Poliklinik
Teratai Desa Kejoran
Kecamatan Taman
Kabupaten Madiun
8) Instalasi Militer
Pangkalan/Lanud Pacitan
Desa Sidoharjo Kecamatan
Pacitan Kabupaten Pacitan
9) Instalasi Militer Demolisi
Desa Poko Kecamatan
Pringkuku Kabupaten
- 98 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
Pacitan
10) Instalasi Militer AWR Pulung
Desa Suren Kecamatan
Mlarak Kabupaten Ponorogo
11) Instalasi Militer Gudang
Amunisi Desa Kaliwono
Kecamatan Kedung Gelar
Kabupaten Ngawi
12) Instalasi Militer AWR Pulung
Desa Kaponan Kecamatan
Mlarak Kabupaten Ponorogo
13) Instalasi Militer Gudang
Amunisi Desa Nitikan
Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan
14) Instalasi Militer Gudang
Bom Desa Nitikan
Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan
15) Instalasi Militer Desa
Durenan Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan
16) Instalasi Militer Pelepasan
Tekanan Air Desa Tambran
Kecamatan Tambran
Kabupaten Magetan
17) Instalasi Militer Pangkalan
Desa Dengkol Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang
18) Instalasi Militer Pangkalan
Desa Gunung Jati
Kecamatan Jagung
- 99 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
Kabupaten Malang
19) Instalasi Militer Lapangan
Apel Desa Sapto Renggo
Kecamatan Pakis Kabupaten
Malang
20) Instalasi Militer Air Stip
Hellyped Desa Ngrancah
Senggren Kecamatan
Sumber Pucung Kabupaten
Malang
21) Instalasi Militer Air Strip
Desa Ponggok Pojok
Kecamatan Ponggok
Kabupaten Blitar
22) Instalasi Militer Gudang
Ammo Desa Gunung Jati
Kecamatan Jabung
Kabupaten Malang
23) Instalasi Militer NDB Desa
Kali Rejo Kecamatan Lawang
Kabupaten Malang
24) Instalasi Militer Sumber Air
Desa Kemiri Kecamatan
Jabung Pucung Kabupaten
Malang
25) Instalasi Militer Sumber Air
Desa Lowok Baru
Kecamatan Lowok Baru
Kabupaten Malang
26) Instalasi Militer Sumber Air
Desa Kedung Salam
Kecamatan Doyomulyo Baru
- 100 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
Kabupaten Malang
27) Instalasi Militer Satrat 252
Desa Ngliyep Kecamatan
Donomulyo Kabupaten
Malang
28) Instalasi Militer AWR Desa
Pandan Wangi Kecamatan
Tempeh Kabupaten
Lumajang
29) Instalasi Militer Pelepasan
Tekanan Air Desa Tawang
Anom Kecamatan Tawang
Anom Kabupaten Magetan
30) Instalasi Militer Pelepasan
Tekanan Air Desa Kalang
Kecamatan Kalang
Kabupaten Magetan
31) Instalasi Militer Pelepasan
Tekanan Air Desa Sidarejo
Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan
32) Instalasi Militer Pro Air
Bersih Desa Pancalan
Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan
2.12 Kawasan Andalan
 Identifikasi basis data  Kawasan andalan darat : 10 kawasan APBN,APBD Bappeda Provinsi
potensi sumber daya 1. Kawasan Gresik, Bangkalan, andalan di Provinsi dan Jawa Timur
lingkungan (unggulan) dan Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Jawa Timur swasta
masyarakat dalam Lamongan
mendukung pengembangan 2. Kawasan Malang dan
- 101 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
kawasan andalan sekitarnya
3.
Kawasan Probolinggo-
 Fasilitasi pengembangan Pasuruan, Lumajang
sumber daya unggulan 4.
Kawasan Tuban-Bojonegoro
dalam mendukung 5.
Kawasan Kediri-Tulungagung-
pengembangan kawasan Blitar
andalan 6.
Kawasan Situbondo-
 rintisan penyusunan Bondowoso-Jember
perencanaan kawasan 7.
Kawasan Madiun dan
andalan sekitarnya
 pengembangan dan/atau 8.
Kawasan Banyuwangi dan
peningkatan aksesibilitas sekitarnya
simpul pergerakan moda 9.
Kawasan Madura dan
transportasi (pusat distribusi Kepulauan
dan pintu gerbang
transportasi darat-laut-  Kawasan andalan laut : Kawasan
udara) dari pusat-pusat Andalan Laut Madura dan
kawasan andalan sekitarnya
 pengembangan dan/atau
peningkatan infrastruktur
pendukung kawasan andalan
 Integrasi sistem
antarkomoditas dan
antarwilayah di kawasan
andalan
 Peningkatan infrastruktur
fisik, institusional dan SDM
penunjang operasi kawasan
andalan
 Regulasi dan tata
kepemerintahan yang
- 102 -

Waktu Pelaksanaan
Sumber Instansi
No Program Utama Lokasi Besaran PJM-
Dana Pelaksana PJM-1 PJM-2 PJM-3
4
menjamin kepastian investasi
3 Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
 Pengembangan kota-kota Seluruh kawasan pesisir dan - APBN, Dinas Kelautan
pesisir di Kepulauan Provinsi pulau-pulau kecil di Provinsi Jawa APBD dan Perikanan
Jawa Timur Timur Provinsi,
 Peningkatan konservasi investasi
kawasan pesisir dan pulau- swasta,
pulai kecil yang menjadi dan/atau
fungsi perlindungan, baik kerjasama
perlindungan bagi kawasan pendanaan
bawahannya, kawasan
perlindungan setempat,
maupun cagar alam
 Pengoptimalan
pengembangan kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil
 Peningkatan upaya-upaya
untuk mempertahankan dan
memperbaiki ekosistem
pesisir
 Peningkatan operasionalisasi
perwujudan pengembangan
kawasan andalan dengan
sektor unggulan kelautan
dan perikanan

awasan strategis
- 103 -

Waktu Pelaksanaan
No. Sumber Instansi PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-
Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana 4
C. Perwujudan Kawasan Strategis
Provinsi
1 Kawasan Strategis dari Sudut
Kepentingan Ekonomi
1.1. High Tech Industrial Park
(HTIP)
 Perencanaan dan 1. Surabaya Industrial Estate 2 APBN, Dept. PU, Bapeda
pengembangan zonasi di Rungkut (SIER) di Kota kabupaten/ APBD Provinsi dan
kawasan high tech industrial Surabaya kota Provinsi dan Kab/Kota,
park berupa : zona 2. Brebek di Kabupaten Sidoarjo Kab/Kota, Dinas PU Cipta
pengembangan industri Investasi Karya dan Tata
utama, zona pengembangan Swasta, Ruang Provinsi
research, zona pendidikan dan/atau dan Kab/Kota,
tinggi, zona multimedia. Kerjasama Dinas Bina
Pendanaan Marga Provinsi
dan Kab/Kota,
Dinas
Perindustrian
dan Perdagangan
Provinsi dan
Kab/Kota,
Bapepam
1.2. Kawasan Ekonomi Unggulan
(KEU)
 Perencanaan dan 1. LIS (Lamongan Integrated 4 kabupaten APBN, Dept. PU, Bapeda
Pengembangan zonasi di Shorebase) dan sekitarnya di /kota APBD Provinsi dan
Kawasan Ekonomi Unggulan Kabupaten Lamongan Provinsi dan Kab/Kota,
(KEU) berupa zona 2. Pelabuhan Tanjung Kab/Kota, Dinas PU Cipta
pengembangan pelabuhan Bulupandan dan sekitarnya di Investasi Karya Provinsi
utama, zona pengembangan Kabupaten Bangkalan Swasta, dan Kab/Kota,
logistik dan perdagangan, dan 3. Pelabuhan Sendang Biru dan dan/atau Dinas Bina
- 104 -

Waktu Pelaksanaan
No. Sumber Instansi PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-
Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana 4
zona industri pengolahan. sekitarnya di Kabupaten Kerjasama Marga Provinsi
Malang Pendanaan dan Kab/Kota,
4. Pelabuhan Teluk Lamong dan Dinas
sekitarnya di Kota Surabaya Perindustrian
dan Kabupaten Gresik dan Perdagangan
Provinsi dan
Kab/Kota,
Bapepam
 Perencanaan dan Industri Perhiasan Gemopolis di 1 kabupaten APBN, Dept. PU, Bapeda
pengembangan zonasi Kabupaten Sidoarjo APBD Provinsi dan
Kawasan Ekonomi Unggulan Provinsi dan Kab/Kota, Dinas
(KEU) berupa zona inti Kab/Kota, PU Cipta Karya
produksi, zona koleksi, zona Investasi Provinsi dan
outlet, zona pelayanan, zona Swasta, Kab/Kota, Dinas
penyangga, dan zona dan/atau Bina Marga
terpengaruh. Kerjasama Provinsi dan
Pendanaan Kab/Kota, Dinas
Perindustrian
dan Perdagangan
Provinsi dan
Kab/Kota, Dinas
ESDM Provinsi
dan Kab/Kota
Bapepam,
Koperasi dan
UMKM
1.3. Kawasan Agropolitan
Regional
 Perencanaan dan 1. Sistem Agropolitan Wilis : 4 Klaster APBN, Dept. PU, Bapeda
pengembangan zonasi di Kabupaten Madiun, Kabupaten APBD Provinsi dan
kawasan agropolitan berupa Magetan, Kabupaten Ngawi, Provinsi dan Kab/Kota, Dinas
- 105 -

Waktu Pelaksanaan
No. Sumber Instansi PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-
Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana 4
zona pusat produksi, zona Kabupaten Pacitan, Kabupaten Kab/Kota, PU Cipta Karya
pusat industri pengolahan, Ponorogo, dan Kota Madiun Investasi Provinsi dan
zona pusat koleksi dan 2. Sistem Agropolitan Bromo – Swasta, Kab/Kota, Dinas
distribusi Tengger – Semeru (BTS) : dan/atau Bina Marga
Kabupaten Lumajang, Kerjasama Provinsi dan
Kabupaten Malang, Kabupaten Pendanaan Kab/Kota, Dinas
Pasuruan, Kabupaten Pertanian
Probolinggo, dan Kabupaten Provinsi dan
Sidoarjo Kab/Kota, Dinas
3. Sistem Agropolitan Ijen : Perkebunan
Kabupaten Banyuwangi, Provinsi dan
Kabupaten Bondowoso, Kab/Kota, Dinas
Kabupaten Jember, dan Dinas
Kabupaten Situbondo Perindustrian
4. Sistem Agropolitan Kepulauan dan Perdagangan
Madura: Kabupaten Bangkalan, Provinsi dan
Kabupaten Pamekasan, Kab/Kota,
Kabupaten Sampang, dan Bapepam,
Kabupaten Sumenep Koperasi dan
UMKM, BRI dan
Perbankan/Perkr
editan.
1.4. Kawasan Agroindustri
 Perencanaan dan Kabupaten Gresik dan Kabupaten 2 kabupaten APBN, Dept. PU, Bapeda
pengembangan zonasi di Lamongan APBD Provinsi dan
kawasan agroindustri Gelang Provinsi dan Kab/Kota, Dinas
(Gresik dan Lamongan) Utara Kab/Kota, PU Cipta Karya
Investasi Provinsi dan
Swasta, Kab/Kota, Dinas
dan/atau Bina Marga
Kerjasama Provinsi dan
- 106 -

Waktu Pelaksanaan
No. Sumber Instansi PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-
Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana 4
Pendanaan Kab/Kota, Dinas
Dinas
Perindustrian
dan Perdagangan
Provinsi dan
Kab/Kota,
Bapepam, BRI
dan Perbankan
1.5. Kawasan Koridor
Metropolitan
 Perencanaan dan Kawasan Kaki Jembatan 7 kab/kota APBN, Dept. PU, Bapeda
pengembangan zonasi di Suramadu di Kabupaten APBD Provinsi dan
kawasan koridor Bangkalan, Kawasan Kaki Provinsi dan Kab/Kota,
metropolitan, berupa zona Jembatan Suramadu di Kota Kab/Kota, Dinas PU Cipta
pusat pertumbuhan, zona Surabaya, kawasan pusat Investasi Karya Provinsi
penyangga, dan zona wilayah bisnis Surabaya, kawasan Swasta, dan Kab/Kota,
pelayanan. industri berteknologi tinggi di dan/atau Dinas Bina
Kota Surabaya dan Kabupaten Kerjasama Marga Provinsi
Sidoarjo, Kawasan Industri Pendanaan dan Kab/Kota,
Gempol di Kabupaten Pasuruan, Dinas
Kawasan Komersial Lawang di Perindustrian
Kabupaten Malang dan dan Perdagangan
perkotaan Malang, kawasan Provinsi dan
Kab/Kota,
pusat bisnis Kota Malang, pusat
Bapepam
pariwisata di Kota Batu
1.6. Kawasan Perbatasan
antarprovinsi
 pengembangan dan  Ratubangnegoro (Kabupaten 4 klaster APBN, Bapeda Provinsi
penguatan sinergitas Blora, Kabupaten Tuban, APBD dan Kab/Kota di
kerjasama regional kawasan Kabupaten Rembang, dan Provinsi dan lingkungan Jawa
perbatasan antarprovinsi Kabupaten Bojonegoro) Kab/Kota, Timur dan
- 107 -

Waktu Pelaksanaan
No. Sumber Instansi PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-
Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana 4
 peningkatan akselerasi,  Karismapawirogo (Kabupaten Investasi Bapeda Provinsi
koordinasi, dan sinkronisasi Karanganyar, Kabupaten Swasta, dan
program di wilayah yang Wonogiri, Kabupaten Sragen, dan/atau Kabupaten/Kota
berbatasan Kabupaten Magetan, Kerjasama
 pengembangan dan Kabupaten Pacitan, Kabupaten Pendanaan
peningkatan penelusuruan Ngawi, dan Kabupaten
aspek-aspek yang dapat Ponorogo)
dikerjasamakan  Pawonsari (Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Wonogiri, dan
Kabupaten Wonosari)
 Golekpawon (Kabupaten
Ponorogo, Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten
Pacitan, dan Kabupaten
Wonogiri)

1.7. Kawasan Perbatasan


antarkabupaten/kota
 pengembangan dan  Gerbangkertosusila (GKS) 2 klaster APBN, Bapeda Provinsi
penguatan sinergitas  segitiga emas pertumbuhan APBD dan Kab/Kota di
kerjasama regional kawasan Tuban-Lamongan-Bojonegoro Provinsi dan lingkungan Jawa
perbatasan Kab/Kota, Timur dan
antarkabupaten/kota Investasi Bapeda Provinsi
 peningkatan akselerasi, Swasta, dan
koordinasi, dan sinkronisasi dan/atau Kabupaten/Kota
program di wilayah yang Kerjasama
berbatasan Pendanaan
 pengembangan dan
peningkatan penelusuruan
- 108 -

Waktu Pelaksanaan
No. Sumber Instansi PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-
Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana 4
aspek-aspek yang dapat
dikerjasamakan
1.8. Kawasan tertinggal
 Fasilitasi perintisan desa-desa tertinggal yang tersebar - APBN, Dept. PU, Dept.
pengembangan potensi- di Kabupaten Bangkalan, APBD PDT, Dinas PU
potensi sumber daya, Kabupaten Bondowoso, Provinsi dan Cipta Karya dan
lingkungan dan masyarakat Kabupaten Pamekasan, Kab/Kota, Tata Ruang
dalam mendukung Kabupaten Sampang, dan Investasi Provinsi dan
pengembangan kawasan Kabupaten Situbondo Swasta, Kab/Kota, Dinas
tertinggal dan/atau PDT Provinsi dan
 Fasilitas perencanaan dan Kerjasama Kab/Kota,
perintisan pengembangan Pendanaan Bapeda Provinsi
sarana dan prasarana dasar dan Kab/Kota
di kawasan tertinggal
 Fasilitasi pengembangan
usaha masyarakat (termasuk
UMKM)

 Pengembangan dan/atau
peningkatan sistem jaringan
transportasi penghubung
(darat-laut-udara)
 peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM)
 pengembangan dan
peningkatan penelusuruan
potensi kawasan atau sub
sektor strategis yang dapat
dikembangkan
 Peningkatan tanggungjawab
sosial perusahaan (Corporate
- 109 -

Waktu Pelaksanaan
No. Sumber Instansi PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-
Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana 4
Social Responsibility) untuk
mendorong tumbuhnya usaha
masyarakat (termasuk
UMKM)
3. Kawasan strategis dari sudut
kepentingan sosial dan budaya
 Penataan kawasan dengan  Mojopahit Park di Kabupaten 2 lokasi (5 APBN, Dept. PU, Dept.
optimasi nilai pengalaman Mojokerto; kabupaten) APBD Kebudayaan dan
budaya dan penonjolan nilai  Bromo-Tengger-Semeru beserta Provinsi dan Pariwisata, Dinas
sejarah pemukiman adat suku Tengger Kab/Kota, PU Cipta Karya
 Pelestarian dan aktualisasi aset di Kabupaten Lumajang, Investasi Provinsi dan
dan adat budaya daerah Kabupaten Malang, Kabupaten Swasta, Kab/Kota,
Pasuruan, dan Kabupaten dan/atau Bapeda Provinsi
 Penyusunan zoning regulation Probolinggo Kerjasama dan Kab/Kota,
kawasan Pendanaan Dinas
 Membangun kemitraan Kebudayaan dan
pengelolaan kebudayaan Pariwisata
antardaerah Provinsi dan
Kab/Kota
4. Kawasan strategis dari sudut
kepentingan SDA dan/atau
teknologi tinggi
 Pengembangan dan optimasi  Argopuro di Kabupaten 6 klaster APBN, Dept. PU, Dept.
energi panas bumi Bondowoso, Kabupaten APBD ESDM, Dinas PU
Jember, Kabupaten Provinsi dan Cipta Karya dan
Probolinggo, dan Kabupaten Kab/Kota, Tata Ruang
Situbondo Investasi Provinsi dan
 Belawan - Ijen di Kabupaten Swasta, Kab/Kota,
Banyuwangi, Kabupaten dan/atau Bapeda Provinsi
Bondowoso, dan Kabupaten Kerjasama dan Kab/Kota,
Situbondo Pendanaan Dinas ESDM
- 110 -

Waktu Pelaksanaan
No. Sumber Instansi PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-
Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana 4
 Cangar di Kota Batu Provinsi dan
 Gunung Arjuno Welirang di Kab/Kota, PLN, ,
Kabupaten Malang, Kabupaten Pertamina
Mojokerto, dan Kabupaten
Pasuruan
 Telaga Ngebel di Kabupaten
Madiun dan Kabupaten
Ponorogo
 Tiris (Gunung Lamongan) di
Kabupaten Lumajang dan
Kabupaten Probolinggo
 Pengembangan dan 1. Lekok di Kabupaten Pasuruan 5 lokasi (5
pengendalian kawasan 2. Ngadirojo di Kabupaten Pacitan kabupaten)
pembangkit PLTG, PLTU, dan 3. Paiton di Kabupaten
PLTD Probolinggo
4. Singosari di Kabupaten Gresik
5. Tanjung Awar-awar di
Kabupaten Tuban
 Pengembangan dan 1. Bangkalan dan sekitarnya 6 klaster
pengendalian kawasan 2. Bojonegoro dan sekitarnya
pertambangan minyak dan gas 3. Gresik dan sekitarnya
bumi 4. Sidoarjo dan sekitarnya
 Pengembangan program 5. Sumenep dan sekitarnya
kegiatan ekonomi penunjang 6. Tuban dan sekitarnya,
atau turunan dari kegiatan
ekonomi utama di kawasan
SDA/teknologi tinggi
 Rehabilitasi kawasan
pertambangan
 Pengembangan perencananaan
peraturan zonasi kawasan
- 111 -

Waktu Pelaksanaan
No. Sumber Instansi PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-
Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana 4
4. Kawasan strategis dari sudut
kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan
1. Pengembangan daya dukung  WS Bengawan Solo 2 WS Dept. PU, Dept
dan daya tampung lingkungan  WS Brantas Kehutanan, Dept
di kawasan perlindungan Kelautan dan
ekosistem dan lingkungan Perikanan, Dinas
hidup. PU Cipta Karya
dan Tata Ruang
2. Pengembangan zona-zona Provinsi dan
penyangga untuk memisahkan Kab/Kota,
kawasan lindung dan aktivitas Bapeda Provinsi
budidaya dan Kab/Kota,
Dinas Kehutanan
Provinsi dan
Kab/Kota, Dinas
Kelautan dan
Perikanan
Provinsi dan
Kab/kota, Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata
Provinsi dan
Kab/kota, Dinas
SDA Provinsi dan
Kab/kota
3. Pengembangan kegiatan Bapeda Provinsi
penghijauan/reboisasi dan Kab/Kota,
Dinas Kehutanan
Provinsi dan
Kab/Kota, Dinas
SDA Provinsi dan
- 112 -

Waktu Pelaksanaan
No. Sumber Instansi PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-
Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana 4
Kab/kota

4. Pengembangan wisata alam dan Bapeda Provinsi


wisata minat khusus yang tidak dan Kab/Kota,
mengganggu fungsi utama Dinas Kehutanan
lindung kawasan Provinsi dan
Kab/Kota, Dinas
SDA Provinsi dan
Kab/kota
5. Perlindungan sumber daya alam Dept. PU, Dept.
dari pemanfaatan yang Kehutanan,
eksploitatif dan tidak terkendali Dept. Kelautan
dan Perikanan,
Dinas PU Cipta
Karya dan Tata
Ruang Provinsi
dan Kab/Kota,
Bapeda Provinsi
dan Kab/Kota,
Dinas Kehutanan
Provinsi dan
Kab/Kota, Dinas
Kelautan dan
Perikanan
Provinsi dan
Kab/kota Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata
Provinsi dan
Kab/Kota, Dinas
- 113 -

Waktu Pelaksanaan
No. Sumber Instansi PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM-
Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana 4
SDA Provinsi dan
Kab/Kota

6. Pengembangan pelestarian flora, Dept. PU, Dept


fauna, dan ekosistem unik Kehutanan, Dept
kawasan Kelautan dan
Perikanan, Dinas
PU Cipta Karya
dan Tata Ruang
Provinsi dan
Kab/Kota,
Bapeda Provinsi
dan Kab/Kota,
Dinas Kehutanan
Provinsi dan
Kab/Kota, Dinas
Kelautan dan
Perikanan
Provinsi dan
Kab/kota, Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata
Provinsi dan
Kab/kota, Dinas
SDA Provinsi dan
Kab/kota
- 114 -

IV.B. INDIKASI PROGRAM UTAMA TAHUNAN (Lima Tahun Pertama)

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
A. Perwujudan Struktur Ruang
1. Perwujudan Sistem Pusat Pelayanan
1.1. Sistem Perkotaan
 Perencanaan tata ruang dan zonasi Kawasan Perkotaan 2 unit APBN Dept. PU, Bapeda
kawasan perkotaan PKN Gerbangkertosusila dan masterplan Provinsi, Dinas
Malang PU Cipta Karya
dan Tata Ruang
Provinsi
 Perencanaan tata ruang dan zonasi Tuban, Kediri, Madiun, 5 unit APBD Dept. PU, Bapeda
kawasan perkotaan PKW Banyuwangi, dan masterplan Provinsi Provinsi, Dinas
Bojonegoro, PU Cipta Karya
dan Tata Ruang
Provinsi
2. Perwujudan Sistem Prasarana
2.1 Sistem Jaringan Transportasi
2.1.1 Sistem Jaringan Transportasi
Darat
A. Jaringan Jalan
 Pemantapan jaringan jalan bebas Simpang Susun (SS) Waru – 13,50 km APBN, Ditjen Bina
hambatan dalam kota Bandara Juanda Investasi Marga Dept. PU,
 Percepatan penyelesaian Porong – Gempol – Swasta, Dinas Bina
pengembangan jaringan jalan dan/atau Marga Provinsi
bebas hambatan antarkota yang Kerjasama dan Kab/Kota,
strategis Pendanaan BPN Provinsi dan
Kab/Kota, Jasa
Marga
- 115 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
 Penyelesaian pengembangan AntarKota 1. 27,00 km APBN, Ditjen Bina
jaringan jalan bebas hambatan 1. Mantingan – Ngawi 2. 84,00 km Investasi Marga Dept. PU,
2. Ngawi – Kertosono 3. 38,00 km Swasta, Dinas Bina
3. Kertosono – Mojokerto 4. 37,00 km dan/atau Marga Provinsi
4. Mojokerto – Surabaya 5. 14,00 km Kerjasama dan Kab/Kota,
5. Gempol – Pandaan 6. 30,00 km Pendanaan BPN Provinsi dan
6. Pandaan – Malang 7. 32,00 km Kab/Kota, Jasa
7. Gempol – Pasuruan 8. 40,00 km Marga
8. Pasuruan – Probolinggo 9. 156,00 km
9. Probolinggo – 10. –
Banyuwangi 11. –
10. Gresik – Tuban 12. –
11. Demak – Tuban
12. Surabaya – Suramadu – 13. 18,40 km
Tanjung Bulupandan 14. 23,00 km

Dalam Kota
13. Waru (Aloha) –
Wonokromo – Tanjung
Perak
14. Bandara Juanda –
Tanjung Perak
 Pengembangan jaringan jalan 1. Lakarsantri – Bringkang 1. 7,3 km APBD Dinas Bina
strategis provinsi 2. Jalan Raya Menganti 2. 9,18 km Provinsi, Marga Provinsi
(Kota Surabaya) 3. 5,9 km Investasi dan Kab/Kota,
3. Cemeng Kalang – 4. 1,25 km Swasta, BPN Provinsi dan
Sukodono 5. 4 km dan/atau Kab/Kota
4. Sukodono – Dungus 6. 8,4 km Kerjasama
5. Dungus – Kletek 7. 21,71 km Pendanaan
8. 43,9 km
- 116 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
6. Ploso – Batas Kabupaten 9. 0,15 km
Nganjuk 10. 4,9 km
7. Batas Kabupaten 11. 2,05 km
Jombang – Kertosono 12. 4,6 km
8. Blitar – Pantai Serang 13. 4,384 km
9. Jalan Bali (Kota Blitar)
10. Batas Kota Malang –
Bandara Abdul Rachman
Saleh
11. Jalan Laksda Adisucipto
(Kota Malang)
12. Karangploso – Giri
Purwo (Batas Kota Batu);
13. Batas Kabupaten Malang
– Simpang Tiga Jalan
Brantas (Kota Batu)
B. Jaringan Kereta Api
 Pengembangan jalur perkeretaapian Surabaya (Semut) – 1 rute APBN, APBD Dept.
ganda Surabaya (Gubeng) – Provinsi dan Perhubungan,
Surabaya (Wonokromo) – Kab/Kota, Dinas
Sidoarjo – Bangil – Pasuruan Investasi Perhubungan
– Probolinggo – Jember – Swasta, Provinsi dan
Banyuwangi dan/atau Kab/Kota, PT.
Kerjasama KAI
 Revitalisasi jaringan kereta api di Bangkalan – Kamal – 1 rute Pendanaan
Pulau Madura, dari Bangkalan ke Sampang – Pamekasan -
Sumenep, dalam satu jaringan Sumenep
transportasi massal kereta api yang
terintegrasi dengan jaringan
- 117 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
perkeretaapian di Surabaya

 Optimalisasi konservasi jalur Sidoarjo – Tulangan – Tarik 1 rute


perkeretaapian mati sebagai
alternatif jalur kereta api bila jalur
Porong ditutup

 Percepatan pembangunan baru Sidoarjo (Tulangan) – 1 rute


jaringan jalur KA Porong – Gempol Gunung Gangsir
akibat luapan lumpur lapindo

 Konservasi jalur perkeretapian mati 1. Madiun – Ponorogo – 2 rute


Slahung
2. Panarukan – Situbondo –
Bondowoso – Kalisat –
Jember

 Pembangunan stasiun baru 1. Stasiun Bangkalan di 2 lokasi


Kabupaten Bangkalan
2. Stasiun Sampang di
Kabupaten Sampang

 Pemantapan prasarana 1. Terminal Barang Babat di


terminal 2 terminal (2
barang Kabupaten Lamongan kabupaten/ko
2. Terminal Barang Pasar ta)
Turi di Kota Surabaya
 Pengembangan prasarana terminal Terminal barang Kalimas di 1 terminal (1
barang Kabupaten Surabaya kota)
- 118 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
C. Jaringan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan
 Pemantapan pelabuhan 1. Pelabuhan Kangean dan 3 pelabuhan APBD Dinas
penyeberangan dalam wilayah Pelabuhan Sapudi di (2 kabupaten) Kab/Kota, Perhubungan
kabupaten/kota Kabupaten Sumenep Investasi Provinsi dan
2. pelabuhan Gresik di Swasta, Kab/Kota, PT.
Kabupaten Gresik. dan/atau Pellindo
Kerjasama
Pendanaan
2.1.2. Sistem Jaringan Transportasi
Laut
 Pengembangan pelabuhan utama 1. pelabuhan di wilayah 3 pelabuhan APBN, APBD Dept.
Tanjung Perak dalam satu sistem antara Teluk Lamong (3 kabupaten) Provinsi dan Perhubungan,
dengan rencana pengembangan sampai Kabupaten Gresik Kab/Kota, Dinas
pelabuhan di sekitarnya 2. pelabuhan Socah di Investasi Perhubungan
Kabupaten Bangkalan Swasta, Provinsi dan
3. pelabuhan Tanjung dan/atau Kab/Kota, PT.
Bulupan dan di Kerjasama Pellindo
Kabupaten Bangkalan Pendanaan

 Pengembangan pelabuhan utama 1. Pelabuhan Sendangbiru 2 lokasi (2


di Kabupaten Malang kabupaten)
2. Pelabuhan Tanjung Wangi
di Kabupaten Banyuwangi
2.1.3 Sistem Jaringan Transportasi
Udara
 Pengembangan bandar udara Bandar udara Juanda di 1 bandar APBN, APBD Dept.
pengumpul (hub) skala pelayanan Kabupaten Sidoarjo udara (1 Provinsi dan Perhubungan,
primer kabupaten) Kab/Kota, Dinas
- 119 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
 Peningkatan bandar udara Bandar udara 1 bandar Investasi Perhubungan
pengumpul (hub) skala pelayanan Abdurrachman Saleh di udara (1 Swasta, Provinsi dan
tersier Kabupaten Malang kabupaten) dan/atau Kab/Kota,
Kerjasama Angkasa Pura
 Alternatif pembangunan baru Kabupaten Lamongan 1 bandar Pendanaan
bandar udara sebagai udara (1
pengembangan bandar udara kabupaten)
Juanda

 Pengembangan bandar udara1. Bandar udara Trunojoyo 6 bandar


pengumpan (spoke) di Kabupaten Sumenep udara (6
2. Bandar udara kabupaten)
Blimbingsari di
Kabupaten Banyuwangi
3. bandar udara Bawean di
Kabupaten Gresik
4. Bandar udara Noto
Hadinegoro di Kabupaten
Jember
5. Bandar udara di
Kabupaten Blitar
6. Bandar udara di
Kabupaten Bojonegoro
 Pemantapan bandar udara khusus Bandar udara Pagerungan di 1 bandar
sipil Kabupaten Sumenep udara (1
kabupaten)
- 120 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
2.2 Sistem Jaringan Energi
2.2.1 Sumber Energi
 Pengembangan energi air untuk 1. Kabupaten Nganjuk 21 APBD PLN, Dinas
pembangkit listrik tenaga 2. Kabupaten Bojonegoro kabupaten/ko Provinsi dan Energi dan
mikrohidro 3. Kabupaten Banyuwangi ta Kab/Kota, Sumber Daya
4. Kabupaten Situbondo Investasi Mineral, Swasta
5. Kabupaten Bondowoso Swasta,
6. Kabupaten Jember dan/atau
7. Kabupaten Lumajang Kerjasama
8. Kabupaten Malang Pendanaan
9. Kabupaten Probolinggo
10. Kabupaten Blitar
11. Kabupaten Tulungagung
12. Kabupaten Trenggalek
13. Kabupaten Pacitan
14. Kabupaten Madiun
15. Kabupaten Magetan
16. Kabupaten Pasuruan
17. Kabupaten Mojokerto
18. Kabupaten Ponorogo
19. Kabupaten Jombang
20. Kabupaten Gresik
21. Kota Batu.
 Pengembangan energi angin 1. Kabupaten Pacitan 14 kabupaten APBD PLN, Dinas
2. Kabupaten Trenggalek Provinsi dan Energi dan
3. Kabupaten Tulungagung Kab/Kota, Sumber Daya
4. Kabupaten Blitar Investasi Mineral, Swasta
5. Kabupaten Malang Swasta,
6. Kabupaten Lumajang dan/atau
- 121 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
7. Kabupaten Jember Kerjasama
8. Kabupaten Banyuwangi Pendanaan
9. Kabupaten Bondowoso
10. Kabupaten Bangkalan
11. Kabupaten Sampang
12. Kabupaten Pamekasan
13. Kabupaten Sumenep
14. Kabupaten Tuban
 Pengembangan energi surya Seluruh kabupaten/kota di 38
Jawa Timur kabupaten/ko
ta
 Pengembangan energi air untuk 1. Karangkates, Wlingi 11 lokasi
PLTA 2. Ledoyo
3. Selorejo
4. Sengguruh
5. Tulungagung
6. Mendalan
7. Siman
8. Madiun
9. Kesamben
10. Kalikonto
 Pengembangan energi panas bumi 1. Argopuro di Kabupaten 3 lokasi
Bondowoso, Kabupaten
Jember, Kabupaten
Probolinggo, dan
Kabupaten Situbondo
2. Telaga Ngebel – Wilis di
Kabupaten Madiun dan
Kabupaten Ponorogo
- 122 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
3. Tiris (Gunung) Lamongan
di Kabupaten Lumajang
dan Kabupaten
Probolinggo
 Pengembangan energi biogas Seluruh kabupaten/kota di 38 Kab/Kota
Jawa Timur
 Pengembangan energi biomassa Seluruh kabupaten/kota di 38 Kab/Kota
Jawa Timur
2.2.2 Kelistrikan

 Pengembangkan pembangkit untuk 1. Plant Grindulu PS 5 lokasi APBN, APBD Dept. ESDM,
peningkatan kapasitas tenaga (4x250MW) Provinsi dan Dinas ESDM
listrik di Jawa Bali (termasuk Pulau 2. PLTU Tanjung Awar-Awar KaPengemba Provinsi dan
Madura) (2x350MW) ngab/Kota, Kab/Kota,, PLN
3. PLTU Jatim Selatan Investasi
(2x315MW) Swasta,
4. PLTU Paiton Baru dan/atau
(1x660MW) Kerjasama
5. Madura (2x100 MW) Pendanaan
2.3 Sistem Jaringan Telekomunikasi
dan Informatika
 Pengembangan jaringan terrestrial Seluruh wilayah – APBN, APBD Depkominfo,
yang menggunakan sistem kabel kabupaten/kota sampai Provinsi dan Dinas Informasi
wilayah terpencil KaPengemb dan Komunikasi,
angab/Kota, PT. Telkom
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
- 123 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Pendanaan
 Pengembangan jaringan satelit, wilayah terpencil dan – APBN, APBD
dapat menggunakan tower maupun terisolir di seluruh Provinsi dan Depkominfo,
non tower kabupaten/kota di Jawa Kab/Kota, Dinas Informasi
Timur Investasi dan Komunikasi,
Swasta, PT. Telkom
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan
2.4 Sistem Jaringan Sumber Daya Air
 pengelolaan sumber daya air di a.Wilayah Sungai Bengawan - APBN, APBD Dinas PU Cipta
wilayah sungai Solo : Provinsi dan karya dan
1. Waduk Kedung Bendo di Kab/Kota, Pengairan
Kabupaten Pacitan Investasi Provinsi dan
2. Telaga Ngebel Dam, Swasta, Kab/Kota,
Waduk Bendo, Waduk dan/atau PDAM, Jasa Tirta
Slahung, dan Kerjasama
Bendungan Badegan di Pendanaan
Kabupaten Ponorogo
3. Bendungan Gerak
Bojonegoro, Waduk
Nglambangan, Waduk
Kedung Tete, Waduk
Pejok, Waduk Kerjo,
Waduk Gonseng, Waduk
Mundu, Waduk Belung,
dan Bendungan Belah di
Kabupaten Bojonegoro
4. Bendungan Gerak
- 124 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Karangnongko Barrage
Waduk Kedung Bendo,
Waduk Sonde, Waduk
Pakulon, Waduk
Alastuwo dan
Bendungan Genen di
Kabupaten Ngawi
5. Waduk Kresek dan
Waduk Tugu di
Kabupaten Madiun
6. Waduk Tawun dan
Waduk Ngampon di
Kabupaten Tuban
7. Bendung Gerak
Sembayat, Waduk
Gondang, dan Waduk
Cawak di Kabupaten
Lamongan
8. Waduk Gonggang di
Kabupaten Magetan

b.Wilayah Sungai Brantas :


1. Bendungan Genteng I,
Bendungan Lesti III,
Bendungan Kepanjen,
Bendungan
Lumbangsari,
Bendungan Kesamben,
Bendungan Kunto II,
dan Karangkates III, IV
- 125 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
di Kabupaten Malang
2. Bendungan Tugu di
Kabupaten Trenggalek
3. Bendungan Beng dan
Bendungan
Kedungwarok di
Kabupaten Jombang
4. Bendungan Ketandan,
Bendungan Semantok
dan Bendungan Kuncir
di Kabupaten Nganjuk
5. Bendungan Babadan di
Kabupaten Kediri
6. Bendungan Wonorejo di
Kabupaten Tulungagung

c.Wilayah Sungai Welang


Rejoso :
1. Bendung Licin di
Kabupaten Pasuruan,
2. Waduk Suko, Waduk
Kuripan, dan Embung
Boto di Kabupaten
Probolinggo,

d.Wilayah Sungai Pekalen


Sampean :
1. Waduk Taman, Embung
Pace, Embung Gubri,
Embung Klabang,
- 126 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Waduk Tegalampel,
Waduk Karanganyar,
Waduk Sukokerto,
Waduk Botolinggo,
Embung Blimbing, dan
Embung Krasak di
Kabupaten Bondowoso,
2. Embung Banyuputih,
Embung Tunjang,
Embung Wringinanom,
dan Embung Nogosromo
di Kabupaten Situbondo.

e.Wilayah Sungai Baru


Bajulmati :
1. Embung Singolatri,
Waduk Kedawang,
Waduk Bajulmati,
Embung Bomo, dan
Embung Sumber
Mangaran di Kabupaten
Banyuwangi.

f.Wilayah Sungai Bondoyudo


Bedadung :
1. Waduk Antrogan di
Kabupaten Jember

g.Wilayah Sungai Kepulauan


Madura :
- 127 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
1. Waduk Nipah di
Kabupaten Sampang,
2. Waduk Blega di
Kabupaten Bangkalan
3. Waduk Samiran di
Kabupaten Pamekasan,
4. Waduk Tambak Agung
di Kabupaten Sumenep
 Pengembangan sistem irigasi teknis 1. DAS Kondang Merak di 3 lokasi
Kabupaten Malang
2. DAS Ringin Bandulan di
Kabupaten Blitar dan
Kabupaten Tulungagung
3. DAS Tengah di Kabupaten
Situbondo
 Optimalisasi pengembangan 1. Jaringan Telaga Sarangan -
jaringan air baku untuk industri - Magetan
2. Sumber mata air
Umbulan
 Optimalisasi pengembangan 1. SPAM Regional PANTURA 4 klaster
jaringan air baku untuk air minum (Kabupaten Bojonegoro, jaringan
regional Kabupaten Tuban,
Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Gresik, dan
Kabupaten Bangkalan)
2. SPAM Regional Lintas
Tengah (Kabupaten
Nganjuk, Kabupaten
Kediri, dan Kabupaten
- 128 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Jombang)
3. SPAM Regional Malang
Raya (Kota Malang, Kota
Batu, dan Kabupaten
Malang)
4. SPAM Regional Umbulan
(Kabupaten Pasuruan,
Kota Pasuruan,
Kabupaten Sidoarjo, Kota
Surabaya, dan Kabupaten
Gresik)
 Optimalisasi pengembangan 1. Pengaturan sungai dan 4 lokasi
jaringan pengendali banjir sistem Pompa banjir DAS
Kali Madiun tersebar di
Kabupaten Madiun, Kota
Madiun, Kabupaten Ngawi
dan Kabupaten Ponorogo
2. Pintu darurat banjir
floodway Pelangwot –
Sedayu Lawas di
Kabupaten Lamongan
3. Perkuatan tanggul dan
Jabung retarding basin di
Kabupaten Bojonegoro
dan Kabupaten Lamongan
4. Pengaturan sungai dan
sistem pengendali banjir
Kali Lamong tersebar di
Kabupaten Gresik,
Kabupaten Mojokerto dan
- 129 -

Waktu
Lokasi Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Kota Surabaya
2.5 Sistem Prasarana Pengolaan
lingkungan
 Perencanaan pengelolaan secara 1. Kabupaten Gresik (Kota 8 lokasi APBN, APBD Bapeda Provinsi
regional dan terpadu di 8 wilayah Surabaya, Kabupaten Provinsi dan dan Kab/Kota,
Sidoarjo, dan Kabupaten Kab/Kota, Dinas
Gresik) Investasi Persampahan
2. Malang Raya (Kota Swasta, dan pertamanan
Malang, Kota Batu, dan dan/atau
Kabupaten Malang) Kerjasama
3. Mojokerto (Kota Mojokerto Pendanaan
dan Kabupaten Mojokerto)
4. Madiun (Kota Madiun dan
Kabupaten Madiun)
5. Kediri (Kota Kediri dan
Kabupaten Kediri)
6. Blitar (Kota Blitar dan
Kabupaten Blitar)
7. Pasuruan (Kota Pasuruan
dan Kabupaten Pasuruan)
8. Probolinggo (Kota
Probolinggo dan
Kabupaten Probolinggo)
- 130 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
B Perwujudan Pola Ruang
1 Perwujudan Kawasan Lindung
1.1 Hutan Lindung
 Penetapan sistem deliniasi 1. Kabupaten Bangkalan 29 wilayah APBN, Bappeda Provinsi
persebaran hutan lindung 2. Kabupaten Banyuwangi kabupaten/ko APBD Jawa Timur,
3. Kabupaten Blitar ta 314.720 Ha Provinsi, Dinas Kehutanan
4. Kabupaten Bojonegoro investasi dan Perhutani
5. Kabupaten Bondowoso swasta,
 Penetapan wilayah prioritas 6. Kabupaten Jember dan/atau
rehabilitasi hutan 7. Kabupaten Jombang kerjasama
8. Kabupaten Kediri pendanaan
9. Kabupaten Lamongan
10. Kabupaten Lumajang
11. Kabupaten Madiun
12. Kabupaten Magetan
13. Kabupaten Malang
14. Kabupaten Mojokerto
15. Kabupaten Nganjuk
16. Kabupaten Ngawi
17. Kabupaten Pacitan
18. Kabupaten Pamekasan
19. Kabupaten Pasuruan
20. Kabupaten Ponorogo
21. Kabupaten Probolinggo
22. Kabupaten Sampang
23. Kabupaten Situbondo
24. Kabupaten Sumenep
25. Kabupaten Trenggalek
26. Kabupaten Tuban
- 131 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
27. Kabupaten Tulungagung
28. Kota Batu
29. Kota Kediri
1.2 Kawasan Perlindungan
Setempat
1.2.1 Sempadan Pantai
 Memantapkan kawasan 1. Kabupaten Pacitan 21 APBN, Bappeda Provinsi
lindung di daratan untuk 2. Kabupaten Trenggalek kabupaten/ko APBD Jawa Timur,
menunjang kawasan lindung 3. Kabupaten Tulungagung ta Provinsi, Dinas Kelautan
pantai 4. Kabupaten Blitar investasi dan Perikanan,
 Pengendalian kegiatan 5. Kabupaten Malang swasta, dan Dinas PU
budidaya di kawasan pantai 6. Kabupaten Lumajang dan/atau Pengairan
7. Kabupaten Jember kerjasama
8. Kabupaten Banyuwangi pendanaan
9. Kabupaten Situbondo
10. Kabupaten Probolinggo
11. Kabupaten Pasuruan
12. Kota Pasuruan
13. Kabupaten Sidoarjo
14. Kota Surabaya
15. Kabupaten Gresik
16. Kabupaten Lamongan
17. Kabupaten Tuban
18. Kabupaten Bangkalan
19. Kabupaten Sampang
20. Kabupaten Pamekasan
21. Kabupaten Sumenep
- 132 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
1.2.2 Sempadan Sungai
 Penetapan delineasi kawasan Sepanjang aliran sungai di Jawa - APBN, Bappeda Provinsi
sempadan sungai Timur APBD Jawa Timur dan
 Penertiban kawasan bantaran Provinsi, Dinas PU
sungai investasi Pengairan
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan
1.2.3 Kawasan sekitar mata air
 Penetapan delineasi kawasan Sekitar mata air di Jawa Timur -
APBN,
perlindungan sekitar mata air
APBD Bappeda Provinsi
 Perencanaan fungsi
Provinsi, Jawa Timur,
perlindungan sekitar mata air
investasi Dinas Kehutanan,
secara alami ataupun buatan
swasta, Perhutani dan
 Pembatasan kegiatan yang
dan/atau Dinas PU
tidak berkaitan dengan
kerjasama Pengairan
perlindungan kawasan sekitar
pendanaan
mata air
1.3 Kawasan Suakan Alam,
Pelestarian Alam dan Kawasan
Cagar Budaya
1.3.1 Kawasan Suaka Marga Satwa
 Rehabilitasi Suaka Margasatwa 1. Suaka Margasatwa Dataran 1. 14.177 Ha APBN, Bappeda Provinsi
Tinggi Yang di Kecamatan 2. 3.832 Ha APBD Jawa Timur,
Krucil, Sumber Malang, Provinsi, Dinas Kehutanan
 Konservasi sumberdaya hutan, Panti dan Sukorambi, investasi dan Dinas
flora-fauna serta ekosistemnya Kabupaten Situbondo, swasta, Kebudayaan dan
Kabupaten Bondowoso, dan/atau Pariwisata
- 133 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Kabupaten Probolinggo dan kerjasama
Kabupaten Jember. pendanaan
2. Suaka Margasatwa Pulau
Bawean di Kecamatan
Sangkapura dan
Kecamatan Tambak,
Kabupaten Gresik.

1.3.2 Kawasan Cagar Alam


 Rehabilitasi Cagar Alam 1. Besowo Gadungan di
Kabupaten Kediri 1. 7 Ha
2. Cagar Alam Ceding di 2. 2 Ha
Kabupaten Bondowoso 3. 19 Ha
3. Cagar Alam Sungai Kolbu 4. 2 Ha
Iyang Plateu di Kabupaten 5. 17 Ha
Bondowoso 6. 50 Ha
4. Cagar Alam Watangan 7. 28 Ha
Puger I di Kabupaten 8. 190.50 Ha
Jember 9. 3 Ha
5. Curah Manis I – VIII di 10. 2.468 Ha
Kabupaten Jember 11. 12 Ha
6. Gunung Abang di 12. 6.100 Ha
Kabupaten Pasuruan 13. 9 Ha
7. Gunung Picis di Kabupaten 14. 725 Ha
Ponorogo 15. 15 Ha
8. Gunung Sigogor di 16. 430 Ha
Kabupaten Ponorogo 17. 877 Ha
9. Guwo Lowo/Nglirip di 18. 7,50 Ha
Kabupaten Tuban
- 134 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
10. Kawah Ijen Merapi Unggup
- Unggup di Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten
Banyuwangi
11. Manggis Gadungan di
Kabupaten Kediri
12. Nusa Barong di Kabupaten
Jember
13. Pancuran Ijen I dan II di
Kabupaten Bondowoso
14. Pulau Bawean di
Kabupaten Gresik
15. Pulau Noko dan Pulau
Nusa di Kabupaten Gresik
16. Pulau Saobi di Kepulauan
Kangean Kabupaten
Sumenep
17. Pulau Sempu di Kabupaten
Malang
18. Janggangan Rogojampi I/II
di Kabupaten Banyuwangi
1.3.3 Kawasan pantai berhutan
bakau
 Rehabilitasi ekosistem dan 1. Kabupaten Pacitan 21 APBN, Bappeda Provinsi
habitat yang rusak di kawasan 2. Kabupaten Trenggalek Kabupaten/Ko APBD Jawa Timur,
hutan bakau/mangrove, pesisir 3. Kabupaten Tulungagung ta Provinsi, Dinas Kelautan
(terumbu karang, mangrove, 4. Kabupaten Blitar investasi dan Perikanan,
padang lamun, dan estuaria), 5. Kabupaten Malang swasta, dan Dinas
perairan, bekas kawasan 6. Kabupaten Lumajang dan/atau Kebudayaan dan
- 135 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
pertambangan 7. Kabupaten Jember kerjasama Pariwisata
8. Kabupaten Banyuwangi pendanaan
9. Kabupaten Situbondo
10. Kabupaten Probolinggo
11. Kabupaten Pasuruan
12. Kota Pasuruan
13. Kabupaten Sidoarjo
14. Kota Surabaya
15. Kabupaten Gresik
16. Kabupaten Lamongan
17. Kabupaten Tuban
18. Kabupaten Bangkalan
19. Kabupaten Sampang
20. Kabupaten Pamekasan
21. Kabupaten Sumenep
1.3.4 Taman Nasional
 Pemantapan fungsi kawasan 1. Taman Nasional Bromo 1. 50.276 Ha APBN, Bappeda Provinsi
lindung termasuk pengembangan Tengger Semeru di 2. 25.000 Ha APBD Jawa Timur,
flora fauna khas taman nasional Kabupaten Malang, 3. 58.000 Ha Provinsi, Dinas Kehutanan
Kabupaten Pasuruan, 4. 43.420 Ha investasi dan Dinas
Kabupaten Probolinggo dan 5. 3.506 Ha swasta, Kebudayaan dan
Kabupaten Lumajang dan/atau Pariwisata
2. Taman Nasional Baluran di kerjasama
Kecamatan Banyuputih pendanaan
Kabupaten Situbondo dan
Kecamatan Wongsorejo
Kabupaten Banyuwangi
3. Taman Nasional Meru Betiri
di perbatasan Kabupaten
- 136 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Jember dan Kabupaten
Banyuwangi (Selatan)
4. Taman Nasional Alas Purwo
di Kecamatan Tegal Dlimo,
Kabupaten Bayuwangi
(Selatan)
5. Taman Nasional Perairan
Baluran
1.3.5 Taman Hutan Raya
 Pemantapan dan rehabilitasi Kabupaten Mojokerto, 27. 868 Ha APBN, Bappeda Provinsi
fungsi Taman Hutan Raya R. Kabupaten Pasuruan, APBD Jawa Timur,
Soeryo Kabupaten Malang, Kabupaten Provinsi, Dinas Kehutanan
Jombang dan Kota Batu investasi dan Dinas
swasta, Kebudayaan dan
dan/atau Pariwisata
kerjasama
pendanaan
1.3.6 Taman Wisata Alam
 Pemantapan dan rehabilitasi 1. Taman Wisata Alam Tretes 1. 10 Ha APBN, Bappeda Provinsi
fungsi taman wisata alam di Kabupaten Pasuruan 2. 195 Ha APBD Jawa Timur,
2. Taman Wisata Gunung 3. 92 Ha Provinsi, Dinas Kehutanan
Baung di Kabupaten investasi dan Dinas
Pasuruan swasta, Kebudayaan dan
3. Taman Wisata Alam Ijen dan/atau Pariwisata
Merapi Unggup-Unggup di kerjasama
Kabupaten Bondowoso dan pendanaan
Kabupaten Banyuwangi
- 137 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
1.3.7 Kawasan Cagar Budaya dan
Ilmu Pengetahuan
 Penetapan batas lapangan yang 1. Lingkungan nonbangunan: 32 lokasi
jelas a) Monumen keganasan PKI
 Pemeliharaan kawasan cagar di Kabupaten Madiun
budaya dan ilmu pengetahuan b) Monumen Trisula di
Kabupaten Blitar
c) Petilasan Gunung Kawi
Kabupaten Malang
d) Petilasan Sri Aji Joyoboyo
di Kabupaten Kediri
e) Situs Purbakala Trinil di
Kabupaten Ngawi
2. Lingkungan bangunan non-
gedung:
a) Arca Totok Kerot di
Kabupaten Kediri
b) Candi Cungkup, Makam
Gayatri, dan Candi Dadi
di Kabupaten
Tulungagung
c) Candi Jawi di Kabupaten
Pasuruan
d) Candi Jolotundo di
Kabupaten Mojokerto
e) Candi Penataran dan
Candi Simping di
Kabupaten Blitar
f) Candi Singosari, Candi
Jago, Candi Kidal, dan
- 138 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Candi Badut di
Kabupaten Malang
g) Kawasan Trowulan di
Kabupaten Mojokerto
h) Kompleks Makam KH.
Hasyim Asy’ari, K.H.
Wachid Hasyim, Gus Dur,
dan Sayyid Sulaiman di
Kabupaten Jombang
i) Makam Asta Tinggi di
Kabupaten Sumenep
j) Makam Batoro Katong di
Kabupaten Ponorogo
k) Makam Batu Ampar di
Kabupaten Pameksan
l) Makam Maulana Malik
Ibrahim, Makam Sunan
Giri (Giri Kedaton),
Makam Fatimah Binti
Maimun, Makam Kanjeng
Sepuh dan Kawasan
Gunung Surowiti di
Kabupaten Gresik
m) Makam Sunan Bonang di
Kabupaten Tuban
n) Makam Sunan Drajat di
Kabupaten Lamongan
o) Makam Syaikona Kholil
dan Pesarean Aer mata
Ebu di Kabupaten
- 139 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Bangkalan
p) Recolanang di Kabupaten
Mojokerto
q) Situs Sarchopagus dan
Megalith di Kabupaten
Bondowoso
r) Makam Sunan Ampel dan
Mbah Bungkul di Kota
Surabaya

3. Lingkungan bangunan
gedung dan halamannya:
a) Benteng Pendem Van den
Bosch di Kabupaten
Ngawi
b) Pelestarian bangunan
pabrik gula di Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten
Madiun, Kabupaten
Magetan, Kabupaten
Bondowoso, Kabupaten
Kediri dan Kabupaten
Malang
c) Makam Proklamator,
Museum Bung Karno,
Istana Gebang, Petilasan
Aryo Blitar, dan
Monumen PETA
(Soeprijadi) di Kota Blitar
d) bangunan bersejarah dan
- 140 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
cagar budaya di Kota
Surabaya

4. Kebun Raya Purwodadi di


Kabupaten Pasuruan

1.4. Kawasan Rawan Bencana


Alam
1.4.1. Kawasan rawan tanah
longsor
 Penetapan zona-zona bahaya 1. Kabupaten Ngawi 21 APBN, Bappeda Provinsi
dan tingkatannya 2. Kabupaten Tuban kabupaten/ko APBD Jawa Timur,
3. Kabupaten Bojonegoro ta Provinsi, BNPB, Dinas
4. Kabupaten Magetan investasi Kehutanan, Dinas
5. Kabupaten Madiun swasta, PU Pengairan
6. Kabupaten Nganjuk dan/atau
 Pemantapan dan 7. Kabupaten Ponorogo kerjasama
penanggulangan bencana 8. Kabupaten Pacitan pendanaan
longsor 9. Kabupaten Trenggalek
10. Kabupaten Kediri
11. Kabupaten Tulungagung
12. Kabupaten Blitar
13. Kabupaten Malang
14. Kabupaten Lumajang
15. Kabupaten Pasuruan
16. Kabupaten Probolinggo
17. Kabupaten Jember
18. Kabupaten Situbondo
19. Kabupaten Bondowoso
- 141 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
20. Kabupaten Banyuwangi
21. Kota Batu

1.4.2. Kawasan rawan gelombang


pasang
 Penetapan zona-zona bahaya 1. Kabupaten Pacitan 21 APBN, Bappeda Provinsi
dan tingkatannya 2. Kabupaten Trenggalek kabupaten/ko APBD Jawa Timur,
3. Kabupaten Tulungagung ta Provinsi, BNPB, Dinas
4. Kabupaten Blitar investasi Kehutanan, Dinas
5. Kabupaten Malang swasta, PU Pengairan
6. Kabupaten Lumajang dan/atau
7. Kabupaten Jember kerjasama
 Pemantapan strategi mitigasi 8. Kabupaten Banyuwangi pendanaan
bencana gelombang pasang 9. Kabupaten Situbondo
10. Kabupaten Probolinggo
11. Kabupaten Pasuruan
12. Kabupaten Sidoarjo
13. Kabupaten Gresik
14. Kabupaten Lamongan
15. Kabupaten Tuban
16. Kabupaten Bangkalan
17. Kabupaten Sampang
18. Kabupaten Pamekasan
19. Kabupaten Sumenep
20. Kota Pasuruan
21. Kota Surabaya
- 142 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
1.4.3. Kawasan rawan banjir
 Penetapan zona-zona bahaya 1. Kabupaten Bangkalan 31 APBN, Bappeda Provinsi
dan tingkatannya 2. Kabupaten Banyuwangi kabupaten/ko APBD Jawa Timur,
3. Kabupaten Blitar ta Provinsi, BNPB, Dinas
4. Kabupaten Bojonegoro investasi Kehutanan, Dinas
5. Kabupaten Bondowoso swasta, PU Pengairan
 Pemantapan strategi mitigasi
6. Kabupaten Gresik dan/atau
bencana
7. Kabupaten Jember kerjasama
8. Kabupaten Jombang pendanaan
9. Kabupaten Kediri
10. Kabupaten Lamongan
11. Kabupaten Lumajang
12. Kabupaten Madiun
13. Kabupaten Magetan
14. Kabupaten Malang
15. Kabupaten Mojokerto
16. Kabupaten Nganjuk
17. Kabupaten Ngawi
18. Kabupaten Pacitan
19. Kabupaten Pasuruan
20. Kabupaten Ponorogo
21. Kabupaten Probolinggo
22. Kabupaten Sampang
23. Kabupaten Sumenep
24. Kabupaten Sidoarjo
25. Kabupaten Situbondo
26. Kabupaten Trenggalek
27. Kabupaten Tuban
28. Kabupaten Tulungagung
- 143 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
29. Kota Malang
30. Kota Pasuruan
31. Kota Surabaya

1.4.4. Kawasan rawan bencana


kebakaran hutan
 Penetapan zona-zona bahaya 1. kawasan di Gunung Arjuno 5 lokasi APBN, Bappeda Provinsi
dan tingkatannya 2. kawasan di Gunung Kawi APBD Jawa Timur,
3. kawasan di Gunung Welirang Provinsi, BPBD, Dinas
 Pemantapan strategi mitigasi 4. kawasan di Gunung Kelud. investasi Kehutanan, Dinas
bencana 5. kawasan Tahura R.Soeryo swasta, PU Pengairan
dan/atau
kerjasama
pendanaan
1.4.4. Kawasan rawan bencana
angin kencang dan puting
beliung
 Pemantapan strategi mitigasi seluruh kabupaten/kota di Jawa 38 APBN, Bappeda Provinsi
bencana Timur kabupaten/ko APBD Jawa Timur,
ta Provinsi, BPBD, Dinas
investasi Kehutanan, Dinas
swasta, PU Pengairan
dan/atau
kerjasama
- 144 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
pendanaan
1.5 Kawasan Lindung Geologi
1.5.1. Kawasan Rawan Bencana
Alam Geologi
 Penetapan zona-zona bahaya 1. Kawasan rawan letusan - APBN, Bappeda Provinsi
dan tingkatannya gunung api : APBD Jawa Timur,
a) Kawasan sekitar Gunung Provinsi, BPBD, Dinas
Ijen di Kabupaten investasi Kehutanan, Dinas
Bondowoso dan Kabupaten swasta, PU Pengairan
Banyuwangi dan/atau
b) Kawasan sekitar Gunung kerjasama
 Pemantapan strategi mitigasi Semeru di Kabupaten pendanaan
bencana Malang dan Kabupaten
Lumajang
c) Kawasan sekitar Gunung
Bromo di Kabupaten
Malang, Kabupaten
Lumajang, Kabupaten
Probolinggo, dan
Kabupaten Pasuruan
d) Kawasan sekitar Gunung
Lamongan di Kabupaten
Lumajang dan Kabupaten
Probolinggo
e) Kawasan sekitar Gunung
Arjuno-Welirang di
Kabupaten Pasuruan dan
Kabupaten Mojokerto
f) Kawasan sekitar Gunung
- 145 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Kelud di Kabupaten Kediri,
Kabupaten Blitar, dan
Kabupaten Malang
g) Kawasan sekitar Gunung
Raung di Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten
Bondowoso, dan
Kabupaten Jember

2. Kawasan rawan gempa bumi:


a) Kabupaten Banyuwangi
b) Kabupaten Blitar
c) Kabupaten Bondowoso
d) Kabupaten Jember
e) Kabupaten Jombang
f) Kabupaten Kediri
g) Kabupaten Lumajang
h) Kabupaten Madiun
i) Kabupaten Magetan
j) Kabupaten Malang
k) Kabupaten Mojokerto
l) Kabupaten Nganjuk
m) Kabupaten Ngawi
n) Kabupaten Pacitan
o) Kabupaten Pasuruan
p) Kabupaten Ponorogo
- 146 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
q) Kabupaten Probolinggo
r) Kabupaten Situbondo
s) Kabupaten Trenggalek
t) Kabupaten Tulungagung

3. Kawasan rawan tsunami :


a) Kabupaten Banyuwangi
b) Kabupaten Jember
c) Kabupaten Pacitan
d) Kabupaten Trenggalek
e) Kabupaten Malang (bagian
selatan)
f) Kabupaten Blitar (bagian
selatan)
g) Kabupaten Lumajang
h) Kabupaten Tulungagung

4. Kawasan luapan lumpur :


Kabupaten Sidoarjo
1.6 Kawasan Lindung Lainnya
 Penetapan delineasi kawasan 1. Kabupaten Probolinggo 7 Kabupaten APBN, Bappeda Provinsi
lindung lainnya untuk 2. Kabupaten Situbondo APBD Jawa Timur,
perlindungan terumbu karang 3. Kabupaten Banyuwangi Provinsi, Dinas Kelautan
 Perencanaan kawasan hulu 4. Kabupaten Jember investasi dan Perikanan,
supaya jernih dan mengurangi 5. Kabupaten Malang swasta, dan Dinas
sedimentasi akibat pencemaran 6. Kabupaten Pacitan dan/atau Kebudayaan dan
dan perusakan lingkungan 7. Kabupaten Sumenep kerjasama Pariwisata
pendanaan
- 147 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
2 Kawasan Budidaya
2.1 Kawasan Peruntukan Hutan
Produksi
 Penetapan delineasi kawasan 1. Kabupaten Bangkalan 30 APBN, Dinas Kehutanan,
hutan produksi 2. Kabupaten Banyuwangi kabupaten/ko APBD Perhutani
3. Kabupaten Blitar ta Provinsi,
 Pengembangan hutan tanaman 4. Kabupaten Bojonegoro 782.772 Ha investasi
industri, terutama pada kawasan 5. Kabupaten Bondowoso swasta,
hutan non-produktif, termasuk 6. Kabupaten Gresik dan/atau
kemudahan perijinan usaha dan 7. Kabupaten Jember kerjasama
permodalan/pinjaman 8. Kabupaten Jombang pendanaan
9. Kabupaten Kediri
10. Kabupaten Lamongan
11. Kabupaten Lumajang
12. Kabupaten Madiun
13. Kabupaten Magetan
14. Kabupaten Malang
15. Kabupaten Mojokerto
16. Kabupaten Nganjuk
17. Kabupaten Ngawi
18. Kabupaten Pacitan
19. Kabupaten Pamekasan
20. Kabupaten Pasuruan
21. Kabupaten Ponorogo
22. Kabupaten Probolinggo
23. Kabupaten Sampang
24. Kabupaten Situbondo
25. Kabupaten Sumenep
26. Kabupaten Trenggalek
- 148 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
27. Kabupaten Tuban
28. Kabupaten Tulungagung
29. Kota Batu
30. Kota Kediri

2.2. Kawasan Hutan Rakyat


 Identifikasi, deliniasi dan 1. Kabupaten Bangkalan 30 APBN, Dinas Kehutanan
penetapan kawasan hutan rakyat 2. Kabupaten Banyuwangi kabupaten/ko APBD
 Perencanaan pemanfaatan hutan 3. Kabupaten Blitar ta Provinsi,
rakyat dan penetapan peraturan 4. Kabupaten Bojonegoro 612.000 Ha investasi
pemanfaatan hutan rakyat 5. Kabupaten Bondowoso swasta,
6. Kabupaten Gresik dan/atau
7. Kabupaten Jember kerjasama
8. Kabupaten Jombang pendanaan
9. Kabupaten Kediri
10. Kabupaten Lamongan
11. Kabupaten Lumajang
12. Kabupaten Madiun
13. Kabupaten Magetan
14. Kabupaten Malang
15. Kabupaten Mojokerto
16. Kabupaten Nganjuk
17. Kabupaten Ngawi
18. Kabupaten Pacitan
19. Kabupaten Pamekasan
20. Kabupaten Pasuruan
- 149 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
21. Kabupaten Ponorogo
22. Kabupaten Probolinggo
23. Kabupaten Sampang
24. Kabupaten Sidoarjo
25. Kabupaten Situbondo
26. Kabupaten Sumenep
27. Kabupaten Trenggalek
28. Kabupaten Tuban
29. Kabupaten Tulungagung
30. Kota Batu
2.3 Kawasan Peruntukan Pertanian
2.3.1. Kawasan pertanian lahan
basah
 Delineasi dan penetapan lahan 1. Kabupaten Bangkalan 29 kabupaten APBN, Bappeda Provinsi
pertanian pangan berkelanjutan 2. Kabupaten Banyuwangi APBD Jawa Timur dan
3. Kabupaten Blitar Provinsi, Dinas Pertanian
4. Kabupaten Bojonegoro investasi
5. Kabupaten Bondowoso swasta,
 Pengembangan kawasan 6. Kabupaten Gresik dan/atau
pertanian di perdesaaan 7. Kabupaten Jember kerjasama
8. Kabupaten Jombang pendanaan
9. Kabupaten Kediri
10. Kabupaten Lamongan
11. Kabupaten Lumajang
12. Kabupaten Madiun
13. Kabupaten Magetan
14. Kabupaten Malang
15. Kabupaten Mojokerto
16. Kabupaten Nganjuk
- 150 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
17. Kabupaten Ngawi
18. Kabupaten Pacitan
19. Kabupaten Pamekasan
20. Kabupaten Pasuruan
21. Kabupaten Ponorogo
22. Kabupaten Probolinggo
23. Kabupaten Sampang
24. Kabupaten Sidoarjo
25. Kabupaten Situbondo
26. Kabupaten Sumenep
27. Kabupaten Trenggalek
28. Kabupaten Tuban
29. Kabupaten Tulungagung
2.3.2. Kawasan pertanian lahan
kering
 Pengembangan kawasan Daerah-daerah yang belum 849.033 Ha APBN, Bappeda Provinsi
pertanian lahan kering terlayani jaringan irigasi di APBD Jawa Timur,
seluruh wilayah kabupaten/kota Provinsi, Dinas Pertanian
di Jawa Timur. investasi dan Dinas
swasta, Perkebunan
dan/atau
kerjasama
pendanaan
2.3.3. Kawasan pertanian
hortikultura
 Pengembangan kawasan  sentra penghasil sayur : di - APBN, Bappeda Provinsi
pertanian holtikultura kawasan pertanian lahan APBD Jawa Timur,
basah dan lahan kering di Provinsi, Dinas Pertanian
seluruh kabupaten/kota investasi dan Dinas
- 151 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
swasta, Perkebunan
 Sentra penghasil bunga : dan/atau
1. Kabupaten Gresik kerjasama
2. Kabupaten Magetan pendanaan
3. Kabupaten Malang
4. Kabupaten Mojokerto
5. Kabupaten Pasuruan
6. Kota Batu

 Sentra penghasil buah :


a. Komoditas pisang:
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jember
4) Kabupaten Lumajang
5) Kabupaten Magetan
6) Kabupaten Malang
7) Kabupaten Pacitan
8) Kabupaten Trenggalek
9) Kabupaten Tulungagung
b. Komoditas jeruk:
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Jember
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun
5) Kabupaten Magetan
6) Kabupaten Malang
7) Kabupaten Pacitan
8) Kabupaten Pamekasan
- 152 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
9) Kabupaten Tuban
10) Kota Batu
c. Komoditas rambutan:
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jember
d. Komoditas mangga:
1) Kabupaten Bondowoso
2) Kabupaten Gresik
3) Kabupaten Kediri
4) Kabupaten Magetan
5) Kabupaten Nganjuk
6) Kabupaten Pasuruan
7) Kabupaten Probolinggo
8) Kabupaten Situbondo
e. Komoditas apel:
1) Kabupaten Malang
2) Kabupaten Pasuruan
3) Kota Batu
f. Komoditas jambu air :
1) Kabupaten Jombang
2) Kabupaten Tuban
3) Kepulauan Madura
g. Komoditas blimbing :
1) Kabupaten Blitar
2) Kabupaten Tuban
3) Kota Blitar
h. Komoditas salak:
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Bojonegoro
- 153 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
3) Kabupaten Lumajang
4) Kabupaten Malang
5) Kabupaten Mojokerto
6) Kabupaten Pasuruan
i. Komoditas alpukat:
1) Kabupaten Lumajang
j. Komoditas durian:
1) Kabupaten Bondowoso
2) Kabupaten Jember
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun
5) Kabupaten Malang
6) Kabupaten Pasuruan
7) kabupaten Trenggalek
k. Komoditas manggis:
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jember
4) Kabupaten Ponorogo
5) Kabupaten Probolinggo
6) kabupaten Trenggalek

 sentra penghasil biofarmaka:


1) Kabupaten Pacitan
2) Kabupaten Ponorogo
3) Kabupaten Probolinggo
4) Kabupaten Trenggalek
- 154 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
2.4. Kawasan Peruntukkan
Perkebunan
 Pengembangan kawasan 1. Tanaman semusim 34 kabupaten APBN, Bappeda Provinsi
perkebunan pendukung kawasan  Tembakau 398.036 Ha APBD Jawa Timur,
strategis agropolitan 1) Kabupaten Bangkalan Provinsi, Dinas Pertanian
2) Kabupaten Bojonegoro investasi dan Dinas
3) Kabupaten Bondowoso swasta, Perkebunan
4) Kabupaten Jember dan/atau
5) Kabupaten Jombang kerjasama
6) Kabupaten Lamongan pendanaan
7) Kabupaten Pamekasan
8) Kabupaten Probolinggo
9) Kabupaten Sampang
10) Kabupaten Situbondo
11) Kabupaten Sumenep

 Tebu
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Bojonegoro
4) Kabupaten Bondowoso
5) Kabupaten Gresik
6) Kabupaten Jember
7) Kabupaten Jombang
8) Kabupaten Kediri
9) Kabupaten Lamongan
10) Kabupaten Lumajang
11) Kabupaten Madiun
12) Kabupaten Magetan
- 155 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
13) Kabupaten Malang
14) Kabupaten Mojokerto
15) Kabupaten Ngawi
16) Kabupaten Probolinggo
17) Kabupaten Sampang
18) Kabupaten Sidoarjo
19) Kabupaten Situbondo
20) Kabupaten Tuban
21) Kabupaten
Tulungagung
2. Tanaman tahunan
 Kapas
1) Kabupaten Lamongan
2) Kabupaten Mojokerto
3) Kabupaten Pasuruan
4) Kabupaten Ponorogo

 Jambu mete
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Ngawi
3) Kabupaten Pamekasan
4) Kabupaten Ponorogo
5) Kabupaten Sampang
6) Kabupaten Sumenep
7) Kabupaten Tuban

 Kopi
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
- 156 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
3) Kabupaten Bondowoso
4) Kabupaten Jember
5) Kabupaten Kediri
6) Kabupaten Lumajang
7) Kabupaten Magetan
8) Kabupaten Malang
9) Kabupaten Pacitan
10) Kabupaten Pasuruan
11) Kabupaten Probolinggo
12) Kabupaten Situbondo.

 Cengkeh
1) Kabupaten Jombang
2) Kabupaten Nganjuk
3) Kabupaten Ponorogo
4) Kabupaten Trenggalek

 Teh
1) Kabupaten Malang
2) Kabupaten Mojokerto
3) Kabupaten Ngawi
4) Kabupaten Pasuruan
5) Kota Batu

 Karet
1) Kabupaten
Banyuwangi
2) Kabupaten Bondowoso
3) Kabupaten Jember
- 157 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5

 Kakao
1) Kabupaten
Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun
5) Kabupaten Malang
6) Kabupaten Nganjuk
7) Kabupaten Ngawi
8) Kabupaten Pacitan
9) Kabupaten Ponorogo
10) Kabupaten Trenggalek
 Panili
1) Kabupaten Jombang
2) Kabupaten Malang
3) Kota Batu.

 Kelapa
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Banyuwangi
3) Kabupaten Blitar
4) Kabupaten Bojonegoro
5) Kabupaten Gresik
6) Kabupaten Jember
7) Kabupaten Kediri
8) Kabupaten Lumajang
9) Kabupaten Madiun
10) Kabupaten Malang
- 158 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
11) Kabupaten Nganjuk
12) Kabupaten Ngawi
13) Kabupaten Pacitan
14) Kabupaten Pamekasan
15) Kabupaten Ponorogo
16) Kabupaten Sidoarjo
17) Kabupaten Situbondo
18) Kabupaten Sumenep
19) Kabupaten Trenggalek
20) Kabupaten Tuban
21) Kabupaten
Tulungagung

 Nilam
1) Kabupaten Blitar
2) Kabupaten Malang
3) Kabupaten Nganjuk

2.5. Kawasan Peruntukkan


Peternakan
 Pengembangan sentra  Sentra peternakan ternak 3 sentra APBN, Bappeda Provinsi
peternakan pendukung besar: peternakan di APBD Jawa Timur dan
agropolitan. a. Kawasan sentra ternak 38 Provinsi, Dinas Peternakan
besar : kabupaten/ investasi
1. Kabupaten Bangkalan kota swasta,
2. Kabupaten Banyuwangi dan/atau
3. Kabupaten Blitar kerjasama
4. Kabupaten Bojonegoro pendanaan
5. Kabupaten Bondowoso
- 159 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
6. Kabupaten Jember
7. Kabupaten Jombang
8. Kabupaten Kediri
9. Kabupaten Lamongan
10. Kabupaten Lumajang
11. Kabupaten Magetan
12. Kabupaten Malang
13. Kabupaten Mojokerto
14. Kabupaten Nganjuk
15. Kabupaten Ngawi
16. Kabupaten Pacitan
17. Kabupaten Pamekasan
18. Kabupaten Pasuruan
19. Kabupaten Ponorogo
20. Kabupaten Probolinggo
21. Kabupaten Sampang
22. Kabupaten Situbondo
23. Kabupaten Sumenep
24. Kabupaten Trenggalek
25. Kabupaten Tuban
26. Kabupaten
Tulungagung

b. Pengembangan Sapi
Madura sebagai genetik
ternak asli :
1. Kabupaten Bangkalan
2. Kabupaten Pamekasan
3. Kabupaten Sampang
4. Kabupaten Sumenep
- 160 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5

 Sentra peternakan ternak


kecil: di seluruh Kabupaten

 Sentra peternakan unggas:


1. Kabupaten Blitar
2. Kabupaten Jombang
3. Kabupaten Kediri
4. Kabupaten Mojokerto
5. Kabupaten Pasuruan
6. Kabupaten Sidoarjo
7. Kabupaten Tulungagung
2.6. Kawasan Peruntukkan
Perikanan
 Pengembangan perikanan 1. Pengembangan Komoditi - APBN, Bappeda, Dinas
tangkap Utama Perikanan : APBD Kelautan dan
a. Tamperan di Kabupaten Provinsi, Perikanan
Pacitan investasi
b. Prigi di Kabupaten swasta,
Trenggalek dan/atau
c. Sendangbiru di Kabupaten kerjasama
Malang pendanaan
d. Puger di Kabupaten
Jember
e. Ujungpangkah di
Kabupaten Gresik
f. Brondong di Kabupaten
Lamongan
g. Pondokmimbo di
- 161 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Kabupaten Situbondo
h. Bulu di Kabupaten Tuban
i. Pasongsongan di
Kabupaten Sumenep

2. Pengembangan Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) :
a. Prigi di Kabupaten
Trenggalek
b. Brondong di Kabupaten
Lamongan

3. Pengembangan Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP):
a. Muncar di Kabupaten
Banyuwangi
b. Puger di Kabupaten
Jember
c. Pondokdadap di Kabupaten
Malang
d. Mayangan di Kota
Probolinggo
e. Paiton di Kabupaten
Probolinggo
f. Lekok di Kabupaten
Pasuruan
g. Tamperan di Kabupaten
Pacitan
h. Bawean di Kabupaten
Gresik
- 162 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5

4. Pengembangan Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) :
a. Pancer di Kabupaten
Banyuwangi
b. Bulu di Kabupaten Tuban
c. Pasongsongan di
Kabupaten Sumenep

2.6.2Pengembangan kawasan
perikanan budidaya
 Pengembangan sentra perikanan 1. Pengembangan kawasan - APBN, Bappeda, Dinas
dan minapolitan perikanan budi daya air APBD Kelautan dan
payau berupa komoditas Provinsi, Perikanan
perikanan: investasi
a. Kabupaten Bangkalan swasta,
b. Kabupaten Banyuwangi dan/atau
c. Kabupaten Blitar kerjasama
d. Kabupaten Gresik pendanaan
e. Kabupaten Jember
f. Kabupaten Lamongan
g. Kabupaten Lumajang
h. Kabupaten Malang
i. Kabupaten Pacitan
j. Kabupaten Pamekasan
k. Kabupaten Pasuruan
l. Kabupaten Probolinggo
m.Kabupaten Sampang
n. Kabupaten Sidoarjo
- 163 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
o. Kabupaten Situbondo
p. Kabupaten Sumenep
q. Kabupaten Trenggalek
r. Kabupaten Tuban
s. Kabupaten Tulungagung
t. Kota Pasuruan
u. Kota Probolinggo
v. Kota Surabaya

2. Pengembangan kawasan
perikanan budi daya air
tawar:
A. ikan konsumsi di seluruh
wilayah kabupaten/kota
B. Ikan hias:
a. Kabupaten Blitar
b. Kabupaten Kediri
c. Kabupaten
Tulungagung
d. Kota Kediri

3. Pengembangan kawasan
perikanan budi daya air laut:
a. Kabupaten Bangkalan
b. Kabupaten Banyuwangi
c. Kabupaten Blitar
d. Kabupaten Gresik
e. Kabupaten Jember
f. Kabupaten Lamongan
g. Kabupaten Lumajang
- 164 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
h. Kabupaten Malang
i. Kabupaten Pacitan
j. Kabupaten Pamekasan
k. Kabupaten Pasuruan
l. Kabupaten Probolinggo
m.Kabupaten Sampang
n. Kabupaten Situbondo
o. Kabupaten Sumenep
p. Kabupaten Trenggalek
q. Kabupaten Tuban
r. Kabupaten Tulungagung

4. Pengolahan dan pemasaran


hasil perikanan:
a. Kabupaten Banyuwangi
b. Kabupaten Blitar
c. Kabupaten Gresik
d. Kabupaten Lamongan
e. Kabupaten Malang
f. Kabupaten Pacitan
g. Kabupaten Pasuruan
h. Kabupaten Sidoarjo
i. Kabupaten Sumenep
j. Kabupaten Trenggalek
k. Kabupaten Tuban
l. Kota Probolinggo
- 165 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
2.7. Kawasan peruntukkan
pertambangan
2.7.1. Kawasan Pertambangan
Mineral
 Pengembangan kawasan 1. Pertambangan mineral logam: _ APBN, Bappeda, Dinas
pertambangan mineral a. Kabupaten Banyuwangi APBD ESDM
berdasarkan potensi bahan b. Kabupaten Blitar Provinsi,
galian, kondisi geologi dan c. Kabupaten Jember investasi
geohidrologi dengan prinsip d. Kabupaten Lumajang swasta,
kelestarian lingkungan e. Kabupaten Malang dan/atau
kerjasama
f. Kabupaten Pacitan
 Penetapan wilayah prioritas pendanaan
g. Kabupaten Trenggalek
rehabilitasi pertambangan
h. Kabupaten Tulungagung

2. Pertambangan mineral bukan


logam : di seluruh wilayah
kabupaten di Jawa Timur

3. Pertambangan batuan : di
seluruh wilayah kabupaten di
Jawa Timur
2.7.2. Kawasan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi
 Pengembangan kawasan 1. Kabupaten Bangkalan 18 kabupaten APBN, Bappeda, Dinas
pertambangan minyak dan gas 2. Kabupaten Bojonegoro APBD ESDM
bumi 3. Kabupaten Gresik Provinsi,
4. Kabupaten Jombang investasi
5. Kabupaten Lamongan swasta,
- 166 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
6. Kabupaten Mojokerto dan/atau
7. Kabupaten Nganjuk kerjasama
8. Kabupaten Pamekasan pendanaan
9. Kabupaten Sampang
10. Kabupaten Sidoarjo
11. Kabupaten Sumenep
12. Kabupaten Tuban
13. Kota Surabaya
 Pengembangan pemanfaatan dan Di seluruh area pertambangan
konservasi air bawah tanah
2.7.3. Kawasan Potensi Daerah
Panas Bumi
 pengembangan kawasan 1. Argopuro di Kabupaten 10 lokasi APBN, Bappeda, Dinas
pertambangan dilakukan dengan Bondowoso, Kabupaten APBD ESDM
mempertimbangkan potensi Probolinggo, dan Kabupaten Provinsi,
bahan galian, kondisi geologi dan Situbondo investasi
geohidrologi dalam kaitannya 2. Belawan-Ijen di Kabupaten swasta,
dengan kelestarian lingkungan Banyuwangi, Kabupaten dan/atau
Bondowoso, dan Kabupaten kerjasama
Situbondo pendanaan
3. Cangar dan Songgoriti di
Kabupaten Malang dan Kota
Batu
4. Gunung Arjuno-Welirang di
Kabupaten Malang,
Kabupaten Mojokerto, dan
Kabupaten Pasuruan
5. Gunung Lawu di Kabupaten
Magetan
- 167 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
6. Gunung Pandan di
Kabupaten Bojonegoro,
Kabupaten Madiun, dan
Kabupaten Nganjuk
7. Melati dan Arjosari di
Kabupaten Pacitan
8. Telaga Ngebel di Kabupaten
Madiun dan Kabupaten
Ponorogo
9. Tiris (Gunung) Lamongan di
Kabupaten Lumajang dan
Kabupaten Probolinggo
10. Tirtosari di Kabupaten
Sumenep
- 168 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
2.8. Kawasan peruntukkan industri

2.8.1. Kawasan industri


 Perencanaan kawasan industri 1. Kabupaten Bangkalan 13 APBN, Bappeda, Dinas
2. Kabupaten Banyuwwangi kabupaten/ko APBD Perindustrian dan
3. Kabupaten Gresik ta Provinsi, Perdagangan
4. Kabupaten Jombang investasi
5. Kabupaten Lamongan swasta,
6. Kabupaten Malang dan/atau
7. Kabupaten Mojokerto kerjasama
8. Kabupaten Pasuruan pendanaan
9. Kabupaten Probolinggo
10. Kabupaten Sidoarjo
11. Kabupaten Tuban
12. Kota Surabaya
13. Kota Madiun
2.8.2. Kawasan Peruntukan
Industri di luar Kawasan
Industri
 Delineasi dan penetapan 1. Kabupaten Bangkalan 19 APBN, Bappeda, Dinas
kawasan peruntukkan 2. Kabupaten Bojonegoro Kabupaten/Ko APBD Perindustrian dan
industri 3. Kabupaten Gresik ta Provinsi, Perdagangan
4. Kabupaten Jember investasi
5. Kabupaten Jombang swasta,
6. Kabupaten Lamongan dan/atau
7. Kabupaten Madiun kerjasama
 Perencanaan kawasan 8. Kabupaten Malang pendanaan
peruntukkan industri 9. Kabupaten Mojokerto
- 169 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
10. Kabupaten Nganjuk
11. Kabupaten Ngawi
12. Kabupaten Pasuruan
13. Kabupaten Probolinggo
14. Kabupaten Sidoarjo
15. Kabupaten Situbondo
16. Kabupaten Tuban
17. Kota Kediri
18. Kota Madiun
19. Kota Surabaya
2.8.3. Sentra Industri
 Perencanaan dan di seluruh kabupaten/kota di 38 APBN, Bappeda, Dinas
pengembangan sentra industri Jawa Timur kabupaten/ko APBD Perindustrian dan
ta Provinsi, Perdagangan
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

2.9. Kawasan Peruntukkan Wisata

 Perintisan pengembangan 1. Jalur Pengembangan Koridor 4 Koridor APBN, Bapedda, Dinas


jejaring destinasi pariwisata A: pariwisata APBD Kebudayaan dan
unggulan (lead destination) a. Api Abadi di Kabupaten Provinsi, Pariwisata
dalam bentuk koridor Pamekasan investasi
pariwisata b. Asta Yusuf, Asta Tinggi, swasta,
Keraton, Museum, Pantai dan/atau
- 170 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Lombang, dan Pantai kerjasama
Slopeng di Kabupaten pendanaan
Sumenep
c. Gua Akbar, Makam Bekti
Harjo, Makam Ibrahim
Asmorokondi, dan Makam
Sunan Bonang di
Kabupaten Tuban
d. Gua Maharani, Makam
Sunan Drajat, Pantai
Tanjung Kodok, Waduk
Gondang, dan Wisata
Bahari Lamongan (WBL) di
Kabupaten Lamongan
e. Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu (KKJS), Kebun
Binatang Surabaya, dan
Makam Sunan Ampel, di
Kota Surabaya
f. Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu (KKJS), Makam
Aer Mata Ebu, dan Pantai
Rongkang, di Kabupaten
Bangkalan
g. Makam Sunan Giri, Makam
Maulana Malik, dan
Fatimah Binti Maemum di
Kabupaten Gresik
h. Makam Ratu Ebu di
Kabupaten Sampang
- 171 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5

2. Jalur Pengembangan Koridor


B:
a. Air Terjun Dlundung,
Candi Tikus, dan Kolam
Renang Ubalan di
Kabupaten Mojokerto
b. Air Terjun Sedudo dan
Pemandian Sumber Karya
di Kabupaten Nganjuk
c. Bendungan Widas dan
Taman Umbul di
Kabupaten Madiun
d. Hutan Surya, Pemandian
Talun, dan Waduk Pondok
di Kabupaten Ngawi
e. Sumber Boto dan Tirta
Wisata di Kabupaten
Jombang
f. Taman Kosala Tirta,
Taman Manunggal, Telaga
Sarangan, dan Tirtosari di
Kabupaten Magetan
g. Kota Surabaya

3. Jalur Pengembangan Koridor


C:
a. Banyuanget, Gua Gong,
Gua Tabuhan, dan Pantai
Teleng Ria di Kabupaten
- 172 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Pacitan
b. Candi Penampihan dan
Pantai Popoh di Kabupaten
Tulungagung
c. Candi Penataran di
Kabupaten Blitar
d. Coban Glotak, Pantai
Balekambang, Pantai
Ngliyep, Taman
Sengkaling, dan Waduk
Selorejo di Kabupaten
Malang
e. Gereja Poh Sarang,
Petilasan Jayabaya, dan
Ubalan Kalasan di
Kabupaten Kediri
f. Guo Lowo, Pantai
Karanggongso, Pantai
Prigi, dan Tirta Jualita di
Kabupaten Trenggalek
g. Makam Batoro Katong,
Telaga Ngebel, dan Tirto
Manggolo di Kabupaten
Ponorogo
h. Makam Proklamator Bung
Karno di Kota Blitar
i. Kota Malang

4. Jalur Pengembangan Koridor


D:
- 173 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
a. Arak-Arak, Bukit
Bededung, dan Pantai
Pasir Putih di Kabupaten
Situbondo
b. Bromo-Ngadisan, Candi
Jabung Tirto, dan Pantai
Bentar di Kabupaten
Probolinggo
c. Grajagan, Kawah Ijen,
Pantai Plengkung, Pantai
Sukamade, dan Taman
Suruh di Kabupaten
Banyuwangi
d. Gunung Bromo, Kakek
Bodo, Kebun Raya
Purwodadi, Pemandian
Banyubiru, dan Taman
Safari di Kabupaten
Pasuruan
e. Hutan Bambu, Pantai
Watu Godeg, Pura Mandara
Giri Semeru Agung, Ranu
Bedali, Ranu Klakah, dan
Ranu Pane di Kabupaten
Lumajang
f. Pantai Watu Ulo,
Pemandian Blambangan,
Pemandian Kebon Agung,
dan Pemandian Petemon di
- 174 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Kabupaten Jember

2.10. Kawasan Peruntukkan


Permukiman
 Relokasi pemukiman yang seluruh kabupaten/kota 38 APBN, Bappeda, Dinas
terkena dan/atau rawan bencana kabupaten/ko APBD PU Cipta Karya
alam ta Provinsi,
 Pengembangan rusun di Kawasan Gerbangkertosusila 14 investasi
kawasan perkotaan Kawasan perkotaan lain kabupaten/ko swasta,
ta dan/atau
kerjasama
pendanaan

2.11. Kawasan andalan


 Identifikasi basis data potensi  Kawasan andalan darat : 10 kawasan APBN,APBD Bappeda Provinsi
sumber daya lingkungan 1. Kawasan Gresik, andalan di Provinsi dan Jawa Timur
(unggulan) dan masyarakat Bangkalan, Mojokerto, Jawa Timur swasta
dalam mendukung Surabaya, Sidoarjo,
pengembangan kawasan andalan Lamongan
2. Kawasan Malang dan
sekitarnya
3. Kawasan Probolinggo-
Pasuruan, Lumajang
4. Kawasan Tuban-
Bojonegoro
5. Kawasan Kediri-
Tulungagung-Blitar
6. Kawasan Situbondo-
Bondowoso-Jember
- 175 -

Waktu
Pelaksanaan
Sumber Instansi PJM I
No. Program Utama Lokasi Besaran
Dana Pelaksana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
7. Kawasan Madiun dan
sekitarnya
8. Kawasan Banyuwangi dan
sekitarnya
9. Kawasan Madura dan
Kepulauan

 Kawasan andalan laut :


Kawasan Andalan Laut Madura
dan sekitarnya
3. Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
 Pengembangan kota-kota pesisir Seluruh kawasan pesisir dan APBN, Dinas Kelautan
di Kepulauan Provinsi Jawa pulau-pulau kecil di Provinsi APBD dan Perikanan
Timur Jawa Timur Provinsi,
 Peningkatan konservasi kawasan investasi
pesisir dan pulau-pulau kecil swasta,
yang menjadi fungsi dan/atau
perlindungan, baik perlindungan kerjasama
bagi kawasan bawahannya, pendanaan
kawasan perlindungan setempat,
maupun cagar alam
 Pengoptimalan pengembangan
kawasan pesisir dan pulau-pulau
kecil
- 176 -

Waktu
No. Pelaksanaan
Sumber PJM I
Program Utama Lokasi Besaran Instansi Pelaksana
Dana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
C. Perwujudan Kawasan Strategis
Provinsi
1 Kawasan Strategis dari Sudut
Kepentingan Ekonomi
1.1. High Tech Industrial Park (HTIP)
 Perencanaan dan pengembangan 1. Surabaya Industrial Estate 2 APBN, Dept. PU, Bapeda
zonasi di kawasan high tech Rungkut (SIER) di Kota kabupaten/ APBD Provinsi dan
industrial park berupa : zona Surabaya kota Provinsi dan Kab/Kota, Dinas
pengembangan industri utama, 2. Brebek di Kabupaten Kab/Kota, PU Cipta Karya dan
zona pengembangan research, zona Sidoarjo Investasi Tata Ruang Provinsi
pendidikan tinggi, zona Swasta, dan Kab/Kota, Dinas
multimedia. dan/atau Bina Marga Provinsi
Kerjasama dan Kab/Kota,
Pendanaan Dinas Perindustrian
dan Perdagangan
Provinsi dan
Kab/Kota, Bapepam
1.2. Kawasan Ekonomi Unggulan
(KEU)
 Perencanaan dan Pengembangan 1. LIS (Lamongan Integrated 4 lokasi APBN, Dept. PU, Bapeda
zonasi di Kawasan Ekonomi Shorebase) dan sekitarnya di APBD Provinsi dan
Unggulan (KEU) berupa zona Kabupaten Lamongan Provinsi dan Kab/Kota, Dinas
pengembangan pelabuhan utama, 2. Pelabuhan Tanjung Kab/Kota, PU Cipta Karya
zona pengembangan logistik dan Bulupandan dan sekitarnya Investasi Provinsi dan
perdagangan, zona industri di Kabupaten Bangkalan Swasta, Kab/Kota, Dinas
pengolahan. 3. Pelabuhan Sendang Biru dan/atau Bina Marga Provinsi
dan sekitarnya di Kabupaten Kerjasama dan Kab/Kota,
Malang Pendanaan Dinas Perindustrian
- 177 -

Waktu
No. Pelaksanaan
Sumber PJM I
Program Utama Lokasi Besaran Instansi Pelaksana
Dana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
4. Pelabuhan Teluk Lamong dan Perdagangan
dan sekitarnya di Kota Provinsi dan
Surabaya dan Kabupaten Kab/Kota, Bapepam
Gresik

 Perencanaan dan pengembangan Industri Perhiasan Gemopolis 1 APBN, Dept. PU, Bapeda
zonasi Kawasan Ekonomi di Kabupaten Sidoarjo kabupaten APBD Provinsi dan
Unggulan (KEU) berupa zona inti Provinsi dan Kab/Kota, Dinas PU
produksi, zona koleksi, zona outlet, Kab/Kota, Cipta Karya Provinsi
zona pelayanan, zona penyangga, Investasi dan Kab/Kota, Dinas
dan zona terpengaruh. Swasta, Bina Marga Provinsi
dan/atau dan Kab/Kota,
Kerjasama Dinas Perindustrian
Pendanaan dan Perdagangan
Provinsi dan
Kab/Kota, Dinas
ESDM Provinsi dan
Kab/Kota Bapepam,
Koperasi dan UMKM

1.3. Kawasan Agropolitan Regional


 Perencanaan dan pengembangan 1. Sistem Agropolitan Wilis : 4 Klaster APBN, Dept. PU, Bapeda
zonasi di kawasan agropolitan Kabupaten Madiun, APBD Provinsi dan
berupa zona pusat produksi, zona Kabupaten Magetan, Provinsi dan Kab/Kota, Dinas PU
pusat industri pengolahan, zona Kabupaten Ngawi, Kab/Kota, Cipta Karya Provinsi
pusat koleksi dan distribusi Kabupaten Pacitan, Investasi dan Kab/Kota, Dinas
Kabupaten Ponorogo, dan Swasta, Bina Marga Provinsi
Kota Madiun dan/atau dan Kab/Kota, Dinas
2. Sistem Agropolitan Bromo – Kerjasama Pertanian Provinsi
- 178 -

Waktu
No. Pelaksanaan
Sumber PJM I
Program Utama Lokasi Besaran Instansi Pelaksana
Dana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Tengger – Semeru (BTS) : Pendanaan dan Kab/Kota, Dinas
Kabupaten Lumajang, Perkebunan Provinsi
Kabupaten Malang, dan Kab/Kota, Dinas
Kabupaten Pasuruan, Dinas Perindustrian
Kabupaten Probolinggo, dan dan Perdagangan
Kabupaten Sidoarjo Provinsi dan
3. Sistem Agropolitan Ijen : Kab/Kota, Bapepam,
Kabupaten Banyuwangi, Koperasi dan UMKM,
Kabupaten Bondowoso, BRI dan
Kabupaten Jember, dan Perbankan/Perkredit
Kabupaten Situbondo an.
4. Sistem Agropolitan
Kepulauan Madura:
Kabupaten Bangkalan,
Kabupaten Pamekasan,
Kabupaten Sampang, dan
Kabupaten Sumenep
1.4. Kawasan Agroindustri
 Perencanaan dan pengembangan Kabupaten Gresik dan 2 APBN, Dept. PU, Bapeda
zonasi di kawasan agroindustri Kabupaten Lamongan kabupaten APBD Provinsi dan
Gelang (Gresik dan Lamongan) Provinsi dan Kab/Kota, Dinas PU
Utara Kab/Kota, Cipta Karya Provinsi
Investasi dan Kab/Kota, Dinas
Swasta, Bina Marga Provinsi
dan/atau dan Kab/Kota, Dinas
Kerjasama Dinas Perindustrian
Pendanaan dan Perdagangan
Provinsi dan
Kab/Kota, Bapepam,
- 179 -

Waktu
No. Pelaksanaan
Sumber PJM I
Program Utama Lokasi Besaran Instansi Pelaksana
Dana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
BRI dan Perbankan
1.5. Kawasan Koridor Metropolitan
 Perencanaan dan pengembangan Kawasan Kaki Jembatan 7 kab/kota APBN, Dept. PU, Bapeda
zonasi di kawasan koridor Suramadu di Kabupaten APBD Provinsi dan
metropolitan, berupa zona pusat Bangkalan, Kawasan Kaki Provinsi dan Kab/Kota, Dinas
pertumbuhan, zona penyangga, Jembatan Suramadu di Kota Kab/Kota, PU Cipta Karya
dan zona wilayah pelayanan. Surabaya, kawasan pusat Investasi Provinsi dan
bisnis Surabaya, kawasan Swasta, Kab/Kota, Dinas
industri berteknologi tinggi di dan/atau Bina Marga Provinsi
Kota Surabaya dan Kabupaten Kerjasama dan Kab/Kota,
Sidoarjo, Kawasan Industri Pendanaan Dinas Perindustrian
Gempol di Kabupaten dan Perdagangan
Pasuruan, Kawasan Komersial Provinsi dan
Lawang di Kabupaten Malang Kab/Kota, Bapepam
dan perkotaan Malang,
kawasan pusat bisnis Kota
Malang, pusat-pusat pariwisata
di Kota Batu
1.6. Kawasan Perbatasan
antarkabupaten/kota
 pengembangan dan penguatan  Gerbangkertosusila (GKS) 2 klaster APBN, Bapeda Provinsi dan
sinergitas kerjasama regional  segitiga emas pertumbuhan APBD Kab/Kota, Dinas
kawasan perbatasan Tuban-Lamongan- Provinsi dan Bina Marga Provinsi
antarkabupaten/kota Bojonegoro Kab/Kota, dan Kab/Kota, Dinas
 peningkatan akselerasi, koordinasi, Investasi Kebudayaan dan
dan sinkronisasi program di Swasta, Pariwisata Provinsi
wilayah yang berbatasan dan/atau dan Kab/Kota
 pengembangan dan peningkatan Kerjasama
penelusuran aspek-aspek yang Pendanaan
- 180 -

Waktu
No. Pelaksanaan
Sumber PJM I
Program Utama Lokasi Besaran Instansi Pelaksana
Dana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
dapat dikerjasamakan
1.7. Kawasan tertinggal
 Fasilitasi perintisan desa-desa tertinggal yang - APBN, Dept. PU, Dept. PDT
pengembangan potensi-potensi tersebar di Kabupaten APBD Dinas PU Cipta
sumber daya, lingkungan dan Bangkalan, Kabupaten Provinsi dan Karya dan Tata
masyarakat dalam mendukung Bondowoso, Kabupaten Kab/Kota, Ruang Provinsi dan
pengembangan kawasan Pamekasan, Kabupaten Investasi Kab/Kota, Dinas
tertinggal Sampang, dan Kabupaten Swasta, PDT Provinsi dan
 Pengembangan dan/atau Situbondo dan/atau Kab/Kota, Bapeda
peningkatan sistem jaringan Kerjasama Provinsi dan
transportasi penghubung (darat- Pendanaan Kab/Kota
laut-udara)
 peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM)
 pengembangan dan peningkatan
penelusuruan potensi kawasan
atau sub sektor strategis yang
dapat dikembangkan
 Peningkatan tanggungjawab sosial
perusahaan (Corporate Social
Responsibility) untuk mendorong
tumbuhnya usaha masyarakat
(termasuk UMKM)

2. Kawasan strategis dari sudut


kepentingan sosial dan budaya
 Penataan kawasan dengan optimasi  Mojopahit Park di 2 lokasi (5 APBN, Dept. PU, Dept.
nilai pengalaman budaya dan Kabupaten Mojokerto kabupaten) APBD Kebudayaan dan
penonjolan nilai sejarah Provinsi dan Pariwisata, Dinas PU
- 181 -

Waktu
No. Pelaksanaan
Sumber PJM I
Program Utama Lokasi Besaran Instansi Pelaksana
Dana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
 Pelestarian dan aktualisasi aset dan  Bromo-Tengger-Semeru Kab/Kota, Cipta Karya Provinsi
adat budaya daerah beserta pemukiman adat Investasi dan Kab/Kota,
 Penyusunan zoning regulation suku Tengger di Kabupaten Swasta, Bapeda Provinsi dan
kawasan Lumajang, Kabupaten dan/atau Kab/Kota, Dinas
 Membangun kemitraan pengelolaan Malang, Kabupaten Kerjasama Kebudayaan dan
kebudayaan antardaerah Pasuruan, dan Kabupaten Pendanaan Pariwisata Provinsi
Probolinggo dan Kab/Kota

3 Kawasan strategis dari sudut


kepentingan SDA dan/atau teknologi
tinggi
 Pengembangan dan optimasi energi  Argopuro di Kabupaten 6 klaster APBN, Dept. PU, Dept.
panas bumi Bondowoso, Kabupaten APBD ESDM, Dinas PU
Jember, Kabupaten Provinsi dan Cipta Karya dan Tata
Probolinggo, dan Kab/Kota, Ruang Provinsi dan
Kabupaten Situbondo Investasi Kab/Kota, Bapeda
 Belawan - Ijen di Swasta, Provinsi dan
Kabupaten Banyuwangi, dan/atau Kab/Kota, Dinas
Kabupaten Bondowoso, Kerjasama ESDM Provinsi dan
dan Kabupaten Situbondo Pendanaan Kab/Kota, PLN,
 Cangar di Kabupaten Pertamina
Malang
 Gunung Arjuno Welirang di
Kabupaten Malang,
Kabupaten Mojokerto, dan
Kabupaten Pasuruan
 Ngebel – Wilis di
Kabupaten Madiun dan
- 182 -

Waktu
No. Pelaksanaan
Sumber PJM I
Program Utama Lokasi Besaran Instansi Pelaksana
Dana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Kabupaten Ponorogo
 Tiris (Gunung) Lamongan
di Kabupaten Lumajang
dan Kabupaten Probolinggo
 Pengembangan dan pengendalian 1. Lekok di Kabupaten 5 lokasi (5
kawasan pembangkit PLTG, PLTU, Pasuruan kabupaten)
dan PLTD 2. Ngadirojo di Kabupaten
Pacitan
3. Paiton di Kabupaten
Probolinggo
4. Singosari di Kabupaten
Gresik
5. Tanjung Awar-awar di
Kabupaten Tuban

 Pengembangan dan pengendalian 1. Bangkalan dan sekitarnya 6 klaster


kawasan pertambangan minyak dan 2. Bojonegoro dan sekitarnya
gas bumi 3. Gresik dan sekitarnya
 Pengembangan program kegiatan 4. Sidoarjo dan sekitarnya
ekonomi penunjang atau turunan 5. Sumenep dan sekitarnya
dari kegiatan ekonomi utama di 6. Tuban dan sekitarnya
kawasan SDA/teknologi tinggi
 Pengembangan perencananaan
peraturan zonasi kawasan
- 183 -

Waktu
No. Pelaksanaan
Sumber PJM I
Program Utama Lokasi Besaran Instansi Pelaksana
Dana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
4. Kawasan strategis dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan
 Pengembangan daya dukung dan  WS Bengawan Solo 2 WS APBN, Dept. PU, Dept.
daya tampung lingkungan di kawasan  WS Brantas APBD Kehutanan, Dept.
perlindungan ekosistem dan Provinsi dan Kelautan dan
lingkungan hidup. Kab/Kota, Perikanan, Dinas PU
Investasi Cipta Karya dan Tata
Swasta, Ruang Provinsi dan
 Perlindungan sumber daya alam dari
dan/atau Kab/Kota, Bapeda
pemanfaatan yang eksploitatif dan
Kerjasama Provinsi dan
tidak terkendali
Pendanaan Kab/Kota, Dinas
Kehutanan Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
Kelautan dan
Perikanan Provinsi
dan Kab/kota Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
SDA Provinsi dan
Kab/Kota
 Pengembangan pelestarian flora, Dept. PU, Dept
fauna, dan ekosistem unik kawasan Kehutanan, Dept
Kelautan dan
Perikanan, Dinas PU
Cipta Karya dan Tata
Ruang Provinsi dan
Kab/Kota, Bapeda
- 184 -

Waktu
No. Pelaksanaan
Sumber PJM I
Program Utama Lokasi Besaran Instansi Pelaksana
Dana (Tahun 2012-
2016)
1 2 3 4 5
Provinsi dan
Kab/Kota, Dinas
Kehutanan Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
Kelautan dan
Perikanan Provinsi
dan Kab/kota, Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi
dan Kab/kota, Dinas
SDA Provinsi dan
Kab/kota

GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd

Dr. H. SOEKARWO

LAMPIRAN V

Anda mungkin juga menyukai