Anda di halaman 1dari 4

peta ekoregion skala 1:500.

000 untuk peta input penyusunan peta daya dukung


ekoregion. Dengan pendekatan ini, Peta dan Deskripsi Ekoregion Nasional hanya
memiliki kedetilan pada skala 1:500.000.
Seiring berjalannya waktu, melalui pengalaman-pengalaman P3E dalam
penyusunan peta daya dukung skala ekoregion, ditemukan informasi-informasi
dalam peta daya dukung nasional yang kurang sesuai dengan realitas di tingkat
tapak. Oleh sebab itu, KLHK mencoba untuk menggunakan juga pendekatan
Penyusunan Peta Ekoregion dan Peta Daya Dukung Daya Tampung bottom-up dalam penentuan daya dukung wilayah. Artinya, peta daya dukung
SDA dan LH *) ekoregion atau nasional disusun atas dasar informasi daya dukung di tingkat
kabupaten/kota atau pada skala kedetilan 1:50.000. Dengan pendekatan ini peta
Disusun Oleh :
ekoregion maupun peta daya dukung tingkat Kabupaten/Kota bisa ditarik ke
tingkat Provinsi maupun Nasional, sehingga diharapkan pemetaan yang
Arianty Prasetiaty
dilakukan lebih sesuai dengan kondisi tapak dan ketika dijadikan dasar dalam
Kepala Sub Bidang Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa
Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH
perencanaan wilayah dapat memberikan arahan yang lebih valid. Selain itu,
pendekatan ini akan menguatkan proses penyusunan KLHS ataupun RPPLH di
Pembangunan berkelanjutan mempunyai 3 pilar yakni ekonomi, sosial dan tingkat Kabupaten/Kota.
ekologi. Dalam rangka menyelaraskan ketiga pilar tersebut, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggunakan data dan informasi daya
dukung dan daya tampung sumber daya alam dan lingkungan hidup (DDDT
SDA&LH) dalam menentukan kebijakan pemanfaatan dan pencadangan sumber
daya alam untuk pembangunan ekonomi dan sosial. Pada prinsipnya, DDDT
SDA&LH akan menjadi dasar bagi pemerintah baik tingkat Pusat, Provinsi
maupun Kabupaten/Kota, dalam melakukan pengendalian pemanfaatan Sumber
Daya Alam (SDA), pengendalian kerusakan, pencemaran serta pelestarian fungsi
lingkungan hidup.

Pendekatan dalam menyusun informasi DDDT SDA&LH


Informasi tentang DDDT SDA&LH dapat diperoleh melalui berbagai macam
cara/pendekatan. Dalam prakteknya, enam unit Pusat Pengendalian
Pembangunan Ekoregion (P3E) di seluruh Indonesia juga telah menerapkan
Gambar 1. Perbandingan antara Peta Ekoregion Pulau Kalimantan Skala 1:500.000 dari KLHK (kiri)
berbagai pendekatan untuk menyediakan data dan informasi tentang DDDT dan Peta Ekoregion Kalimantan Skala 1:250.000 dari P3E Kalimantan (kanan)
SDA&LH di wilayah kerja masing-masing. Namun demikian, ada satu
pendekatan yang digunakan dan diterapkan oleh semua unit P3E yakni
pendekatan spasial yang berwujud Peta Daya Dukung berbasis Jasa Ekosistem. Penyusunan NSPK Peta Ekoregion dan Peta Daya Dukung Wilayah
Keseragaman ini terjadi karena ada pendekatan top-down berupa arahan dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Dengan pendekatan bottom-up fokus penyusunan data dan informasi (peta) daya
Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan untuk menggunakan dukung adalah wilayah Kabupaten/Kota sehingga pelaksananyapun seyogianya
pendekatan peta daya dukung tersebut. Arahan ini meliputi penyeragaman adalah Pemerintah Kabupaten/Kota. Sesuai dengan cakupan wilayah ini, tingkat
produk (peta daya dukung) dan metode penyusunan serta fasilitasi penyediaan kedetilan data dan informasi DDDT SDA&LH diharapkan berada pada skala
1:50.000.

*) Disarikan dari hasil rapat Penyusunan NSPK Daya Dukung Nasional, tanggal 10 November 2016
Di sinilah permasalahan berpotensi muncul jika Norma, Standar, Prosedur dan Berdasarkan rancangan pedoman penyusunan informasi daya dukung dan daya
Kriteria (NSPK) untuk penyusunannya belum ada. Oleh sebab itu, KLHK sebagai tampung berbasis jasa ekosistem, terdapat kerangka informasi yang harus ada
wali data atas peta ekoregion maupun peta daya dukung wilayah berkewajiban pada berbagai tingkatan yaitu tingkat skala Nasional/Pulau, tingkat Provinsi,
untuk menyusun Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK) penyusunan tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Kota/Project.
peta ekoregion dan peta daya dukung. NSPK ini diharapkan mampu mengatur
tingkat kedetilan informasi ekoregion yang berbeda pada tingkat
Kabupaten/Kota, Provinsi maupun Nasional.

Jika merujuk definisi yang terkandung dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2009,
maka pada saat ini data yang dapat dipergunakan dalam penyusunan peta
ekoregion barulah sebatas informasi morfologi (bentanglahan) dan morfogenesa
(bentuklahan) dimana informasi tersebut terdapat dalam Peta Sistem Lahan, dan
belum dapat memasukkan unsur yang lebih mendetail seperti flora dan fauna,
iklim serta sosial budaya.

Citra Satelit Citra Satelit Peta Sistem Peta Geologi


SRTM (30 m) Optik Lahan Skala
(Google Indonesia 1:250.000
Earth) Skala
1:250.000

Hillshade Reinterpretasi
Visual
Bentuklahan
Peta Kontur untuk Ekoregion
Hirarki Penerapan Daya Dukung dan Daya Tampung LH di berbagai tingkatan

Pada tingkatan nasional, pendekatan yang digunakan adalah indeks kinerja


Skema penyusunan peta ekoregion Kalimantan Skala 1:250.000 layanan ekosistem seperti yang tertuang dalam dokumen MEA (Millenium
Ecosystem Assesment) sehingga output yang dapat dihasilkan berupa arahan-
Selanjutnya, peta ekoregion akan menjadi salah satu peta input dalam menyusun arahan secara umum tentang sebaran potensi jasa ekosistem di berbagai wilayah.
informasi daya dukung daya tampung wilayah, selain peta tutupan lahan. Saat ini Pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pendekatan yang digunakan adalah
KLHK juga tengah menyusun NSPK penyusunan peta daya dukung daya tingkat pemenuhan kebutuhan dasa/generik penduduk seperti misalnya jasa
tampung wilayah pada skala mendetail di tingkat kabupaten/kota yaitu 1:50.000 penyedia pangan dan penyedia air. Pada tahapan ini informasi yang diharapkan
dengan menggunakan pendekatan Jasa Ekosistem. Diharapkan penyusunan di untuk dihasilkan adalah tingkat ambang batas/threshold kemampuan ekosistem
skala 1:50.000 akan lebih representatif ketika dirujuk di skala nasional atau dalam menerima gangguan/dampak pembangunan.
1:500.000.
Metode Penentuan Ambang Batas/Threshold Daya Dukung Berbasis Jasa Berdasarkan kedua peta supply dan demand ini maka selanjutnya dapat
Ekosistem ditentukan status daya dukung dari jasa penyedia pangan maupun penyedia air,
dengan menghitung selisih dari supply dan demand untuk kedua jenis jasa
Terkait dengan kebutuhan pendetailan peta daya dukung wilayah di tingkat tersebut.
tapak atau di skala 1:50.000, maka informasi peta daya dukung tersebut Berikut ditampilkan contoh penghitungan status daya dukung jasa pangan untuk
diharapkan tidak hanya memberikan arahan potensi namun juga ambang batas Pulau Jawa dengan sistem grid skala ragam.
ekosistem dalam menerima dampak pembangunan di tingkat kabupaten/kota,
maka saat ini sedang dikembangkan metode Sistem Grid Skala Ragam. Metode
ini merupakan struktur penyimpanan data yang dapat digunakan untuk
menyimpan beragam data dengan menggunakan sistem grid dalam
resolusi (skala) yang berbeda.

Metode ini diharapkan dapat memberikan gambaran persebaran secara


spasial baik supply maupun demand dari beberapa isu strategis. Sebagai contoh di
tingkat nasional sedang mengangkat isu penyediaan pangan dan air. Peta daya
dukung jasa penyedia pangan dan penyedia air berbasis jasa ekosistem
digunakan sebagai pendekatan supply penyediaan pangan, sedangkan untuk
pendekatan demand digunakan data sekunder tentang populasi penduduk per
kapita yang telah dikonversi menjadi kalori per kapita.

(1) Tahapan penghitungan (2) Tahapan penghitungan


kebutuhan/demand jasa pangan ketersediaan/supply jasa pangan
Kebutuhan Bahan Pangan Pulau Jawa Tahun 2015
Overlay
- Peta Distribusi
Penduduk Tahun
2014 dalam Sistem
Grid
- Ekoregion , IJE
Perhitungan IJEP tiap Grid - DAS WAS

Perhitungan IJEP tiap


- Kabupaten/Kota
(Pangan)
- WAS (Air)

Perhitungan Potensi/
Ketersediaan

Pendistribusian Ketersediaan
dalam Sistem Grid

Ketersediaan Pangan Pulau Jawa Tahun 2015


Peta Distribusi
Ketersediaan dalam
Sistem Grid

*) Disarikan dari hasil rapat Penyusunan NSPK Daya Dukung Nasional, tanggal 10 November 2016
Peta Status Daya Dukung Pangan Pulau Jawa Tahun 2015

Berdasarkan hasil peta tersebut dapat diketahui sebaran kebutuhan dan


ketersediaan pangan, serta status daya dukung untuk jasa pangan di wilayah
jawa pada tahun 2015 sebesar 86,50% pulau jawa belum melewati ambang batas
populasi yang mampu didukung kebutuhan pangannya. Hal ini tentu saja dapat
menjadi referensi kebijakan baik terkait dalam pengembangan produksi pangan
maupun alur distrubusi produksi pangan di tingkat tapak atau di tingkat
administrasi kabupaten/kota yang dapat diimplementasikan dalam dokumen
RPPLH maupun KLHS.

Anda mungkin juga menyukai